asma bronkial anak

Upload: cynthia-fadhilla

Post on 18-Jul-2015

749 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

STATUS ASMA RINGAN

IDENTITAS Nama Umur JK Alamat Pekerjaan : : : : :

Tanggal masuk Rumah Sakit : Tanggal Pemeriksaan No. Rekam Medik Ruangan/ Kamar : : :

AUTOANAMNESIS Keluhan Utama: Sesak nafas sejak................SMRS

Keluhan Tambahan : Batuk (?), pilek (?), gatal- gatal kulit (?), sakit mata (?)

Riwayat Penyakit Sekarang : Dua hari SMRS, Ibu OS mengeluhkan anaknya batuk berdahak berwarna putih kental, tidak bercampur darah, dan sulit untuk dikeluarkan, sehingga saat tidur berbunyi banyak lendir. Batuk ini muncul tiba-tiba (?), setelah ibu OS menyapu karpet rumahnya(?), setelah makanmakanan yang (?), stress (?), setelah aktivitas/berlari (?), batuk dirasakan lebih sering pada malam hari, hingga menyebabkan nyeri seperti kram (?),sesak disertai dengan bunyi mengi /tidak (?), sesak baru pertama kali muncul atau pernah muncul sebelumnya, frekuensi muncul dalam satu bulannya (?), obat yang biasa dipakai diberikan atau tidak (?). Ibu OS mengeluhkan anaknya pilek, pilek mampet/ meler, warna ingus...., gatal-gatal (?) setelah memakan (.....) kemudian disertai dengan sesak, matanya memerah dan berair terus menerus dan banyak belek nya. Ibu OS juga mengeluhkan OS demam (?), muncul mendadak atau naik perlahan- lahan dan hilang timbul, muntah sebanyak(...), muntah berisi cairan dan makanan, tidak ada darah. BAB konsistensi (...), berlendir (..), berdarah (..), BAK normal seperti

biasanya. OS sudah dibawa berobat ke dokter, perbaikan (...), anak masih mau makan dan minum (?) Satu hari SMRS, OS mengeluhkan sesak yang disertai dengan bunyi mengi dan semakin berat, OS masih batuk (?), pilek (?), ingus (?), batuk berdahak berwarna putih kental, tidak bercampur darah, dan sulit untuk dikeluarkan. Riwayat Asma sejak umur 10 tahun.

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD): TB paru (?) Asma (?) Dermatitis atopik (?) Rhinitis (?) Konjungtivitis (?)

Riwayat Penyakit Keluarga (RPK): Asma orangtua (+) Tb paru (?) ISPA (?) Dermatitis atopik (?) Rhinitis (?) Konjungtivitis (?)

Riwayat Pengobatan : Meminum obat namun ibu tidak ingat dosisnya, dan belum ada perbaikan (?) Belum pernah dirawat inap di RS sebelumnya(?) Belum pernah pengobatan jangka panjang. (?)

Riwayat Kehamilan : Kunjungan ANC teratur ke bidan, Ibu tidak mengkonsumsi obat-obatan selama masa kehamilan, penyulit kehamilan tidak ada. Riwayat Kelahiran : Anak lahir cukup bulan, lahir normal, ditolong bidan, langsung menangis, tidak terdapat kelainan atau cacat bawaan, BB lahir= 3200 gram, PB lahir ? , lingkar kepala ibu tidak ingat.

Riwayat Makanan : ASI sejak usia 0 6 bulan MP-ASI sejak usia 6 bulan

Kesan : Makanan sesuai usia Riwayat Imunisasi : Saat lahir I bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan 9 bulan Hepatitis B-1, polio-0 Hepatitis B-2 BCG, DPT-1, polio-1 DPT-2, polio-2 DPT-3, polio-3, Hepatitis B-3 Campak

Kesan : Imunisasi dasar lengkap

Riwayat Tumbuh Kembang : Bisa tengkurap usia 4 bulan, bisa mengoceh usia 6 bulan Merangkak, suka menggenggam benda pada usia 7 bulan Bisa duduk usia 7 bulan Berjalan dengan bantuan usia 11 bulan Kesan : tumbuh kembang sesuai usia

Riwayat Alergi : Alergi obat (-), alergi cuaca (-), alergi seafood (..), alergi coklat, kacang, susu sapi (..), alegi debu (..), alergi bulu (-) Riwayat Psikososial : Ayah perokok (?) Rumah jendela (?) Kamar banyak boneka (?)

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum Kesadaran Tanda Vital Suhu Nadi Tek. Darah RR

: Tampak sakit sedang : Composmentis

: 36,5 C : x/menit takikardi : mmHg : x/menit

Status Gizi Tinggi Badan : 155 cm Berat badan BB/TB : 44 kg : 18,33 (IMT normal)

STATUS GENERALIS Kepala Leher Thorax Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : Dinding dada simetris, retraksi sela iga (-) : Vocal fremitus kiri dan kanan sama : Sonor dikedua lapang paru, batas paru-hepar ICS 5 : Bunyi napas, wheezing (+/+) , ronkhi (-/-) Kelenjar tiroid : Pembesaran (-) Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening Bentuk Rambut Mata Hidung Telinga Mulut : Normocephal : Hitam dan tidak rontok : Konjungtiva anemis (-/-), skelra ikterik (-/-) : Konka hiperemis (-/-), keluar sekret (-/-) : Keluar sekret (-/-) : Pharynk hiperemis (-), bibir anemis (-/-), bibir sianosis (-/-)

Jantung Inspeksi Palpasi : Ictus cordis terlihat : Ictus cordis teraba di linea midsternal sinistra intercostal 5 midclavicularis sinistra Perkusi : Jantung dalam batas normal

Aukultasi

: Bunyi jantung 1&2 murni, tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen Inspeksi Auskultasi Palpasi Epigastrium Hati Limpa Ginjal Perkusi : Dinding perut simetris, distensi (-), massa (-), bekas operasi (-), : Bising usus (+), 8 x/menit : : Nyeri tekan (-) : Tidak teraba pembesaran : Tidak teraba pembesaran : Balotement (-), nyeri ketok (-) : Timpani pada keempat kuadran abdomen

Extremitas Superior : Akral hangat, RCT 15% dari nilai sebelum uji provokasi dan setelah diberi bronkodilator nilai normal akan tercapai lagi. Bila PEFR dan FEV1 sudah rendah dan setelah diberi bronkodilator naik > 15% yang berarti hiperreaktivitas bronkus positif dan uji provokasi tidak perlu dilakukan. Foto rontgen toraks Tampak corakan paru yang meningkat. Atelektasis juga sering ditemukan. Hiperinflasi terdapat pada serangan akut dan pada asma kronik. Rontgen foto sinus paranasalis perlu juga bila asmanya sulit dikontrol.

Pemeriksaan darah eosinofil dan uji tuberkulin Pemeriksaan eosinofil dalam darah, sekret hidung dan dahak dapat menunjang diagnosis asma. Dalam sputum dapat ditemukan kristal Charcot-Leyden dan spiral Curshman. Bila ada infeksi mungkin akan didapatkan leukositosis polimormonuklear.

Uji kulit alergi dan imunologi 1. Komponen alergi pada asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE spesifik serum. 2. Uji kulit adalah cara utama untuk mendignosis status alergi/atopi, umumnya dilakukan dengan prick test. Alergen yang digunakan adalah alergen yang banyak didapat di daerahnya. Walaupun uji kulit merupakan cara yang tepat untuk diagnosis atopi, dapat juga mendapatkan hasil positif palsu maupun negative palsu. Sehingga konfirmasi terhadap pajanan alergen yang relevan dan hubungannya dengan gejala klinik harus selalu dilakukan. Untuk menentukan hal itu, sebenarnya ada pemeriksaan yang lebih tepat, yaitu uji provokasi bronkus dengan alergen yang bersangkutan. Reaksi uji kulit alergi dapat ditekan dengan pemberian antihistamin 3. Pemeriksaan IgE spesifik dapat memperkuat diagnosis dan menentukan

penatalaksaannya. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada keadaan uji kulit tidak dapat dilakukan (antara lain dermatophagoism, dermatitis/kelainan kulit pada lengan tempat uji kulit dan lain-lain). Pemeriksaan kadar IgE total tidak mempunyai nilai dalam diagnosis alergi/atopi.

Diagnosis banding asma : Penyakit paru kronik yang berhubungan dengan bronkiektasis dan fibrosis kistik. Kelainan trakea dan bronkus misalnya laringotrakeomalasia dan stenosis bronkus. Tuberkulosis paru ditandai dengan batuk berdahak selama kurang lebih 2 minggu disertai dengan keringat malam, demam dan penurunan BB. Bronkitis kronik. Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Penyebab batuk kronik seperti tuberkulosis, bronkitis atau keganasan harus disingkarkan dahulu. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya didapatkan pada pasien berumur > 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya dimulai dengan batuk pagi hari, lama-kelamaan disertai mengi dan menurunnya kemampuan kegiatan jasmani.pada stadium lanjut dapat ditemukan sianosis

dan tanda-tanda kor pulmonal. Tidak ditemukan eosinofilia, suhu biasanya tinggi dan tidak herediter. Asma kardial. Dispnea paroksismal terutama malam hari dan biasanya didapatkan tandatanda kelainan jantung.

Klasifikasi Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola keterbatasan aliran udara. Klasifikasi berdasarkan berat penyakit penting bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan. Tabel klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis Derajat asma Intermitten Bulanan Gejala < 1x/minggu Tanpa gejala diluar serangan Serangan singkat Gejala Gejala malam 2x/bulan APE 80% VEP1 80% nilai prediksi APE 80% nilai terbaik Variabilitas APE < 20% Persisten ringan Mingguan Gejala > 1x/minggu tetapi < 1x/hari Serangan dpt mengganggu aktivitas dan tidur Harian Gejala setiap hari Serangan mengganggu > 2x/bulan APE > 80% VEP1 80% nilai prediksi APE 80% nilai terbaik Variabilitas APE 2030% Persisten sedang > 1x/minggu APE 60-80% VEP1 60-80% nilai prediksi APE 60-80% nilai terbaik Variabilitas APE > 30% Faal paru

aktivitas dan tidur membutuhkan bronkodilator setiap hari

Persisten berat

Kontinua Gejala terus menerus Sering kambuh Aktivitas fisik terbatas

Sering

APE 60% VEp1 60% nilai prediksi 60% nilai terbaik Variabilitas APE > 30%

Pada umumnya penderita sudah dalam pengobatan, dan pengobatan yang telah berlangsung seringkali tidak adekuat. Pengobatan akan mengubah gambaran klinis bahkan faal paru, oleh karena itu penilaian berat asma pada penderita dalam pengobatan juga harus mempertimbangkan pengobatan itu sendiri. Tabel klasifikasi derajat berat asma pada penderita dalam pengobatan Tahapan pengobatan yang digunakan saat penilaian Gejala dan faal paru dalam pengobatan Tahap I intermiten Tahap 2 persisten sedang Tahap I : intermitten Gejala < 1x/minggu Serangan singkat Gejala malam < 2x/bulan Faal paru normal di luar serangan Tahap II : persisten ringan Gejala > 1x/minggu, tetapi < 1x/hari, gejala malam > 2x/bulan, tetapi < 1x/minggu Faal paru normal diluar serangan Tahap III : persisten sedang Gejala setiap hari, serangan mempengaruhi aktivitas dan tidur Gejala malam > 1x/minggu 60% < VEP1 < 80% nilai prediksi Persisten sedang Persisten berat Persisten berat Persisten ringan Persisten sedang Persisten berat Intermiten Persisten ringan Tahap 3 persisten sedang Persisten sedang

60% < APE < 80% nilai terbaik Tahap IV : persisten berat Gejala terus menerus, serangan sering, gejala malam sering VEP1 60% nilai prediksi atau APE 60% nilai terbaik Persisten berat Persisten berat Persisten berat

Pengobatan Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempetahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan tersebut merefleksikan pemahaman bahwa asma adalah gangguan kronik progresif dalam hal inflamasi kronik jalan napas yang menimbulkan hiperresponsif dan obstruksi jalan napas yang bersifat episodik. Sehingga penatalaksanaan asma dilakukan melalui berbagai pendekatan yang dapat dilaksanakan, mempunyai manfaat, aman dan terjangkau. Tatalaksana Pasien Asma Tatalaksana pasien asma adalah manajemen kasus untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (asma terkontrol). Tujuan : Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma; Mencegah eksaserbasi akut; Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin; Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise; Menghindari efek samping obat; Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel; Mencegah kematian karena asma. Khusus anak, untuk mempertahankan tumbuh kembang anak sesuai potensi genetiknya.

Dalam penatalaksanaan asma perlu adanya hubungan yang baik antara dokter dan pasien sebagai dasar yang kuat dan efektif, hal ini dapat tercipta apabila adanya komunikasi yang terbuka dan selalu bersedia mendengarkan keluhan atau pernyataan pasien, ini merupakan kunci keberhasilan pengobatan. Ada 5 (lima) komponen yang dapat diterapkan dalam penatalaksanaan asma, yaitu: KIE dan hubungan dokter-pasien Identifikasi dan menurunkan pajanan terhadap faktor risiko; Penilaian, pengobatan dan monitor asma; Penatalaksanaan asma eksaserbasi akut, dan Keadaan khusus seperti ibu hamil, hipertensi, diabetes melitus, dll Pada prinsipnya penatalaksanaan asma klasifikasikan menjadi: 1) Penatalaksanaan asma akut/saat serangan, dan 2) Penatalaksanaan asma jangka panjang 1. Penatalaksanaan asma akut (saat serangan) Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus diketahui oleh pasien. Penatalaksanaan asma sebaiknya dilakukan oleh pasien di rumah dan apabila tidak ada perbaikan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan. Penanganan harus cepat dan disesuaikan dengan derajat serangan. Penilaian beratnya serangan berdasarkan riwayat serangan

termasuk gejala, pemeriksaan fisik dan sebaiknya pemeriksaan faal paru, untuk selanjutnya diberikan pengobatan yang tepat dan cepat. Pada serangan asma obat-obat yang digunakan adalah : bronkodilator (2 agonis kerja cepat dan ipratropium bromida) kortikosteroid sistemik Pada serangan ringan obat yang digunakan hanya 2 agonis kerja cepat yang sebaiknya diberikan dalam bentuk inhalasi. Bila tidak memungkinkan dapat diberikan secara sistemik. Pada dewasa dapat diberikan kombinasi dengan teofilin/aminofilin oral. Pada keadaan tertentu (seperti ada riwayat serangan berat sebelumnya) kortikosteroid oral

(metilprednisolon) dapat diberikan dalam waktu singkat 3- 5 hari. Pada serangan sedang diberikan 2 agonis kerja cepat dan kortikosteroid oral. Pada dewasa dapat ditambahkan ipratropium bromida inhalasi, aminofilin IV (bolus atau 14 drip). Pada anak belum diberikan

ipratropium bromida inhalasi maupun aminofilin IV. Bila diperlukan dapat diberikan oksigen dan pemberian cairan IV Pada serangan berat pasien dirawat dan diberikan oksigen, cairan IV, 2 agonis kerja cepat ipratropium bromida inhalasi, kortikosteroid IV, dan aminofilin IV (bolus atau drip). Apabila 2 agonis kerja cepat tidak tersedia dapat digantikan dengan adrenalin subkutan. Pada serangan asma yang mengancam jiwa langsung dirujuk ke ICU. Pemberian obat-obat bronkodilator diutamakan dalam bentuk inhalasi menggunakan nebuliser. Bila tidak ada dapat menggunakan IDT (MDI) dengan alat bantu (spacer).

Serangan asma dan penanggulangannya o Serangan asma yang ringan biasanya cukup diobati dengan obat bronkodilator oral atau aerosol, bahkan ada yang demikian ringannya hingga tidak memerlukan pengobatan. o Serangan asma yang sedang dan akut perlu pengobatan dengan obat yang kerjanya cepat, misalnya bronkodilator aerosol atau bronkodilator subkutan seperti adrenalin. o Pada serangan ringan akut tidak diperlukan kortikosteroid tetapi pada serangan ringan kronik atau serangan sedang mungkin diperlukan tambahan kortikosteroid dan bronkodilator. Pada serangan sedang oksigen sudah perlu diberikan 12 liter/menit.

o Pada serangan asma yang berat bila gagal dengan bronkdilator aerosol atau subkutan dan kortikosteroid perlu teofilin intravena, oksigen dan koreksi keseimbangan cairan, asam-basa dan elektrolit. Bila upaya-upaya tersebut gagal atau diduga akan gagal, keadaan jiwa anak mungkin terancam, berarti anak tersebut sudah masuk dalam keadaan status asmatikus.

2. Penatalaksanaan asma jangka panjang Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma dan mencegah serangan. Pengobatan asma jangka panjang disesuaikan dengan klasifikasi beratnya asma. Prinsip pengobatan jangka panjang meliputi: 1) Edukasi; 2) Obat asma (pengontrol dan pelega); dan Menjaga kebugaran. Edukasi Edukasi yang diberikan mencakup : Kapan pasien berobat/ mencari pertolongan Mengenali gejala serangan asma secara dini Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu penggunaannya Mengenali dan menghindari faktor pencetus Kontrol teratur Alat edukasi untuk dewasa yang dapat digunakan oleh dokter dan pasien adalah pelangi asma, sedangkan pada anak digunakan lembaran harian.

Obat asma Obat asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol. Obat pelega diberikan pada saat serangan asma, sedangkan obat pengontrol ditujukan untuk pencegahan serangan asma dan diberikan dalam jangka panjang dan terus menerus. Untuk mengontrol asma digunakan anti inflamasi (kortikosteroid inhalasi). Pada anak, kontrol lingkungan mutlak dilakukan sebelum diberikan kortikosteroid dan dosis diturunkan apabila dua sampai tiga bulan kondisi telah terkontrol. Obat asma yang digunakan sebagai pengontrol antara lain : o Inhalasi kortikosteroid o 2 agonis kerja panjang o antileukotrien o teofilin lepas lambat Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas, terdiri dari pengontrol dan pelega.

1. Pengontrol (controller) Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikas setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah. Yang termasuk obat pengotrol : Kortikosteroid inhalasi Kortikosteroid sistemik Sodium kromoglikat Nedokromil sodium Metilsantin Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi Agonis beta-2 kerja lama, oral Leukotrien modifier Antihistamin generasi ke dua (antagonis-H1)

2. Pelega (reliever) Prinsipnya adalah untuk mendilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau menghambat bronkokonstriksi yang berkaitan dengan gejala akut, seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas. Termasuk pelega adalah : Agonis beta-2 kerja singkat Kortikosteroid sistemik (steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain). Antikolinergik Aminofilin Adrenalin Medikasi asma dapat diberikan melalui berbagai cara, yaitu inhalasi, oral dan parenteral (subkutan, intramuskular dan intravena). Kelebihan pemberian medikasi langsung ke jalan napas adalah : 1. Lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan napas 2. Efek sistemik minimal atau dihindarkan

3. Beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak terabsorbsi pada pemberian oral (antikolinergik dan kromolin). Waktu kerja bronkodilator adalah cepat bila diberikan secara inhalasi daripada oral.Pengobatan Sesuai Berat Asma Berat asma Asma intermiten Asma persisten ringan Medikasi pengontrol harian Tidak perlu Steroid inhalasi (200-400_g BD/hari atau ekivalennya) Asma persisten sedang Kombinasi inhalasi steroid (400-800_g BD/hari atau ekivalennya & LABA Teofilin lepas lambat kromolin Leukotriene modifiers Steroid inhalasi (400-800_g BD/hari atau ekivalennya) ditambah teofilin lepas lambat atau steroid inhalasi (400-800_g BD/hari atau ekivalennya) ditambah LABA oral atau steroid inhalasi (400-800_g BD/hari atau ekivalennya) ditambah leukotriene modifiers Prednisolon / metil prednisolon selang sehari 10 mg ditambah LABA oral, ditambah teofilin lepas lambat Ditambah LABA oral atau ditambah teofilin lepas lambat Alternatif / pilihan lain Alternatif lain

Asma persisten berat

Kombinasi Inhalasi steroid (>800_g BD atau ekivalennya) dan LABA ditambah ditambah dibawah ini : Teofilin lepas lambat Leukotriene modifiers Steroid oral

Bronkodilator simpatomimetik seperti juga bronkodilator lainnya, disamping dipakai untuk mengobati serangan asma juga dipakai sebagai obat untuk mengatasi serangan asma. Dianjurkan memakai beta-2 selektif. Bentuk aerosol (inhalasi) merupakan cara pencegah dan penggagal serangan asma yang baik dan cepat kerjanya. Simpatomimetik sering dikombinasikan dengan dengan teofilin peroral. Dengan dosis tengah, efek bronkodilatasinya bersifat aditif sedangkan efek sampingnya lebih sedikit. Pada penggunaan jangka panjang, misalnya asma kronik atau persisten, teofilin obat tunggal atau kombinasi dengan

simpatomimetik merupakan obat yang harus dipakai lebih dahulu sebelum ditambah dengan obat lain dalam rangka mencegah kambuhnya serangan asma. Kortikosteroid merupakan obat penting dalam pencegahan asma dan hendaknya dipertimbangkan bila hasil pengobatan dengan bronkodilator tidak memadai. Dosis prednison 12 mg/kgBB/hari, biasanya tidaj memberikan efek samping. Pemberian kortikosteroid jangka pendek pada waktu serangan asma dapat mencegah keadaan yang lebih gawat dan perawatan di rumah sakit tidak diperlukan. Anak yang telah mendapat terapi kortikosteroid lama dengan dosis rumatan, bila mendapat serangan asma akut dosis kortikosteroid perlu ditinggikan. Pada asma yang persisten atau kronik, pemberian kortikosteroid mungkin diperlukan.. Jika terpaksa menggunakan kortikostreroid jangka panjang harus diberikan secara inhalasi. Pada bayi dan anak kecil serangan asma mungkin lebih banyak disebabkan oleh udem mukosa dan sekresi bronkus daripada bronkospasme. Pemberian kortikosteroid mungkin sangat berguna. Disodium kromogikat (DSCG) inhalasi, salah satu kerjanya adalah mencegah degranulasi sel mast merupakan onat untuk mencegah serangan asma, terutama bila diberikan secara teratur (Bernstein, 1981). Bila diberikan sebelum kegiatan jasmani dapat mencegah asma yang diinduksi aktivitas fisik Pada asma ringan dan sedang efektifitas pencegahannya sama dengan teofilin, efek samping lebih sedikit (Hambleton dkk 1977, Furukawa dkk 1984). Obat pencegahan yang ideal untuk anak adalah obat yang diberikan secara oral 12 kali/hari. Ketotifen yang salah satu kerjanya memperkuat dinding sel mast sehingga mencegah keluarnya mediator dilaporkan dapat merupakan obat pencegahan peroral yang dapat diberikan 2 kali/hari. Terapi imnulogik tidak dianjurkan sebagai tindakan rutin (Lichtenstein 1978). Tetapi tindakan ini yang salah satu tugasnya membentuk antibodi penghalang perlu dipertimbangkan bila tindakan-tindakan lainnya telah dusahakan semaksimal mungkin dan tidak memberikan hasil. Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan terkontrol bila : 1. Gejala minimal (sebaiknya ridak ada), termasuk gejala malam. 2. Tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk latihan fisik

3. Kebutuhan bronkodilator (agonis beta2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak diperlukan). 4. Variasi harian APE < 20% 5. Nilai APE normal atau mendekati normal 6. Efek samping obat minimal (tidak ada) 7. Tidak ada kunjungan ke unit gawat darurat Integrasi dari pendekatan-pendekatan tersebut dikenal dengan program penatalaksanaan asma, yang meliputi 7 komponen, yaitu : 1. Edukasi 2. Menilai dan memonitor berat asma secara berkala 3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus 4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang 5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut 6. Kontrol secara teratur 7. Pola hidup sehat Ke 7 hal tersebut di atas, juga disampaikan kepada penderita dengan bahasa yang mudah dan dikenal (dalam istilah) dengan 7 langkah mengatasi asma, yaitu : 1. Mengenal seluk beluk asma 2. Menentukan klasifikasi 3. Mengenali dan meghindari pencetus 4. Merencanakan pengobatan jangka panjang 5. Mengatasi serangan asma dengan tepat 6. Memeriksakan diri secara teratur 7. Menjaga kebugaran dan berolahraga

Aktivitas fisik tidak dilarang bahkan dianjurkan tetapi diatur. Jalan yang dapat ditempuh supaya dapat tetap beraktivitas adalah : 1. Menambah toleransi secara bertahap, menghindari percepatan gerak yang mendadak, Mengalihkan macam kegiatan, misalnya lari, naik ke sepeda, berenang. 2. Bila mulai batuk-batuk istirahat dahulu sebentar, minum air dan kemudian bila batukbatuk sudah mereda kegiatan dapat dimulai kembali. 3. Ada beberapa orang yang memerlukan makan obat atau menghirup obat aerosol dahulu beberapa waktu sebelum kegiatan olahraga.

Untuk menjadi pasien asma, ada 2 faktor yang berperan yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Ada beberapa proses yang terjadi sebelum pasien menjadi asma: 1. Sensitisasi, yaitu seseorang dengan risiko genetik dan lingkungan apabila terpajan dengan pemicu (inducer/sensitisizer) maka akan timbul sensitisasi pada dirinya. 2. Seseorang yang telah mengalami sensitisasi maka belum tentu menjadi asma. Apabila seseorang yang telah mengalami sensitisasi terpajan dengan pemacu (enhancer) maka terjadi proses inflamasi pada saluran napasnya. Proses inflamasi yang berlangsung lama atau proses inflamasinya berat secara klinis berhubungan dengan

hiperreaktivitas bronkus. 3. Setelah mengalami inflamasi maka bila seseorang terpajan oleh pencetus (trigger) maka akan terjadi serangan asma (mengi) Faktor-faktor pemicu antara lain: Alergen dalam ruangan: tungau debu rumah, binatang berbulu (anjing, kucing, tikus), alergen kecoak, jamur, kapang, ragi serta pajanan asap rokok; pemacu: Rinovirus, ozon, pemakaian b2 agonis; sedangkan pencetus: Semua faktor pemicu dan pemacu ditambah dengan aktivitas fisik, udara dingin, histamin dan metakolin

Secara skematis mekanisme terjadinya asma digambarkan sebagai berikut:

Sehubungan dengan asal-usul tersebut, upaya pencegahan asma dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: 1. Pencegahan primer 2. Pencegahan sekunder 3. Pencegahan tersier Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan risiko asma (orangtua asma), dengan cara : Penghindaran asap rokok dan polutan perkembangan bayi/anak lain selama kehamilan dan masa

Diet hipoalergenik ibu hamil, asalkan / dengan syarat diet tersebut tidak mengganggu asupan janin Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan Diet hipoalergenik ibu menyusui

Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang telah tersentisisasi dengan cara menghindari pajanan asap rokok, serta allergen dalam ruangan terutama tungau debu rumah. Pencegahan tersier ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak yang telah menunjukkan manifestasi penyakit alergi. Sebuah penelitian multi senter yang dikenal dengan nama ETAC Study (early treatment of atopic children) mendapatkan bahwa pemberian Setirizin selama 18 bulan pada anak atopi dengan dermatitis atopi dan IgE spesifik terhadap serbuk rumput (Pollen) dan tungau debu rumah menurunkan kejadian asma sebanyak 50%. Perlu ditekankan bahwa pemberian setirizin pada penelitian ini bukan sebagai pengendali asma (controller).

Penanggulangan serangan asma lebih penting ditujukan untuk mencegah serangan asma bukan untuk mengatasi serangan asma. Pencegahan serangan asma terdiri atas : Menghindari faktor-faktor pencetus Obat-obatan dan terapi imunologi Penggunaan obat-obatan atau tindakan untuk mencegah dan meredakan atau reaksi-reaksi yang akan atau sudah timbul oleh pencetus tadi. Macam-macam pencetus asma : 1. Alergen Faktor alergi dianggap mempunyai peranan penting pada sebagian besar anak dengan asma (William dkk 1958, Ford 1969). Disamping itu hiperreaktivitas saluran napas juga merupakan factor yang penting. Sensitisasi tergantung pada lama dan intensitas hubungan dengan bahan alergenik sehingga dengan berhubungan dengan umur. Pada bayi dan anak kecil sering berhubungan dengan isi dari debu rumah. Dengan bertambahnya umur makin banyak jenis alergen pencetusnya. Asma karena makanan biasanya terjadi pada bayi dan anak kecil. 2. Infeksi

Biasanya infeksi virus, terutama pada bayi dan anak kecil. Virus penyebab biasanya respiratory syncytial virus (RSV) dan virus parainfluenza. Kadang-kadang juga dapat disebabkan oleh bakteri, jamur dan parasit. 3. Cuaca Perubahan tekanan udara (Sultz dkk 1972), suhu udara, angin dan kelembaban (Lopez dan Salvagio 1980) dihubungkan dengan percepatan dan terjadinya serangan asma. 4. Iritan Hairspray, minyak wangi, asap rokok, cerutu dan pipa, bau tajam dari cat, SO2, dan polutan udara yang berbahaya lainnya, juga udara dingin dan air dingin.Iritasi hidung dan batuk dapat menimbulkan refleks bronkokonstriksi (Mc. Fadden 1980). Udara kering mungkin juga merupakan pencetus hiperventilasi dan kegiatan jasmani (strauss dkk 1978, Zebailos dkk 1978). 5. Kegiatan jasmani Kegiatan jasmani yang berat dapat menimbulkan serangan pada anak dengan asma (Goldfrey 1978, Eggleston 1980). Tertawa dan menangis dapat merupakan pencetus. Pada anak dengan faal paru di bawah normal sangat rentan terhadap kegiatan jasmani. 6. Infeksi saluran napas bagian atas Disamping infeksi virus saluran napas bagian atas, sinusitis akut dan kronik dapat mempermudah terjadinya asma pada anak (Rachelesfsky dkk 1978). Rinitis alergi dapat memperberat asma melalui mekanisme iritasi atau refleks. 7. Refluks gastroesofagitis Iritasi trakeobronkial karena isi lambung dapat memberatkan asma pada anak dan orang dewasa (Dess 1974). 8. Psikis Tidak adanya perhatian dan tidak mau mengakui persoalan yang berhubungan dengan asma oleh anak sendiri atau keluarganya akan memperlambat atau menggagalkan usahausaha pencegahan. Dan sebaliknya jika terlalu takut terhadap serangan asma atau hari depan anak juga tidak baik, karena dapat memperberat serangan asma. Membatasi aktivitas anak, anak sering tidak masuk sekolah, sering bangun malam, terganggunya irama kehidupan keluarga karena anak sering mendapat serangan asma, pengeluaran uang

untuk biaya pengobatan dan rasa khawatir, dapat mempengaruhi anak asma dan keluarganya. Berbagai pencetus serangan asma dan cara menghindarinya perlu diketahui dan diajarkan pada si anak dan keluarganya, debu rumah dan unsur di dalamnya merupakan pencetus yang sering dijumpai pada anak. Pada 76,5% anak dengan asma yang berobat di poliklinik Subbagian Pulmonologi Anak Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI RSCM Jakarta, debu rumah diduga sebagai pencetusnya. Serangan asma setelah makan atau minum zat yang tidak tahan, dapat terjadi tidak lama setelah makan, tetapi dapat juga terjadi beberapa waktu setelahnya.

Komplikasi Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan terjadi emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk toraks yaitu toraks membungkuk ke depan dan memanjang. Pada foto rontgen toraks terlihat diafragma letak rendah, gambaran jantung menyempit, corakan hilus kiri dan kanan bertambah. Pada asma kronik dan berat dapat terjadi bentuk dada burung dara dan tampak sulkus Harrison. Bila sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat sehingga dapat terjadi atelektasis pada lobus segmen yang sesuai. Bila atelektasis berlangsung lama dapat berubah menjadi bronkiektasis dan bila ada infeksi terjadi bronkopneumonia. Serangan asma yang terus menerus dan beberapa hari serta berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obatan disebut status asmatikus. Bila tidak dtolong dengan semestinya dapat menyebabkan gagal pernapasan, gagak jantung, bahkan kematian. Prognosis dan perjalanan klinis Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling akhir menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang jumlahnya kira-kira 10 juta penduduk. Angka kematian cenderung meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas. Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis baik ditemukan pada 5080% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan dan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang masih menderita asma 710 tahun setelah diagnosis

pertama bervariasi dari 2678% dengan nilai rata-rata 46%, akan tetapi persentase anak yang menderita penyakit yang berat relatif berat (6 19%). Secara keseluruhan dapat dikatakan 70 80% asma anak bila diikuti sampai dengan umur 21 tahun asmanya sudah menghilang