case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

58
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA (UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA) Jl. Terusan Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat STATUS ILMU PENYAKIT DALAM SMF PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT IMANUEL WAY HALIM LAMPUNG Nama Mahasiswa : Meidalena Anggresia Bahen Tanda Tangan : NIM : 11.2013.231 Dokter Pembimbing : dr. Haryono, Sp.PD dr. Fajar Raditya, Sp.PD --------------------- IDENTITAS PASIEN Nama lengkap : Sdr. BD Jenis kelamin : Laki-laki Umur : 29 tahun Suku bangsa : Indonesia Status perkawinan : Belum menikah Agama : Katolik Pekerjaan : Swasta Pendidikan : Universitas Alamat : Jl Ratu Dibalau Gg. CempakaVII Way Kandis Tanjung | 1

Upload: meidalena-anggresia-bahen

Post on 16-Jan-2016

35 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

case

TRANSCRIPT

Page 1: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)

Jl. Terusan Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat

STATUS ILMU PENYAKIT DALAM

SMF PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT IMANUEL WAY HALIM LAMPUNG

Nama Mahasiswa : Meidalena Anggresia Bahen Tanda Tangan :

NIM : 11.2013.231

Dokter Pembimbing : dr. Haryono, Sp.PD

dr. Fajar Raditya, Sp.PD ---------------------

IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : Sdr. BD Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 29 tahun Suku bangsa : Indonesia

Status perkawinan : Belum menikah Agama : Katolik

Pekerjaan : Swasta Pendidikan : Universitas

Alamat : Jl Ratu Dibalau Gg. CempakaVII Way Kandis Tanjung

A. PENDAHULUAN

Pada kesempatan ini akan diajukan sebuah kasus: Seorang pria berusia 29 tahun datang

dengan keluhan sesak nafas sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas disertai

dengan batuk dan napas yang berbunyi. Dan pasien juga susah untuk menelan karena

tenggorokannya teerasa sakit. Pasien pernah mengalami seperti ini sebelumnya dan sudah

pernah mendapat pengobatan tetapi pasien tidak teratur dalam menjalani pengobatan.

1. Apa saja faktor-faktor pencetus terjadinya asma ?

2. Apa perbedaan asma dan COPD ?

3. Bagaimana klasifikasi asma dan penanganannya menurut GINA ?

4. Apa saja yang menjadi komplikasi pada penyakit asma ?

| 1

Page 2: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

B. ANAMNESIS

Autoanamnesis, 24 September 2014, pukul 15.00

Keluhan Utama:

Sesak napas sejak 5 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien merasakan sesak napas sejak 5 hari yang lalu. Sesak napas dirasakan oleh

pasien terutama pada dini hari, bertambah berat apabila cuacanya dingin dan disertai napas

yang berbunyi. Sesak napas juga dirasakan saat sedang beraktivitas dan dipengaruhi oleh

lingkungan. Apabila terkena paparan debu, pasien akan merasa sesak .Saat itu pasien sedang

melakukan treadmill yang terlalu lama. Pasien terlalu memaksakan diri sehingga merasakan

sangat sulit untuk bernapas. Pasien lebih menyukai tidur dalam posisi setengah duduk.

Selama sesak pasien masih bisa mengucapkan kalimat namun terpatah-patah. Pasien

mengalami sesak napas hanya kadang-kadang, dan hal itu juga jarang sampai menggangu

aktivitasnya. Pasien terbangun dimalam hari atau lebih awal dan serangannya bisa 1-2 kali

dalam sebulan. Pasien ia menggunakan obat semprot atau obat oral untuk melegakan

pernapasan hanya 1 kali dalam sebulan. Pasien menyadari bahwa selama sebulan ini sesak

napasnya kurang terkontrol. Pasien sudah pernah mendapat pengobatan, tetapi pasien tidak

teratur dalam menjalani pengobatan.Pasien juga mengalami batuk yang tidak berdahak, tidak

berdarah, , ada nyeri saat menelan makanan sehingga nafsu makan pasien menjadi turun sejak

5 hari yang lalu.

2 hari sebelum masuk rumah sakit juga pasien menderita demam. Demam yang

dirasakan oleh pasien tidak naik turun dan tidak hilang timbul. Tetapi demam yang diderita

oleh pasien sembuh setelah meminum obat penurun panas namun nyeri menelannya masih

dirasakan.

Pasien tidak mengalami mual dan muntah, buang air kecil berwarna kuning dan

frekuensinya tidak berkurang. Kaki pasien tidak membengkak. Dan 1 hari sebelum masuk

rumah sakit, pasien merasakan sesak napas saat dini hari dan memutuskan untuk pergi ke

Rumah Sakit Imanuel.

| 2

Page 3: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien sering mengalami sakit seperti ini sebelumnya dan sudah pernah menjalani

pengobatan tetapi pasien tidak teratur dalam menjalani pengobatan. Pasien tidak memiliki

riwayat tekanan darah tinggi, penyakit jantung, penyakit ginjal, penyakit saluran cerna, alergi.

Riwayat Kebiasaan :

Pasien tidak mempunyai riwayat merokok ataupun minum-minuman beralkohol.

Penyakit Dahulu ( Tahun, diisi bila ya (+), bila tidak (-) )

(-) Cacar (-) Malaria (-) Batu Ginjal / Saluran Kemih

(-) Cacar air (-) Disentri (-) Burut (Hernia)

(-) Difteri (-) Hepatitis (-) Penyakit Prostat

(-) Batuk Rejan (-) Tifus Abdominalis (-) Wasir

(-) Campak (-) Skirofula (-) Diabetes

(+) Influenza (-) Sifilis (-) Alergi

(+) Tonsilitis (-) Gonore (-) Tumor

(-) Khorea (-) Hipertensi (-) Penyakit Pembuluh

(-) Demam Rematik Akut (-) Ulkus Ventrikuli (-) Perdarahan Otak

(-) Pneumonia (-) Ulkus Duodeni (-) Psikosis

(-) Pleuritis (-) Gastritis (-) Neurosis

(-) Tuberkulosis (-) Batu Empedu Lain-lain: (-) Operasi

(-) Kecelakaan

Riwayat Keluarga

Hubungan Umur (thn) Jns Kelamin Keadaan Kesehatan Penyebab Meninggal

Kakek - ♂ Meninggal -

Nenek - ♀ Meninggal -

Ayah - ♂ Meninggal Ca Paru

Ibu - ♀ Sehat -

Adakah Kerabat Yang Menderita:

Penyakit Ya Tidak Hubungan

| 3

Page 4: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

Alergi Ayah

Asma Nenek, Ayah

Tuberkulpasienis √

Artritis √

Rematisme √

Hipertensi √

Jantung √

Ginjal √

Lambung √

C. ANAMNESIS SISTEM

Kulit

(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat malam

(-) Kuku (-) Kuning / Ikterus (-) Sianosis

Kepala

(-) Trauma (-) Sakit kepala

(-) Sinkop (-) Nyeri pada sinus

Mata

(-) Nyeri (-) Radang (-) Kuning / Ikterus

(-) Sekret (-) Gangguan penglihatan (-) Ketajaman penglihatan

Telinga

(-) Nyeri (-) Gangguan pendengaran (-) Tinitus

(-) Sekret (-) Kehilangan pendengaran

Hidung

(-) Trauma (-) Gejala penyumbatan (-) Sekret

(-) Nyeri (-) Gangguan penciuman (-) Pilek

(-) Epistaksis

| 4

Page 5: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

Mulut

(-) Bibir kering (-) Lidah kotor

(-) Gusi berdarah (-) Gangguan pengecap

(-) Selaput (-) Stomatitis

Tenggorokan

(+) Nyeri tenggorokan (-) Perubahan suara

Leher

(-) Benjolan (-) Nyeri leher

Dada (Jantung / Paru)

(-) Nyeri dada (+) Sesak napas (-) Ortopnoe

(-) Berdebar (-) Batuk darah (+) Batuk

Abdomen (Lambung / Usus)

(-) Rasa kembung (-) Benjolan (-) Tinja berwarna dempul

(-) Mual (-) Sukar menelan (-) Tinja darah

(-) Muntah (-) Nyeri perut, kolik (-) Tinja berwarna hitam

(-) Muntah darah (-) Wasir (-) Mencret

(-) Perut membesar

Saluran Kemih / Alat kelamin

(-) Disuria (-) Kencing batu (-) Urin seperti teh pekat

(-) Stranguria (-) Ngompol (-) Retensi urin

(-) Poliuria (-) Kencing nanah (-) Kencing menetes

(-) Polakisuria (-) Kolik (-) Penyakit Prostat

(-) Hematuria (-) Oliguria

Saraf dan Otot

(-) Anestesi (-) Amnesia (-) Pingsan

(-) Parestesi (-) Sukar mengingat (-) Pusing (vertigo)

| 5

Page 6: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

(-) Otot lemah (-) Ataksia (-) Gangguan bicara (Disartri)

(-) Kejang (-) Hipo/ Hiper-esthesi (-) Lain-lain

(-) Afasia (-) Kedutan (‘tick’)

Ekstremitas

(-) Nyeri sendi (-) Deformitas

(-) Bengkak (-) Sianosis

(-) Krepitasi

BERAT BADAN

Berat badan rata-rata (Kg) : 58 kg

Berat tertinggi (Kg) : 60 kg

Berat badan sekarang (Kg) : 55 kg

(Bila pasien tidak tahu dengan pasti)

Tetap ( )

Turun (√)

Naik ( )

RIWAYAT HIDUP

Riwayat Kelahiran

Tempat lahir : ( ) Di rumah (+) Rumah Bersalin ( ) RS Bersalin

Ditolong oleh : () Dokter (+) Bidan ( ) Dukun

( ) Lain-lain

Riwayat Imunisasi

( ) Hepatitis ( ) BCG ( ) Campak ( ) DPT

( ) Polio ( ) Tetanus

Riwayat Makanan

Frekuensi / Hari : 3x/hari

Jumlah / Hari : 1 porsi

Variasi / Hari : Variasi

Nafsu makan : Menurun

| 6

Page 7: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

Pendidikan

( ) SD ( ) SLTP (-) SMA ( ) Sekolah Kejuruan ( ) Akademi

(+) Universitas ( ) Kursus

Kesulitan

Keuangan : Tidak ada

Pekerjaan : Tidak ada

Keluarga : Tidak ada

D. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tinggi badan : 165 cm

Berat badan : 55 kg

Indek massa tubuh : 20,20

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 80x/ menit, regular, isi cukup, equal

Suhu : 36,4oC

Pernapasan (Frekuensi dan tipe) : 22x/ menit, pernapasan abdominotorakal

Keadaan gizi : Cukup

Sianosis : Tidak ada

Edema umum : Tidak ada

Habitus : Atletikus

Cara berjalan : Normal

Mobilitas (Aktif / Pasif) : Aktif

Umur menurut taksiran pemeriksa : sesuai dengan usia pasien

Aspek Kejiwaan

Tingkah laku : Wajar

Alam perasaan : Biasa

Proses pikir : Wajar dan cepat

| 7

Page 8: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

Kulit

Warna : Putih Effloresensi : Tidak ada

Jaringan parut : Tidak ada Pigmentasi : Tidak ada

Pertumbuhan rambut : Normal, merata Pembuluh darah : Teraba pulsasi

Suhu raba : Normotermi Lembab/ kering : Kering

Keringat Umum : -

Setempat : -

Turgor : Baik

Ikterus : Tidak ada

Lapisan lemak : Tidak ada Edema : Tidak ada

Kelenjar Getah Bening

Submandibula : Tidak teraba membesar Leher : Tidak teraba membesar

Supraklavikula : Tidak teraba membesar Ketiak : Tidak teraba membesar

Lipat paha : Tidak teraba membesar

Kepala

Ekspresi wajah : Normal Simetri muka : Simetris

Rambut : Hitam

Mata

Exophthalmus : Tidak ada Enopthalmus : Tidak ada

Kelopak : Tidak edem, tidak cekung Lensa : Jernih

Konjungtiva : Anemis - / - Visus : Normal

Sklera : Ikterik -/- Gerakan mata : Aktif, normal

Lapangan penglihatan : Normal Tekanan bola mata : Normal

Deviatio konjungae : Tidak ada Nystagmus : Tidak ada

Telinga

Tuli : - / - Selaput pendengaran : Utuh

Lubang : + / + Penyumbatan : - / -

Serumen : + / + Perdarahan : - / -

Cairan : - / -

Hidung

| 8

Page 9: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

Bentuk : Normal

Septum : Tidak ada deviasi

Sekret : Tidak ada

Napas Cuping hidung : Tidak ada

Mulut

Bibir : Normal Tonsil : T2-T2

Langit-langit : Normal, lengkap Bau pernapasan : Tidak ada

Gigi geligi : Normal, lengkap Trismus : Tidak ada

Faring : Hiperemis Selaput lendir : Normal

Lidah : Tidak kotor, tidak kering, tidak tremor Gusi berdarah : Tidak ada

Leher

Tekanan vena Jugularis (JVP) : 5-2 cmH2O

Kelenjar Tiroid : Tidak teraba membesar

Kelenjar Limfe : Tidak taraba membesar

Dada

Bentuk : Simetris kanan dan kiri

Pembuluh darah : Tidak tampak

Buah dada : Simetris, tidak tampak kelainan

Paru-paru

Paru-paru

Depan Belakang

Inspeksi Kiri Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis

Kanan Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis

Palpasi Kiri - Tidak ada penonjolan iga

- Fremitus taktil kanan = kiri

Tidak ada penonjolan iga

Fremitus taktil kiri = kanan

Kanan - Tidak ada penonjolan iga

- Fremitus taktil kanan = kiri

Tidak ada penonjolan iga

Fremitus taktil kanan = kiri

| 9

Page 10: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

Perkusi Kiri Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru

Kanan Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi Kiri - Suara vesikuler

- Ronki (-), Wheezing (+)

- Suara vesikuler

- Ronki (-), Wheezing (+)

Kanan - Suara vesikuler

- Ronki (-), Wheezing (+)

- Suara vesikuler

- Ronki (-), Wheezing (+)

Lain lain Batas paru hati: midclavicula kanan ICS 5

Jantung

Inpeksi Ictus cordis tidak tampak

Palpasi Ictus cordis teraba di ICS 4, kuat angkat, reguler

Perkusi Batas kanan jantung Linea sternalis kanan

Batas kiri jantung 2 cm lateral linea midclavicula kiri

Batas atas jantung Sela iga 2 linea sternal kiri

Auskultasi Katup aorta - A2 > A1 reguler murni

- Murmur (-), Gallop (-)

Katup pulmonal - P2 > P1 reguler murni

- Murmur (-), Gallop (-)

Katup mitral - M 1 > M2 reguler murni

- Murmur (-), Gallop (-)

Katup trikuspid - T1 > T2 reguler murni

- Murmur (-), Gallop (-)

Pembuluh darah

Arteri Temporalis : Teraba pulsasi

Arteri Karotis : Teraba pulsasi

Arteri Brakhialis : Teraba pulsasi

Arteri Radialis : Teraba pulsasi

Arteri Femoralis : Teraba pulsasi

Arteri Poplitea : Teraba pulsasi

Arteri Tibialis Posterior : Teraba pulsasi

Arteri Dorsalis Pedis : Teraba pulsasi

| 10

Page 11: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

Abdomen

Inspeksi : datar dan simetris.

Palpasi Dinding perut : tidak terdapat nyeri tekan.

Hati : Tidak teraba

Limpa : Tidak teraba

Ginjal : Ballotement - / -

Lain-lain : McBurney -, Murphy sign –, Rovsing sign –

Blumberg sign –

Nyeri ketuk CVA -/-

Perkusi : Timpani disemua lapang abdomen

Shiftting dullness (-)

Auskultasi : BU (+) normoperistaltik

Anggota Gerak

Lengan

Kanan Kiri

Luka Tidak ada Tidak ada

Otot -Tonus

-Massa

Normotonus

Eutrofi

Normotonus

Eutrofi

Sendi Tidak bengkak Tidak bengkak

Gerakan Aktif Aktif

Edema Tidak ada Tidak ada

Lain- lain Tidak ditemukan krepitasi dan tanda radang

Tungkai dan kaki

Kanan Kiri

Luka Tidak ada Tidak ada

Varises Tidak ada Tidak ada

Otot -Tonus

- Massa

Normotonus

Eutrofi

Normotonus

Eutrofi

Sendi Tidak bengkak Tidak bengkak

Gerakan Aktif Aktif

| 11

Page 12: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

Edema Tidak ada Tidak ada

Lain- lain Tidak ditemukan krepitasi dan tanda radang

Refleks

Kanan Kiri

Refleks tendon +2 +2

Bisep +2 +2

Trisep +2 +2

Patella +2 +2

Archiles +2 +2

Kremaster Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Refleks kulit - -

Refleks patologis - -

Colok dubur (atas indikasi) : Tidak dilakukan

E. DIAGNOSA KLINIS

Asma bronkiale, Tonsilitis akut

Menurut anamnesis, data yang mendukung diagnosis adalah:

- Pasien merasakan sesak nafas saat aktivitas

- Pasien juga merasa sesak nafas pada malam hari dan kadang membangunkan pasien

dari tidurnya.

- Sesak napas yang dirasakan pasien dipengaruhi oleh lingkungan disertai dengan napas

berbunyi dan batuk.

- Tenggorokan yang sakit dan sulit menelan

Menurut pemeriksaan fisik, data yang mendukung diagnosis adalah:

- Pemeriksaan fisik paru pada auskultasi terdengar bunyi wheezing.

- Pada pemeriksaan tenggorokan didapatkan faring hiperemis dan tonsil membesar T2-

T2

| 12

Page 13: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

Diagnosis Banding

PPOK

Data yang mendukung :

- Adanya sesak napas yang disertai mengi dan batuk

Data yang tidak mendukung :

- Batuk non produktif

- Belum dilakukan pemeriksaan spirometri

- Pasien tidak merokok

Gagal jantung kronik

Data yang mendukung:

- Pasien juga merasa sesak napas pada malam hari

- Sesak nafas yang dirasakan pasien sampai membangunkan pasien dari tidurnya.

- Pasien merasakan sesak saat beraktivitas

Data yang tidak mendukung:

- Sesak napas pasien dipoengaruhi lingkungan

- Kedua kaki pasien tidak membengkak

- Pasien buang air kecil berwarna kuning dan frekuansinya tidak berkurang

- Pasien tidak mengalami mual dan muntah

- Belum dilakukannya pemeriksaan penunjang Rontgen thorax.

F. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Uji darah lengkap (sudah dilakukan)

2. Pemeriksaan faal paru (belum dilakukan)

3. Pemeriksaan foto toraks (belum dilakukan)

4. Tes provokasi bronkus (belum dilakukan)

H.HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium (23 September 2014, pukul 14:51)

| 13

Page 14: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

Hematologi

Hemoglobin 16.3 g/dl L:12-17; P:11-15

Hematokrit 47% 37-54

Eritrosit 5.65 juta/ul 3.5-5.5

Trombosit 320 ribu/ul 150-350

Lekosit 9830/ul 5000-10000

Segment 61% 50-70

Limposit 30% 25-40

Monosit 7% 2-8

Eosin 1% 2-4

Basophil 1% 0-1

MCHC 35 g/dl 31-36

MCH 29 pg 27-32

MCV 83 fl 77-94

MPV 10 fl 6-12

Gambaran Eritrosit NORMAL

Trombosit CUKUP

I. RINGKASAN

Seorang pria berusia 29 tahun datang dengan keluhan sesak napas sejak 5 hari yang

lalu terutama pada dini hari, bertambah berat apabila cuacanya dingin dan disertai napas yang

berbunyi. Sesak napas juga dirasakan saat sedang beraktivitas dan dipengaruhi oleh

lingkungan. Pasien lebih menyukai tidur dalam posisi setengah duduk. Selama sesak pasien

masih bisa mengucapkan kalimat namun terpatah-patah, sesak napas hanya kadang-kadang,

dan jarang sampai menggangu aktivitasnya. Pasien terbangun dimalam hari atau lebih awal

dan serangannya bisa 1-2 kali dalam sebulan, menggunakan obat semprot atau obat oral

untuk melegakan pernapasan hanya 1 kali dalam sebulan. Selama sebulan ini sesak napasnya

kurang terkontrol. Pasien sudah pernah mendapat pengobatan , tetapi pasien tidak teratur

dalam menjalani pengobatan. Pasien juga mengalami batuk, nyeri menelan, dan demam.

Pemeriksaan fisik:

- Dari pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran

compos mentis. Tanda-tanda vital; tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80x/ menit,

| 14

Page 15: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

pernapasan 22x/menit, dan suhu 36,4oC. Indeks massa tubuh 20,20 (masuk kategori

berat badan ideal), dan keadaan gizi juga cukup.

- Pada mulut didapatkan tonsil membesar dengan ukuran T2-T2

- Pada paru terdengar wheezing saat di auskultasi.

Pemeriksaan penunjang:

- Pada pemeriksaan laboratorium hematologi didapatkan:

o Eritrosit 5.65 juta/ul

J. DIAGNOSIS KERJA

Asma Bronkiale, Tonsilofaringitis

Menurut anamnesis, data yang mendukung diagnpasienis adalah:

- Pasien merasakan sesak napas yang dipengaruhi oleh lingkungan

- Sesak napas disertai dengan napas yang berbunyi dan batuk

- Sesak napas dirasakan dari malam hari sampai dini hari

- Pasien menderita demam dan nyeri menelan

- Apabila terkena paparan debu, pasien langsung mengalami sesak.

Menurut pemeriksaan fisik, data yang mendukung diagnosis adalah:

- Tenggorokan : Tampak faring hiperemis, tonsil membesar dengan ukuran T2-T2

- Paru : pada auskultasi terdengar bunyi wheezing.

Menurut pemeriksaan penunjang, data yang mendukung diagnosis adalah:

Belum ditemukan data yang menunjang.

K.RENCANA PENGELOLAAN

Tatalaksana hari pertama pada pasien ini adalah:

Rawat inap

IVFD RL 500 cc q 12 jam

Nebulizer : Combivent (ipratrium bromide, salbutamol sulfat) + flexotid + NS 2 cc Q

8 Jam.

Injeksi Dexametason 3 x 1 ampul

| 15

Page 16: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

Tablet Ambroxol 3 x 1

Terasma 3 x 10 cc

Diet biasa

O2 2-4 lpm

Tatalaksana hari kedua pasien ini adalah:

Tablet Ambroxol di stop.

Tablet meptin 2 x 1 (Prokaterol HCl)

Tablet zycin 1 x 500 mg (Azitromisin)

Tantum kumur 2 x 10 cc

Syrup Terasma 3x10 cc (Terbutaline sulfat)

Nebulizer :

Ventolin : 1 ampul (salbutamol sulfat, guainefenesin)

Flexotide : 1 ampul (flutkason propionate)

NS 2 cc Q 8 jam

Tatalaksana hari ketiga pasien ini adalah

Konsul dr. Abdi, spTHT

Tatalaksana hari keempat pasien ini adalah

Pulang berobat jalan

Diet biasa

Kontrol untuk 1 minggu

L. PENCEGAHAN

1. Mencegah sensitisasi

Cara-cara mencegah asma berupa pencegahan sensitisasi alergi (terjadinya atopi,

diduga paling relevan pada masa prenatal dan perinatal) atau pencegahan terjadinya

asma pada individu yang disensitisasi. Selain menghindari pajanan dengan asap

rokok, baik in utero atau setelah lahir, tidak ada bukti intervensi yang dapat mencegah

perkembangan asma. Hipotesis hygiene untuk mengarahkan sistem imun bayi ke Th1,

respon nonalergi atau modulasi sel T regulator masih merupakan hipotesis.

2. Mencegah eksaserbasi

| 16

Page 17: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

Eksaserbasi asma dapat ditimbulkan berbagai faktor (trigger) seperti alergen (indoor

seperti tungau, debu rumah, hewan berbulu, kecoa, dan jamur, alergen outdoor seperti

polen, jamur, infeksi virus, polutan dan obat. Mengurangi pajanan penderita dengan

beberapa faktor seperti menghentikan merokok, menghindari asap rokok, lingkungan

kerja, makanan, aditif, obat yang menimbulkan gejala dapat memperbaiki control

asma serta keperluan obat. Tetapi biasanya penderita bereaksi terhadap banyak faktor

lingkungan sehingga usaha menghindari allergen sulit untuk dilakukan. Hal-hal lain

yang harus pula dihindari adalah polutan indoor dan outdoor, makanan dan aditif,

obesitas, emosi-stress dan berbagai faktor lainnya.

M. PROGNOSIS

Ad Vitam : ad bonam

Ad Fungsionam : dubia ad bonam

Ad Sanationam : dubia ad bonam

N. FOLLOW UP

Tanggal Data Klinis Pemeriksaan

Penunjang

Diagnosis dan Tindakan

24

Septem

ber

2014

S: sesak napas disertai napas yang

berbunyi, terasa berat di bagian

dada, tenggorokan terasa sakit dan

sulit menelan.

O: K = CM; KU = tampak sakit

sedang; TD = 120/80 mmHg; HR

= 80 x/menit equal, kuat angkat,

regular; RR = 22 x/menit; S =

36,4oC

Mata: konjungtiva tidak anemis,

sklera tidak ikterik

Tenggorok: T2-T2, faring

hiperemis

Leher: tidak teraba benjolan dan

Eritrosit 5.65 juta/ul Diagnosis: Asma Bronkiale

dan tonsilitis akut

Tatalaksana:

Nebulizer :

Combvent + flexotid

+ NS 2 cc Q 8 Jam.

Injeksi Dexametason

3 x 1 ampul

Tablet Ambroxol 3 x

1

Terasma 3 x 10 cc

O2 2-4 lpm

| 17

Page 18: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

perbesaran KGB

Paru: I gerakan dada statis

dinamis simetris, tidak terlihat

retraksi

Pa gerakan dada statis dinamis

simetris, VF kanan = kiri, tidak

teraba retraksi dan nyeri tekan

Pe Sonor, BPH ics 6 midclav

kanan

Aus Bunyi suara nafas

vesikuler, Rh -/-, Wh +/+

Cor: I Ictus cordis tidak

terlihat

Pa Ictus cordis teraba ics 4

Pe Batas kanan: sternalis

kanan; batas kiri: midclavicula

kiri; batas atas: ics 2 sternal kiri

Aus BJ I-II murni regular

tanpa murmur dan gallop

Abd: I datar,tidak tampak

pembuluh darah kolateral

Pa tidak terdapat nyeri tekan,

hati dan lien tidak teraba

Pe timpani

Aus bising usus +,

normoperistaltik

Eks: tidak ada edema, deformitas,

tanda radang maupun krepitasi

25

Septem

ber

2014

S: kadang-kadang masih terasa

sesak, tenggorokan masih terasa

susah menelan

O: K = CM; KU = tampak sakit

sedang; TD = 120/90 mmHg; HR

Tidak diperiksa Diagnosis: asma bronkiale,

tonsilitis akut

Tatalaksana:

Terapi lanjut

Konsul ke dr.Abdi,

| 18

Page 19: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

= 79 x/menit equal, kuat angkat,

regular; RR = 21 x/menit; S =

36,4oC

Mata: konjungtiva tidak anemis,

sklera tampak ikterik

Tenggorok: T2-T2, faring

hiperemis

Leher: tidak teraba benjolan dan

perbesaran KGB

Pulmo: sonor, Rh -/-, Wh -/-

Cor: BJ I-II murni regular

Abd: nyeri tekan - , hepar dan lien

tidak teraba membesar

Eks: tidak ada krepitasi,

deformitas, tanda radang, edema

spTHT

26

Septem

ber

2014

S: sudah mulai membaik, tidak

ada keluhan

O: K = CM; KU = tampak sakit

sedang; TD = 120/70 mmHg; HR

= 80 x/menit equal, kuat angkat,

regular; RR = 20 x/menit; S =

36,5oC

Mata: konjungtiva tidak anemis,

sklera tidak ikterik

Tenggorok: T2-T2, faring

hiperemis

Leher: tidak teraba benjolan dan

perbesaran KGB

Pulmo: sonor , Rh -/-, Wh -/-

Cor: BJ I-II murni regular

Abd: datar,tidak ada nyeri tekan,

hepar lien tidak teraba membesar

Eks: tidak ada krepitasi,

Tidak diperiksa Diagnosis: asma bronkiale,

tonsillitis akut

Tatalaksana:

Pulang berobat jalan

| 19

Page 20: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

deformitas, tanda radang, edema

O.PEMBAHASAN

PEMBAHASAN 1: FAKTOR-FAKTOR PENCETUS TERJADINYA ASMA

Genetik

Telah diterima secara umum bahwa ada kontribusi herediter pada etiologi asma, pola

herediter komplek dan asma tidak dapat diklasifikasikan secara sederhana cara pewarisannya

seperti autosomal dominan, resesif atau sex-linked. Namun dari studi genetik telah

menemukan multiple chromosomal region yang berisi gen-gen yang memberi kontribusi

asma. Kadar serum IgE yang tinggi telah diketahui ada hubungan dengan kromosom 5q, 11q

dan 12q. Secara klinik ada hubungan kuat antara hiperresponsif saluran nafas dengan

peningkatan kadar IgE dan bukti terbaru menunjukkan coinheritance dari gen untuk atopi dan

airway hypereactivity (AHR) dijumpai pada kromosom yang sama. Gen yang menentukan

spesifisitas dari respons imun mungkin juga penting pada pathogenesis asma.

Alergen

Asma akibat alergi bergantung pada respons IgE yang dikendalikan oleh limfosit T dan B

diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul IgE yang berikatan dengan sel mast.

Sebagian besar alergen yang mencetuskan asma bersifat airborne dan supaya dapat

menginduksi keadaan sesitivitas, alergen tersebut harus tersedia dalam jumlah yang banyak

dalam periode tertentu. Akan tetapi sekali sensitisasi telah terjadi pasien akan

memperlihatkan respons yang sangat baik sehingga sejumlah kecil alergen yang menganggu

sudah dapat menghasilkan eksaserbasi penyakit yang jelas. Mekanisme imunologik

kelihatannya berhubungan sebab akibat dengan perkembangan asama pada 25 sampai 35

persen dari semua kasus dan mungkin berperan pada sepertiga kasus yang lain. Prevalensi

yang lebih tinggi telah dinyatakan, tetapi sulit diketahui bagaimana menginterpretasikan data

karena faktor yang bercampur baur. Asma alergi biasanya bersifat musiman dan biasanya

lebih sering ditemukan pada anak dan orang dewasa muda. Bentuk tidak musiman mungkin

disebabkan alergi terhadap bulu, kotoran hewan, tungau debu, jamur, dan antigen lain yang

ditemukan secara terus menerus di lingkungan. Pajanan terhadap antigen secara khusus akan

menimbulkan respon cepat dengan obstruksi jalan napas terjadi dalam beberapa menit dan

kemudian hilang. Pada 30 sampai 50 persen pasien, serangan bronkokonstriksi kedua yang

| 20

Page 21: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

disebut sebagai reaksi terlambat, timbul 6 sampai 10 jam kemudian. Pada kelompok

minoritas, hanya rekasi terlambat yang terjadi. Dahulu diperkirakan bahwa reaksi terlambat

penting bagi perkembangan peningkatan reaktivitas jalan napas yang terjadi setelah pajanan

terhadap antigen. Data terakhir menujukkan bahwa pemikiran tersebut tidak benar.

Rangsangan farmakologik

Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi episode akut asma adalah

aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis beta-adrenergik dan bahan sulfat. Sindroma

pernapasan sensitive-aspirin khusus terutama mengenai orang dewasa, walaupun keadaan ini

juga dapat dilihat pada masa anak-anak. Masalah ini biasanya berawal dengan rhinitis

vasomotor perennial yang diikuti dengan rinosinusitis hiperplastik dengan polip nasal. Baru

kemudian muncul asma progresif. Pada pajanan terhadap jumlah aspirin yang sangat kecil

sekalipun, pasien secara khusus akan mengalami kongesti mata dan hidung disertai episode

obstruksi jalan napas akut, bahkan sering berat. Prevalensi sensitivitas aspirin pada pasien

asma bervariasi dari penelitian ke penelitian, tetapi bnayak peneliti menduga bahwa 10

persen merupakan gambaran yang masuk akal. Ditemukan reaktivasi silang yang besar antara

aspirin dan senyawa anti-inflamasi non steroid lain. Indometasin, fenoprofen, naproksen,

natrium zomepirak, ibuprofen,asam mefenamat dan fenilbutazon secara khusus penting

dalam hal ini. Sebaliknya asetaminofen, natrium salisilat, kolin salisilat salisilamid dan

propoksilen dapat ditoleransi dengan baik. Frekuensi reaksi silang yang sebenarnya terhadap

tartazin dan bahan pewarna lain pada pasien asma senstif –aspirin bersifat tersembunyi, akan

tetapi pada tartazin dan bahan pewarna lain yang cenderung menimbulkan masalah dapat

ditemukan secara luas di lingkungan dan mungkin tanpa diketahui ditelan oleh pasien yang

sensitif.

Pasien yang sensitive terhadap aspirin dapat didesentisasi dengan pemberian obat

setiap hari. Setelah mejalani bentuk terapi ini, tolerasi silang juga akan terbentuk terhadap

agen anti-inflamasi non steroid lain. Mekanisme dengan aspirin dan obat lain dapat

menyebabkan bronkospasme tidak diketahui tetapi mungkin berkaitan dengan pembentukan

leukotrien yang diinduksi secara khusus oleh aspirin. Hipersensitivitas cepat kelihatannya

tidak terbentuk.

Antagonis beta-adrenergik biasanya menyebabkan obstruksi jalan nafas pada pasien

asma demikian juga dengan pasien lain dengan peningkatan reaktivitas jalan napas dan harus

dihindarkan pada pasien ini. Bahkan agen beta1 selektif memiliki agen ini, khsusunya pada

| 21

Page 22: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

dosis yang lebih tinggi. Sesungguhnya, penggunaan stetempat penghambat beta1 di mata pada

terapi glaukoma berhubungan dengan asma yang semakin memburuk.

Obat sulfat, sperti kalium metabisulfit, kalium dan natrium bisulfit dan sulfat

dioksida, yang secara luas digunakan dalam industri makanan dan farmasi sebagai agen

sanitasi dan pengawet, juga dapat menimbulkan obstruksi jalan napas akut pada pasien yang

sensitif. Pajanan biasanya terjadi setelah menelan makanan atau cairan yang mengandung

senyawa ini, misalnya salad, buah segar, kentang, kerang dan anggur. Eksaserbasi asma

pernah dilaporkan setelah penggunaan larutan mata topical yang mengandung sulfit,

glukokortikoid intravena dan beberapa larutan bronkodilator inhalan. Insidensi dan

mekanisme kerja fenomena ini masih belum diketahui. Bila timbul kecurigaan, diagnpasienis

dapat dipastikan dengan provokasi oral maupun inhalasi.

Lingkungan dan polusi udara

Lingkungan penyebab asma biasanya berhubungan dengan keadaan iklim yang menyebabkan

konsentrasi polutan atmosfer dan antigen. Keadaan ini cenderung ditemukan pada daerah

yang padat industri ataupun daerah kumuh yang padat penduduknya dan sering berhubungan

dengan perubahan suhu atau situasi yang berhubungan dengan massa udara yang terhambat.

Pada keadaan seperti ini, walaupun penduduk dapat mengalami gangguan pernapasan, pasien

dengan asma dan penyakit penyakit pernapasan lain cenderung menderita lebih berat. Polutan

udara yang diketahui memiliki efek seperti ini adalah ozon, nitrogen dioksida dan sulfur

dioksida. Yang dibutuhkan kemudian adalah konsentrasi tinggi dan dapat menimbulkan efek

yang paling berat selama periode ventilasi yang banyak.

Faktor pekerjaan

Asma yang berkaitan dengan kerja merupakan masalah kesehatan yang bermakna dan

obstruksi jalan napas akut dan kronik dilaporkan terjadi setelah pajanan terhadap sejumlah

besar senyawa yang dapat dihasilkan dari pekerjaan atau pajanan terhadap garam logam

(misalanya platinum, krom dan nikel), debu kayu dan sayuran (misalnya pohon ek, pohon

cedar merah Barat (western red cedar), padi-padian, tepung, kacang kastor, biji kopi hijau,

mako, gum akasia, gum karay, dan tragacanth), bahan farmasi (misalnya antibiotika,

piperazin dan simetidin), bahan kimia industri dan plastik (misalnya toluene diisodianat,

asam fitalat anhidrat, asam trimelitat anhidrat, persulfat, etilendiamin, parafenilendiamin, dan

bebrbagai bahan pewarna), dan serangga. Penting untuk mengetahui bahwa pajanan terhadap

| 22

Page 23: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

bahan kimia yang merangsang, khususnya bahan kimia yang digunakan pada cat, pelarut dan

plastic, juga dapat terjadi selama istirahat atau aktivitas yang tidak tidak berhubungan dengan

kerja.

Infeksi

Infeksi jalan napas merupakan rangsangan yang paling umum menbangkitkan eksaserbasi

akut asma. Penelitian yang dilakukan dengan baik memperlihatkan bahwa virus jalan napas

dan bukan bakteri ataupun alergi merupakan faktor etiologik yang utama. Pada anak-anak

yang lebih muda, agen infeksi yang paling penting adalah respiratory syncitial virus (virus

sinsitial pernapasan) dan virus parainfluenza. Pada anak yang lebth tua dan orang dewasa,

rhinovirus dan virus influenza merupakan pathogen utama. Koloni kecil pada saluran

trakeobronkial sudah cukup untuk mencetuskan episode akut bronkospasme dan serangan

asma terjadi hanya bila gejala infeksi jalan napas yang sedang berlangsung ditemukan atau

gejala tersebut sudah ada. Mekanisme bagaimana virus menginduksi timbulnya asma tidak

diketahui tetapi mungkin bahwa hasil perubahan akibat radang mukosa jalan napas mengubah

pertahanan pejamu dan menyebabkan saluran trakeobronkial lebih rentan terhadap

rangsangan eksogen. Bukti yang mendukung bahwa konsep ini diperoleh dari bukti bahwa

respons jalan napas bahkan dari individu normal (bukan pasien asma) terhadap rangsangan

secara perlahan akan meningkat setelah infeksi virus. Peningkatan respon jalan napas, yang

berhubungan dengan batuk dan yang lebih jarang mengi, dapat berlangsung dari 2 sampai 8

minggu setelah infeksi baik pada individu normal maupun pasien asma.

Exercise

Exercise merupakan salah satu penyebab episode akut asma yang paling sering ditemukan.

Rangsangannya berbeda dengan penyebab alami lain seperti antigen atau infeksi virus yatiu

exercise tidak menimbulkan cacat yang lama dan juga tidak mengubah reaktivitas jalan

napas. Timbulnya bronkospasme akibat latihan fisis mungkin berpengaruh pada beberapa

pasien asma dan pada beberapa pasien mungkin merupakan mekanisme pencetus tunggal

yang akan menimbulkan gejala asma. Bila pasien tersebut dirawat dalam waktu yang cukup,

pasien tersebut sering mengalami episode berulang obstruksi jalan napas yang tidak

bergantung pada exercise , jadi awitan masalah ini kadang-kadang dapat bertindak sebagai

manifestasi pertama sindroma asma yang menyeluruh. Ditemukan interaksi yang bermakna

antara ventilasi yang diperoleh dari exercise, suhu, dan kandungan air udara yang diinspirasi

| 23

Page 24: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

dan besarnya obstruksi pasca exercise. Jadi untuk kondisi udara yang diinspirasi secara sama,

berlari akan menyebabkan serangan asma yang lebih berat dibandingkan berjalan.

Sebaliknya, untuk exercise yang diberikan, inhalasi udara dingin selama melakukan latihan

akan meningkatkan respon secara bermakna, sementara udara panas, lembab akan

menghambatnya bahkan menghilangkannya. Akibatnya aktivitas seperti bermain ski,

melintasi alam atau berseluncur di es lebih bersifat merangsang dibandingkan berenang di

dalam kolam renang air hangat yang terletak didalam gedung. Mekanisme bagaimana

exercise akan menghasilkan obstruksi mungkin berhubungan dengan hyperemia yang

disebabkan oleh suhu dan pengisian darah ( engorgement) mirovaskuler dinding bronkus dan

kelihatannya tidak mengikutsertakan kontraksi otot polos pasien.

Stres emosional

Banyak data obyektif yang tersedia memperlihatkan bahwa faktor psikologis dapat

berinteraksi dengan diatesis asma baik untuk memperberat atau memperbaiki proses

penyakit. Jalur dan gambaran interaksi bersifat kompleks tetapi dapat diterima pada lebih dari

setengah pasien yang diteliti. Perubahan ukuran jalan napas kelihatannya dicetuskan melalui

perubahan aktivitias saraf vagus eferen, tetapi endorfin juga dapat berperan. Variabel yang

paling sering diteliti telah disebutkan dan bukti penelitian saat ini menyatakan bahwa faktor

psikologi cukup berperan pada beberapa pasien asma yang telah diseleksi. Bila pasien yang

memberikan respon secara psikis diberikan saran yang sesuai. Pasien sebenarnya dapat

menurunkan atau meningkatkan efek farmakologis rangsangan adrenergik dan kolinergik

pada jalan napasnya. Batasan yang menyebabkan faktor psikologi dapat berperan pada

perangsangan dan/atau kelangsungan eksaserbasi akut masih belum diketahui tetapi mungkin

bervariasi dari pasien ke pasien dan pada beberapa pasien dari satu episode ke episode lain.

Pembahasan : Pada pasien ini yang menjadi pencetus terjadinya asma ialah faktor

exercisenya. Latihan fisik yang dilakukan pasien seperti treadmill dimana terjadinya

bronkospasme.

Asma adalah penyakit heterogen, biasanya ditandai dengan peradangan saluran napas

kronis. Hal ini didefinisikan adanya riwayat gejala pernapasan seperti mengi, sesak napas,

sesak dada dan batuk yang bervariasi dari waktu dan intensitas, terjadi secara bersamaan

dengan variabel hambatan aliran udara ekspirasi. [GINA 2014]

| 24

PEMBAHASAN 2: PERBEDAAN ANTARA ASMA DAN COPD

Page 25: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

COPD adalah penyakit umum yang dapat dicegah dan diobati, ditandai dengan

keterbatasan aliran udara terus-menerus yang biasanya progresif dan berhubungan dengan

respon inflamasi kronis, partikel berbahaya atau gas yang ditingkatkan dalam saluran udara

dan paru-paru. Eksaserbasi dan komorbiditas berkontribusi terhadap keseluruhan kerasnya

dalam pasien [GOLD 2014]

| 25

Page 26: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

PEMBAHASAN 3: KLASIFIKASI ASMA DAN PENANGANANNYA MENURUT

GINA

Klasifikasi Asma Menurut GINA

Pengobatan Asma menurut GINA (Global Initiative for Asthma)

Asma akan mempunyai dampak terhadap kehidupan pasien, keluarganya maupun

masyarakat. Sampai sejauh ini belum ada cara untuk menyembuhkan asma, namun dengan

penatalaksanaan yang baik tujuan untuk dapat memperoleh control asma yang baik, pada

sebagian kasus dapat tercapai. Dalam uraian berikut, akan dibahas mengenai tujuan

penatalaksanaan asma, tes kontrol asma (TKA), obat-obat asma, serta komponen-komponen

yang berperan dalam mencapai keberhasilan pengobatan.

| 26

Page 27: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

Tujuan penatalaksanaan asma adalah untuk :

- Mencapai dan mempertahankan control gejala-gejala asma

- Mempertahankan aktivitas yang normal termasuk olahraga

- Menjaga fungsi paru senormal mungkin

- Mencegah eksaserbasi asma

- Menghindari reaksi samping (adverse reaction) obat asma

- Mencegah kematian karena asma

Untuk mencapai tujuan diatas GINA merekomendasikan 5 komponen yang saling terkait

dalam penatalaksanaan asma :

- Bina hubungan yang baik antara pasien dengan dokter

- Identifikasi dan kurangi pemaparan faktor risiko

- Penilaian, pengobatan, dan pemantauan keadaan kontrol asma

- Atasi serangan asma

- Penatalaksanaan keadaan khusus

1. Bina hubungan yang baik antara pasien dengan dokter

Kerjasama yang baik antara dokter-pasien, akan mempercepat tujuan penatalaksanaan

asma. Dengan bimbingan dokter, pasien didukung untuk mampu mengontrol

asmanya. Pasien akan mampu mengenal kapan asmanya memburuk, mengetahui

tindakan sementara sebelum menghubungi dokter, kapan harus menghubungi

dokternya, kapan harus segera mengunjungi instalasi gawat darurat dan akhirnya akan

meningkatkan kepercayaan diri dan ketaatan berobat.

2. Identifikasi dan kurangi pemaparan faktor risiko

Untuk mencapai kontrol asma diperlukan identifikasi mengenai faktor-faktor yang

dapat memperburuk gejala asma atau lebih dikenal sebagai faktor pencetus.

Menghindari faktor pencetus diharapkan dapat mengurangi gejala dan serangan asma.

Berbagai alergen, baik yang didalam rumah maupun diluar rumah patut untuk

diidentifikasi dan selanjutnya dihindari. Alergen yang sering didapatkan di dalam

rumah antara lain tungau, debu, bulu binatang, dan kecoa. Alergen yang sering

didapatkan diluar rumah antara lain polusi udara dan lingkungan kerja. Perlu

| 27

Page 28: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

diidentifikasi juga faktor-faktor pencetus lain seperti infeksi virus influenza,

ketegangan jiwa, rinosinusitis, refluks gastroesofagal.

3. Penilaian, pengobatan dan pemantauan keadaan kontrol asma

Tujuan terpenting dari penatalaksanaan asma adalah mencapai dan mempertahankan

control asma. Dulu GINA menyandarkan pengobatan pada klasifikasi derajat berat

asma, yang terdiri dari asma intermiten, persisten ringan, persisten sedang, dan

persisten berat. Selain aplikasinya rumit, klasifikasi tadi hanya pendapat para ahli dan

belum pernah divalidasi. Sehingga menuai berbagai kritik. Derajat berat asma juga

dapat berubah seiring dengan berjalannya waktu atau pengaruh pengobatan. Oleh

karena itu sekarang diperkenalkan istilah kontrol asma yang lebih mengarah kepada

upaya pencegahan dengan cara mengendalikan gejala klinik penyakit termasuk juga

perbaikan fungsi paru. GINA membagi tingkat kontrol asma menjadi tiga tingkatan

yaitu terkontrol sempurna, terkontrol sebagian, dan tidak terkontrol yang juga belum

divalidasi. Berbagai alat tingkat kontrol asma saat ini telah dikembangkan baik yang

menggunakan fungsi paru sebagai salah satu komponen pengkurun kontrol maupun

yang tidak, dan semuanya telah divalidasi. Salah satu diantaranya adalah Tes Kontrol

Asma (TKA), yang tidak menggunakan fungsi paru, mudah pemakaiannya dan praktis

karena sebagian besar dokter di negeri kita tidak menggunakan fungsi paru dalam

prakteknya. TKA ini telah pula divalidasi di Indonesia. Pertanyaaan-pertanyaan untuk

TKA beserta interpretasinya dapat dilihat di tabel 1.

| 28

Page 29: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

Pada sebagian besar pasien dengan intervensi obat asma dan hubungan dokter

pasien yang baik, tujuan diatas dapat tercapai. Pengobatan merupakan proses yang

berkesinambungan. Bila dengan obat yang diberikan saat ini asma belum terkontrol,

dpasienis atau jenis obat ditingkatkan. Seperti diketahui pada panduan

penatalaksanaan asma yang baru, terdapat 5 tingkatan pengobatan asma. Bila kontrol

asma dapat tercapai dan dapat dipertahankan terkontrol paling tidak selama 3 bulan

maka tingkatan pengobatan asma dapat dicoba untuk diturunkan. Sebaliknya bila

respons pengobatan belum memadai tingkatan pengobatan dinaikkan. Pada tingkat

berapa pengobatan untuk mencapai kontrol dimulai, tergantung berat atau tidaknya

kontrol asma. Bila dianggap ringan tingkat 2, yang agak berat tingkat 3.

Pengukuran kontrol asma

Pada penyakit-penyakit kronik sasaran pengobatan umumnya sudah jelas, sehingga

pengobatan ditujukan kepada sasaran tersebut. Sebagai contoh hipertensi dikatakan

terkontrol bila tekanan darah ≤ 140/90 mmHg, diabetes mellitus terkontrol bila kadar

HbA1C ≤ 6.5% atau dislipidemia dianggap terkontrol bila kadar LDL kolesterol ≤

100 mg/dl. Namun asma sebagai penyakit multidimensi persepsi tentang kontrol asma

belum ada kesepakatan, sehingga tidak mengherankan bila sebagian besar asma tidak

terkontrol. Oleh karena itu para ahli berupaya mencari alat ukur yang diperkirakan

dapat mewakili kontrol asma secara keseluruhan mulai dari pengukuran salah satu

variabel sampai kepada gabungan beberapa variabel. Sejauh ini paling tidak terdapat 5

alat ukur berupa kuesioner dengan atau tanpa pemeriksaan fungsi paru, tetapi yang

lazim dipakai adalah tes kontrol asma seperti terlihat pada gambar 2.

| 29

Page 30: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

Asthma Control Test (Tes Kontrol Asma) diperkenalkan oleh Nathan dkk yang berisi

5 pertanyaan dan masing-masing pertanyaan mempunyai skor 1 sampai 5, sehingga

nilai terendah ACT adalah 5 dan tertinggi 25, Interpretasi dari skor tersebut adalah :

bila kurang atau sama dengan 19 berarti asma tidak terkontrol, sedangkan di

bawah 15 dikatakan terkontrol buruk

20-24 dikatakan terkontrol baik

25 dikatakan terkontrol total atau sempurna

Pengobatan dimulai sesuai dengan tahap atau tingkat beratnya asma. Bila gejala

asma tidak terkendali, lanjutkan pengobatan ke tingkat berikutnya. Tetapi

| 30

Page 31: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

sebelumnya perhatikan lebih dahulu apakah teknik pengobatan, ketaatan berobat

serta pengendalian lingkungan (penghindaran alergen atau faktor pencetus) telah

dilaksanakan dengan baik.

Setelah asma terkendali paling tidak untuk jangka waktu 3 bulan, dapat dicoba

menurunkan obat-obat anti asma secara bertahap, sampai mencapai dosis minimum

yang dapat mengendalikan gejala.

Akhir-akhir ini diperkenalkan terapai anti IgE untu asma alergi yang berat.

Penelitian menunjukkan bahwa anti IgE dapat menurunkan berat asma, pemakaian

obat anti asma, kunjungan ke gawat darurat karena serangan asma akut, dan

kebutuhan rawat inap.

| 31

Page 32: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

Pengobatan asma berdasarkan sistem wilayah bagi pasien.

Sistem pengobatan ini dimaksudkan untuk memudahkan pasien mengetahui

perjalanan dan kronisitas asma, memantau kondisi penyakitnya, mengenal tanda-

tanda dini serangan asma, dan dapat bertindak segera mengatasi kondisi tersebut.

Dengan menggunakan peak flow meter pasien diminta mengukur secara teratur

setiap hari dan membandingkan nilai APE yang didapat pada waktu itu dengan nilai

terbaik APE pasien atau nilai prediksi normal.

4. Merencanakan pengobatan asma akut (serangan asma)

Serangan asma ditandai dengan gejala sesak napas, batuk, mengi, atau kombinasi dari

gejala-gejala tersebut. Derajat serangan asma bervariasi dari yang ringan sampai berat

yang dapat mengancam jiwa. Serangan bisa mendadak atau bisa juga perlahan-lahan

dalam jangka waktu berhari-hari. Satu hal yang perlu diingat bahwa serangan asma

akut menunjukkan rencana pengobatan jangka panjang telah gagal atau pasien sedang

terpajan faktor pencetus.

Tujuan pengobatan serangan asma yaitu:

Menghilangkan obstruksi saluran napas dengan segera

Mengatasi hipoksemia

Mengembalikan fungsi paru kea rah normal secepat mungkin

Mencegah terjadinya serangan berikutnya

Memberikan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya menganai cara-cara

mengatasi dan mencegah serangan asma

Dalam penatalaksanaan serangan asma perlu diketahui lebih dahulu derajat

beratnya serangan asma baik berdasarkan cara bicara, aktivitas, tanda-tanda fisis,

nilai APE, dan bila mungkin analisis gas darah seperti terlihat pada tabel 2. Hal

lain yang juga perlu diketahui apakah pasien termasuk pasien asma yang berisiko

tinggi untuk kematian karena asma, yaitu pasien yang :

Sedang memakai atau baru saja lepas dari kortikosteroid sistemik

Riwayat rawat inap atau kunjungan ke unit gawat darurat karena asma

dalam setahun terakhir.

Gangguan kejiwaan atau psikososial

Pasien yang tidak taat mengikuti rencana pengobatan.

| 32

Page 33: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

Pengobatan Asma Akut

Prinsip pengobatan asma akut adalah memelihara saturasi oksigen yang cukup

(Sa O2 ≥ 92% ) dengan memberikan oksigen, melebarkan saluran napas dengan

pemberian bronkodilator aerosol (agonis beta 2 dan Ipratropium bromida) dan

mengurangi inflamasi serta mencegah kekambuhan dengan memberikan

kortikosteroid sistemik. Pemberian oksigen 1-3 liter/menit, diusahakan mencapai Sa

O2 ≥ 92%, sehingga bila penderita telah mempunyai Sa O2 ≥ 92% sebenarnya tidak

lagi membutuhkan inhalasi oksigen.

Bronkodilator khususnya agonis beta 2 hirup (kerja pendek) merupakan obat

anti-asma pada serangan asma, baik dengan MDI atau nebulizer. Pada serangan asma

ringan atua sedang, pemberian aerosol 2-4 kali setiap 20 menit cukup memadai untuk

mengatasi serangan. Obat-obat anti-asma yang lain seperti antikolinergik hirup,

teofilin, dan agonis beta 2 oral merupakan obat-obat alternatif karena mula kerja yang

lama serta efek sampingnya yang lebih besar. Pada serangan asma yang lebih berat,

dosis agonis beta 2 hirup dapat ditingkatkan. Sebagian peneliti menganjurkan

pemberian kombinasi Ipratropium bromide dengan salbutamol, karena dapat

mengurangi perawatan rumah sakit dan mengurangi biaya pengobatan.

Kortikosteroid sistemik diberikan bila respons terhadap agonis beta 2 hirup

tidak memuaskan. Dosis prednisolon yang diberikan berkisar antara 0,5-1 mg/kgBB

atau ekuivalennya. Perbaikan biasanya terjadi secara bertahap. Oleh karena itu

pengobatan diteruskan untuk beberapa hari. tetapi bila tidak ada perbaikan atau

minimal, pasien segera dirujuk ke fasilitas pengobatan yang lebih baik.

Pasien harus segera dirujuk bila :

Pasien dengan risiko tinggi untuk kematian karena asma

Serangan asma berat APE < 60 % nilai prediksi

Respons bronkodilator tidak segera dan bila ada respon hanya bertahan kurang

dari 3 jam

Tidak ada perbaikan dalam waktu 2-6 jam setelah mendapat pengobatan

kortikosteroid.

Gejala asma makin memburuk.

| 33

Page 34: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

5. Penatalaksanaan asma pada kondisi khusus

Beberapa keadaan pada asma yang perlu mendapat perhatian khusus apabila pasien

asma juga mengalami kehamilan, pembedahan, rhinitis, sinusitis, refluks

gastroesofagal, dan anafilaksis.

Kehamilan

Asma yang tidak terkontrol akan berdampak pada janin, menyebabkan kematian

perinatal, prematuritas dan berat lahir rendah. Secara umum dapat dikatakan wanita

hamil dengan asma yang terkontrol prognosisnya sama dengan wanita hamil yang

tidak asma. Oleh karena itu pemakaian obat-obat antiasma untuk memperoleh kontrol

asma dapat diterima, meskipun keamanannya pada kehamilan belum terbukti.

Dengan demikian penatalaksanaan asma pada kehamilan ditujukan untuk memperoleh

kontrol asma.

Pembedahan

Komplikasi pembedahan juga ditentukan oleh beratnya asma sewaktu operasi.

Lokasi operasi dimana daerah torak dan abdomen atas mempunya risiko yang paling

besara serta jenis anestesi dengan intubasi mempunyai risiko yang lebih tinggi.

Penilaian sebaiknya dilakukan beberapa hari sebelum operasi, agar bila terjadi

kelainan dapat diatasi sebelum operasi. Kortikosteroid sistemik oral dapat diberikan

bila pada fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi. Demikian pula pasien asma

yang 6 bulan terakhir mendapat kortikosteroid sistemik, perlu mendapat perlindungan

dengan 100 mg hidrokortison sebelum operasi. Steroid mulai dikurangi 24 jam setelah

operasi.

Rinitis dan Sinusitis

Pada pasien asma perlu dipikirkan adanya rhinitis, sinusitis dan polip hidung,

dan sebagainya karena mempunyai hubungan yang erat. Sekitar 70-80% pasien asma

mempunyai gejala rhinitis, sebaliknya sekitar 30% pasien rhinitis mempunyai asma.

Untuk kepastian diagnosis sinusitis dianjurkan pemeriksaan CT scan sinus paranasal.

Perlu diwaspadai adanya asma, rhinitis dan polip hidung yang paling sering disertai

alergi terhadap asam asetil saliksilat. Infeksi saluran napas atas yang disebabkan virus

sering terjadinya serangan asma. Pengobatan tidak berbeda dengan serangan asma

yang disebabkan oleh faktor pencetus lainnya.

| 34

Page 35: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

Refluks Gastroesofagal

Refluks gastroesofagal perlu dipikirkan terutama pada pasien asma yang sulit

dikontrol. Penanganan keadaan ini diharapkan mengurangi gejala asma. Pengobatan

yang dianjurkan yaitu porsi makanan yang sedikit tetapi sering, hindari makan atau

minum sebelum tidur, hindari makanan yang berlemak, alkohol, teofilin, dan agonis

beta2 oral. Berikan “Proton Pump Inhibitor” atau antagonis H2 serta tidur dengan

tempat tidur bagian kepala yang ditinggikan.

Anafilaksis

Kejadian anafilaksis terjadi pada pasien asma, sehingga pada serangan asma resisten

terhadaap pengobatan perlu dicari gejala-gejala lain anafilaksis. Sekali didiagnosis

anafilakasis ditegakkan, pengobatan utamanya adalah epinefrin, atau adrenalin 0,3 ml

IM yang dapat diulangi beberapa kali.

Langkah- langkah Pengobatan

STEP 1 : Inhaler pada saat dibutuhkan

Pilihan Utama : penggunaan hanya jika saat dibutuhkan short acting beta2 agonist

(SABA)

SABAs efektif untuk meredakan dengan cepat gejala asma. Namun tidak ada bukti

yang cukup menyatakan bahwa pengobatan asma menggunakan SABA sendiri cukup.

Jadi pilihan ini ditujukan untuk pasien yang hanya sesekali mengalami serangan

(contoh : kurang dari 2x selama sebulan) serangan hanya berdurasi sebentar (beberapa

jam), tanpa bangun pada malam hari dan fungsi paru normal. Gejala yang lebih sering

muncul , atau munculnya faktor eksaserbasi seperti FEV1 <80% , atau diprediksi

mendapat serangan kembali dalam waktu urang dari 12 bulan, maka merupakan

indikasi untuk penggunaan controller secara reguler.

Pilihan lain :

Dosis reguler kortikosteroid inhalasi sebaiknya ditambahkan pada SABA yang hanya

dipakai jika dibutuhkan.

STEP 2: Pengobatan controller ditambah dengan SABA bila dibutuhkan

Pilihan utama: Secara reguler menggunakan ICS dosis rendah ditambah dengan

SABA bila dibutuhkan.

| 35

Page 36: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

Pengobatan dengan kortikosteroid inhalasi dalam dosis rendah dapat mnegurangi

gejala asma, meningkatkan fungsi paru, meningkatkan kualitas hidup dan

menurunkan resiko eksaserbasi dan angka masuk RS serta kematian akibat asma.

Pilihan lain :

Leukotriene receptor antagonist (LTRA) lebih tidak efektif dibanding ICS. Mungkin

dapat berguna pada pemberian di tahap- tahap awal untuk beberapa pasien yang tidak

bisa atau menolak memakai ICS. Obat ini ditujukan untuk pasien yang tidak bisa

menerika ICS dan pasien dengan rhinitis alergi. Pada pasien dewasa atau remaja yang

sebelumnya tidak menggunakan controller treatment , kombiasi dosis rendah ICS

/LABA sebagai terapi rumatan inisial dapat mnegurangi gejala dan memperbaiki

fungsi paru dibanding jika hanya menggunakan ICS sendiri. Pada pasien yang asma

nya disebabkan oleh alergi (contoh alergi pollen) dengan tidak ada gejala asma

diantaranya ICS sebaiknya dimulai secepatnya

STEP 3: satu atau dua controllers ditambah dengan reliever sesuai kebutuhan

Pilihan utama (untuk dewasa/ remaja) : kombinasi dosis rendah ICS/LABA sebaga

terapi pemeliharaan ditambah dengan SABA seperlunya ATAU konbinasi dosis

rendah ICS/formoterol (budesonide atau beklometason) sebagai dosis pemeliharaan

dan sebagai reliever.

STEP 4 : Dua atau lebih controllers ditambah dengan reliever sesuai kebutuhan

Pilihan utama (dewasa/ remaja): kombinasi dosis rendah ICS/ formoterol sebagai

terapi pemeliharaan dan reliever ATAU kombinasi dosis medium ICS/LABA

ditambah SABA bila perlu.

Untuk orang dewasa dan remaja dengan eksaserbasi ≥1 dalam tahun yang sama,

kombinasi ICS/ formoteril sebagai pemeliharaan dan reliever lebih efektif untuk

mengurangi eksaserbasi dibanding kombinasi ICS/LABA dengan dosis yang sama.

Obat yang dapat digunakan sebagai kombinasi antaralain budesonide/formoterol atau

beclometasone/formoterol dalam dosis rendah.

Pilihan lain:

Kombinasi ICS/LABA dosis tinggi dapat dipertimbangkan pada dewasa dan remaja,

tapi peningkatan dosis ICS biasanya tidak memberikan manfaat yang berbeda jauh,

dan resiko efek samping meningkat. Dosis tinggi hanya direkomendasikan selama 3-

| 36

Page 37: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

6 bulan saat pengendalian asma saat penggunaan dosis medium ICS dan LABA dan/

atau dengan controller (contoh : LTRA atau teofilin kerja lambat). Teofilin sebaiknya

tidak digunakan pada anak- anak. Budesonide dosis sedang atau tinggi, efektivitasnya

akan bertambah dengan penggunaan 4x sehari, tetapi kepatuhan bisa menjadi

persoalan. Untuk jenis kortikosteroid inhalasi lainnya 2x sehari sudah cukup baik.

STEP 5: Penatalaksaan tingkat lebih dan/ atau pengobatan tambahan

Pasien dengan gejala persisten atau eksaserbasi meskipun sudah menggunakan inhaler

dengan benar dan sudah patuh dengan langkah 4, harus dirujuk ke spesialis yang

mendalami manajemen asma berat.

Opsi pengobatan pada step 5 antaralain:

Pengobatan anti imunoglobulin E (anti- IgE), omalizumab; ini diindikasikan

untuk pasien dengan asma alergi yang sedang atau berat.

Pengobatan berdasarkan pemeriksaan sputum: pasien dengan gejala persisten

dan/ atau eksaserbasi walaupun sudah memakai dosis tinggi ICS atau ICS/LABA,

pengobatan bisa didasarkan pada eosinofilia (>3%) yang ditemukan pada sputum.

Pada asma berat, strategi ini berhasil menurunkan angka eksaserbasi dan

menurununkan kebutuhan ICS.

Bronchial thermoplasty : dapat dipertimbangkan pada penderita asma dewasa.

Meskipun belum banyak bukti yang menunjang dan efek jangka panjangnya belum

diketahui.

Penambahan kortikosteroid oral dosis rendah (≤7.5mg/ hari ekuivalen dosis

prednison) mungkin efektif pada beberapa orang dewasa dengan asma berat, tapi

seringpula muncul efek samping. Cara ini perlu dipertimbangkan pada orang dewasa

yang gejalanya tidak terkontrol dengan baik dan/atau sering berulang. Pasien – pasien

ini perlu dipantau berkala untuk mencegah terjadinya osteoporosis

A. Golongan obat relievers

- Short acting β-agonis : adrenergik β2- stimulan, simpatomimetik; albuterol/

salbutamol, fenoterol, levalbuterol, terbutaline. Dosis pre simptomatik dan

premedikasi sebelum melakukan kegiatan 2 puffs MDI atau 1 inhalasi DPI.

Untuk serangan asma 4-8 puffs setiap 2- 4 jam, boleh diberikan setiap 20

| 37

Page 38: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

menit x3 dalam pengawasan medis atau setara dengan 5 mg salbutamol

nebulizer

- Long acting β-agonis : salmeterol, formoterol

- Antikolinergik : Ipratropium bromida (IP), oxitropium bromida. IP- MDI

diberikan 4-6 puffs atau setiap 20 menit di bagian emergensi. Nebulizer 500µg

setiap 20 menit x3 lalu dilanjutkan dengan 250-500 µg untuk anak- anak.

B. Golongan obat controllers

- Inhaled corticosteroids (ICS): budometasone, budesonide ciclesonide,

flunisolide, triamcinolon. Dosis awal tergantung pada kontrol asma, lalu

dititrasi turun selama 2-3 bulan sampai mencapai dosis efektif minimal.

- Natrium kromoglikat: cromolin, cromones. Nebulizer 20mg 3-4x sehari

- Long acting β2-agonists : beta adrenergik, aimpatomimetik, LABAs;

formoterol (F), salmeterol (Sm). Dosis inhalasi DPI- F: inhalasi (12 µg) dua

kali sehari, MDI- F: 2 puffs bid. DPI- Sm 1 inhalasi (50 µg) bid, MDI- Sm 2

puffs bid.

Pembahasan : Pada pasien ini belum bisa diketahui klasifikasi asmanya karena kadar

dari FEV nya tidak diketahui. Dan pasien belum dilakukan pemeriksaan spirometri.

PEMBAHASAN 4: KOMPLIKASI YANG PALING BERAT DARI PENYAKIT

ASMA

1. Pneumotoraks

2. Pneumodiastinum dan emfisema subkutis

3. Atelektasis

4. Aspergilosis bronkopulmoner alergik

5. Gagal napas

6. Bronchitis

7. Fraktur iga

| 38

Page 39: case 1 asma bronkiale + tonsilitis akut

Pembahasan : Pada pasien ini belum terdapat tanda dan gejala adanya komplikasi yang berat

dari penyakit asma

DAFTAR PUSTAKA

1. Maranatha D. Asma Bronkial. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru 2010. Surabaya

: Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair - RSUD Dr.Soetomo; 2012.h.55-73

2. Mcfadden ER, JR. Penyakit Asma. Dalam : Asdie AH. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu

Penyakit Dalam. Jakarta : EGC; 2000.h.1311-8

3. Djojodibroto D. Respirologi. Jakarta : EGC; 2009.h.105-15

4. Sundaru H, Sukamtu. Asma Bronkial. Dalam : Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW,

Simadibrata MK, Setiyohadi B, Syam AF. Bukur Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :

Interna Publishing; 2014.h.478-88

5. Rani AA. Soegondo S, Nasir AUZ, Wijaya IP, Nafrialdi, Mansjoer A. Panduan

Pelayanan Medik. Jakarta : Perguruan Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit

Dalam Indonesia; 2008.h. 291-3

6. Global Initiative for Asthma. Asthma COPD and Asthma-COPD Overlap Syndrome

(ACOS). 2014. Telah diunduh dari http://www.ginasthma.org

| 39