case asma respirasi
DESCRIPTION
ASMATRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang ditandai dengan adanya
mengi episodik, batuk dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran nafas.
Asma merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di
seluruh dunia.1 Asma dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas,
namun dapat pula bersifat menetap mengganggu aktivitas dan bahkan kegiatan
harian. Produktivitas yang menurun akibat terganggunya kegiatan dalam
pekerjaan maupun dapat menimbulkan disability (kecacatan), sehingga menambah
penurunan produktifitas dan kualitas hidup.1
World Health Organization (WHO) memperkirakan 100-150 juta
penduduk dunia menderita asma. Bahkan jumlah ini diperkirakan akan terus
bertambah hingga mencapai 180.000 orang setiap tahun.2 Survei menunjukkan
bahwa penyakit asma menyebabkan absensi 16 % pada anak sekolah di Asia, 43%
anak-anak di Eropa, dan 40% hari pada anak-anak di Amerika Serikat. Serangan
asma yang terjadi pada anak-anak tersebut, didiagnosis oleh para ahli sebagai
asma ekstrinsik yang dapat disebabkan oleh alergen.2,3 Di Indonesia prevalensi
asma belum diketahui secara pasti, namun hasil penelitian pada anak sekolah usia
13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC (Internationla Study on
Asthma and Allergy in Children) tahun 1995 prevalensi asma masih 2,1%,
sedangkan pada tahun 2003 meningkat menjadi 5,2%.3
1
Sumber lain menyebutkan bahwa pasien asma sudah mencapai 300 juta
orang di seluruh dunia dan terus meningkat selama 20 tahun belakangan ini.
Apabila tidak dicegah dan ditangani dengan baik, maka diperkirakan akan terjadi
peningkatan prevalensi yang lebih tinggi lagi pada masa akan datang serta
mengganggu proses tumbuh-kembang anak dan kualitas hidup pasien.2
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa
mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam atau dini
hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas,
bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.1
Global Initiative for Asthma (GINA) mendefinisikan asma sebagai
gangguan inflamasi kronis saluran nafas dengan banyak sel berperan, khususnya
sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi tersebut
menimbulkan gejala yang berhubungan dengan gangguan bernafas saat ekspirasi
seperti kesulitan mengeluarkan nafas akibat adanya penyempitan jalan napas yang
luas namun bervariasi yang dapat juga terjadi pada penderita selain asma akibat
hiperreaktivitas akibat rangsangan, namun hal tersebut paling sering terjadi pada
penderita asma.4
Asma didefinisikan menurut ciri-ciri klinis, fisiologis dan patologis. Ciri-
ciri klinis yang dominan adalah riwayat episode sesak, terutama pada malam hari
yang sering disertai batuk. Pada pemeriksaan fisik, tanda yang sering ditemukan
adalah mengi. Ciri-ciri utama fisiologis adalah episode obstruksi saluran napas,
yang ditandai oleh keterbatasan arus udara pada ekspirasi. Sedangkan ciri-ciri
3
patologis yang dominan adalah inflamasi saluran napas yang kadang disertai
dengan perubahan struktur saluran napas.5
2.2 Epidemiologi
Prevalensi asma di seluruh dunia sebesar 8-10% pada anak dan 3-5% pada
dewasa, dan dalam 10 tahun terakhir ini meningkat sebesar 50%. Peningkatan
prevalensi asma meningkat terutama di negara-negara barat, dimana > 5%
populasi mungkin simptomatik dan mendapatkan pengobatan. Sekitar 4-5%
populasi di Amerika Serikat terkena oleh penyakit ini. Prevalensi asma di Jepang
di-laporkan meningkat 3 kali yakni sebanyak 4,14% setiap tahunnya dan lebih
banyak pada usia muda. Serangan asma juga semakin berat, terlihat dari
meningkatnya angka kejadian asma rawat inap dan angka kematian.6,7
Bersamaan dengan prevalensi yang meningkat terjadi peningkatan
mortalitas, meskipun ada perbaikan pengobatan. Di Indonesia prevalensi asma
berkisar antara 5-7%.7 Menurut penelitian yang dilakukan di RSUD Arifin
Achmad Pekanbaru didapatkan kelompok umur terbanyak yang menderita asma
adlah 25-34 tahun sebanyak 17 orang (24,29%) dari 70 orang, dan perempuan
lebih banyak dari pada laki-laki (52,86%).8
2.3 Etiologi dan Faktor risiko
Penelitian yang dilakukan oleh pakar dibidang asma sudah sedemikian
jauh, tetapi sampai sekarang belum menemukan penyebab yang pasti. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa saluran napas penderita asma mempunyai sifat
yang sangat peka terhadap rangsangan dari luar yang dikenal dengan istilah
hiperreaktivitas bronkus ini erat hubungannya dengan proses inflamasi. Proses
4
inflamasi akan meningkat bilapenderita terpajan oleh allergen tertentu, misalnya
debu rumah, serpihan binatang dan lain-lain.9
Adapun faktor risiko maupun pemicu dari asma tersebut adalah: 9,10
1. Faktor Genetik
a. Atopi/alergi
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit
alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma
bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus.
b. Hipereaktivitas bronkus
Saluran napas sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun
iritan.
c. Jenis kelamin
Pria merupakan risiko untuk asma pada anak. Sebelum usia 14
tahun, prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding
anak perempuan. Tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut kurang
lebih sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak.
d. Obesitas
Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI) merupakan
faktor risiko asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi
fungsi saluran napas dan meningkatkan kemungkinan terjadinya asma.
Meskipun mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan penderita
5
obesitas dengan asma, dapat mempengaruhi gejala fungsi paru,
morbiditas dan status kesehatan.
2. Faktor Lingkungan
a. Alergen dalam rumah (tungau debu rumah, spora jamur, kecoa, serpihan
kulit binatang seperti anjing, kucing, dan lain-lain).
b. Alergen luar rumah (serbuk sari dan spora jamur).
3. Faktor Lain
a. Alergen makanan
Contoh: susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah, coklat, kiwi,
jeruk, bahan penyedap pengawet, dan pewarna makanan.
b. Alergen obat-obatan tertentu
Contoh: penisilin, sefalosporin, golongan beta laktam lainnya, eritrosin,
tetrasiklin, analgesik, antipiretik, dan lain-lain.
c. Bahan yang mengiritasi
Contoh: parfum, household spray, dan lain-lain.
d. Ekspresi emosi berlebih
Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,
selain itu juga dapat memperberat serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati, penderita asma
yang mengalami stres/gangguan emosi perlu diberi nasihat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi,
maka gejala asmanya lebih sulit diobati.
6
e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun perokok pasif
Asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru. Pajanan
asap rokok, sebelum dan sesudah kelahiran berhubungan dengan efek
berbahaya yang dapat diukur seperti meningkatkan risiko terjadinya
gejala serupa asma pada usia dini.
f. Polusi udara dari dalam dan luar ruangan
g. Exercise-induced asthma
Pada penderita yang kambuh asmanya ketika melakukan
aktivitas/olahraga tertentu. Sebagian besar penderita asma akan mendapat
serangan jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari
cepat paling mudah menimbulkan asma. Serangan asma karena aktivitas
biasanya terjadi segera setelah selesai aktivitas tersebut.
h. Perubahan cuaca
Cuaca yang lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor
pemicu terjadinya serangan asma. Serangan kadang-kadang berhubungan
dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga
(serbuk sari beterbangan).
2.4 Patogenesis10
Asma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel dan
ditandai oleh serangan batuk, mengi dan dispnea pada individu dengan jalan nafas
hiperreaktif. Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor
antara lain alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut
7
yang terdiri atas reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi
asma tipe lambat. Pada asma dengan reaksi tipe cepat alergen akan langsung
terikat pada IgE yang menempel pada sel mast yang selanjutnya akan
menimbulkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast akan mengeluarkan
preformed mediator seperti histamin, protease dan newly generated mediator
seperti leukotrin, prostaglandin dan PAF yang menyebabkan kontraksi otot polos
bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi.
Reaksi asma tipe lambat pada asma timbul antara 6-9 jam setelah
provokasi alergen dan melibatkan pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+,
neutrofil dan makrofag. Sel T pada saluran respiratori yang teraktivasi oleh
antigen, akan mengalami polarisasi ke arah Th2, selanjutnya dalam 2 sampai 4
jam pertama fase lambat terjadi transkripsi dan transaksi gen, serta produksi
mediator pro inflamasi, seperti IL2, IL5, dan GM-CSF untuk pengerahan dan
aktivasi sel-sel inflamasi. Hal ini terus menerus terjadi, sehingga reaksi fase
lambat semakin lama semakin kuat.
Proses inflamasi kronik pada asma akan menimbulkan kerusakan jaringan
yang secara fisiologis akan diikuti oleh proses penyembuhan (healing process)
yang menghasilkan perbaikan (repair) dan pergantian selsel mati/rusak dengan
sel-sel yang baru. Proses penyembuhan tersebut melibatkan regenerasi/perbaikan
jaringan yang rusak/injuri dengan jenis sel parenkim yang sama dan pergantian
jaringan yang rusak/injuri dengan jaringan peyambung yang menghasilkan
jaringan skar.
Pada asma, kedua proses tersebut berkontribusi dalam proses
penyembuhan dan inflamasi yang kemudian akan menghasilkan perubahan
8
struktur yang mempunyai mekanisme sangat kompleks dan banyak belum
diketahui dikenal dengan airway remodeling. Mekanisme tersebut sangat
heterogen dengan proses yang sangat dinamis dari diferensiasi, migrasi, maturasi,
diferensiasi sel sebagaimana deposit jaringan penyambung dengan diikuti oleh
pergantian atau perubahan struktur dan fungsi yang dipahami sebagai fibrosis dan
peningkatan otot polos dan kelenjar mukus.
Pada asma juga terdapat saling ketergantungan antara proses inflamasi dan
remodeling. Infiltrasi sel sel inflamasi terlibat dalam proses remodeling, juga
komponen lainnya seperti matriks ekstraselular, membran retikular basal, matriks
interstisial, fibrogenic growth factor, protease dan inhibitornya, pembuluh darah,
otot polos, kelenjar mukus.
Perubahan struktur yang terjadi :
a. Hipertrofi dan hiperplasia otot polos jalan napas
b. Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus
c. Penebalan membran reticular basal
d. Pembuluh darah meningkat
e. Matriks ekstraselular fungsinya meningkat
f. Perubahan struktur parenkim
g. Peningkatan fibrogenic growth factor menjadikan fibrosis
2.5 Klasifikasi
Secara etiologis, asma bronchial terbagi dalam 3 tipe 6
1. Asma bronchial tipe non atopi (intrinsic)
9
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu
yang berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi saluran
nafas dan kodisi lingkungan yang buruk seperti kelembaban, suhu, polusi
udara, zat-zat iritan kimia atau obat-obatan serta aktivitas olahraga yang
berlebihan. Pada golongan ini keluhan ini tidak ada hubungannya dengan
paparan (exposure) terhadap allergen dengan sifat-sifat:
a. Serangan timbul setelah dewasa
b. Pada keluarga tidak ada yang menderita asma
c. Penyakit infeksi sering menimbulkan serangan
d. Ada hubungan dengan pekerjaan atau beban fisik
e. Rangsangan/stimuli psikis mempunyai peran untuk menimbulkan serangan
reaksi asma
f. Perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non-spesifik merupakan
keadaan yang peka bagi penderita.
2. Asma bronchial tipe atopi (ekstrinsic)
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang
disebabkan karena reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak
membawa pengaruh apa-apa terhadap orang yang sehat. Pada golongan ini,
keluhan ada hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap allergen
lingkungan yang spesifik. Kepekaan ini biasanya dapat ditimbulkan dengan
uji kulit atau uji provokasi bronchial. Pada tipe mempunyai sifat-sifat:
a. Timbul sejak kanak-kanak
b. Keluarga ada yang menderita asma
c. Adanya eksim saat bayi
10
d. Sering menderita rhinitis
e. Di Inggris jelas penyebabnya House Dust Mite, di USA tepung sari bunga
rumput.
3. Asma bronchial tipe campuran (mixed)
Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsic
maupun ekstrinsik.
Berdasarkan berat ringannya serangan asma dapat di klasifikasikan
sebagai berikut:6
1. Serangan asma ringan
Sesak nafas saat berjalan, berbicara kalimat, kesadaran mungkin
agitasi, frekuensi nafas meningkat, terdapat penggunaan otot bantu napas,
mengi terdengar keras, nadi 100-120 kali/menit, pulsus paradoksus tidak ada,
APE sesudah terapi awal > 80%, PaO2 normal, PaCO2 < 45 mmHg dan
saturasi O2>95%.
2. Serangan asma sedang
Sesak napas saat berbicara dan lebih suka duduk, berbicara kata-kata,
kesadaran biasanya agitasi, frekuensi napas meningkat, penggunaan otot
napas ada, mengi terdengar tanpa stetoskop, nadi 100-120x/menit, pulsus
paradoksus mungkin ada, APE sesudah terapi awal 60-80%, PaO2 > 60
mmHg, PaCO2 < 45 mmHg dan saturasi O2 91-95%.
3. Serangan asma berat
Sesak napas saat istirahat dan duduk membungkuk, berbicara kata demi
kata, kesadaran biasanya agitasi, frekuensi 30x/menit, penggunaan otot napas
ada, mengi terdengar keras, nadi 120x/menit, pulsus paradoksus sering ada
11
>25 mmHg, APE sesudah terapi awal < 60% < 100 L/menit, PaO2 < 60
mmHg, PaCO2 > 45 mmHg dan saturasi O2<90%.
Berdasarkan derajatnya, asma dapat dibagi menjadi:11
1. Intermiten
a. Gejala klinis < 1 kali/minggu
b. Gejala malam < 2 kali/bulan
c. Tanpa gejala di luar serangan
d. Serangan berlangsung singkat
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) > 80% nilai prediksi atau
arus puncak ekspirasi (APE) > 80% nilai terbaik
f. Variabilitas APE < 20%
2. Persisten ringan
a. Gejala klinis > 1 kali/minggu tetapi < 1 kali/hari
b. Gejala malam > 2 kali/bulan
c. Tanpa gejala di luar serangan
d. Serangan dapat menggangu aktivitas tidur dan tidur
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) > 80% nilai prediksi atau
arus puncak ekspirasi (APE) > 80% nilai terbaik
f. Variabilitas APE 20%-30%
3. Persisten sedang
a. Gejala setiap hari
b. Gejala malam > 2 kali/minggu
c. Sering dapat menggangu aktivitas dan tidur
12
d. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) 60%-80% nilai prediksi
atau arus puncak ekspirasi (APE) 60%-80% nilai terbaik
e. Variabilitas APE > 30%
4. Persisten berat
a. Gejala terus menerus
b. Gejala malam sering
c. Sering kambuh
d. Aktivitas fisik terbatas
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) < 60% nilai prediksi atau
arus puncak ekspirasi (APE) < 60% nilai terbaik
f. Variabilitas APE > 30%
2.6 Gambaran Klinis11
Keluhan dan gejala tergantung dari berat ringannya pada waktu serangan.
Pada serangan asma bronchial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan
dan gejala tak ada yang khas.
Keluhan yang timbul:
a. Napas berbunyi
b. Sesak napas
c. Batuk
Tanda- tanda fisik :
a. Cemas/gelisah/panik/berkeringat
b. Tekanan darah meningkat
c. Nadi meningkat
13
d. Pulsus paradoksus : penurunan tekanan darah sisitolik lebih dari 10mmHg
pada waktu inspirasi
e. Frekuensi pernapasan meningkat
f. Sianosis
g. Penggunaan otot-otot bantu pernapasan, ekspirasi mememanjang , dan
Wheezing
2.7 Diagnosis
Diagnosis asma didasari oleh gejala yang episodik, gejala berupa batuk,
sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabilitas yang berkaitan dengan
cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah
dengan pemeriksaan fisik dan pengukuran faal paru terutama reversibilitas
kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.11
a. Anamnesis
Riwayat perjalanan penyakit, faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap
asma, riwayat keluarga dan riwayat adanya alergi.12
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi
saluran napas, dapat ditemukan sesak nafas (dyspnea), ekspirasi memanjang
disertai ronkhi kering, nafas cuping hidung pada saat inspirasi (anak), bicara
terputus putus, hiperinflasi toraks,.
14
Tanda-tanda lain berupa sianosis, susah bicara, takikardia, cemas, gelisah,
panik, berkeringat, tekanan darah meningkat, frekuensi nadi meningkat, frekuensi
nafas meningkat. mengi (wheezing) dapat dijumpai pada pasien asma.12
c. Pemeriksaan laboratorium
Darah (terutama eosinofil, IgE), sputum (eosinofil, spiral Crusshman,
kristal Charcot Leyden).12
d. Pemeriksaan penunjang
Spirometri
Spirometri adalah alat yang digunakan untuk mengukur faal
ventilasi paru. Reversibilitas penyempitan saluran napas yang merupakan
ciri khas asma dapat dinilai dengan peningkatan volume ekspirasi paksa
detik pertama (VEP1) dan atau kapasitas vital paksa (FVC) sebanyak 20%
atau lebih sesudah pemberian bronkodilator.13
Uji provokasi bronkus
Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma.
Pada penderita dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya
dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus
merupakan cara untuk membuktikan secara objektif hiperreaktivitas
saluran napas pada orang yang diduga asma. Uji provokasi bronkus terdiri
dari tiga jenis yaitu uji provokasi dengan beban kerja (exercise),
hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti metakolin dan
histamin.12
15
Foto toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit
lain yang memberikan gejala yang serupa seperti gagal jantung kiri,
obstruksi saluran napas, pneumotoraks, pneumomediastinum. Pada
serangan asma yang ringan, hgambaran radiologik paru biasanya tidak
memperlihatkan kelainan.12,14
2.7 Diagnosa banding6
a. Bronchitis kronis
Bronchitis kronis ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan
sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Gejala utama batuk
yang disertai sputum dan perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi,
lama kelamaan disertai mengi dan menurunkan kemampuan jasmani
b. Emfisema paru
Sesak napas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan
mengi jarang menyertainya.
c. Gagal jantung kiri
Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada
malam hari disebut paroxysmal nocturnal dispnea. Pasien tiba-tiba terbangun
pada malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau berkurang bila
duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali dan edema paru.
16
d. Emboli paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung.
Disamping gejala sesak napas, pasien batuk dengan disertai darah
(haemaptoe)
2.8 Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan asma:11
a. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
b. Mencegah eksaserbasi akut
c. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
d. Mengupayakan aktivitas normal
e. Menghindari efek samping obat
f. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara
g. Mencegah kematian karena asma
Penatalaksanaan asma bronkial terdiri dari pengobatan non
medikamentosa dan pengobatan medika mentosa:
1. Pengobatan non medikamentosa11
Pengobatan non medikamentosa terdiri dari:
a. Penyuluhan
b. Menghindari faktor pencetus
c. Pengendalian emosi
17
d. Pemakaian oksigen
2. Pengobatan medikamentosa15,16
Pada prinsipnya, pengobatan asma dibagi menjadi dua golongan yaitu
antiinflamasi menrupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit
serta mencegah serangan dikenal dengan pengontrol dan bronkodilator yang
merupakan pengobatan saat serangan untuk mencegah eksaserbasi/ serangan
dikenal dengan pelega.
a. Antiinflamasi (pengontrol)
Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah agen antiinflamasi yang paling potensial dan
merupakan antiinflamasi yang secara konsisten efektif sampai sat ini.
Efeknya secara umum adalah untuk mengurangi inflamasi akut maupun
kronik, menurunkan gejala asma, memperbaiki aliran udara, mengurangi
hiperresponsivitas saluran napas, mencegah eksaserbasi asma, dan
mengurangi remodeling saluran napas. Kortikosteroid terdiri dari
kortikosteroid inhalasi dan sistemik.
Kromolin
Mekanisme yang pastikromolin belum sepenuhnya dipahami,
tetapi diktahui merupakan antiinflamasi nonsteroid menghambat
pelepasan mediator dari sel mast.
Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek
ekstrapulmoner seperti antiinflamasi.
18
Agonis beta-2 kerja lama
Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah
salmeterol dan fomoterol yang mempunyai waktu kerja lama (>12 jam).
Pada pemberian jangka lama mempunyai efek antiinflamasi walaupun
kecil.
Leukotrien modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya
melalui oral. Selain bersifat bronkodilator juga mempunyai efek
antiinflamasi.
b. Bronkodilator (pelega)
Agonis beta-2 kerja singka
Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol,
dan prokaterol yang telah beredar di Indonesia. Pemberian dapat secara
inhalasi atau oral, pemberian secara inhalasi mempunyai onset yang
lebih cepat dan efek samping yang minimal.
Metilsantin
Termasuk dalam bronkodilator walaupun efek bronkodilatasinya
lebih lemah dibanding agonis beta-2.
Antikolinergik
Pemberian secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek
penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas.
Menimbulkan bronkodilatasi dengan menurunkan tonus vagal intrinsik,
selain itu juga menghambat refleks bronkokonstriksi yang disebabkan
iritan.
19
2.9 Komplikasi14
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul
a. Status asmatikus
b. Atelektasis
c. Hipoksemia
d. Pneumotoraks
e. Emfisema
2.10 Prognosis
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir
menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang
berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka
kematian penderita asma wanita dua kali lipat penderita asma pria. Juga kenyataan
bahwa angka kematian pada serangan asma dengan usia tua lebih banyak, kalau
serangan asma diketahui dan dimulai sejak kanak-kanak dan mendapat
pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh
dan di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan common cold
29% akan mengalami serangan ulang.12,15
Pada penderita yang mengalami serangan intermiten (kumat-kumatan)
angka kematiannya 2%, sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan
serangan terus-menerus angka kematiannya 9%.14
20
BAB III
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN:
Identitas Pasien
Nama : Ny. Westi
Umur : 39 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : menikah
Alamat : Jl. Merpati No 100 tangkerang tengah
Masuk RS : 3 November 2015
Tanggal Pemeriksaan : 4 November 2015
ANAMNESIS
Autoanamnesis
Keluhan Utama
Sesak napas yang semakin memberat sejak 1 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
2 minggu SMRS pasien merasakan sesak yang lebih berat dari biasanya.
Sesak yang timbul tidak dipengaruhi kegiatan maupun perubahan posisi. Sesak
timbul tiba-tiba, satu kali dalam dua hari, terkadang disertai dengan terbangun
malam akibat sesak napas 3 kali dalam satu minggu dan cukup mengganggu tidur.
Biasanya saat sesak seperti ini pasien mengkonsumsi obat asma dan berkurang,
namun pada kali ini sesak tidak berkurang meskipun minum obat. Pasien
kemudian berobat ke Balai pengobaatan dan di nebulizer lalu keluhan bekurang.
21
Pasien mempunyai riwayat asma sejak umur 10 tahun yang muncul
apabila pasien terlalu kelelahan, terpapar debu dan mengkonsumsi es serta
beberapa jenis seafood. Dalam beberapa tahun terakhir, asma pasien kambuh
paling banyak 2 kali dalam satu bulan dengan riwayat terbangun malam akibat
asma yang muncul <2 kali dalam satu bulan. Saat asma timbul, pasien
mengkonsumsi obat dan keluhan berkurang.
Beberapa hari setelah pulang berobat pasien merasakan keluhan timbul
lagi, keluhan dirasakan dua kali dalam satu hari disertai terbangun malam dan
mengganggu tidur malam lebih dari sebelumnya pasien meminum obat dan
keluhan berkurang.
1 hari SMRS sesak dirasakan semakin memberat berkurang setelah
minum obat dan muncul setiap 2 jam, pasien merasa terganggu karena sudah
beberapa hari tidak dapat tidur malam akibat sesak lalu pasien berobat ke IGD
RSUD AA.
Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak berwarna putih yang timbul
setiap mau sesak, keluhan tersebut memang sudah sering dirasakan sejak keluhan
asma timbul. Riwayat batuk dengan keluar darah, mengkonsumsi obat 6 bulan,
keringat malam, penurunan berat badan dan demam disangkal.
22
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat asma sejak umur 10 tahun yang muncul apabila
pasien terlalu kelelahan, terpapar debu dan mengkonsumsi es serta
beberapa jenis seafood.
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit jantung, hipertensi maupun
diabetes melitus.
Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah dan ibu pasien menderita asma.
Ibu pasien menderita diabetes
Ayah pasien menderita hipertensi
Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan
Pasien merupakan ibu rumah tangga
Pasien tidak merokok
Pemeriksaan Umum
Kesadaran : Composmentis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 89 x/menit
Nafas : 22 x/menit (ekspirasi memanjang)
Suhu : 36,5 °C
23
Pemeriksaan Fisik
Kepala & Leher
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, mata cekung -/-
Telinga dan hidung tidak ada kelainan
Mulut : mukosa mulut kering (-), sianosis (-)
Leher : pembesaran KGB (-), penggunaan otot bantu pernapasan (+)
Thoraks (paru)
Inspeksi : gerakan dinding dada simetris
Palpasi : vocal fremitus normal
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : suara nafas vesikular (+/+), ronkhi -/- dan wheezing +/+
Thoraks (jantung)
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba pada SIC V di linea midclavicula kiri
Perkusi : batas jantung kanan linea parasternalis dextra
batas jantung kiri linea midclavicula sinistra
Auskultasi : SI dan S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : tampak datar, pelebaran vena (-)
Auskultasi : bising usus (+), frekuensi 12 x/menit
Perkusi : timpani pada seluruh lapangan abdomen
Palpasi : teraba supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas (Superior et inferior)
Akral hangat, pitting udem(-), clubbing finger (-)
24
Pemeriksaan Penunjang
Hasil laboratorium tanggal 3 November 2015 :
Darah rutin
Hb : 9.3 gr/dL
Leukosit : 16.900/UL
Trombosit : 477.000/mm3
Hematokrit : 28.6 %
Kimia darah
Btot : 2.33 mg/dL
URE 1 : 26 mg/dL
CRE 1 : 0.62 mg/dL
AST 1 : 105 IU/L
ALT 1 : 112 U/L
Foto thorax
25
Resume
Pasien Ny. Westi, 39 tahun, masuk ke Nuri II RSUD AA melalui IGD
pada tanggal 3 November 2015 dengan keluhan utama sesak nafas sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit. Sesak nafas pasein tidak dipengaruhi oleh perubahan
posisi maupun kegiatan. Pasien dapat mengucapkan kalimat ketika berbicara saat
sesak timbul. Pasien juga mengeluhkan batuk-batuk, berdahak dan bewarna putih.
Pasien mempunyai riwayat asma sejak umur 10 tahun yang muncul apabila
pasien terlalu kelelahan, terpapar debu dan mengkonsumsi es serta beberapa jenis
seafood. Dalam beberapa tahun terakhir, asma pasien kambuh paling banyak 2
kali dalam satu bulan dengan riwayat terbangun malam akibat asma yang muncul
<2 kali dalam satu bulan. Ayah dan ibu pasien memiliki riwayat asma.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan penggunaan otot bantu pernapasan (+),
ekspirasi memanjang (+) dan wheezing (+/+).
DAFTAR MASALAH
Asma akut sedang pada asma persisten berat
RENCANA PEMERIKSAAN
• Spirometri
• Analisa gas darah
26
Rencana Penatalaksanaan
Non Farmakologi
• Istirahat
• hindari faktor pemicu
• menjaga kebersihan kamar tidur agar tidak banyak debu menumpuk
Farmakologi
• IVFD D5% 20 tts/i + aminofilin drip 1 ampul
• O2 5 L/i
• Nebulizer Combivent + pulmicort 3x1
• Metilprednisolon 2x 6.25
• Cefixime 2x1
• Ozid 2x1
• Ventolin 3x1
27
DAFTAR PUSTAKA
1. John M. Weiler, Sergio Bonini, Robert Coifman, Timothy Craig, Luı´s Delgado, Miguel Capa o-Filipe. Asthma & Immunology Work Group Report : Exercise-induced asthma. Iowa City, Iowa, Rome and Siena, Italy, Millville, NJ, Hershey, Pa, Porto, Portugal, and Colorado Springs, Colo : American Academy of Allergy : 2007
2. Direktorat Jenderal PPM & PLP, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Departemen Kesehatan RI ;2009; 5-11.
3. Kartasasmita CB. Epidemiologi Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.71-83.
4. Fitzgerald JM. Pocket guide for asthma management and prevention. GINA. 2015.
5. Rengganis I. Diagnosis dan tatalaksana asma bronkial. Majalah Kedokteran Indonesia. 2008;58(11):444-51
6. Sumdaro H, Sukamto. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. 245-250
7. Ward JPT. Ward J, Leach RM, Wiener CM. at a glance Sistem Respirasi. Jakarta: Erlangga. 54-57
8. Anggi D. Profil Penderita Asma Bronkial yang dirawat Inap di Bagian Paru RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari-Desember 2005. Pekanbaru: FK UNRI.2006
9. Danususanto H. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Hipokrates.2000. 196-224
10. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.2004
11. Mangunnegoro dkk. Asma pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di indonesia. Jakarta: Balai penerbit FK UI, 2004. 3-79
12. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2001. 477-82
28
13. Sundaru H. Dalam Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 21-27
14. Davey P. At a glance medicine. Jakarta : Erlangga. 178-180
15. Widysanto A. Dalam diagnosis dan tatalaksana kegawatdaruratan paru. Edisi 1. Jakarta : Sagung Seto, 2008. 19 – 27
16. Neal MJ. At a glance farmakologi medis. Edisi 5. Jakarta : Erlangga, 2006. 28-29
29