makalah kelompok blok 28

Upload: strawberry-pie

Post on 11-Jul-2015

506 views

Category:

Documents


20 download

TRANSCRIPT

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Problem Based Learning Blok 28 (Okupasi Kerja) yang berjudul : Noise Induced Hearing Lost (NIHL). Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada tutor yang selalu ikut mendampingi kami yaitu dr. Susanti dan pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang banyak membantu dalam penghasilan makalah ini sehingga dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini diharapkan dapat membantu pemahaman pembaca dalam hal berkaitan NIHL. Makalah ini membicarakan hal yang meliputi tujuh langkah diagnosis dalam okupasi kerja, pendekatan epidemiologi,penatalaksanaan, pencegahan dan system rujukan yang dilakukan. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.Semoga makalah ini dapat memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.Akhir kata kami mengucapkan banyak terima kasih.

PENDAHULUAN Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan masalah penting dalam setiap proses operasional industri. Penurunan ketajaman pendengaran akibat kebisingan terjadi secara perlahan, dalam waktu hitungan bulan sampai tahun. Hal ini sering tidak disadari oleh penderitanya, sehingga pada saat penderita mulai mengeluh kurang pendengaran, biasanya sudah dalam stadium yang tidak dapat disembuhkan (irreversible). Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup KEP-48/MENLH/11/1996, kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia. Tingkat kebisingan adalah ukuran energi bunyi yang dinyatakan dalam satuan decibel disingkat dB. Baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dari suatu kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia.1 Banyak hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpapar bising antara lain intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekwensi tinggi, lebih lama terpapar bising, kepekaan individu dan faktor lain yang dapat menimbulkan ketulian. Bising industri sudah lama merupakan masalah yang sampai sekarang belum bisa ditanggulangi secara baik sehingga dapat menjadi ancaman serius bagi pendengaran para pekerja, karena dapat menyebabkan kehilangan pendengaran yang sifatnya permanen. Sedangkan bagi pihak industri, bising dapat menyebabkan kerugian ekonomi karena biaya ganti rugi. Oleh karena itu untuk mencegahnya diperlukan pengawasan terhadap pabrik dan pemeriksaan terhadap pendengaran para pekerja secara berkala.1,2

ISI KASUS 2 Seorang laki-laki berumur 45 tahun datang ke klinik perusahaan mengeluh kedua telinga berdenging sehabis bekerja sejak 3 bulan yang lalu. Ia bekerja di bagian pembangkit listrik (turbin), dengan system shift 2-2-2-libur dan menggunakan ear muff yang telah usang. Ia tidak sedang minum obat paru atau minum obat lainnya. Riwayat merokok 1 bungkus kretek setiap hari dan tidak punya kebiasaan menggunakan earphone untuk mendengar musik.

Langkah 1 : Identifikasi istilah yang tidak diketahui 2-2-2-libur 2 hari shift pagi-2 hari shift siang-2 hari shift malam dan libur sehari. Langkah 2 : Rumusan masalah 1. Laki-laki 45 tahun mengeluh kedua telinga berdenging sehabis bekerja di bagian pembangkit listrik (turbin) sejak 3 bulan yang lalu. 2. Laki-laki tersebut menggunakan ear muff yang telah usang.

Langkah 3 : Analisis masalah

7 langkah diagnosis

Laki-laki 45 tahun mengeluh kedua telinga berdenging sehabis bekerja System rujukan di bagian pembangkit listrik Pendekatan epidemiologis

(turbin) sejak 3 bulan yang lalu. Laki-laki tersebut menggunakan ear muff yang telah usang.

Pencegahan Penatalaksanaan

Langkah 4 : Hipotesis Laki-laki 45 tahun, mengeluh kedua telinga berdenging setelah bekerja di bagian pembangkit listrik (turbin) setelah 3 bulan bekerja dan menggunakan ear muff yang telah usang menderita tuli akibat kerja (NIHL).

Langkah 5 : Sasaran pembelajaran 1. Tujuh langkah diagnosis okupasi kerja 2. Pendekatan epidemiologis 3. Penatalaksanaan penyakit akibat kerja 4. Pencegahan terjadinya NIHL 5. System rujukan yang dilakukan

Pendekatan Klinis (Individu) 7 langkah diagnosis okupasi 1. Diagnosis Klinis A. Anamnesis - Riwayat penyakit : riwayat penyakit sekarang, dulu dan yang ada dalam keluarga Tanyakan kepada pasien apa ia memiliki penyakit saat ini, jika tidak merasa ada berarti ia hanya tahu mengenai masalah keluhan sakitnya, misalnya merasakan kedua telinganya berdenging setelah habis bekerja. Perlu pula menanyakan riwayat sakit terdahulunya untuk tahu apakah ia ada riwayat keluhan yang sama atau mengakibatkan penyakitnya yang saat ini. Riwayat medis harus menentukan apakah pegawai pernah menderita sakit telinga sebelumnya dan apakah dia pernah makan obat ototoksik, misalnya, streptomycin. 1,2 - Riwayat pekerjaan : Riwayat pekerjaan harus meliputi informasi pekerjaan sekarang dan semua pekerjaan sebelumnya (khususnya yang berhubungan dengan pajanan terhadap bising, termasuk pekerjaan paruh waktu). Beberapa pertanyaan yang menyangkut riwayat pekerjaannya, seperti berikut ini :1 * Sudah berapa lama bekerja hingga sekarang ini * Bagaimana riwayat pekerjaan sebelumnya * Alat kerja, bahan kerja dan proses kerja yang digunakan

* Barang yang diproduksi/dihasilkan * Waktu bekerja dalam sehari berapa lama dan waktu kerja dalam seminggu berapa kali * Ada kemungkinan pajanan apa saja yang dialami * APD yang dipakai apa saja * Hubungan antara gejala dan waktu kerja * Pekerja lainnya ada yang mengalami hal yang sama B. Pemeriksaan Fisik - Pemeriksaan Umum : keadaan umum, tanda-tanda vital, dan pemeriksaan fisik menyeluruh Pada pasien di skenario ini tidak disebutkan pemeriksaan umumnya, jadi kemungkinan keadaan umumnya baik dan pemeriksaan fisik menmyeluruh juga bisa baik. Sering penyakit akibat kerja efeknya berpengaruh terhadap tanda-tanda vital. Misalnya adanya kenaikan tekanan darah ataupun detak jantung dikarenakan stres kerja akibat dari kebisingan di tempat kerjanya. 1,2 - Pemeriksaan Khusus : karena pasien mengeluh kedua telinganya berdenging, maka dilakukan pemeriksaan khususnya pada telinga pasien dengan menggunakan otoskop dan beberapa tes seperti tes penala. Pada tes penala didapatkan hasil Rinne positif, Weber lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik dan Schwabach memendek. Dari tes penala ini didapatkan jenis ketuliannya adalah tuli sensorineural yang biasanya mengenai kedua telinga. 1,2,6 C. Pemeriksaan Penunjang Audiometri nada murni (Pure Tone Audiometry atau PTA) Audiometer nada murni dapat mengukur ambang batas pendengaran. Pemeriksaan ini penting sekali untuk memastikan NIHL baik untuk penyaringan (konduksi udara) dan diagnosis (konduksi tulang dan udara). Selama pemeriksaan PTA, nada murni disampaikan menuju telinga melalui earphone yang sesuai. Ketulian timbul secara bertahap dalam jangka waktu bertahuntahun, yang biasanya terjadi dalam 8-10 tahun pertama paparan. Pemeriksaan audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural pada frekuensi tinggi (umumnya 3-6 kHz) dan pada frekuensi 4 kHz sering terdapat takik (notch) yang patognomonik untuk jenis ketulian ini. Terdapat ambang batas intensitas nada murni yaitu nada di atas ambang tersebut akan terdengar dan sebaliknya, nada di bawah ambang tersebut tidak akan terdengar. Namun hasil pemeriksaan dapat berbeda pada waktu pemeriksaan yang berbeda dipengaruhi keterampilan operator alat, motivasi pekerja, dan adanya bising di sekitar tempat pemeriksaan. 1,2

Tes PTA di tempat kerja digunakan untuk mencatat kondisi pendengaran para pegawai, guna menemukan individu yang rentan terhadap bising (bisa untuk penyaringan pekerja baru yang mau masuk), memonitor keadaan pendengaran berkurang selama bekerja sebagai pegawai, dan mengatur program perlindungan pendengaran. Pentingnya mengetahui tingkat pendengaran awal para pekerja dengan melakukan pemeriksaan PTA sebelum bekerja adalah bila audiogram sebelum bekerja baik, lalu setelah bekerja menunjukkan ada ketulian, maka dapat diperkirakan berkurangnya pendengaran tersebut akibat kebisingan di tempat kerja. Data dasar audiometri ini bisa dilakukan saat pertama kali masuk ke tempat kerja (paling mudah bila pemeriksaan ini dimasukkan ke dalam bagian pemeriksaan kesehatan sebelum diterima bekerja) dan nanti bisa sebagai rujukan perbandingan hasil tes audiometri di kemudian hari. 1,2,6 Audiometri dilakukan berkala (tiap tahun atau tiap dua tahun sekali) untuk memonitor adanya pendengaran yang berkurang di antara pekerja yang bekerja di tempat tersebut dan untuk mengkaji jumlah pekerja yang telah kehilangan pendengaran (bila ada) yang terjadi selama ia bekerja sebagai pegawai di tempat tersebut. Pegawai harus terhindar pajanan bising yang tinggi setidaknya 16 jam sebelum pemeriksaan audiometri berkala. Audiometer yang dipakai untuk PTA harus sesuai dengan standar nasional atau internasional. Petunjuk kalibrasi harus diikuti secara ketat. Bising pada latar belakang harus kecil dan memenuhi standar yang ditentukan. Tes audiometri dilakukan oleh petugas yang telah terlatih dan diawasi dokter. 2,3

Gambar 1. Normal Audiogram. 7

Gambar 2. NIHL Audiogram. 7

Profil audiologi NIHL Profil audiologi NIHL adalah tuli sensorineural yang khas sebagai lesi koklea dan lebih jelas terlihat pada daerah frekuensi tinggi audiogram antara 3-6 kHz. Jumlah pendengaran berkurang paling banyak terjadi pada sekitar frekuensi 4 kHz dengan jumlah kehilangan lebih sedikit di atas dan di bawah frerkuensi ini. Konfigurasi audiometri ini disebut cekungan atau takik 4 kHz. Cekungan ini adalah tanda utama NIHL bila ditemukan pada seseorang dengan riwayat pajanan terhadap bising. Konfigurasi audiometri ini simetris pada kedua sisi. Pajanan yang terus berlangsung akan menghasilkan pertambahan ukuran cekungan 4 kHz yang menyebar ke frekuensi yang lebih tinggi dan lebih rendah. Frekuensi yang lebih tinggi pada 6 kHz ke atas biasanya terkena pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan frekuensi 2 kHz ke bawah. Pada kasus yang berat, frekuensi 1 kHz dapat dipengaruhi tapi jarang hingga berat. 2,6,7 Kerusakan dan profil biasanya simetris pada kedua sisi telinga walaupun dapat terjadi perbedaan akibat perbedaan kerentanan kedua telinga, perbedaan ambang pendengaran pada awal pemeriksaan dan keadaan pekerjaan yang spesifik. Profil audiologi serupa dengan kehilangan konduksi pada frekuensi tinggi yang lain, lesi pada koklea dan suprakoklea. Sebuah audiogram tanpa cadangan koklea (tidak ada perbedaan hantaran udara dan hantaran tulang) menyingkirkan tuli konduksi pada frekuensi tinggi. Keputusan apakah kelainan pendengaran terjadi akibat bising harus dibuat oleh dokter setelah dokter melakukan pengkajian riwayat medis, pekerjaan, pemeriksaan telinga, dan audiogram. 2,3,6 D. Pemeriksaan Tempat Kerja Guna dari pemeriksaan ke tempat kerja ini untuk menemukan pajanan apa saj yang bisa dialami oleh pasien. Terdapat beberapa faktor pajanan yang bisa menyebabkan penyakit akibat kerja, yakni pajanan fisik, kimia, biologis, ergonomi, dan psikososial. Faktor ini menjadi penyebab pokok dan menentukan terjadinya penyakit. Contoh keluhan sakit punggung kemungkinan disebabkan karena masalah ergonomic; dermatitis kontak pada pasien mungkin disebabkan oleh karena pajanan kimia ataupun biologis. Pasien di skenario ini bekerja di bagian turbin yang bisa menimbulkan kebisingan yang jika diukur hasilnya >85dBA. 2,5 2. Pajanan yang Dialami Pajanan saat ini dan sebelumnya (sejak 3 bulan yang lalu) yang dialami pasien masih sama yakni bising dikarenakan pasien bekerja di bagian turbin. Biasanya mesin turbin memiliki tingkat kebisingan dari 85-90 dBA.

3. Hubungan Pajanan dengan Penyakit Pasien mengatakan sejak ia bekerja 3 bulan yang lalu, ia merasakan kedua telinganya berdenging sehabis ia bekerja di turbin. Masa shift kerjanya 2-2-2-libur dan memakai APD berupa ear muff yang sudah using. Dari sini dapat disimpulkan memang ada hubungan antara pajanan dengan keluhan sakitnya. Mesin turbin memiliki tingkat kebisingan dari 90-105 dBA dan itu artinya sudah melewati nilai ambang batas normal bising yakni 85 dBA/8 jam/hari. Bila kebisingan melewati 85 dBA, lama-kelamaan menimbulkan keluhan berdenging (TTS) hingga akhirnya kemampuan pendengaran berkurang dan mengakibatkan tuli akibat kerja (NIHL). 1,2 4. Pajanan yang Dialami Cukup Besar - Patofisiologi NIHL Mekanisme yang mendasari NIHL diduga berupa adanya proses mekanis dan metabolik pada organ sensorik auditorik bersamaan dengan kerusakan sel sensorik atau bahkan kerusakan total organ Corti di dalam koklea. Kehilangan sel sensorik pada daerah yang sesuai oleh karena frekuensi yang terlibat dari pajanan merupakan penyebab NIHL yang paling penting. Kepekaan terhadap stress pada sel rambut luar berada dalam kisaran 0-50 dB, sedangkan untuk sel rambut dalam di atas 50 dB. Biasanya bila ada terjadinya TTS (Temporary Threshold Shift atau tuli sementara) sebelum NIHL, itu berarti sudah ada kerusakan bermakna pada sel rambut luar telinganya. Frekuensi yang sangat tinggi lebih dari 8 kHz mempengaruhi dasar koklea. 1,2 Proses mekanis Berbagai proses mekanis yang dapat menyebabkan kerusakan sel rambut akibat pajanan terhadap bising meliputi : 1-3 1. Aliran cairan yang kuat pada sekat koklea dapat menyebabkan robeknya membran Reissner sehingga cairan endolimfe dan perilimfe bercampur mengakibatkan kerusakan sel rambut. 2. Gerakan membran basilar yang kuat dapat menyebabkan gangguan organ Corti dengan pencampuran endolimfe dan kortilimfe yang mengakibatkan kerusakan sel rambut. 3. Aliran cairan yang kuat pada sekat koklea dapat langsung merusak sel rambut dengan melepaskan organ Corti atau merobek membran basilar. Proses di atas dikarenakan bising intensitas tinggi dan NIHL bisa terjadi dengan cepat.

Proses metabolik Proses metabolik yang dapat merusak sel rambut akibat pajanan bising meliputi : 2,3 1. Pembentukan vesikel/vakuol di dalam retikulum endoplasma sel rambut serta pembengkakan mitokondria dapat berlanjut menjadi robeknya membran sel dan hilangnya sel rambut. 2. Kehilangan sel rambut mungkin disebabkan oleh kelelahan metabolik akibat gangguan sistem enzim yang esensial untuk produksi energi, biosintesis protein, dan pengangkutan ion. 3. Cedera stria vaskularis menyebabkan gangguan kadar Na, K, dan ATP. Hal ini menyebabkan hambatan proses transpor aktif dan pemakaian energi oleh sel sensorik. Kerusakan sel sensorik menimbulkan lesi kecil pada membran retikular bersamaan dengan percampuran cairan endolimfe dan kortilimfe serta perluasan kerusakan sel sensorik lain. 4. Sel rambut luar lebih mudah terangsang suara dan membutuhkan energi yang lebih besar sehingga menjadi lebih rentan terhadap cedera akibat iskemia. 5. Mungkin terdapat interaksi sinergis antara bising dengan pengaruh lain yang merusak telinga. Daerah organ Corti sekitar 8-10 mm dari ujung basal (sesuai dengan daerah 4 kHz pada audiogram) dianggap sebagai daerah yang secara khas rentan terhadap kebisingan. Walaupun penjelasan mengenai cekungan 4 kHz yang paling mungkin adalah adanya ciri resonansi saluran telinga, penyebab lain juga telah dikemukakan. Hal ini meliputi bahwa daerah 4 kHz mungkin lebih rentan karena insufisiensi vaskular akibat bentuk anatomisnya yang tidak biasa di daerah ini dan amplitudo pemindahan di dalam saluran koklea mulai terbentuk di daerah 4 kHz ini saat kecepatan perambatan gelombang yang berjalan masih cukuip tinggi dan struktur anatomi koklea menyebabkan pergeseran cairan pada daerah 4 kHz. 2,3 Efek Pendengaran Lain Akibat Bising Tinitus (suara berdenging di dalam telinga) biasanya timbul segera setelah pajanan terhadap bising dan dapat menjadi permanen bila pajanan bising tersebut terus berlangsung dialami. Tinitus merupakan akibat pajanan bising bernada tinggi. Selain tinitus, efek lain akibat kebisingan adalah vertigo. Vertigo hanya timbul setelah mengalami pajanan bising dari suara mesin jet yang sedang menyala ataupun bisa terjadinya vertigo sementara atau permanen jika mendapat pajanan bising setelah ledakan senjata api. Namun vertigo tidak terjadi pada pajanan bising industri biasa seperti yang terjadi pada tinitus. 1,2

Presbiakusis merupakan gangguan pendengaran akibat usia lanjut yang timbul pada frekuensi tinggi. Sedangkan Socioacusis adalah istilah yang digunakan untuk tuli akibat penyebab selain usia dan pajanan bising. 1

Efek Bising Pada Organ Selain Organ Pendengaran Meningkatnya kadar kebisingan bisa menimbulkan stres dengan variasi detak jantung, tekanan darah, pernapasan, gula darah, dan kadar lemak darah. Bertambahnya motilitas saluran pencernaan dan tukak lambung juga dilaporkan ada. Penelitian mengemukakan bahwa tingkat kebisingan >55 dBA menyebabkan timbulnya rasa terganggu dan berkurangnya efisiensi kerja.1,3 - Bukti Epidemiologis Laporan dini tentang NIHL meliputi uraian tentang ketulian seorang pekerja di pembangkit listik di daerah Kalimantan yang telah diteliti mengalami pajanan sekitar 94 dB dengan jam kerja 8 jam dan kurangnya pemberian APD. Akhirnya setelah para pekerjanya diperiksa audiometri hasilnya terdapat pola NIHL dan mngeluhkan adanya pengurangan dalam mendengar. Pada para pegawai di bandara pesawat yang sering mendengar kebisingan suara pesawat terbang setelah diteliti dengan audiometri terbanyak ditemukan pola NIHL (cekungan pada frekuensi sekitar 4 kHz) dan beberapa diantaranya mengalami tuli sedang pada 6-8 kHz.2,3 - Kualitatif Cara atau Proses kerja : Pasien bekerja di bagian mesin pembangkit listrik yang kebisingannya sekitar 85-90 dB. Secara umum telah disetujui bahwa untuk amannya, pemaparan bising selama 8 jam perhari, sebaiknya tidak melebihi ambang batas 85 dBA. Akibat dari pajanan inilah membuat kerusakan pada sel rambut di telinga luarnya yang membuat kemampuan mendengar semakin menurun (tidak sepeka dulu) menjadi tuli sementara hingga akhirnya tuli permanen.1,2 Lama kerja : Pasien bekerja dengan shift 2-2-2-libur yang berarti giliran bekerjanya 2 hari shift pagi, 2 hari shift sore, 2 hari shift malam, dan hari sisanya untuk libur. Namun disebutkan jam kerjanya dalam sehari berapa jam. - Observasi Tempat dan Lingkungan Kerja Tempat kerja pasien di bagian turbin dimana tingkat kebisingan mesin turbin pembangkit listrik ini sekitar 85-90 dB. Perlu diperhatikan juga apakah di area kerjanya ada peredam suara ataupun ventilasi yang baik, lalu periksa juga apakah para pekerja mendapat alat pelindung diri yang baik dan sesuai standar. Selain itu perlu diketahui apakah disana ada pengontrolan pajanan.

- Pemakaian APD Jenis-jenis alat pelindung telinga yang digunakan :2,4,6

a. Sumbat telinga (ear plugs /insert device/ aural insert protector) Dimasukkan ke dalam liang telinga sampai menutup rapat sehingga suara tidak mencapai membran timpani. Sumbat telinga ini bisa mengurangi bising hingga 30 dBA lebih. b. Tutup telinga (ear muff/ protective caps/ circumaural protectors) Menutupi seluruh telinga eksternal dan dipergunakan untuk mengurangi bising hingga 40- 50 dBA atau frekuensi 100 - 8000 Hz. Pakailah APD yang sudah sesuai dengan standar nasional/internasional. Yang perlu diperhatikan dalam pemilihan alat pelindung telinga adalah : 2,4 1. Ear plug digunakan bila bising di atas 85 dBA 2. Ear muff dgunakan bila di atas 100 dBA 3. Kemudahan perhatikan cara pemakaian alat yang benar, biayanya agar tidak merugikan perusahaan/tempat kerjanya, lalu kemudahan membersihkan APD tersebut dan kenyamanan selama pemakaian APD. - Jumlah pajanan Dalam skenario hanya disebutkan 1 pajanan saja di tempat kerjanya yakni kebisingan. Pajanan di luar tempat kerjanya yakni merokok 1 bungkus rokok kretek dalam 1 hari. 5. Faktor Individu Status kesehatan pasien : Perlu diketahui riwayat sakit pasien seperti riwayat infeksi, riwayat dalam keluarga, kebiasaan olahraga, apakah pernah mengalami trauma kepala atau sekitar daerah telinga. Perlu ditanyakan juga apakah dulu ada riwayat gangguan pendengaran juga yang sama seperti saat ini atau dalam keluarga juga ada yang mengalami hal yang sama. Penting juga menanyai riwayat pengobatan pasien karena perlu dicurigai adakah pemakaian obat-obatan yang ototoksik seperti obat anti tuberkulosis (isoniazid), aminoglikosida, klorokuin dan lain-lainnya. Dalam skenario tidak disebutkan adanya riwayat sakit lainnya dan riwayat keluarga, tidak ada riwayat pengobatan ataupun trauma. Umur pasien 45 tahun, masih bisa dikatakan dalam tahap aman belum mengalami proses kehilangan sel rambut (sel sensori) di telinga sehingga kemungkinan mengalami presbikusis tidak ada juga. 1,2 Status kesehatan mental : Tidak diketahui secara jelas. Tetapi pasien yang mengalami pajanan di tempat kerja biasanya lama-lama akan menimbulkan stress kerja dikarenakan pajanan tersebut

telah mengurangi efisiensi kinerjanya, bisa sering mengalami kesalahan saat bekerja ataupun kesulitan dalam komunikasi saat bekerja. 1,3 Higiene perorangan : Ini berguna untuk mengetahui apakah ada riwayat infeksi yang bisa menjadi faktor penyebab sakit pasien. Misalnya infeksi telinga yang sampai-sampai menyumbat saluran telinga (otitis media) atau bahkan merusak membran timpani (penyakit meniere). 1 6. Faktor Lain di luar Pekerjaan - Hobi : Di skenario pasien tidak mempunyai hobi mendengarkan musik dengan earphone. - Kebiasaan : Pasien mengatakan memiliki kebiasaan merokok 1 bungkus kretek setiap hari. Ditakutkan rokok ini akan mempengaruhi tekanan darah dan pembuluh darah pasien nantinya. - Pajanan yang ada di rumah : Tidak diketahui. Pajanan di rumah bisa berupa ke psikisnya yakni stres bila ada permasalahan di rumah. - Pekerjaan sambilan : Tidak diketahui. 7. Diagnosis Okupasi Diagnosis okupasi berdasarkan hubungan dengan kausalnya, terbagi menjadi 4 tipe yakni A) PAK atau PAHK (penyakit akibat hubungan kerja); B) penyakit yang diperberat pajanan di tempat kerja; C) belum dapat ditegakkan informasi tambahan; D) bukan PAK. Diagnosis okupasi untuk pasien skenario ini adalah penyakit akibat kerja (tipe A) yakni NIHL (Noise Incuded Hearing Loss). Diagonis NIHL akibat kerja ini ditegakkan berdasarkan riwayat pajanan terhadap bising di tempat kerja dan tidak di tempat lainnya, pemeriksaan fisik yang telah menyingkirkan penyebab tuli lain dan profil audiologi. 1,2 Efek bising terhadap pendengaran mungkin terjadi sementara atau menetap. Efek ini merupakan perubahan ambang batas pendengaran, bila hanya tuli sementara dan reversible setelah penghentian pajanan bising disebut Noise induced temporary threshold shift (NITTS) dan bila tulinya irreversible disebut Noise induced permanent threshold shift (NIPTS) atau NIHL. 2,3 Pergeseran ambang batas sementara (TTS) merupakan mekanisme perlindungan diri akibat bising berintensitas tinggi yang dapat pulih setelah pajanan bising dihentikan. Waktu yang dibutuhkan untuk kembali pulih dari TTS bervariasi. TTS timbul hanya dalam waktu 2 menit setelah terjadi gejala TTS. Nilai TTS maksimum sekitar setengah oktaf lebih tinggi daripada frekuensi kebisingan. TTS muncul pada 70-75 dB masing-masing pada frekuensi rendah dan frekuensi tinggi. Pemulihan TTS dimulai segera setelah pajanan dihentikan dan hampir seluruh proses pemulihan terjadi dalam 16 jam. Pada beberapa kasus, dari audiologi tampak pulih

sempurna setelah 30 hari. Diduga bahwa TTS merupakan kondisi yang mendahului terjadinya tuli secara permanen namun hal ini belum dapat dibuktikan. Dikatakan bahwa untuk merubah NITTS menjadi NIPTS diperlukan waktu bekerja dilingkungan bising selama 10-15 tahun, tetapi hal ini bergantung juga kepada tingkat bising dan kepekaan seseorang terhadap bising. 1,2 NIHL merupakan tuli permanen sensorineural yang biasanya bilateral dan tidak ada penyembuhan pendengaran walaupun pajanan dihentikan. NIPTS biasanya mulai terjadi disekitar frekuensi 4 kHz dan perlahan-lahan meningkat dan menyebar ke frekuensi sekitarnya. NIPTS mula-mula tanpa keluhan, tetapi apabila sudah menyebar sampai ke frekuensi yang lebih rendah (2-3 kHz) keluhan akan timbul. Pada mulanya seseorang akan mengalami kesulitan untuk mengadakan pembicaraan di tempat yang ramai, tetapi bila sudah menyebar ke frekuensi yang lebih rendah maka akan timbul kesulitan untuk mendengar suara yang sangat lemah. Takik bermula pada frekuensi 3-6 kHz, dan setelah beberapa waktu gambaran audiogram menjadi datar pada frekuensi yang lebih tinggi. Kehilangan pendengaran pada frekuensi 4 kHz akan terus bertambah dan menetap setelah 10 tahun kemudian perkembangannya menjadi lebih lambat. 1,2 Differential Diagnosis NIHL harus bisa dibedakan dengan tipe tuli sensorineural lainnya seperti presbycusis ataupun tuli tipe konduktif. Pastinya untuk membedakan tipe tuli ini harus berdasarkan dari pemeriksaan penunjangnya seperti tes penala dan audiometri. Namun anamnesis juga diperlukan untuk mengetahui faktor resiko apa saja yang ada dan riwayat sakitnya. Untuk diagnosa banding yang mendekati NIHL adalah presbikusis. Presbikusis ini dipengaruhi oleh faktor usia. Sekitar usia 55-60 tahun seseorang mulai mengalami gangguan pendengaran namun ada juga presbikusis dini yang bisa terjadi pada umur 40 tahun. Presbikusis ini termasuk dalam tipe tuli sensorineural. Patofisiologinya dikarenakan adanya devaskularisasi pada koklea sehingga terjadi pengurangan fungsi dari sel rambut. Hal ini akan terjadi dengan semakin bertambahnya usia.

Gambar 3. Audiogram Presbycusis.7 Diagnosa banding yang keduanya adalah penyakit meniere. Penyakit ini mengenai telinga bagian dalam dengan karekteristiknya terdapat episode vertigo selama beberapa menit hingga hitungan jam, ada fluktuasi antara kehilangan/pengurangan pendengaran dan tinnitus. Dan sering juga pasien merasakan adanya tekanan yang penuh di telinganya selama terjadi serangan. Biasanya ini terjadi pada satu telinga saja. Penyakit meniere ini termasuk tuli sensorineural. Patofisiologinya dikarenakan adanya distensi pada membran telinga dalam oleh karena adanya kelebihan cairan atau inadekuatnya drainase cairan. Akibat distensi, membran menjadi rupture sehingga terjadi percampuran antara endolimfe (inner) dan perilimfe (outer) yang menyebabkan disturbansi yang memicu dizziness. Setelah membran kolaps akan mengalami pemulihan, namun bisa terjadi eksaserbasi dan remisi.

Tabel 2. Berbagai Macam Kelainanan Tuli. CONDUCTIVE HEARING LOSS 1. Otitis Eksternal (akut dan kronik) 2. Wax/lilin 3. Eksostosis/osteoma 4. Otitis media akut (OMA) 5. Otitis media dengan efusi 6. Perforasi membrane timpani 7. Otitis media supuratif kronik (OMSK) a. Kena pada mukosa b. Ada Cholesteatoma SENSORINEURAL HEARING LOSS 1. Occupational or noise induced hearing loss (NIHL) 2. Presbycusis 3. Penyakit Menire 4. Sudden sensoriagnosneural loss (biasanya pada 1 telinga saja) 5. Cochlear otosclerosis 6. Trauma (fraktur os temporal) 7. Acoustic neuromas (vestibular schwannomas)

8. Otosclerosis

8. Ototoksisitas (Obat sistemik dan topikal) seperti obat aminoglikosia, klorokuin, cisplatinum)

Pendekatan Epidemiologis (Komunitas) Identifikasi hubungan kausal antara pajanan dan penyakit: - Kekuatan Asosiasi Bising didefinisikan sebagai suara yang tidak dikehendaki. Ada dua aspek penting untuk mengatahui bahaya dari kebisingan yakni kualitas bunyi yang bisa diperoleh dari frekuensi dan intensitas bunyi. Frekuensi (Hertsz/Hz) adalah rentangan fluktuasi partikel udara yang dihasilkan oleh sumber suara. Frekuensi inilah yang memberikan kualitas suara rendah tingginya suara. Frekuensi yang dapat direspon oleh telinga manusia antara 20 20.000 Hz dan sangat sensitif pada frekuensi antara 1-4 kHz. Frekuensi saat bicara biasanya berkisar 500-4000 Hz (sekitar 5060 dB), bila ada kerusakan pendengaran maka suara vokal yang sekitar 4 kHz tidak akan terdengar. Intensitas bunyi adalah suatu ukuran banyaknya energi yang menyebabkan vibrasi partikel udara yang dikirimkan ke telinga. Skala bagi intensitas bunyi adalah skala logaritma dalam unit desibel (dB).1 Bila tingkat suara meningkat 10 dB, maka intensitas suara yaitu banyaknya energi yang ditransmisikan ke telinga meningkat 10 kali lipat. Contoh 80 dB merupakan 10 kali lipat dari 70 dB, dan 70 dB merupakan 10 kali lipat dari 60 dB, maka 80 dB intensitasnya adalah 100 kali lipat intensitas 60 dB. 1,2 Ada asosiasi yang kuat antara pajanan bising yang berlebihan dengan gangguan pendengaran. Peningkatan tingkat kebisingan yang terus-menerus dari berbagai aktivitas manusia pada lingkungan industri dapat berujung kepada gangguan akibat kebisingan. Efek kebisingan terhadap perilaku sebagai berikut ini : 1,3 1. Efek psikologis pada manusia (kebisingan dapat membuat kaget, mengganggu, mengacaukan konsentrasi); 2. Menginterferensi komunikasi dalam percakapan dan lebih jauh lagi akan

menginterferensi hasil pekerjaan dan keselamatan bekerja. 3. Efek fisis (kebisingan dapat mengakibatkan penurunan kemampuan pendengaran dan rasa sakit pada tingkat yang sangat tinggi). Efek kebisingan terhadap telinga sebagai berikut ini : 3 Bisa menimbulkan kerusakan permanen pada sel-sel rambut di dalam koklea yang mengakibatkan penurunan kemampuan mendengar, tinnitus (berdenging), dan ada

pergeseran ambang pendengaran dengan meningkatnya kesulitan mendengar, khususnya semakin kentara bila di ruang yang gaduh. Namun gangguan pendengaran juga bisa disebabkan oleh hal-hal medis lain, misalnya : 1,3 Adanya sumbatan di telinga luar Ada radang selaput lendir hidung yang menghalangi saluran eustachius dan menyebabkan tekanan yang berlebihan di telinga bagian tengah. Berbagai kondisi medis lainnya yang juga bisa menimbulkan gangguan keseimbangan.

- Konsistensi : Tidak diberitahu dalam skenario kasus. Tapi bila berdasarkan epidemiologi, kasus penyakit akibat kerja yang disebabkan pajanan bising seperti ini biasanya konsisten ada setiap tahunnya, apalagi bila pihak pabrik tidak melakukan pencegahan segera untuk mengendalikan kebisingan. 1 - Spesifisitas : Berdasarkan dari penelitian epidemiologi, di area kerja yang berhubungan dengan mesin memang sering memberikan pajanan bising dengan intensitas yang tinggi dan biasanya melebihi nilai ambang batas. Berikut ini contoh mesin dengan jumlah intensitasnya : 4 Mesin print 90 dB Kendaraan Motor 95 dB Perlengkapan mesin pertanian 100 dB Konser rock 110 dB Mesin berat 110 dB - Hubungan Waktu : Berdasarkan dari skenario, pasien merasakan kedua telinganya berdenging setelah habis bekerja dan itu terjadi sejak 3 bulan ia bekerja Ambang batas keamanan akan pajanan bising yang direkomendasikan oleh Occupational Safety and Health Admistration (OSHA) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah ada dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-51/MEN/1999, tentang baku mutu tingkat kebisingan, yaitu intensitas bising rata-rata tidak lebih dari 85 dBA selama 8 jam per hari atau 40 jam per minggu. Nilai ambang batas kebisingan yang berlaku di tempat kerja ini merupakan intensitas tertinggi dan nilai rata-rata yang masih dapat diterima. 1,2 Biasanya alat mesin selain memiliki pajanan bising juga bisa memiliki pajanan vibrasi atau getaran. Getaran alat kerja yang kontak langsung maupun tidak langsung pada lengan dan tangan tenaga kerja juga sudah ditetapkan batas keamanannya yakni sebesar 4 m/s2. 1,2

- Hubungan Dosis Kegiatan operasional di pabrik-pabrik yang menggunakan peralatan-peralatan seperti turbin dan compressor serta pengaliran fluida dalam pipa-pipa, valve, gas exhaust merupakan sumber kebisingan yang bisa sampai 90 dBA. Peralatan-peralatan tersebut dalam kegiatan produksi diasumsikan sebagai sumber bising. Kebisingan berpotensi mempengaruhi kenyamanan dan kesehatan operator yang bekerja di dalam lingkungan pabrik. Gangguan yang tidak dicegah maupun diatasi bisa menimbulkan kecelakaan, baik pada pekerja maupun orang di sekitarnya. Peningkatan kebisingan yang terusmenerus pada lingkungan industri dapat berujung kepada ketulian yang permanen (NIHL). 3

Tabel 1. Lama Pajanan yang Diperbolehkan Menurut Tingkat Pajanan yang Diperbolehkan. 5 Lama Kebisingan yang Diperbolehkan/hari (Jam) 8 jam 6 jam 4 jam 2 jam 1 jam 0.5 jam 0.25 jam 85 88 90 95 100 105 110 Maksimum (dBA)

PENATALAKSANAAN A. Medika Mentosa Medika Mentosa Jika dimulai dini, pengobatan medis bisa memiliki peran dalam trauma akustik akut. Penelitian terhadap hewan telah menunjukkan bahwa kombinasi dari oksigenasi hiperbarik dan terapi corticoid menyebabkan peningkatan yang signifikan dalam pemulihan, namun, baik dari ini jika diberikan sendirian mungkin tidak efektif. 8 Dalam sebuah penelitian di Jerman yang menarik pada pasien dengan trauma akustik, administrasi intratympanic dari ligan sel-permeabel JNK ini digunakan karena telah menunjukkan untuk mencegah gangguan pendengaran setelah trauma akustik akut pada hewan model.8

Untuk aplikasi pertama dari AM-111 pada manusia, fase klinis I / II percobaan pada pasien diselenggarakan pada pasien dengan trauma akustik akut setelah terpapar petasan di Berlin dan Munich pada Tahun Baru Hawa 2005/2006. Analisis fungsional dan morfologis dari telinga dirawat mengungkapkan bahwa PM-111 memiliki efek otoprotective sangat baik, bahkan ketika diberikan jam setelah paparan kebisingan. Memblokir jalur sinyal dengan D-JNKI-1 Oleh karena itu cara yang menjanjikan untuk melindungi integritas morfologi dan fungsi fisiologis telinga bagian dalam berbagai kondisi yang melibatkan kehilangan pendengaran sensorineural akut. 8 Percobaan ini termasuk 11 pasien yang dipilih secara acak pada siapa intratympanic pengobatan dengan AM-111 pada konsentrasi 0,4 mg / ml atau 2 mg / ml dalam 24 jam setelah paparan kebisingan dilakukan. Emisi murni-nada audiometry dan otoacoustic dinilai sebelum pengobatan dan pada hari 3 dan 30 sesudahnya. Berdasarkan pengalaman klinis dan pada perhitungan menggunakan fungsi pendengaran pemulihan yang diperoleh secara empiris eksponensial, PM-111 tampaknya memiliki efek terapeutik. Sebanyak 13 kejadian buruk yang dilaporkan dalam 5 peserta penelitian. Tidak ada kejadian buruk yang serius atau parah. 8 B. Non Medika Mentosa Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari lingkungan bising. Bila tidak mungkin dipindahkan dapat dipergunakan alat pelindung telinga terhadap bising, seperti sumbat telinga (ear plug), tutup telinga (ear muff) dan pelindung kepala (helmet). 9 Oleh karena tuli akibat bising adalah tuli sensorineural koklea yang bersifat menetap (irreversible), bila gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan berkomunikasi dengan volume percakapan biasa, dapat dicoba pemasangan alat bantu dengar / ABD (hearing aid). Apabila pendengarannya telah sedemikian buruk, sehingga dengna memekai ABD pun tidak dapat berkomunikasi dengan adekuat perli dilakukan psikoterapi agar dapat menerima keadaanya. Latihan pendengaran (auditory training) agar dapat menggunakan sisa pendengaran dengan ABD secara efisien dibantu dengan membaca ucapan bibir (lip reading), mimik dan gerakan anggota badan, serta bahasa isyarat untuk dapat berkomunikasi. Di samping itu, oleh karena pasien mendengar suaranya sendiri sangat

lemah, rehabilitasi suara juga diperlukan agar dapat mengendalikan volume, tinggi rendah dan irama percakapan. 9 Pada pasien yang telah mengalami tuli total bilateral dapat dipertimbangkan untuk pemasangan implan koklea (cochlear implant). 9 Edukasi (Perubahan Cara Kerja) Pindah Bagian / Pindah Shift Rehabilitasi

PENCEGAHAN Tabel 2. Batas lama pajanan dan intensitas yang didengar Lama pajan/hari Jam 24 16 8 4 2 1 Menit 30 15 7,5 3,75 1,88 0,94 Detik 28,12 Intensitas (dB) 80 82 85 88 91 94 97 100 103 106 109 112 115

14,06 7,03 3,53 1,76 0,88 0,44 0,22 0,11 Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dB, walau sesaat

118 121 124 127 130 133 136 139

Primer a. Penyuluhan b. Olahraga c. Perubahan Perilaku Sekunder a Peraturan & Administrasi Program konservasi pendengaran desain untuk mencegah hilangnya pendengaran akibat kebisingan . Sebuah program konservasi pendengaran tertulis diperlukan oleh Administrasi Keselamatan dan Kesehatan (OSHA). kapan karyawan eksposur suara sama atau melebihi sebuah 8-jam berat rata-rata tingkat suara (TWA) dari 85 desibel diukur pada skala A (respon lambat) atau, ekuivalen, dosis lima puluh persen ". [1] Ini 8-jam waktu rata-rata tertimbang dikenal sebagai nilai tindakan eksposur . Sementara Keselamatan Tambang dan Administrasi Kesehatan (MSHA) juga membutuhkan program konservasi pendengaran, MSHA tidak memerlukan sebuah program konservasi pendengaran tertulis. Konservasi pendengaran yang MSHA persyaratan program dapat ditemukan di 30 CFR 62,150 , dan

membutuhkan hampir persyaratan yang tepat sama dengan persyaratan program konservasi pendengaran OSHA. Oleh karena itu, hanya standar OSHA 29 CFR 1910,95 akan dibahas secara rinci. b Teknis Bising dengan intensitas lebih dari 85 dB dalam waktu tertentu dapat mengakibatkan ketulian, oleh karena itu bising lingkungan kerja harus diusahakan lebih rendah dari 85dB. Hal ini dapat diusahakan dengan cara meredam sumber bunyi, misalnya yang berasal dari generator dipisah dengan menempatkannya di suatu ruangan yang dapat meredam bunyi. 9

c

APD Memilih pelindung telinga yang tepat Jika bising ditimbulkan oleh alat-alat seperti mesin tenun, mesin pengerolan baja, kilang minyak atau bising yang ditimbulkan sendiri oleh pekerja seperti di tempat penempaan logam, maka pekerja tersebut yang harus dilindungi dengan alat pelindung bising seperti sumbat telinga, tutup telinga dan pelindung kepala. Ketiga alat tersebut terutama melindungi telinga terhadap bising yang berfrekuensi tinggi dan masing-masing mempunyai keuntungan dan kerugian. Tutup telinga memberikan proteksi lebih baik dari pada sumbat telinga, sedangkan helm selain pelindung telinga terhadap bising juga sekaligus sebagai pelindung kepala.9 Kombinasi antara sumbat telingan dan tutup telinga memberikan proteksi yang terbaik. Pekerja yang menjadi tuli akibat terpajan bising di lingkungan kerjanya berhak mendapat santunan. Selain alat pelindung telinga terhadap bising dapat juga diikuti ketentuan pekerja di lingkungan bising yang berintensitas lebih dari 85dB tanpa menimbulkan ketulian, misalnya dengan menggunakan tabel dibawah ini. 9 Efektivitas sumbat telinga dispesifikasi oleh noise reduction rating (NRR tingkat reduksi bising) yang umumnya berkisar 15-35 dB. Semakin tinggi NRR-nya, semakin besar perlindungan yang diberikan. Pada prakteknya, perlindungan yang secara normal dapat dicapai ialah sekitar 10-20 dB. Penting diingat bahwa semakin

cermat seseorang mengenakan pelindung telinga, semakin besar pula perlindungan yang akan didapatkan. Sumbat telinga mungkin dirasakan tidak nyaman pada awalnya, tetapi dapat dibiasakan seperti saat menggunakan sepatu atau kacamata baru. 10

Tabel 3. Pelindung Telinga Jenis pelindung Sumbat telinga busa (Foam earplug) Sumbat telinga busa sekali pakai dibuat dari busa yang dapat melar yang lambat kembali ke bentuk awal. Sumbat ini memberikan kombinasi yang paling baik antara kenyamanan dan perlindungan bagi sebagian besar penggunanya. Sewaktu berada di dalam telinga, sumbat telinga busa ini akan melebar sesuai bentuk telinga sehingga membuat pengguna merasa nyaman dan aman. Bentuk sumbat ini paling banyak digunakan. Sumbat telinga yang dapat dipakai ulang (Premolded reuseable earplugs) Dibuat dari bahan yang fleksibel yang dibuat untuk cocok dengan telinga. Meskipun lebih mahal, sumbat ini dapat dicuci dan digunakan kembali beberapa kali sebelum harus dibuang. Raih bagian belakang kepala dan tarik telinga ke arah luar dan atas ketika memasukkan sumbat sampai dirasakan menyumbat. Pada awalnya mungkin terasa ketat, khususnya jika belum pernah memakai sumbat. Putar dengan hati-hati untuk membuka sumbat agar dapat terlepas Putar pelan-pelan dan tekan sumbat ke dalam telinga. Ketika ditekan, masukan sumbat ke dalam liang telinga. Memasukkan akan lebih mudah jika telinga agak ditarik ke atas selama memasukkan sumbat. Penjelasan Cara Pemakaian

dengan aman. Sungkup telinga (Earmuff) Earmuff memiliki sungkup yang kaku dengan bantalan plastik lunak yang menyumbat sekitar telinga untuk menghalangi suara. Bantalan dapat diisi dengan busa, cairan, atau kombinasinya. Bentuk sungkupnya juga bervariasi. Untuk pajanan bising kuat yang lama, Sungkup harus sepenuhnya menutupi telinga dan melingkupi kepala. Sesuaikan bagian kepala sehingga bantalan mendesak bahkan menekan sekitar telinga untuk memberikan reduksi suara terbaik. Tarik rambut ke belakang

atau jika dirasakan perlunya perlindungan agar tidak menutupi bantalan. yang lebih, earmuff dapat digunakan bersama dengan earplug untuk tambahan reduksi suara sekitar 5-10 dB (dual protection). NRR merupakan pengukuran, dalam desibel (dB), mengenai seberapa baik pelindung telinga mengurangi bising. Semakin tinggi NRR, semakin besar bising yang dapat direduksi. Ketika mengenakan pelindung telinga, pajanan terhadap bising sebanding dengan nilai kadar bising total dikurangi NRR pelindung telinga yang digunakan. Sebagai contoh, jika seseorang yang terekspos bising 80dB mengenakan pelindung telinga dengan NRR 29 dB, pajanan bising yang dialaminya akan menjadi sebesar 51 dB. Menggunakan dua pelindung sekaligus memberikan NRR lebih tinggi 5-10 dB dari NRR yang lebih tinggi dari antara kedua alat tersebut. Misalnya, seseorang yang menggunakan earplug sekali pakai (NRR=29 dB) ditambah dengan earmuff (NRR=27 dB) akan mendapatkan total NRR sebesar 39 dB. 10 Tersier MCU (Medical Check Up) Dilakukan pada pekerja yang baru masuk, untuk mengetahui status kesehatannya, kemudian diulang 6 bulan kemudian, untuk melihat apakah ada perubahan pada kesehatanya yang diakibatkan oleh pajanan pekerjaan. Sesuaikan kedudukannya dengan kacamata agar tidak mengganggu reduksi suara.

Semua usaha pencegahan akan lebih berhasil bila diterapkan Program Konservatif Pendengaran (PKP) yang bertujuan untuk mencegah atau mengurangi tenaga kerja dari kerusakan atau kehilangan pendengaran akibat kebisingan di tempat kerja, tujuan lain adalah mengetahui status kesehatan pendengaran tenaga kerja yang terpajan bising berdasarkan datadata. Untuk mencapai keberhasilan program Konservasi pendengaran, diperlukan pengetahuan tentang seluk beluk pemeriksaan audiometri, kemampuan dan keterampilan pelaksanaan audiometri, kondisi audiometer dan penilaian hasil audiogram. 9 Aktivitas Program Konservasi Pendengaran antara lain adalah : Melakukan Identifikasi sumber bising melalui survey kebisingan di tempat kerja (walk through survey), melakukan analisis kebisingan dengan mengukur kebisingan menggunakan Sound Level Meter (SLM) atau Oktave Band Analyzer), Melakukan kontrol kebisingan dengna berbagai cara peredaman bising, Melakukan Tes Audiometri secara berkala pada pekerja yang beresiko, Menerapkan sistem komunikasi, informasi, dan edukasi, serta menerapkan penggunaan APD (Alat Pelindung Diri) secara ketat dan melakukan pencatatan dan pelaporan data. 9

PROGNOSIS Oleh karena jenis ketulian akibat terpapat bising adalah tuli sensorineural koklea yang sifatnya menetap, dan tidak dapat diobati dengan obat maupun pembedahan, maka prognosisnya kurang baik. Oleh karena itu yang terpenting adalah pencegahan terjadinya ketulian. 9

KESIMPULAN NIHL (Noise Induced Hearing Loss) dapat ditegakkan dengan menggunakan 7 langkah diagnosis Penyakit Akibat Kerja, dengan anamnesis dan pemeriksaan yang baik, NIHL sangat mudah untuk ditegakan. Pengetahuan akan dapat rusaknya pendengaran oleh karena pajanan bising harus dijadikan suatu dasar dalam pencegahan terjadinya NIHL, karena NIHL sendiri sangat sulit untuk diobati. Perlindungan untuk setiap pekerja wajib dilakukan untuk menghindari terjadinya NIHL pada pekerja.

DAFTAR PUSTAKA 1. J Jeyaratnam, K David. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta : EGC; 2010. 2. Roestam AW. Cermin Dunia Kedokteran No 144 : Gangguan pendengaran akibat bising. Juli 2004. Diunduh dari : http://www/telmed.fkumy.net; 26 Oktober 2011. 3. Ridley J. Ikhtisar kesehatan dan keselamatan kerja. Edisi 3. Jakarta : Erlangga; 2004. 4. Brookshausher. Protect Your Ears. May 2008. Diunduh dari

http://www.nidcd.nih.gov/health/hearing/pages/ruler.aspx; 26 Oktober 2011. 5. Kelly WJ. Noise Exposure Assessment. July 2005. Diunduh dari :

http://www.cdc.gov/niosh/docs/98-126/chap1.html; 26 Oktober 2011. 6. Boyle PJ, Barahona M, Shanahan F. Current occupational and environmental medicine. Edisi 4. USA : McGraw Hill Company; 2004. 7. Siegel E. Noise induced hearing loss. June 2009. Diunduh dari :

http://www.osh.dol.govt.nz/publications/booklets/health-tools-09/pg4.shtml; 26 Oktober 2011. 8. MathurNN. Telinga bagian dalam, kebisingan-induced gangguan pendengaran perawatan & manajemen. Edisi 2009. Diunduh dari

http://www.medcsape.org/article/NIHL/aer.html, 26 Oktober 2011 9. Bashiruddin J, Soetirto I. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala & leher. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2010.h. 10-3, 21-56 10. Jorde LB. Noise Reduction. Edisi 2011. Diunduh dari

http://www.coopersafety.com/NoiseReduction.aspx, 26 Oktober 2011