blok 28 cor pulmonale

32
Cor Pulmonale yang diperberat Pekerjaan Meidalena Anggresia Bahen 102010056 B4 3 Oktober 2013 1

Upload: meidalena-anggresia-bahen

Post on 19-Jan-2016

66 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

cor pulmonale

TRANSCRIPT

Page 1: Blok 28 Cor Pulmonale

Cor Pulmonale yang diperberat Pekerjaan

Meidalena Anggresia Bahen

102010056

B4

3 Oktober 2013

1

Page 2: Blok 28 Cor Pulmonale

Cor Pulmonale yang diperberat Pekerjaan

Meidalena Anggresia Bahen*

Pendahuluan

Dalam sejarah ilmu kedokteran modern, disiplin ilmu kesehatan kerja merupakan

perkembangan yang relatif baru. Saat ini, Organisasi Buruh Internasional (ILO) dan Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO), mendefinisikan kesehatan kerja sebagai peningkatan dan pemeliharaan

keadaan kamum pekerja dalam semua pekerjaan baik secara fisik, mental, dan sosial pada derajat

tertinggi. Kesehatan kerja adalah kesehatan adalah kesehatan total setiap pekerja. Pelayanan

kesehatan kerja dipandang sebagai mekanisme untuk mencapai tujuan. Dimensi baru kesehatan

kerja adalah pengenalan hubungan dua arah antara pekerjaan dan kesehatan. Bekerja dapat

berdampak buruk terhadap kesehatan tapi juga dapat memberikan keuntungan bagi kesehatan

dan kesejahteraan. Status kesehatan pekerjaan akan memberikan dampak terhadap pekerjanya.

Pekerja yang sehat lebih memungkinkan menjadi lebih produktif dibandingkan pekerja yang

tidak sehat. Pekerja dengan gangguan kesehatan tidak hanya kurang produktif, tetapi juga dapat

membahayakan diri sendiri maupun teman kerja yang lain dan masyarakat.1

WHO menggolongkan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan bersifat

multifaktorial. Penyakit ini adalah penyakit dengan faktor tempat kerja yang dapat dikaitkan

sebagia penyebab timbulnya penyakit namun tidak merupakan faktor risiko setiap kasus.

Penyakit ini sering ditemukan di masyarakat umum. Penyakit berhubungan dengan pekerjaan

antara lain: (1) tekanan darah tinggi, (2) penyakit jantung koroner, (3) penyakit psikosomatik, (4)

kelainan musculoskeletal, (5) penyakit pernapasan kronis tidak speseifik/ bronchitis kronik.

Pada penyakit ini, peekerjaan dapa merupakan penyebab atau bisa memperberat kondisi penyakit

yang telah ada.1

*Alamat korespondensi :

Meidalena Anggresia Bahen, Mahasiswa semester 7 Fakultas Kedokteran

Universitas Kristen Krida Wacana Jl.Arjuna Utara No 6, Jakarta Barat 11510

Email : [email protected]

2

Page 3: Blok 28 Cor Pulmonale

Diagnosis Klinis

Anamnesis

Anamnesis harus mencakup penilaian gaya hidup seseorang serta pengaruh penyakit

jantung terhadap kegiatan sehari-hari bila lebih bertujuan pada perawatan penderita. Riwayat

pasien sebaiknya juga mencakup riwayat mengenai keluarga dan insidensi penyakit

kardiovaskular pada keluarga tingkat pertama (orang tua dan anak).

Anamnesis terarah pada penderita cor pulmonal karena penyakit obstruksi paru menahun

adalah:

1. Usia Pasien

Kor pulmonal dapat terjadi pada orang dewasa dan pada anak-anak. Untuk orang

dewasa, kasus yang paling sering ditemukan adalah pada lansia karena sering didapati

dengan kebiasaan merokok dan terpapar polusi. Hal ini di dasarkan pada epidemiologi

penyakit-penyakit yang menjadi penyebab kor  pulmonal, karena hipertensi pulmonal

merupakan dampak dari beberapa penyakit yang menyerang paru-paru. Untuk kasus

anak-anak, umumnya terjadi kor pulmonal akibat obstruksi saluran napas atas seperti

hipertrofi tonsil dan adenoid. 2

2. Pekerjaan

Jenis pekerjaan yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal adalah para pekerja

yang sering terpapar polusi udara dan kebiasaan merokok yang tinggi.2

3. Lingkungan tempat tinggal

Lingkungan tempat tinggal yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal adalah

lingkungan yang dekat daerah perindustrian, dan kondisi rumah yang kurang memenuhi

persyaratan rumah yang sehat. Contohnya ventilasi rumah yang kurang baik, hal ini akan

semakin memicu terjadinya penyakit-penyakit paru dan berakibat terjadinya kor

pulmonal.2

4. Riwayat penyakit saat ini :

Pada pasien kor pulmonal, biasanyaakan diawali dengan tanda-tanda mudah letih, sesak,

nyeri dada, batuk yang tidak produktif. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu

muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan

3

Page 4: Blok 28 Cor Pulmonale

keluhan-keluhan tersebut. Penyebab kelemahan fisik setelah melakukan aktifitas ringan

sampai berat. Hal-hal yang perlu ditanyakan adalah :

a. Seperti apa kelemahan melakukan aktifitas yang dirasakan, biasanya disertai sesak

nafas.

b. Apakah kelemahan fisik bersifat local atau keseluruhansystem otot rangka dan apakah

disertai ketidakmampuandalam melakukan pergerakan.

c. Bagaimana nilai rentang kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

d. Kapan timbulnya keluhan kelemahan beraktifitas, seberapa lamanya kelemahan

beraktifitas, apakah setiap waktu, saat istirahat ataupun saat beraktifitas

5. Riwayat penyakit dahulu :

Klien dengan kor pulmonal biasanya memilki riwayat penyakit seperti penyakit paru

obstruktif kronik (PPOK), fibrosis paru, fibrosis pleura, dan yang paling seringadalah

klien dengan riwayat hipertensi pulmonal. Perlu ditanyakan apakah pasien sudah

mengonsumsi obat atau belum, dan riwayat sehari-hari dari pasien. Sangat penting

ditanyakan apakah pasien memiliki kebiasaan merokok atau sering menghirup asap rokok

dan tanyakan juga riwayat keluarga apakah di dalam keluarga ada yang juga menderita

penyakit atau gejala seperti yang pasien rasakan.2

6. Untuk diagnosis penyakit akibat kerja sangat penting untuk ditanyakan mengenai riwat

pekerjaan pasien. Adapun hal yang perlu ditanyakan diantaranya adalah sudah berapa

lama bekerja sekarang, riwayat pekerjaan sebelumnya, alat kerja, bahan kerja, dan proses

kerja, barang yang diproduksi, waktu bekerja sehari, kemungkinan pajanan yang dialami,

alat erlindungan diri yang dipakai, hubungan gejala dan waktu kerja, dan ditanyakan pula

adakah pekerja lain yang mengalami hal serupa.

Beberapa petanyaan yang dapat diajukan dalam anamnesis :

1. Identitas Lengkap

- Nama : Tn. IM

- Umur : 46 tahun

- Alamat : Cililitan

- Pekerjaan : Pedagang Bakso

- Status : Menikah

4

Page 5: Blok 28 Cor Pulmonale

2. Riwayat Penyakit Sekarang

- Apa keluhan yang menyebabkan datang ke dokter? Sesak nafas, nyeri dada, palpitasi,

kelelahan, dst?

- Sudah berapa lama keluhan dialami oleh pasien?

- Adakah keluhan lain yang dirasakan pasien?

- Keadaan apa yang memperberat keluhan pasien?

3. Riwayat Penyakit Dahulu

- Apakah pasien pernah menderita penyakit berat atau kronik, seperti batuk lama, penyakit

jantung, tekanan darah tinggi, kencing manis?

- Apakah ada kebiasaan yang dilakukan pasien seperti merokok, minum alcohol, minum

kopi?

- Apakah pasien memiliki riwayat alergi?

- Apabila pasien pernah menderita suatu penyakit, bagaimana penyembuhannya? Tuntas

atau tidak?

4. Riwayat Penyakit Keluarga

- Apakah dikeluarga ada yang menderita penyakit jantung, batuk lama, tekanan darah

tinggi, kencing manis?

- Adakah keluarga yang menderita alergi?

5. Riwayat Pekerjaan dan Lingkungan Kerja

- Sudah berapa lama pasien bekerja sebagai penjual bakso?

- Apa pekerjaan yang dilakukan pasien sebelum menjadi penjual bakso?

- Dimana pasien berjualan bakso? Bagaimana keadaan tempat pasien berjualan bakso?

- Apakah pasien membuat bakso sendiri?

- Apa alat dan bahan yang digunakan oleh pasien?

- Bagaimana lingkungan rumah pasien? Suhu, penerangan, kelembapan udara, dst?

- Menanyakan proses pembuatan bakso tersebut?

- Apa kebiasaan pasien saat tidak berjualan bakso?

5

Page 6: Blok 28 Cor Pulmonale

- Bagaimana pola tidur pasien saat malam hari?

- Bagaimana pola makan pasien sehari-hari?

Pemeriksaan fisik

Pertama-tama, kita harus memperhatikan keadaan pasien secara keseluruhan, dari cara

berjalannya, tingkat kesadarannya. Didapatkan bahwa tingkat kesadaran pasien compos mentis

o.s tampak sakit sedang dan gizi cukup. Pemeriksaan tanda-tanda vital harus dilakukan pada

pasien untuk mengetahui kondisinya, yaitu:

- Tekanan darah : 140/90 mmHg

- Suhu : 36,4°C

- Nadi : 88 x/menit

- Nafas : 28 x/menit

- Status gizi : Cukup

- Tinggi badan : 160 cm

- Berat badan : 55 kg

- IMT : 21,5.

Pemeriksaan jantung didapatkan:

- Inspeksi : Normal

- Palpasi : Normal

- Perkusi : Batas jantung kiri di apex melebar 2 jari di lateralmidklavikula sinistra

sela iga ke IV.

- Auskultasi : Ronkhi +/+, Wheezing +/+, napas vesikuler, Bunyi jantung I & II

normal, tidak ada murmur, tidak ada gallop.

Pada penyakit PPOK, pada pemeriksaan fisik, fase awal umumnya normal, kadang ada

ekspirasi memanjang pada exhalasi paksa. Pada fase lanjut, terjadi hiperinflasi, wheezing,

ekpirasi memanjang, ronki, suara jantung jauh, dan diameter AP memanjang. Pada tahap

terakhir, penggunaan “full use” otot-otot pernapasan, purse lips, sianosis, astereksis,

hepatomegali dan distensi v. leher yang menyebabkan gagal jantung kanan.2

Pemeriksaan fisik juga bervariasi, tergantung dari penyakit dasarnya, tanda yang biasanya

didapatkan adalah :

6

Page 7: Blok 28 Cor Pulmonale

a. Takipnea

b. Sianosis

c. Jari tabuh

d. JVP yang meningkat

e. Abnormalitas dinding thorax

f. Pada kr pulmonal akut didapatkan tanda-tanda low output state misalnya hipotensi-

syok, keringat dingin, denyut nadi yang cepat dan lemah

g. Suara jantung yang lemah

h. Pulsasi jantung kanan

i. Bising insufisiensi tricuspid

j. Hepatomegali

k. Asites dan bengkak kaki

Pemeriksaan Penunjang

Beberapa pemeriksanaan penunjang dapat dilakukan untuk memastikan informasi yang

sudah diambil dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang sudah dilakukan.

Pemeriksaan yang rutin dikerjakan untuk menegakkan diagnosis PPOK adalah uji faal

paru yang merupakan baku emas dengan spirometri atau bila diperlukan dilakukan

bronkodilatator test. Sedang pemeriksaan darah rutin (Hb, Ht, Leukosit) dan foto toraks untuk

menyingkirkan penyakit paru lain. Pemeriksaan spirometri dilakukan untuk memeriksa FEV1,

FCV dan FEV1/FCV. FEV1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai

beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Disebut obstruksi apabila %FEV1

(FEV1/FEV1 prediksi) <80% atau FEV1% (FEV/FCV) < 75%. Apabila spirometri tidak tersedia

atau tidak mungkin dilakukan, bisa dilakukan pemeriksaan APE (arus puncak ekspirasi), dengan

memantau variabiliti harian pagi dan sore tidak melebihi 20%.

Pada pasien dengan cor pulmonal, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah:

Fungsi paru atau spirometri yang menunjukkan obstruksi aliran nafas berat dengan

hipoksemia dan hiperkarbia.

7

Page 8: Blok 28 Cor Pulmonale

Analisa gas darah: Polisitemia ( hemoglobin dan eritrosit meninggi) akibat PPOK (Penyakit

Paru Obstruksi Kronik). Saturasi O2 kurang dari 85%; PCO2 dapat meningkat atau

normal.Pemerikasaan AGD menunjukkan:

-       PO2 kurang dari 60 mmHg

-       PCO2 lebih dari 49 mmHg

-       pH darah rendah

Pemeriksaan radiologi. Pada pemeriksaan radioogik, batang pulmonal dan pembuluh darah

hilus membesar. Perluasan hilus dapat dinilai dari perbandingan jarak antara permulaan

percabangan pertama arteri pulmonalis utama kanan dan kiri dengan diameter transversa

toraks, perbandingan >0,36 menunjukkan hipertensi pulmonal. Petunjuk radilogik lain

hipertensi pulmonal adalah perluasan bayangan arteri pulmonal descendens kanan, dari nilai

normal <16 mm menjadi >20 mm.

Pada EKG, ditemukan gelompang P pulmonal, deviasi aksis jantung ke kanan dan RVH

(hipertrofi ventrikel kanan).

Ekokardiografi memungkinkan pengukuran ketebalan dinding ventrikel kanan dan meskipun

perubahan volume tidak dapat diukur, teknik ini dapat memperlihatkan pembesaran kavitas

ventrikel kanan dalam hubungan pembesaran dengan ventrikel kiri. Pencitraan

ekokardiografi seringkali sulit karena udara pada paru yang berdistensi namun dapat

menunjukkan peningkatan potongan melintang rongga ventrikel kanan dan penebalan

abnormal dinding ventrikel kanan. Skintigrafi perfusi miokardium menunjukkan

perbandingan abnormal tinggi dari ambilan ventrikel kanan ke kiri.

Kateterisasi jantung perlu untuk pengukuran seksama tekanan vaskuler paru, penentuan

resistensi vaskuler paru, dan responnya terhadap oksigen dan vasodilator. Kateterisasi

kadang-kadang diindikasikan pada pasien dengan kor pulmonal untuk menyingkirkan

penyakit jantung kongenital, dan memungkinkan angiografi paru untuk dilakukan untuk

memastikan sifat obstruksi vaskuler paru. Pengukuran tekanan dan aliran vaskuler paru

sebaiknya juga dibuat selama exercise untuk mencari peningkatan tekanan abnormal atau

respon curah jantung yang buruk. Kateterisasi jantung kanan dapat dilakukan di samping

tempat tidur dengan kateter multilumen berujung balin diarahlan ke aliran yang cocok

dengan thermocouple untuk pengukuran curah jantung dengan termodilasi. Kateteterisasi

8

Page 9: Blok 28 Cor Pulmonale

jantung bisa berguna untuk menilai fungsi ventrikel kiri dan juga beratnya hipertensi

pulmonal dan respon terhadap oksigen respirasi.

Tingkat klinis kor pulmonal dimulai dari PPOK, kemudian PPOK dengan hipertensi pulmonal,

dan akhirnya menjadi PPOK dengan hipertensi pulmonal serta gagal jantung kanan.

Riwayat batuk produktif dan dispnea, mungkin dengan mengi (wheezing), seringkali

dikeluhkan oleh pasien. Sesak nafas membatasi kemampuan pasien pada beban kehidupan

sehari-hari yang ringan. Seringkali terdapat riwayat masuk rumah sakit secara gawat darurat

karena infeksi pernafasan, dan seringkali membutuhkan ventilasi mekanis.

Seringkali terdapat warna nikotin pada jari tangan , yang menggambarkan bahwa pasien

adalah perokok berat yang sudah merokok sejak lama. Kulit dapat hangat dan denyut arteri

meningkat sangat tinggi pada keadaan curah jantung tinggi.

Diagnosis kor pulmanale terutama berdasarkan pada dua criteria, yaitu adanya penyakit

pernafasan yang disertai hipertensi pulmonal dan bukti adanya hipertrofi ventrikel kanan .

Adanya hipoksemia yang menetap, hiperkapnia, dan asidosis atau pembesaran ventrikel kanan

pada radiogram menunjukkan kemungkinan penyakit paru yang mendasarinya. Adanya

emfisema cenderung mengaburkan gambaran diagnosis kor pulmonale. Dispnea timbul sebgai

gejala emfisema dengan atau tanpa kor pulmanale. Dispnea yang memburuk dengan mendadak

atau kelelahan, pingsan pada waktu bekerja, atau rasa tidak enak angina pada substernal

mengisyaratkan keterlibatan jantung. Tanda-tanda fisik hipertensi pulmonal berupa kuat angkat

sistolik pada area parasternal, mengerasnya bunyi pulmonik kedua, dan bising akibat insufiensi

katup trikuspidalis dan pulmonalis. Irama gallop ( suara jantung S3 dan S4), distensi vena

jugularis, dengan gelombang A yang menonjol, hepatomegali, dan edema perifer dapat terlihat

pada pasien dengan gagal ventrikel kanan.

Pemeriksaan tempat kerja

Bila memungkinkan akan jauh lebih baik jika dilakukan survey pada tempat kerja, yang

perlu di nilai adalah tempat berjualan bakso ( bahan baku, proses produksi ,dan hasil produksi),

aspek fisik, kimia, mekanik, ergonomic, biologi, psikososialnya.

9

Page 10: Blok 28 Cor Pulmonale

Pajanan yang dialami

Urutan

kegiatan

Bahaya PotensialGangguan

kesehatan

Risiko

kecelakaan

kerjaFisik Kimia Biologi

Ergono

miPsikososial

Bangun

tidur &

pergi ke

pasar

Dingin

AnginDebu

Serang

ga

Bakteri

Virus

Jamur

Memba

wa

beban

berat

Lelah;

Kenaikan

harga

makanan

Mata.

Hidung

kulit,

gangguan

muskuloskel

etal

Kecelakaan

lalu lintas;

tertimpa

barang

belanjaan

Mendirikan

dan

membongk

ar tenda

Matahari

Panas

Bising

Angin

Debu

Serang

ga

Bakteri

Virus

Jamur

Posisi Stress

Mata,

Hidung,

tenggorokan,

gangguan

muskuloskel

etal

Tertimpa

tenda

Memasak

mie baso

dan

membuat

minum

Panas api

Matahari Debu

Serang

ga

Bakteri

Virus

Jamur

Posisi

statisLelah

Mata,

hidung, kulit

Tersiram air

panas, dan

terluka

karena pisau

Dalam menentukan pajanan dapat diperoleh dari anamnesis, yakni pajanan saat ini dan

sebelumnya. Lebih baik jika ada pengukuran lingkungan.

1. Fisik

Penerangan. merupakan faktor yang berperan dalam menciptakan ruangan kerja. Jenis

pencahayaan secara umum terbagi dua yaitu alamiah dengan sinar matahari dan buatan

(lampu yang digunakan sehari-hari). Tn.IM yang berjualan bakso sehari-harinya di pasar

tradisional, yang akan terpapar sinar matahari (mengandung sinar ultraviolet). Menurut

panjang gelombangnya, sinar ultraviolet dibagi tiga yaitu sinar ultraviolet A, B dan C. Sinar

10

Page 11: Blok 28 Cor Pulmonale

matahari sangat bermanfaat untuk sintesa vitamin D, namun pemaparan sianr matahari secara

terus menerus terutama sinar ultraviolet B dapat menyebabkan kanker kulit karena kerusakan

fotokimia pada DNA manusia. Selama 15 tahun, Tn.IM bekerja sebagai penjual bakso dan

membuat sendiri sehingga pencahayaan di rumahanya terutama di dapur harus diperhatikan.

Apabila pencahayaan masih sangat kurang akan menimbulkan potensi hazardnya sangat

tinggi.

Suhu. Cedera akibat suhu lingkungan yang panas dan kelembapan udara yang meningkat

menyebabkan bercak merah pada kulit, heat cramps akibat cairan tubuh berkurang terutama

bila Tn.IM kurang minum air putih saat bekerja, kelelahan dan bisa mengalami heat stroke

akibat lingkungan pasar yang terlalu panas menyebabkan kelenjar keringat melemah tak

mampu mengeluarkan keringat lagi sehingga tidak dapat mengeluarkan panas dari dalam

tubuh.

Pada lingkungan kerja panas, tubuh mengatur suhunya dengan penguapan

keringat yang dipercepat dengan pelebaran pembuluh darah yang disertai meningkatnya

denyut nadi dan tekanan darah, sehingga beban kardiovaskuler bertambah. Dalam lingkungan

kerja dingin, pembuluha darah mengerut untuk mempertahankan suhu tubuh. Kelembaban

tinggi menghambat penguapan dalam cuaca panas dan berarti tambahan beban bagi jantung

dan sistem kardiovaskuler. Bekerja pada tekanan udara tinggi dan rendah mengganggu

penderita kelainan kardiovaskuler; tekanan udara rendah mempercepat pernafasan dan juga

denyut jantung, sedangkan tekanan tinggi berakibat kerusakan sistem kardiovaskuler.4

2. Biologi

Potensi hazard pada lingkungan biologis yaitu Staphylococus aureus (keracunan makanan)

yang terdapat pada daging yang telah dimasak atau diolah.Pencegahan keracunan

staphylococcus tindakan utama yang harus dilakukan adalah mencegah terjadinya

kontaminasi makanan oleh staphylococcus dengan menghambat pertumbuhan atau

membunuh bakteri yang telah terlanjur mencemari makanan. Kontaminasi dapat dicegah

dengan menjaga kebersihan atau sanitasi yang baik dengan menggunakan bahan mentah yang

tidak terkontaminasi. Shalmonella (tipus) Pencegahannya dengan cara memasak makanan

yang dibuat dri daging dengan pemanasan yang sempurna, penyimpanan makanan pada suhu

11

Page 12: Blok 28 Cor Pulmonale

yang sesuai, melindungi makanan darikontaminasi lalat, dan pemeriksaan berkala pada orang

yang menangani makanan.

3. Kimia

Dalam hal ini tidak ditemukan zat-zat kimia yang berbahaya. Tetapi dalam hal ini terdapat

debu dimana jika terinhalasi (terhirup) akan mengakibatkan alveoli meradang, peningkatan

sel darah putih, dan akibatnya alveoli terisi cairan. Jika pemaparan sering dan kadar debu

tinggi, maka gejala akan timbul lebih besar, dan jika tidak diobati akan berkembang menjadi

kronis, dapat menimbulkan fibrosis dan berlanjut pada terjadinya PPOK. Polusi udara dalam

rumah yang berasal dari pembakaran tungku atau kompor yang tidak berfungsi dengan baik

dapat menyebabkan PPOK lebih besar dari partikel emisi kendaraan bermotor.

4. Ergonomic

Ergonomi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah manusia dalam kaitan dengan

pekerjaan. Atau, satu upaya dalam bentuk ilmu, teknologi dan seni untuk menyerasikan

peralatan, mesin, pekerjaan, sistem, organisasi dan lingkungan dengan kemampuan, keahlian

dan keterbatasan manusia, sehingga tercapai satu kondisi dan lingkungan yang sehat, aman

dan nyaman, efesien dan produksi, melalui pemanfaatan fungsional tubuh manusia secara

optimal dan maksimal. Posisi tubuh pasien saat bekerja berjualan bakso yaitu berdiri atau

berjalan berkeliling perumahan. Akibat posisi tubuh tersebut meningkatkan kerja jantung dan

kelelahan. Akibat berjalan jauh dan mendorong gerobak menyebabkan kelelahan karena

aktivitas metabolisme anaerob yang terjadi pada otot, sehingga keluhan kaki pegel sering

dirasakan oleh Tn.IM.

5. Psikologis

Setiap pekerjaan akan ada perasaan psikologis terutama pada pedagang bakso. Pekerja atau

pun pemilik stress jika sewaktu – waktu konsumen kurang sehingga makanan yang sudah di

olah banyak yang tersisa. Dan hal ini mengakibatkan banyak kerugian bagi pemilik.Satu –

satu jalan yang mereka lakukan adalah memanaskannya kembali.

12

Page 13: Blok 28 Cor Pulmonale

Hubungan Pajanan dengan Penyakit

Hubungan pajanan memperberat diagnosis klinis yang dialami Tn.IM. Pasien sudah

bekerja sebagai penjual bakso selama 15 tahun dan keluhan bertambah berat sejak 2 hari.

Menurut diagnosis klinis pasien menderita kor pulmonale. Penyakit yang dapat menyebabkan

kor pulmonale adalah penyakit yang secara primer menyerang pembuluh darah paru, seperti

emboli paru berulang, dan penyakit yang mengganggu aliran darah paru akibat penyakit

pernapasan obstruktif atau restriktif. PPOK terutama jenis bronkitis, merupakan penyebab

tersering kor pulmonale. vasokonstriksi hipoksik pembuluh darah paru-paru. Hipoksemia,

hiperkapnia, dan asidosis yang merupakan ciri khas dari PPOK bronkitis lanjut adalah contoh

yang paling baik untuk menjelaskan bagaimana mekanisme itu dapat terjadi. Hipoksia

alveolar(jaringan) memberikan rangsanagan yang kuat pada terhadap vasokonstriksi pulmonal,

bukan hipoksemia. Selain itu, hipoksia alveolar kronik memudahkan terjadinya hipertrofi otot

polos arteriol paru, sehingga timbul respon yang lebih kuat terhadap hipoksia akut. Asidosis,

hiperkapnia, dan hipoksemia bekerja secara sinergis dalam menimbulkan vasokonstriksi.

Visikositas (kekentalan) darah yang meningkat akibat polisitemia dan peningkatan curah jantung

yang dirangsang hipoksia kronik dan hiperkapnia, juga ikut meningkatkan tekanan arteri paru.

Gambaran klinis penyakit ini mendapatkan keadaan sianosis, suara P2 yang mengeras,

ventrikel kanan dapat teraba di parasternal kanan. Terdapatnya murmur pada daerah pulmonal

dan triskuspid dan terabanya ventrikel kanan merupakan tanda yang lebih lanjut. Bila sudah

terjadi fase dekompensasi, maka gallop (S3) mulai terdengar dan selain itu juga dapat ditemukan

murmur akibat insufisiensi trikuspid. Dilatasi vena jugularis, hepatomegali, splenomegali, asites

dan efusi pleura merupakan tanda-tanda terjadinya overload pada ventrikel kanan.

Aktivitas berat ditandai dengan pengerahan tenaga fisik dan juga kemampuan mental

yang besar dengan pemakaian energi berskala besar pula dalam waktu relatif pendek. Otot,

sistem kardiovaskular, paru dll harus bekerja lebih keras. Pengaturan ritme kerja kerja antara

pelaksanaan kerja yang berat dan istirahat pendek yang memadai diatur dan diprogram dalam

pengorganisasian cara kerja yang baik, misalnya jam 2 siang Tn.IM dapat beristirahat sekitar

setengah jam sehingga memberikan kesempatan tubuh untuk relaksasi. Pada lingkungan yang

panas, tubuh mengatur suhunya dengan penguapan keringat yang dipercepat dengan pelebaran

pembuluh darah yang disertai meningkatnya denyut nadi dan tekanan darah, sehingga beban

13

Page 14: Blok 28 Cor Pulmonale

kardiovaskuler bertambah. Penderita sakit jantung tidak mudah mengadakan penyesuaian dengan

tuntutan beban demikian. Kelembapan tinggi menghambat penguapan dalam cuaca panas dan

berarti tambahan beban bagi jantung dan sistem kardiovaskuler.

Pajanan yang dialami Cukup Besar

Patofisiologis

Penyakit paru kronik akan mengakibatkan ; berkurangnya “vascular bed” paru, dapat

disebabkan semakin terdesaknya pembuluh darah paru oleh paru yang mengembang atau

kerusakan paru, asidosis dan hiperkapnia, hipoksia alveolar yang akan merangsang

vasokonstriksi pembuluh paru, polisitemia dan hipervisikositas darah. Keempat kelainan ini akan

menyebabkan timbulnya hipertensi pulmonal (perjalanan lambat). Dalam jangka panjang akan

mengakibatkan hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan dan kemudian akan berlanjut menjadi

gagal jantung kanan.

Apapun penyakit awalnya , sebelum timbul kor pulmonale biasanya terjadi peningkatan

resistensi vaskular paru dan hipertensi pulmonal. Hipertensi pulmonal pada akhirnya

meningkatkan beban kerja ventrikel kanan, sehingga mengakibatkan hipertrofi dan kemudian

gagal jantung kanan. Titik kritis dari rangkaian kejadian ini nampaknya terletak pada

peningkatan resistensi vaskular paru pada arteri dan arteriola paru.

Terdapat dua mekanisme dasar yang mengakibatkan peningkatan resistensi vaskular paru.

Mekanisme dasar yang pertama yang tampak paling penting terhadap terjadinya kor pulmonale

adalah vasokonstriksi hipoksik pembuluh darah paru-paru. Hipoksemia, hiperkapnia, dan

asidosis yang merupakan ciri khas dari PPOK bronkitis lanjut adalah contoh yang paling baik

untuk menjelaskan bagaimana mekanisme itu dapat terjadi. Hipoksia alveolar(jaringan)

memberikan rangsanagan yang kuat pada terhadapa vasokonstriksi pulmonal, bukan hipoksemia.

Selain itu, hipoksia alveolar kronik memudahkan terjadinya hipertrofi otot polos arteriol paru,

sehingga timbul respon yang lebih kuat terhadap hipoksia akut. Asidosis, hiperkapnia, dan

hipoksemia bekerja secara sinergis dalam menimbulkan vasokonstriksi. Visikositas(kekentalan)

darah yang meningkat akibat polisitemia dan peningkatan curah jantung yang dirangsang

hipoksia kronik dan hiperkapnia, juga ikut meningkatkan tekanan arteri paru.

14

Page 15: Blok 28 Cor Pulmonale

Mekanisme kedua yang turut meningkatkan resistensi vaskular dan tekanan arteri paru

adalah bentuk anatomisnya. Emfisema ditandai dengan kerusakan bertahap struktur alveolar

dengan pembentukan bula dan obliterasi total kapiler-kapiler di sekitarnya. Hilangnya pembuluh

darah secara permanen menyebabkan berkurangnya jaringan vaskular. Selain itu, pada penyakit

obstruktif, pembuluh darah paru juga tertekan dari luar karena efek mekanik volume paru yang

besar. Tetapi, peranan obstruksi dan obliterasi anatomik terhadap jaringan vaskular tidak

sepenting vasokonstriksi hipoksik dalam pathogenesis kor pulmonale. Kira-kira dua pertiga

sampai tga perempat dari jaringan vaskular harus mengalami obstruksi atau rusak sebelum

terjadi peningkatan tekanan arteri paru yang bermakna.

Bukti epidemiologis

Meskipun prevalensi dari PPOK di negara Amerika serikat sekitar 15 juta, prevalensi

pasti dari kasus kor pulmanale sulit ditentukan , karena tidak kor pulmonale tidak selalu ada pada

PPOK, dan pemeriksaan fisik dan rutin relative tidak sensitive untuk mendeteksi hipertensi

pulmonal.

Kor pulmonale diperkirakan sekitar 6-7% pada kasus jantung dewasa di Amerika Serikat,

dimana PPOK seperti emfisema dan bronkitis kronik merupakan faktor penyebab pada lebih dari

50% kasus. Selain itu, kor pulmonale menyumbang sekitar 10-30% kasus payah jantung di

Amerika Serikat.

Sebaliknya, kor pulmonale akut biasanya terjadi pada emboli paru yang masif. Emboli

paru akut masif adalah penyebab tersering cor pulmanale pada dewasa yang dapat mengancam

jiwa. 50.000 kasus kematian di Amerika Serikat diperkirakan berasal dari

Secara global, insiden dari kor pulmonale berbeda pada setiap negara, tergantung pada

prevalensi kebiasaan merokok, polusi udara, dab faktor resiko lain untuk berbagai penyakit paru.

Analisa Kualitatif

Cara/proses kerja: pasien memiliki pekerjaan sebagai pedagang bakso. Pasien mulai membeli

bahan-bahan ke pasar pukul 3 dini hari, kemudian kembali mempersiapkan bahan-bahan yang

digunakan untuk memasak. Pasien banyak bekerja sendiri karena tidak ada pembantu.

15

Page 16: Blok 28 Cor Pulmonale

Lama kerja: pasien berjualan dari pagi hingga pukul 8 malam.

Peranan Faktor Individu

Pada langkah ini status kesehatan pasien biasanya sangat berpengaruh seperti misalnya

riwayat alergi, riwayat penyakit dalam keluarga, status kesehatan mental, dan kebersihan

perorangan tersebut. Di dapatkan bahwa Tn.IM saat muda pernah menderita batuk lama tapi

batuk tidak berdarah dan sudah berobat selama satu tahun dan tidak tuntas.

Faktor Lain diluar Pekerjaan

Adanya kebiasaan yang dapat memperburuk penyakit tersebut seperti hobi pasien,

kebiasaan pasien ; misalnya merokok dan pajanan yang terjadi di luar lingkungan kerja (pajanan

di rumah atau pada pekerjaan lainnya selain di lingkungan kerja). Didapatkan bahwa Tn.IM

mempunyai kebiasaan merokok tetpi sudah berhenti sejak 1 tahun lalu, pasien juga sering minum

kopi kental 3-4 gelas sehari.

Diagnosis Okupasi

Kor pulmonal diperberat akibat kerja, disebabkan Tn.IM mempunyai riwayat penyakit dahulu

yaitu batuk lama yang diakibatkan merokok sejak muda serta minum kopi kental 3-4 gelas

sehari. Pengobatan batuk lama yang dilakukan Tn.IM sudah setahun dan tidak sampai tuntas.

Aktivitas kerja Tn.IM sebagai penjual bakso yang bangun pagi untuk membuat bakso lalu dari

jam 8 pagi sampai 8 malam berjualan di pasar tradisional. Pola tidur Tn.IM hanya 2 jam saja,

sehingga penyakit yang ada pada Tn.IM semakin buruk dan kerja jantung Tn.IM semakin

meningkat yang menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan terlihat adanya edema pada tungkai

kanan Tn.IM.

Kategori kesehatan Tn.IM : kesehatan cukup baik dengan memperbaiki kelainan yang ada,

terutama edema pada kedua tungkai harus ditangani yang disebabkan meningkatnya kerja

jantung ventrikel kanan, apabila dibiarkan kor pulmonal dapat berlanjut menjadi gagal jantung

kanan. Istirahat yang cukup pada malam hari harus diperhatikan oleh pasien.

Manifestasi klinis

16

Page 17: Blok 28 Cor Pulmonale

            Tingkat klinis kor pulmonal dimulai PPOK kemudian PPOK dengan hipertensi pulmonal

dan akhirnya menjadi PPOK dengan hipertensi pulmonal serta gagal jantung kanan. Diagnosis

kor pulmonale terutama berdasarkan pada dua kriteria: (1) adanya penyakit pernapasan yang

disertai hipertensi pulmonal dan (2) bukti adanya disertai hipetrofi ventrikel kanan. Adanya

hipoksia yang menetap, hiperkapnia dan asidosis atau pembesaran ventrikel kanan pada

radiogram menunjukan kemungkanan penyakit paru yang mendasarinya. Adanya emfisema

cenderuang mengaburkan gambaran diagnosis kor pulmonale. Dispnea timbul sebagai gejala

emfisema dengan atau tampa kor pulmonale. Dispnea yang memburuk dengan mendadak atau

kelelahan, pingsan pada waktu bekerja atau rasa tidak enak angina pada substernal

mangisyaratkan keterlibatan jantung. tanda-tanda fisik hipertensi pulmonal berupa kuat angkat

sistolik pada area parasternal, mengerasnya bunyi pulmonik kedua dan bising akibat insufiensi

katup triskuspidalis dan pulmonalis. Irama gallop (suara jantung S3 dan S4), distensi vena

jugularis dengan gelombang A yang menonjol, hepatomegali dan edema perifer dapat terlihat

pada pasien dengan gagal ventrikel kanan. 3

Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan kor pulmonal pada PPOK ditinjau dari aspek jantung sama dengan

pengobatan kor pulmonal pada umumnya bertujuan untuk :

a. Mengoptimalkan efisiensi pertukaran gas

b. Menurunkan hipertensi pulmonal

c. Meningkatkan kelangsungan hidup

d. Pengobatan penyakit dasar dan komplikasinya.

Pengobatan kor pulmonale ditujukan untuk memperbaiki hipoksia alveolar (dan

vasokontriksi paru yang diakibatkannya) dengan pemberian oksigen konsentrasi rendah dengan

hati-hati . Pemakaian O2 yang terus menerus dapat menurunkan hipertensi pulmonal , polisitemia

dan takipnea; memperbaiki keadaan umum, dan mengurangi mortalitas. Bronkodilator dan

antibiotic membantu meredakan obstruksi aliran udara pada pasien-pasien COPD. Pembatasan

cairan yang masuk dan diuretic mengurangi tanda-tanda yang timbul akibat gagal ventrikel

kanan. Terapi antikoagulan jangka panjang diperlukan jika terdapat emboli paru berulang.5

A.Terapi Farmakologis

17

Page 18: Blok 28 Cor Pulmonale

1. Terapi oksigen

Terapi oksigen merupakan tindakan yang sangat penting bila PPOK adalah

penyakit yang mendasarinya, khususnya ketika diberikan terus menerus. Pada kor

pulmonal, tekanan parsial oksigen arteri berkisar dibawah 55 mmhg dan terus turun

ketika sedang beraktivitas dan saat pasien tidur. 2

Terapi oksigen akan menghilangakan vasokonstriksi akibat hipoksia alveolar,

dimana akan meningkatkan cardiac output, mengurangi vasokonstriksi akibat simpatis,

meredakan jaringan yang kekurangan oksigen, dan memperbaiki perfusi pada ginjal.

Penelitian oleh NOTT (randomized Nocturnal Oxygen Therapy Trial) menunjukkan

bahwa terapi oksigen aliran rendah terus menerus untuk pasien dengan PPOK berat

mengakibatkan penurunan yang signifikan dalam tingkat kematian.

Secara umum, pasien dengan PPOK, pemberian oksigen jangka panjang

direkomendasikan ketika tekanan PaO2 arteri dibwah dari 55 mmhg atau tingkat saturasi

O2 dibawah 88%.. Namun, dengan adanya cor pulmonale atau gangguan fungsi mental

atau kognitif, terapi oksigen jangka panjang dapat dipertimbangkan bahkan jika PaO2

lebih besar dari 55 mm Hg atau saturasi O2 lebih besar dari 88%. Pada penderita seperti

ini harus diberikan oksigen untuk dapat mencapai tekanan oksigen arterial ≥ 60 mmHg.

Untuk penderita kor pulmonal dengan PPOK sebagai penyakit yang mendasarinya, perlu

ditekankan bahwa dosis oksigen yang diberikan harus rendah (1-2 liter/menit) dan

kontinyu. Hal ini disebabkan karena penderita kor pulmonal dengan PPOK, ventilator

drive tergantung dari hipoksia. Jika diberikan oksigen dosis tinggi maka penderita akan

mengalami oksigen narcosis sehingga pusat nafas tidak lagi terangsang dan penderita

dapat meninggal karena gagal nafas.

Meskipun, apakah terapi oksigen dapat memperpanjang kelangsungan hidup pada

pasien dengan cor pulmonale karena gangguan paru selain PPOK tidak jelas, mungkin

terapi oksigen dapat memberikan beberapa tingkat bantuan gejala dan perbaikan status

fungsional. Oleh karena itu, terapi oksigen memegang peranan penting baik dalam

pengaturan langsung dan pengelolaan jangka panjang, terutama pada pasien yang

hipoksia dan memiliki PPOK.

18

Page 19: Blok 28 Cor Pulmonale

2. Bronkodilator, mukolitik , dan ekspektoran

Obat-obatan lain yang biasanya diberikan adalah bronkodilator (aminopilin, β2 agonis),

mukolitik , dan ekspektoran untuk memudahkan pengeluaran dahak serta antibiotik jika

terjadi eksarserbasi akut bronkitis. Dengan pengobatan diatas, beberapa penderita dapat

diperbaiki ventilasi alveolarnya sehingga hipoksianya atau asidosis respiratoriknya dapat

diatasi. Koreksi asidosis dan hipoksia pada beberapa kasus dapat menurunkan tekanan

pembuluh darah arteri pulmonalis. Oksigenasi yang adekuat telah terbukti dapat menunda

terjadinya gagal jantung kanan dan memperpanjang harapan hidup penderita.

3. Diuretik

Diberikan bila ditemukan gagal jantung kanan, pemberian diuretik berlebihan dapat

menimbulkan alkalosis metabolik yang dapat memicu peningkatan hiperkapnia.

Disamping itu pemberian diuretik dapat menimbulkan kekurangan cairan sehingga

mengakibatkan preload ventrikel kanan dan curah jantung menurun. Furosemid dapat

diberikan dengan dosis 20-80 mg per hari PO / IV, dosis maksimal 600 mg per hari.3

4. Vasodilator

Pemakaian vasodilator seperti nitrat, hidralazin, antagonis kalsium, agonis alfa

adrenergik, ACE- I, dan postaglandin belum direkomendasikan secara rutin. Vasodilator

dapat menurunkan tekanan pulmonal pada kor pulmonal kronik, meskipun efisiensinya

lebih baik pada hipertensi pulmonal yang primer. Vasodilator yang biasa dipakai adalah

nifedipine dengan dosis 10-30 mg PO 3 kali sehari, maksimal 120 -180 mg per hari.3

5. Digitalis

Digitalis mungkin dapat diberikan jika pasien mengalami gagal ventrikel kanan,

disaritmia supraventkuler atau gagal ventrikel kanan yang tidak berespon dengan terapi

lain untuk mengatasi hipertensi paru. Digitalis harus diberikan dengan sangat hati-hati

19

Page 20: Blok 28 Cor Pulmonale

karena penyakit jantung paru tampaknya meningkatkan kerentanan terhadap toksisitas

digitalis.3

B. Terapi Bedah

Pada beberapa kasus kor pulmonal tindakan bedah mempunyai peran dalam pengobatan.

Pulmonal Emboloctomy sangat bermanfaat pada penderita emboli paru. Adenoidectomi pada

anak dengan obstruksi jalan nafas kronik, uvulopalatopharyngeoplasty pada penderita sleep

apnea dapat mengobati kor pulmonal akibat hipoventilasi yang kronik. Transplantasi jantung-

paru dapat dilakukan pada penderita kor pulmonal kronik decompensate tahap akhir.

Pengobatan kor pulmonal dari aspek jantung bertujuan untuk menurunkan hipertensi

pulmonal, pengobatan gagal jantung kanan dan meningkatkan kelangsungan hidup. Berbagai

pengobatan yang akan dilakukan dapat diawali dengan menghentikan kebiasaan merokok.

Pencegahan

Pencegahan harus dimulai sejak sebelum kerja, sehingga penempatan disesuaikan dengan

keadaan kemampuan jantung tenaga kerja tersebut. Pemeriksaan kesehatan periodik sangat

dianjurkan. Kardiolog menentukan kelainan organ jantung dan fungsional, dokter mengetahui

dan mengevaluasi beban kerja orang yang bersangkutan.4

Kesimpulan

Kor pulmonale merupakan suatu keadaan timbulnya hipertrofi dan dilatasi ventrikel

kanan tanpa atau dengan gagal jantung kanan; timbul akibat penyakit yang menyerang struktur

atau fungsi paru atau pembuluh darahnya. Kor pulmonale dapat bersifat akut (setelah terjadi

emboli paru yang masif) atau kronik dan setelah terjadsi penyakit paru obstruktif seperti PPOK.

Kor pulmonale pada kasus ini bukan merupakan penyakit akibat kerja melainkan penyakit yang

diperberat karena pekerjaan dimana Tn.IM mempunyai riwayat penyakit dahulu yaitu batuk lama

yang diakibatkan merokok sejak muda serta minum kopi kental 3-4 gelas sehari.

20

Page 21: Blok 28 Cor Pulmonale

Daftar Pustaka

1. Jeyaratnam J, Koh D. Pekerjaan dan Kesehatan. Dalam : Jeyaratnam J, Koh D. Buku ajar

praktik kedokteran kerja. Jakarta : EGC; 2009. h. 1-28

2. Joewono BS. Ilmu penyakit jantung. Surabaya: Airlangga university press; 2003. h 69-

78.

3. Harun S, Wijaya IP. Kor pulmonal kronik . Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,

Simadibrata MS, Setiaiti S (editor). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jld.1Ed V. Jakarta :

Interna Publishing, 2009 : 1842-4.

4. Suma’mur DR. Higine perusahaan dan kesehatan kerja (hiperkes). Jakarta : CV Sagung

Seto. 2009; h. 558-61

5. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005.h.819-21

21