makalah biofar
TRANSCRIPT
![Page 1: MAKALAH biofar](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020105/5572118c497959fc0b8f21fe/html5/thumbnails/1.jpg)
MAKALAH BIOFARMASETIKA
Disusun Oleh :
Rizka Maulina
J1E110026
Dosen Pengajar :
Khoerul Anwar, S.F., Apt.
PROGRAM STUDI FARMASIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURATBANJARBARU
2012
![Page 2: MAKALAH biofar](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020105/5572118c497959fc0b8f21fe/html5/thumbnails/2.jpg)
BIOFARMASETIKA
Perjalanan nasib obat dalam tubuh terjadi beberapa fase, yaitu fase eksposisi,
fase toksokinetik/ farmakokinetik, dan fase toksodinamik/ farmakodinamik. Fase
eksposisi merupakan proses dimana terjadinya penggunaan obat atau kontak obat
dengan tubuh sehingga menyebabkan perubahan bentuk farmasetis obat menjadi
hancur karena sistem pencernaan menyebabkan bahan aktif melarut dan dapat
diabsorpsi oleh tubuh. Fase farmakokinetik merupakan proses dimana terjadinya
absorpsi, distribusi, eskresi, biotransformasi, dan deposisi. Fase farmakodinamik
merupakan proses dimanan terjadinya bahan aktif obat memberikan efek terhadap
tubuh yang meliputi efek farmakologi, efek klinik dan efek toksik.
Biofarmasetika merupakan cabang ilmu farmasi yang mempelajari tentang
masuknya zat aktif obat dalam tubuh serta mempelajari hubungan antara sifat
fisikokimia formulasi obat terhadap bioavailabilitas obat. Bioavaibilitas obat
menyatakan kecepatan dan jumlah obat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik.
Bioavailabilitas obat akan mempengaruhi daya terapetik, aktifitas klinik, dan aktifitas
toksik obat, sehingga sangat penting mempelajari biofarmasetika karena dapat
mengatur pelepasan obat sedemikian rupa ke sirkulasi sistemik agar diperoleh
pengobatan yang optimal pada kondisi tubuh tertentu. Selain itu biofarmasetik juga
meliputi intensitas efek obat, jumlah obat aktif yang mencapai sistem sistemik, dan
laju absorpsi serta faktor formulasi.
Penelitian biofarmasetik bertujuan untuk melakukan pendekatan terhadap
faktor-faktor yang mempengaruhi profil bioavailabilitas suatu zat aktif dan
metabolismenya guna meningkatkan aktifitas farmakologi dan terapetik obat yang
meliputi interaksi antara formulasi dan teknologi suatu bentuk sediaan dengan
menentukan sifat-sifat fisikokimia dari obat jadi dan interaksi diantara zat aktif dan
organ tubuh, yang menentukan profil bioavailabilitas obat. Aspek telaah
biofarmasetika meliputi pelepasa (liberasi) obat zat aktif dengan pembawa, pelarutan
(disolusi) disperse padatan zat aktif, dan penyerapan (absorpsi) disperse molekular
zat aktif dalam darah. Laju penyerapan zat aktif ke dalam sistem sistemik adalah
resultan laju dari sederetan proses liberasi, disolusi, dan absorpsi. Sesuai dengan teori
![Page 3: MAKALAH biofar](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020105/5572118c497959fc0b8f21fe/html5/thumbnails/3.jpg)
kinetik keseluruhan laju ditentukan oleh laju yang paling lambat dari rangkaian
proses.
Laju penyerapan zat aktif dalam suatu sediaan obat akan tergantung pada laju
pelarutan zat aktif dalam cairan biologik di sekitar membrane, karakterisasi fisiko-
kimia yang dapat mempengaruhi proses penyerapan, dan perbedaan sifat fisiko-kimia
tersebut menyebabkan perbedaan keterserapan zat aktif. Absorpsi, disolusi, dan laju
difusi zat aktif dalam cairan biologi dapat dinyatakan dalam hukum Noyes dan
Whitney :
Dc / Dt=k A (Cs-Ct)
Keterangan :
Dc/Dt = kecepatan pelarutan (perubahan konsentrasi per satuan waktu)
A = luas kontak permukaan senyawa yang tak terlarut
Cs = kelarutan (konsentrasi jenuh bahan dalam bahan pelarut)
Ct = konsentrasi bahan dalam larutan pada waktu t
K = konstanta yang mempertimbangkan koefisien difusi, volume larutan jenuh dan
tebal lapisan difusi
Persamaan Nerst dan Bruner :
Dc/Dt= DFhV= Cs-Ct
Keterangan :
D = koefisien difusi bahan obat dalam bahan pelarut (lapisan difusi)
F = permukaan partikel bahan obat tak terlarut
H = tebal lapisan difusi yang mengelilingi partikel bahan obat
V = volume larutan
Kedua persamaan ini menunjukkan zat aktif segera terlarut dalam dalam
lapisan pelarut yang sangat tipis di sekitar zat aktif hingga diperoleh suatu larutan
jenuh, zat aktif terlarut pada lapisan jenuh akan berdifusi ke lapisan tak jenuh, dan
ketidakjenuhan akan terjadi bila terjadi penyerapan zat aktif ke dalam sistemik.
Banyak faktor yang mempengaruhi laju pelarutan zat aktif, diantaranya
adalah ukuran partikel dan kelarutan zat aktif yang meliputi perubahan sifat kimia
(pembentukan garam, ester), perubahan keadaan fisik (bentuk Kristal atau amorf,
polimorfisa, solvat, dan hidrat), formulasi dan teknologi (pembentukan eutetik dan
![Page 4: MAKALAH biofar](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020105/5572118c497959fc0b8f21fe/html5/thumbnails/4.jpg)
larutan padat, pembentukan kompleks, bahan yang dapat mengubah ketetapan
dielektrik cairan, bahan pelarut miselar, penyalutan dengan senyawa hidrofil).
Ukuran partikel dari zat aktif berpebngaruh pada kelajuan pelarutan karena
menurut kedua persamaan diatas laju kelarutan berbanding lurus dengan luas
permukaan efektif dari zat aktif yang kontak. Penurunan ukuran partikel zat aktif
akan meningkatkan luas permukaan kontak zat aktif dan pelarut. Tetapi ada beberapa
pertimbangan yang harus diperhatikan dalam menurunkan ukuran partikel yaitu
kesulitan dalam pembasahan atau terjadi reaglomerasi partikel akibat efek
penumpukan energi yang terjadi selama pengadukan mekanik yang kuat akibatnya
laju pelarutan diperlambat, penggunaan ukuran partikel lebih besar untuk
menghambat laju absorpsi, bila ukuran partikel tidak berpengaruh pada laju absorpsi,
dan peningkatan luas permukaan spesifik dapat meningkatkan kereaktifan obat.
Pengaruh pembentukan garam bertujuan untuk merubah senyawa asam dan
basa yang sukar larut dalam air menjadi bentuk garamnya sehingga diperoleh
peningkatan laju kelarutan. Pembentukan ester dimaksudkan untuk menghindari
penguraian zat aktif dilambung, menghambat atau memperpanjang aksi berbagai zat
aktif, dan menutupi rasa tidak enak. Bentuk Kristal umumnya lebih sukar larut
daripada bentuk amorfnya. Bentuk metastabil paling mudah larut, tetapi bentuk ini
secara lambat laun akan berubah menuju bentuk yang stabil. Selama kristalisasi
moleku air dan moleku pelarut dapat berikatan kuat dengan zat aktifnya
menghasilkan solvate, bila pelarut air terbentuk hidrat. Umumnya senyawa
anhidratnya menunjukkan laju pelarutan yang lebih tinggi dibandingkan bentuk
hidratnya. Hidrat atau solvat dapat terbentuk pada pembuatan atau penyimpanan
obat. Pembuatan eutetik merupakan campuran padatan dua senyawa yang masing-
masing umumnya mempunyai suhu lebur dibawah suhu lebur masing-masing
senyawa penyusun. Larutan padat merupakan campuran padatan yang terdiri dari
suatu matriks padat yang sangat larut dalam air dan tidak aktif secara farmakologi
dan campura zat aktif yang sukar larut. Campuran eutetik dibuat dengan cara
meleburkan kedua campuran tersebut kemudian mencampurnya hingga dingin dan
memadat lalu diserbukkan. Pada keadaan ini zat aktif berada dalam disperse
molekular padat. Bila campura ini dilarutkan maka akan segera melepaskan zat aktif
dengan demikian dapat meninggalkan kelarutan.
![Page 5: MAKALAH biofar](https://reader031.vdokumen.com/reader031/viewer/2022020105/5572118c497959fc0b8f21fe/html5/thumbnails/5.jpg)
Pembentukan kompleks merupakan kombinasi antara dua atau lebih ion atau
molekul obat yang tidak terikat secara kovalen atau ionic, tetapi terikat dengan ikatan
intermolekular, ikatan hydrogen, dan van der wals sehingga terjadi perubahan
kelarutan, ukuran molekular, keterdistribusian dan koefisien partisi antara minyak-
air. Pembentukan kompleks dapat meningkatkan kelarutan. Tetapi kompleks tidak
dapat melintasi membran namun karena ikatan dalamkompleks merupakan ikatan
reversible, sehingga kompleks dapat kembali terputus dan terserap oleh membran.
Penambahan senyawa tertentu sperti gliserin, polioksi-etilenglikol, dan propilenglikol
dapat mengubah tetapan dielektrik cairan fisiologik sehingga memudahkan kelarutan.
Surfakatan merupakan suatu molekul yang mempunyai rantai lipofil dan bagian
hidrofil. Surfaktan dapat meningkatkan atau menurunkan penyerapan zat aktif. Misel
tidak dapat melintasi membrane karena susunan steriknya sehingga misel tersebut
tidak dapat menembus pori-pori membran, namun misel dapat menembus membrane
secara difusi pasif karena karakter polar ferifer.
Proses penyerapan khusus seperti penyerapan aktif, pinositosis tidak banyak
terjadi pada absorpsi molekul obat. Transpor pasif sebagian besar zat aktif diserap
secara difusi pasif mengikuti hukum fick yaitu berbanding lurus dengan tebal
membran, berbanding lurus dengan luas permukaan mukosa yang kontak dengan
cairan yang mengandung zat aktif, berbanding lurus dengan koefisien partisi zat aktif
kedalam membran biologic dan cairan membran biologic yang mengan dung zat aktif
terlarut dan kontak dengan mukosa penyerap, laju perlintasan membran berbanding
dengan koefisien difusi D senyawa melintasi membran. Untuk mencari pendekatan
harga K yang tepat dengan sistem biologi telah dilakukan berbagai penelitian
diperoleh bahwa harga koefisien partisi zat aktif dalam sistem n-oktanol/air pH 7
yang paling tepat dengan sistem biologi. Transfor secara penyaringan haru memiliki
ukuran partikel dengan diameter pori 4-10 A dan bentuk molekul serta muatan
dielektrik diantara kedua kutub membran terdapat perbedaan potensial, sehingga
sejumlah molekul yang terionkan dapat ditolak atau sebaliknya ditarik melintasi
membran dengan gradient listrik. Faktor sedian yang berperan pada keterserapan zat
aktif adalah tahap liberasi, interaksi dengan bahan tambahan dan stabilitas zat aktif
dalam cairan biologik.