seminar gadar

32
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Paru Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3 mm. Pembentukan paru di mulai dari sebuah Groove yang berasal dari Foregut. Selanjutnya pada Groove ini terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu jaringan yang disebut Primary Lung Bud. Bagian proksimal foregut membagi diri menjadi 2 yaitu esophagus dan trakea. Pada perkembangan selanjutnya trakea akan bergabung dengan primary lung bud. Primary lung bud merupakan cikal bakal bronchi dan cabang- cabangnya. Bronchial-tree terbentuk setelah embrio berumur 16 minggu, sedangkan alveoli baru berkembang setelah bayi lahir dan jumlahnya terus meningkat hingga anak berumur 8 tahun. Ukuran alveol bertambah besar sesuai dengan perkembangan dinding toraks. Jadi, pertumbuhan dan perkembangan paru berjalan terus menerus tanpa terputus sampai pertumbuhan somatic berhenti. Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, dan paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui paru-paru

Upload: nurul-fahmi-rizka-laily

Post on 08-Nov-2015

270 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

gadar

TRANSCRIPT

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi ParuParu manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3 mm. Pembentukan paru di mulai dari sebuah Groove yang berasal dari Foregut. Selanjutnya pada Groove ini terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu jaringan yang disebut Primary Lung Bud. Bagian proksimal foregut membagi diri menjadi 2 yaitu esophagus dan trakea. Pada perkembangan selanjutnya trakea akan bergabung dengan primary lung bud. Primary lung bud merupakan cikal bakal bronchi dan cabang-cabangnya. Bronchial-tree terbentuk setelah embrio berumur 16 minggu, sedangkan alveoli baru berkembang setelah bayi lahir dan jumlahnya terus meningkat hingga anak berumur 8 tahun. Ukuran alveol bertambah besar sesuai dengan perkembangan dinding toraks. Jadi, pertumbuhan dan perkembangan paru berjalan terus menerus tanpa terputus sampai pertumbuhan somatic berhenti. Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, dan paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan external, oksigen di pungut melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli dan dapat erat hubungan dengan darah didalam kapiler pulmunaris. Universitas Sumatera Utara Hanya satu lapis membran yaitu membran alveoli, memisahkan oksigen dan darah oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mm hg dan tingkat ini hemoglobinnya 95%. Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan. Metabolisme menembus membran alveoli, kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronchial, trakea, dinafaskan keluar melalui hidung dan mulut.

2.2 Fisiologi ParuUdara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi, volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga (Price,1994) Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi (Price,1994) Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 m). Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami penurunan sampai sekiktar 103 mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi anatomic saluran udara dan dengan uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus yang jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus. Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir (Price,1994) Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di kapiler darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total waktu kontak selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru normal memiliki cukup cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit misal; fibosis paru, udara dapat menebal dan difusi melambat sehingga ekuilibrium mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu berolahraga dimana waktu kontak total berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi tidak diakui sebagai faktor utama (Rab,1996).2.3 Konsep Fraktur Costa2.3.1 PengertianCosta merupakan salah satu komponen pembentuk rongga dada yangmemiliki fungsi untuk memberikan perlindungan terhadap organ didalamnya danyang lebih penting adalah mempertahankan fungsi ventilasi paru.Fraktur Costa adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang / tulang rawanyang disebabkan oleh rudapaksa pada spesifikasi lokasi pada tulang costa. Frakturcosta akan menimbulkan rasa nyeri, yang mengganggu proses respirasi, disampingitu adanya komplikasi dan gangguan lain yang menyertai memerlukan perhatiankhusus dalam penanganan terhadap fraktur ini. Pada anak fraktur costa sangatjarang dijumpai olehkarena costa padaanak masih sangatlentur.

2.3.2 EtiologiCosta merupakan tulang pipih dan memiliki sifat yang lentur. Oleh karenatulang ini sangat dekat dengan kulit dan tidak banyak memiliki pelindung, makasetiap ada trauma dada akan memberikan trauma juga kepada costa. Fraktur costadapat terjadi dimana saja disepanjang costa tersebut.Dari keduabelas pasang costa yang ada, tiga costa pertama paling jarang mengalami fraktur hal ini disebabkankarena costa tersebut sangat terlindung. Costa ke 4-9 paling banyak mengalamifraktur, karena posisinya sangat terbuka dan memiliki pelindung yang sangat sedikit,sedangkan tiga costa terbawah yakni costa ke 10-12 juga jarang mengalami frakturoleh karena sangat mobile.Secara garis besar penyebab fraktur costa dapat dibagi dalam 2 kelompok :1. Disebabkantraumaa. Trauma tumpulPenyebab trauma tumpul yang sering mengakibatkan adanya frakturcosta antara lain: Kecelakaan lalulintas, kecelakaan pada pejalankaki,jatuhdariketinggian.b. Trauma TembusPenyebab trauma tembus yang sering menimbulkan fraktur costa:Lukatusuk dan luka tembak.Trauma tajam lebih jarang mengakibatkan fraktur iga, oleh karenaluas permukaan trauma yang sempit, sehingga gaya trauma dapat melalui selaiga. Fraktur iga terutama pada iga IV-X (mayoritas terkena). Perlu diperiksa adanya kerusakan pada organ-organ intra-toraks dan intra abdomen.Kecurigaan adanya kerusakan organ intra abdomen (hepar atau spleen) bilaterdapat fraktur pada iga VIII-XII. Kecurigaan adanya trauma traktusneurovaskular utama ekstremitas atas dan kepala (pleksus brakhialis,subklavia),bila terdapat fraktur pada iga I-III atau fraktur klavikulab.2. DisebabkanbukantraumaYang dapat mengakibatkan fraktur costa ,terutama akibat gerakanyang menimbulkan putaran rongga dada secara berlebihan atau oleh karenaadanya gerakan yang berlebihan dan stress fraktur,seperti pada gerakanolahraga : Lempar martil, soft ball, tennis, golf

2.2.4 Klasifikasi1. Menurut jumlahcosta yangmengalami fraktur dapat dibedakan:a. Fraktur simpleb. Fraktur multipleb. 2. Menurut jumlahfraktur padasetiap costadapat :a. Fraktur segmentalb. Fraktur simplec. Fraktur comminutif3. Menurutletakfrakturdibedakan:a. Superior (costa 1-3 )b. Median (costa 4-9)c. Inferior (costa 10-12 )4. Menurutposisi:a. Anterialb. Lateralc. Posterior.5. Fraktur costaatas(1-3)danfraktur Skapulaa. Akibat dari tenaga yang besarb. Meningkatnya resiko trauma kepala dan leher, spinal cord, paru,pembuluh darah besarc. Mortalitas sampai 35%.6. FrakturCostaetengah(4-9):a. Peningkatan signifikansi jika multiple. Fraktur kosta simple tanpakomplikasi dapat ditangani pada rawat jalan.b. MRS jika pada observasic. Penderita dispneud. Mengeluh nyeri yang tidak dapat dihilangkane. Penderita berusia tuaf. Memiliki preexisting lung function yang buruk7. FrakturCostaebawah(10-12):Terkait dengan resiko injury pada hepar dan spleen2.2.5 PatofisiologiFraktur costa dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arahdepan,samping ataupun dari arah belakang.Trauma yang mengenai dada biasanyaakan menimbulkan trauma costa,tetapi dengan adanya otot yang melindungi costapada dinding dada,maka tidak semua trauma dada akan terjadi fraktur costa.Pada trauma langsung dengan energi yang hebat dapat terjadi fraktur costapada tempat traumanya .Pada trauma tidak langsung, fraktur costa dapat terjadiapabila energi yang diterimanya melebihi batas tolerasi dari kelenturan costatersebut.Seperti pada kasus kecelakaan dimana dada terhimpit dari depan danbelakang,maka akan terjadi fraktur pada sebelah depan dari angulus costa,dimanapada tempat tersebut merupakan bagian yang paling lemah. Frakturcosta yang displace akan dapat mencederai jaringan sekitarnya atau bahkan organ dibawahnya.Fraktur pada costa ke 4-9 dapat mencederaia.intercostalis ,pleura visceralis,paru maupun jantung, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya hematotoraks, pneumotoraks ataupun laserasi jantung.2.2.6 Manifestasi Klinis1. SesaknapasPada fraktur costa terjadi pendorongan ujung-ujung fraktur masuk ke rongga pleura sehingga mengakibatkan terjadinya kerusakan struktur danjaringanpadaronggadadalaludapatterjadipneumothoraksdan hemothoraks yang akan menyebabkan gangguan ventilasi sehingga menyebabkan terjadinya sesak napas.2. Tanda-tandainsuffisiensipernapasanSianosis,takipneaPada fraktur costa terjadi gangguan pernapasan yang disertaimeningkatnya penimbunan CO2 dalam darah (hiperkapnia) yangbermanifestasi menjadi sianosis.3. NyeritekanpadadindingdadaPada fraktur costa terjadi pendorongan ujung-ujung fraktur masuk kerongga pleura sehingga mengakibatkan terjadinya kerusakan struktur dan jaringanpadaronggadadadanterjadistimulasipadasarafsehingga menyebakan terjadinya nyeri tekan pada dinding dada.4. KadangakantampakketakutandankecemasanRasa takut dan cemas yang dialami pada pasien fraktur costa diakibatkan karena saat bernapas akan bertambah nyeri pada dada5. Adanyagerakanparadoksa2.2.7 Pemeriksaan Diagnostik1. RontgenstandarRontgen thorax anteroposterior dan lateral dapat membantu diagnosis hematothoraks dan pneumothoraks ataupun contusio pulmonum,mengetahui jenis dan letak fraktur costae. Foto oblique membantu diagnosisfraktur multiple pada orang dewasa. Pemeriksaan Rontgen toraks harus dilakukan untuk menyingkirkan cedera toraks lain, namun tidak perlu untuk identifikasi fraktur iga2. EKG3. Monitor lajunafas,analisisgasdarah4. Pulseoksimetri2.2.8 KomplikasiKomplikasi yang timbul akibat adanya fraktur costa dapat timbul segera setelah terjadi fraktur, atau dalam beberapa hari kemudian setelah terjadi. Besarnya komplikasi dipengaruhi oleh besarnya energi trauma dan jumlah costae yangpatah.Gangguanhemodinamikmerupakantandabahwaterdapatkomplikasiakibatfrakturcostae. Pada fraktur costa ke 1-3 akan menimbulkan cedera pada vasa dan nervus subclavia, fraktur costa ke 4-9 biasannya akan mengakibatkan cedera terhadap vasa dan nervus intercostalis dan juga pada parenkim paru, ataupun terhadap organ yang terdapat di mediastinum, sedangkan fraktur costa ke 10-12 perlu dipikirkan kemungkinan adanya cedera pada diafragma dan organ intraabdominal seperti hati, limpa, lambung maupun usus besar. Pada kasus fraktur costa simple pada satu costa tanpa komplikasi dapat segera melakukan aktifitas secara normal setelah 3-4 minggu kemudian, meskipun costa baru akan sembuh setelah 4-6 minggu. Komplikasi awal : Pneumotoraks, effusi pleura, hematotoraks, dan flail chest, sedangkan komplikasi yang dijumpai kemudian antara lain contusio pulmonum, pneumonia dan emboli paru. Flail ches tdapat terjadi apabila terdapat fraktur dua atau lebih dari costa yang berurutan dan tiap-tiap costa terdapat fraktur segmental,keadaan ini akan menyebabkan gerakan paradoksal saat bernafas dandapat mengakibatkan gagal nafas.2.2.9 Penanganan1. PreHospital:Padatahapinitindakanterhadappasienterutamaditujukanuntukmemperbaikisuplai oksigenasi2. Penanganan pada saat di ruang UGDTindakandaruratterutamaditujukanuntukmemperbaikijalannafas, pernafasandan sirkulasinya ( Airway, Breath dan circulation). Fraktur costa simple 1-2 buah terapi terutama ditujukan untuk menghilangkan nyeri dan memberikan kemudahan untuk pembuangan lendir/dahak, namun sebaiknya jangan diberikan obat mucolitik, yang dapat merangsang terbentuknya dahak dan malah menambah kesulitan dalam bernafas. Fraktur 3 buah costa atau lebih dapat dilakukan tindakan blok saraf, namun pada tindakan ini dapat menimbulkan komplikasi berupa pneumotoraks dan hematotoraks, sedangkan fraktur costa lebih dari empat buah sebaiknya diberikan terapi dengan anastesi epidural dengan menggunakan morphin atau bupivacain 0,5%. Pada saat dijumpai flail chest atau gerakan paradoksal, segera dilakukan tindakan paddinguntuk menstabilkan dinding dada, bahkan kadang diperlukan ventilator untuk beberapa hari sampai didapatkan dinding dada yang stabil3. Penanganan di ruang rawat inapPada fraktur costa yang simple tanpa komplikasi dapat dirawat jalan, sedangkan pada pasien dengan fraktur multiple dan kominutif serta dicurigai adanya komplikasi perlu perawatan di RS. Pasien yang dirawat di RS perlu mendapatkan analgetik yang adekuat, bahkan kadang diperlukan narkotik, dan yang jugapenting untuk ini adalah pemberianlatihan nafas (fisioterapinafas). Fraktur costa dengan komplikasi kadang memerlukan terapi bedah, dapat dilakukan drainase atautorakotomi,untukituevaluasiterhadapkemungkinanadanyakomplikasiharusselalu dilakukan secara berkala dengan melakukan foto kontrol pada 6 jam,12 jam dan 24 jam pertama.4. Penanganandirawat jalanPenderita rawat jalan juga tetap memprioritaskan pemberian analgetik yang adekuat untukmemudahkan gerakan pernafasan. Latihan nafas harus selalu dilakukan untuk memungkinkanpembuangan dahak2.3 Trauma Thoraks2.3.1 Tension PneumothoraksTension pneumothoraks terjadi akibat kebocoran udara one-way valve dari paru atau melalui dinding toraks. Udara didorong masuk kedalam rongga toraks tanpa ada celah untuk keluar sehingga memicu paru kolaps. Mediastinum terdorong ke sisi berlawanan. Terjadi penurunan aliran darah balik vena dan penekanan pada paru di sisi yang berlawanan. Penyebab utama tension pneumothoraks adalah ventilasi mekanik dengan ventilasi tekanan positif pada pasien dengan trauma pleural visceral. Tension pneumothoraks juga dapat terjadi sebagai komplikasi dari simple pneumothoraks pasca trauma tumpul atautembus toraks dimana parenkim paru gagal untuk mengembang atau pascca penyimpangan pemasangan kateter vena subklavia atau jugularis interna. Defek traumatik pada toraks juga dapat memicu tension pneumotoraks jika tidak ditutup dengan benar dan jika defek tersebut memicu tejadinya mekanisme flap-valve. Tension pneumothoraks juga dapat terjadi akibat penyimpangan letak pasca fraktur tulang belakang torakal. Tension pneumothoraks merupakan diagnosis klinis yang mencermikan kondisi udara dibawah tekanan dalam ruang pleura. Tatalaksana tidak boleh ditunda karena menunggu konfirmasi radiologi selesai. Tension pneumothoraks ditandai dengan beberapa tanda dan gejala berikut ini : nyeri dada, air hunger, distress napas, hipotensi, takikardia, deviasi trakhea, hilangnya suara napas pada salah satu sisi atau unilateral, distensi vena leher dan sianosis sebagai manifestasi lanjut. Tanda tension pneumothoraks ini dapat dikacaukan oleh tamponade jantung akibat adanya kemiripan. Kedua kasus ini dapaat dibedakan dengan adanya hipersonansi pada perkusi atau suara napas yang menghilang pada hemithoraks yang sakit.Tension pneumothoraks memerlukan dekompresi segera dan ditatalaksana awal dengan cepat melalui penusukan jarum kaliber besar pada ruang interkostal kedua pada garis midklavikular dari hemithoraks yang sakit.2.3.2 Open PneumothoraksDefek besar dinding toraks yang tetap terbuka dapat memicu open pneumotoraks atau sucking chest wound. Keseimbangan antara tekanan intratorakal dan atmosfer segera tercapai. Jika lubang dinding toraks berukuran sekitar dua pertiga dari diameter trakea, udara mengalir melalaui defek dinding toraks pada setiap upaya pernapasan karena udara cenderung mengalir kelokasi yang tekanan nya lebih rendah. Ventilasi efektif akan terganggu sehingga memicu terjadinya hipoksia dan hiperkarbia. Penatalaksanaan awal dari open pneumotoraks dapat tercapai dengan menutup defek tersebut dengan occlusive dressing yang steril. Penutup ini harus cukup besar untuk menutupi seluruh luka dan kemudian direkatkan pada tiga sisi untuk memberikan feel flutter type valve.2.3.3 Flail Chest dan Kontusio ParuFlail chest terjadi saat sebuah segmen dinding toraks tidak memiliki kontinuitas tulang sehingga terjadi defek pada thoracic cage. Kondisi ini biasanya terjadi akibat trauma terkait fraktur costae multipel- yaitu dua atau lebih tulang iga mengalami fraktur pada dua tempat atau lebih. Adanya segment flail chest menyebabkan gangguan pergerakan dinding dada yang normal. Jika trauma yang mengenai paru cukup bermakna maka dapat terjadi hipoksia. Kesulitan utama flail chest diakibatkan oleh trauma pada paru (kontusio paru).Walaupun instabilitas dinding dada memicu pergerakan paradoksal dinding dada pada saat inspirasi dan ekspirasi, defek ini sendiri tidak menyebabkan hipoksia. Ketrebatasan pergerakan dinding dada disertai nyeri dan trauma paru yang mendasari merupakan penyebab penting hipoksia. Flail chest mungkin tampak kurang jelas pada awalnya karena adanya splinting pada dinding toraks. Pernapasan pasien berlangsung lemah dan pergerakan toraks tampak asimetris dan tidak terkoordinasi. Palpasi dari gangguan pergerakan respirasi dan krepitasi tulang iga atau fraktur kartilago dapat menyokong diagnosis. Pada pemeriksaan rontgen toraks akan ditemui fraktur costae multipel tetapi dapt juga tidak dijumpai pemisahan costochondral. Analis gas darah arteri yang menunjukkan ada hipoksia juga akan membantu menegakkkan diagnosis flail chest.Penatalaksanaan definitif meliputi pemberian oksigenasi secukupnya, pemberian cairan secara bijaksana dan analgesia untuk memperbaiki ventilasi. Pemberian analgesia dapat dilakukan dengan pemberian narkotikaintravena atau berbagai metode anestesi lokal yang tidak berpotensi memicu depresi pernapasan seperti pada pemberian narkotika sistemik.Pemilihan anestesi lokal yang meliputi blok saraf intermitten pada intercostal, intrapleural, ekstrapleural, dan anetesi epidural. Bila digunakan dengan tepat agen anestesi lokal dapat memberikan analgesia yang sempurna dan menekan perlunya dilakukan intubasi. Pencegahan hipoksia juga merupakan bagian penting dalam penanganan pasien trauma dimana intubasi dan ventilasi pada periode waktu yang singkat diperlukan hingga diagnosis pola trauma secara keseluruhan lengkap. Penilaian yang teliti akan kecepatan pernapasan, tekanan oksigen arterial dan kemampuan pernapasan menjadi indikasi waktu pemasangan intubasi dan ventilasi.2.3.4 Hemothoraks MasifHemotoraks masif terjadi akibat akumulasi cepat lebih dari 1500 ml darah atau satu pertiga atau lebih volume darah pasien dalam rongga toraks. Biasanya terjadi akibat luka tembus yang merobek pembuluh darah sistemik atau hilar. Hemotoraks masif juga dapat terjadi akibat trauma tumpul. Akumulasi darah dan cairan dalam hemitoraks dapat mengganggu upaya pernapasan dengan menekan paru dan mencegah ventilasi yang adekuat. Akumulasi akut darah secara dramatis dapat bermanifestasi sebagai hipotensi dan syok.2.4 Konsep Asuhan Keperawatan2.4.1 PengkajianBerdasarkan letak fraktur maka dapat dibagi menjadi:1. Fraktur 1-2 igatanpa adanyapenyulit/kelainan lain:konservatif (analgetika)2. Fraktur > 2 iga : waspadai kelainan lain (edema paru, hematotoraks,pneumotoraks)3. Penatalaksanaan pada fraktur igamultipel tanpa penyulitpneumotoraks, hematotoraks, atau kerusakan organ intratoraks lain, adalah:a. Analgetik yang adekuat (oral/ iv / intercostal block)b. Bronchial toiletc. Cek Lab berkala : Hb, Ht, Leko, Tromb, dan analisa gas darahd. Cek Foto Ro berkala Dengan blok saraf interkostal, yaitu pemberian narkotik ataupun relaksan otot merupakan pengobatan yang adekuat. Pada cedera yang lebih hebat, perawatan rumah sakit diperlukan untuk menghilangkan nyeri, penanganan batuk, dan pengisapan endotrakeal.Berdasarkan tahapan penatalksanaan1. Primarysurveya. Airway dengan kontrol servikalPenilaian:1) Perhatikan patensi airway (inspeksi, auskultasi, palpasi)2) Penilaian akan adanya obstruksi3) Management: Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-lineimmobilisasi, bersihkan airway dari benda asingb. BreathingdanventilasiPenilaian :1) Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrolservikal in-line immobilisasi2) Tentukan laju dan dalamnya pernapasan3) Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinanterdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak,pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya.4) Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor5) Auskultasi thoraks bilateralManagement:1) Pemberian oksigen2) Pemberian analgesia untuk mengurangi nyeri dan membantupengembangan dada: Morphine Sulfate. Hidrokodon atau kodein yangdikombinasi denganaspirin atau asetaminofen setiap 4 jam.3) Blok nervus interkostalis dapat digunakan untuk mengatasi nyeri beratakibat fraktur costaeBupivakain (Marcaine) 0,5% 2 sampai 5 ml, diinfiltrasikan disekitar n. interkostalis pada costa yang fraktur serta costa-costa di atasdan di bawah yang cedera. Tempat penyuntikan di bawah tepi bawahcosta, antara tempat fraktur dan prosesus spinosus. Jangan sampaimengenai pembuluh darah interkostalis dan parenkim paru4) Pengikatan dada yang kuat tidak dianjurkan karena dapat membatasipernapasanc. CirculationdengankontrolperdarahanPenilaian1) Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal2) Mengetahui sumber perdarahan internal3) Periksa nadi: kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus.Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertandadiperlukannya resusitasi masif segera.4) Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.5) Periksa tekanan darah Management:1) Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal2) Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampeldarah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah (BGA).3) Beri cairan kristaloid 1-2 liter yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat4) Transfusi darah jika perdarahan masif dan tidak ada respon osterhadap pemberian cairan awal.5) Pemasangan kateter urin untuk monitoring indeks perfusi jaringand. Disability1) Menilai tingkat kesadaran memakai GCS2) Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, refleks cahaya dan awasitanda-tanda lateralisasi.e. Exposure/environment1) Buka pakaian penderita2) Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan temapatkan padaruangan yang cukup hangat.Tambahan primary survey3) Pasang monitor EKG4) Kateter urin dan lambung5) Monitor laju nafas, analisis gas darah6) Pulse oksimetri7) Pemeriksaan rontgen standar8) Lab darahResusitasi fungsi vital dan re-evaluasi9) Penilaian respon penderita terhadap pemberian cairan awal10) Nilai perfusi organ (nadi, warna kulit, kesadaran, dan produksi urin) serta awasi tanda-tanda syok2. Secondary surveya. Anamnesis AMPLE dan mekanisme traumab. Pemeriksaan fisik1) Kepala dan maksilofasial2) Vertebra servikal dan leher3) Thorax4) Abdomen5) Perineum6) Musculoskeletal7) Neurologis8) Reevaluasi penderita2.4.2 Diagnosa Keperawatan1. Keperawatana.Nyeri akutb/d spasmeotot, gerakanfragmen tulang, edema, cederajaringanlunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.2. Risiko disfungsineurovaskuler periferb/dpenurunanaliran darah(cederavaskuler, edema, pembentukan trombus)3. Gangguan pertukarangasb/dperubahan alirandarah,emboli, perubahanmembran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)4. Gangguanmobilitas fisikb/dkerusakan rangkaneuromuskuler,nyeri, terapirestriktif (imobilisasi)5. Gangguan integritaskulit b/dfraktur terbuka,pemasangan traksi(pen, kawat,sekrup)6. Risiko infeksib/dketidakadekuatan pertahananprimer(kerusakan kulit,taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)7. Kurang pengetahuantentangkondisi, prognosis dankebutuhan pengobatanb/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasankognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada2.4.3 Intervensi Keperawatan1. Keperawatana.Nyeri akutb/d spasmeotot, gerakanfragmen tulang, edema, cederajaringanlunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.Tujuan:Klienmengatakannyeriberkurangatauhilangdenganmenunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur,istirahat dengan tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi danaktivitas trapeutik sesuai indikasi untuk situasi individualIntervensi KeperawatanRasional

1. Pertahankanimobilasasi bagianyang sakit dengan tirah baring, gips, bebatdan atau traksi2. Tinggikanposisiekstremitasyang terkena.

3. Lakukandanawasi latihan gerak pasif/aktif.

4. Lakukantindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan posisi)

5. Ajarkanpenggunaanteknik manajemen nyeri (latihan napas dalam, imajinasi visual, aktivitasdipersional)

6. Lakukankompresdingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai keperluan.7. Kolaborasipemberiananalgetiksesuai indikasi

8. Evaluasi keluhan nyeri (skala,petunjuk verbal dan non verval,perubahan tanda-tanda vital)1. Mengurangi nyeri danmencegah malformasi.

2. Meningkatkan aliran balikvena, mengurangi edema/nyeri.

3. Mempertahankan kekuatanotot dan meningkatkan sirkulasivaskuler.

4. Meningkatkan sirkulasiumum, menurunakan area tekananlokal dan kelelahan otot.5. Mengalihkan perhatianterhadap nyeri, meningkatkan kontrolterhadap nyeri yang mungkinberlangsung lama.

6. Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri.7. Menurunkan nyeri melaluimekanisme penghambatan rangsangnyeri baik secara sentral maupunperifer.8. Menilai perkembanganmasalah klien.

2. Risiko disfungsineurovaskuler periferb/dpenurunanaliran darah(cederavaskuler, edema, pembentukan trombus)Tujuan:Klienakanmenunjukkan fungsineurovaskuler baikdengankriteriaakral hangat, tidak pucat dan syanosis, bisa bergerak secara aktifIntervensi KeperawatanRasional

1. Dorongklienuntuksecara rutin melakukan latihan menggerakkanjari / sendi distal cedera2. Hindarkanrestriksisirkulasi akibat tekanan bebat / spalk yang terlalu ketat.

3. Pertahankanletaktinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi adanya sindroma kompartemen

4. Berikanobatantikoagulan (warfarin) biladiperlukan.

5. Pantaukualitasnadiperifer,aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan kulit distal cedera, bandingkan dengan sisi yang normal.1. Meningkatkan sirkulasi darahdan mencegah kekakuan sendi.

2. Mencegah stasis vena dansebagai petunjuk perlunyapenyesuaian keketatan bebat/spalk.3. Meningkatkan drainase venadan menurunkan edema kecualipadaadanyakeadaanhambatan aliran arteri yang menyebabkanpenurunan perfusi.4. Mungkin diberikan sebagaiupaya profilaktik untuk menurunkantrombus vena.5. Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan klien.

3. Gangguan pertukarangasb/dperubahan alirandarah,emboli, perubahanmembran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)Tujuan:Klienakanmenunjukkankebutuhanoksigenasiterpenuhidengan kriteria klien tidak sesak nafas, tidak cyanosis analisa gas darah dalambatas normalIntervensi KeperawatanRasional

1. Instruksikan / bantulatihan napas dalam dan latihan batuk efektif2. Lakukandanajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien.3. Kolaborasipemberianobat antikoagulan (warvarin, heparin) dan kortikosteroid sesuai indikasi.

4. Analisapemeriksaangas darah, Hb, kalsium, LED, lemak dan trombosit

5. Evaluasifrekuensipernapasan dan upaya bernapas, perhatikan adanya stridor, penggunaan otot aksesori pernapasan, retraksi sela iga dan sianosis sentral.

1. Meningkatkan ventilasialveolar dan perfusi.

2. Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru.3. Mencegah terjadinyapembekuandarahpadakeadaan tromboemboli. Kortikosteroid telah menunjukkan keberhasilan untukmencegah / mengatasi emboli lemak.4. Penurunan PaO2 danpeningkatanPCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas; anemia, hipokalsemia, peningkatan LED dan kadar lipase, lemak darah danpenurunantrombositseringberhubungan dengan emboli lemak.5. Adanyatakipnea,dispneadan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi pernapasan,

4. Gangguanmobilitas fisikb/dkerusakan rangkaneuromuskuler,nyeri, terapirestriktif (imobilisasi)Tujuan:Kliendapatmeningkatkan/mempertahankanmobilitaspadatingkat paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsionalmeningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuhmenunjukkan tekhnik yang memampukan melakukan aktivitasIntervensi KeperawatanRasional

1. Pertahankanpelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran, kunjungan teman / keluarga) sesuai keadaan klien.2. Bantulatihanrentanggerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun yang sehat sesuai keadaan klien.3. Berikanpapanpenyangga kaki, gulungan trokanter / tangan sesuai indikasi.4. Bantudandorongperawatan diri (kebersihan / eliminasi) sesuai keadaan klien.5. Ubahposisisecaraperiodik sesuai keadaan klien

6. Dorong / pertahankanasupan cairan 2000-3000 ml/hari.7. BerikandietTKTP.

8. Kolaborasipelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi.

9. Evaluasikemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi.1. Memfokuskan perhatian, meningkatkan rasa kontroldiri / harga diri, membantu menurunkan isolasi sosial.2. Meningkatkan sirkulasidarah muskuloskeletal, mempertahankan tonus otot, mempertahakan gerak sendi, mencegah kontraktur / atrofi dan mencegah reabsorbsi kalsiumkarena imobilisasi.3. Mempertahankan posisi fungsional ekstremitas.

4. Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuaikondisi keterbatasan klien.5. Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus, atelektasis,penumonia)6. Mempertahankan hidrasiadekuat, men-cegah komplikasiurinarius dan konstipasi.7. Kalori dan protein yangcukup diperlukan untuk prosespenyembuhandanmem-pertahankanfungsifisiologis tubuh.8. Kerjasama denganfisioterapis perlu untuk menyusunprogramaktivitasfisiksecaraindividual.9. Menilai perkembangan masalah klien.

5. Gangguan integritaskulit b/dfraktur terbuka,pemasangan traksi(pen, kawat,sekrup)Tujuan:Klienmenyatakanketidaknyamananhilang,menunjukkanperilakutekhnik untuk mencegah kerusakan kulit/memudahkan penyembuhan sesuaiindikasi, mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadiIntervensi KeperawatanRasional

1. Pertahankantempattiduryang nyaman dan aman (kering, bersih, alat tenun kencang, bantalan bawah siku, tumit).2. Masasekulitterutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebat / gips.

3. Lindungikulitdangipspada daerah perianal4. Observasikeadaankulit, penekanan gips / bebat terhadap kulit,insersi pen / traksi.1. Menurunkan risiko kerusakan/abrasi kulit yang lebih luas.

2. Meningkatkan sirkulasiperifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap tekanan yangrelatif konstan pada imobilisasi.3. Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibatkontaminasi fekal.4. Menilai perkembangan masalah klien.

6. Risiko infeksib/dketidakadekuatan pertahananprimer(kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif / traksi tulang)Tujuan:Klienmencapaipenyembuhanlukasesuaiwaktu,bebasdrainase purulen atau eritema dan demamIntervensi KeperawatanRasional

1. Lakukanperawatanpensteril dan perawatan luka sesuai protokol2. Ajarkanklienuntuk mempertahankan sterilitas insersipen.3. Kolaborasipemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi.

4. Analisahasil pemeriksaan laboratorium (Hitungdarah lengkap, LED, Kultur dan sensitivitas luka/serum/tulang)

5. Observasitanda-tandavitaldantanda-tandaperadangan lokal pada luka.1. Mencegah infeksisekunder dan mempercepatpenyembuhan luka.2. Meminimalkan kontaminasi.

3. Antibiotikaspektrumluas atau spesifik dapatdigunakan secara profilaksis, mencegah atau mengatasiinfeksi. Toksoid tetanus untukmencegah infeksi tetanus.4. Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi, anemia dan peningkatan LED dapat terjadi pada osteomielitis.Kulturuntukmengidentifikasi organismepenyebab infeksi.5. Mengevaluasiperkembangan masalah klien.

Edward Morgan Jr, Maged S Mikhail. Clinical Anesthesiology Fifth Edition a Lange Medical Book. 2013.Ipaktchi K, Arbabi S: Advance in burn critical care. Crit Care Med 2006; 34-S239Eddy Rahardjo. Kumpulan Materi Kuliah Kegawatdaruratan Anestesi untuk S1 Kedokteran Universitas Airlangga. 2012.De Jong W, Sjamsuhidajat R 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. Penerbit bukuKedokteran EGC. Jakarta.2.Rasjad C.R2003. Pengantar Ilmu BedahOrthopedi. Penerbit Bintang Lamumpatue.Makasar