lap biofar p1 otniel.doc
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA
OPTIMASI METODE ANALISA OBAT
Disusun Oleh :
(0408)
Luluk Rahmawati (0408093)
Nanik Isti W (0408107)
Otniel Danu .S. (0408119)
Rani Januarita (0408123)
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI
“YAYASAN PHARMASI”
SEMARANG
2010
PERCOBAAN I
OPTIMASI METODE ANALISA OBAT
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Memahami langkah-langkah analisa obat di dalam darah
2. Mampu melakukan validasi metode analisis obat di dalam darah
II. DASAR TEORI
Farmakokinetik meneliti perjalanan obat, mulai dari saat pemberianya,
bagaimana absorbsi dari usus transport dalam darah, dan distribusinya
ketempat kerjanya dan jaringan lainya. Begitu pula bagaimana
perombakannya (biotransformasi) dan akhirnya diekskresi oleh ginjal.
Singkatnya farmakokinetik mempelajari segala sesuatu tindakan yang
dilakukan tubuh terhadap obat. (Tjan Hoan Tjay, 2007)
Tehnik analisis hanya merujuk pada pengukuran dan evaluasi hasil
pengukuran. Metode analisis merujuk pada penetapan kadar senyawa tertentu
dan evaluasi hasil pengukuran, sedangkan prosedur analisis merupakan
serangkaian proses mulai dari penyiapan sampel sampai evaluasi hasil
pengukuran. Keseluruhan tahap atau langkah prosedur analisis dapat diringkas
sebagai berikut:
a. Definisi masalah
Definisi masalah terkait dengan informasi analisis yang berhubungan
dengan tingkat akurasi yang dibutuhkan. Selain itu menyangkut berapa
lama waktu yang dibutuhkan, biaya diperlukan, ketersediaan alat, bahan,
dan pelarut yang dibutuhkan untuk analisis.
b. Pemilihan teknik dan metode analisis.
Pemilihan teknik dan metode analisis terbaik yang akan digunakan
untuk analisis sampel harus diperhatikan, apakah akan menggunakan
kromatografi, spektrofotometri, titrimetri, atau yang lain.
c. Pengambilan sampel
Sampel harus dapat mewakili materi yang akan dianalisis secara utuh.
Masalah pengambilan sampel merupakan hal yang tidak boleh dipandang
ringan karena dari cara kita mengambil sampel itulah diperoleh hasil
analisis.
d. Pra-perlakuan sampel atau pengkondisian.
Pengubahan analit ke bentuk yang sesuai sehingga analisis dapat
dideteksi atau dapat diukur harus juga diperhatikan. Tahap ini berkaitan
dengan metode pemisahan. Pemilihan teknik-teknik pemisahan untuk
suatu situasi yang spesifik tergantung pada sejumlah faktor. Pemilihan
teknik ini umumnya didasari pada ketelitian dan ketepatan hasil analisis
yang diperlukan.
e. Pengukuran analit yang diperlukan
Berbagai sifat fisika kimia dapat digunakan sebagai suatu cara
identifikasi kualitatif dan pengukuran kuantitatif atau keduanya.
f. Perhitungan dan interpretasi data analisis
Suatu analisis dapat dikatakan selesai jika hasil-hasilnya dinyatakan
sedemikian rupa sehingga si peminta analisis (customer) dapat memahami
artinya.
Metode analisis
Suatu metode analisis terdiri atas serangkaian langkah yang harus
diikuti untuk tujuan analisis kuantitatif, kualitatif, dan informasi struktur
dengan menggunakan teknik tertentu.
Dalam setiap analisis, pemilihan suatu metode analisis harus
memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
1. Tujuan analisis, biaya yang dibutuhkan, serta waktu yang diperlukan.
2. Level analit yang diharapkan dan batas deteksi yang diperlukan.
3. Macam sampel yang akan dianalisis serta pra-perlakuan sampel yang
dibutuhkan.
4. Jumlah sample yang dianalisis.
5. Ketepatan dan ketelitian yang diinginkan untuk analisis kuantitatif.
6. Ketersediaan bahan rujukan, senyawa baku, bahan-bahan kimia, dan
pelarut yang dibutuhkan.
7. Peralatan yang tersedia.
8. Kemungkinan adanya gangguan pada saat deteksi atau pada saat
pengukuran sampel.
Metode yang baik harus memenuhi beberapa kriteria yaitu metode harus:
1. Peka (sensitive), artinya metode harus dapat digunakan untuk menetapkan
kadar senyawa dalam kosentrasi yang kecil.
2. Tepat (precise), artinya metode tersebut menghasilkan suatu hasil analisis
yang sama atau hampir sama dalam satu seri pengukuran.
3. Teliti (accurate), artinya metode dapat menghasilkan nilai rata-rata (mean)
yang sangat dekat dengan nilai senenarnya(true value).
4. Selektif, artinya untuk menetapkan kadar tertentu, metode tersebut tidak
banyak terpengaruh oleh adanya senyawa lain.
5. Kasar (rugged), artinya adanya perubahan komposisi pelarut atau variasi
lingkungan tidak menyebabkan perubahan hasil analisis.
6. Praktis, artinya metode tersebut mudah dikerjakan serta tidak banyak
memerlukan waktu dan biaya.
Walaupun untuk memenuhi semua persyaratan di atas sulit dicapai,
namun sekurang-kurangnya metode analisis harus memenuhi syarat ketepatan,
ketelitian, dan selektivitas. (Sudjadi, 2008)
Sulfametoxazol
Sulfametoxazol mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih
dari 101,0% C10H11N3O3S dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
• Pemerian : Serbuk hablur, putih sampai hampir putih; praktis tidak berbau
• Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, dalam eter dan dalam kloroform;
mudah larut dalam aseton dan dalam larutan natrium
hidroksida encer; agak sukar larut dalam etanol.
(Depkes RI, 1995)
Sulfametoxazol merupakan senyawa antimikroba golongan
sulfonamida. Sulfametoxazol merupakan turunan dekat sulfisoksazol, namun
memiliki kecepatan absorbsi enterik melalui urine yang lebih lambat. Obat ini
diberikan secara oral dan digunakan untuk sistemik maupun untuk infeksi
saluran urine. Perhatian harus diberikan untuk menghindari kristaluria
sulfametoxazol akibat tingginya persentase bentuk obat terasetilasi yang relati
tidak larut air di dalam urine. (Goodman & Gilman, 2003)
Sulfametoxazol merupakan turunan sulfonamide yang bekerja terhadap
sejumlah mikroba gram positif dan beberapa mikroba gram negatif. Kadar
maksimum dalam darah dan jaringan akan dicapai setelah 2-6 jam.
Ekskresinya hampir seluruhnya terjadi melalui ginjal. Zat ini tidak hanya
difiltrasi secara pasif , tetapi juga disekresi tubulus secara aktif.
(Mutschler, E. ,1991)
Sulfametoxazol merupakan derivat sulfisoksazol dengan absorbsi dan
ekskresi yang lebih lambat. Dapat diberikan pada pasien dengan infeksi
saluran kemih dan infeksi saluran sistemik. Kristaluria lebih sering timbul
karena persentase asetilasinya tinggi.
(Departemen Farmakologi dan Terapeutik, 2007)
Sulfametoxazol PP 65%. Plasma-t ½-nya k.l. 10 jam dan ekskresinya
via kemih, 25% dalam keadaan utuh dan 60% sebagai metabolit-asetilnya. Zat
ini terutama digunakan terkombinasi dengan trimetoprim.
(Tjay, Tan Hoan;2007)
Mekanisme kerja:
Sulfonamida (Sulfametoxazol) merupakan analog struktur dan
antagonis kompetitif asam para-aminobenzoat (PABA) sehingga mencegah
penggunan PABA secara normal oleh bakteri untuk sintesis asam folat. Secara
lebih spesifik, Sulfonamida merupakan inhibitor kompetitif enzim
dihidropteroat sintase, yakni enzim bakteri yang bertanggung jawab atas
penggabungan PABA ke dalam asam dihidropteroat, prekusornya dekat asam
folat.
Sulfametoxazol, absorbsi dalam saluran cerna cepat dan sempurna, dan
± 70% terikat oleh protein plasma. Dalam darah 10-20% obat terdapat dalam
bentuk terasetilasi. Kadar plasma tertinggi dicapai dalam 4 jam setelah
pemberian secara oral, dengan waktu paro 10-12jam. Dosis oral awal : 2 g,
diikuti 1 g 2-3 dd, sampai infeksi terkendali.
(Siswandono dan Bambang S, 2000)
III.ALAT DAN BAHAN
Alat
1. Labu takar
2. Mikropipet
3. Tabung reaksi
4. Aphendrof
5. Vortex-Mixer
6. Sentrifuge
7. Kuvet
8. Spektrofotometer
9. Pipet volume
10. Filler
11. Scalpel
12. Holder
13. Beaker glass
14. Kertas lensa
Bahan
1. Sulfametoxazol (SMZ)
2. Asam trikloroasetat (TCA 5%)
3. Natrium nitrit 0,1%
4. Ammonium Sulfamat 0,5%
5. N(1-naftil) etilendiamin 0,1%
6. NaOH 0,1 N
7. Heparin
8. Aquadest
9. Darah tikus
IV. SKEMA KERJA
1. Penentuan Operating Time
Heparin + 250 µl darah + 250 µl stock sulfametoxazol dibuat kadar 40
µg/ml dan 80 µg/ml ( dicampur homogen )
Ditambah 2,0 ml TCA 5% dengan vortexing (disentrifuge 10’ 2500 rpm )
Diambil supernatan,ditambah aquadest 2,0 ml
Ditambah 0,2 ml NaNO2 0,1%, dicampur ( didiamkan 3’ )
Ditambah Amm. Sulfamat 0,5% 0,2 ml ( didiamkan 2 menit)
Ditambah larutan 0,2 ml N(1-naftil)etilendiamin 0,1%,ditambah aqadest
4,0 ml
Didiamkan ditempat gelap selama 5’,ditambah aq.dest 4,0 ml
Dibaca serapannya pada λ max (diukur tiap menit)
2. Penentuan max
Heparin + 250 µl darah + 250 µl lar stock sulfametoxazole dibuat kadar 40
µg/ml dan 80 µg/ml
Ditambah 2,0 ml TCA 5% dengan vortexing (disentrifuge 10’ 2500 rpm )
Diambil supernatan,ditambah aquadest 2,0 ml
Ditambah 0,2 ml NaNO2 0,1 %, dicampur ( didiamkan 3’ )
Ditambah Amm. Sulfamat 0,5% 0,2 ml ( didiamkan 2 menit)
Ditambah larutan 0,2 ml N(1-naftil)etilendiamin 0,1%
Diamkan 5’ di tempat gelap,ditambah aquadest 4,0 ml
Diukur serapanya dari 400-600 nm
Ditentukan λ max
3. Penentuan kurva baku internal
Heparin + 250 µl darah + 250 µl lar. stok sulfametoxazol dibuat kadar
0,10,20,40,60,80,100,120 µg/ml, dicampur homogen
Ditambah TCA 5% 2,0 ml divortexing ( sentrifuge 10 menit, 2500 rpm )
Diambil supernatan,ditambah aquadest 2,0 ml
Ditambah 0,2 ml NaNO2 0,1 %, dicampur ( didiamkan 3’ )
Ditambah Amm. Sulfamat 0,5% 0,2 ml ( didiamkan 2 menit)
Ditambah larutan 0,2 ml N(1-natil)etilendiamin 0,1%
Diamkan 5’ di tempat gelap,ditambah aqadest 4,0 ml
Dibaca intensitas warna pada λ max
Dibuat kurva hubungan resapan vs kadar
Di buat persamaan garis menggunakan kuadrat kecil y = bx + a, dihitung
nilai r dari grafik tersebut
4. Penentuan perolehan kembali, kesalahan acak, dan kesalahan
sistemik
Larutan stock SMZ kadar 40,60,dan 100 µg/ml
Ditambah TCA 5% 2,0 ml divortex, tiap kadar dibuat 3x replikasi
Diukur serapan parasetamol pada λ max
Ditentukan perolehan kembali, kesalahan acak, kesalahan sistemik dari
persamaan kurva baku Sulfametoxazol
Dihitung kadar rata-rata dan simpangan baku
V. DATA PENGAMATAN
a. Pembuatan Larutan Stok Sulfametoxazol 1mg/ml
• Penimbangan Sulfametoxazol
Berat kertas +zat = g
Berat kertas +sisa = g ____________________________ _
Berat zat = g
• Kadar sebenarnya
Kadar =
= ppm = µg/ml
b. Deret Baku Larutan Stok Sulfametoxazol
No. Kadar Koreksi Kadar
1. 0 µg/ml
V1. C1 = V2 . C2
250 µl . 0 µg/ml = V2 . 1032 µg/ml
V2 = 0 µl
V1. C1 = V2 . C2
250 µl . C1 = 0 µl . 1032 µg/ml
C1 = 0 µg/ml
2. 10 µg/ml
V1. C1 = V2 . C2
250 µl . 10 µg/ml = V2 . 1032 µg/ml
V2 = 2,72 µl ~ 2,8 µl
V1. C1 = V2 . C2
250 µl . C1 = 2,8 µl . 920 µg/ml
C1 = 10,304 µg/ml
3. 20 µg/ml
V1. C1 = V2 . C2
250 µl . 20 µg/ml = V2 . 920 µg/ml
V2 = 5,43 µl ~ 5,4 µl
V1. C1 = V2 . C2
250 µl . C1 = 5,4 µl . 920 µg/ml
C1 = 19,872 µg/ml
4. 40 µg/ml
V1. C1 = V2 . C2
250 µl . 40 µg/ml = V2 . 920 µg/ml
V2 = 10,87 µl ~ 10,8 µl
V1. C1 = V2 . C2
250 µl . C1 = 10,8 µl . 920 µg/ml
C1 = 39,744 µg/ml
5. 60 µg/ml
V1. C1 = V2 . C2
250 µl . 60 µg/ml = V2 . 920 µg/ml
V2 = 16,30 µl ~ 16,4 µl
V1. C1 = V2 . C2
250 µl . C1 = 16,4 µl . 920 µg/ml
C1 = 60,352 µg/ml
6. 80 µg/ml
V1. C1 = V2 . C2
250 µl . 80 µg/ml = V2 . 920 µg/ml
V2 = 21,74 µl ~ 21,8 µl
V1. C1 = V2 . C2
250 µl . C1 = 80 µl . 920 µg/ml
C1 = 80,224 µg/ml
7. 100 µg/ml
V1. C1 = V2 . C2
250 µl .100 µg/ml = V2 . 920 µg/ml
V2 = 27,17 µl ~ 27,2 µl
V1. C1 = V2 . C2
250 µl . C1 = 100 µl . 920 µg/ml
C1 = 100,096 µg/ml
8. 120 µg/ml
V1. C1 = V2 . C2
250 µl .120 µg/ml = V2 . 920 µg/ml
V1. C1 = V2 . C2
250 µl . C1 = 120 µl . 920 µg/ml
V2 = 32,61 µl ~ 32,6 µl C1 = 119,968 µg/ml
c. Pembuatan larutan Sulfametoxazol untuk operating time
No. Kadar Koreksi Kadar
1. 40 µg/ml
V1. C1 = V2 . C2
250 µl . 40 µg/ml = V2 . 920 µg/ml
V2 = 10,869 µl ~ 10,87 µl
V1. C1 = V2 . C2
250 µl .C1 = 10,87 µl . 920 µg/ml
C1 = 40,0016 µg/ml
→ 10,87 µl SMZ + 239,13 µl darah
2. 80 µg/ml
V1. C1 = V2 . C2
250 µl . 80 µg/ml = V2 . 920 µg/ml
V2 = 21,739 µl ~ 21,74 µl
V1. C1 = V2 . C2
250 µl .C1 = 21,74 µl . 920 µg/ml
C1 = 80,0032 µg/ml
→ 21,74 µl SMZ + 228,26 µl darah
d. Pembuatan larutan Sulfametoxazol untuk recovery, kesalahan acak,
kesalahan sistematik (3x replikasi)
♦ Kadar 40 µg/ml
V1. C2 = V2 . C2
250 µl . 40 µg/ml = V2 . 920 µg/ml
V2 = 10,9 µl
→ 10,9 µl SMZ + 239,1 µl darah
♦ Kadar 60 µg/ml
V1. C2 = V2 . C2
250 µl . 60 µg/ml = V2 . 920 µg/ml
V2 = 16,3 µl
→ 16,3 µl SMZ + 233,7 µl darah
♦ Kadar 100 µg/ml
V1. C2 = V2 . C2
250 µl . 100 µg/ml= V2 . 920 µg/ml
V2 = 27,2 µl → 27,2 µl SMZ + 222,8 µl darah
e. λ maks Sulfametoxazol
C λ (nm) A
40 µg/ml
80 µg/ml
538
538
0,187
0,287
λ maks = 538 nm
f. Operating time Sulfametoxazol
T (menit)Absorban
40 µg/ml 80 µg/ml
0
1 0,154 0,177
2 0,160 0,177
3 0,163 0,178
4 0,166 0,180
5 0,168 0,181
6 0,170 0,182
7 0,174 0,182
8 0,174 0,183
Jadi operating time Sulfametoxazol 7 menit
g. Data Absorbansi Kurva Baku Sulfametoxazol
C teoritis (µg/ml) C sebenarnya (µg/ml) A
0 0 0
10 10,304 0,179
40 39,744 0,247
60 60,352 0,385
80 80,224 0,404
100 100,096 0,427
a = 0,1547
b = 2,9871 . 10-3
r = 0,9565
y = bx + a
= 2,9871 . 10-3 x + 0,1547
h. Data Recovery Sulfametoxazol
ReplikasiAbsorban
40 µg/ml 60 µg/ml 100 µg/ml
I 0,239 0,476 0,626
II 0,281 0,299 0,480
VI. PERHITUNGAN
a. Kadar 40 µg/ml
I.) y = 3,1928 . 10-3 x + 0,1400
0,239 = 3,1928 . 10-3 x + 0,1400
x = 31,0072 µg/ml
II.) y = 3,1928 . 10-3 x + 0,1400
0,281 = 3,1928 . 10-3 x + 0,1400
x = - 21,9946 µg/ml
b. Kadar 60 µg/ml
I. y = 3,1928 . 10-3 x + 0,1400
0,129 = 3,1928 . 10-3 x + 0,1400
x = - 8,6037 µg/ml
II. y = 2,9871 . 10-3 x + 0,1547
0,185 = 2,9871 . 10-3 x + 0,1547
x = 10,1436 µg/ml
III. y = 2,9871 . 10-3 x + 0,1547
0,173 = 2,9871 . 10-3 x + 0,1547
x = 6,1263 µg/ml
c. Kadar 100 µg/ml
I. y = 2,9871 . 10-3 x + 0,1547
0,459 = 2,9871 . 10-3 x + 0,1547
x = 101,8714 µg/ml
II. y = 2,9871 . 10-3 x + 0,1547
0,149 = 2,9871 . 10-3 x + 0,1547
x = - 1,9082 µg/ml
III. y = 2,9871 . 10-3 x + 0,1547
0,292 = 2,9871 . 10-3 x + 0,1547
x = 45,9643 µg/ml
♦ RECOVERY
a. Kadar 40 µg/ml
I. P = × 100%
= - 67,54 %
II. P = × 100%
= - 54,97 %
III. P = × 100%
= - 36,57 %
=
= -53,03 %
b. Kadar 60 µg/ml
I. P = × 100%
= - 14,34 %
II. P = × 100%
= 16,91 %
III. P = × 100%
= 10,21 %
=
= 4,26 %
c. Kadar 100 µg/ml
I. P = × 100%
= 101,87 %
II. P = × 100%
= - 1,91 %
III. P = × 100%
= 45,96 %
=
= 48,64 %
Recovery rata-rata =
= -0,05 %
♦ KESALAHAN SISTEMATIK
a. Kadar 40 µg/ml
I. Kesalahan sistemik = 100 % – (-67,54 %)
= 167,54 %
II. Kesalahan sistemik = 100 % – (-54,97 %) = 153,03 %
= 154,97 %
III. Kesalahan sistemik = 100 % – (-36,57 %)
= 136,57 %
b. Kadar 60 µg/ml
I. Kesalahan sistemik = 100 % – (-14,34 %)
= 114,34 %
II. Kesalahan sistemik = 100 % – 16,91 % = 95,74 %
= 83,09 %
III. Kesalahan sistemik = 100 % – 10,21 %
= 89,79 %
c. Kadar 100 µg/ml
I. Kesalahan sistemik = 100 % – 101,87 %
= -1,87 %
II. Kesalahan sistemik = 100 % – (-1,91 %) = 51,36 %
= 101,91 %
III. Kesalahan sistemik = 100 % – 45,96 %
= 54,04 %
Kesalahan sistemik rata-rata =
= 100,04 %
♦ KESALAHAN ACAK
a. Kadar 40 µg/ml
Simpangan baku
Kesalahan acak = ———————— × 100% Harga rata-rata
= × 100%
= - 29,37 %
b. Kadar 60 µg/ml
Simpangan baku
Kesalahan acak = ———————— × 100% Harga rata-rata
= × 100%
= 386,26 %
c. Kadar 100 µg/ml
Simpangan baku
Kesalahan acak = ———————— × 100% Harga rata-rata
= × 100%
= 106,78 %
Kesalahan acak rata-rata =
= 154,56 %
VII. PEMBAHASAN
Pada percobaan optimasi metode analisa obat bertujuan untuk
memahami langkah-langkah analisa obat didalam darah dan mampu melakukan
validasinya. Dengan melakukan optimasi maka akan diperoleh suatu metode
analisis dengan nilai-nilai parameter kinetika obat yang dapat dipercaya.
Optimasi metode analisis obat kali ini menggunakan Sulfametoxazol (SMZ)
dengan metode penetapan kadar Bratton-Marshall. Digunakan metode ini karena
mudah dikerjakan serta tidak memerlukan waktu dan biaya yang banyak (praktis).
Penetapan kadar dibaca dengan menggunakan spektrofotometri visible
berdasarkan intensitas warna yang terbentuk. Digunakan spektrofotometri visibel
karena senyawa yang diukur membentuk kompleks warna dan mempunyai
panjang gelombang maksimum 541 nm (380-780 nm).
Hewan uji yang digunakan adalah tikus, yang diambil darahnya pada
bagian vena ekor. Sebelum diambil darahnya, bagian ekor dibersihkan dari
kotoran dan bulunya dengan menggunakan scalpel sehingga memudahkan dalam
pengambilan darah. Darah yang keluar ditampung dalam ephendrof yang sudah
diberi ± 5 tetes heparin. Heparin tersebut berfungsi sebagai antikoagulan sehingga
dapat mencegah terjadinya penggumpalan darah. Untuk menghomogenkan
campuran darah dan heparin digunakan vortex-mixer. Setelah homogen campuran
tersebut ditambah TCA 5% yang berfungsi untuk mengendapkan protein yang
ada dalam darah. Penambahan NaNO2 0,1 % pada beningan berfungsi untuk
membentuk garam diazonium. Penambahan NaNO2 ini dapat menghasilkan gas
NO2 sehingga perlu pendiaman selama ± 3 menit agar gelembung hilang. Adanya
gelembung dapat mengganggu pada saat pengukuran absorban. Penambahan
ammonium sulfamat untuk memberikan suasana asam. Setelah ditambah
ammonium sulfamat dilanjutkan dengan penambahan N(1-naftil) etilendiamin
0,1% untuk mengkopling garam diazonium yang terbentuk sehingga akan
membentuk kompleks berwarna ungu (merah keunguan). Karena kompleks warna
tersebut tidak stabil maka perlu didiamkan ditempat gelap selama beberapa menit
(5 menit). Kestabilan warna yang dihasilkan akan memungkinkan pembacaan
yang tepat.
Langkah pertama yang perlu dikerjakan untuk optimasi analisis adalah
penentuan jangka waktu larutan obat yang memberikan resapan tetap (operating
time). Penentuan operating time dilakukan untuk pengukuran hasil reaksi atau
bila terjadi reaksi pembentukan warna. Tujuan penentuan operating time adalah
untuk mengetahui jangka waktu pengukuran yang stabil dan untuk melihat
resapan obat yang maksimum. Dari hasil percobaan diperoleh operating time pada
4 menit.
Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah penetapan panjang gelombang
larutan obat yang memberikan resapan maksimum (λ maks). Panjang gelombang
maksimum adalah panjang gelombang dimana terjadi absorbsi maksimum. Pada
pengukuran harus dipilih λ maks, karena:
a Pada λ maks kepekaannya maksimum, artinya setiap perubahan konsentrasi
larutan yang dianalisa, perubahan absorbsinya pun besar.
b Di daerah sekitar λ maks kurva absorbsinya datar dan pada kondisi tersebut
mengikuti hukum Lambert-Beer.
c Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh
pemasangan ulang panjang gelombang maksimum kecil.
Dari hasil percobaan diperoleh λ maks SMZ pada 541 nm.
Langkah ketiga adalah pembuatan kurva baku. Larutan stok SMZ dibuat
deret baku dan kadarnya diukur menggunakan spektrofotometer visible.
Prinsipnya adalah kolorimetri, warna yang terbentuk oleh senyawa kompleks
serapannya diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum.
Intensitas warna yang dihasilkan akan meningkat secara linier dengan naiknya
konsentrasi zat yang ditetapkan, demikian juga dengan absorbansinya. Pembuatan
kurva baku untuk menggambarkan hubungan antara konsentrasi dan absorban
yang berbanding lurus. Dimana apabila memenuhi hukum Lambert-Beer maka
kurva akan berupa garis lurus. Dari hasil percobaan diperoleh kurva yang cukup
linier dengan persamaan .
Langkah terakhir yang dilakukan adalah perhitungan nilai perolehan
kembali, kesalahan aak, dan kesalahan sistematik. Recovery merupakan
perbandingan antara kadar yang terukur dengan kadar yang sesungguhnya.
Recovery menunjukkan akurasi dari metode analisis. Semakin akurat
menunjukkan bahwa metode tersebut menghasilkan nilai rata-rata yang sangat
dekat dengan nilai sesungguhnya. Persyaratan yang dituntut untuk nilai recovery
adalah 75-90% atau lebih. Pada hasil percobaan diperoleh nilai recovery 86,38%,
yang berarti nilai recovery memenuhi syarat. Recovery merupakan tolok ukur
efisiensi analisis. Namun terdapat kejanggalan hasil recovery pada replikasi
pertama kadar 40 µg/ml yang diatas 100%. Hal itu berpengaruh pada kesalah
sistematik yang diperoleh (hasil minus).
Kesalahan sistematik merupakan tolok ukur inakurasi penetapan kadar.
Sedangkan kesalahan acak merupakan tolok ukur imprecision suatu analisis dan
dapat bersifat positif atau negatif. Nilai kesalahan acak dan sistemik yang
dipersyaratkan adalah kurang dari 10%. Pada percobaan diperoleh kesalahan acak
25,70 % dan kesalahan sistematik 13,62%. Hal ini menunjukkan bahwa kesalahan
acak dan kesalahan sistematik jauh dari yang diisyaratkan.
Dari ketiga nilai tersebut (nilai recovery, kesalahan acak, kesalahan
sisstematik) hanya recovery yang memenuhi persyaratan untuk analisis obat
menggunakan metode Bratton-Marshall.
VIII.KESIMPULAN
1. Operating time Sulfametoxazol adalah 4 menit.
2. Panjang gelombang maksimum Sulfametoxazol adalah 541 nm.
3. Nilai recovery SMZ = 86,38%, kesalahan sistematik = 13,62% dan
kesalahan acak = 25,70 %
4. Ketiga parameter tersebut (nilai recovery, kesalahan acak, kesalahan
sistematik) hanya nilai recovery yang memenuhi persyaratan.
5. Dari hasil percobaan menunjukkan bahwa metode penetapan kadar
Sulfametoxazol tidak valid
IX. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2007. Farmakologi dan Terapi.
Edisi 5. Jakarta: Gaya Baru.
Goodman dan Gilman. 2003. Dasar Farmakologi Terapi. Volume 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mutschler, Ernest. 1991. Dinamika Obat. Bandung: ITB.
Shargel, Leon dan B. C Andrew. 1985. Biofarmasetika dan Farmakokinetika
Terapan. Surabaya: Airlangga University Press.
Siswandono dan Bambang Soekardjo. 2000. Kimia Medisinal. Edisi 2.
Surabaya: Airlangga University Press.
Sudjadi. 2008. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka pelajar
Yogyakarta.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT
Elex Media Komputindo.
Mengetahui, Semarang,
Dosen Pembimbing, Praktikan,
LathifaRamadani(0408089)
Luluk Rahmawati (0408093)
Nanik Isti W (0408107)
Otniel Danu S (0408119)
Rani Januarita (0408123)
LAMPIRAN
Pembuatan reagen
a. NaOH 0,1 N 25 ml
gram 1000
N = ——— ×——— × val Mr ml
gram 1000
0,1 N = ——— ×——— × 1 40 25
gram = 100 mg
→ Ditimbang 100 mg NaOH + aquadest ad 25 ml dalam beaker glass, diaduk
ad homogen
b. TCA 5% 100 ml
5
TCA = —— × 100 ml
100
= 5 gram
→ Ditimbang 5 g TCA + aquadest ad 100 ml dalam beaker glass, diaduk ad
homogen
c. NaNO2 0,1% 50 ml
0,1
NaNO2 = —— × 50 ml 100
= 50 mg
→ Ditimbang 50 mg NaNO2 + aquadest ad 50 ml dalam labu takar,
dihomogenkan
d. Asam sulfamat 0,5% 50 ml
0,5
As sulfamat = —— × 50 ml = 250 mg 100
→ Ditimbang 250 mg As. Sulfamat + aquadest ad 50 ml dalam labu takar,
dihomogenkan
e. N(1-naftil) etilendiamin 0,1% 50 ml
0,1
NaNO2 = —— × 50 ml 100
= 50 mg
→ Ditimbang 50 mg N(1-naftil) etilendiamin + aquadest ad 50 ml dalam labu
takar, dihomogenkan
V. DATA PENGAMATAN5.1 Penimbangan sulfametoxazol untuk membuat larutan stok 1 µg/ml
Kertas + Zat : 0,3129 gram
Kertas + sisa : 0,2613 gram _
Zat : 0,0516 gram
Kadar sebenarnya =
5.2 Penghitungan deret baku dari larutan stok
1. 0 µg/mlVbaku.Cbaku=Vstok.Cstok
250. 0 =Vstok.1032 Vstok = 0 ml
2. 10 µg/mlVbaku.Cbaku=Vstok.Cstok
250. 10 =Vstok.1032 Vstok = 2,42 ml
3. 20 µg/ml
Vbaku.Cbaku=Vstok.Cstok
250. 20 =Vstok.1032 Vstok = 4,84 ml
4. 40 µg/ml
Vbaku.Cbaku=Vstok.Cstok
250. 40 =Vstok.1032 Vstok = 9,69 ml
5. 60 µg/ml
Vbaku.Cbaku=Vstok.Cstok
250. 60 =Vstok.1032 Vstok = 14,53 ml
6. 100 µg/ml
1. 0 µg/mlVbaku.Cbaku=Vstok.Cstok
250.Cbaku= 0 .1032 Cbaku = 0 µg/ml
2. 10 µg/ml
Vbaku.Cbaku=Vstok.Cstok
250.Cbaku=2,42.1032 Cbaku = 9,99 µg/ml
3. 20 µg/ml
Vbaku.Cbaku=Vstok.Cstok
250.Cbaku=4,84.1032 Cbaku = 19,98 µg/ml
4. 40 µg/ml
Vbaku.Cbaku=Vstok.Cstok
250.Cbaku=9,69.1032 Cbaku = 40 µg/ml
5. 60 µg/ml
Vbaku.Cbaku=Vstok.Cstok
250.Cbaku=14,53.1032 Cbaku = 59,98 µg/ml
5.3 Operating time
40 µg/mlVbaku.Cbaku=Vstok.Cstok
250. 40 =Vstok.1032 Vstok = 9,69 l » 9,69 l larutan sulfametoxazol + 240,31 l darah 80 µg/mlVbaku.Cbaku=Vstok.Cstok
250. 80 =Vstok.1032 Vstok = 19,38 ml »19,38 l larutan sulfametoxazol + 230,62 l darah
5.4 Panjang gelombang maksimum
KonsentrasiAbsorban
maksimumPanjang
geombang40 µg/ml 0,022 542 nm40 µg/ml 0,137 541 nm
» Diambil panjang gelombang maksimum untuk sulfametoxazol pada 541 nm
5.5 Operating time
t (menit)Absorban
40 µg/ml 80 µg/ml0 0,190 0,0171 0,183 0,0142 0,183 0,0183 0,178 0,0174 0,174 0,0175 0,172 0,0176 0,173 0,020
» Diambil operating time untuk sulfametoxazol pada menit ke 4
5.6 Data absorabnsi kurva baku sulfametoxazol
C teoritis (µg/ml) C sebenarnya (µg/ml) A
0 0 0
10 10,32 0,019
20 20,64 0,042
40 41,28 0,080
60 61,98 0,200
100 103,2 0,292
Persamaan regresi linier :
5.7 Data perolehan kembali (recovery), kesalahan sistematis, dan kesalahan acak
No C (µg/ml) A SD % R %KS %KA1 40 0,153 56,02
19,021 42,57135,71 -35,71
44,6840 0,071 29,12 70,54 29,46
2 60 0,144 53,11 3,662 55,7 85,77 14,23 6,58
60 0,160 58,29 94,14 5,863 100 0,229 80,64
17,635 68,1778,14 21,86
25,86100 0,152 55,70 53,97 46,03
R : recovery/ perolehan kembali=
KS : kesalahan sistematis =
KA : kesalahan acak =