blok 28 full

30
BAB I I.1. PENDAHULUAN Kemajuan teknologi dan industri yang dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan umat manusia, kadang-kadang justru dapat menimbulkan berbagai macam penyakit, bahkan malapetaka. Debu mineral dan organik industri yang terhirup para karyawan dan penduduk sekitar dapat menimbulkan berbagai gangguan saluran napas. Asma bronkial dapat timbul pada karyawan industri logam, plastik, kayu, sabun, obat dan berbagai industri lainnya Ditaksir bahwa 2 % dari seluruh asma adalah akibat lingkungan kerja. Di Jepang, 15 % asma bronkhial pada pria disebabkan akibat industri. Bisinosis adalah penyakit saluran napas akibat kerja yang disebabkan penghirupan debu kapas, flax atau hemp yang dianggap sebagian peneliti sebagai asma dan oleh peneliti lainnya dibedakan dari asma. Kata bisinosis berasal dari perkataan Yunani byssos yang berarti fine flax atau fine linnen yang dihasilkan tanaman flax yang diakukan Proust pada tahun 1877 untuk pertama kali. Oliver pada tahun 1902 menggunakan istilah tersebut untuk gejala-gejala saluran napas dalam berbagai derajat akibat pemaparan debu kapas dan flax. Collis pada tahun 1909 menemukan keluhan serupa asma yang timbul sesudah bekerja hari Senin pada 74-91 % karyawan dari 31 pabrik tekstil di Blackburn yaitu pada 126 strippers dan grinders yang sekarang dikenal sebagai bisinosis. 1

Upload: nor-asyikin-razali

Post on 06-Aug-2015

131 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: blok 28 full

BAB I

I.1. PENDAHULUAN

Kemajuan teknologi dan industri yang dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan umat

manusia, kadang-kadang justru dapat menimbulkan berbagai macam penyakit, bahkan

malapetaka. Debu mineral dan organik industri yang terhirup para karyawan dan penduduk

sekitar dapat menimbulkan berbagai gangguan saluran napas. Asma bronkial dapat timbul pada

karyawan industri logam, plastik, kayu, sabun, obat dan berbagai industri lainnya Ditaksir bahwa

2 % dari seluruh asma adalah akibat lingkungan kerja. Di Jepang, 15 % asma bronkhial pada pria

disebabkan akibat industri. 

Bisinosis adalah penyakit saluran napas akibat kerja yang disebabkan penghirupan debu kapas,

flax atau hemp yang dianggap sebagian peneliti sebagai asma dan oleh peneliti lainnya

dibedakan dari asma. Kata bisinosis berasal dari perkataan Yunani byssos yang berarti fine flax

atau fine linnen yang dihasilkan tanaman flax yang diakukan Proust pada tahun 1877 untuk

pertama kali. Oliver pada tahun 1902 menggunakan istilah tersebut untuk gejala-gejala saluran

napas dalam berbagai derajat akibat pemaparan debu kapas dan flax. Collis pada tahun 1909

menemukan keluhan serupa asma yang timbul sesudah bekerja hari Senin pada 74-91 %

karyawan dari 31 pabrik tekstil di Blackburn yaitu pada 126 strippers dan grinders yang sekarang

dikenal sebagai bisinosis.

BAB II

1

Page 2: blok 28 full

II.1. DIAGNOSIS OKUPASI

Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan suatu

pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan menginterpretasinya

secara tepat. Kita semua telah mengetahui cara membuat diagnosis penyakit umum, menegakkan

diagnosis Penyakit Akibat Kerja memerlukan hal khusus dalam anamnesis dan pemeriksaannya,

baik pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan yang menunjang yang pada prinsipnya ada kaitan

dengan pekerjaan. Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang dapat digunakan

sebagai pedoman.

1. Tentukan diagnosis klinisnya

Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas

penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Dimulai

dengan anamnesis, kemudian dilakukan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, pemeriksaan

tempat kerja.

A. Anamnesis:

Riwayat penyakit: RPS, RPD, RPK.

Riwayat pekerjaan:

- sudah berapa lama bekerja sekarang

- riwayat pekerjaan sebelumnya

- alat kerja, bahan kerja, proses kerja

- barang yang diproduksi/ dihasilkan

- waktu bekerja sehari

- kemungkinan pajanan yang dialami

- APD yang dipakai

- hubungan gejala dan waktu kerja

- pekerja lain ada yang mengalami hal yang sama

B. Pemeriksaan fisik:

2

Page 3: blok 28 full

Pemeriksaan umum dan khusus (lokal)

- Pada penyakit bisinosis, tidak ditemukan tanda yang khas atau ciri tertentu

pada pemeriksaan fisik. Efek kronis memiliki ciri obstruksi jalan napas dan

secara klinis tidak bisa dibedakan dengan bronkhitis kronis dan emfisema.

- Gambaran klinis: Penyakit ini memiliki ciri napas pendek dan dada sesak.

Dalam bentuk dini berupa dada rasa tertekan dan atau sesak napas pada hari

pertama kerja sesudah hari libur, selanjutnya disebut hari Senin (Monday

morning chest tightness). Mungkin disertai batuk yang lama-kelamaan

menjadi batuk berdahak. Pada sebagian besar individu, temuan ini akan

berkurang atau hilang pada hari kedua bekerja. Pada pekerja yang sudah lama

terpajan selama bertahun-tahun, adanya riwayat dispnoe saat melakukan

kegiatan adalah temuan yang biasa. 1

C. Pemeriksaan penunjang:

Uji faal paru

Pemeriksaan spirometri merupakan pemeriksaan terhadap fungsi ventilasi dengan

menggunakan alat spirometri yang mengukur arus udara dalam satuan isi dan

waktu. Spirometri dapat digunakan untuk melakukan berbagai macam uji, tetapi

yang paling bermanfaat di lapangan adalah volume ekspirasi paksa detik pertama

(VEP1) dan kapasitas vital paksa (KVP).

Pemeriksaan faal paru dengan spirometer adalah pemeriksaan penunjang yang

terpenting pada Bisinosis, akan didapatkan penurunan VEP1 > 10%.

Gangguan faal paru dibagi atas 4 kelompok berdasarkan perubahan kapasitas

ventilasi yaitu derajat F0 sampai derajat F3. Kapasitas difusi biasanya tidak

berubah.

Radiologis

Gambaran radiologi paru pada penderita Bisinosis tidak menunjukkan kelainan

yang khas.

D. Pemeriksaan tempat kerja:

3

Page 4: blok 28 full

- Faktor penyebab

- Hasil pengukuran

Pabrik tekstil mengeluarkan bahan pencemar debu. Bila berhadapan dengan bahan pencemar

debu (bentuk partikel) maka yang perlu dievaluasi adalah komposisi kimiawi dari debu tersebut.,

tentang ukuran aerodinamik partikel debu tersebut karena hal ini berhubungan dengan deposisi

didalam saluran napas, serta kadar dari debu tersebut, hal ini berhubungan dengan NAB.

Keadaan lingkungan kerja seperti suhu terlalu panas, kelembapan dapat mempengaruhi respons

karyawan terhadap pengaruh bahan dalam lingkungan kerja. Di samping itu kelembapan yang

tinggi dapat mengurangi gerakan silia saluran napas sehingga mengakibatkan lebih banyak

partikel dalam lingkungan kerja yang terhirup tidak dapat dikeluarkan kembali dan masuk ke

dalam saluran napas lebih dalam. Kelembapan optimal untuk mendapatkan toleransi karawaan

sebaik-baiknya adalah antara 30% dan 70%.

Ada 3 kriteria untuk diagnosis klinis bisinosis, yaitu :

i. Riwayat paparan yang pasti terhadap dedu kapas

ii. Gejala-gejala bissinosis yang dikenal dengan kuestioner standar ( BMRC) dan pada

beberapa kasus manifestasi klinis bronchitis kronis ( WHO, technical report series

No. 684 tahun 1983)

iii. Penurunan kapasitas ventilasi selama jam kerja, yang lebih berat pada penderita

bisinosis daripada individu normal dan pada umumnya lebih tinggi pada hari pertama

minggu kerja dibandingkan hari lainnya.

Schilling pada tahun 1955 membagi bisinosis secara klinis yang ditandai dengan huruf C dalam

derajat Cl dan C2. Kemudian Schilling dan Watford pada tahun 1963 menambahkan derajat C1/2

dan C3, sehingga derajat bisinosis dewasa ini dibagi dalam empat derajat sebagai berikut : 

Derajat C1/2 : dada rasa tertekan dan atau sesak napas yang kadang-kadang timbul pada hari

Senin. 

Derajat Cl : dada rasa tertekan dan atau sesak napas pada setiap hari Senin. 

Derajat C2 : dada rasa tertekan dan atau sesak napas pada hari Senin dan hari kerja lainnya. 

Derajat C3 : derajat C2 disertai sesak napas yang menetap. 2

2. Pajanan yang dialami

4

Page 5: blok 28 full

Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial untuk

dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan

anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti. Lebih baik jika ada

pengukuran lingkungan.

- Bahan yang diproduksi

- Materi (bahan baku) yang digunakan

- Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS,

label, dan sebagainya.

Yang diartikan dengan debu kapas ialah debu ang dilepaskan ke dalam udara yang terjadi pada

pengolahan serat kapaas. Debu kapas yang timbul waktu panen, pengangkutan dan pengolahan

tidak hanya mengandung bahan yang berasal dari serat kapas saja, tetapi tercemar oleh bahan

yang berasal dari tanaman seperti daun, ranting, biji, berbagai mikroorganisme seperti virus,

bakteri, jamur dan lain-lain bahan yang berasal dari tanah. Komponennya sebagian besar terdiri

dari selulose, protein, dan mineral. Debu kapas dibagi menurut urutannya sebagai berikut:

- Halus atau respirabel yang berukuran kurang dari 7 µm.

- Sedang yang berukuran antara 7 µm-2 mm.

- Kasar berukuran lebih dari 2 mm yang terutama terdiri atas serat kapas

sendiri.

Serat yang tampak dengan mata dan terlalu besar untuk dihirup yang berukuran sampai 2,5 cm

disebut fly. Kadar protein ditemukan sebanyak 28-47% dalam debu halus dan 3-7% dalam debu

yang berukuran sedang-kasar.

Kadar debu kapas dalam lingkungan kerja dapat diukur dengan alat pengukur debu yang dapat

diletakkan di lokasi kerja dengan ketinggian breathing zone antara mulut dan hidung yaitu

sekitar 1,5 m dari lantai untuk jangka waktu tertentu yang disebut vertical elutriator. Ada pula

alat pengukur debu kapas yang disebut personal sampler yang dapat diikatkan pada ikat

pinggang karyawan, sehingga kadar debu yang diukur lebih banyak berhubungan dengan lama

pemaparan karyawan. 2,3.

3. Hubungan pajanan dengan penyakit

Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebut.

5

Page 6: blok 28 full

Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa

pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak

ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat

ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung, perlu

dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan penyakit

yang diderita (konsentrasi, jumlah, lama, dan sebagainya).

Penelitian-penelitian telah menunjukkan adanya hubungan antara kadar debu kapas dan bisinosis

yang dapat terlihat dari hal-hal sebagai berikut:

a. Pekerja atau pengolah kapas yang menunjukkan gejala khas bisinosis dini seperti Monday

feeling, Monday effect, akan membaik kalau mereka meninggalkan tempat kerja.

b. Pabrik atau lokasi yang lebih banak berdebu jelas memberikan angka prevalensi bisinosis

ang lebih tinggi dibandingkan dengan pabrik atau lokasi yang kurang berdebu.

c. Strippers dan grinders yang lebih banyak terpapar dengan debu kapas dibandingkan

dengan pekerja lainnya yang ada di dalam ruang carding yang sama, menunjukkan

prevalensi bisinosis yang lebih tinggi.

d. Prevalensi bisinosis meninggi dengan meningkatnya kadar debu dalam lingkungan kerja.

e. Pabrik yang berhasil memperbaiki kadar debu dalam lingkungan kerjanya menunjukkan

penurunan angka prevalensi bisinosis.

f. Ada hubungan yang jelas antara lama pemaparan dan peningkatan prevalensi bisinosis.

Battigelli dan kawan-kawan pada tahun 1981 melkukan tes provokasi dengan menggunakan

suatu kamar model ruang carding yang berkadarkan debu kapas antara 0,3-2,0 mg/m3 .

Penurunan Forced Expiratory Volume dalam detik pertama (FEV1) ditemukannya pada

karyawan yang mempunyai riwayat bisinosis.

4. Pajanan yang dialami cukup besar.

Patogenesis Bisinosis belum sepenuhnya jelas. Ada bukti bahwa suatu zat toksik yang

melepaskan histamine mungkin bertanggungjawab atas gejala-gejala khas Bisinosis, yaitu sesak

nafas pada hari pertama bekerja setelah liburan akhir minggu. Secara luas diyakini bahwa kerja

pelepasan histamine ini disebabkan oleh senyawa molekular kecil yang larut air dan stabil panas,

yang berasal dari bulu-bulu tanaman kapas.

6

Page 7: blok 28 full

Disamping pelepasan histamine, paparan terhadap debu kapas juga menyebabkan iritasi saluran

nafas bagian atas ddan bronchus, dimana setelah paparan yang lama perlahan-lahan berlanjut

menjadi penyakit paru obstruktif kronik. Mungkin juga terdapat lebih dari satu tipe reaksi

manusia terhadap debu-debu ini. Inhalasi endotoksin bakteri gram negative telah terbukti dapat

menyebabkan gejala menyerupai Bisinosis.

Maltland dan kawan-kawan pada tahun 1032 dan kemudian Mac Donald dan Prausnitz pada

tahun 1936 menemukan histamin sebagai komponen debu asal tanaman dan menduga sebagai

salah satu sebab bisinosis. Haworth dan Mac Donald yang menemukan kadar histamin yang jauh

lebih tinggi dalam darah karyawan ruang carding dibanding dengan control menunjang teori

histamin. 4

Bouhuys dan kawan-kawan dan Antweiler menimpulkan bahwa kadar histamine yang ada dalam

debu kapas terlalu sedikit untuk menimbulkan bisinosis.

Buck dan Bouhuys membuat ekstrak dari bract, bagian tanaman yang tidak dapat dilepas dari

kapas dan melakukan percobaan dengan menghirupkannya kepada sukarelawan. Merekatidak

menemukan gejala sampai 24 jam setelah inhalasi, tetapi inhalasi yag diulang 6-8 hari kemudian

menimbulkan gejala bisinosis seperti pada hari Senin.

Debu kapas merupakan contoh debu yang timbul dalam industri yang dapat mencemari udara

lingkungan kerja dan menimbulkan gangguan kesehatan pada para pengolahnya.

Peneliti membagi pengolahan kapas dalam dua bagian, proses sebelum kapas diolah di pabrik

yaitu panen dan pemilahan, dan proses di pabrik.

Panen: dikerjakan dengan tangan atau mesin dan selama prosses tersebut berlangsung berbagai

bahan organic dapat mencemari kapas. Pekerjaan ang dilakukan dengan mesin menghasilkan

kapas yang mengandung lebih banyak pencemaran oleh bahan yang berasal baik dari daun atau

ranting tanaman sendiri maupun dari tanah. Panen dilakukan di ruangan terbuka dan hanya

musiman sehingga pemaparan dengan debu kapas disini tidak merupakan bahaya.

Pemilahan: yang dimaksudkan dengan pemilahan ialah memisahkan biji kapas dari seratnya

dengan mesin khusus yang disebut mesin gin. Kapas yang ringan ini memungkinkan untuk di

pres, dibungkus dengan karung dan diikat dengan plat besi sebelum dikirim ke pabrik atau

negara lain. Pemaparan dengan debu kapas mulai terjadi dalam pengolahan ini.

Proses di pabrik

7

Page 8: blok 28 full

Pembongkaran atau opening: kapas yang diterima di pabrik dikeluarkan dari karung untuk

selanjutnya didiamkan selama 24 jam agar kapas tersebut dapat memual.

Pengadukan atau blowing: kapas yang sudah memual kemudian dimasukkan ke dalam mesin

blowing. Mesin blowing biasanya tertutup sehingga prosesnya disini tidak banyak mengeluarkan

debu.

Carding: lembaran kapas hasil pengadukan diteruskan ke bagian carding untuk disisir,

diluruskan, disejajarkan, dan dibersihkan lebih lanjut dari pencemaran serta bahan yang tidak

terpakai seperti serat pendek dan tipis. Karyawan yang mengerjakan pekerjaan tersebut masing-

masing disebut stripper dan grinder. Mesin carding biasanya terbuka dan mengeluarkan sangat

banyak debu.

Flyer: hasil pengolahan carding disebut sliver, berupa tali kapas tebal kemudian dimasukkan ke

dalam mesin flyer untuk dijadikan tali kapas yang lebih halus, disebut roving yang merupakan

bentuk akhir sebelum dijadikan benang.

Spinning: spinning merupakan bagian terakhir pembuatan benang disini roving diolah menjadi

benang.

Tempat yang berdebu menurut urutannya adalah ruang carding, pengadukan, pembongkaran dan

bagian terakhir pembuatan benang.

Pertenunan: benang jadi yang merupakan hasil pengolahan pemintalan akhirnya ditenun dan

dijadikan bahan jadi di pertenunan. Pertenunan yang mengolah benang jadi tidak lagi

mengeluarkan banyak debu ke dalam lingkungan kerja disbanding dengan pemintalan yang

mengolah kapas berupa bahan mentah.

Proses pembuatan garmen

Proses pembuatan garmen dimulai dari pengecekan kain di ruang penyimpanan kain kemudian

proses disain dan pembuatan pola, grading dan marker, kemudian dilanjutkan ke proses

pembuatan sample dan pemotongan kemudian dilakukan proses pengepresan. Setelah bagian-

bagian yang terpotong tadi dipres maka dilanjutkan ke proses produksi (penjahitan). Proses

penjahitan ini dilakukan per piece (bagian) sehingga untuk menjahit satu kemeja  terkadang bisa

mencapai 100 variasi proses penjahitan. Oleh karena iti produksi garmen dikenal dengan

proses piece to piece. Setelah dijahit maka dilanjutkan proses penyempurnaan/penyelesaian

8

Page 9: blok 28 full

akhir, seperti pemasangan kancing, label, pembersihan dan penyetrikaan dan kemudian

dilakukan pengepakan dan pengiriman ke konsumen.

Karakteristik pekerjaan di industri garmem umumnya adalah  proses material handling (angkat-

angkut), posisi kerja duduk dan berdiri, membutuhkan ketelitian cukup tinggi,  tingkat

pengulangan kerja tinggi pada satu jenis otot, berinteraksi dengan benda tajam seperti jarum,

gunting dan pisau potong, terjadi paparan panas di bagian pengepresan dan penyetrikaan dan

banyaknya debu-debu serat dan aroma khas kain, terpajan kebisingan, getaran, panas dari mesin

jahit dan lainnya. 

Kelompok studi WHO untuk Recommended Healthy Based Occupational Exposure Limits for

Selected Vegetable Dusts pada tahun 1983 di Geneva memutuskan ambang kadar debu respirabel

untuk berbagai jenis pengolahan kapas sebagai berikut:

a. Pemilahan 0,5 mg/m3

b. Pemintalan 0,2 mg/m3

c. Pertenunan 0,75 mg/m3

d. Kapas sisa, sementara 0,5 mg/m3( sampai ada ketentuan lebh lanjut)

e. Biji kapas, sementara 0,1 mg/m3 (sampai ada ketentuan lebih lanjut)

5. Peranan faktor individu

Status kesehatan fisik: atopi/alergi, riwayat penyakit dalam keluarga, kebiasaan

olahraga.

Status kesehatan mental

Hygiene perorangan

Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita

lebih rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang dialami. Dimana seperti terdapat

kecenderungan yang lebih besar untuk terjadinya Bisinosis pada pekerja yang mempunyai

keluhan obstruksi akut maupun kronis. Faktor resiko menunjukkan bahwa pria cenderung

menderita Bisinosis 1,8 kali daripada wanita. Kemungkinan temuan ini erat kaitannya dengan

kebiasaan merokok, dimana perokok lebih dominan pada pria. 2

6. Faktor lain diluar pekerjaan

9

Page 10: blok 28 full

Dicari apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit, atau apakah penderita

mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit. Antaranya hobi,

kebiasaan merokok, pajanan di rumah, pekerjaan sambilan. Meskipun demikian, adanya

penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja.

Kebiasaan merokok mempunyai hubungan yang paling bermakna secara statistic terhadap

terjadinya Bisinosis. Hal ini berarti karyawan yang merokok mempunyai resiko untuk menderita

bisinosis 3,3 kali lebih besar disbanding dengan karyawan yang tidak merokok.

7. Diagnosis okupasi

Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya. Sesudah menerapkan ke

enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan informasi yang telah didapat

yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan

merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat

suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada waktu menegakkan

diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa

melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit

tersebut pada saat ini. Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila

penyakit telah ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi

pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya penyakit. Dari uraian di atas

dapat dimengerti bahwa untuk menegakkan diagnosis Penyakit Akibat Kerja diperlukan

pengetahuan yang spesifik, tersedianya berbagai informasi yang didapat baik dari pemeriksaan

klinis pasien, pemeriksaan lingkungan ditempat kerja (bila memungkinkan) dan data

epidemiologis. 3

II.2. PENATALAKSANAAN

10

Page 11: blok 28 full

II.2.1. Medikamentosa

1. Beta2-Agonis Long Acting 5

Termasuk didalamnya adalah formoterol dan salmeterol yang mempunyai durasi kerja

panjang lebih dari 12 jam. Cara kerja obat beta2-agonis adalah melalui aktivasi reseptor

beta2-adrenergik yang menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase yang meningkatkan

konsentrasi siklik AMP . Beta2-agonis long acting inhalasi menyebabkan relaksasi otot polos

saluran nafas, meningkatkan klirens mukosiliar, menurunkan permeabilitas vaskuler dan

dapat mengatur pelepasan mediator dari sel mast dan basofil. Juga menghambat reaksi asma

segera dan lambat setelah terjadi induksi oleh alergen, dan menghambat peningkatan respon

saluran nafas akibat induksi histamin. Efek sampingnya adalah stimulasi kardiovaskuler,

tremor otot skeletal dan hipokalemi.

2. Sodium kromoglikat dan sodium nedokromil

Sodium kromoglikat adalah antiinflamasi non steroid, dan mekanisme kerja yang pasti

belum diketahui. Obat ini terutama menghambat pelepasan mediator yang dimediasi oleh

IgE dari sel mast dan mempunyai efek supresi selektif terhadap sel inflamasi yang lain

(makrofag, eosinofil, monosit). Obat ini diberikan untuk pencegahan karena dapat

menghambat reaksi asma segera dan reaksi asma lambat akibat rangsangan alergen, latihan,

udara dingin dan sulfur dioksida. Pemberian jangka panjang menyebabkan penurunan nyata

dari jumlah eosinofil pada cairan BAL dan penurunan hiperrespon bronkus nonspesifik.

Bisa digunakan jangka panjang setelah asma timbul, dan akan menurunkan gejala dan

frekuensi eksaserbasi.

Sodium nedokromil memiliki kemampuan antiinflamasi 4-10 kali lebih besar dibanding

sodium kromoglikat. Walau belum jelas betul, nedokromil menghambat aktivasi dan

pelepasan mediator dari beberapa sel inflamasi. Juga sebagai pencegahan begitu asma

timbul.

11

Page 12: blok 28 full

3. Teofilin lepas lambat

Obat ini merupakan golongan metilxantin utama yang dipakai pada penatalaksanaan asma.

Mekanisme kerja teofilin sebagai bronkodilator masih belum diketahui, tetapi mungkin

karena teofilin menyebabkan hambatan terhadap phospodiesterase (PDE) isoenzim PDE

IV, yang berakibat peningkatan cyclic AMP yang akan menyebabkan bronkodilatasi.

Teofilin adalah bronkodilator yang mempunyai efek ekstrapulmonar, termasuk efek

antiinflamasi. Teofilin secara bermakna menghambat reaksi asma segera dan lambat segera

setelah paparan dengan alergen. Beberapa studi mendapatkan teofilin berpengaruh baik

terhadap inflamasi kronis pada asma.

Banyak studi klinis memperlihatkan bahwa terapi jangka panjang dengan teofilin lepas

lambat efektif dalam mengontrol gejala asma dan memperbaiki fungsi paru. Karena

mempunyai masa kerja yang panjang, obat ini berguna untuk mengontrol gejala nokturnal

yang menetap walaupun telah diberikan obat antiinflamasi.

Efek sampingnya adalah intoksikasi teofilin, yang dapat melibatkan banyak sistem organ

yang berlainan. Gejala gastrointestinal, mual dan muntah adalah gejala awal yang paling

sering. Pada anak dan orang dewasa bisa terjadi kejang bahkan kematian. Efek

kardiopulmoner adalah takikardi, aritmia dan terkadang stimulasi pusat pernafasan.

4. Kortikosteroid

Mekanisme aksi antiinflamasi dari kortikosteroid belum diketahui secara pasti. Beberapa

yang ditawarkan adalah berhubungan dengan metabolism asam arakidonat, juga sintesa

leukotrien dam prostaglandin, mengurangi kerusakan mikrovskuler, menghambat produksi

dan sekresi sitokin, mencegah migrasi dan aktivasi sel radang dan meningkatkan respon

reseptor beta pada otot polos saluran nafas.

Studi tentang kortikosteroid inhalasi menunjukkan kegunaannya dalam memperbaiki fungsi

paru, mengurangi hiperrespon saluran nafas, mengurangi gejala,mengurangi frekuensi dan

beratnya eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup. Dosis tinggi dan jangka panjang

kortikosteroid inhalasi bermanfaat untuk pengobatan asma persisten berat karena dapat

12

Page 13: blok 28 full

menurunkan pemakaian koetikosteroid oral jangka panjang dan mengurangi efek samping

sistemik.

Untuk kortikosteroid sistemik, pemberian oral lebih aman dibanding parenteral. Jika

kortikosteroid oral akan diberikan secara jangka panjang, harus diperhatikan mengenai efek

samping sistemiknya. Prednison, prednisolon dan metilprednisolon adalah kortikosteroid

oral pilihan karena mempunyai efek mineralokortikoid minimal, waktu paruh yang relatif

pendek dan efek yang ringan terhadap otot bergaris. Pendapat lain menyatakan

kortikosteroid sistemik dipakai pada penderita dengan penyakit akut, pasien yang tidak

tertangani dengan baik memakai bronkodilator dan pada pasien yang gejalanya menjadi

lebih jelek walaupun telah diberi pengobatan maintenance yang baik.

Global Initiative For Asthma (GINA) memberikan petunjuk pemakaian kortikosteroid

untuk pencegahan jangka panjang berdasarkan beratnya asma pada orang dewasa sebagai

berikut:

i. Asma dengan serangan intermitten (step 1) tidak memerlukan steroid preventif, bila

perlu dapat dipakai steroid oral jangka pendek.

ii. Asma persisten ringan (step 2) memerlukan inhalasi 200-400 mcg/hari beclometason

dipropionat, budesonid atau ekuivalennya.

iii. Asma persisten sedang (step 3) memerlukan inhalasi 800-2000 mcg/hari

iv. Asma persisten berat (step 4) memerlukan 800-2000 mcg/hari atau lebih.

Sesuai dengan anjuran ini, pengobatan dengan dosis maksimal (800-1500 mcg/hari)

selama 1-2 minggu diperlukan untuk mengendalikan proses inflamasi secara cepat, dan

kemudian dosis diturunkan sampai dosis terendah (200-800 mcg/hari) yang masih dapat

mengendalikan penyakit.

II.2.2. Pencegahan

1. Melakukan pre-employment medical check up 6

- Penderita yang atopik idealnya dianjurkan menghindari tempat yang jelas tepat

mencetuskan serangan asma, seperti produksi sutra, deterjen, dan pekerjaan yang

mempunyai paparan garam platinum. Industri dan tempat kerja yang mempunyai

13

Page 14: blok 28 full

risiko tinggi menimbulkan serangan asma hendaklah tidak menerima pegawai yang

atopik.

2. Pengendalian kadar debu dalam lingkungan

i. Pencegahan Terhadap Sumbernya

- Pengontrolan debu di ruang kerja terhadap sumbernya antara lain :

Isolasi sumber agar tidak mengeluarkan debu di ruang kerja dengan ‘Local

Exhauster’ atau dengan melengkapi water sprayer pada cerobong asap.

ii. Pencegahan Terhadap Transmisi

- Memakai metode basah yaitu,penyiraman lantai dan pengeboran basah (Wet

Drilling).

- Dengan alat berupa Scrubber,Elektropresipitator,dan Ventilasi Umum.

iii. Pencegahan Terhadap Tenaga Kerja

Antara lain dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa masker, sarung

tangan.

Pemantauan medis agar bissinosis dan obstruksi saluran napas dapat ditemukan dan

dicegah sedini mungkin

3. Kebiasaan Merokok

Kebiasaan merokok mempunyai hubungan yang paling bermakna secara statistic

terhadap terjadinya bisinosis selain lama paparan. Hal ini berarti karyawan yang merokok

mempunyai resiko 3,3 kali lebih besar disbanding dengan karyawan tidak merokok.

Sebaiknya sewaktu pemeriksaan prakerja dilakukan ditanyakan riwayat merokok pada

calon karyawan. Karyawan yang diambil bekerja sebaiknya tidak mempunyai riwayat

merokok atau diharuskan berhenti merokok untuk menurunkan resiko menghidap

bisinosis.

14

Page 15: blok 28 full

II.2.3. Rehabilitasi

Pelayanan rehabilitasi sebagian besar target dalam membantu mengendalikan perkembangan

penyakit, mengurangi tanda-tanda dan gejala yang berhubungan dengan penyakit, dan

menurunkan resiko kesehatan, meningkatkan kemandirian dalam perawatan diri dan integrasi

masyarakat, serta mempromosikan kerja yang sesuai dengan para pekerja.

II.2.4. Pembatasan kerja

Pembatasan kerja disini adalah berarti pembatasan terhadap pajanan debu di lingkungan kerja.

Karyawan sama ada ditukarkan bekerja di bagian yang kurang/tiada pajanan, atau mengurangi

jam kerjanya ditempat/ruang pajanan.

II.2.5. Pengelolaan

Pemeriksaan Kesehatan (MCU)

Pemeriksaan tenaga kerja secara umumnya bertujuan untuk :

Menilai kemampuan tenaga kerja melaksanakan pekerjaan tertentu, ditinjau dari segi

kesehatan.

Mendeteksi gangguan kesehatan yang mungkin berkaitan dengan pekerjaan dan

lingkungan kerja.

Mengidentifikasikan penyakit akibat kerja (PAK).

Pemeriksaan kesehatan dibagi kepada 3 bagian utama yaitu awal, berkala dan khusus :

i. Pemeriksaan kesehatan awal (sebelum kerja)

Dilakukan oleh dokter sebelum seorang tenaga kerja diterima untuk melakukan pekerjaan.

Tujuan :

Tenaga kerja yang diterima sehat

Tidak mempunyai penyakit menular

Cocok untuk pekerjaan yang akan dilakukan

15

Page 16: blok 28 full

ii. Pemeriksaan kesehatan berkala (periodik)

Dilakukan oleh dokter pada waktu tertentu terhadap tenaga kerja.

Tujuan :

Mempertahankan derajat kesehatan tenaga kerja

Menilai kemungkinan pengaruh dari pekerjaan

Untuk pengendalian lingkungan kerja

Bagi kasus bisinosis, antara pemeriksaan berkala yang dilakukan adalah :

Setiap tenaga kerja baru diperiksa kapasitas vital ( KV ) dan Volume Ekspirasi Paksa

Detik Pertama (VEP 1) secara berulang selama 6 bulan pertama kerja.

Pemeriksaan berkala kapasitas ventilasi dilakukan pada hari pertama kerja dan

dilakukan sebelum dan sesudah pajanan setidaknya selama 6 jam. Pemeriksaan

dilakukan pada berbagai interval bila ada penurunan kapasitas ventilasi.

Maksud pemeriksaan medis periodic ialah untuk mengetahui gejala bisinosis secara dini.

Sesudah satu tahun bekerja, karyawan diwawancarai dan diperiksa paru dan faalnya pada hari

Senin untuk menemukan gejala bisinosis dan efek akut. Tujuan lain pemeriksaan kesehatan

periodic adalah untuk menilai usaha pencegahan yang sudah dilakukan.

iii. Pemeriksaan kesehatan kerja khusus

Dilakukan secara khusus terhadap tenaga kerja tertentu

Tujuan :

Menilai adanya pengaruh dari pekerjaan tertentu

Menilai terhadap tenaga kerja atau golongan tenaga kerja tertentu.

Pemeriksaan tenaga kerja ini meliputi pemeriksaan fisik, laboratorium (darah dan urin) rutin dan

pemeriksaan khusus lainya jika dianggap perlu. Setelah ditemukan diagnosis, PAK harus segera

dilaporkan. Dokter pemeriksaan kesehatan tenaga kerja harus segera membuat laporan kepada

perusahaan dan tembusannya kepada disnaker setempat. Selain itu, dokter pemeriksaan

16

Page 17: blok 28 full

kesehatan tenaga kerja harus membuat laporan kegiatannya kepada disnaker setempat setiap

setahun sekali.

Pelayanan kesehatan

Pelayanan kesehatahan kerja turut diterapkan dalam mengatasi penyakit akibat kerja. Dengan

adanya pelayanan kesehatan, ini dapat memenuhi kebutuhan unik individu, kelompok dan

masyarakat di tatanan industri, pabrik, tempat kerja, tempak konstruksi, universitas dan lain-lain.

Tujuan utama pelayanan kesehatan adalah :

Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam penyesuaian diri

Melindung tenaga kerja terhadap gangguan kesehatan yang timbul dari pekerjaan atau

lingkungan kerja.

Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dari kemampuan fisik tenaga

kerja.

Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi.

4 kategori pelayanan kesehatan yang utama adalah :

i) Promotif -- Upaya promotif dilakukan untuk meningkatkan kesehatan

ii) Preventif -- Upaya preventif ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit dan

gangguan terhadap kesehatan

iii) Kuratif -- Upaya kuratif ditujukan untuk merawat dan mengobati penderita penyakit atau

masalah kesehatan

iv) Rehabilitatif -- Upaya rehabilitatif merupakan upaya pemulihan kesehatan bagi

penderita-penderita yang dirawat di rumah, maupun terhadap kelompok-kelompok

tertentu yang menderita penyakit yang sama,

Pemeriksaan Lingkungan Kerja

17

Page 18: blok 28 full

Kondisi lingkungan kerja (misalnya panas, bising debu, zat-zat kimia dan lain-lain) dapat

merupakan beban tambahan terhadap pekerja. Beban-beban tambahan tersebut secara tersendiri

atau bersama-sama dapat menimbulkan gangguan atau penyakit akibat kerja.

Untuk mengantisipasi dan mengetahui kemungkinan bahaya lingkungan kerja, 3 langkah utama

harus diambil, yakni :

i. Pengenalan lingkungan kerja

Pengenalan lingkungan kerja ini biasanya dengan cara melihat dan mengenal (“walk

through inspection”), dan ini merupakah langkah dasar yang pertama-tama dilakukan

dalam upaya kesehatan kerja.

ii. Evaluasi lingkungan kerja

Merupakan tahapan penilaian karakteristik dan besarnya potensi-potensi bahaya yang

mungkin timbul, sehingga bisa untuk menentukan prioritas dalam mengatasi

permasalahan.

iii. Pengendalian lingkungan kerja

Dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan pemajanan terhadap

zat/bahan yang berbahaya dilingkungan kerja. Kedua tahapan sebelumnya, pengenalan

dan evaluasi, tidak dapat menjamin sebuah lingkungan kerja yang sehat. Jadi, hanya

dapat dicapai dengan teknologi pengendalian yang adekuat untuk mencegah efek

kesehatan yang merugikan di kalangan pekerja.

Pengendalian lingkungan (Environmental Control Measures)

- Disain dan tata letak yang adekuat

- Penghilangan atau pengurangan bahan berbahaya pada sumbernya

Pengendalian perorangan (Personal Control Measures)

- Penggunaan alat pelindung perorangan merupakan alternatif lain untuk melindungi

pekerja dari bahaya kesehatan. Namun alat pelindung perorangan harus sesuai dan

adekuat.

18

Page 19: blok 28 full

- Pembatasan waktu selama pekerja terpajan terhadap zat tertentu yang berbahaya

dapat menurunkan risiko terkenanya bahaya kesehatan di lingkungan kerja.

II.3. EPIDEMIOLOGI

Angka-angka prevalensi Bisinosis antara 20 – 50% telah dilaporkan pada ruang-ruang penyisiran

(cardroom) kapas dengan kadar debu respirasi antara 0,35 mg/m3 dan 0.60 mg/m3. Prevalensi

kurang dari 10% ditemukan pada ruang kerja dengan kadar debu respirasi kurang dari 0,1

mg/m3. Penurunan VEP1 pertahun lebih besar didapatkan di antara para pekerja tekstil dengan

riwayat paparan debu yang lama, bila dibandingkan dengan subjek yang tidak terpapar. Perokok

juga kelihatannya lebih rentan terhadap Bisinosis daripada bukan perokok serta lebih mungkin

mengalami bentuk-bentuk lanjut penyakit ini. Gejala biasanya muncul setelah seseorang bekerja

lebih dari 5 tahun, yang dapat berlanjut menjadi bronkhitis kronis atau emfisema.

II.4. PROGNOSIS

Prognosis bagi bisinosis adalah baik jika sumber pajanan penyakit ( debu kapas ) dapat

dihilangkan apabila seseorang terdiagnosis dengan penyakit ini. Jika sumber pajanan tidak

dihilangkan, penyakit akan berlanjut menjadi penyakit obstruksi saluran pernapasan kronik. 7

KESIMPULAN

Untuk mencegah terjadinya obstruksi saluran napas pada karyawan yang terpapar dengan debu

kapas, semua karyawan yang melamar untuk bekerja di pabrik tekstil hendaknya menjalani

penyaringan khusus yang dimulai dengan wawancara terpimpin dan dilanjutkan dengan

pemeriksaan fisik, spirometri, foto paru dan tes kulit terhadap beberapa allergen inhalan umum.

Kepada karyawan yang baru diterima, hendaknya diberikan penyuluhan tentang kesehatan kerja,

bahaya pemaparan debu kapas dan gejala dini obstruksi saluran napas. Mereka dianjurkan segera

melaporkan diri kepada dokter perusahaan bila merasa dada tertekan, batuk dan sesak yang ada

19

Page 20: blok 28 full

hubungannya dengan lingkungan kerja. Karena rokok pada umumnya mempunyai hubungan

dengan gangguan saluran napas, semua karyawan yang terpapar dengan debu kapas dianjurkan

tidak atau menghentikan merokok. Instansi pemerintah diharapkan agar dapat mengawasi pabrik-

pabrik yan mengolah kapas dengan jalan mengukur kadar debu dalam lingkungan kerja,

memeriksa mesin, kualitas udara dalam pabrik, mengontrol pemakaian filter, respiratoir dan

masker dan bila perlu memperketat izin operasi pabrik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Purwanto, Amin M.Hubungan antara paparan debu kapas dengan kelainan faal paru :

Penelitian pada pabrik pemintal X. J. Respir Indo, 1996 ; H 16:22-8.

2. Bisinosis dan hubungannya dengan obstruksi akut. Diunduh dari http://152.118.80.2/file?

file=digital/83630-Bisinosis%20dan-Full%20text%20(D%2062).p pada 26 Oktober

2011.

3. World Health Organization ( WHO ), Early detection of occupational diseases, 1986.

4. Faridawati R. Yunus F, Aditima TY, Mangunnegoro H, Mamdy Z. prevalensi penyakit

bronchitis kronik, emfisema dan asma kerja pada pekerja PT. Kkakatau Steel. J respire

Indo, 1997; 17 :52-8

5. Perhimpunan dokter paru Indonesia. Kortikosteroid pada asma kronis. 2001. Diunduh

dari http://www.klikpdpi.com/modules.php?

name=Content&pa=showpage&pid=79&page=9 pada 26 Oktober 2011.

6. Buchari : Manajemen Kesehatan Kerja dan Alat Pelindung Diri. USU Repository 2007. Diunduh dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1441/1/07002748.pdf. pada 26 Oktober 2011.

7. Byssinosis. 2011 Diunduh dari: www.umm.edu/ency/article/001089trt.htm pada 26 Oktober 2011

20