blok 28 cuy
DESCRIPTION
blok 28TRANSCRIPT
Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510 Tinjauan Pustaka
No. Telp (021) 5694-2061
Low Back Pain yang Diperberat Pekerjaan
Rionaldo Sanjaya P
102012022
A4
Pendahuluan
Pekerjaan yang mengharuskan seseorang untuk mengangkat beban berat atau duduk terus
menerus sering kali menyebabkan rasa sakit pada daerah pinggang belakang atau yang sering
disebut dengan Low back pain.
Low back pain adalah rasa sakit yang terjadi didaerah lumbal atau lumbalsakral secara akut,
menahun, atau intermiten dan umumnya tanpa kelainan radiologik maupun neurologik. Dapat
juga disertai penyebaran nyeri anggota gerak bawah. Low back pain yang disertai kelainan
neurologik, misalnya dislokasi diskus invertebralis hanya 0,1% dari semua kasus. Penyebab low
back pain bermacam-macam dan sebagian besar low back pain dapat sembuh dalam waktu
singkat sehingga keluhan ini sering tidak mendapatkan perhatian yang khusus. Sebagian besar
penderita low back pain mengalami hernia nucleus pulposus (HNP) diaman terjadi penekanan
saraf spinal pada foramen intervertebra sehingga menimbulkan rasa nyeri segmental serta
kelumpuhan partial dari otot pada segmen tersebut.
Low back pain dapat terjadi pada semua usia, tetapi pada umumnya keluhan pertama tejadi
pada usia 35 – 40 tahun, dan 10 % dari tenaga kerja setiap tahun pernah mengalaminya.Low back
pain dapat mengganggu daya kerja, produktivitas; dapat menyebabkan absenteisme dan
memerlukan pengobatan. Dengan pengobatan, umumnya keluhan akan hilang dalam 3-7 hari,
tetapi bila sampai 14 hari keluhan tidak berkurang, diperlukan pemeriksaan lebih lanjut baik
radiologik maupun neurologik.
1
Dalam makalah ini, penulis akan membahas mengenai 7 langkah diagnosis penyakit akibat
kerja, low back pain¸ serta pencegahan dan penatalaksanaanya.
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui mengenai 7 langkah diagnosis penyakit
akibat kerja, low back pain¸ serta pencegahan dan penatalaksanaanya.
Rumusan Masalah
Seorang perempuan, perawat berusia 50 tahun dengan keluhan paha sampai kaki kanan
terasa nyeri sejak 3 tahun terakhir. Sudah 5x berobat ke dokter dan minum obat secara teratur,
tetapi keluhan tetap ada.
Mind Map
Gambar 1. Mind Map
2
Anamnesis
Identitas pasien
1. Usia penderita dapat membantu dalam menentukan penyebab potensial nyeri pinggang
mereka. Beberapa penyebab timbul lebih sering pada usia muda (spondilitis ankilosa, sindrom
Reiter), sedangkan yang lain pada usia lebih tua (stenosis spinal, polimialgia reumatika).1
2. Jenis kelamin juga dapat membantu. Beberapa penyakit lebih sering ditemukan pada pria
(spondiloartropati), yang lain lebih sering pada wanita (fibromialgia, osteoporosis). Ada pula
yang kekerapannya sama pada kedua jenis kelamin (inflammatory bowel disease). 1
3. Riwayat pekerjaan seperti, Sudah berapa lama kerja sekarang, Riwayat pekerjaan sebelumnya,
Alat kerja, bahan kerja, proses kerja, Barang yang diproduksi/dihasilkan, Waktu bekerja sehari,
Kemungkinan pajanan yang dialami, APD (Alat Pelindung Diri) yang dipakai, Hubungan gejala
dan waktu kerja, Pekerja lain ada yang mengalami hal yang sama.
Riwayat penyakit sekarang
Keluhan pasien adalah nyeri kita harus tanyakan karakter nyeri, letak dan letak serta
penyebaran nyerinya. Apakah terdapat parestesi atau gangguan sensorik lain dan gangguan
motorik seperti kelemahan dan atrofi otot. Apakah ada gangguan miksi dan defekasi. Hubungan
nyeri dengan posisi tubuh dan kegiatan fisik juga perlu ditanyakan; misalnya nyeri ruptur diskus
intervertebralis lebih bertambah bila penderita membungkuk, bersin atau batuk, atau lebih nyeri
pada posisi duduk bila dibandingkan dengan berdiri; sedangkan nyeri tumor “spinal cord” lebih
nyeri pada saat berbaring daripada duduk.2
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit dahulu yang bisa ditanyakan apakah sebelumnya pernah mengalami hal
yang sama, apakah sudah pernah berobat, dan apa obat yang diminum.
Riwayat sosial
Kebiasaan sosial juga perlu diketahui, terutama yang berkaitan dengan rokok, alkohol
dan penggunaan obat-obat tertentu/terlarang. Merokok merupakan faktor risiko yang independen
pada nyeri pinggang. Penggunaan alkohol yang berlebihan berkaitan dengan osteoporosis,
3
sedangkan obat-obat tertentu dapat menyebabkan imunosupresi dan predisposisi terhadap
infeksi. 1
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dengan nyeri punggung meliputi keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien
serta evaluasi sistem neurologi serta muskuloskeletal. Pemeriksaan neurologi meliputi evaluasi
sensasi tubuh bawah, kekuatan dan reflek-reflek.2
a. Inspeksi
Pemeriksaan dimulai dengan melihat gerakan mana yang membuat pasien nyeri. Apakah terdapat
keterbatasan dan nyeri pada satu sisi atau arah misalnya ekstensi ke belakang atau fleksi ke
depan. Apabila terdapat nyeri pada ekstensi ke belakang pada pasien terdapat stenosis foramen
interveterbralis dinumbal sedangkan nyeri bila fleksi ke depan pada pasien terdapat HNP
dikarenakan adanya ketegangan pada saraf.
b. Palpasi
Dengan palpasi kita dapat menentukan letak segmen yang menyebabkan nyeri dengan menekan
ruangan intervetebralis. Kemudian lakukan refleks babinski terutama bila terdapat hiperrefleksi
menunjukan adanya gangguan upper motor neuron (UMN).
c. Pemeriksaan motorik
Pemeriksaan dilakukan dengan membandingkan kedua sisi yaitu pemeriksaan berjalan
menggunakan tumit, berjalan menggunakan jari kaki, dan jongkok.
d. Refleks
Refleks yang harus diperiksa adalah refleks di dareah achiles dan pattela respon dari pasien dapat
digunakan untuk mengetahui lokasi terjadinya lesi pada saraf spinal.3
- Tes laseque
Tes ini menunjukkan adanya ketegangan pada saraf spinal khususnya L5 atau S1. Secara klinis
tanda laseque dilakukan dengan fleksi pada lutut terlebih dahulu, lalu di panggul sampai 900 lalu
dengan perlahan-lahan dan graduil dilakukan ekstensi lutut dan gerakan ini akan menghasilkan
nyeri pada tungkai pasien terutama di betis (tes yang positif) dan nyeri akan berkurang bila lutut
dalam keadaan fleksi. Pada tanda laseque, makin kecil sudut yang dibuat untuk menimbulkan
nyeri makin besar kemungkinan kompresi radiks sebagai penyebabnya. Demikian juga dengan
tanda laseque kontralateral. Tanda Laseque adalah tanda pre-operatif yang terbaik untuk suatu
HNP, yang terlihat pada 96,8% dari 2157 pasien yang secara operatif terbukti menderita HNP
4
dan pada hernia yang besar dan lengkap tanda ini malahan positif pada 96,8% pasien. Harus
diketahui bahwa tanda Laseque berhubungan dengan usia dan tidak begitu sering dijumpai pada
penderita yang tua dibandingkan dengan yang muda (<30 tahun). Tanda Laseque
kontralateral (contralateral Laseque sign) dilakukan dengan cara yang sama, namun bila tungkai
yang tidak nyeri diangkat akan menimbulkan suatu respons yang positif pada tungkai
kontralateral yang sakit dan menunjukkan adanya suatu HNP.
Gambar 2. Tes Laseque
- Tes patrick
Kaki di fleksi abduksi kemudia eksternal rotasi sendi panggul. Hasil positif jika gerakan diluar
kemauan terbatas sering disertai nyeri.
Gambar 3. Tes Patrick
- Tes kernig
Pasien dalam posisi terlentang paha difleksikan kemudian meluruskan tungkai bawah sejauh
mungkin. Hasil positif bial pasien terdapat spasme involunter otot semimembraneus, biceps
femoris yang membatasi ekstensi lutut.
Gambar 4. Tes Kernig
5
- Tes valsava: Pasien diminta mengejan/batuk dan dikatakan tes positif bila timbul nyeri.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan yaitu darah rutin dan urin rutin. Berdasarkan kasus
hasil pemeriksaan laboratorium dalam batas normal. Pemeriksaan radiologis yang dilakukan
yaitu foto rontgen, CT scan, dan MRI. Pada pemeriksaan rontgen akan terlihat penyempitan pada
ruang intervetebra. Penyempitan interveterbra biasanya terlihat bersamaan dengan posisi
skoliosis akibat spasme otot paravetebral. CT scan meruapakan sarana diagnostik yang efektif
apabila vetebra dan level neurologis suspek kelainan tulang. MRI meruapakan pemeriksaan yang
akurasi berkisar 80%. Pemeriksaan sangat sensitif pada kasus HNP. MRI befrungsi untuk
melihat level neurologis yang belum jelas, kecurigaan kelainan patologis pada medula spinal
atau jaringan lunak, untuk melihat suspek infeksi dan neoplasma.2
Diagnosis klinis
Diagnosis klinisnya adalah low back pain (LBP). Low back pain merupakan masalah
umum dan timbul sebagai rasa nyeri, ketegangan otot, atau kekakuan dengan atau tanpa rasa
nyeri pada kaki.LBP juga merupakan masalah yang serius dan persisten dalam kedokteran
okupasi.LBP dapat muncul mendadak atau bertahap, dengan atau tanpa kejadian yang
mencetuskan.5 Berdasarkan penyebab dari back pain, dibagi menjadi tiga kategori yaitu (1)
patologi spinal spesifik, (2) nyeri radicular, dan (3) non spesifik LBP. LBP juga sering dibagi
menjadi tiga grup berdasarkan lokasi, faktor pencetus/pemberat, dan sifatnya, (1) axial pain, (2)
referred pain, (3) radicular pain. Axial pain atau nyeri mekanik adalah nyeri akibat restriksi ke
area punggung bawah dan dapat semakin memburuk dengan kegiatan atau posisi tertentu.
Referred pain memiliki intensitas yang beragam. Rasa nyeri timbul pertama pada daerah
punggung bawah dan biasanya menyebar ke pangkal paha, bokong dan paha atas. Radicular pain
merupakan nyeri yang dalam dan biasanya konstan. Rasa nyeri ini akan menyebar menuju kaki
berdasarkan dermatom dan disertai mati rasa dan kelemahan otot. Tipe nyeri ini disebabkan oleh
cedera saraf spinal, seperti herniasi diskus atau stenosis foraminal. Sekitar 75-85% individu akan
mengalami LBP pada kehidupannya.5 Prevalensi tahunan LBP di Amerika Serikat berada pada
6
rentang 15-20% dan 25-45% di Eropa. Walaupun mayoritas kasus LBP tidak diketahui
etiologinya, insidens nyeri, cedera, tidak bekerja, dan disabilitas yang dilaporkan lebih tinggi
pada pekerja yang menerima pajanan beban fisik yang tinggi. Faktor ergonomic juga merupakan
dasar dari biomekanik yang berkaitan dengan LBP.5 Data epidemiologi mengenai LBP di
Indonesia belum ada, namun diperkirakan 40% penduduk pulau Jawa Tengah berusia diatas 65
tahun pernah menderita nyeri punggung bawah, prevalensi pada laki-laki 18,2% dan pada wanita
13,6%. Insiden berdasarkan kunjungan pasien ke beberapa rumah sakit di Indonesia berkisar
antara 3-17%.6
Vertebra manusia berada dalam posisi vertical pada mayoritas jam kerja. Beban pada
vertebra pada posisi tegak akan diterima regio lumbosacral dan beban ini menimbulkan respon
mekanik, fisiologi, dan psikologi, seperti deformasi jaringan, metabolism yang terganggu, dan
sirkulasi yang terganggu. Rasa tidak nyaman dan kinerja yang terganggu merupakan respon yang
bergantung pada durasi dan intensitas dari beban yang diterima. Oleh karena itu, LBP dapat
timbul dari ligamen, otot, fasciae, sendi atau diskus vertebra lumbal. Tumor dan infeksi dapat
mempengaruhi jaringan spinal dan paraspinal. Namun, tumor dan infeksi jarang ditemukan
sebagai penyebab LBP pada pelayanan primer. Prevalensi tumor 0,7% dan infeksi kurang dari
0,01%. Fraktur juga jarang menjadi penyebab LBP. Mayoritas pasien dengan LBP tidak
mengalami red flag disorders. Dinamakan red flag disorders karena terdapat risiko terhadap
kesehatan pasien secara umum dan harus didiagnosis sedini mungkin.4 Kebanyakan pasien
dengan gangguan ini memiliki gangguan lain yang mendasari rasa nyeri. Sprain pada jaringan
ikat merupakan penjelasan yang menarik untuk LBP akut akibat tenaga atau usaha yang
berlebihan. Tetapi, kriteria diagnosis berdasarkan International Association for the Study of Pain
(IASP) membutuhkan keterangan jaringan ikat yang terkena secara spesifik. Palpasi tidak
spesifik untuk sprain dan tidak pemeriksaan gerak aktif dan pasif yang dapat digunakan untuk
menentukan ligamen sprain pada vertebra lumbal. Sprain otot dan spasme otot juga dapat
menjadi penyebab timbulnya rasa nyeri punggung bawah. Tetapi tidak ada gejala klinis dari
kondisi ini yang terpercaya dan valid untuk diagnosis. Spondilolisis kemungkinan merupakan
penyebab LBP, walaupun seringkali asimtomatik (7% penderita). Spondilolisis merupakan defek
yang didapat dan mengenai pars interartikularis, biasanya mengenai vertebra L5 atau L4.
Spondilolisis umumnya terjadi akibat kelelahan yang diakibatkan dari ekstensi atau fleksi yang
7
berulang atau dalam gerakan memutar dari lumbal.Bone scan merupakan cara satu-satunya untuk
mendiagnosis kondisi ini. Nyeri sendi sakroiliaka terdapat pada sekitar 20% penderita LBP
kronik (di bawah L5-S1). Penyebab lain dapat berupa herniasi diskus.4
Hubungan pajanan dengan penyakit
Berat badan yang berlebih menyebabkan tonus otot abdomen lemah, sehingga pusat
gravitasi seseorang akan terdorong ke depan dan menyebabkan lordosis lumbalis akan bertambah
yang kemudian menimbulkan kelelahan pada otot paravertebra, hal ini merupakan risiko
terjadinya LBP.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh fakta bahwa 12,1% perawat memiliki masa kerja
>5 tahun pada pekerja perusahaan kayu dan furniture, menunjukkan bahwa LBP berhubungan
dengan umur dan masa kerja yang lebih lama. Sikap tubuh dengan mengukur sudut lengkung
punggung perawat pada waktu membuka kunci kursi roda dalam proses mengangkat dan
memindahkan pasien dari kursi roda ke tempat tidur, ternyata berhubungan bermakna dengan
LBP. Hal ini berarti perawat yang melakukan pekerjaan dengan membungkuk dengan sudut
lengkung punggung >45° mempunyai risiko 4,5 kali untuk terjadinya NPB dibandingkan dengan
perawat yang membungkuk dengan sudut lengkung punggung <45°.5
Berbagai faktor dikaitkan sebagai penyebab nyeri pinggang, yaitu faktor pekerjaan dan
faktor bukan pekerjaan. Pada faktor pekerjaan, faktor beban fisik dan posisi kerja merupakan hal
yang penting. Persentase nyeri pinggang pada orang dengan beban kerja fisik berat 45% dan
dengan posisi kerja buruk 20%. Pekerjaan dengan beban kerja fisik perlu dipertimbangkan bagi
yang dengan riwayat nyeri punggung bawah sebelumnya. Risiko faktor fisik di tempat kerja
dapat diukur secara adekuat jika pajanannya (intensitas) jelas dapat diukur juga. Aktivitas yang
berisiko tinggi antara lain seperti mengangkat barang berat ketika berada pada posisi memutar
(seperti pada prolapse diskus), membungkuk dan memutar tubuh secara cepat, dan sangat
(ekstrim) membungkuk ke depan (pada herniasi diskus lumbal).4 Posisi kerja juga mempengaruhi
risiko LBP. Sikap tubuh yang cenderung membungkuk atau miring selama bekerja memiliki
risiko untuk terjadinya LBP 2,58 kali lebih besar dibandingkan sikap tubuh tegak. Sikap tubuh
yang cenderung kombinasi antara membungkuk, miring, memutar dan tegak memiliki risiko
untuk terjadinya LBP 2,68 kali. Pekerja yang tidak mengerti sikap dan cara kerja yang benar
8
memiliki risiko 2,13 kali lebih besar dibandingkan pekerja yang mengerti. Pada profesi perawat,
ditinjau dari lokasi kerja, walaupun secara statistik tidak berbeda, persentase nyeri punggung
bawah didapatkan relatif lebih tinggi pada responden yang bekerja di bagian operasi, diikuti
bagian saraf, dan bagian perinatologi. Sedangkan yang paling rendah adalah yang bekerja di
bagian ICU/ICCU. Hal ini dapat diterangkan sebagai berikut, kemungkinan adanya perbedaan
dari responden yang ditangani pada bagian-bagian tersebut dapat menimbulkan perbedaan
besarnya nyeri pinggang yang terjadi. Pada umumnya di bagian saraf, pasien yang ditangani
adalah pasien stroke dan pada bagian operasi adalah pasien yang dalam keadaan dibawah
pengaruh anestesi. Adanya faktor pasien yang lebih pasif kemungkinan dapat mempengaruhi
perbedaan besarnya persentase nyeri punggung bawah. Untuk membuktikannya diperlukan suatu
penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar yang dapat mewakili per bagian . Pada
bagian perinatologi yang merupakan bagian yang termasuk dengan persentase nyeri pumggung
bawah relatif tinggi dibandingkan dengan bagian lainnya. Hal ini dapat diterangkan sebagai
berikut, pada bagian ini, walaupun pasien yang ditangani adalah bayi baru lahir yang dengan
berat badan ringan, namun pada bagian ini responden bekerja dengan posisi kerja yang buruk,
yaitu dengan posisi kerja yang kebanyakan dilakukan dengan cara membungkukkan badan.
Posisi kerja yang buruk inilah kemungkinan berhubungan dengan lebih tingginya persentase
nyeri pinggang pada bagian ini. Ditinjau dari lama kerja, nyeri pinggang lebih tinggi secara
bermakna pada responden yang lebih 15 tahun dibandingkan yang 15 tahun kebawah.7 Faktor
kimia dan biologi tidak diketahui. Faktor psikososial lebih dikaitkan dengan stress pekerjaan atau
kepuasan dalam bekerja dibandingkan tuntutan pekerjaan dan dukungan social. Faktor
psikososial lain yang berkaitan dengan kerja adalah kerja yang terlalu cepat, monoton.4
Pajanan cukup besar
Patofisiologi
Bangunan peka nyeri mengandung reseptor nosiseptif (nyeri) yang terangsang oleh
berbagai stimulus lokal (mekanis, termal, kimiawi). Stimulus ini akan direspon dengan
pengeluaran berbagai mediator inflamasi yang akan menimbulkan persepsi nyeri. Mekanisme
nyeri merupakan proteksi yang bertujuan untuk mencegah pergerakan sehingga proses
penyembuhan dimungkinkan. Salah satu bentuk proteksi adalah spasme otot, yang selanjutnya
dapat menimbulkan iskemia. Nyeri yang timbul dapat berupa nyeri inflamasi pada jaringan
9
dengan terlibatnya berbagai mediator inflamasi; atau nyeri neuropatik yang diakibatkan lesi
primer pada sistem saraf.3
Mengangkat beban berat pada posisi membungkuk menyebabkan otot tidak mampu
mempertahankan posisi tulang belakang thorakal dan lumbal, sehingga pada saat facet joint lepas
dan disertai tarikan dari samping, terjadi gesekan pada kedua permukaan facet joint
menyebabkan ketegangan otot di daerah tersebut yang akhirnya menimbulkan keterbatasan
gesekan pada tulang belakang. Faktor obesitas, masalah postur, masalah struktur, dan
peregangan yang berlebihan pendukung tulang dapat berakibat nyeri punggung.
Epidemiologi
Frekuensi LBP tertinggi terjadi pada usia 35-55 tahun, dan akan semakin meningkat
sesuai dengan bertambahnya usia. Sebuah penelitian epidemiologi di Kanada melaporkan
masalah punggung berada pada urutan tertinggi ke-tiga yang menjadi penyebab kronis masalah
kesehatan pada umur ≥65 tahun untuk wanita dan berada pada urutan ke-empat tertinggi pada
laki-laki untuk kategori yang sama.
Di Inggris dilaporkan prevalensi LBP pada populasi lebih kurang 16.500.000 per tahun,
yang melakukan konsultasi ke dokter umum lebih kurang antara 3–7 juta orang. Penderita LBP
yang berobat jalan berkisar 1.600.000 orang dan yang dirawat di Rumah Sakit lebih kurang
100.000 orang. Dari keseluruhan LBP, yang mendapat tindakan operasi berjumlah 24.000 orang
per tahunnya. Di Amerika Serikat dilaporkan 60-80% orang dewasa pernah mengalami LBP,
keadaan ini akan menimbulkan kerugian yang cukup banyak untuk biaya pengobatan dan
kehilangan jam kerja. Sekitar 5% dari populasi di Amerika Serikat mengalami serangan LBP
akut, dan menduduki urutan ke empat untuk diagnosis rawat inap.
Di rawat jalan unit penyakit saraf RSUP Dr. Sardjito, penderita LBP meliputi 5,5% dari
jumlah pengunjung, sementara itu proporsi penderita LBP yang dirawat inap antara 8%-9%.
Persentase tersebut memang kecil, tetapi di praktek dokter sehari-hari keluhan LBP ini sering
dijumpai. Mereka yang meminta pertolongan ke rumah sakit pada umumnya sudah menahun,
tidak kunjung sembuh, atau rasa nyerinya tidak tertahan lagi.4
10
Faktor Individu
A. Genetik
Studi yang dilakukan pada kembar indentik setelah dilakukan control terhadap
faktor lingkungan, menunjukkan 50-75% degenerasi diskus intervertebral berkaitan
dengan faktor genetik.4 Pengaruh genetic mempengaruhi degenerasi lumbal dan servikal.
Prolaps diskus pada lumbal memiliki hubungan yang lebih lemah dengan faktor genetic.
Studi yang dilakukan di United Kingdom menunjukkan bahwa faktor genetic memiliki
pengaruh penting terhadap laporan LBP diantara wanita. LBP yang dapat diwariskan
berada dalam rentang 52-68%. Hanya beberapa gen yang mempengaruhi degenerasi yang
telah diketahui, termasuk gen reseptor vitamin D, proteoglikan, kolagen tipe IX, dan
matriks protein.
B. Usia
Berdasarkan usia, prevalensi LBP meningkat dari awal usia dewasa hinga akhir
usia 40 tahun atau awal usia 50 tahun dan konstan untuk selanjutnya hingga setidaknya
pertengahan usia 60 tahun.2 Perubahan tubuh sesuai pertambahan usia, dan diskus
intervertebralis merupakan salah satu bagian tubuh yang mengalami perubahan. Diskus
mengalami degenerasi, and robekan terjadi pada annulus diskus. Gejala dari LBP juga
berbeda berdasarkan usia. Pada orang-orang usia 20 sampai awal 30 tahun biasanya
mengalami gejala akibat serangan akut dengan durasi singkat. Antara pertengahan hingga
akhir 30 tahun, rasa nyeri sering menjadi lebih local menuju satu sisi. Pada usia 40 tahun
rasa nyeri menyebar ke bokong, paha, dan sampai ke kaki. Rasa nyeri cenderung menjadi
konstan selama usia 50 tahun, tetapi lebih ringan.2
C. Jenis Kelamin
Faktor jenis kelamin dan hormonal seseorang juga dapat mempengaruhi
timbulnya NPB. Jenis kelamin perempuan lebih sering mengalami NPB dibandingkan
jenis kelamin laki-laki. Hal ini dapat dikarenakan adanya faktor dari hormon estrogen
yang berperan. Kehamilan, penggunaan kontrasepsi dan menopause yang terjadi pada
perempuan mempengaruhi peningkatan dan penurunan dari kadar estrogen. Peningkatan
estrogen pada proses kehamilan dan penggunaan kontrasepsi menyebabkan terjadinya
peningkatan hormon relaxin. Meningkatnya kadar hormon relaxin dapat menyebabkan
terjadinya kelemahan pada sendi dan ligamen khususnya pada daerah pinggang. Selain
11
itu proses menopause juga dapat menyebabkan kepadatan tulang berkurang akibat
penurunan hormon estrogen sehingga memungkinkan terjadinya LBP. Tetapi pada
penelitian lain, didapatkan hasil tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan LBP.6
D. Faktor indeks massa tubuh
Pada orang yang memiliki berat badan yang berlebih resiko timbulnya nyeri pinggang
lebih besar, karena beban pada sendi penumpu berat badan akan meningkat, sehingga dapat
memungkinkan terjadinya nyeri pinggang.
Dari hasil analisis, seseorang yang overweight lebih berisiko 5 kali menderita LBP
dibandingkan dengan orang yang memiliki berat badan ideal. Ketika seseorang kelebihan
berat biasanya kelebihan berat badan akan disalurkan pada daerah perut yang berarti
menampah kerja tulang lumbal. Ketika berat badan bertambah, tulang belakang akan
tertekan untuk menerima beban yang membebani tersebut sehingga mengakibatkan
mudahnya terjadi kerusakan dan bahaya pada stuktur tulang belakang. Salah satu daerah
pada tulang belakang yang paling beresiko akibat efek dari obesitas adalah verterba lumbal.6
E. Abnormalitas Struktur
Ketidaknormalan struktur tulang belakang seperti pada skoliosis, lorodosis, maupun
kifosis, merupakan faktor risiko untuk terjadinya NPB. Kondisi menjadikan beban yang
ditumpu oleh tulang belakang jatuh tidak pada tempatnya, sehingga memudahkan
timbulnya berbagai gangguan pada struktur tulang belakang.4
F. Aktivitas
Sikap tubuh yang salah merupakan penyebab nyeri pinggang yang sering tidak disadari
oleh penderita. Kebiasaan seseorang dalam sikap berdiri, duduk, tidur, mengangkat beban
dalam posisi yang salah dapat menimbulkan nyeri pinggang.
Faktor lain diluar pekerjaan
Kebiasaan merokok diketahui menimbulkan berbagai dampak pada kesehatan.
Hubungannya dengan kejadian NPB, diduga karena perokok memiliki kecenderungan untuk
mengalami gangguan pada peredaran darahnya, termasuk ke tulang belakang.
Sebagai contoh, merokok dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan mikrotrauma
dari batuk yang kronis yang dapat menyebabkan cedera atau herniasi dari diskus secara bertahap.
Merokok juga dianggap mengurangi aliran darah menuju diskus.4
12
Diagnosis okupasi
Berdasarkan 7 langkah diagnosis penyakit akibat kerja diagnosis klinis kasus ini adalah
low back pain. Pada pasien didapatkan berat badan 70kg dan tinggi badan 160 cm, yang berarti
IMTnya 27,3. Berdasarkan IMT tersebut pasien tergolong overweight, yang memiliki risiko
untuk LBP 5x dibanding IMT normal. Seorang dengan usia yang lebih tua meningkatkan resiko
LBP dikarenakan degenerasi dari diskus intervertebralis, ditambah lagi dengan pasien seorang
wanita yang mungkin sudah mengalami menopause yang memungkinkan terjadinya
pengurangan densitas tulang. Kondisi ini diperberat dengan pekerjaanya sebagai perawat senior
yang lebih sering menggunakan lift ( memperburuk overwight ), perlu mengangkat pasien, dan
mengangkat barang atau alat tertentu yang cukup berat.
Penatalaksanaan
a. Medika mentosa
Penanggulangan LBP berprinsip pada kondisi akut atau kronik dan didasari kelainan
patologik sebagai penyebab dari nyeri itu sendiri. Penanggulangan dalam keadaan akut dengan
berbagai intervensi misalnya dengan bedrest, ortoses, pemberian NSAID, otot relaksan, serta
terapi manual tidak terlalu berperan, namun penanganan disertai dengan biopsikososial akan
memberikan dampak yang jauh lebih efesien.
Karena LBP bisa menyangkut nyeri neuropatik atau nosiseptif, maka obat-obatan kelompok
anti nyeri yang dapat digunakan adalah anti konvulasan (gabapentin, etodolak, diklofenak, dll)
atau analgesik parfasetamol, asam mefenamat, dll. Nyeri neuropatik bisa berkombinasi dengan
nyeri inflamasi yang dalam penanggulangannya juaga dengan menggunakan analgesik.
Efektivitas dari obat-obat ini dibuktikan melalui hasil penelitian dalam penanganan nyeri akut
maupun kronis. Seperti disebut di atas, permasalahan LBP juga menyangkut masalah
biopsikososial, maka bagian dari penanggulangannnya juga harus diarahkan pada dasar
pemasalahan termasuk pengagunaan anti depresan.6
b. Non medika mentosa
Dalam keadaan kronik maka penanganannya mengarah pada penyesuaian perangkat kerja
sepihak (ergonomik) maupun terhadap penderita sendiri. Tujuan utama adalah supaya secepat
mungkin penderita bisa kembali bekerja. Pekerjaan mengangkat dan mengangkut jika tidak
dilakukan dengan benar dan hati-hati dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja maupun
13
penyakit akibat kerja. Oleh sebab itu maka teknik mengangkat dan mengangkut yang benar serta
alat mengangkat dan mengangkut yang ergonomis sangat diperlukan untuk mewujudkan
efektivitas dan efisiensi kerja. Kegiatan mengangkat dan mengangkut dipengaruhi oleh beberapa
hal yaitu :
1. Beban yang diperkenankan, jarak angkut dan intensitas pembebanan.
2. Kondisi lingkungan kerja yaitu keadaan medan yang licin, kasar, naik turun, dll.
3. Ketrampilan bekerja.
4. Peralatan kerja.
5. Ukuran beban yang akan diangkut.
6. Metode mengangkut yang benar.
Disamping itu, jenis kelamin seseorang juga dapat mempengaruhi kegiatan mengangkat dan
mengangkut. Cara mengangkat dan mengangkut yang baik harus memenuhi 2 prinsip
kinetis, yaitu :
1. Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang kuat dan sebanyak mungkin otot
tulang yang lemah dibebaskan dari pembebanan.
2. Momentum gerak badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan.
Untuk menerapkan kedua prinsip kinetis itu setiap kegiatan mengangkat dan mengangkut harus
dilakukan sebagai berikut :
1. Pegangan harus tepat. Memegang diusahakan dengan tangan penuh dan memegang
dengan hanya beberapa jari yang dapat menyebabkan ketegangan statis lokal pada jari
tersebut harus dihindarkan.
2. Lengan harus sedekat-dekatnya pada badan dan dalam posisi lurus. Fleksi pada lengan
untuk mengangkut dan mengangkat menyebabkan ketegangan otot statis yang
melelahkan.
3. Punggung harus diluruskan.
4. Dagu ditarik segera setelah kepala bisa ditegakkan lagi seperti pada permulaan gerakan.
Dengan posisi kepala dan dagu yang tepat, seluruh tulang belakang diluruskan.
5. Posisi kaki dibuat sedemikian rupa sehingga mampu untuk mengimbangi momentum
yang terjadi dalam posisi mengangkat. Satu kaki ditempatkan ke arah jurusan gerakan
14
yang dituju, kaki kedua ditempatkan sedemikian rupa sehingga membantu mendorong
tubuh pada gerakan pertama.
6. Berat badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong, serta gaya untuk gerakan dan
perimbangan.
7. Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap garis vertikal yang melalui pusat
gravitasi tubuh.3
Selain hal diatas dalam kegiatan mengangkat dan mengangkut juga harus diperhatikan
ketentuan berikut ini :
1. Semua barang/benda yang menghalangi pandangan mata sebaiknya disingkirkan terlebih
dahulu, sebelum pekerjaan mengangkat dan mengangkut dilakukan.
2. Tinggi maksimum tempat pemegang dari lantai tidak lebih dari 35 cm.
3. Jika suatu beban harus diangkut dari permukaan lantai dianjurkan agar menggunakan
agar menggunakan alat mekanis (katrol).
4. Beban yang akan diangkut harus berada sedekat mungkin dengan tubuh.
5. Punggung harus lurus agar bahaya kerusakan terhadap diskus dapat dihindarkan.
6. Mula-mula lutut harus bengkok dan tubuh harus berada pada sikap dengan punggung
lurus.
c. Tindakan operatif
Terapi bedah berguna untuk menghilangkan penekanan dan iritasi pada saraf sehingga nyeri
dan gangguan fungsi akan hilang. Tindakan operatif pada HNP harus berdasarkan alasan yang
kuat yaitu berupa:
Defisit neurologik memburuk.
Gangguan otonom (miksi, defekasi, seksual).
Paresis otot tungkai bawah.3
Pencegahan
Upaya pencegahan nyeri punggung bawah belum berhasil sepenuhnya. Strategi
pencegahan yang umumnya digunakan dalam kelainan punggung akibat kerja meliputi seleksi
pegawai baru yang tepat, pelatihan teknik penanganan secara manual dan modifikasi ergonomi
15
pada tempat kerja dan melakukan tugas. Pelamar pekerjaan disaring dengan harapan untuk dapat
mengidentifikasi dan menghindari pekerja yang mungkin mempunyai resiko mangalami nyeri
punggung bawah. Prosedur yang biasanya dipakai ialah riwayat sebeluam bekerja dan
pemeriksaan fisik.5
Tes kekuatan sebelum diterima kerja digunakan dengan harapan mengurangi resiko
cedera punggung dengan mencocokan kekuatan pekerja terhadap tuntutan pekerjaan.4 Pendidikan
dan latihan metode pengangkatan telah dipakai untuk mengurangi kejadian nyeri punggung dan
cedera. Pengetahuan ergonomi penting untuk mengurangi kadar ketegangan tulang belakang
sehingga suatu pekerjaan dapat dilakukan dengan aman tanpa memicu atau menyebabkan gejala
punggung. Hal ini juga memungkinkan pekerjaan diteruskan atau langsung kembali bekerja bagi
mereka yang mengalami gejala punggung.5
Bila mungkin, tempat kerja harus diubah untuk menyesuaikan kemampuan para pekerja.
Merubah tinggi bangku kerja, mengurangi berat dan ukuran benda, serta merubah posisi dan
mekanisme mesin atau alat adalah beberapa tindakan untuk menghasilkan tempat kerja yang
lebih “ramah punggung”. Pendekatan lain yang mungkin dilakukan meliputi eliminasi tugas
penanganan secara manual., pemakaian alat pembantu mekanis, dan reorganisasi jadwal kerja
untuk menjamin pembagian kegiatan berbahaya yang lebih merata di antara para pegawai.5
Kesimpulan
Low back pain adalah nyeri yang dirasakan pada punggung bawah, nyeri ini terasa di
dareah lumbal atau lumbosakral dan sering disertai penjalaran nyeri ke arah tungkai serta kaki .
Diagnosis suatu penyakit dengan hubungan pekerjaan adalah dengan 7 langkah diagnosis
okupasi yaitu: diagnosis klinis, pajanan yang dialami, hubungan pajanan dengan penyakit,
jumlah pajanan, faktor individu, faktor lain diluar pekerjaan, diagnosis okupasi.
Penatalaksanaanya bisa diberikan obat analgetik, ortose, relaksan otot, dan anticemas ( bila ada
gangguan social ), serta pendidikan ergonomis atau tindakan operatif untuk non medika mentosa.
Pencegahan dilakukan dengan pendidikan ergonomis dan screening penerimaan pekerja.
Daftar Pustaka
16
1. Maras WS, Karwowski W. Interventions, controls, and applications in occupational
ergonomics. New York: CRC Press; 2006. Hal 1-8.
2. Jonathan Gleadle. At a Galance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta:
Erlangga;2009. hal 76-7.
3. Shidarta P. Neurologis klinis dasar.Edisi3.Jakarta:EGC; 2011. Hal 203-5.
4. Suma’mur. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES). Jakarta:Sagung Seto;
2010. Hal 84-8.
5. Jeyaratnam, J. Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja. Jakarta: EGC;2010. hal 206-15.
6. Barry S, Levy, dkk. Occupational and Enviromental Health. Edisi5. USA:CRC Press;
2010. Hal 505-9.
17