biofar ii(1)

23
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Untuk menghindari efek samping seperti dispepsia, iritasi mukosa lambung dan diare suatu obat dapat diatasi diformulasikan ke dalam sediaan supositoria. Penggunaan supositoria mempunyai keuntungan dibanding sediaan oral salah satunya tidak mengiritasi lambung, tidak menyebabkan rasa tidak enak (mual), dapat digunakan pada pasien yang sulit menelan obat dan tidak sadarkan diri. Pelepasan obat dari basis merupakan faktor penting dalam keberhasilan terapi dengan menggunakan sediaan supositoria. Di dalam tubuh obat akan diabsorbsi dalam keadaan terdispersi, karena itu obat harus dilepaskan dari bahan pembawa kemudian larut dalam cairan tubuh. Kecepatan pelarutan obat dipengaruhi oleh formulasi sediaan sediaan obatnya yaitu kadar zat aktif, basis dan cara pembuatannya. 1

Upload: ray-munawar

Post on 07-Dec-2015

236 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

biofarmasi

TRANSCRIPT

Page 1: biofar ii(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Untuk menghindari efek samping seperti dispepsia, iritasi mukosa lambung dan

diare suatu obat dapat diatasi diformulasikan ke dalam sediaan supositoria.

Penggunaan supositoria mempunyai keuntungan dibanding sediaan oral salah satunya

tidak mengiritasi lambung, tidak menyebabkan rasa tidak enak (mual), dapat digunakan

pada pasien yang sulit menelan obat dan tidak sadarkan diri.

Pelepasan obat dari basis merupakan faktor penting dalam keberhasilan terapi

dengan menggunakan sediaan supositoria. Di dalam tubuh obat akan diabsorbsi

dalam keadaan terdispersi, karena itu obat harus dilepaskan dari bahan pembawa

kemudian larut dalam cairan tubuh. Kecepatan pelarutan obat dipengaruhi oleh

formulasi sediaan sediaan obatnya yaitu kadar zat aktif, basis dan cara

pembuatannya.

Kolon dan rektum merupakan bagian dari saluran pencernaan atau saluran gastro-

intesinal dimana proses pencernaan makanan untuk menghasilkan energi bagi tubuh

dilakukan dan bahan-bahan yang tidak berguna lagi (fecal matter/stol) dibuang.

Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan

memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika

defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana

penyerapan air akan kembali dilakukan dan konstipasi dan pengerasan feses akan

terjadi. 

1

Page 2: biofar ii(1)

Rektum biasanya kosong, namun ketika feses dipaksakan kedalamnya oleh

dorongan otot kolon, hal ini melebarkan dinding rektum dengan menginisiasi refleks

defekasi. Pada batang otak terdapat pusat defekasi di mana dengan dimediasi oleh

refleks parasimpatis menimbulkan kontraksi dinding kolon sigmoid, rektum dan

relaksasianal spingter. Feses didorong ke saluran anal, signalnya disampaikan ke

otak dimana timbul pengiriman sinyal “disadari” ke otot spingteranal untuk

membuka atau menutup saat feses keluar. Bila defekasi terlambat maka refleks ini

berhenti beberapa saat dan mulai kembali sehingga menimbulkan dorongan defekasi

yang lama-kelamaan tidak dapat dihindarkan lagi.

Anus manusia terletak di bagian tengah bokong, bagian posterior dari

peritoneum. Terdapat dua otot sphinkter anal (di sebelah dalam dan luar). Otot ini

membantu menahan feses saat defekasi. Salah satu dari otot sphinkter merupakan

otot polos yang bekerja tanpa perintah, sedangkan lainnya merupakan otot rangka.

Fungsi Rektum:

Rektum mempunyai dua peran mekanik yaitu sebagai tempat penampungan

feses dan mendorongnya saat pengeluaran. Adanya mukosa memungkinkan

terjadinya penyerapan yang tidak dapat diabaikan, hal ini menguntungkan pada

pengobatan dengan supositoria dan lavement nutritif.

1.2. Tujuan

Untuk mengetahui cara pelepasan obat dalam rektal

Untuk mengetahui tentang obat apa saja yang dapat diabsorbsi dalam rektal

2

Page 3: biofar ii(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI KOLON DAN REKTUM

Panjang usus besar (kolon dan rectum) 1.500cm, yang terdiri dari sekum, kolon

asenden, kolon tranversum, kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Dinding usus

besar mempunyai tiga lapis yaitu lapisan mukosa (bagian dalam), yang berfungsi untuk

mencernakan dan absorpsi makanan, lapisan muskularis (bagian tengah) yang berfungsi

untuk menolak makanan ke bagian bawah, dan lapisan serosa (bagian luar), bagian ini

sangat licin sehingga dinding usus tidak berlengketan satu sama lain di dalam rongga

abdomen.

Kolon mengabsorpsi air sampai dengan 90% dan juga elektrolit, sehingga

mengubah kimus dari cairan menjadi massa semi padat, disebut eses. Kolon tidak

memproduksi enzim, tetapi hanya mukus. Terdapat sejumlah bakteri pada kolon, yang

mampu mencerna sejumlah kecil selulosa, dan menghasilkan sedikit nutrien bagi tubuh.

Bakteri juga memproduksi vitamin K dan juga gas, sehingga menimbulkan bau pada

feses. Feses juga bewarna coklat yang disebabkan pigmen empedu. Kisaran pH yang

dimiliki kolon dan rectum berkisar Antara pH 7-8.

3

Page 4: biofar ii(1)

Gambar rektum manusia

2.2 Sediaan Obat untuk Rektal

Rute rektal sering digunakan ketika pemberian bentuk sediaan melalui mulut

tidak sesuai, misalnya dengan adanya mual dan muntah, pada pasien tidak sadar, jika

menderita penyakit pencernaan bagian atas yang dapat mempengaruhi absorbsi obat

atau rasa obat tidak menyenangkan atau labil asam.

Obat dapat diberikan dalam beberapa bentuk sediaan obat melalui rute rektal.

Bentuk sediaan yang biasanya adalah suppositoria, suspensi padat atau emulsi padat

sedangkan kapsul gelatin yang diberikan rectal dapat berisi formulasi cair. Micro-

enema memiliki volume antara 1 dan 20 ml , dan makro enema 50 ml atau lebih, yang

keduanya dapat diberikan baik sebagai larutan atau suspensi.

Suppositoria adalah suatu bentuk sediaan semi padat yang pemakaiannya dengan

cara dimasukkan melalui lubang atau celah pada tubuh, dimana ia akan melebur

melunak atau melarut dan memberikan efek lokal atau sitemik. Menurut (Farmakope

Indonesia edisi IV) suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot bentuk,

yang diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak, atau

melarut pada suhu tubuh.Formulasi suppositoria suspensi telah banyak digunakan, dan

telah menunjukkan karakteristik pelepasan yang tergantung pada faktor fisiologis, sifat

fisikokimia obat, basis suppositoria dan lingkungan lokal di dalam rektum.

4

Page 5: biofar ii(1)

Secara umum, larutan berair dari obat diserap lebih cepat dalam rute rektal

daripada rute oral. Tetapi absorbsinya biasanya lebih lambat dengan formulasi tak

berair, karena terbatasnya jumlah air yang tersedia untuk disolusi obat. Absorbsi obat

setelah pemberian rektal dapat bervariasi tergantung pada penempatan suppositoria

atau larutan obat di dalam rektum. Sebagian obat dapat diabsorbsi melalui vena

hemoroid bawah, dimana obat langsung masuk ke dalam sirkulasi sistemik, beberapa

obat yang dapat diabsorbsi melalui vena hemoroid superior, yang masuk ke dalam

vena mesenterika ke pembuluh darah portal ke hati, dan dimetabolisme sebelum

absorbsi sistemik.

2.3 Keuntungan Menggunakan Obat melalui Rektal.

a) Bentuk sediaan relatif besar dapat ditampung dalam rektum

b) Rute rektal aman dan nyaman bagi pasien usia lanjut dan muda

c) Pengenceran obat diminimalkan karena volume cairan residu rendah

d) Rektum umumnya kosong

e) Adjuvant absorbsi memiliki efek lebih jelas daripada saluran pencernaan

bagian atas

f) Enzim degradatif dalam lumen rektal berada pada konsentrasi yang relatif

rendah

g) Terapi dapat dengan mudah dihentikan

h) Eliminasi lintas pertama (first pass-elimination) obat oleh hati dihindari

sebagian

2.4 RUTE REKTAL

Lima puluh persen aliran darah dari rektum memintas sirkulasi portal biasanya

pada rute oral, sehingga biotransformasi obat melalui hati oleh hati dikurangi. Bagian

obat yang diabsorpsi dalam 2/3 bagian bawah rektum langsung mencapai vena cava

inferior dan tidak melalui vena porta.

5

Page 6: biofar ii(1)

Keuntungan pemberian melalui rektal (juga sublingual) adalah mencegah

penghancuran obat oleh enzim usus atau pH dalam lambung.Suppositoria, yang

dipakai secara rektal mengandung zat aktif yang tersebarkan (terdispersi) di dalam

lemak yang berupa padatan pada suhu kamar tetapi meleleh pada suhu sekitar 35ºC,

sedikit di bawah suhu badan. Jadi, setelah disisipkan ke dalam rektum sediaan padat

ini akan meleleh dan melepaskan zat aktifnya yang selanjutnya terserap dalam aliran

darah.

Secara rektal, suppositoria digunakan untuk distribusi sistemik, karena dapat

diserap oleh mukosa dalam rektum. Aksi kerja awal dapat diperoleh secara cepat,

karena obat diabsorpsi melalui mukosa rektal langsung masuk kedalam sirkulasi

darah serta terhindar dari pengrusakan obat dari enzim didalam saluran gastro-

intestinal dan perubahan obat secara biokimia didalam hepar. Obat yang diabsorpsi

melalui rektal beredar dalam darah tidak melalui hati dahulu sehingga tidak

mengalami detoksikasi atau biotransformasi yang mengakibatkan obat terhindar dari

tidak aktif.

Penyerapan direktum dapat terjadi dengan tiga cara yaitu:

1. lewat pembuluh darah secara langsung

2. lewat pembuluh getah bening

3. lewat pembuluh darah secara tidak langsung melalui hati.

Menurut Ravaud, penyerapan hanya terjadi pada pembuluh darah secara

langsung lewat inferior dan vena intermedier yang berperan dan membawa zat aktif

melalui vena iliaca ke vena cava inferior. Menurut Quecauviller dan Jund, bahwa

penyerapan dimulai dari vena haemorrhoidalles inferior terutama vena

haemorrhoidalles superior menuju vena porta melalui vena mesentricum

inferior.Saluran getah bening juga berperan pada penyerapan rektal yaitu melalui

saluran toraks yang mencapai vena subclavula sinistra, sedangkan menurut Fabre dan

Regnier pengaruh tersebut hanya berlaku pada obat-obat yang larut lemak.

Mukosa rektum dalam keadaan tertentu bersifat permeable

sempurna.Penyerapan rektum kadang-kadang lebih baik dari penyerapan

bukal.Selain itu penyerapan juga tergantung pada derajat pengosongan saluran cerna

6

Page 7: biofar ii(1)

jadi tidak dapat diberlakukan secara umum.Bahkan beberapa obat tertentu tidak

diserap oleh mukosa rektum.

Banyak obat yang tidak diresorbsi secara teratur dan lengkap dari rektum,

sebaiknya diberikan dosis yang melebihi dosis oral dan digunakan pada rektum

kosong, akan tetapi setelah obat diresorbsi efek sistemisnya lebih cepat dan lebih

kuat dibandingkan per oral, berhubung vena-vena bawah dan tengah dari rektum

tidak tersambung pada sistem porta dan obat tidak melalui hati pada peredaran darah

pertama, sehingga tidak mengalami perombakan FPE (first pass effect). Pengecualian

adalah obat yang diserap dibagian atas rektum dan oleh vena rectalis superior

disalurkan ke vena porta dan kemudian ke hati, misalnya thiazinamium. Dengan

demikian, penyebaran obat didalam rektum tergantung dari basis suppositoria yang

digunakan, dapat menentukanrutenya kesirkulasi darah. Suppositoria dan salep juga

sering kali digunakan untuk efek lokal pada gangguan poros-urus, misalnya wasir.

2.5 Absorbsi Obat dan Pencegahan metabolisme Lintas-Pertama

Beberapa obat harus diatasi pada obat yang diberikan dalam bentuk rektal. Jika

obat yang diberikan dalam bentuk suppositoria, pelelehan atau pencairan basis harus

terjadi dan tahap ini sebagian akan menentukan penyebaran dosis melalui rektum.

Obat harus larut dalam cairan rektum terbatas, yang telah diperkirakan antara 1

dan 3 ml. Jumlah obat yang tersedia untuk absorbsi dapat berkurang banyak dengan

degradasi oleh isi lumen. Absorbsi isi luminal dan defekasi.

Obat harus berdifusi melintasi air yang tidak teraduk dan lapisan mukosa yang

berdekatan dengan epitel. Obat dapat diserap melalui epitel atau melalui junction

yang rapat, dan itu hanya dapat terjadi melalui transpor pasif.

Jika obat dikirim ke bagian atas rektum, diangkut kedalam sistem portal maka,

akan terkena metabolisme lintas pertama dihati. Salah satu cara untuk menghindari

metabolisme lintas pertama ini adalah memberikan obat kebagian bawah rektum.

Prinsip sederhana ini agak rumit oleh keberadaan anastomoses yang tidak

memungkinkan tujuan yang tepat dari daerah yang mengalir ke portal dan sirkulasi

sistemik.

7

Page 8: biofar ii(1)

Kenaikan 100% dalam ketersediaan lignocaine menunjukkan ketika diberikan

rektal bukan oral, dan itu dihitung bahwa fraksi rata-rata yang diberikan rektal dosis

yang lolos dari metabolisme lintas pertama adalah 57%.

Obat lain yang memiliki metabolisme lintas-pertama tinggi seperti salisilamid

dan propanolol, tidak menunjukkan peningkatan bioavailabilitas yang besar bila

diberikan mealalui rektal.

2.6 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ABSORPSI

Faktor – faktor yang mempengaruhi absorpsi obat per rektal :

1. Faktor Fisiologis

a. Isi Kolon obat akan mempunyai kemungkinan untuk diabsorpsi lebih besar

ketika rektum dalam keadaan kosong. Untuk tujuan ini diberikan enema

sebelum penggunaan obat melalui rektal.

b. Rute sirkulasi jika obat diabsorpsi dari pembuluh darah hemorrhoidal akan

langsung menuju vena cava inferior, sehingga absorpsi akan cepat dan

efektif.

c. pH dan minimnya kapasitas buffer cairan rektal pH cairan rektal 7-8 dan

tidak memiliki kapasitas buffer yang efektif.

2. Faktor Fisika Kimia dari Obat

         Kelarutan obat : Obat yang mudah larut dalam lemak akan lebih cepat

terabsorbsi daripada obat yang larut air. Suatu obat lipofilik yang terdapat dalam

basis supositoria berlemak dengan konsentrasi rendah memiliki kecenderungan

yang kurang untuk melepaskan diri ke dalam cairan di sekelilingnya,

dibandingkan bila ada bahan hidrofilik pada basis berlemak, dalam batas-batas

mendekati titik jenuhnya.

         Kadar obat dalam basis : Jika kadar obat makin besar absorbsi obat makin

cepat.

         Ukuran partikel : Ukuran partikel obat akan mempengaruhi kecepatan

larutnya obat ke cairan rektum. Semakin kesil ukuran partikel maka semakin

mudah larut dan lebih besar kemungkinannya untuk cepat diabsorbsi di tubuh.

8

Page 9: biofar ii(1)

         Basis Supositoria : Basis harus mampu mencair, melunak, atau melarut

supaya melepaskan kandungan obatnya untuk diabsorbsi. Obat yang larut dalam

air dan berada dalam basis lemak akan segera dilepaskan ke cairan rektum. Jika

basis dapat segera terlepas setelah masuk ke dalam rektum ; obat segera

diabsorbsi dan aksi kerja awal obat akan segera muncul. Jika obat larut dalam air

dan terdapat dalam basis larut air, aksi kerja awal obat akan segera muncul jika

basis tadi cepat larut dalam air.

2.7 Mekanisme Kerja Obat dalam Rektum

Bila supositoria obat dimasukan ke dalam rektum pertama-tama akan timbul efek

refleks, selanjutnya supositoria melebur atau melarut dalam cairan rektum hingga zat

aktif tersebar dipermukaan mukosa, lalu berefek setempat.

2.8 NASIB OBAT DIREKTUM

Nasib obat yang diabsorpsi dari rektum tergantung dari posisi obat dalam rektum.

Di daerah sub mucosal pada dinding rektal terdapat banyak pembuluh darah dan

pembuluh limfe. Pembuluh darah hemorrhoidal bagian atas merupakan saluran ke

sirkulasi portal, sehingga obat yang diabsorpsi pada bagian atas akan melewati hati

sebelum masuk ke sirkulasi sistemik. Sedangkan pembuluh darah hemorrhoidal

bagian tengah dan bawah merupakan saluran langsung ke vena cava inferior,

sehingga obat yang diabsorpsi pada bagian tersebut akan langsung masuk ke sirkulasi

sistemik.

2.9 Distribusi-Penyebaran Bentuk Sediaan Rektal

Dalam rangka untuk mengobati kolon melalui rute rektal, bukan hanya bertujuan

untuk absorbsi rektal, sediaan harus terdistribusi secara efisien. Hal ini membatasi

pengobatan topikal dari kolon ke daerah distal ke fleksura lienalis.

Sejumlah upaya telah dilakukan untuk penetrasi melalui penggunaan formulasi

baru, menggunakan skintigrafi untuk mengevaluasi distribusi sediaan.

9

Page 10: biofar ii(1)

2.10 Obat-obat yang dapat diberikan secara Rektal

Antikonvulsan

Satu-satunya cara yang paling efektif untuk pengobatan epiliepsi atau

kejang berseri adalah memeberikan obat antikonvulsan secara intravena.

Namun, masalah teknis yang terkait dengan pemberian intravena

mendorong bentuk sediaan rektal sebagai alternatif praktis.

Obat pra-operasi dan induksi Anastesi

Obat pra-operasi biasanya diberikan secara parenteral, namun rute

penghantaran yang lebih diterima, terutama anak-anak sedang dicari.

Pemberian rektal midazolam menghasilkan efek penenang memuaskan 30

menit setelah pemberian untuk anak-anak.

Pemberian rektal secara berangsur-angsur dari larutan midazolam

hidroklorida ( 5g/L:0,3 mg/kg) pada sukarelawan sehat menghasilkan

menghasilkan bioavailabilitas sekitar 50%. Namun, studi metabolik

menyarankan bahwa absorbsi rektal lengkap dari obat induk tidak melalui

metabolisme lintas pertama.

Absorbsinya cepat, Tmax rata-rata menjadi 31 menit dan Cmax mencapai 120

μ/ L.

Analgesik dan Antiarthritis

Studi menunjukkan bahwa morfin yang diberikan secara rektal memiliki

efek bioavailabilitas yang bervariasi jika dibandingkan dengan injek

intramuskular, 30-70% bila diberikan dalam gel mengandung pati. Dan

40-88% dari lemak suppositoria yang keras.

Meningkatnya microenema morfin rektal dari 4,5 ke 7,4 secara signifikan

meningkat laju absorbsi.

Antiemetik

Pemberian rektal azilapride sebagai suppositoria dalam basis yang tidak

spesifik mengakibatkan bioavailabilitas rata-rata 61% relatif terhadap dosis

bolus intravena.

10

Page 11: biofar ii(1)

Antara alizapride dan promethazine memiliki profil absorbsi dari pemberian

rektal jauh lebih lambat dibanding dengan oral atau intramuskular. Selain itu

promethazine menghasilkan iritasi rektal yang signifikan.

Senyawa Antibakteri

Metronidazole digunakan secara luas dalam pencegahan dan pengobatan

infeksi bakteri anaerob. Untuk alasan praktis dan ekonomis, beberapa upaya

telah dilakukan untuk mengembangkan formulasi metronidazole rektal.

Xantin

Absorbsi teofilin dari larutan rektal mirip dengan absorbsi dari larutan oral,

dan umumnya terjadi dengan cepat dan secara sempurna. Namun, absorbsi

dari suppositoria dapat bervariabel dan tidak lengkap.

Menariknya, teofilin diabsorbsi dengan baik ketika dihantarkan dalam

perangkat penghantaran rektal osmotik, meskipun fakta bahwa tingkat air

yang tersedia di rektum sangat rendah.

Obat aktif Kardiovaskular

Penghantaran obat rektal laju-dikendalikan nifedipin oleh perangkat

penghantaran osmotik dalam relawan sehat menghasilkan konsentrasi

plasma steady-state, dengan laju inout rendah dalam menurunkan tekanan

darah tanpa refleks takikardia bersamaan.

2.11 Iritasi dan Kerusakan Rektal

Aplikasi obat rektal jangka panjang telah diteliti menyebabkan iritasi, pendarahan

rekat, rasa sakit, dan bahkan ulserasi.

Suppositoria ergotamin tartrat yang digunakan pada kisaran dosis dari 1,5 sampa 9

mg selama periode antara satu sampai delapan tahun dapat mengahsilkan kerusakan

rektal, ini dikarenakan iskemia mukosa yang dihasilkan oleh alkaloid.

Ulserasi rektal juga telah ditemukan pada pasien yang menggunakan suppositoria

mengandung dextropropoxyphene, paracetamol, aspirin, carbromal, bromisoval, dan

kodein phospate. Kerusakan rektal muncul hanya terjadi setelah penggunaan

11

Page 12: biofar ii(1)

suppositoria setiap hari dalam jangka panjang dan aspirin, ergotamine dan paracetamol

tampaknya yang menjadi penyebab masalah paling umum.

12

Page 13: biofar ii(1)

BAB III

PEMBAHASAN

Suppositoria digunakan untuk distribusi sistemik karena dapat diserap oleh mukosa

dalam rektum, obat yang diabsorpsi melalui rektal beredar dalam darah tidak melalui hati

terlebih dahulu sehingga tidak mengalami detoksikasi atau biotransformasi yang

mengakibatkan obat terhindar tidak aktif.

Mukosa rektum dalam keadaan tertentu bersifat permeable sempurna. Penyerapan

rektum kadang-kadang lebih baik dari penyerapan bukal. Selain itu penyerapan juga

tergantung pada derajat pengosongan saluran cerna jadi tidak dapat diberlakukan secara

umum. Bahkan, beberapa obat tertentu tidak dapat diserap oleh mukosa rektum.

Penyebaran obat dalam rektum tergantung dari basis suppositoria yang digunakan,

dapat menentukan rutenya ke sirkulasi darah.

Banyak obat yang tidak diresorbsi secara teratur dan lengkap dari rektum, sebaiknya

diberikan dosis yang melebihi dosis oral dan digunakan pada rektum kosong, akan tetapi

setelah obat diresorbsi efek sistemisnya lebih cepat dan lebih kuat dibandingkan per oral,

berhubung vena-vena bawah dan tengah dari rektum tidak tersambung pada sistem porta

dan obat tidak melalui hati pada peredaran darah pertama, sehingga tidak mengalami

perombakan FPE (first pass effect). Pembuluh darah hemorrhoidal bagian tengah dan

bawah merupakan saluran langsung ke vena cava inferior, sehingga obat yang diabsorpsi

pada bagian tersebut akan langsung masuk ke sirkulasi sistemik. Nasib obat yang

diabsorpsi dari rektum tergantung dari posisi obat dalam rektum. Obat harus berdifusi

melintasi air yang tidak teraduk dan lapisan mukosa yang berdekatan dengan epitel.

Pada kasus penyebaran obat dalam rectal sejumlah upaya telah dilakukan untuk

penetrasi melalui penggunaan formulasi baru, dengan menggunakan skintigrafi untuk

mengevaluasi distribusi sediaan.

13

Page 14: biofar ii(1)

BAB IV

KESIMPULAN

Pada pemberian obat melalui rute rektal ini digunakan pada pasien yang tidak

sadarkan diri, muntah saat pemberian obat melalui oral, obat yang tidak dapat

melalui asam lambung. Biasanya obat yang dapat melepaskan zat aktif dalam rektum

pelelehan atau pencairan basis harus terjadi dan tahap ini sebagian akan menentukan

penyebaran dosis melalui rektum. Obat harus berdifusi melintasi air yang tidak

teraduk dan lapisan mukosa yang berdekatan dengan epitel. Obat yang banyak

digunakan dalam dunia medis pada pengobatan rektum ini biasanya digunakan

“suppositoria” walaupun kerugiannya pada pemakaian ini tidak menyenangkan

namun melalui rute ini biasanya obat aman digunakan. Karena obat yang digunakan

tidak melalui hati terlebih dahulu untuk melepaskan zat aktif dalam tubuh sehingga

tidak mengalami perombakan FPE (first pass effect).

Obat yang digunakan melalui rectal ini hanya digunakan pada pengobatan jangka

pendek, karena aplikasi obat rektal jangka panjang telah diteliti dapat menyebabkan

iritasi, rasa sakit, dan bahkan ulserasi. Jadi, obat dapat digunakan karena

pengenceran obat diminimalkan pada volume cairan residu rendah. Dan obat yang

dimasukkan dalam rektal akan meleleh pada suhu tubuh setelah sampai pada bagian

yang ingin diobati walaupun onset of action-nya ini lebih lama.

14

Page 15: biofar ii(1)

DAFTAR PUSTAKA

1. 2012. Pengantar Sediaan obat yang diberikan secara rektal, Universitas Jendral

Soedirman. Purwokerto.

2. Drug delivery on Rectal Absorption : suppositories. July 2013. India. (15

Desember2014)

3. Dr.A.k.Jha.2010. Routes of drugs Administrstion. India. Diunduh pada (15 Desember

2014)

4. Depkes RI, Farmakope Indonesia edisi IV, 1995. Depkes RI : Jakarta

5. Moh. Anief. 2007. FARMASETIKA.Yogyakarta : GADJAH MADA UNIVERSITY

PRESS

15