lembar kerja gadar-1

36
I. Hasil Observasi SOP Pasien di UGD RSUD Muntilan Setting Ruang UGD Unit Gawat Darurat (UGD) RSUD Muntilan memiliki bangunan tersendiri yang terpisah dengan gedung utama dari rumah sakit tersebut. Unit tersebut memiliki 3 ruang utama untuk penanganan pasien, yakni ruang resusitasi dan tindakan non bedah, ruang tindakan bedah, dan juga ruang observasi. Ruang resusitasi dan tindakan non bedah memiliki 2 buah ranjang, dan juga dilengkapi berbagai macam alat untuk menunjang prosedur. Untuk ruang tindakan bedah, terdiri dari 2 buah ranjang, sedangkan ruang observasi memiliki 3 buah ranjang. Di bagian depan bangunan, terdapat ruang administrasi pelayanan UGD dan juga ruang tunggu untuk keluarga, sehingga diharapkan tidak mengganggu jalannya pertolongan pasien. Tepat setelah pintu masuk UGD, terdapat ruang triase yang ditandai dengan kotak berwarna biru. Dari kotak triase tersebut, terdapat 4 warna garis yang akan mengantarkan kita menuju masing – masing ruang tindakan sesuai kebutuhan pasien. Garis kuning akan mengantarkan kita kepada ruang resusitasi dan tindakan non bedah. Garis merah akan mengantarkan kita pada ruang tindakan bedah, 1

Upload: priyo-utomo

Post on 01-Jan-2016

60 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

I. Hasil Observasi SOP Pasien di UGD RSUD Muntilan

Setting Ruang UGD

Unit Gawat Darurat (UGD) RSUD Muntilan memiliki bangunan

tersendiri yang terpisah dengan gedung utama dari rumah sakit tersebut.

Unit tersebut memiliki 3 ruang utama untuk penanganan pasien, yakni

ruang resusitasi dan tindakan non bedah, ruang tindakan bedah, dan juga

ruang observasi. Ruang resusitasi dan tindakan non bedah memiliki 2 buah

ranjang, dan juga dilengkapi berbagai macam alat untuk menunjang

prosedur. Untuk ruang tindakan bedah, terdiri dari 2 buah ranjang,

sedangkan ruang observasi memiliki 3 buah ranjang. Di bagian depan

bangunan, terdapat ruang administrasi pelayanan UGD dan juga ruang

tunggu untuk keluarga, sehingga diharapkan tidak mengganggu jalannya

pertolongan pasien.

Tepat setelah pintu masuk UGD, terdapat ruang triase yang ditandai

dengan kotak berwarna biru. Dari kotak triase tersebut, terdapat 4 warna

garis yang akan mengantarkan kita menuju masing – masing ruang

tindakan sesuai kebutuhan pasien. Garis kuning akan mengantarkan kita

kepada ruang resusitasi dan tindakan non bedah. Garis merah akan

mengantarkan kita pada ruang tindakan bedah, warna hijau menuju

poliklinik atau ruang observasi, dan warna hitam menuju kepada

pelayanan pemulasaraan jenazah pada kasus death on arrival.

Selain ruangan – ruangan untuk penanganan pasien yang telah

disebutkan di atas, di UGD RSUD Muntilan juga terdapat berbagai

fasilitas untuk para tenaga medis dan juga pasien beserta keluarga yang

mengantar, seperti pantry, toilet, ruang dokter, apotek, dan juga ranjang

kosong yang dipersiapkan untuk ambulansi pasien dari kendaraan.

Sedangkan untuk laboratorium dan fasilitas penunjang diagnosis yang lain

terdapat di bangunan utama RSUD Muntilan.

1

DENAH RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD MUNTILAN

2

B A

Q

R

HI

K

L

KETERANGAN :

A = TEMPAT TUNGGU KELUARGA

B = PENDAFTARAN/ADMINISTRASI

C = RUANG RESUSITASI

D = RUANG TINDAKAN NON BEDAH

E = RUANG TRIASE

F = RUANG TINDAKAN BEDAH

G = RUANG CUCI ALAT

H = RUANG NURSE STATION

I = RUANG KONSULTASI DOKTER

N

O

J = KAMAR DOKTER

K = RUANG PONEK

L = JALUR EVAKUASI

M = PANTRY

N = TOILET PETUGAS

O = RUANG KEPALA IGD

P = KAMAR PERAWAT

Q = OBSERVASI/IMC

R = TOILET PASIEN

DE

TRIASE

CF

GJ

M

P

Alur pelayanan pasien di UGD

ENYAKI

3

PASIEN DATANG

PEMERIKSAAN PENUNJANG

RUJUK KE PEMERIKSAAN PENUNJANG

DIAGNOSIS

PT BEDAH PENYAKIT NON BEDAH

KONSULTASI SPESIALIS

RAWAT JALANRAWAT INAP

RUJUK

MENINGGAL

ANAMESIS DAN VITAL SIGN PEMERIKSAAN FISIK

TRIASE

PENERIMAAN PASIEN

Sediaaan peralatan dan obat-obatan emergencyUnit Gawat Darurat RSUD Muntilan memiliki berbagai macam aat untuk

menunjang diagnosis dan terapi pada pasien gawat darurat. Di antaranya

adalah :

- tabung oksigen, kanul oksigen, facemask

- EKG

- berbagai macam cairan infus

- defibrillator,

- tensimeter

- termometer

- endotracheal tube

- peralatan bedah minor

- spuit injeksi, dll

sedangkan untuk terapi medikamentosa, disiapkan berbagai macam

obat yang dapat digunakan dalam tindakan gawat darurat. Di antaranya

adalah:

- Adrenalin

- Dexamethason

- Salbutamol

- Golongan steroid

- Ipatropium bromida

- Lidokain

- Sulfasatropin, dll

1.

4

II. Laporan Kasus Kegawatdaruratan

Identitas

Nama : Tn. SS

Alamat : Ngemplak Plosogede, Magelang

Umur : 54 th

Agama : Islam

Pekerjaan : petani

Masuk RS : 10 November 2013 pukul 17.00

Nomer RM : 15-60-34

Anamnesis (Alloanamnesis)

a. Keluhan Utama : sesak napas

b. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien mengeluhkan sesak napas setelah merokok sejak sekitar 4

hari yang lalu yang disertai dengan munculnya bengkak pada

kedua kaki. Sesak napas dirasakan makin memberat jika pasien

berbaring sehingga sejak saat itu pasien tidur dengan posisi duduk

dan diganjal bantal. Sejak sesak napas muncul, pasien sudah tidak

dapat bekerja di sawah lagi. Keluhan dirasakan semakin lama

semakin berat sehingga akhirnya keluarga membawa pasien ke

UGD RSUD Muntilan.

Sistem Saraf Pusat : Demam (-)

Sistem Kardiovaskuler : Berdebar-debar (+), nyeri dada (-)

Sistem Respirasi : Batuk(+),mengi (-)

Sistem Gastrointestinal : Mual (-),muntah (-) nyeri ulu hati

(+) BAB normal

Sistem Urogenital : BAK normal

Sistem Muskuloskeletal : Lemah (+), Letih (+), edema pada

kaki (+)

Sistem Integumentum : Kulit pucat (-), dingin (-), Keringat

berlebih (-)

5

c. Riwayat penyakit Dahulu :

- Riwayat darah tinggi : tidak ada

- Riwayat nyeri dada disangkal.

- Riwayat penyakit jantung sebelumnya : ya. Pada tahun 2011,

untuk pertama kalinya pasien masuk ke rumah sakit karena keluhan

sesak napas dan perasaan tidak enak di daerah dada. Dokter

kemudian mendiagnosis pasien mengalami gagal jantung dan sejak

saat itu pasien rutin menjalani terapi obat.

- Riwayat penyakit pernapasan (asma) : disangkal.

- Riwayat alergi : disangkal

d. Riwayat penyakit Keluarga:

Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama : disangkal.

Riwayat asma : ibu

Riwayat darah tinggi : tidak ada

Riwat kencing manis : tidak ada

Riwayat penyakit jantung dalam keluarga : tidak ada

e. Kebiasaan dan Aspek Lingkungan :

Menurut keluarga, pasien gemar mengonsumsi kopi dan juga

merupakan perokok aktif sejak muda. Namun sejak didiagnosis

gagal jantung pasien sudah tidak pernah sama sekali mengonsumsi

keduanya. Pasien jarang berolahraga. Pasien gemar mengonsumsi

sayur dan buah, dan kurang suka makanan daging dan ayam. Pasien

tidak memiliki kecenderungan untuk menyukai makanan yang asin

atau bersantan.

6

Pemeriksaan

Status Pasien

Keadaan umum : tampak sesak

Kesadaran : compos mentis / E4V5M6

Tanda Vital :

Suhu : tidak dilakukan pemeriksaan

Respirasi : 30x/menit

Tekanan Darah : 130/80 mmHg

Nadi : 96x/menit

Pemeriksaan Fisik

Kepala : Tidak dilakukan

Leher : Pemeriksaan JVP meningkat

Inspeksi thorax : Dada simetris kanan dan kiri, abdomen lebih tinggi

daripada dada, ictus cordis tidak nampak.

Perkusi dan palpasi : Tidak dilakukan.

Auskultasi thorax :

Cardio: bising (-) gallop S3 (-)

Pulmo: Dominan suara vesikuler disemua lobus, Ronki (-), Wheezing(-)

Extermitas bawah : Edem pada kaki dextra dan sinistra

Pemeriksaan Penunjang

EKG :

Irama sinus

Abnormalitas atrium kiri

Deviasi aksis jantung kiri

Abnormalitas T di lead lateral (T inversi L1-aVL) : Hipertrofi ventrikel

kiri

Abnormalitas QRS-T

Q patologis V1-V4: Kerusakan myokardium anteroseptal (infark

myokardium)

Interval QT memanjang

7

Pemriksaan darah lengkap : dalam batas normal

Diagnosa Banding:

Congestive Heart Failure (NYHA IV)

Asma bronkiale

Diagnosis Kerja:

Congestive Heart Failure (NYHA IV)

Penatalaksanaan

Terapi di UGD :

O2 3lpm

IVFD D5 Mikro

Inj. Ranitidin 1A/12 jam

Inj. Lasix 1A/12 jam

CPG 1x1

Aspilet 1x1

Terapi yang akan diberikan dibangsal rawat inap:

Monitor TTV

IVFO DS:RL=12 tpm makro

Inj. Ranitidin 1A/12 jam

Inj. Lasix 1A/12 jam

Cefotaxim 1gr/12jam

Digoxin 2x1

Dexa 1A/8jam

ISDN 2x1

GG100 3x1

8

Prognosis

Pasien segera mendapat pertolongan setelah adanya kejadian, serta

pertimbangan dari pasien bahwa pasien mendapat perawatan yang

adequat saat menjalani perawatan lanjutan maka diramalkan

prognosisnya baik. Namun untuk penyakit yang mendasari, yakni

CHF, diperkirakan tidak dapat sembuh, sehingga terapi dan berbagai

upaya yang dilakukan bersifat untuk memperbaiki kualitas hidup dan

mencegah perburukan kondisi pasien.

9

III. Pembahasan dan Analisis

Anamnesis

Sesak napas (dyspnea) merupakan bentuk gejala paling umum dari berbagai

penyakit saluran pernapasan. Pada umumnya, sesak napas timbul karena adanya

obstruksi pada saluran pernapasan, karena gangguan pengembangan paru, maupun

gangguan sistemik lainnya yang menyebabkan tubuh mengalami kesulitan dalam

mengompensasi kebutuhan oksigen.

Berdasarkan dari anamnesis yang kami lakukan kepada keluarga pasien,

didapatkan informasi bahwa gejala sesak napas timbul setelah pasien merokok

sejak sekitar 4 hari yang lalu. Sesak napas dirasakan makin memberat saat pasien

berbaring, sehingga untuk tidur pasien harus dalam posisi duduk dan diganjal

dengan bantal. Bersamaan dengan gejala sesak napas, pasien juga mengalami

gejala tambahan yakni adanya pembengkakan pada kedua kaki, berdebar – debar,

lemah dan letih, nyeri pada ulu hati, dan juga adanya batuk tanpa dahak.

Selain itu, pasien juga pernah didiagnosis mengalami gagal jantung kongestif

sejak 2 tahun yang lalu dan rutin menjalani terapi rawat jalan. Di keluarga pasien,

terdapat riwayat asma, yang dapat menjadi salah satu faktor resiko timbulnya

gejala sesak napas.

Keluhan utama sesak napas yang memberat dalam posisi berbaring

ditambah dengan keluhan adanya bengkak pada kedua kaki dan

juga adanya riwayat gagal jantung mengarahkan pada diagnosis

gagal jantung eksaserbasi akut

Adanya riwayat penyakit asma pada keluarga dapat dijadikan

sebagai diagnosis banding timbulnya keluhan sesak napas setelah

merokok

Merokok dapat memicu terjadinya sesak napas melalui beberapa

mekanisme, yakni :

1. reaksi hipersensitivitas , terutama pada pasien dengan riwayat

adanya penyakit atopik sebelumnya maupun pada

keluarganya

10

2. kandungan CO pada asap rokok menyebabkan Hb lebih

cenderung mengikat CO daripada oksigen, sehingga beberapa

jaringan tubuh akan mengalami hipoksia dan akhirnya

timbullah gejala sesak napas

3. mengiritasi mukosa saluran napas secara langsung, sehingga

timbullah inflamasi yang menyebabkan adanya gangguan

pada jalan napas

4. pada pasien dengan riwayat penyakit kardiovaskuler, nikotin

yang terkandung dalam rokok memicu terjadinya

peningkatan tahanan vaskuler, sehingga tekanan darah akan

meningkat, menyebabkan beban kerja jantung semakin

meningkat dan pada pasien atherosklerosis sangat mungkin

terjadi emboli plak. Beban kerja jantung yang meningkat

akan menimbulkan manifestasi berdebar – debar, dan pada

pasien gagal jantung kronis hal tersebut dapat memperburuk

kondisi jantung sehingga lama kelamaan jantung akan

semakin lelah. Kelelahan jantung kiri dalam memompa

jantung membuat darah yang seharusnya diejeksikan

terkumpul di dalam ventrikel kiri sehingga timbullah

bendungan pada jalur menuju jantung kiri dan selanjutnya

tekanan pada kalur tersebut akan meningkat. Adanya

kegagalan jantung kiri untuk berkontraksi menyebabkan

adanya bendungan dan peningkatan tekanan pada vena

pulmonalis. Bendungan dan peninggian tekanan vena

pulmonalis akan menyebabkan adanya perembesan plasma

pada lobus paru, sehingga akan terjadinya penumpukan

cairan yang menyebabkan timbulnya edema paru. Adanya

edema paru menyebabkan area pertukaran oksigen di paru

berkurang, dan akan menyebabkan timbulnya sesak napas

(dyspnea). Memberatnya sesak napas saat berbaring

(orthopnea) disebabkan karena perubahan posisi

11

menyebabkan cairan memenuhi dasar lobus paru, sehingga

tidak dapat terjadi pertukaran oksigen di seluruh area paru.

Bengkak pada kedua kaki merupakan salah satu tanda bahwa telah

terjadi gagal jantung kanan. Karena jantung kanan tidak mampu

untuk memompa darah secara adekuat, maka terjadi bendungan dan

peninggian tekanan di vena – vena yang menuju ke jantung kanan.

Adanya bendungan vena sistemik menyebabkan darah tertumpuk di

area dengan gaya gravitasi paling tinggi sehingga terjadi

perembesan plasma di jaringan interstisial ekstremitas inferior yang

menyebabkan timbulnya edema di tungkai.

Nyeri ulu hati pada pasien dengan gagal jantung kemungkinan

besar disebabkan karena adanya adanya hepatomegali akibat dari

gagal jantung kanan. Adanya hambatan darah untuk masuk ke

jantung kanan menyebabkan darah terbendung di vena porta

hepatica dan timbullah hepatomegali. Sebelum adanya pemeriksaan

hepar lebih lanjut, nyeri ulu hati juga dapat diduga akibat adanya

tukak lambung.

Lemah dan letih dapat timbul karena hipoksia jaringan

Batuk tanpa dahak dapat timbul sebagai bentuk kompensasi untuk

mendapatkan oksigen yang cukup

Pemeriksaan Fisik

Dari pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh dokter UGD, hanya ditemukan

keabnormalan pada tekanan vena jugularis dan kondisi ekstremitas (edema

tungkai).

Peningkatan JVP juga merupakan tanda dari gagal jantung kanan.

Darah dari vena jugularis tidak dapat memasuki atrium kanan

sehingga timbullah bendungan yang menyebabkan tekanannya

meningkat.

12

Selain pemeriksaan fisik di atas, sebaiknya juga dilakukan pemeriksaan fisik

abdomen untuk mengecek adanya hepatomegali karena pasien gagal jantung

kemungkinan besar juga mengalami hepatomegali.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan oleh dokter UGD adalah

elektrokardiogram dan pemeriksaan darah lengkap. EKG merupakan pemeriksaan

awal yang relatif cepat untuk menilai kondisi jantung dan kelistrikannya. Pada

pemeriksaan EKG yang dilakukan pada pasien, didapatkan hasil sebagai berikut :

Irama sinus : karena adanya P yang diikuti QRS

Abnormalitas atrium kiri : dari adanya P mitral di V5

Deviasi aksis jantung kiri : karena L1 + sedangkan aVF -

Abnormalitas T di lead lateral (T inversi L1-aVL) : Hipertrofi ventrikel

kiri

Abnormalitas QRS-T : dugaan iskemia, infark, atau gangguan ventrikel

Q patologis V1-V4: Kerusakan myokardium anteroseptal (infark

myokardium)

Interval QT memanjang : dugaan bradikardia atau hipokalsemia

Dari hasil yang didapatkan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

Tidak terdapat kasus aritmia pada pasien

Terjadi hipertrofi jantung kiri (atrium dan ventrikel) yang diikuti dengan

deviasi aksis jantung kiri. Hal ini timbul karena kompensasi jantung

untuk meningkatkan stroke volume sehingga timbullah hipertrofi

myokardium dan kemudian terjadi pembesaran pada jantung

(kardiomegali). Namun, seiring dengan bertambahnya ukuran

myokardium, kekuatan kontraksinya akan semakin berkurang, sehingga

kepayahan jantung akan semakin parah.

Terdapat dugaan infark pada myokardium, yang mungkin terjadi

berkaitan dengan kepayahan myokardium. Hal ini bisa diperparah dengan

kemungkinan faktor resiko hiperlipidemia yang merupakan faktor resiko

utama penyakit – penyakit jantung.

13

Terdapat dugaan hipokalsemia. Hal ini bisa disebabkan karena elektrolit

yang semakin berkurang akibat kebocoran plasma ke jaringan interstisial.

Menurut Manurung (2009) selain pemeriksaan EKG, pemeriksaan penunjang

yang diperlukan dalam kasus gagal jantung akut di antaranya adalah :

1. Foto thorax

Untuk menilai derajat kongesti paru, dan untuk mengetahui adanya

kelainan jantung dan paru yang lain seperti efusi pleura, infiltrat, atau

kardiomegali.

2. Analisis gas darah arteri

Untuk menilai keseimbangan oksigenasi (PO2), fungsi respirasi (PCO2),

dan juga keseimbangan asam basa (pH) darah.

3. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap, urea, kreatinin, gula darah, enzim jantung, dan

lain sebagainya perlu untuk dilakukan sesuai dengan keadaan pasien. Pada

pasien Tn. SS perlu juga untuk dilakukan pemeriksaan kadar lipid karena

telah didapatkan gambaran infark myokardium pada pemeriksaan EKG

sehingga pengontrolan konsumsi lemak diharapkan dapat mencegah

timbulnya penyakit jantung koroner.

4. Natriuretic peptide

Kadar BNP dan NT-pro BNP meningkat lebih dari 100 pg/ml pada pasien

gagal jantung.

5. Ekokardiografi

Untuk mengevaluasi dan memonitor fungsi sistolik ventrikel, fungsi

diastolik ventrikel, kelainan perikardium, stroke volume, tekanan arteri

pulmonalis, dsb.

Diagnosis

Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah suatu

kondisi dimana jantung mengalami kegagalan secara fungsi dan struktural untuk

memompakan darah yang membawa oksigen ke seluruh tubuh (ESC, 2012).

14

Menurut kriteria Firmingham, terdapat beberapa tanda dan gejala untuk

menegakkan diagnosis gagal jantung :

Kriteria major:

- Paroksismal nokturnal dispnea

- Distensi vena leher

- Ronki paru

- Kardiomegali

- Edema paru akut

- Gallop S3

- Peninggian tekanan vena jugularis

- Refluks hepatojugular

Kriteria minor:

- Edema ekstremitas

- Batuk malam hari

- Dispnea d’effort

- Hepatomegali

- Efusi pleura

- Penurunan kapasitas vital paru 1/3 dari normal

- Takikardia (120x/menit)

Major atau minor :

- Penurunan BB ≥ 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan

- Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2

kriteria minor

Menurut New York Heart Association (NYHA), terdapat beberapa klasifikasi

gagal jantung berdasarkan keterbatasan aktivitasnya, munculnya gejala pada

aktivitas biasa, dan kondisi pasien saat istirahat.

15

Keterbatasan

aktivitas

Munculnya gejala

saat aktivitas biasa

Kondisi pasien saat

istirahat

Klasifikasi

Tidak ada Tidak ada Nyaman I

Sedikit Mulai muncul Nyaman II

Terlihat nyata Gejala mulai

muncul ketika

aktivitas

diturunkan

Nyaman III

Tidak dapat

melakukan

aktivitas

apapun

Tidak nyaman

dengan aktivitas

apapun

Gejala timbul bahkan

saat istirahat

IV

Pada pasien dalam kasus, gejala dan tanda yang muncul secara nyata adalah

dyspnea, orthopnea, edema tungkai, peningkatan JVP, kardiomegali, dan dugaan

hepatomegali (dari gejala nyeri ulu hati), sehingga dari kriteria Firmingham sudah

dapat ditegakkan diagnosis Congestive Heart Failure, dan berdasarkan klasifikasi

NYHA gejala – gejala pasien yang tetap timbul pada saat pasien beristirahat

termasuk dalam kriteria NYHA IV.

Diagnosis banding asma bronkiale dapat disingkirkan karena :

- Pasien sebelumnya tidak pernah memiliki riwayat sesak napas karena

alergi

- Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya wheezing

Tatalaksana

Terapi yang diberikan oleh pasien saat di UGD adalah sebagai berikut :

1. O2 3lpm

Untuk mencegah hipoksemia dan untuk mencapai saturasi oksigen

arterial ≥ 95%

16

2. IVFD D5 Mikro

Intravena fluid dextrose 5% mengandung 50 gr glukosa anhydrate

per 1000 ml cairan yang diberikan. Infus ini diberikan untuk

menggantikan cairan dan kalori yang dikeluarkan.

3. Inj. Ranitidin 1A/12 jam

Ranitidin merupakan antagonis reseptor H2 yang berfungsi untuk

menurunkan sekresi asam lambung. Obat ini diberikan karena

ditemukan keluhan nyeri ulu hati pada pasien.

Dosis Ranitidin per ampul (2 ml) adalah 50 mg, yang diberikan tiap

12 jam untuk jalur pemberian dengan bolus. Encerkan dengan NaCl

0,9% hingga volume mencapai 20 ml, setelah itu diberikan dengan

kecepatan tidak lebih dari 4 ml/menit (waktu pemberian adalah 5

menit)

4. Inj. Lasix 1A/12 jam

Injeksi Lasix per 1 ampul mengandung 250 mg (25 ml) furosemide

Berfungsi untuk menghambat reabsorpsi sodium dan air di lengkung

ascenden angsa Henle dan tubulus convolutus proximal sehingga

diharapkan terjadi diuresis dan edema akan berkurang

Tiap 1 ampul Lasix diencerkan dengan larutan RL dan dextrose (1:1)

hingga mencapai volume 250 ml. Berikan dengan kecepatan

maksimum 4 ml/menit selama 60 menit.

5. CPG 1x1

Clopidogrel merupakan agen inhibitor agregasi platelet di pembuluh

darah

Dosis dewasa yang diberikan adalah 75 mg/hari

6. Aspilet 1x1

Tiap 1 tablet Aspilet mengandung 80 mg asam asetilsalisilat

Berfungsi sebagai anti inflamasi non-steroid

Obat ini merupakan kontraindikasi untuk pasien dengan penyakit

asma dan tukak lambung.

17

Terapi yang akan diberikan dibangsal rawat inap:

Monitor TTV

Untuk mengevaluasi dan memonitor tanda – tanda vital secara

intensif

IVFD D5:RL=12 tpm makro

Untuk menjaga pasokan cairan dan kalori berkaitan dengan

penggunaan diuretik

Inj. Ranitidin 1A/12 jam

Untuk mengurangi keluhan nyeri ulu hati

Inj. Lasix 1A/12 jam

Untuk mengurangi edema paru dan ekstremitas

Cefotaxim 1gr/12jam

Merupakan antibiotik golongan Cefalosporin generasi III

Untuk mencegah timbulnya infeksi nosokomial lanjutan

Dosis untuk dewasa 1 g/12 jam

Digoxin 2x1

Digoxin diberikan pada pasien gagal jantung untuk memperkuat

kontraksi myokardium dan juga untuk menjaga irama tetap sinus.

Dosis dewasa adalah 2x sehari 1 tablet (0,25 mg)

Dexa 1A/8jam

Dexamethasone merupakan anti inflamasi non steroid yang banyak

digunakan dalam kasus sesak napas

Dosis dalam ampul adalah 5mg/ml, yang diberikan setiap 6-8 jam

18

ISDN 2x1

Menstimulasi c-GMP sehingga terjadi relaksasi otot polos baik arteri

maupun vena, sehingga terjadi dilatasi dan tahanan vaskuler

berkurang sehingga memperlancar aliran darah

Dosis dewasa adalah 3-4x/hari 1 tablet 20 mg

GG100 3x1

Merupakan gabungan dari acetaminophen 650 mg/propoxyphene 100

mg yang merupakan analgetik golongan narkotik.

Dapat digunakan hingga per 4 jam dalam sehari jika nyeri yang

dirasakan sangat hebat

Menurut European Society of Cardiology dalam guidelinenya ESC

Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure

2012, algoritma untuk penatalaksanaan gagal jantung akut adalah sebagai berikut :

19

20

Prognosis

Pasien CHF yang masuk UGD dengan kondisi syok kardiogenik memiliki

prognosis yang paling buruk. Selain dari kondisi tersebut, rata – rata pasien CHF

memiliki angka kematian di rumah sakit yang rendah dan dapat pulang ke rumah

dalam kondisi asimtomatik. Namun, kasus CHF tidak dapat kembali seperti

semula, sehingga pengobatan rawat jalan yang diberikan hanya berfungsi untuk

memperbaiki kualitas hidup dan mencegah timbulnya komplikasi – komplikasi

akibat kegagalan jantung memompa darah secara adekuat ke seluruh tubuh.

21

IV. Refleksi Sikap Profesionalisme Dokter di UGD Rumah Sakit Umum

Daerah Muntilan

Dokter jaga UGD di RSUD Muntilan terdiri dari 2-3 orang pada setiap

shiftnya. Pelayanan yang diberikan oleh dokter terlihat sigap dan cukup cekatan.

Dalam penggalian informasi saat anamnesis dokter terlihat cukup empati, namun

informasi – informasi yang digali kurang mendalam dan anamnesis hanya

dilakukan dalam waktu yang singkat.

22

V. Dokumentasi Kunjungan dan Berkas

Gambar 1. Ruang Triase

Gambar 2. Ruang

Resusitasi

23

Gambar 3. Perlengkapan Ruang Resusitasi dan Tindakan Non-Bedah

Gambar 4. Hasil Elektrokardiogram Pasien

24

Gambar 5. Rekam Medis Pasien

25

DAFTAR PUSTAKA

Manurung, D., 2009. Gagal Jantung Akut : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Interna Publishing : Jakarta.

McMurray, J., et al. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and

chronic heart failure 2012, European Heart Journal 2012;33:1787-1847.

Gunawan, S., et al., 2009. Farmakologi dan Terapi. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.

Panggabean, M., 2009. Gagal Jantung : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna

Publishing : Jakarta.

Yancy, C., et al. 2013 ACCF/AHA Guideline for the Management of Heart

Failure: A Report of the American College of Cardiology Foundation/American

Heart Association Task Force on Practice Guidelines 2013, Circulation

2013;128:e240-e327.

26

27