gadar maternal

25
File Doc. Basic Maternal Life Support ( BMLS) Page 1 BAB 6 KEGAWATAN ANTENATAL 6.1. TUJUAN UMUM Diharapkan mampu mengetahui tentang kegawatan antenatal dan penanganannya 6.2. TUJUAN KHUSUS Mampu menguasai dan melakukan penanganan pada kegawatan Abortus (APB) Mampu mengetahui dan mempraktikan penanganan kegawatan Preeklamsi Mengetahui dan mengerti penanganan kegawatan Solusio Placenta Mampu menjelaskan dan melakukan penanganan kegawatan pada Placenta Previa 6.3 ABORTUS 6.3.1 Definisi Abortus adalah berakhirnya (termination) kehamilan sebelum kehamilan berusia 20 minggu yang ditandai dengan keluarnya fetus atau embrio yang belum viabel (belum mempunyai kemampuan hidup di dunia luar ) dari uterus ke dunia luar (Katz VL., 2007). Abortus dapat terjadi secara spontan (spontaneous abortion/miscarriage) ataupun melalui suatu induksi (induced abortion) dengan sengaja. Dalam bahasa sehari-hari, istilah "keguguran" biasanya digunakan untuk spontaneous abortion, sementara "aborsi" digunakan untuk induced abortion (Simpson JL, Jauniaux ERM., 2007). Terdapat beberapa istilah berdasarkan indikasi pelaksanaan aborsi, yaitu : 1. Therapeutic abortion: aborsi dilakukan karena kehamilan tersebut mengancam kesehatan jasmani atau rohani ibu, misalnya kehamilan akibat pemerkosaan. 2. Eugenic abortion: aborsi dilakukan terhadap janin yang cacat. 3. Elective abortion: aborsi dilakukan untuk alasan-alasan lain (Laurino MY, Bennett RL, Saraiya DS, et al., 2005)

Upload: cory-price

Post on 23-Nov-2015

81 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

  • File Doc. Basic Maternal Life Support ( BMLS) Page 1

    BAB 6

    KEGAWATAN ANTENATAL

    6.1. TUJUAN UMUM

    Diharapkan mampu mengetahui tentang kegawatan antenatal dan penanganannya

    6.2. TUJUAN KHUSUS

    Mampu menguasai dan melakukan penanganan pada kegawatan Abortus (APB)

    Mampu mengetahui dan mempraktikan penanganan kegawatan Preeklamsi

    Mengetahui dan mengerti penanganan kegawatan Solusio Placenta

    Mampu menjelaskan dan melakukan penanganan kegawatan pada Placenta Previa

    6.3 ABORTUS

    6.3.1 Definisi

    Abortus adalah berakhirnya (termination) kehamilan sebelum kehamilan berusia 20 minggu

    yang ditandai dengan keluarnya fetus atau embrio yang belum viabel (belum mempunyai

    kemampuan hidup di dunia luar ) dari uterus ke dunia luar (Katz VL., 2007). Abortus dapat terjadi

    secara spontan (spontaneous abortion/miscarriage) ataupun melalui suatu induksi (induced

    abortion) dengan sengaja. Dalam bahasa sehari-hari, istilah "keguguran" biasanya digunakan untuk

    spontaneous abortion, sementara "aborsi" digunakan untuk induced abortion (Simpson JL,

    Jauniaux ERM., 2007).

    Terdapat beberapa istilah berdasarkan indikasi pelaksanaan aborsi, yaitu :

    1. Therapeutic abortion: aborsi dilakukan karena kehamilan tersebut mengancam kesehatan

    jasmani atau rohani ibu, misalnya kehamilan akibat pemerkosaan.

    2. Eugenic abortion: aborsi dilakukan terhadap janin yang cacat.

    3. Elective abortion: aborsi dilakukan untuk alasan-alasan lain (Laurino MY, Bennett RL, Saraiya

    DS, et al., 2005)

  • File Doc. Basic Maternal Life Support ( BMLS) Page 1

    6.3.2 Klasifikasi Abortus Spontan

    1. Abortus komplit (Complete abortion) : seluruh hasil konsepsi telah keluar

    2. Abortus inkomplit (Incomplete abortion): hanya sebagian hasil konsepsi yang telah keluar,

    sebagian hasil konsepsi masih tertinggal dalam cavum uteri

    3. Inevitable abortion): terdapat perdarahan dan dilatasi serviks, hasil konsepsi terancam keluar

    (tidak dapat dipertahankan)

    4. Threatened abortion: terjadi perdarahan, hasil konsepsi masih dalam uterus, tanpa adanya

    dilatasi serviks dan denyut jantung janin masih ada (positip). Dalam kondisi seperti ini

    kehamilan masih mungkin berlanjut atau dipertahankan

    5. Septic abortion: abortus inkomplit yang berhubungan dengan kejadian infeksi pada

    endometrium, parametrium, adnexa, atau peritoneum.

    6. Anembryonic pregnancy (Blighted ovum) : tidak ada perdarahan atau hanya sedikit (bercak)

    perdarahan (only slight bleeding), tidak terdapat dilatasi serviks, janin tidak tumbuh, kantong

    gestasional kosong, tidak ada denyut jantung janin

    7. Embryonic demise (missed abortion): embrio lebih besar dari 5 mm, denyut jantung janin tidak

    ada

    6.3.3 Etiologi Abortus Spontan

    1. Penyebab langsung

    Kelainan kromosom merupakan penyebab langsung abortus spontan. Sebuah penelitian

    menemukan bahwa 49 % abortus spontan terjadi akibat kelainan kromosom, yaitu anomali

    trisomi autosom (52%), poliploidi (21%), dan monosomi X (13%) (Goddijn M, Leschot NJ.,

    2000)

    2. Faktor resiko

    a. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun

    b. Pecandu Alkohol, kokain, rokok

    c. Penggunaan anesthesia gas (nitrous oxide)

    d. Penderita penyakit kronik: diabetes tidak terkontrol, penyakit autoimun (sindroma antibody

    antipospholipid)

    e. Defisiensi progesteron

    f. Kehamilan terjadi 3-6 bulan setelah persalinan

    g. Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim (Intrauterine device/IUD)

  • File Doc. Basic Maternal Life Support ( BMLS) Page 1

    h. Ibu menderita infeksi: bacterial vaginosis; mycoplasmosis, herpes simplex virus,

    toxoplasmosis, listeriosis, chlamydia, human immunodeficiency virus, syphilis, parvovirus

    B19, malaria, gonorrhea, rubella, cytomegalovirus

    i. Riwayat pengobatan: misoprostol (Cytotec), retinoids, methotrexate, obat antiinflamasi

    nonsteroidal

    j. Riwayat abortus spontan/ abortus berulang

    k. Terpapar zat berbahaya: arsen, timah, glikol ethylene, carbon disulfide, polyurethane,logam

    berat, larutan organic dll

    l. Uterine abnormalities: congenital anomalies, adhesions, leiomyoma.

    (Catatan : stress psikologis dan aktivitas sexual pada kehamilan awal tidak signifikan berhubungandengan kejadian abortus spontan, kecuali disertai dengan kelainan baik pada ibu maupun janin)(Garcia-Enguidanos A, Calle ME, Valero J, Luna S, Dominguez-Rojas V., 2002; Rasch V., 2003;Donders GG, Van Bulck B, Caudron J, Londers L, Vereecken A, Spitz B., 2000; Li DK, Liu L, Odouli R., 2003; Nelson DB, Grisso JA, Joffe MM, Brensinger C, Shaw L, Datner E., 2003)

    6.3.4 Patofisiologi

    Pada awal abortus terjadi perdarahan pada desidua basalis, diikuti dengan nerkrosis

    jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam

    uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Pada

    kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus desidua secara dalam jadi hasil

    konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan

    sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak

    perdarahan (Chung TK, Cheung LP, Sahota DS, Haines CJ, Chang AM., 2000).

    6.3.5 Pengkajian

    a. Anamnese

    1. Amenorhe kurang dari 20 minggu

    2. Perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya jaringan hasil konsepsi

    3. Rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri pingang akibat kontraksi

    uterus

  • File Doc. Basic Maternal Life Support ( BMLS) Page 1

    b. Pemeriksaan Fisik

    1. Keadaan umum tampak lemah

    2. Kesadaran menurun

    3. Tekanan darah normal atau menurun

    4. Denyut nadi normal atau cepat dan kecil

    5. Suhu badan normal atau meningkat

    c. Pemeriksaan ginekologi

    1. Inspeksi Vulva :

    a. Perdarahan pervaginam

    b. Terdapat atau tidak jaringan hasil konsepsi

    c. Tercium bau busuk dari vulva

    2. Inspekulo :

    a. Perdarahan dari cavum uteri

    b. Osteum uteri terbuka atau tertutup

    c. Ada atau tidak jaringan keluar dari ostium

    d. Ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.

    3. Vagina toucher (VT):

    a. Porsio masih terbuka atau tertutup

    b. Teraba atau tidak jaringan dalam cavum uteri

    c. Besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan

    d. Tidak nyeri saat porsio digoyang

    e. Tidak nyeri pada perabaan adneksa

    f. Cavum douglas tidak menonjol dan tidak nyeri.

    d. Pemeriksaan penunjang

    1. Tes kehamilan positif jika janin masih hidup dan negatif bila janin sudah mati

    2. Pemeriksaan Dopler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup

    3. Pemeriksaan fibrinogen dalam darah pada missed abortion

    4. Data laboratorium

    a. Tes urine

    b. Hemoglobin dan hematokrit

  • File Doc. Basic Maternal Life Support ( BMLS) Page 1

    c. Hitung trombosit

    d. Kultur darah dan urine

    e. Intervensi

    Prinsip penanganan abortus adalah segera mengosongkan uterus (mengeluarkan sisa konsepsi, kecuali pada abortus insipiens), sebab keterlambatan tindakan akan meningkatkan

    resiko infeksi dan adanya gangguan pembekuan darah akibat produk yang dikeluarkan oleh

    konsepsi yang membusuk (Donders GG, 2000).

    Pengeluaran hasil konsepsi dapat menggunakan tehnik pembedahan, yaitu dilatasi dan kuretase (D&C) atau vacuum aspirasi secara manual dan dengan pemberian obat-obatan

    (medikamentosa), serta manajemen ekspektatif (Molnar AM, Oliver LM, Geyman JP., 2000).

    Penggunaan tehnik evakuasi dengan pembedahan (surgical evacuation) menjadi pilihan yang harus segera dilakukan jika pada kasus abortus, kondisi pasien tidak stabil akibat adanya

    perdarahan hebat (Scroggins KM, Smucker WD, dan Krishen AE., (2000)).

    Pada abortus inkomplit dan missed abortion, terdapat tiga pilihan tindakan yang dapat dilakukan (Wieringa-De Waard M, 2002):

    o Tanpa tindakan, hanya dilakukan observasi, pada sebagian besar (65-80%) kasus ini

    sisa konsepsi dapat dikeluarkan secara alamiah dalam waktu 2-6 minggu. Tindakan ini

    untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat tindakan pembedahan maupun

    medikamentosa.

    o Penggunaan obat yang mengandung misoprostol (suatu prostaglandin, dengan nama

    dagang Cytotec) untuk mengeluarkan sisa konsepsi secara komplit hanya dalam

    beberapa hari.

    o Tindakan pembedahan

    Pada abortus komplit tidak perlu dilakukan tindakan khusus, hanya memperbaiki hemodinamik pasien (Jurkovic D, Ross JA, Nicolaides KH., 1998).

    Tehnik dilatasi dan kuretaseo Bila masih memungkinkan dan dianggap perlu, tindakan untuk memperlebar kanalis

    servikalis dilakukan dengan pemasangan batang laminaria dalam kanalis servikalis

    dalam waktu maksimum 12 jam sebelum tindakan kuretase

    o Dilatasi juga dapat dilakukan dengan dilatator Hegar yang terbuat dari logam dari

    berbagai ukuran (antara 0.5 cm sampai 1.0 cm)

  • File Doc. Basic Maternal Life Support ( BMLS) Page 1

    o Setelah persiapan operator dan pasien selesai, pasien diminta untuk berbaring pada

    posisi lithotomi setelah sebelumnya mengosongkan vesica urinaria.

    o Perineum dibersihkan dengan cairan antiseptic

    o Dilakukan pemeriksaan dalam ulangan

    untuk menentukan posisi servik, arah dan

    ukuran uterus serta keadaan adneksa

    o Spekulum dipasang dan bibir depan porsio

    dijepit dengan 1 atau 2 buah cunam servik.

    o Gagang sonde dipegang antara ibu jari dan

    telunjuk tangan kanan dan kemudian

    dilakukan sondage untuk menentukan arah

    dan kedalaman uterus

    o Perineum dibersihkan dengan cairan

    antiseptic

    o Dilakukan pemeriksaan dalam ulangan

    untuk menentukan posisi servik, arah dan

    ukuran uterus serta keadaan adneksa

    o Spekulum dipasang dan bibir depan porsio

    dijepit dengan 1 atau 2 buah cunam servik.

    o Gagang sonde dipegang antara ibu jari dan

    telunjuk tangan kanan dan kemudian

    dilakukan sondage untuk menentukan arah

    dan kedalaman uterus

    o Bila perlu dilakukan dilatasi dengan dilatator

    Hegar

    o Jaringan sisa kehamilan yang besar diambil

    terlebih dulu dengan cunam abortus

    o Sendok kuret dipegang diantara ujung jari

  • File Doc. Basic Maternal Life Support ( BMLS) Page 1

    dan jari telunjuk tangan kanan (hindari cara

    memegang sendok kuret dengan cara

    menggenggam), sendok dimasukkan ke

    kedalam uterus dalam posisi mendatar

    dengan lengkungan yang menghadap atas.

    o Pengerokan uterus dikerjakan secara

    sistematik ( searah dengan jarum jam dan

    kemudian berlawanan arah dengan jarum

    jam ). Cavum uteri dianggap bersih bila

    tidak terdapat jaringan sisa kehamilan lagi

    yang keluar dan cairan darah cavum uteri

    berbuih.

    o Rongga vagina dibersihkan dari sisa jaringan dan darah.

    o Diberikan doxycycline 200 mg per oral pasca tindakan dan 100 mg sebelum tindakan.

    Prosedur tindakan aspirasi vakum manual o Tindakan ini memerlukan waktu 5 - 15 menit

    o Dapat dilakukan dengan anestesi lokal dan menggunakan NSAID (ibuprofen)

    o Posisi pasien dimeja operasi berbaring telentang seperti pada pemeriksaan ginekolgi.

    o Membersihkan vulva dan vagina

    o Pemasangan spekulum vagina

    o (injeksi lokal anestesi pada servik)

    o Pemasangan sonde

    o Bila perlu, dilakukan dilatasi servik

    o Pemasangan kanula melalui servik masuk kedalam uterus

    o Kanula dihubungkan dengan alat penghisap

    o Dilakukan prosedur penghisapan.

    Terapi medikamentosa : o Oksitosin intravena

    o Prostaglandine E1 (misoprostol/ Cytotec)

    Dosis : 800 mcg pervaginam atau 600 mcg peroral . Misoprostol pervaginam mengurangi mual, muntah, dan diare dibandingkan dengan peroral

  • File Doc. Basic Maternal Life Support ( BMLS) Page 1

    Jika dosis tunggal 800 mcg pervaginam tidak memberikan hasil (hasil konsepsi tidak keluar secara komplit) dalam waktu 3 hari, maka dosis tersebut dapat

    diulang kembali. Jika pengeluaran secara komplit tidak terjadi dalam waktu 8

    hari, maka dapat dilanjutkan dengan manual vacuum aspiration (Robledo C.,

    2007).

    o Antiprogesterone- RU 486 ( mifepristone) dan epostane

    o Methrotexate- intramuskular dan peroral

    Berikut skema intervensi pada kasus abortus spontan

    Pastikan kondisi klienTdk Stabil Stabil

    Stabilisasi Posisi syok Oksigen IV line

    Kolaborasi Pemeriksaan

    diagnostic Diagnosis pasti

    AbortusJENIS ABORTUS

    ABORTUSIMMINEN

    ABORTUSINSIPIENS

    ABORTUSINKOMPLIT

    Pend. Kes : Bed rest total Hindari activitas sex

    Kolaborasi: Pemberian obat-

    obatan tokolitik

    Kolaborasi segera evakuasi uterus

    Kolaborasi evakuasi sisa hasil konsepsi

    dilatasi dan kuretase atau

    vacuum aspirasiatau

    ekspektativ

    MISSED ABORTIONS

    Kolaborasi evakuasi sisa hasil konsepsi

    Terapi medikamentosa

    dilatasi dan kuretase atau

    vacuum aspirasi

  • File Doc. Basic Maternal Life Support ( BMLS) Page 1

    6.4 Definisi Preeklampsi

    Istilah Preeclampsia pertama kali dicetuskan oleh Hipocrates, yang dalam bahasa Yunani

    menggambarkan sebagai suatu kondisi yang berubah secara tiba-tiba (new-onset). Perubahan

    secara tiba-tiba yang dimaksud yaitu, dimulainya kenaikan tekanan darah (hipertensi) dan

    proteinuria pada kehamilan minggu ke 20 (Cunningham, 2005; Drife &, Magowan, 2009; Sibai, B.M,

    2005). Badan pekerja The National High Blood Pressure Education Program (NHBPEP),

    mengklasifikasikan gangguan hipertensi dalam kehamilan dalam 4 group, yaitu :

    1. Chronic hypertension

    2. Preeclampsia

    3. Preeclampsia superimposed on chronic hypertension

    4. Gestational hypertension (Kee-Hak Lim, M.D.,2010).

    a. Hipertensi kronik

    Tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg Ditemukan sebelum ibu mengalami kehamilan atau sebelum kehamilan 20 minggu Menetap sampai 12 minggu post partum.

    b. Preeklampsi

    Tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg Ditemukan setelah kehamilan minggu ke 20 Disertai proteinuria Tekanan darah kembali normal sampai dengan 12 minggu post partum

    c. Preeclampsia superimposed on chronic hypertension.

    Jika pada klien dengan hipertensi kronik setelah usia kehamilan 20 minggu ditemukan proteinuria dan atau tanda dan gejala preeklampsi lain

    d. Hipertensi gestasional

    Terjadinya kenaikan tekanan darah Ditemukan setelah kehamilan minggu ke 20 Tanpa disertai proteinuria Tekanan darah kembali normal dalam 12 minggu post partum

  • File Doc. Basic Maternal Life Support ( BMLS) Page 1

    Bagan berikut menggambarkan perbedaan diantara 4 klasifikasi tersebut :

    6.4.1 Pembagian Jenis Pre Eklampsi

    Dalam pengelolaan klinis, klien preeklampsi dibedakan menjadi :

    1. Preeklampsi ringan

    2. Preeklampsi berat

    3. Eklampsi (Sibai. BM., 2004).

    a. Preeklampsi ringan

    Ditemukan tekanan darah > 140/90 dalam 2 kali pemeriksaan dengan interval 4-6 jam mmHg atau adanya kenaikan tekanan systole sebesar 30 mmHg dan diastole sebesar 15 mmHg dari

    kondisi sebelumnya

    Adanya proteinuria sedikitnya 300 mg (+1) dari specimen urine yang ditampung selama 24 jam (Cunningham et al, 2005)

    Belum ditemukan bukti adanya kerusakan organ-organ (Sibai, B.M, 2005).

  • File Doc. Basic Maternal Life Support ( BMLS) Page 1

    b. Preeklampsi berat, jika mengalami salah satu atau lebih dari tanda dan gejala berikut:

    tekanan systolic lebih besar dari 160 mm Hg atau tekanan diastolic lebih dari 110 mm Hg dalam 2 kali pemeriksaan dengan interval 4-6 jam

    proteinuria lebih dari 500 mg dari urine tampung 24 jam edema paru oliguria (produksi urine

  • File Doc. Basic Maternal Life Support ( BMLS) Page 1

    o Suami pertama (first time father), kehamilan yang langsung terjadi setelah perkawinan

    (Robillard, 1994, dalam Roeshadi, 2006)

    o Suami pernah punya riwayat menikah dengan wanita dengan komplikasi preeklampsi

    (ACOG Committee on Obstetric Practice, 2002; Dekker & Sibai, 2001)

    6.4.3 Patofisiologi

    Terdapat beberapa hipotesa yang mendasari patogenesa preeklampsi, diantaranya:

    iskemia placenta peran prostasiklin dan tromboksan peran faktor imunologis peran faktor genetik/familial

    Dalam perjalanannya beberapa hipotesa tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi saling berkaitan

    dengan titik temunya pada invasi trofoblast dan terjadinya iskhemia placenta (Roeshadi, 2006).

    Pada kehamilan normal, invasi trofoblas ke dalam jaringan decidua mengakibatkan timbulnya

    perubahan-perubahan fisiologi. Perubahan tersebut diantaranya peningkatan volume plasma

    darah, vasodilatasi, penurunan resistensi vaskuler sistemik, peningkatan curah jantung, dan

    penurunan tekanan osmotik koloid (Bobak, 2004). Adanya perubahan tersebut melibatkan peran

    penting dari arteri spiralis. Pada kehamilan normal, diameter arteri spiralis akan membesar

    sebagai respon terhadap meningkatnya kebutuhan suplai darah. Membesarnya arteri spiralis,

    menurut hukum Poiseuilles meningkat 4 sampai 6 kali, sehingga arteri spiralis berubah menjadi

    kantung elastis yang lebar, bertahanan rendah, yang memungkinkan suplai darah untuk oksigenasi

    dan nutrisi bagi janin menjadi adekuat.

    Pada ibu yang mengalami defisiensi plasentasi, hanya sebagian arteri spiralis segmen desidua

    yang berubah, sedang arteri spiralis segmen miometrium masih diselubungi oleh sel-sel otot polos.

    Selain itu juga ditemukan adanya hiperplasia tunika media dan trombosis yang menyebabkan

    diameter arteri spiralis 40% lebih kecil dibandingkan kehamilan normal. Berkurangnya aliran darah

    dalam arteri spiralis menyebabkan terjadinya hipoksia placenta. (Cunningham, 2005). Lihat

    illustrasi berikut.

  • File Doc. Basic Maternal Life Support ( BMLS) Page 1

    Gambar 1. The blood flow through the maternal uterine arteries is increased by the infiltration of the

    arterial media and endothelium by extravillous trophoblast cell. Adapted from Ashley Moffett-King, 2002.

    Hipoksia placenta yang berkelanjutan akan membebaskan zat-zat racun hasil metabolisme lipid

    dalam bentuk lipid peroksidase (contoh: sitokin) dalam sirkulasi darah ibu. Peroksidase lipid

    diproduksi pada saat radikal bebas menyerang asam lemak tidak jenuh dan kolesterol pada membran

    sel lipoprotein. Peroksidase lipid tersebut akan menyebabkan terjadinya oxidatif stress, yaitu suatu

    keadaan dimana radikal bebas jumlahnya lebih dominan dibandingkan dengan antioksidan (Jafe, et al,

    1995; Robert, 2004 dalam Roeshadi, 2006)

    Pada tahap berikutnya oxidatif stress merangsang terjadinya kerusakan pada sel endotel

    pembuluh darah (disfungsi endothel) di seluruh permukaan endothel pembuluh darah organ.

    (Wibisono, 1997, dalam Sudhaberata, 2008). Sebagaimana diketahui bahwa peran endotel pada

    pembuluh darah adalah mengatur tonus otot vaskuler, adhesi leukosit dan inflamasi, serta memelihara

    keseimbangan tromosis dan fibrinolisis (Wibowo, 2001). Dengan demikian rusaknya sel-sel endotel

    akan mengakibatkan: 1) adhesi dan agregasi trombosit; 2) gangguan permeabilitas lapisan endotel

  • File Doc. Basic Maternal Life Support ( BMLS) Page 1

    terhadap plasma; 3) terlepasnya enzim lisosom, tromboksan, dan serotonin sebagai akibat dari

    rusaknya trombosit; 4) produksi prostasiklin terhenti; dan 5) hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen

    oleh perosidase lemak (Pilliteri, 2003); serta 6) ketidakseimbangan antara produksi zat-zat vasodilator

    (prostasiklin dan nitrat oksida) dengan zat-zat vasokonstriktor (endothelium I, tromboxan, dan

    angiotensin II) yang menyebabkan terjadinya vasokonstriksi yang luas (Roeshadi, 2006).

    Jika disfungsi endothel dan pembentukan trombus terus berlangsung, maka akan terjadi

    disfungsi dan kegagalan pada seluruh sistem tubuh klien preeklampsia. Disfungsi tersebut dapat terjadi

    pada kardiovaskuler, hematologi, ginjal, hepar, susunan syaraf pusat (SSP), dan otak.

    Disfungsi kardiovaskuler yang dapat terjadi pada klien preeklampsi berat adalah vasospasme

    menyeluruh (ditandai dengan hipertensi), peningkatan resistensi pembuluh darah perifer, peningkatan

    stroke work index ventrikel kiri, penurunan central venous pressure, dan penurunan pulmonary wedge

    pressure, serta perubahan permeabilitas (ditandai dengan oedem paru dan oedem

    anasarka/menyeluruh) (Pilliteri, 2003).

    Pada ginjal akan terjadi penurunan filtrasi glomerulus (ditandai proteinuria), penurunan renal

    plasma flow, penurunan uric acid clearance (ditandai hiperuricemia), dan gagal ginjal. Penurunan filtrasi

    glomerulus mengakibatkan tekanan onkotik intravaskuler menurun dan adanya hipertensi, yang

    selanjutnya menyebabkan tekanan hidrostatik intravaskuler meningkat. Dampak dari peningkatan

    tekanan hidrostatik intravaskuler adalah terjadinya ekstravasasi cairan ekstravaskuler ke interstisial,

    sehingga menimbulkan edema tungkai dan edema paru (Pilliteri, 2003).

    Pada hematologi atau darah klien preeklampsi dapat terjadi penurunan volume plasma,

    peningkatan viskositas darah, hemokonsentrasi (ditandai trombositopenia), dan coagulopathi. Pada

    hepar dapat terjadi nekrosis periportal, kerusakan hepatoselluler, dan hematom subkapsuler.

    Pada susunan syaraf pusat dapat terjadi edema cerebri dan perdarahan cerebri yang dapat

    menyebabkan kejang, dan pada mata dapat menyebabkan kebutaan, pelepasan retina, dan

    pendarahan. Pada otak akan terjadi peningkatan tekanan perfusi (cerebral perfusion pressure) dari 60-

    120 mmHg pada kondisis normal menjadi 130-150 mmHg. Kondisi ini menyebabkan kegagalan

    autoregulasi sehingga pembuluh darah mengalami vasokonstriksi. Dampak vasokonstriksi tersebut

    adalah : 1) iskemia, 2) peningkatan permiabilitas pembuluh darah otak, 3) eksudasi plasma, 4) edema

    otak, 5) kompresi pembuluh darah otak, yang kesemuanya menyebabkan aliran darah otak menurun.

  • File Doc. Basic Maternal Life Support ( BMLS) Page 1

    Selanjutnya pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, hipoksia janin, dan

    solusio placenta.

    6.4.4 Pengelolaan Klien Preeklampsi

    6.4.5 Pengkajian

    a. Anamnese

    Pada klien dengan preeklampsi ringan jarang ditemukan adanya keluhan yag menggambarkan adanya kerusakan organ

    Pada klien dengan preeklampsi berat perlu ditanyakan beberapa keluhan penting yang menggambarkan keparahan kerusakan organ tubuhnya, yaitu:

    adanya gangguan penglihatan sakit kepala nyeri epigastrium atau pada kuadran kanan atas rasa berat pada pernapasan kualitas dan kuantitas pergerakan janin yang dirasakan ibu.

  • File Doc. Basic Maternal Life Support ( BMLS) Page 1

    b. Pemeriksaan fisik

    pengukuran tekanan darah 2 kali dengan interval 4-6 jam pemeriksaan jantung dan paru pemeriksaan tinggi fundus uteri dan denyut jantung janin palpasi nyeri tekan pada epigastrium dan terutama pada kuadran kanan pemeriksaan edema pemeriksaan reflek (Cunningham, et al, 1997)

    c. Pemeriksaan Diagnostik

    pemeriksaan optalmologi pemeriksaan CT scan otak pemeriksaan kadar hemoglobin, lekosit, trombosit, hematokrit, SGOT, SGPT, ureum, creatinin,

    albumin/protein, PT dan APTT, D-Dimer, fibrinogen, dan asam urat (Wibowo, 2001).

    6.4.6 Intervensi

    Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan klien preeklampsi berat adalah 1. Umur kehamilan

    2. Keparahan klien

    3. Seberapa jauh keterlibatan organ (Sibai, 2005, dalam Roeshadi, 2006).

    Tujuan pengelolaan preeklampsi berat, yaitu 1. Melahirkan bayi yang cukup bulan (aterm) dan dapat hidup diluar (viable) dengan trauma yang

    sekecil-kecilnya

    2. Mencegah terjadinya komplikasi atau perburukan yang dapat terjadi pada ibu.

    Pada dasarnya pengelolaan yang efektif adalah segera melahirkan bayi dan seluruh hasil konsepsi, tetapi dalam hal ini sebagian besar usia kehamilan pada klien preeklampsi berat

    adalah kurang dari 34 minggu.

    Melahirkan bayi dengan usia kehamilan kurang dari 34 minggu akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bayi karena sistem-sistem organnya belum matur, terutama fungsi paru sehingga

    rentan mengalami sindrome distres pernafasan.

    Bila memungkinkan terminasi ditunda 2x24 jam untuk maturasi paru janin melalui pemberian kortikosteroid dalam bentuk dexamethasone atau betamethasone. Pemberian betamethasone 12

    mg intra muskuler dua dosis dengan interval 24 jam, sedangkan pemberian dexamethasone 6

  • File Doc. Basic Maternal Life Support ( BMLS) Page 1

    mg intra vena empat dosis dengan interval 12 jam (Magan, et al, 1993; National Institute of

    Health, 2000, dalam Roeshadi 2006)

    Jika kondisi klien preeklampsi berat setelah dirawat dalam 24 jam tidak mengalami perbaikan atau bahkan mengalami perburukan menuju impending eklampsi, maka harus segera dilakukan

    terminasi tanpa mempertimbangkan usia kehamilan (safe mother) (Sibai, 2007).

    Untuk mencegah kejang dan mengurangi komplikasi pada ibu dan janin, dilakukan pemberian magnesium sulfat (Mg SO4) (Sibai, 2004, dalam Roeshadi 2006).

    Magnesium sulfat jarang diberikan secara intramuskuler karena kecepatan absorbsinya tidak dapat dikontrol, suntikannya sakit, dan dapat menimbulkan nekrosisi jaringan (Bobak, et al,

    2004).

    Menurut regim Zuspan (Roeshadi, 2006), pemberian Mg So4 diberikan secara intravena dengan dosis awal 6 gram diberikan selama 5 sampai 10 menit. Selanjutnya diberikan dosis

    pemeliharaan 1-2 gram setiap jam melalui infus.

    Syarat pemberian MG SO4 :1. tersedianya antidotum calcium glukonas 10 persen (1 ampul intra vena dalam 3 menit)

    2. reflek patella kuat

    3. RR lebih dari 16 x/menit

    4. tidak ada tanda distress pernafasan

    5. produksi urine lebih dari 100 cc dalam 4 jam sebelumnya.

    Pada pemberian MgSo4 harus diperhatikan adanya gejala intoksikasi : 1. penurunan atau hilangnya reflek patella

    2. pernafasan kurang dari 16 kali per menit

    3. rasa panas di wajah,

    4. kesulitan berbicara

    5. kesdaran menurun

    6. cardiac arrest.

    Jika tekanan darah sistole 160 sampai dengan 180 mmHg, kolaborasi pemberian antihipertensiuntuk mencegah terjadinya cardiovasculer atau cerebrovasculer accident.

    Obat anti hipertensi yang dianjurkan adalah Nifedipin yang terbukti dapat menurunkan tekanan darah secara cepat dan aman digunakan.

    Dosis initial Nifedipin adalah 10 mg oral, jika setelah pemberian tidak terjadi efek samping dapat diberikan 10-20 mg setiap 4-6 jam (tergantung pada tekanan darah) (Arias, 1993)

  • File Doc. Basic Maternal Life Support ( BMLS) Page 1

    Jika terjadi trombositopenia (trombosit kurang dari 60.000/cmm) kolaborasi pemberian anti agregasi platelet (aspilet 1x80 mg per hari) (Brigs, et al, 1994).

    Selain itu, klien dengan preeklampsi berat perlu diberikan antioksidan, sebab banyak antioksidan yang terbukti berkurang pada preeklamsia. Dengan berkurangnya antioksidan maka resiko

    kerusakan jaringan akan meningkat. Antioksidan yang diberikan dapat berupa vitamin C, vitamin

    E, dan N-acetyl Systein (NAC) (Suherman, 2001).

    Pada klien preeklampsi berat perlu dilakukan pengukuran central venous pressure (CVP) untuk memantau kecukupan cairan intravaskuler agar tekanannya tidak melebihi 5 mmHg atau 7

    CmH2O. Jika CVP lebih dari level tersebut maka harus diberikan diuretik untuk menurunkannya.

    Selain menggunakan metode tersebut, kecukupan cairan intravaskuler dapat dipantau dengan

    menghitung balance cairan.

    Lakukan monitoring balance cairan (sebaiknya balance cairan negatif dengan input cairan yang tidak berlebihan, sebab overload akan memperberat edema paru).

    Jika pasien mendapat balance positif atau timbul tanda-tanda edema paru maka segera berkolaborasi pemberian 40 mg furosemid yang diikuti dengan pemberian 20 g manitol.

    Total cairan yang diberikan pada klien preeklampsi berat seharusnya tidak melebihi 50 ml/jam ditambah output sebelumnya.

    Jika klien sudah stabil, beberapa tindakan keperawatan yang dapat dilakukan

    1. melakukan pengaturan posisi yang memudahkan oksigenasi

    2. menetapkan jumlah cairan yang dapat diminum oleh klien

    3. penyediaan diet tinggi protein

    4. mengajarkan pada klien tentang tanda-tanda perburukan yang harus segera dilaporkan

    5. tehnik sederhana pemantauan gerakan janin

    6.4.7 Evaluasi

    Indikator keberhasilan pemberian asuhan keperawatan pada klien preeklampsi

    1. secara verbal klien menyatakan mengerti tentang kondisinya dan kemunginan yang dapat terjadi

    dan klien merasa nyaman

    2. berdasarkan pengukuran dan observasi kondisi ibu dan janin mengalami perbaikan atau tidak

    ditemukan tanda dan gejala yang memburuk (tekanan darah terkendali dan janin tidak distress)

    3. Tidak terjadi HELLP syndrom, impending eklampsi maupun eklampsi

    4. Jika memungkinkan ibu melahirkan janin yang matur dan dengan kondisi yang stabil

  • File Doc. Basic Maternal Life Support ( BMLS) Page 1

    6.5 Solusio Plasenta

    6.5.1 Definisi

    Solutio Placenta : pelepasan sebagian atau seluruh plasenta dari tempatnya berimplantasi

    sebelum anak lahir yang biasa terjadi pd kehamilan prematur atau aterm

    Istilah lain : Abruptio placentae, ablatio placentae, accidental hemorrhagia, unavoidable

    hemorrhagia

    6.5.2 ETIOLOGI

    1. Pd kehamilan dengan penyakit kardio reno vaskuler : tekanan darah tinggi kronik, sindroma

    preeklampsia dan eklampsia

    2. Usia ibu hamil > 30 tahun, Paritas tinggi, riwayat SC

    3. Defisiensi asam folat

    4. Trauma pada abdomen, tekanan pada vena cava inferior

    5. Uterus miomatus,

    6. Pada wanita hamil perokok, peminum alcohol, dan pecandu kokain

    7. tali pusat pendek

    6.5.4 PENYEBAB PERDARAHAN YANG TERTAHAN DI UTERUS :

    1. Pinggir placenta masih melekat dengan dinding uterus

    2. Selaput ketuban masih melekat kuat pada dinding uterus

    3. Darah masuk selaput ketuban

    4. Kepala janin masuk pada pintu atas panggul

  • File Doc. Basic Maternal Life Support ( BMLS) Page 1

    6.5.5 PATOFISIOLOGI

    6.5.5 PENYEBAB PERDARAHAN YANG TERTAHAN DI UTERUS :

    5. Pinggir placenta masih melekat dengan dinding uterus

    6. Selaput ketuban masih melekat kuat pada dinding uterus

    7. Darah masuk selaput ketuban

    8. Kepala janin masuk pada pintu atas panggul

    6.5.6 PENGKAJIAN

    1. Keluhan Utama : rasa tegang dan nyeri hebat pada perut yang mendadak dan terus menerus

    dengan / tanpa disertai perdarahan warna kehitaman pada kehamilan trimester III

    2. Riwayat penyakit sekarang : Solutio placenta dapat diawali oleh peristiwa trauma, dan riwayat

    penyakit kardio reno vaskuler (hipertensi, pre eklampsi, eklampsi) serta Oliguria

    3. Riwayat hamil yang lalu : biasanya kejadian solutio placenta berulang

  • File Doc. Basic Maternal Life Support ( BMLS) Page 1

    4. Pada pemeriksaan fisik : konjungtiva sangat anemia, TTV pre syok, terdapat tanda-tanda syok dan

    sianosis, perut sulit dipalpasi, tegang, dan tampak mengkilat serta membulat. Fundus uteri lebih

    tinggi dari usia kehamilannya.

    5. Pada pemeriksaan Leopold : presentasi janin dan DJJ sulit diperiksa karena perut tegang dan nyeri

    hebat

    6. Pemeriksaan USG untuk mengetahui derajat solutio

    7. Pemeriksaan laboratorium : Hb sangat rendah, hematokrit rendah, hipofibrinogenemia, pembekuan

    darah terganggu

    6.5.7 PENANGANAN GAWAT DARURAT :

    1. Pada solutio ringan (luas placenta yg lepas < 25 % dan perdarahan kurang dari 250 cc, janin

    masih hidup, nyeri local dan kedaan umum ibu masih baik) Bed rest, oksigenasi, rehirasi , siapkan tranfusi , dan sedativa

    2. Pada solutio sedang dan berat (placenta lepas lebih 50 %, perdarahan >1000 cc, janin gawat /

    mati, nyeri hebat dan ibu pre syok) segera rehidrasi, oksigenasi dan tranfusi (minimal 1000 cc) lalu siapkan terminasi kehamilan dengan amniotomi yang dipercepat dengan drip oksitosin, jika

    perlu siapkan SC (persalinan tdk terjadi dlm 6 jam) kecuali jika janin mati tidap perlu

    3. observasi TTV, perdarahan dan terjadinya oliguria pasang kateter

    6.6. PLACENTA PREVIA

    6.6.1. Definisi

    Placenta Previa : Placenta yg berimplantasi pada segmen bawah rahin (SBR) sehingga

    menutupi seluruh / sebagian ostium uteri internum (OUI) sehingga janin tidak dapat masuk pintu

    atas panggul (PAP).

    6.6.2. KLASIFIKASI

    Klasifikasi placenta previa ditentukan oleh berapa luas bagin placenta menutupi OUI :

    1. Placenta previa totalis placenta menutup seluruh OUI

    2. Placenta previa parsialis plac menutup sebagian OUI

    3. Placenta previa marginalis plac yg bag tepinya di OUI

  • File Doc. Basic Maternal Life Support ( BMLS) Page 1

    4. Placenta letak rendah plac yg implantasi pada SBR tetapi tepinya agak jauh dengan OUI

    6.6.3. ETIOLOGI

    1. Pada kehamilan dengan paritas banyak Vaskularisasi deciduas tidak baik : radang / atrofi

    2. Usia ibu hamil > 30 tahun

    3. Kehamilan ganda Placenta terlalu besar

    4. Cacat rahim : bekas section, kuretage, miomektomi,

  • File Doc. Basic Maternal Life Support ( BMLS) Page 1

    6.6.4. PENGKAJIAN

    1. Keluhan Utama : perdarahan pada kehamilan minggu 29/30

    2. Riwayat penyakit sekarang : Terjadi perdarahan tanpa nyeri dan tanpa sebab (terjadi saat

    tidur, duduk, atau berjalan) atau bersamaan dengan pasca coitus, trauma, dsb. Warna merah

    segar dan terjadi berulang. Perdarahan pertama sedikit, makin banyak pada perdarahan ulang.

    3. Riwayat hamil yang lalu : biasanya kejadian placenta previa berulang

    4. Pada pemeriksaan fisik : konjungtiva anemia, TTV normal / pre syok, terdapat tanda-tanda syok

    dan sianosis / tidak terdapat

    5. Pada pemeriksaan Leopold : presentasi janin sungsang, melintang, mengolak atau miring.

    Kedudukan janin melayang di atas PAP pd waktu yg seharusnya bagian terbawah janin sudah

    masuk PAP, DJJ normal / distres

    6. Pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi placenta, dan maturitas janin (dengan

    mengukur biparietal kepala janin dan panjang tulang femurnya)

    7. Pemeriksaan laboratorium : Hb rendah, hematokrit rendah

    8. Dilakukan pemeriksaan dalam di kamar operasi, (VT pada fornix posterior akan teraba jaringan

    lunak)

  • File Doc. Basic Maternal Life Support ( BMLS) Page 1

    6.6.5. PENANGANAN GAWAT DARURAT :

    Pertimbangkan bahaya perdarahan dan resiko prematuritas Klien dengan anemia rentan terhadap perdarahan dan syok serta gawat janin (perdarahan 250 cc - 400 cc)

    1. Berikan oksigenasi

    2. Atasi syok

    3. Bed rest total, berikan pengertian ttg guna bed rest

    4. Pantau TTV, perdarahan (fluksus) dan DJJ

  • File Doc. Basic Maternal Life Support ( BMLS) Page 1

    Jika terjadi pembukaan 3 cm / > & OUI tertutup plac tdk > 10% Lakukan amniotomi merangsang / memperkuat his sehingga partus mulai dan

    perdarahan berhenti

    Awasi terjadinya tali pusat menumbung dan gawat janin akibat amniotomi

    Jika perdarahan tidak berhenti dan persalinan tidak maju Segera siapkan SC

    Jika sejak awal perdarahan amat banyak dan jelas placenta previa totalis tidak perlu DSU, langsung SC sekalipun janin mati untuk mempercepat penghentian perdarahan.