asma bronkiale pada anak
DESCRIPTION
asma bronkialTRANSCRIPT
Asma Bronkiale pada AnakIvanalia Soli Deo 102012359 / E1
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Koresponden: [email protected]
Pendahuluan
Asma adalah suatu penyakit yang dapat menyerang segala usia, termasuk anak-
anak. Asma merupakan penyakit dengan karakteristik meningkatnya reaksi trakea dan
bronkus oleh berbagai macam pencetus disertai dengan timbulnya penyempitan luas
saluran napas bagian bawah. Penyakit ini hilang–timbul, dengan waktu serangan yang
pendek. Serangan dari asma sendiri ada yang bersifat ringan, sedang, maupun berat.
Meskipun asma bukan penyakit yang ditakuti karena tidak menimbulkan banyak
kasus kematian, namun tetap harus dilakukan terapi dan pencegahan yang sesuai agar
tidak terjadi gagal nafas.
Pada PBL kali ini didapati kasus tentang seorang anak laki-laki berusia 6 tahun
yang dibawa ibunya ke poliklinik RS karena sering batuk sejak 3 bulan yang lalu.
Batuk terutama terjadi pada malam hari dan tidak disertai demam. Anak telah sering
dibawa berobat ke puskesmas namun tidak banyak mengalami perubahan. Seminggu
terakhir, batuk-pilek yang dialami anak semakin sering. Berdasarkan kasus tersebut,
maka pada makalah kali ini akan dibahas lebih lanjut mengenai asma pada anak.
Semoga makalah ini dapat berguna bagi mahasiswa FK Universitas Kristen Krida
Wacana.
Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis dapat dilakukan kepada pasien secara langsung apabila kondisinya
memungkinkan, namun dapat ditanyakan pula pada orang terdekat atau orang yang
mengantar pasien ke dokter. Sesuai dengan kasus, pertanyaan yang diajukan dapat
meliputi identitas diri, keluhan utama, sejak kapan keluhan utama muncul, keluhan
lain yang mungkin dirasakan, riwayat penyakit yang diderita saat ini, riwayat penyakit
dahulu, riwayat penyakit keluarga, pengobatan yang sudah dilakukan dan kondisi
sosial ekonomi pasien.
1
Pertanyaan khusus yang dapat ditanyakan kepada pasien yang menderita asma,
antara lain: ditanyakan apakah wheezing hilang timbul (jika hilang timbul, ditanyakan
timbulnya saat apa), apakah disertai dengan sesak nafas maupun batuk (jika pasien
mengelukan adanya batuk, tanyakan juga frekuensi, warna dahak yang dikeluarkan,
dan juga apakah disertai darah), apakah pasien memiliki riwayat alergi, adakah
riwayat infeksi saluran nafas, adakah kegiatan jasmani yang dilakukan sebelum terjadi
wheezing, riwayat pengobatan asma, riwayat PPOK (penyakit paru obstruktif kronik);
riwayat penyakit jantung; maupun penyakit kanker.1
Sesuai dengan kasus didapatkan hasil anamnesis sebagai berikut:
Usia : 6thn
Keluhan Utama : Batuk sejak 3 bulan yang lalu, terutama
pada malam hari. Seminggu terakhir
menjadi semakin sering.
Keluhan Lain : (-) demam
Riwayat Pengobatan : Berobat ke puskesmas, tapi tidak
banyak perubahan
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan kesadaran,
pemeriksaan tanda-tanda vital, inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pemeriksaan
tanda-tanda vital meliputi: tekanan darah, nadi, frekuensi napas, dan suhu badan. Pada
inspeksi dilihat apakah bentuk dada simetris, tertinggal pada gerakan napas, dan
apakah trakea terletak ditengah. Hidung, rongga mulut, hendaknya diperiksa bila ada
sumbatan. Jika diperlukan sputum dapat diperiksa untuk mencari adanya sel radang
terutam eosinofil dan bakteri. Perhatikan apakah ada massa tumor, edema, peninggian
tekanan vena jugularis, dan pembesaran kelenjar getah bening.
Pada palpasi dilakukan perabaan untuk melihat adanya rasa nyeri,
tumor/benjolan, penyempitan/pelebaran sela iga, dan pergerakan thoraks. Pada
pemeriksaan auskultasi, didengarkan apakah ada bunyi patologis. Pada penderita
asma akan didapatkan bunyi wheezing. Bunyi wheezing dapat dikalsifikasikan
menjadi dua yaitu lokal dan merata. Wheezing yang terjadi lokal atau setempat
mungkin disebabkan oleh obstruksi seperti pada karsinoma bronkus dan benda asing
atau stenosis yang menetap, sifat wheezingnya monotonal. Sedangkan wheezing yang
tersebar luas dapat disebabkan oleh bronchitis kronik, emfisema, atau penyakit paru
2
obstruktif kronik. Wheezing yang sifatnya intermiten (misalnya hanya pada malam
hari/dini hari) mengarah ke asma, sedangkan bila terjadi pada waku berbaring
mungkim edema paru atau aspirasi. Wheezing yang terjadi tiba-tiba dan lokal
mungkin disebabkan oleh benda asing atau edema paru.1
Dari hasil pemeriksaan didapatkan:
Tanda-tanda vital : Normal
Inspeksi : Takipnea (pernafasan abnormal cepat dan dangkal)
Auskultasi : Wheezing
Pemeriksaan Penunjang2
1. Uji Faal Paru
Uji faal paru dikerjakan untuk menentukan derajat obstruksi, menilai hasil
provokasi bronkus, menilai hasil pengobatan, dan mengikuti perjalanan penyakit.
Pemeriksaan faal paru yang penting pada asma ialah PEFR (peak expiratory flow
rate), FEV1 (forced expiratory volume 1 second), FVC (forced vital capasity),
FEV1/FVC. Uji faal paru tidak selalu mudah dilakukan terutama pada anak dibawah
umur 5-6 tahun. Sebaiknya tiap anak dengan asma di uji faal parunya pada tiap
kunjungan. “Peak flow meter” adalah yang paling sederhana, sedangkan dengan
spirometer memberikan data yang lebih lengkap.
FVC, PEFR, dan rasio FEV1/FVC berkurang > 15% dari nilai normalnya.
Perpanjangan waktu ekspirasi paksa biasanya ditemukan, walaupun PEFR dan
FEV1/FVC hanya berkurang sedikit. Inflasi berlebihan yang biasanya gterlihat secara
klinis akan digambarkan sebagai meningginya isi total paru (TLC), isi kapasitas
residu fungsional dan isi residu. Di luar serangan, faal paru tersebut umumnya akan
kembali normal kecuali pada asma yang berat.
Gambar 1. Gambaran Tes Fungsi Faal Paru pada Penderita Asma
3
2. Foto Rontgen Toraks
Pemeriksaan ini perlu dilakukan dan pada foto akan tampak corakan paru yang
meningkat. Hiperinflasi terdapat pada serangan akut dan pada asma kronik.
Atelektasis juga sering ditemukan. Setiap anak penderita asma yang berkunjung
pertama kalinya perlu dibuat foto rontgen parunya. Foto ini dibuat terutama untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya penyakit lain. Foto perlu diulang bila ada
indikasi misalnya dugaan adanya pneumonia atau pneumotoraks. Rontgen foto sinus
paranasalis perlu juga bila asmanya sulit terkontrol.
Gambar 2. Reversible Hyperinflation dengan Asma
3. Pemeriksaan Darah, Eosiinofil dan Uji Tuberculin
Pemeriksaan eosinofil dalam darah, secret hidung dan dahak dapat menunjang
diagnosis asma. Eosinofil dapat ditemukan dalam darah tepi, secret hidung dan
sputum. Dalam sputum dapat ditemukan Kristal Charcot-Leyden dan spiral
Crushman. Bila ada infeksi mungkin akan didapatkan pula lekositosis
polimorfonukleus. Uji tuberculin penting bukan saja karena di Indonesia masih
banyak tuberculosis, tetapi juga karena kalau ada tuberculosis dan tidak diobati,
asmanya pun mungkin sukar dikontrol.
4
4. Uji Kulit Alergi dan Imunologi
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara goresan atau tusuk. Masing-masing cara
mempunyai keuntungan dan kerugiannya. Allergen yang digunakan adalah allergen
yang banyak didapat di daerahnya. Hasil positif harus dicocokkan dengan keadaan
penderita sehari-hari. Bila ada hubungan yang jelas baru uji kulit tersebut berarti.
Kedua cara uji kulit alergi tersebut dapat memberikan hasil positif palsu dalam
presentase kecil dan mempunyai korelasi yang baik dengan IgE yang beredar. Perlu
diingat bahwa reaksi ini dapat ditekan dengan pemberian antihistamin.
Pemeriksaan IgE atau kalau mungkin IgE spesifik dapat memperkuat diagnosis
dan menentukan pengelolaannya. Tetapi bila tidak dapat ditemukan kelainan ini
diagnosis asma belum dapat disingkirkan. Uji alergi kulit berguna untuk menunjukkan
allergen yang potensial sebagai pencetus. Hasil uji alergi kulit harus dihubungkan
dengan keadaan klinis, dan bila cocok itulah allergen pencetus yang sesuai.
Working Diagnosis: Asma Bronkiale
1. Definisi2
Asma merupakan penyakit dengan karakteristik meningkatnya reaksi trakea dan
bronkus oleh berbagai macam pencetus disertai dengan timbulnya penyempitan luas
saluran napas bagian bawah. Asma sendiri sebenarnya merupakan penyakit yang
hilang–timbul, dengan waktu serangan yang pendek.
2. Epidemiologi3
Penyakit asma merupakan kelainan yang sangat sering ditemukan dan
diperkirakan 4–5% populasi penduduk di Amerika Serikat terjangkit oleh penyakit
ini. Asma bronkial terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia dini.
Sekitar separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan sepertiga kasus lainnya
terjadi sebelum usia 40 tahun. Pada usia kanak-kanak terdapat predisposisi laki-
laki:perempuan = 2:1 yang kemudian menjadi sama pada usia 30 tahun.
Kira-kira 2–20% populasi anak dilaporkan pernah menderita asma. Belum ada
penyelidikan menyeluruh mengenai angka kejadian asma pada anak di Indonesia,
namun diperkirakan berkisar antara 5–10%. Dilaporkan di beberapa negara angka
kejadian asma meningkat, misalnya di Jepang. Australia dan Taiwan. Woolcock dan
Konthen pada tahun 1990 di Bali mendapatkan prevalensi asma pada anak dengan
hiperreaktivitas bronkus 2,4% dan hiperreaktivitas bronkus serta gangguan faal paru
adalah 0,7%.
5
3. Etiologi4
Rangsangan yang dapat mencetus serangan asma dapat dikelompokkan dalam
tujuh kategori besar: alergenik, farmakologik, lingkungan, pekerjaan, infeksi,
berhubungan dengan olahraga, dan emosional. Alergen pada asma alergik bergantung
pada respon IgE yang dikontrol oleh limfosit T dan B dan diaktivasi oleh interaksi
antigen dengan ikatan sel mast – IgE. Sebagian besar alergen asma tersebar oleh
udara, dan untuk menghasilkan status sensitivitas membutuhkan waktu yang cukup
lama. Setelah terjadi sensitisasi, pasien dapat menampakkan respon yang hebat,
bahkan kontak dalam hitungan menit dapat menghasilkan eksaserbasi signifikan pada
penyakit ini. Asma alergik biasanya musiman, paling banyak ditemukan pada anak-
anak dan dewasa muda. Sedangkan yang bukan musiman dapat ditimbulkan dari
alergi terhadap bulu, serpihan kulit binatang, kutu debu, jamur, dan antigen
lingkungan lain yang ada secara kontinyu.
Gambar 3. Beberapa Faktor Penyebab Asma
Rangsangan farmakologis juga dapat menyebabkan asma. Obat yang paling sering
berhubungan dengan fase akut asma adalah aspirin (NSAID), zat warna seperti
tartazin, antagonis ß-adrenergik, dan senyawa sulfit. Tipe yang sensitif aspirin
terutama pada orang dewasa, walaupun terdapat juga pada anak-anak. Terdapat
reaktivitas silang antara aspirin dengan NSAID yang menginhibisi prostaglandin G/H
sintase 1. Pasien dengan sensitivitas terhadap aspirin dapat didesensitisasi dengan
pemberian aspirin harian, sehingga terjadi toleransi silang dengan NSAID lainnya.
6
Antagonis ß-adrenergik pada individ dengan asma dapat menghambat saluran
napas dengan meningkatkan reaktivitas saluran napas dan harus dihindari. Bahkan
antagonis ß-adrenergik selektif beta 1 memiliki kecenderungan tersebut dalam dosis
yang lebih tinggi. Terdapat fakta bahwa penggunaan lokal penghambat beta 1 pada
mata untuk mengobati glaukoma berhubungan dengan memburuknya asma. Senyawa
sulfit, yang digunakan secara luas pada makanan dan industri farmasi sebagai zat
untuk sanitasi dan pengawet, dapat menimbulkan penyumbatan saluran napas bagi
orang yang sensitif. Paparan terjadi karena memakan makanan dan obat-obatan yang
mengandung zat-zat tersebut.
Faktor lingkungan juga diketahui dapat menimbulkan asma. Penyebab asma dari
lingkungan biasanya berkaitan dengan kondisi iklim yang meningkatkan konsentrasi
polutan dan antigen atmosfir. Kondisi ini terdapat pada wilayah indutri berat dan
perkotaan padat dan seringkali nerhubungan dengan perubahan suhu atau siluasi lain
yang menimbulkan udara tidak mengalir. Dalam keadaan ini, walaupun populasi
secara umum dapat mengalami gangguan pernapasan, pasien dengan asma dan
penyakit pernapasan yang lain dapat terpengaruh lebih buruk.
Pekerjaan seseorang bisa dihubungkan pula dengan terjadinya asma, sebab dari
hasil laporan diketahui bahwa bbstruksi saluran parnapasan akut dan kronis berkaitan
dengan paparan sejumlah besar senyawa yang digunakan dalam berbagai macam
industri (umumnya senyawa dengan berat molekul tinggi). Senyawa dengan berat
molekul tinggi menimbulkan asma dengan menghasilkan reaksi imunologis,
sedangkan senyawa dengan berat molekul rendah merupakan senyawa yang memiliki
efek konstriktor bronkus.
Infeksi saluran napas merupakan rangsangan yang paling sering menimbulkan
eksaserbasi akut pada asma. Virus saluran napas dan bukan bakteri atau alergi
terhadap mikroorganisme adalah faktor etiologi yang paling utama. Pada anak yang
masih kecil, penyebab infeksi yang paling penting adalah virus pernapasan sinsisial
dan virus parainfluenza. Pada anak yang lebih besar dan orang dewasa, Rhinovirus
dan virus influenza merupakan patogen yang dominan.
Kegiatan olahraga dapat pula menimbulkan asma. Biasanya serangan timbul
setelahnya, dan tidak timbul selama olahraga. Semakin tinggi tingkat ventilasi dan
semakin dingin udara menentukan parahnya obstruksi saluran napas. Mekanisme yang
ditimbulkan oleh olahraga dalam menimbulkan obstruksi berhubungan dengan
hiperemia yang dipengaruhi suhu dan kebocoran kapiler pada dinding saluran napas.
7
Faktor psikologis yang dapat memperburuk atau meringankan asma. Perubahan pada
diameter saluran napas berhubungan dengan aktivitas eferen n.vagus, tetapi mungkin
juga endorfin memiliki peran. Peran faktor psikologis mungkin bervariasi antara satu
pasien dengan yang lain dan antara satu serangan dengan serangan yang lain.
4. Patofisologi2
Seperti telah dikemukakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya
asma, sehingga belum ada patogenesis yang dapat menerangkan semua penemuan
pada penyakit asma. Tampilan fisiologis dan klinis asma berasal dari interaksi antara
jaringan dengan sel radang yang berinfiltrasi pada epitel permukaan saluran napas,
mediator radang, dan sitokin. Sel yang memiliki peranan yang penting dalam respon
radang adalah sel mast, eosinofil, limfosit, dan sel epitel saluran napas. Sel mast dapat
terangsang oleh berbagai pencetusan misalnya alergen, infeksi, exercise, dan lain-lain.
Setiap jenis sel tersebut dapat mengeluarkan mediator dan sitokin untuk
menginisiasi dan mengamplifikasi inflamasi akut dan juga perubahan patologis dalam
jangka panjang. Mediator yang dilepaskan menghasilkan reaksi radang yang cepat
dan hebat dan menimbulkan konstriksi bronkus, kongesti vaskular, pembentukan
edema, meningkatkan produksi mukus, dan menghambat transport mukosiliaris.
Reaksi cepat tersebut dapat diikuti dengan reaksi yang kronis.
Eosinofil memiliki peran yang penting dalam komponen infiltratif. Interleukin
(IL) 5 menstimulasi pelepasan sel-sel ini ke dalam sirkulasi dan bertahan. Jika telah
teraktivasi, sel-sel ini menjadi sumber kaya leukotrien, dan melepaskan protein
granuler dan radikal bebas derivat oksigen mampu merusak epitel saluran napas,
kemudian masuk ke lumen bronkial dalam bentuk badan Creola. Disamping
menghilangkan fungsi sawar dan sekretori, kerusakan tersebut merangsang
pengeluaranan sitokin kemotaktik, yang menimbulkan peradangan lebih lanjut.
Gambar 4. Patofisiologi Asma
8
5. Gejala Klinis
Secara klinis asma dibagi dalam tiga stadium, yaitu Stadium I, II, dan III. Stadium
I adalah saat dimana terjadinya edema dinding bronkus dan batuk paroksismal karena
iritasi dan batuk kering. Sputum yang kental dan mengumpul merupakan benda asing
yang merangsang batuk tersebut. Pada Stadium II, sekresi bronkus bertambah banyak
dan batuk dengan dahak yang jernih dan berbusa. Pada stadium ini anak akan mulai
merasa sesak nafas berusaha bernafas lebih dalam. Ekspirium memanjang dan
terdengar bunyi mengi. Tampak otot nafas tambahan turut bekerja.2
Terdapat retraksi suprasternal, epigastrium dan mungkin juga sela iga. Anak lebih
senang duduk dengan membungkuk, tangan menekan pada tepi tempat tidur atau
kursi. Anak tampak gelisah, pucat, dan sianosis sekitar mulut. Toraks membungkuk
kedepan dan lebih bulat serta bergerak lambat pada pernafasan. Pada anak yang lebih
kecil, cenderung terjadi pernafasan abdominal, retraksi suprasternal dan intercostal.2
Stadium III, obstruksi atau spasme lebih berat, aliran udara sangat sedikit
sehingga suara nafas hampir tidak terdengar. Stadium ini sangat berbahaya karena
sering disangka ada perbaikan. Juga batuk seperti ditekan. Pernapasan dangkal, tidak
teratur dan frekuensi nafas mendadak meninggi.2
Pada anak, gambaran klinis asma dibagi menjadi 3 yaitu: asma episodic jarang,
asma episodic sering, dan asma kronik/presisten. Asma episodic jarang biasanya
terdapat pada anak umur 3-6 tahun. Serangan umumnya dicetuskan oleh infeksi virus
saluran nafas bagian atas. Banyaknya serangan 3-4 kali dalam satu tahun. Lamanya
serangan paling lama beberapa hari saja dan jarang merupakan serangan yang berat.
Gejala-gejala yang timbul lebih menonjol pada malam hari. Mengi dapat berlangsung
sekitar 3-4 hari. Sedangkan batuk-batuknya dapat berlangsung 10-14 hari. Manifestasi
alergi lainnya misalnya eksim jarang didapatkan pada golongan ini. Tumbuh kembang
anak biasanya baik. di luar derangan tidak ditemukan kelainan. Waktu remisi
berminggu-minggi sampai berbulan-bulan. Golongan ini merupakan 70-75% dari
populasi asma anak.5
Asma episodic sering, 2/3 golongan ini serangan pertama terjadi pada umur
sebelum 3 tahun. Pada permulaan, serangan berhubungan denga infeksi saluran nafas
akut. Pada umur 5-6 tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas. Biasanya
orangtua menghubungkan dengan perubahan udara, adanya alerggen, aktivitas fisik
dan stress. Banyak kasus yang tidak jelas pencetusnya. Banyaknya serangan 3-4 kali
dalam satu tahun dan tiap kali serangan beberapa hari smapia beberapa minggu.
9
Frekuensi serangan paling tinggi pada umur 8-13 tahun. Pada golongan lanjut kadang-
kadang sukar dibedakan dengan golongan asma kronik atau persisten. Umumnya
gejala paling jelek terjadi pada malam hari dengan batuk dan mengi yang dapat
mengganggu tidur. Pada golongan ini jarang ditemukan gangguan pertumbuhan.5
Pada 25% anak golongan asma presisten/kronik, serangan pertama terjadi
sebelum umur 6 tahu, 75% sebelum umur 3 tahun. Lima puluh persen anak terdapat
mengi yang lama pada 2 tahun pertama dan pada 50% sisanya serangannya episodic.
Pada umur 5-6 tahun akan lebih jelas terjadinya obstruksi salura nafas yang persisten
dan hampir selalu terdapat mengi tiap hari. Pada malam hari sering terganggu oleh
batuk dan mengi. Aktivitas fisik sering menyebabkan mengi. Dari waktu ke waktu
terjadi serangan yang berat dan sering memerlukan perawatan rumah sakit.5
6. Penatalaksanaan5
Pada serangan asma, tujuan tatalaksananya adalah untuk meredakan penyempitan
jalan napas secepat mungkin, mengurangui hipoksemia, mengembalikan fungsi paru
ke keadaan normal secepatnya, dan untuk mencegah kekambuhan. Penanganan awal
terhadap pasien adalah pemberian β-agonis secara nebulisasi. Garam fisiologis dapat
ditambahkan dalam cairan nebulisasi. Nebulisasi serupa dapat diulang dua kali lagi
dalam selang 20 menit. Pada pemberian ketiga dapat ditambahkan obat antikolinergik.
Beberapa peneliti menganjurkan pemberian obat antikolinergik bersama-sama dengan
β-agonis pada saat serangan sedang dan berat.
6.1 Serangan Ringan
Jika dengan sekali nebulisasi pasien menunjukkan respons yang baik (complete
response), berarti derajat serangannya ringan. Pasien diobservasi selama 1-2 jam, jika
respons tersebut bertahan (klinis tetap baik), pasien dapat dipulangkan. Yang harus
diingat adalah, pasien harus dibekali obat bronkodilator (hirupan atau oral) yang
diberikan tiap 4-6 jam. Pada keadaan tertentu seperti jika pencetus serangannya
adalah virus, dan ada riwayat serangan asma sedang/berat, maka dapat ditambahkan
steroid oral jangka pendek/shortcourse (3-5 hari). Pada anak asma episodic sering dan
asma persisten, obat controller (pengendali) harus tetap diberikan pada saat pasien
pulang.
10
6.2 Serangan Sedang
Jika dengan pemberian nebulisasi dua atau tiga kali, pasien hanya menunjukkan
respons parsial (incomplete respons), kemungkinan derajat serangannya sedang.
Untuk itu perlu dinilai ulang derajatnya sesuai pedoman di atas. Jika serangannya
memang termasuk serangan sedang, berikan oksigen 2 l/menit, kemudian pasien
dobservasi dan ditangani di ruang rawat sehari. Pada keadaan serangan sedang
sebaiknya dipasang jalur parenteral untuk persiapan darurat. Pada keadaan alat
nebulizer tidak tersedia, maka sebagai alternative lain dapat digunakan inhaler (MDI=
Metered Dose Inhaler) yang dihubungkan dengan spacer.
6.3 Serangan Berat
Bila dengan 3 kali nebulisasi berturut-turut pasien tidakm enunjukkan respons
(poor response), yaitu gejala dan tanda serangan masih ada, maka pasien harus
diruang rawat inap. Oksigen 2-4L/menit diberikan sejak awal termasuk saat
nebulisasi. Pasang jalur parenteral dan lakukan foto toraks, jika sejak penilaian awal
pasin mengalami serangan berat, nebulisasi cukup diberikan sekali langsung dengan
β-agonis dan antikolinergik.
Bila pasien menunjukkan gejala dan tanda ancaman henti napas, pasien harus
langsung dirawat di ruang rawat intensif. Untuk pasien dengan serangan berat dan
ancaman hnti napas, langsung dibuat foto rontgen toraks guna mendeteksi komplikasi
pneumotoraks dan/atau pneumomediastinum.
Pada tatalaksana di atas, terlihat bahwa peran nebulisasi sangat penting perannya
pada saat serangan asma. Namun sampai saat ini belum semua dokter memiliki alat
nebulisasi di tempat praktek maupun di klinik/rumah sakitnya, maka penggunaan obat
adrenalin sebagai alternative dapat digunakan. Adrenalin diberikan secara subkutan,
dengan dosis 0,01 ml/kgBB/kali, dengan dosis maksimalnya 0,3 ml/kali. Sesuai
dengan panduan tatalaksana di IGD, adrenalin dapat diberikan 3 kali berturut-turut
dengan selangan 20 menit.
11
7. Komplikasi
Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan terjadi
emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk toraks yaitu toraks membungkuk ke
depan dan memanjang. Pada foto rontgen toraks terlihat diafragma letak rendah,
gambaran jantung menyempit, corakan hilus kiri dan kanan bertambah. entuk dada
brung dapat dinilai dari perbaikan pertumbuhannya.rang tua. Pada asma kronik dan
berat dapat terjadi bentuk dada burung dara dan tampak sulkus Harrison.6
Bila sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat sehingga dapat
terjadi atelektasis pada lobus segmen yang sesuai. Bila atelektasis berlangsung lama
dapat berubah menjadi bronkiektasis dan bila ada infeksi terjadi bronkopneumonia.
Serangan asma yang terus menerus dan beberapa hari serta berat dan tidak dapat
diatasi dengan obat-obatan disebut status asmatikus. Bila tidak dtolong dengan
semestinya dapat menyebabkan gagal pernapasan, gagak jantung, bahkan kematian.3
8. Prognosis2
Prognosis jangka panjang asma anak pada umumnya baik. sebagian besar asma
anak hilang atau berkurang dengan bertambahnya umur. Sekitar 50% asma episodic
jarang sudah menghilang pada umur 10-14 tahun dan hanya 15% yang menjadi asma
kronik pada umur 21 tahun. Dua puluh persen asma episodic sering sudah tidak
timbul pada masa akil baliq, 60% tetap sebagai asma episodic sering dan sisanya
sebagai asma episodic jarang. Hanya 5% dari asma kronik/persisten yang dapat
menghilang pada umur 21 tahun, 20% menjadi asma episodic jarang. Secara
keseluruhan dapat dikatakan 70-80% asma anak bila diikuti sampai dengan umur 21
tahun asmanya sudah menghilang.
9. Pencegahan
Serangan eksaserbasi akut asma dapat dicegah dengan menghindari faktor
pencetus asma yang tergantung pada penyebab asma masing-masing pasien.
Identifikasi dan penghindaran alergen di rumah dan tempat kerja harus sebisa
mungkin dilakukan. Penghindaran yang benar-benar terhadap paparan tungau debu
rumah, hewan-hewan peliharaan, dan faktor pekerjaan berhubungan dengan perbaikan
nyata pada gejala-gejala pernapasan, fungsi paru-paru dan hiperresponsivitas saluran
napas. Membuang hewan peliharaan, terutama kucing, dari dalam rumah akan sangat
efektif bila disertai pembersihan dan pencucian rumah untuk menghilangkan alergen
12
yang mungkin tertinggal yang bisa tetap berada pada konsentrasi yang cukup untuk
merangsang asma dalam waktu yang lama.
Differential Diagnosis2
1. Bronkitis Kronik/Batuk Kronik Berulang (BKB)
Bronkitis kronik adalah suatu keadaan klinis yang disebabkan oleh berbagai
penyebab dengan gejala batuk yang berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu
berturut-turut dan atau berulang paling sedikit 3X dalam 3 bulan dengan atau tanpa
gejala respiratorik lainnya. Etiologinya dapat disebabkan oleh Rhinovirus,
Parainfluenza, Influenza, Adenovirus, Enterovirus, maupun bakteri (H.influenza,
Strep.pneumonia, Staf.aureus).
Gejala utama yang terlihat pada pederiita bronkitis kronis adalah batuk baik yang
produktif maupun yang kering. Selain itu kadangkala ditemukan wheezing, rasa nyeri
di dada, dan memburuk saat malam hari. Karena itulah, pada anak yang datang
dengan gejala seperti bronkitis kronis, harus dipikirkan pula kemungkinan terjadinya
asma. Williams dan McNicol pada tahun 1969 telah menemukan kesamaan klinis,
patologi dan epidemologi antara bronkitis kronik dan asma. Pengobatan yang dapat
dilakukan antara lain dengan pemberian bronkodilator bila berhubungan dengan asma
dan antibiotik seperti ampisilin maupun eritromisin bila diperlukan.
Gambar 5. Gambaran Bronkiolus Penderita Bronkitis
13
2. Bronkiolitis Akut
Penyakit ini merupakan suatu sindrom obstruksi bronkiolus yang sering di derita
bayi dan anak kecil yang berumur kurang dari 2 tahun. Angka kejadian tertinggi rata-
rata ditemukan pada usia 6 bulan. Penyebabnya sebagian besar (50%) dikarenakan
Respiratory syncytial virus. Sebagian lagi disebabkan oleh parainfluenza virus, Eaton
agent (Mycoplasma pneumonia), adenovirus dan beberapa virus lain.
Bronkiolitis akut biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas,
disertai dengan batuk pilek untuk beberapa hari, biasanya tanpa disertai kenaikan
suhu. Anak mulai mengalami sesak nafas, makin lama makin hebat, pernafasa
dangkat dan cepat dan disertai dengan serangan batuk. Pada pemeriksaan terdengar
ekspirium memamjam disertai dengan mengi (Wheezing). Keadaan ini harus
dibedakan dengan asma yang kadang-kadang juga timbul pada usia muda. Anak
dengan asma akan memberikan respon terhadap pengobatan dengan bronkodilator,
sedangkan anak dengan bronkiolitis tidak.
Gambar 6. Bronkiolus pada Penderita Bronkiolitis
Kesimpulan
Asma merupakan penyakit dengan karakteristik meningkatnya reaksi trakea dan
bronkus oleh berbagai macam pencetus disertai dengan timbulnya penyempitan luas
saluran napas bagian bawah. Rangsangan yang dapat mencetus serangan asma antara
lain: alergenik, farmakologik, lingkungan, pekerjaan, infeksi, berhubungan dengan
olahraga, dan emosional. Patofisiologi asma terkait dengan terjadinya proses radang
yang kemudian dengan cepat menimbulkan konstriksi bronkus, kongesti vaskular,
pembentukan edema, meningkatkan produksi mukus, dan menghambat transport
mukosiliaris. Pada anak, gambaran klinis asma dibagi menjadi: asma episodic jarang,
14
asma episodic sering, dan asma kronik/presisten. Penatalaksanaan asma ditujukan
untuk meredakan penyempitan jalan napas secepat mungkin, mengurangi hipoksemia,
mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya, dan untuk mencegah
kekambuhan.
Daftar Pustaka
1. Setiati S, Purnamasari D, Rinaldi I, Ranitya R, Pitoyo CW. Lima puluh masalah kesehatan di bidang ilmu penyakit dalam. Edisi 1. Jakarta; FKUI; 2008.h.202-5.
2. Staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI. Ilmu kesehatan anak. Edisi 11. Jakarta; Infomedika; 2007.h.1198-228.
3. Isselbacher. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit dalam. Edisi 13. Volume 3. Editor Edisi bahasa Indonesia : Ahmad H. Asdie. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta, 2000.
4. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson textbook of pediatrics. Edisi 15. Jakarta; EGC; 1999.h.775-90.
5. Supriyanto B. Tatalaksana serangan asma pada anak. Dalam: Departemen ilmu kesehatan anak FKUI. Edisi 1. Jakarta; Balai penerbit FKUI; 2004.h.60-9.
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksaan di Indonesia. Balai Penerbit FKUI : Jakarta, 2004.
15