biofar disolusi dari laboratorium biofarmasetika dan farmakokinetika

37
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu obat yang diminum per oral akan melalui tiga fase yaitu: farmasetik(disolusi), farmakokinetik, dan farmakodinamika, agar kerja obat dapat terjadi. Dalam fase farmasetik,obat berubah menjadi larutan sehingga dapat menembus membran biologis. Jika obat diberikan melalui rute subkutan, intramuskular, atau intravena, maka tidak terjadi fase farmasetik. Fase kedua, yaitu farmakokinetik terdiri dari empat proses (subfase) yaitu: absorbsi, distribusi, metabolisme (atau biotransformasi) dan eksresi. Dalam fase farmakodinamik, atau fase ketiga, terjadi respons biologis atau fisiologis. Fase farmasetik Sekitar 80% obat diberikan melalui mulut; oleh karena itu, farmasetik (disolusi) adalah fase pertama dari kerja obat. Disintegrasi adalah pemecahan tablet menjadi partikel-partikel yang lebih kecil, dan disolusi adalah melarutnya partikel-partikel yang lebih kecil itu dalam cairan gastrointestinal untuk diabsorbsi. Rate limiting adalah waktu yang diperlukan oleh sebuah obat untuk berdisentagrasi dan sampai menjadi siap untuk diabsorbsi oleh tubuh. Makanan dalam saluran gastrointestinal dapat mengganggu pengenceran 1

Upload: fajar-setiyawan

Post on 02-Jan-2016

410 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

sebuah jurnal untuk membantu teman teman yang membutuhkan

TRANSCRIPT

Page 1: biofar disolusi  Dari laboratorium biofarmasetika dan farmakokinetika

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suatu obat yang diminum per oral akan melalui tiga fase yaitu:

farmasetik(disolusi), farmakokinetik, dan farmakodinamika, agar kerja obat dapat

terjadi. Dalam fase farmasetik,obat berubah menjadi larutan sehingga dapat

menembus membran biologis. Jika obat diberikan melalui rute subkutan,

intramuskular, atau intravena, maka tidak terjadi fase farmasetik. Fase kedua,

yaitu farmakokinetik terdiri dari empat proses (subfase) yaitu: absorbsi, distribusi,

metabolisme (atau biotransformasi) dan eksresi. Dalam fase farmakodinamik, atau

fase ketiga, terjadi respons biologis atau fisiologis.

Fase farmasetik

Sekitar 80% obat diberikan melalui mulut; oleh karena itu, farmasetik

(disolusi) adalah fase pertama dari kerja obat. Disintegrasi adalah pemecahan

tablet menjadi partikel-partikel yang lebih kecil, dan disolusi adalah melarutnya

partikel-partikel yang lebih kecil itu dalam cairan gastrointestinal untuk

diabsorbsi. Rate limiting adalah waktu yang diperlukan oleh sebuah obat untuk

berdisentagrasi dan sampai menjadi siap untuk diabsorbsi oleh tubuh. Makanan

dalam saluran gastrointestinal dapat mengganggu pengenceran dan absorbsi obat-

obat tertentu, sehingga cairan atau makanan diperlukan untuk mengencerkan

konsentrasi obat (Kee,1994).

Farmakokinetik

Farmakokinetik adalah proses pergerakan obat untuk mencapai kerja obat.

Beberapa proses yang termasuk didalamnya adalah: absorbsi, distribusi,

metabolisme (atau biotransformasi) dan ekskresi (atau eliminasi).Absorbsi adalah

pergerakan partikel-partikel obat dari saluran gastrointestinal ke dalam cairan

tubuh melalui absorbsi psif, absorbsi aktif, atau pinositas. Kebanyakan obat oral

diabsorbsi di usus halus melalui kerja permukaan vilimukosa yang luas. Jika

sebagian dari villi ini berkurang, karena pengangkatan sebagian dari usus halus,

maka absorbsi juga berkurang. Obat-obat yang mempunyai dasar protein, seperti

insulin dan hormon pertumbuhan, dirusak didalam usus halus oleh enzim-enzim

1

Page 2: biofar disolusi  Dari laboratorium biofarmasetika dan farmakokinetika

pencernaan. Absorbsi pasif umumnya terjadi melalui difusi, dengan proses difusi

obat tidak perlu energi untuk menembus membran. Absorbsi aktif membutuhkan

karier untuk bergerak melawan perbedaan konsentrasi, sebuah enzim dapat

membawa obat-obat menembus membran. Obat-obat yang larut lemak dan tidak

bermuatan diabsorbsi lebih cepat daripada obat-obat yang larut dalam air dan

bermuatan. Absorbsi obat dipengaruhi oleh aliran darah, rasa nyeri, stres,

kelaparan, makanan, dan pH.Distribusi adalah proses dimana obat menjadi berada

dalam cairan tubuh. Distribusi obat dipengaruhi oleh aliran darah, afinitas

(kekuatan penggabungan) terhadap jaringan dan efek pengikatan dengan protein.

Metabolisme Hati merupakan tempat utama metabolisme. Kebanyakan obat

diinaktifkan oleh enzim-enzim hati dan kemudian diubah atau ditransformasikan

oleh enzim-enzim hati menjadi metabolit inaktif atau zat yang larut dalam air

untuk dieksresikan. Tetapi beberapa obat ditransformasikan menjadi metabolit

aktif menyebabkan peningkatan respon farmakologik. Penyakit-penyakit hati,

seperti sirosis dan hepatitis, mempengaruhi metabolisme obat. Waktu paruh

dilambangkan dengan t1/2, dari suatu obat adlah waktu yang diperlukan oleh

separuh konsentrasi obat untuk di eliminasi. Metabolisme dan eliminasi

mempengaruhi waktu paruh obat. Eksresi/Eliminasi: Rute utama dari eliminasi

obat adalah melalui ginjal, rute-rute lain meliputi empedu, feces, paru-paru, saliva,

keringat dan air susu ibu.obat bebas yang tak berikatan yang larut dalam air, dan

obat-obat yang tidak diubah difiltrasi oleh ginjal. Obat-obat yang berikatan

dengan protein tidak dapat difiltrasi oleh ginjal (Kee,1994).

1.2 Tujuan Percobaan

- Untuk membandingkan laju disolusi dari berbagai sediaan sulfadiazine secara

in vitro.

- Untuk membandingkan laju disolusi antara sediaan furosemid generik dan

Farsix® secara in vitro.

1.3 Manfaat Percobaan

Praktikan dapat mengetahui laju disolusi dari berbagai bentuk sediaan

sulfadiazine dan laju disolusi dari berbagai sediaan furosemid yang ada di

pasaran.

2

Page 3: biofar disolusi  Dari laboratorium biofarmasetika dan farmakokinetika

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Bahan

2.1.1 Sulfadiazin

Gambar 1. struktur bangun sulfadiazin

Nama kimia : N-2-piridinil sulfanilamida

Nama IUPAC : 4-amino-N-pyrimidin-2-yl-benzenesulfonamida

Rumus kimia : C10H10N4O2S

BM : 250,27

Pemerian : serbuk, putih sampai agak kuning; tidak berbau

atau hampir tidak berbau; stabil di udara tetapi pada

pemaparan cahaya perlahan-lahan menjadi hitam.

Kelarutan : praktis tidak larut dalam air; mudah larut dalam asam

mineral encer, dalam larutan kalium hidroksida, dalam

larutan natrium hidroksida dan dalam ammonium

hidroksida; agak sukar larut dalam etanol dan dalam

aseton; sukar larut dalam serum manusia pada suhu

37oC (Depkes RI, 1995).

Sulfadiazin : Sulfapirimidin, Triacef, Temasud. Derivat-pirimidin ini

(1947), bersama sulfametoksazol dan sulfafurazol memiliki kegiatan atas dasar

mg yang terkuat dari semua sulfa. Resorpsinya dari usus agak lambat sehingga

sebagian obat bisa mencapai usus besar. Olehkarena itu sulfadiazin berkhasiat

terhadap disentri basiler, bahkan lebih efektif dibandingkan dengan

3

Page 4: biofar disolusi  Dari laboratorium biofarmasetika dan farmakokinetika

kloramfenikoldan tetrasiklin. PP nya yang paling rendah, rata-rata 40%, maka

kadar obat dalam cairan tubuh paling tinggi dan sering kali digunakan pada

meningitis. Kombinasi dengan pirimetamin digunakan terhadap toxoplasma

gondii (toxoplasmosis. Plasma t½-nya 10 jam. Sulfadiazin merupakan obat pilihan

kedua untuk infeksi saluran kemih. Daya larutnya dalam kemih agak buruk

(sering menyebabkan kristaluria) sehingga perlu diberikan natriumbikarbonat 3

kali sehari3-4 g dan minum air k.l. 1,5 liter sehari. Dosis permulaan 2-4g,

kemudian 4-6 dd 1g (Tjay,2007).

Absorpsinya di usus terjadi cepat dan kadar maksimal dalam darah dicapai

dalam waktu 3-6 jam sesudah pemberian dosis tunggal (Tanu,2011).

Kira-kira 15-40% dari obat diberikan diekskresi dalam bentuk senyawa

asetil. Hampir 70% obat ini mengalami resorpsi di tubuli ginjal dengan

mengurangi resorpsi tubuli. Karena beberapa macam sulfa sukar larut dalam urin

yang asam, maka sering timbul kristaluria dan komplikasi ginjal lainnya. Untuk

mencegah ini pasien dianjurkan minum banyak air agar produksi urin tidak

kurang dari 1200mL/ hari atau diberikan sediaan alkalis seperti Na-bikarbonat

untuk menaikkan PH urin (Tanu, 2011).

Sulfadiazine siap diabsorpsi dari dalam saluran gastrointenstinal,

konsentrasi dalam darah akan meningkat 3 sampai 6 jam setelah diberikan setelah

dosis tunggal. 20% sampai 55 % sudah diberitahu akan berikatan dengan dengan

protein plasma. Sulfadiazine berpenetrasi ke dalam pembuluh darah dalam waaktu

4 jam pada dosis oral untuk memperoleh efek terapeutik yang mungkin lebih dari

setengah dalam darah. Diatas 40 % sulfadiazine di dalam darah akan

menghasilkan derivate asetil. Setengah dari sulfadiazine yang lain sekitar 10 jam,

telah disaring dalam ginjal (Martindale, 2009).

2.1.2 Furosemida

4

Page 5: biofar disolusi  Dari laboratorium biofarmasetika dan farmakokinetika

Gambar 2. Struktur Bangun Furosemida

Nama kimia : Asam 4-kloro-N-furfuril-5-Sulfanoilantranilat

Nama IUPAC : 5-( aminosulfonyl )-4-chloro-2-[( 2-furanylmethyl )amino]

benzoic acid

Nama lazim : Furosemidum/furosemida

Rumus kimia : C12H11N2ClO5S

BM : 330,745

Pemerian : serbuk hablur, putih sampai hampir kuning; tidak berbau.

Kelarutan : praktis tidak larut dalam air; mudah larut dalam aseton,

dalam dimetilformamidadan dan dalam larutan alkali

hidroksida; larut dalam metanol; agak sukar larut dalam

etanol; sukar larut dalam eter; sangat sukar larut dalam

kloroform (Depkes RI, 1995).

Furosemid atau asam 4-kloro-N-furfuril-5-sulfamoil antranilat masih

tergolong sulfonamid. Obat ini merupakan salah satu obat standar untuk

pengobatan gagal jantung dan edema paru. Bumetanid merupakan derivat asam-3-

aminobenzoat yang lebih poten daripada furosemid, tetapi dalam hal lain kedua

senyawa ini mirip satu dengan yang lain (Tanu,2011).

Furosemid dan bumetanid mempunyai daya hambat enzim karbonik

anhidrase karena keduanya merupakan derivat sulfonamid, seperti juga tiazid dan

asetazolamid, tetapi aktivitasnya terlalu lemah untuk menyebabkan diuresis di

tubuli proksimal. Asam etakrimat tidak menghambat enzim karbonik anhidrase.

Efek diuretik kuat terhadap segmen yang lebih distal dari ansa henle asendense

epitel tebal belum dapat dipastikan, tetapi dari besarnya diuresis yang terjadi

diduga obat ini bekerja juga di segmen tubuli lain (Tanu, 2011).

5

Page 6: biofar disolusi  Dari laboratorium biofarmasetika dan farmakokinetika

Furosemida : frusemide, Lasix,Impugan. Turunan sulfonamida ini (1964)

berdaya diuretis kuat dan bertitik kerja di lingkungan henle bagian menaik. Sangat

efektif pada keadaan udema di otak dan paru-paru yang akut. Mulai kerjanya

pesat, oral dalam 0,5-1 jam dan berthan 4-6 jam, intravena dalam beberapa menit

dan 2,5 jam lamanya (Tan,2007).

Resorpsinya dari usus hanya lebih kuang 50%, PP-nya k.l. 97%, plasma t½-

nya 30-60 menit; ekskresinya melalui kemih secara utuh, pada dosis tinggi juga

lewat empedu (Tan,2007).

Efek sampingnya berupa umum, pada injeksi i.v. terlalu cepat, ada kalanya

tetapi jarang terjadi ketulian (reversibel) dan hipotensi. Hipokaliemia reversibel

dapat terjadi pula (Tan,2008).

Dosis : Pada udema oral 40-80 mg pagi p.c., jika perlu atau pada insufisiensi

ginjal sampai 250-2000 mg sehari dalam 2-3 dosis. Injeksi i.v. (perlahan) 20-40

mg, pada keadaan kemeluthipertensi sampai 500 mg. Penggunaan i.m. tidak

dianjurkan (Tan,2007).

Furosemida agak mudah diserap oleh saluran pencernaan, bioavailabilitas

yang dilaporkan mencapai 60% sampai 70% tetapi absorpsinya dapat diubah dan

tidak tetap. Waktu paruh furosemida lebih dari 2 jam walaupun furosemida dapat

diperpanjang pada bayi dan pada pasien yang memiliki kerusakan dengan ginjal

dan hati. Furosemida berikatan dengan plasma albumin sebesar 99% dan

kebanyakan diekskresikan di dalam urin, tidak diubah dalam jumlah besar.

Furosemida juga diekskresikan melalui garam empedu dan tidak dieliminasi ginjal

dapat meningkatkan kerusakan ginjal. Furosemida melintasi membran plasenta

dan didistribusikan melalui air susu ibu. Pembersihan furosemida tidak ditambah

dengan haemodialisis (Martindale, 2009).

Merupakan diuretika jerat Henle. Furosemida mempunyai struktur

sulfanilamida dan pada posisi terhadap gugus sulfonamida mempunyai penyulih

penarik elektron. Sebagai pengganti gugus sulfonamida kedua, terdapat gugugs

karboksil. Sifat yang khas dari senyawa ini adalah masa kerjanya yang singkat

tetapi amat intensif. Pada pemakaian secara parenteral, segera setelah penyuntikan

terjadi peningkatan ekskresi natrium, klorida dan air yang lebih besar daripada

ekskresi yang disebabkan oleh semua diuretika. (Gunawan, 2007).

6

Page 7: biofar disolusi  Dari laboratorium biofarmasetika dan farmakokinetika

Karena kerjanya hanya bertahan singkat, pada dosis rendah dan sedang,

terlihat penurunan laju ekskresi yang relatif cepat sampai dibawah harga kontrol

(gejala rebound). Walaupun demikian dengan peningkatan dosis, efek

keselluruhan dapat meningkat. Artinya, dengan suatu diuretika dosis tinggi, udem

dapat dihilangkan. Lebih dari 30% ion natrium yang difiltrasi pada pemberian

obat dengan dosis yang cocok akan dapat diekskresi. (Gunawan, 2007).

Oleh karena penggunaan diuretik tidak mengurangi mortilitas pada gagal

jantung, maka diuretik harus selalu diberikan dalam kombinasi dengan

penghambat ACE. Oleh karena penurunan curah jantung akibat deplesi cairan

akan meningkatkan aktivasi neuro-hormonal yang akan memacu progresi gagal

jantung, maka diuretik tidak boleh diberikan pada gagal jantung yang asimtomatik

maupun yang tidak ada overload cairan. Juga penggunaan diuretik tidak boleh

berlebihan, tetapi dalam dosis minimal untuk mempertahankan euvolemia.

(Gunawan, 2007).

Lasix merupakan obat yang mengandung furosemid. Furosemid adalah

obat golongan diuretik, yang dapat mencegah tubuh dari menyerap terlalu banyak

garam.

Furosemid diberikan untuk membantu mengobati retensi cairan (edema) dan

pembengkakan yang disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif, penyakit hati,

penyakit ginjal, atau kondisi medis lainnya. Obat ini bekerja dengan bertindak

pada ginjal untuk meningkatkan aliran urin. Furosemid juga digunakan sendiri

atau bersama-sama dengan obat lain untuk mengobati tekanan darah tinggi

(hipertensi). Tekanan darah tinggi menambah beban kerja jantung dan arteri. Jika

terus untuk waktu yang lama, jantung dan arteri mungkin tidak berfungsi dengan

baik. Kondisi tersebut dapat merusak pembuluh darah otak, jantung, dan ginjal,

mengakibatkan stroke, gagal jantung, atau gagal ginjal. Tekanan darah tinggi juga

dapat meningkatkan risiko serangan jantung (Gunawan,2007).

2.2 Disolusi

Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk

sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarutan suatu zat aktif sangat penting

artinya karena ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat

tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh. Suatu

7

Page 8: biofar disolusi  Dari laboratorium biofarmasetika dan farmakokinetika

bahan obat yang diberikan dengan cara apapun dia harus memiliki daya larut

dalam air untuk kemanjuran terapeutiknya. Senyawa-senyawa yang relatif tidak

dapat dilarutkan mungkin memperlihatkan absorpsi yang tidak sempurna, atau

tidak menentu sehingga menghasilkan respon terapeutik yang minimum. Daya

larut yang ditingkatkan dari senyawa-senyawa ini mungkin dicapai dengan

menyiapkan lebih banyak turunan yang larut, seperti garam dan ester dengan

teknik seperti mikronisasi obat atau kompleksasi (Hong,2010).

Ukuran tingkat rilis tablet terutama melibatkan dalam karakterisasi vitro

menggunakan pengujian disolusi Tujuan dari pengujian disolusi akan berubah

pada tahap perkembangan yang berbeda dan diproduksi tablet osmotik untuk

evaluasi klinis dan pembuatan komersial.. Awal pada pengujian disolusi

dilakukan untuk menentukan korelasi antara lapisan ketebalan film dan

komposisi, untuk verivy tekanan osmotik sebagai mekanisme kontrol dan rilis,

dan untuk membangun ketahanan tablet di bawah kondisi yang menggambarkan

makan dan berpuasa negara serta kondisi penyimpanan dipercepat pada tahap

selanjutnya, karakteristik in vitro digunakan. untuk memverifikasi sukses skala-up

pembuatan tablet, khususnya proses pelapisan film, dan memvalidasi pembuatan

sukses tablet komersial(Hong,2010).

Pelarutan merupakan proses dimana suatu bahan kimia atau zat aktif

menjadi terlarut dalam suatu pelarut. Pada sistem biologis pelarutan obat dalam

media berair merupakan suatu yang penting sebelum terjadinya absorbsi sistemik.

Kecepatan pelarutan obat dengan kelalrutan dalam air sangat kecil dari bentuk

sediaan padat yang utuh atau terdisentigrasi dalam saluran cerna sering

mengendalikan kecepatan absorbsi sistemik (Hong,2010).

Proses pelarutan ini juga terjadi pada obat-obat yang dibuat dalam bentuk

larutan zat aktif dalam minyak, tetapi yang terjadi di sini adalah proses ekstraksi.

Setelah pemberiaan sediaan laritan secara in situ dapat timbul endapan zat aktif

yang biasanya terbentuk amorf sebagai akibat perubahan pH dan endapan tersebut

selanjutnya akan melarut lagi. Dengan demikian pemberian sediaan larutan tidak

menjamin terjadinya absorbsi segera. Obat yang melarut ialah obat yang dapat

terionisasi. Pengujian disolusi dapat digunakan dalam pengembangan formulasi/

kualitas suatu sediaan. Formulasi sediaan berkaitan dengan bentuk sediaan, bahan

8

Page 9: biofar disolusi  Dari laboratorium biofarmasetika dan farmakokinetika

pembantu dan cara pengolahan (prosesing). Pengaruh bentuk sediaan pad alaju

disolusi tergantung pada kecepatan pelepasan bahan aktif yang terkandung di

dalamnya. Secara umum, laju disolusi akan menurun menurut urutan sebagai

berikut : suspensi, tablet, dan tablet salut. Secara teoritis, disolusi bermacam

sediaan padat tidak selalu urutan dan masalahny sama, karena diantara masing-

masing bentuk sediaan padat tersebut akan ada perbedaan baik ditinjau dari segi

teori maupun peralatan uji disolusi, seperti pada sediaan berbentuk serbuk, kapsul,

tablet-kaplet, suppositoria, suspensi, topikal, dan transdermal. Penggunaan bahan

pembantu sebagai bahan pengisi, pengikat, penghancur, dan pelicin dalam proses

formulasi mungkin akan menghambat atau mempercepat laju disolusi tergantugn

pada bahan pembantu yang dipakai (Hong,2010).

Suatu obat yang diminum per oral akan melalui tiga fase yaitu: farmasetik

(disolusi), farmakokinetik, dan farmakodinamika, agar kerja obat dapat terjadi.

Dalam fase farmasetik,obat berubah menjadi larutan sehingga dapat menembus

membran biologis. Jika obat diberikan melalui rute subkutan, intramuskular, atau

intravena, maka tidak terjadi fase farmasetik. Fase kedua, yaitu farmakokinetik

terdiri dari empat proses (subfase) yaitu: absorbsi, distribusi, metabolisme (atau

biotransformasi) dan eksresi. Dalam fase farmakodinamik, atau fase ketiga, terjadi

respons biologis atau fisiologis. Farmakokinetik adalah proses pergerakan obat

untuk mencapai kerja obat. Beberapa proses yang termasuk didalamnya adalah:

absorbsi, distribusi, metabolisme (atau biotransformasi) dan ekskresi (atau

eliminasi) (Kee,1994).

Peningkatan kelarutan dapat dilakukan dengan beberapa cara:

1. Pengaruh bentuk sifat kimia yaitu : Pembentukan garam dan Pembentukan

ester.

2. Pengaruh Perubahan Keadaan Fisik yaitu: Bentuk kristal atau amorf,

Polimorfisa, Solvat dan Hidrat

3. Faktor Formulasi dan Tekhnologi yang Dapat Mengubah Laju Pelarutan

Zat Aktif yaitu : Pembentukan eutektik atau larutan padat, pembentukan

kompleks, Bahan yang dapat mengubah tetapan dielektrik cairan, Bahan

penglarut miseler dan Penyalutan dengan senyawa hidrofil (Aiache,

1993).

9

Page 10: biofar disolusi  Dari laboratorium biofarmasetika dan farmakokinetika

2.3 Metode uji disolusi

USP XXI / NF XVI memberi beberapa metode resmi untuk

melaksanakan uji pelarutan tablet dan kapsul. Pemilihan suatu metode tertentu

untuk suatu obat biasanya ditentukan dalam monografi untuk suatu produk

tertentu(Shargel, L., 1988).

Metode “Rotating Basket”

Metode “rotating basket” terdiri atas keranjang silindrik yang ditahan oleh

tangkai motor. Keranjang menahan cuplikan dan berputar dalam suatu labu bulat

yang berisi media pelarutan. Keseluruhan labuh tercelup dalma suatu bak yang

bersuhu konstan 37º C. Kecepatan berputar dan posisi keranjang harus memenuhi

rangkaian syarat khusus dalam USP yang teakhir beredar (Shargel, L., 1988).

Metode “Paddle”

Metode “paddle” atau alat ke 2 terdiri atas suatu dayung yang dilapis khusus,

yang berfungsi memperkecil turbulensi yang disebabkan oleh pengadukan.

Dayung diikat secara vertikal ke suatu motor yang berputar dalam suatu kecepatan

yang terkendali. Tablet atau kapsul diletakkan dalam labu pelarutan yang beralas

bulat yang juga berfungsi untuk memperkecil turbulensi dari media pelarutan.

Alat ditempatkan dalam suatu bak air yang bersuhu konstan, seperti pada metode

“rotating basket” dipertahankan pada 37º C. Posisi dan kesejajaran dayung

ditetapkan dalam USP. Metode “paddle” sangat peka terhadap kemiringan

dayung. Pada beberapa produk obat, kesejajaran dayung yang tidak tepat secara

drastis dapat mempengaruhi hasil pelarutan. Standar kalibrasi pelarutan yang

sama digunakan untuk memeriksa peralatan sebelum uji dilaksanakan(Shargel, L.,

1988).

Metode Desintegrasi yang Dimodifikasi

Metode ini dasarnya memakai desintegrasi USP “basket and rack” dirakit

untuk uji pelarutan. Bila alat ini dipakai untuk pelarutan maka cakram

dihilangkan. Saringan keranjang juga diubah sehingga selama pelarutan partikel

tidak akan jatuh melalui saringan. Metode ini jarang digunakan dan dimasukkan

dalam USP untuk suatu formulasi obat lama(Shargel, L., 1988).

10

Page 11: biofar disolusi  Dari laboratorium biofarmasetika dan farmakokinetika

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat

Dissolution tester (dengan basket dan paddle), spektrofotometer, gelas

ukur 1000ml, mat pipet, labu tentukur 25ml, labu tentukur 10ml, vial, spuit 10ml,

spektrofotometer, tissue halus, tissue lensa.

3.2 Bahan

Aquadest, dapar fosfat ph 7,4, cairan lambung buatan pH 1,2, tablet

sulfadiazin, kapsul sulfadiazin, sulfadiazin SR, tablet Furosemida generik, tablet

Farsix.

3.3 Hewan Percobaan

-

3.4 Prosedur

3.4.1 Prosedur Disolusi Sediaan Sulfadiazin(SR,Tablet,Kapsul)

Diatur suhu medium 37 ± 0,5 C,masukkan 900 medium lambung buatan pH⁰

1,2 ke dalam tabung disolusi. Dipasang penggerak medium pada dissolution tester

sesuai dengan sediaan yang diuji (basket untuk sediaan kapsul dan paddle untuk

sediaan tablet). Letakkan sediaan pada alat dan hidupkan alat dengan kecepatan

100 rpm.Setelah 5,10,20,30,45, dan 60 menit, ambil 5 ml aliquot dan encerkan

dengan medium disolusi sampai 10 ml. Ukur absorbansinya dengan

spektrofotometer dengan panjang gelombang 242 nm.

3.4.2 Prosedur Disolusi Sediaan Tablet Furosemid

Atur suhu medium 37 ± 0,5 C,masukkan 900 ml medium ke dalam tabung⁰

disolusi. Dipasang penggerak medium pada dissolution tester sesuai dengan

sediaan yang diuji (paddle untuk sediaan tablet). Letakkan sediaan pada alat dan

hidupkan alat dengan kecepatan 50 rpm. Setelah 5,10,20,30,45,dan 60 menit,

ambil 5 ml aliquot dan encerkan dengan medium disolusi sampai 10 ml.Ukur

absorbansinya dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 276 nm.

11

Page 12: biofar disolusi  Dari laboratorium biofarmasetika dan farmakokinetika

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1 Data Hasil Disolusi Sulfadiazin Tablet

NO Waktu Absorbansi Konsentrasi (ppm)

1 5 0,1447 2,3068

2 10 0,2515 4,1465

3 20 0,4991 8,4120

4 30 0,6600 11,184

5 45 0,8602 14,632

6 60 0,9733 16,579

4.1.2 Data Hasil Disolusi Sulfadiazin Kapsul

NO Waktu Absorbansi Konsentrasi (ppm)

1 5 0,0868 1,3017

2 10 0,9818 16,726

3 20 1,0331 17,609

4 30 1,0602 18,076

5 45 1,0388 17,708

6 60 1,0984 18,734

4.1.3 Data Hasil Disolusi Sulfadiazin SR

NO Waktu Absorbansi Konsentrasi (ppm)

1 5 0,2070 3,3812

2 10 0,2368 3,894

3 20 0,2217 3,6335

4 30 0,2181 3,5725

5 45 0,2203 3,6103

6 60 0,2148 3,5157

12

Page 13: biofar disolusi  Dari laboratorium biofarmasetika dan farmakokinetika

4.1.4 Data Hasil Disolusi Furosemida Generik

NO Waktu Absorbansi Konsentrasi (ppm)

1 5 0,3497 5,6701

2 10 0,5070 8,2613

3 20 0,5249 8,5563

4 30 0,5071 8,2623

5 45 0,5265 8,5824

6 60 0,4850 7,9000

4.1.5 Data Hasil Disolusi Furosemida Farsix

NO Waktu Absorbansi Konsentrasi (ppm)

1 5 0,3010 4,8752

2 10 0,5024 8,1870

3 20 0,3638 5,9069

4 30 0,5690 9,2809

5 45 0,5992 9,7787

6 60 0,5664 9,2388

4.1.6 Data Disolusi Sulfadiazin SR

N

O

T

(meni

t)

A C

(ppm

)

F

P

CxFP

(ppm)

CxFPdl

m 900

mL(pp

m)

Faktor

Pe(+)

C obat

yang

dilepas

%

kumulat

if

1 5 0,207

0

2,304

1

5 11,5209

5

10368,4

5

0 10368,45 10,37

2 10 0,236

8

2,761

9

5 13,8095 12428,5

5

11,520

5

1244,070

5

12,44

3 20 0,221

7

2,531

0

5 12,655 11389,5 25,33 11414,83 11,41

4 20 0,218 2,474 5 12,3735 11136,1 37,985 11174,13 11,17

13

Page 14: biofar disolusi  Dari laboratorium biofarmasetika dan farmakokinetika

1 7 5 5

5 45 0,220

3

2,508

4

5 12,542 11281,8 50,358

5

11338,15

85

11,34

6 60 0,214

3

2,424

0

5 12,12 10908 62,900

5

10970,90

0

10,97

4.2. Pembahasan

Uji disolusi dilakukan terhadap Sulfadiazin dan Furosemid dengan berbagai

bentuk sediaan.Uji disolusi dilakukan dengan menggunakan medium lambung

buatan pH 1,2 (Sulfadiazin) dan medium dapar phospat pH 7,4 (Furosemida ) dan

diukur kadarnya dengan menggunakan spektrofotometer.

Disolusi Sulfadiazin

Dari profil disolusi beberapa sediaan di atas, dapat dilihat bahwa kapsul

memiliki persen kumulatif lebih besar dibandingkan tablet dan sustained release.

Hal ini menunjukkan bahwa kapsul memiliki laju disolusi yang paling cepat

dibandingkan sediaan lainnya.Ini disebabkan oleh karena adanya perbedaan

formulasi dari masing-masing sediaan. Sediaan kapsul tersusun dari cangkang

gelatin yang mudah larut dalam medium disolusi, sehingga bahan obat yang

terkandung di dalamnya dapat terlepas lebih cepat dari pada sediaan tablet dan

sediaan lepas lambat. Sedangkan pada formulasi tablet terdiri dari bahan-bahan

tambahan seperti bahan pengikat dan bahan pelicin yang dapat memperlambat laju

disolusi dari tablet tersebut. Selain itu tablet juga diformulasikan dengan cara

kempa pada tekanan tertentu. Sedangkan sediaan lepas lambat terdiri dari matriks

polimer yang sudah diatur formulasinya untuk melepaskan bahan obat secara

perlahan-lahan.

Hasil yang diperoleh ini sesuai dengan Ansel (1989), yang menyatakan

bahwa bahan-bahan obat dilepaskan dari kapsul lebih cepat dibandingkan dari

tablet. Pada sustained release dibuat dengan mencampurkan bahan obat ke dalam

pembawa (matriks) yang berbeda viskositasnya dan dirancang supaya pemakaian

unit dosis tunggal melepaskan zat aktif obat secara perlahan-lahan sehingga laju

14

Page 15: biofar disolusi  Dari laboratorium biofarmasetika dan farmakokinetika

disolusi dan jumlah obat yang terlarut paling kecil dibandingkan kapsul dan tablet

(Ansel, 1989).

Disolusi Furosemid

Dari grafik profil disolusi sediaan Farsix dan sediaan Furosemid diatas

menunjukkan bahwa sediaan Farsix memiliki persen kumulatif yang lebih besar

daripada sediaan Furosemid dan .Dengan kata lain sediaan Farsix mempunyai laju

disolusi yang lebih besar dibandingkan dengan Furosemida dan Lasix. Hal ini

disebabkan adanya perbedaan bahan tambahan yang digunakan dalam proses

formulasi dan pengolahan sediaan. Suatu bahan tambahan dalam formulasi dapat

berinteraksi secara langsung dengan obat membentuk suatu kompleks yang larut

atau tidak larut dalam air. Sifat-sifat fisika kimia dari obat dan bahan-bahan

penambah menetapkan laju penglepasan obat dari bentuk sediaan dan transpor

berikutnya melewati membran-membran biologis. Dari studi biofarmasetik

memberi fakta yang kuat bahwa metode fabrikasi dan formulasi dengan nyata

mempengaruhi bioavailabilitas obat tersebut (Shargel, L., 1988)

Menurut Yandi (2002) Faktor-faktor yang mempengaruhi laju disolusi dari bentuk

sediaan biasanya diklasifikasikan atas tiga kategori : (1) faktor yang berkaitan

dengan sifat fisikokimia obat, (2) faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan

dan (3) faktor yang berkaitan dengan alat disolusi dan parameter uji.Sifat-sifat

fisikokimia dari obat yang mempengaruhi laju disolusi meliputi kelarutan, bentuk

kristal, bentuk hidrat solvasi dan kompleksasi serta ukuran partikel.Sifat-sifat

fisikokimia lain seperti kekentalan serta keterbasahanberperanan pada

permasalahan umum dalam disolusi dalam hal terbentuknya flokulasi, flotas dan

aglomerasi Formulasi sediaan berkaitan dengan bentuk sediaan, bahan pembantu

dan cara pengolahan (prosesing). Pengaruh bentuk sediaan pad alaju disolusi

tergantung pada kecepatan pelepasan bahan aktif yang terkandung di dalamnya.

Secara umum, laju disolusi akan menurun menurut urutan sebagai berikut :

suspensi, tablet, dan tablet salut. Secara teoritis, disolusi bermacam sediaan padat

tidak selalu urutan dan masalahny sama, karena diantara masing-masing bentuk

sediaan padat tersebut akan ada perbedaan baik ditinjau dari segi teori maupun

peralatan uji disolusi, seperti pada sediaan berbentuk serbuk, kapsul, tablet-kaplet,

suppositoria, suspensi, topikal, dan transdermal. Penggunaan bahan pembantu

15

Page 16: biofar disolusi  Dari laboratorium biofarmasetika dan farmakokinetika

sebagai bahan pengisi, pengikat, penghancur, dan pelicin dalam proses formulasi

mungkin akan menghambat atau mempercepat laju disolusi tergantugn pada bahan

pembantu yang dipakai. Cara pengolahan dari bahan baku sebagai bahan

pembantu dan prosedur yang dilaksanakan dalam formulasi sediaan padat peroral

juga akan berpengaruh pada laju disolusi. Perubahan lama waktu pengadukan

pada granulasi basah dapat menghasilkan granul-granul besar, keras, dan padat

sehingga pada proses pencetakan dihasilkan tablet dengan waktu hancur dan

disolusi yang lama .

4.3.Perhitungan

4.3.1 Perhitungan persamaan regresi sulfadiazin

NO X Y X2 Y2 XY

1 0,000 0 0 0 0

2 4,00 0,361 16 0,130 1,444

3 5,00 0,428 25 0,183 2,14

4 6,00 0,476 36 0,227 2,856

5 7,00 0,514 49 0,264 3,598

6 8,00 0,568 64 0,323 4,544

7 9,00 0,622 81 0,387 5,598

8 10,00 0,676 100 0,457 6,76

∑X= 49 ∑Y =3,645 ∑X2=371 ∑Y2=1,971 ∑XY=26,94

X =

6,125

ȳ = 0,456

a = ∑ XY−(∑ X .∑Y ) ∕ n

∑ X2 – (∑ X )2/n

16

Page 17: biofar disolusi  Dari laboratorium biofarmasetika dan farmakokinetika

= 26,94−(49 )(3,645)/8

371−(49)2/8

= 0,0651

b = y-ax

=0,456 – 0,0651(6,125)

= 0,057

Y= 0,0651 x + 0,057

r ¿

∑ xy−(∑ x )(∑ y) /n

√[∑ x2−(∑ x )2

n ][∑ y2−(∑ y )2

n]

¿26,94−( 49 )(3,645)/8

√[371−(49 )2

8 ][1,971−(3,645 )2

8]

=0,9841

4.3.2 Konsentrasi

Persamaan rgresi sulfadiazin pada medium cairan lambung buatan pH 1,2: y=

0,0651x + 0,057

Faktor Pengenceran = 255

= 5

Untuk t = 5 menit

X = 0,2070−0,057

0,0651=2,3041 ppm

Konsentrasi dalam FP = c × FP

= 2,3041 ×5

= 11,5205

Konsentrasi dalam 900 ml = 11,5205 x 900

17

Page 18: biofar disolusi  Dari laboratorium biofarmasetika dan farmakokinetika

= 10368,45

Faktor Penambahan = 0

C.obat yang dilepas = 10368,45+ 0

= 10368,45

% Kumulatif = 10,36845

100×100 %=10,37 %

Untuk t = 10 menit

X = 0,2368−0,057

0,0651=2,7619 ppm

Konsentrasi dalam FP = c × FP

= 2,7619 ×5

= 13,8095

Konsentrasi dalam 900 ml = 13,8095x 900

= 12428,55

Faktor Penambahan = 0 + 11,5205

= 11,5205

C.obat yang dilepas = 12428,55+ 11,5205

= 12440,0705

% Kumulatif = 12,4400705

100×100 %=12,44 %

Untuk t = 20 menit

X = 0,2217−0,057

0,0651=2,5310 ppm

Konsentrasi dalam FP = c × FP

18

Page 19: biofar disolusi  Dari laboratorium biofarmasetika dan farmakokinetika

= 2,5310 ×5

= 12,655

Konsentrasi dalam 900 ml = 12,655 x 900

= 11389,5

Faktor Penambahan = 11,5205 + 11389,5

= 25,33

C.obat yang dilepas = 11389,5+ 25,33

= 11414,83

% Kumulatif = 11,41483

100× 100 %=11,41%

Untuk t = 30 menit

X = 0,2181−0,057

0,0651= 2,4747 ppm

Konsentrasi dalam FP = c × FP

= 2,4747 ×5

= 12,3735

Konsentrasi dalam 900 ml = 12,3735x 900

= 11136,15

Faktor Penambahan = 25,33 + 12,655

= 37,985

C.obat yang dilepas = 11136,15+37,985

= 11174,135

% Kumulatif = 11,174135

100× 100 %=11,17%

19

Page 20: biofar disolusi  Dari laboratorium biofarmasetika dan farmakokinetika

Untuk t = 45 menit

X = 0,2203−0,057

0,0651= 2,5084 ppm

Konsentrasi dalam FP = c × FP

= 2,5084 ×5

= 12,542

Konsentrasi dalam 900 ml = 12,542x 900

= 11287,8

Faktor Penambahan = 37,985+ 12,3735

= 50,3585

C.obat yang dilepas = 11287,8+50,3585

= 11338,1585

% Kumulatif = 11,3381585

100× 100 %=11,34 %

Untuk t = 60 menit

X = 0,2148−0,057

0,0651= 2,4240 ppm

Konsentrasi dalam FP = c × FP

= 2,4240 ×5

= 12,12

Konsentrasi dalam 900 ml = 12,12x 900

= 10908

Faktor Penambahan = 50,3585+ 12,542

= 62,9005

20

Page 21: biofar disolusi  Dari laboratorium biofarmasetika dan farmakokinetika

C.obat yang dilepas = 10908+62,9005

= 10970,9005

% Kumulatif = 10,9709005

100×100 %=10,97 %

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

- Sediaan kapsul lebih cepat terdisolusi daripada sediaan tablet dan

sustained release.

- Farsix lebih cepat terdisolusi dibandigkan dengan furosemida generik.

5.2 Saran

- Sebaiknya digunakan sulfamerazin,sulfamezatin atau golongan sulfa

lainnya pada pengujian disolusi berikutnya

- Sebaiknya pada percobaan berikutnya digunakan metode uji disolusi yang

lainnya.

21

Page 22: biofar disolusi  Dari laboratorium biofarmasetika dan farmakokinetika

DAFTAR PUSTAKA

Aiache, J.M., dan Guyot Hermann, A. M.(1993).Farmasetik 2: Biofarmasi. Edisi

kedua. Penerjemah: Dr. Widji Soeratri, Penerbit Airlangga University

Press. Surabaya. Halaman 13-16, 103-104, 108-109, 153-169.

Depkes RI.(1979).Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen

Kesehatan RI Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.Halaman

639,748,755,772.

Gunawan, Sulistia G.(2007).Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Badan

Penerbit FKUI. Halaman 305, 600-603.

Hong,wen.(2010).Oral Controlled Release Formulation Design and Drug

Delivery : Theory to Practice.Canada:John wiley and sons.Pages 146-148.

Kee,Joyce L. (1994).Farmakologi. Jakarta : EGC. Halaman 6-9.

Martindale. (2009). The Complete Drug Reference. Thirty-sixth edition. USA: Pharmaceutical Press. Pages 336, 1292.

Mutschler,Ernst.1991. Dinamika Obat : Farmakologi dan Toksikologi Edisi

Kelima. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 572, 628

22

Page 23: biofar disolusi  Dari laboratorium biofarmasetika dan farmakokinetika

Scholar,Eric M. (2000). The Antimicrobial Drugs. New york: Oxford University

press,inc. Pages 217-218.

Shargel, L. (1988). Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Penerjemah : Fasich dan Sjamsiah. Edisi Kedua. Penerbit Airlangga University Press. Surabaya. Halaman : 99-102, 454-456.

Tan. (2007). Obat-Obat Penting.Edisi Keenam. Jakarta : PT Media sKomputindo. Halaman 19,144,523.

Tanu, Ian. (2011). Farmakologi dan Terapan. Edisi kelima. Jakarta : UI Press.Halaman 389 ,602.

LAMPIRAN

Flowsheet

1.1 Uji Disolusi untuk Kapsul,Tablet dan Sustained Release Sulfadiazin

Diatur suhunya 37 ± 0.5°C

Dimasukkan ke dalam tabung disolusi

Diletakkan kapsul,tablet dan sustained

release sulfadiazin pada alat

Dihidupkan alat dengan kecepatan 100 rpm

Diambil 5 ml aliquot pada menit ke 5’;

10’; 20’; 30’; 45’; 60’; 75’

Diencerkan dengan medium disolusi sampai

25 ml

23

900 ml medium lambung buatan pH 1.2

Page 24: biofar disolusi  Dari laboratorium biofarmasetika dan farmakokinetika

Diukur absorbansi dengan spektrofotometer

pada panjang gelombang 242 nm

1.2.Uji Disolusi untuk Tablet Furosemid(Generik, dan Farsix)

Diatur suhunya 37 ± 0.5°C

Dimasukkan ke dalam tabung disolusi

Diletakkan tablet furosemid generik dan

farsix pada alat

Dihidupkan alat dengan kecepatan 50 rpm

Diambil 5 ml aliquot pada menit ke 5’;

10’; 20’; 30’; 45’; 60’.

Diencerkan dengan medium disolusi

sampai 25 ml

Diukur absorbansi dengan spektrofotometer

pada panjang gelombang 271 nm

24

Hasil

900 ml medium dapar fosfat pH 7.4

Hasil

Page 25: biofar disolusi  Dari laboratorium biofarmasetika dan farmakokinetika

Lampiran Gambar

Spektrofotometer Dissolution testre

25

Page 26: biofar disolusi  Dari laboratorium biofarmasetika dan farmakokinetika

Labu Tentukur Beaker Glass

Vial Spatula dan batang pengaduk

26