pulmonary heart disease atau cor pulmonale

Upload: ochabianconeri

Post on 02-Mar-2016

107 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

interna

TRANSCRIPT

COR PULMONALE

Synonims:Pulmonary heart disease, cardiopulmonary disease.

Definisi :1. Menurut WHO( 1963 ), Definisi Cor Pulmonale adalah: Keadaan patologis dengan di temukannya hipertrofi ventrikel kanan yang disebabkan oleh kelainan fungsional dan struktur paru. Tidak termasuk kelainan karena penyakit jantung primer pada jantung kiri dan penyakit jantung konginetal ( bawaan ).2. MenurutBraunwahl( 1980 ), Cor Pulmonale adalah: Keadaan patologis akibat hipertrofi/ dilatasi ventrikel kanan yang disebabkan oleh hipertensi pulmonal.Penyebabnya antara lain: penyakit parenkim paru, kelainan vaskuler paru dan gangguan fungsi paru karena kelainan thoraks.Tidak termasuk kelainan vaskuler paru yang disebabkan kelaianan vebtrikel kiri, vitium cordis, penyakit jantung bawaan, penyakit jantung iskemik dan infark miokard akut.

PenyebabSebagian besar insidens Cor Pulmonale karena Penyakit Paru Obstruksi Menahun (Chronic Obstructive Pulmonary Disease) sebagai akibat proses kronik dari Asma bronkial, Empisema paru.

Penyakit Paru Menahun yang menyebabkan Cor Pulmonale :1. Tuberkulosis2. Harasawa 10,7 %3. Moerdowo 47,3 %4. Bronkiektasis5. Adam 25,7 %6. Padmawati 20,6 %7. Bronkitis kronis8. Fisher 40,0 %9. Padmawati 64,7 %10. Emfisema paru11. Harasawa 82,1 %12. Moerdowo 90,2 %

Patogenesis terjadinya PPOM:1. Rangsangan Kimia2. Predisposisi Bawaan3. Faktor Infeksi4. Faktor Lingkungan dan Iklim5. Faktor Sosial-Ekonomi6. Kelainan Thoraks7. Kelainan Kontrol Pernafasan

PatofisiologiTerjadinya penyakit ini diawali dengan kelainan struktural di paru, yakni kelainan di parenkim paru yang bersifat menahun kemudian berlanjut pada kelainan jantung. Perjalanan dari kelainan fungsi paru menuju kelainan fungsi jantung, secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut:1. Hipoventilasi alveoli2. Menyempitnya area aliran darah dalam paru ( vascular bed )3. Terjadinya shunt dalam paru4. Peningkatan tekanan arteri pulmonal5. Kelainan jantung kanan6. Kelainan karena hipoksemia relatif pada miocard

Gejala klinisBerdasarkan perjalanan penyakitnya, Cor Pulmonale dibagi menjadi 5 fase, yakni:Fase: 1Pada fase ini belum nampak gejala klinis yang jelas, selain ditemukannya gejala awal penyakit paru obstruktif menahun (ppom), bronkitis kronis, tbc lama, bronkiektasis dan sejenisnya. Anamnesa pada pasien 50 tahunbiasanya didapatkan adanya kebiasaan banyak merokok.

Fase: 2Pada fase ini mulai ditemukan tanda-tanda berkurangnya ventilasi paru. Gejalanya antara lain: batuk lama berdahak (terutama bronkiektasis), sesak napas / mengi, sesak napasketika berjalan menanjak atau setelah banyak bicara. Sedangkan sianosis masih belum nampak. Pemeriksaan fisik ditemukan kelainan berupa: hipersonor, suara napas berkurang, ekspirasi memanjang, ronchi basah dan kering, wheezing. Letak diafragma rendah dan denyut jantungm lebih redup. Pemeriksaan radiologi menunjukkan berkurangnya bronchovascular pattern, letak diafragma rendah dan mendatar, posisi jantung vertikal.

Fase: 3Pada fase ini nampak gejala hipoksemia yang lebih jelas. Didapatkan pula berkurangnya nafsu makan, berat badan berkurang, cepat lelah. Pemeriksaan fisik nampak sianotik, disertai sesak dan tanda-tanda emfisema yang lebih nyata.

Fase: 4Ditandai dengan hiperkapnia, gelisah, mudah tersinggung kadang somnolens. Pada keadaan yang berat dapat terjadi koma dan kehilangan kesadaran.

Fase: 5Pada fase ini nampak kelainan jantung, dan tekanan arteri pulmonal meningkat.Tanda-tanda peningkatan kerja ventrikel, namun fungsi ventrikel kanan masih dapat kompensasi. Selanjutnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan kemudian terjadigagal jantung kanan. Pemeriksaan fisik nampak sianotik, bendungan vena jugularis,hepatomegali, edema tungkai dan kadang ascites.

Pemeriksaan Penunjang:1. Pemeriksaan Radiologi2. Pemeriksaan EKG

Penatalaksanaan1. Konseling ( penyuluhan ).2. Memperbaiki fungsi pernafasan dan pengobatan terhadap obstruksi kronis.3. Memperbaiki fungsi jantung dan pengobatan gagal jantung kongestif.

KonselingMemberikan edukasi agar pasien menghindari segala jenis polusi udara dan berhenti merokok. Memperbaiki ventilasi ruangan-ruangan dalam rumah. Latihan pernafasan dengan bimbingan ahli fisioterapi.

Memperbaiki Fungsi ParuSelain upaya latihan pernafasan di atas, diperlakukan pemberian medikamentosa.

a. BronkodilatorAminofilin: Menghilangkan spasme saluran pernafasan Beta 2 adrenergik selektif (Terbutalin atau Salbutamol ). Berkhasiat vasodilator pulmoner, sehingga diharapkan dapat menambah aliran darah paru. Dosis obat diatas dapat dilihat di buku Farmakoterapi.

Mukolitik dan ekspektoranMukolitik berguna untuk mencairkan dahak dengan memecah ikatan rantai kimianya, sedangkan ekspektoran untuk mengeluarkan dahak dari paru.

c. AntibiotikaPemberian antibiotika diperlukan karena biasanya kelainan parenkim paru disebabkan oleh mikro-organisme, diantaranya: Hemophylus influenzae dan Pneumococcus.Dapat pula disebabkan oleh Staphylococcus dan bakteri Gram negatif seperti: Klebsiella. Idealnya, pemberian antibiotika disesuaikan dengan hasil kultur dahak. Sambilmenunggu hasil kultur, bisa diberikan antibiotika spectrum luas dalam 2 hari pertama.Hemophylus influenzae, peka terhadap ampisilin, sefalospurin, kotrimoksazol.Pneumococcus, peka terhadap golongan penisilin. Staphylococcus, peka terhadap metisilin, kloksasilin, flukoksasilin, dan eritromisin. Klebsiella, peka terhadap gentamisin, streptomisin dan polimiksin.

OksigenasiPeningkatan PaCO2 ( tekanan karbondiosida arterial ) dan asidosis pada penderita PPOM disebabkan tidak sempurnanya pengeluaran CO2 sehingga menimbulkan hipoksemia.Hal ini dapat diatasi dengan pemberian oksigen 20-30 % melalui masker venturi. Dapat pula diberikan oksigen secara intermitten dengan kadar 30-50 % secara lambat 1-3 liter permenit.

PengobatanPada gagal jantung kananDiuretikaPemberian diuretika seperti furosemid atau hidroklorotiazid diharapkan dapat mengurangi kongesti edema dengan cara mengeluarkan natrium dan menurunkan volume darah. Sehingga pertukaran udara dalam paru dapat diperbaiki, dan hipoksia maupun beban jantung kanan dapat dikurangi.

DigitalisPreparat digitalis ( digoxin, cedilanid dan sejenisnya ) perlu diberikan kepada penderita dengan Gagal Jantung kanan berat.

Pengelolaan Hipoksemia menurutSykes( 1976 ):

1. Pemberian Antibiotika, diuretik, mukolitik dan obat bronkodilator sebagai tindakan dasar penyakit paru obstruktif menahun.2. Pada hipoksemia berat, perlu diberikan oksigenasi terkontrol dan menjaga agar tidak terjadi CO2 narkosis.3. Stimulan pernafasan ( seperti doksapram ) perlu diberikan pada penderita yang mengalami CO2 narkosis.4. Bila semua usaha di atas gagal, maka dilakukan pernafasan buatan dengan intubasi endotrakeal atau bila perlu trakeotomi dan pemasangan ventilator mekanik.

PrognosisPrognosis Cor Pulmonale sangat jelek dikarenakan kerusakan parenkim paru yang berlangsung lama dan irreversible.Pengobatan bersifat simptomatis, karena pada umumnya kondisi penyakit sudah dalam fase lanjut.Berdasarkan penelitian, angka kemungkinan masa hidupberkisar antara 18 bulan ( Flint) sampai 30, 8 bulan dengan angka kematian setelah 5 tahun mencapai 68 % (Stuart Harrisdan Ude)

Kesimpulan:Angka kematian Cor Pulmonale masih tinggi. Tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan menanggulangi PPOM yang menjadi dasar etio-patogenesis Cor Pulmonale.

Upaya Pencegahan.Penderita dianjurkan berhenti merokok dan menghindarkan diri dari polusi udara, terutama di daerah tambang dan industri.Tak kalah penting adalah memperbaiki lingkungan tempat tinggal, dan bagi penderita tidak mampu sedapat mungkinmenghindari dan mengobati penyakit infeksi saluran nafas secara dini.

Referensi:1. National Heart, Lung, and Bethesda, COPD, U.S.Department of Health, 2003.

Askep Penyakit Jantung Paru (CorPulmonal)PENYAKIT JANTUNG PARU (KOR PULMONAL)A.Konsep Medis1. PengertianMenurut Irman Sumantri (2009), Kor pulmonal adalah terjadinya pembesaran dari jantung kanan (dengan atau tanpa gagal jantung kiri) sebagai akibat dari penyakit yang mempengaruhi struktur atau fungsi dari paru-paru atau vaskularisasinya.Pulmonary heart disease adalah pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan/atau dilatasi) yang terjadi akibat kelainan paru, kelainan dinding dada, atau kelainan pada kontrol pernafasan. Tidak termasuk di dalamnya kelainan jantung kanan yang terjadi akibat kelainan jantung kiri atau penyakit jantung bawaan.Pulmonary heart disease dapat terjadi akut maupun kronik. Penyebab pulmonary heart disease akut tersering adalah emboli paru masif, sedangkan pulmonary heart disease kronik sering disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada pulmonary heart disease kronik umumnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan, sedangkan pada pulmonary heart disease akut terjadi dilatasi ventrikel kanan.Tidak semua pasien PPOK akan mengalami pulmonary heart disease, karena banyak usaha pengobatan yang dilakukan untuk mempertahankan kadar oksigen darah arteri mendekati normal sehingga dapat mencegah terjadinya Hipertensi Pulmonal. Pada umumnya, makin berat gangguan keseimbangan ventilasi perfusi, akan semakin mudah terjadi ganguan analisis gas darah sehingga akan semakin besar terjadinya Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart disease. Penyakit yang hanya mengenai sebagian kecil paru tidak akan begitu mempengaruhi pertukaran gas antara alveoli dan kapiler sehingga jarang menyebabkan terjadinya Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart disease. Tuberculosis yang mengenai kedua lobus paru secara luas akan menyebabkan terjadinya fibrosis disertai gangguan fungsi paru sehingga menyebabkan terjadinya pulmonary heart disease. Hipoventilasi alveoli sekunder akibat sleep apnea syndrome tidak jarang disertai dengan Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart disease Kronik.1. Anatomi Dan FisiologiSaluran pernafasan bagian atas terdiri atas :1. Lubang hidung (cavum nasalis )Hidung dibentuk oleh tulang sejati (os) dan tulang rawan (kartilago). Hidung dibentuk oleh sebagian tulang sejati, sisanya terdiri atas kartilago dan jaringan ikat (connective tissue). Bagian dalam hidung merupakan suatu lubang yang dipisahkan menjadi lubang kiri dan kanan oleh sekat (septum). Rongga hidung mengandung rambut (fimbrie) yang berfungsi sebagai penyaring (filter) kasar terhadap benda asing yang masuk. Pada permukaan (mukosa) hidung terdapat epitel bersilia yang mengandung sel goblet. Sel tersebut mengeluarkan lender sehingga dapat menangkap benda asing yang masuk ke dalam saluran pernafasan. Kita dapat mencium aroma karena di dalam lubang hidung terdapat reseptor. Reseptor bau terletak pada cibriform plate, didalamnya terdapat ujung dari saraf krania I (nervous olfactorium)Hidung berfungsi sebagai jalan nafas, pengatur udara, pengatur kelembaban udara (humidifikasi), pengatur suhu, pelindung dan penyaring udara, indra pencium, dan resonator suara. Fungsi hidung sebagai pelindung dan penyaring dilakukan oleh vibrissa, lapisan lender, dan enzim lozosim. Vibrissa adalah rambut vestibulum nasi yang bertugas sebagai penyaring debu dan kotoran (partikel berukuran besar). Debu-debu kecil dan kotoran (partikel kecil) yang masih dapat melewati vibrissa akan melekat pada lapisan lender dan selanjutnya dikeluarkan oleh refleks bersin. Jika dalam udara masih terdapat bakteri (partikel sangat kecil), maka enzim lizosim yang menghancurkannya.1. Sinus para nasalSinus para nasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala. Dinamakan sesuai dengan tulang tempat dia berada yaitu sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis, dan sinus maxilaris. Sinus berfungsi untuk :1) Membantu menghangatkan dan humidifikasi2) Meringankan berat tulang tengkorak3) Mengatur bunyi suara manusia dengan ruang resonansi1. FaringFaring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong (+13 cm) yang letaknya bermula dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esophagus pada ketinggian tulang rawan (kartilago) krikoid. Faring digunakan pada saat digestion (menelan) seperti pada saat bernafas. Berdasarkan letaknya faring dibagi menjadi tiga yaitu dibelakang hidung (nasi-faring), belakang mulut (oro-faring), dan belakang (laringo-faring).1. LaringLaring sering disebut dengan voice box dibentuk oleh struktur epitrlium lined yang berhubungan dengan faring (di atas) dan trakea (di bawah). Lring terletak di anterior tulang belakang (vertebra) ke-4dan ke-6. Bagian atas dari esophagus berada di posterior laring.Fungsi utama laring adalah untuk pembetukan suara, sebagai protek jalan nafas bawah dari benda asing dan untuk memfasilitasi proses terjadinya batuk. Laring terdiri atas :1) Eoiglotis : katup kartilago yang menutup dan membuka selama menelan.2) Glotis : lubang antara pita suara dan laring.3) Kartilago tiroid : kartilago yang terbesar pada trachea, terdapat bagian yang membentuk jakun (adams apple).4) Kartilago krikoid : cicin kartilago yang utuh di laring (terletak di bawah kartilago tiroid).5) Kartilago aritenoid : digunakan pada pergerakan pita suara bersama dengan kartilago tiroid.6) Pita suara : sebuah ligament yang dikontrol oleh pergerakan otot yang menghasilkan suara dan menempel pada lumen laring.Saluran pernafasan bagian bawah (tracheobronchial tree) terdiri atas :1. TracheaTrachea merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggian tulang vertebrae torakal ke-7 yang bercabang menjadi dua bronkus. Ujung cabang trachea disebut carina. Trachea bersifat sangat fleksibel, berotot dan memiliki panjang 12 cm dengan cincin kartilago berbentuk huruf C. pada cincin tersebut terdapat epitel bersilia tegak yang mengandung banyak sel goblet yang mensekresikan lender (mucus).1. Bronchus dan bronkhiolusCabang bronchus kanan lebih pendek, lebih lebar, dan cenderung lebih vertical daripada cabang yang kiri. Hal tersebut menyebabkan benda asing lebih mudah masuk ke dalam cabang sebelah kanan daripada cabang bronchus sebelah kiri.Segmen dan subsegmen bronchus bercabang lagi dan berbentuk seperti ranting masuk ke setiap paru-paru. Bronchus disusun oleh jaringan kartilago sedangkan bronkiolus yang berakhir di alveoli tidak mengandung kartilago. Tidak adanya kartilago menyebabkan bronkhiolus mampu menangkap udara, namun juga dapat mengalami kolaps. Agar tidak kolaps, alveoli dilengkapi dengan porus/lubang kecil yang terletak antar alveoli (kohn pores) yang berfungsi untuk mencegah kolaps alveoli.Saluran pernafasan mulai dari trakea sampai bronkiolus terminal tidak mengalami pertukaran dan merupakan area yang dinamakan anatomical dead space. Banyaknya udara yang berada dalam area tersebut adalah sebesar 150 ml. awal dari proses pertukaran gas terjadi di bronkeolus respiratorius.1. AlveoliParenkim paru-paru merupakan area yang aktif bekerja dari jaringan paru-paru. Parenkim tersebut mengandung berjuta-juta unit alveolus. Alveolus merupakan kantong udara yang berukuran sangat kecil, dan merupakan akhir dari bronkhiolus respiratorius sehingga memungkinkan pertukaran O2 dan CO2. Seluruh dari unit alveoli terdiri dari bronkhiolus respiratorius, duktus alveolus, dan alveolar sacs. Fungsi utama dari unit alveolus adalah pertukaran O2 dan CO2 di antara kapiler pulmoner dan alveoli.1. Paru-paruParu-pau terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus tersebut dapat terlihat dengan jelas. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa subbagian menjadi sekita sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segments.Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang sebut mediastinum. Jantung, aorta, vena cava, pembuluh paru-paru, esophagus bagian dari trachea dan bronchus, serta kelenjar timus terdapat pada mediastinum.Sirkulasi pulmonerSuplai darah ke dalam paru-paru merupakan suatu yang unik. Paru-paru mempunyai dua sumber suplai darah yaitu arteri bronkhialis dan arteri pulmonalis. Sirkulasi bronchial menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi siatemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolism jaringan paru-paru. Arteri bronkhialis berasal dari aorta torakalis dan berjalan sepanjang dinding posterior bronchus. Vena bronkhialis akan mengalirkan darah menuju vena pulmonalis.Kendali pernafasanFungsi mekanik pergerakan udara masuk dan keluar dari paru-pau dinamakan ventilasi. Mekanisme tersebut dilaksanakan oleh sejumlah komponen factor yang saling berinteraksi. Factor tersebut mengendalikan proses masuknya udara ke dalam paru-paru agar pertukaran gas dapat berlangsung. Factor yang dapat mengendalikan pernafasan adalah :1. Factor localKondisi paru itu sendiri dan dinding dada yang mengelilingi paru-paru, dimana keduanya berperan dalam pompa resiprokatif (timbale balik) yang disebut hembusan nafas.1. Control medulla oblongataSebagai pusat control pernafasan, terdapat daerah ritmik medulla oblongata yang terdiri dari neuron inspirasi dan ekspirasi.1. Control ponsMengatur transisi dari fase inspirasi ke ekspirasi1. Reflek hering breurReseptor yang mengatur tingkat peregangan paru-paru sebagai pelindung agar tidak terjadi pengembangan yang berlebihan.1. Kendali korteksKendali korteks terbatas yaitu hanya dapat mengubah ritmik sebagai proteksi terhadap paru-paru.1. Efek latihan jasmaniOlahraga berat menyebabkan penggunaan O2 lebih besar dan poduk CO2 lebih besar pula.1. efek altitude/ ketinggiantempat ketinggian akan menyebabkan penurunan tekanan oksigen atmosfer, akibatnya seseorang yang berada pada tempat tinggi akan mengalami peningkatan ritme nafas, denyut jangtung, dan kedalaman pernafasan yang lazim terlihat pada seseorang yang sedang melakukan aktivitas.Fisiologi pernafasanProses respirasi dapat dibagi menjadi tiga proses utama :1. ventilasi pulmonal adalah proses keluar masuknya udara dan atmosfer dal alveoli paru-paru2. difusi adalah proses pertukaran O2 dan Co2 antara alveoli dan darah3. transfortasi adalah proses beredarnya gas dalam darah dan cairan tubuh ked an dari sel-selProses fisiologi respirasi dibagi menjadi tiga stadium yaitu :1. difusi gas-gas antara alveolus dengan kapiler paru-paru dan darah sistemik dengan sel-sel jaringan.2. Distribusi darah adalah sirkulasi pulmoner dan penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolus-alveolus.3. Reaksi kimia dan fisik O2 dan CO2 dengan darahProses repirasi eksternal1. VentilasiUdara bergerak masuk dan keluar dari paru-paru dikarenakan adanya selisih tekanan udara di atmosfer dan alveolus dan didukung oleh kerja mekanik otot-otot. Selama inspirasi, volume rongga dada bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot. Otot serratus, otot skaleneus, dan otot interkostalis eksternus berperan mengangkat iga, sedangkan otot sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas.1. DifusiStadium kedua proses respirasi mencakup proses difusi gas-gas melintasi membrane antara alveolus-kapiler yang tipis. Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan O2 dalam atmosfer sama dengan tekanan laut yakni+149 mmHg.Pada waktu O2 diinspirasi dan sampai pada alveolus, tekanan parsial ini mengalami penurunan sampai sekitar 103 mmHg sebagai akibat dari udara yang tercampur dengan ruang rugi anatomis pada saluran udara dan dengan uap air.1. TransportasiTransportasi gas antar paru-paru dan jaringan meliputi proses-proses berikut ini :1) Transport oksigen dalam darahSistem pengangkutan O2 dalam tubuh terdiri atas paru-paru dan sistem kardiovaskuler.2) Transport karbonsioksida dalam darah3) Kurva disosiasi oksihemoglobinOksihemoglobin adala struktur terikatnya oksigen pada hemoglobin.1. EtiologiBanyak penyakit yang mempengaruhi paru dan hubungan dengan hipoksemia dapat menyebabkan kor pulmonal disebabkan oleh hal-hal berikut ini.1. Penyakit paru-paru merataTerutama emfisema, bronchitis kronis (COPD), dan fibrosis akibat TB1. Penyakit pembuluh darah paruTerutama thrombosis dan embolus paru dan fibrosis akibat penyinaran yang menyebabkan penurunan elastisitas pembuluh darah paru.1. Hipoventilasi alveolar menahunYaitu semua penyakit yang menghalangi pergerakan dada normal, seperti :1) Penebalan pleura bilateral2) Kelainan neuromuskuler, misalnya poliomyelitis dan distrofi otot3) Kifoskoliosis yang mengakibatkan penurunan kapasistas rongga torak sehingga pergerakan torak berkurang1. Penyebab penyakit pulmonary heart disease antara lain :1) Penyakit paru menahun dengan hipoksia :a) Penyakit paru obstrutif kronik,b) Fibrosis paru,c) Penyakit fibrokistik,d) Cryptogenic fibrosing alveolitis,e) Penyakit paru lain yang berhubungan dengan hipoksia2) Kelainan dinding dada : Kifos koliosis, torakoplasti, fibrosis pleura Penyakit neuromuscular3) Gangguan mekanisme control pernafasan : Obesitas, hipoventilasi idopatik, Penyakit serebro vascular.4)Obstruksi saluran nafas atas pada anak :a) Hipertrofi tonsil dan adenoid.5)Kelainan primer pembuluh darah :Hipertensi pulmonale primer emboli paru berulang dan vaskulitis pembuluh darah paru.(nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id)1. KlasifikasiSecara umum kor pulmonal di bagi menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut1. Kor pulmonal akutYaitu dilatasi mendadak dari ventrikel kanan dan dekompensasi.Etiologi : embolus multiple pada paru-paru atau massif yang secara mendadak akan menyumbat aliran darah dan ventrikel kanan.Gejala : biasanya segera di susul oleh kematian, Terjadi dilatasi dari jantung kanan.1. Kor pulmonal kronikMerupakan jenis kor pulmonal yang paling sering terjadi. Dinyatakan sebagai hipertropi ventrikel kanan akibat penyakit paru atau pembuluh darah atau adanya kelainan pada torak, yang akan menyebabkan hipertensi dan hipoksia sehingga terjadi hipertropi ventrikel kanan.Mekanisme terjadinya hipertensi pulmonale pada cor pulmunale dapat di bagi menjadi 4 kategori yaitu :1. ObstuksiTerjadi karena adanya emboli paru baik akut maupun kronik.Chronic Thromboembolic Pulmonary Hypertesion(CTEPH) merupakan salah satu penyebab hipertensi pulmonale yang penting dan terjadi pada 0.1 0.5 % pasien dengan emboli paru. Pada saat terjadi emboli paru, system fibrinolisis akan bekerja untuk melarutkan bekuan darah sehingga hemodinamik paru dapat berjalan dengan baik. Pada sebagian kecil pasien system fibrinolitik ini tidak berjalan baik sehingga terbentuk emboli yang terorganisasi disertai pembentukkan rekanalisasi dan akhirnya menyebabkan penyumbatan atau penyempitan pembuluh darah paru.1. ObliterasiPenyakit intertisial paru yang sering menyebabkan hipertensi pulmonale adalah lupus eritematosus sistemik scleroderma, sarkoidosis, asbestosis, dan pneumonitis radiasi. Pada penyakit-penyakit tersebut adanya fibrosis paru dan infiltrasi sel-sel yang prodgersif selain menyebabkan penebalan atau perubahan jaringan interstisium, penggantian matriks mukopolisakarida normal dengan jaringan ikat, juga menyebabkan terjadinya obliterasi pembuluh paru.1. VasokontriksiVasokontriksi pembuluh darah paru berperan penting dalam pathogenesis terjadinya hipertensi pulmonale. Hipoksia sejauh ini merupakan vasokontrikstor yang paling penting. Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyebab yang paling di jumpai. Selain itu tuberkolosis dan sindrom hipoventilasi lainnya misalnya sleep apnea syndrome, sindrom hipoventilasi pada obesitas, dapat juga menyebabkan kelainan ini. Asidosis juga dapat berperan sebagai vasokonstriktor pembuluh darah paru tetapi dengan potensi lebih rendah. Hiperkapnea secara tersendiri tidak mempunyai efek fasokonstriksi tetepi secara tidak langsung dapat meningkatkan tekanan arteri pulmunalis melalui efek asidosisnya. Eritrositosis yang terjadi akibat hipoksia kronik dapat meningkatkan vikositas darah sehingga menyebabkan peningkatan tekanan arteri pumonalis.1. IdiopatikKelainan idiopatik ini di dapatkan pada apsien hipertensi pulmonale primer yang di tandai dengan adanya lesi pada arteri pumonale yang kecil tanpa di dapatkan adanya penyakit dasar lainnya baik pada paru maupun pada jantung. Secara histopatologis di dapatkan adanya hipertrofitunikamedia, fibrosistunikaintima, lesi pleksiform serta pembentukan mikro thrombus. Kelainan ini jarang di dapat dan etiologinya belum di ketahui Waupun sering di kaitkan dengan adanya penyakit kolagen, hipertensi portal, penyakit autoimun lainnya serta infeksi HIV.1. PatofisiologiBeratnya pembesaran ventrikel kanan pada kor pulmonal berbaring lurus dengan fungsi pembesaran dari peningkatan afterload. Jika resistensi vaskuler paru meningkat dan relative tetap, seperti pada penyakit vaskuler atau parenkim paru, peningkatan curah jantung sebagaimana terjadi pada pengerahan tenaga fisik, maka dapat meningkatkan tekanan arteri pulmonalis secara bermakna. Afterload ventrikel kanan secara kronik meningkat jika volume paru membesar, seperti pada penyakit COPD, pemanjangan pembuluh paru, dan kompresi kapiler alveolar.Pathway

Penyakit paru dapat menyebabkan perubahan fisiologis dan pada suatu waktu akan mempengaruhi jantung serta menyebabkan pembesaran ventrikel kanan. Kondisi ini sering kali menyebabkan terjadinya gagal jantung. Beberapa kondisi yang menyebabkan penurunan oksigenasi paru dapat mengakibatkan hipoksemia (penurunan PaO2) dan hiperkapnea (peningkatan PaO2), yang nantinya akan mengakibatkan insufisiensi ventilasi. Hipoksia dan hiperkapnea akan menyebabkan vasokontriksi arteri pulmonal dan memungkinkan terjadinya penurunan vaskularisasi paru seperti pada emfisemi dan emboli paru. Akibatnya akan terjadi peningkatan tahanan pada sistem sirkulasi pulmonal, yang akan menjadikannya hipertensi pulmonal. Tekanan rata-rata pada arteri paru (arterial mean pressure) adalah 45 mmHg, jika tekanan ini meningkat dapat menimbulkan kor pulmonal. Ventrikel kanan akan hipertropi dan mungkin diikuti oleh gagal jantung kanan.1. Manifestasi KlinikGejala klinis yang muncul pada klien dengan penyakit kor pulmonal adalah sebagai berikut.1. Sesuai dengan penyakit yang melatarbelakangi, misalnya COPD akan menimbulkan gejala nafas pendek, dan batuk.2. Gagal ventrikel kanan akan muncul, distensi vena leher,liver palpable, efusi pleura, asites, dan murmur jantung.3. Sakit kepala, confusion, dan somnolen terjadi akibat peningkatan PCO2.Informasi yang di dapat bisa berbeda-beda antara satu penderita yang satu dengan yang lain tergantung pada penyakit dasar yang menyebabkan pulmonary heart disease.1. Kor-pumonal akibat Emboli Paru : sesak tiba-tiba pada saat istirahat, kadang-kadang didapatkan batuk-batuk, dan hemoptisis.2. Kor-pulmonal dengan PPOM : sesak napas disertai batuk yang produktif (banyak sputum).3. Cor pulmonal dengan Hipertensi Pulmonal primer : sesak napas dan sering pingsan jika beraktifitas(exertional syncope).4. Pulmonary heart disease dengan kelainan jantung kanan : bengkak pada perut dan kaki serta cepat lelah.Gejala predominan pulmonary heart disease yang terkompensasi berkaitan dengan penyakit parunya, yaitu batuk produktif kronik, dispnea karena olahraga, wheezing respirasi, kelelahan dan kelemahan. Jika penyakit paru sudah menimbulkan gagal jantung kanan, gejala gejala ini lebih berat. Edema dependen dan nyeri kuadran kanan atas dapat juga muncul.Tanda- tanda pulmonary heart disease misalnya sianosis, clubbing, vena leher distensi, ventrikel kanan menonjol atau gallop ( atau keduanya), pulsasi sternum bawah atau epigastrium prominen, hati membesar dan nyeri tekan, dan edema dependen.Gejala- gejala tambahan ialah: Sianosis, Kurang tanggap/ bingung, Mata menonjol1. Pemeriksaan Penunjang1. Pemeriksaan radiologiPerluasan hilus dapat dinilai dari perbandingan jarak antara permulaan percabangan pertama arteri pulmonalis utama kanan dan kiri dibagi dengan diameter transversal torak. Perbandingan > 0,36 menunjukkan hipertensi pulmonal.Batang pulmonal dan hilus membesar1. EkokardiografiMemungkinkan pengukuran ketebalan dinding ventrikel kanan, meskipun perubahan volume tidak dapat diukur, teknik ini dapat memperlihatkan pembesaran kavitas ventrikel kanan dalam yang menggambarkan adanya pembesaran ventrikel kiri. Septum interventrikel dapat bergeser ke kiri.1. Magnetic resonance imaging (MRI)Berguna untuk mengukur massa ventrikel kanan, ketebalan dinding, volume kavitas, dan fraksi ejeksi.1. Biopsi paruDapat berguna untuk menunjukkan vaskulitis pada beberapa tipe penyakit vaskuler paru seperti penyakit vaskuler kolagen, arthritis rheumatoid, danWegener granulomatosis.1. Penatalaksanaan MedisTujuan dari penatalaksanaan adalah peningkatan ventilasi klien dan mengobati penyakit yang melatarbelakangi beserta manifestasi dari gagal jantungnya.Secara umum penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.1. Pada klien dengan penyakit asal COPD dapat diberikan O2 pemberian O2 sangat dianjurkan untuk memperbaiki pertukaran gas dan menurunkan tekanan arteri pulmonal dan tahanan vaskuler pulmonal.2. Bronchial hygiene, diberikan obat golongan bronkodilator.3. Jika terdapat gejala gagal jantung, maka harus memperbaiki kondisi hipoksemia dan hiperkapnea.4. Bedrest,diet rendah sodium, dan pemberian diuretic5. Digitalis, bertujuan untuk meningkatkan kontraktilitas dan menurunkan denyut jantung, selain itu juga mempunyai efek digitalis ringan.6. KomplikasiKomplikasi dari pulmonary heart disease diantaranya:1. Sinkope2. Gagal jantung kanan3. Edema perifer4. Kematian5. Prognosis Belum ada pemeriksaan prospektif yang dilakukan untuk mengetahui prognosis pulmonary heart disease kronik. Pengamatan yang dilakukan tahun 1950 menunjukkan bahwa bila terjadi gagal jantung kanan yang menyebabkan kongestinvena sistemik, harapan hidupnya menjadi kurang dari 4 tahun.Walaupun demikian, kemampuan dalam penanganan pasien selama episode akut yang berkaitan dengan infeksi dan gagal napas mangalami banyak kemajuan dalam 5 tahun terakhir.Prognosis pulmonary heart disease berkaitan dengan penyakit paru yang mendasarinya. Pasien yang mengalami pulmonary heart disease akibat obeliterasi pembuluh darh arteri kecil yang terjadi secara perlahan-lahan akibat penyakit intrinsiknya (misal emboli), atau akibat fibrosis intertisial harapan juntuk perbaikannya kecil karena kemungkinan perubahan anatomi yang terjadi subah menetap. Harapan hidup pasien PPOK jauh lebih baik bila analisis gas darahnya dapat dipertahankan mendekati normal.1. PencegahanMenghindari perilaku yang mengarah pada penyakit paru-paru kronis (terutama merokok) dapat mencegah perkembangan akhir cor pulmonale. Evaluasi seksama murmur jantung anak dapat mencegah cor pulmonale yang disebabkan oleh cacat jantung tertentu.(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth)1. B.Konsep Keperawatan1. PengkajianAnamnesa,meliputi:1. Identitas pasienKor pulmonal dapat terjadi pada orang dewasa dan pada anak-anak. Untuk orang dewasa, kasus yang paling sering ditemukan adalah pada lansia karena sering didapati dengan kebiasaan merokok dan terpapar polusi. Hal ini di dasarkan pada epidemiologi penyakit-penyakit yang menjadi penyebab kor pulmonal, karena hipertensi pulmonal merupakan dampak dari beberepa penyakit yang menyerang paru-paru.Untuk kasus anak-anak, umumnya terjadi kor pulmonal akibat obstruksi saluran napas atas seperti hipertrofi tonsil dan adenoid.Jenis pekerjaan yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal adalah para pekerja yang sering terpapar polusi udara dan kebiasaan merokok yang tinggi.Lingkungan tempat tinggal yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal adalah lingkungan yang dekat daerah perindustrian, dan kondisi rumah yang kurang memenuhi persyaratan rumah yang sehat. Contohnya ventilasi rumah yang kurang baik,hal ini akan semakin memicu terjadinya penyakit-penyakit paru dan berakibat terjadinya kor pulmonal.1. Riwayat Sakit dan Kesehatan1) Keluhan utamaPasien dengan kor pulmonal sering mengeluh sesak, nyeri dada2) Riwayat penyakit saat iniPada pasien kor pulmonal, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda mudah letih, sesak, nyeri dada, batuk yang tidak produktif. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.Penyebab kelemahan fisik setelah melakukan aktifitas ringan sampai berat.Seperti apa kelemahan melakukan aktifitas yang dirasakan, biasanya disertai sesak nafas.Apakah kelemahan fisik bersifat local atau keseluruhan system otot rangka dan apakah disertai ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.Bagaimana nilai rentang kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.Kapan timbulnya keluhan kelemahan beraktifitas, seberapa lamanya kelemahan beraktifitas, apakah setiap waktu, saat istirahat ataupun saat beraktifitas3) Riwayat penyakit dahuluKlien dengan kor pulmonal biasanya memilki riwayat penyakit seperti penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), fibrosis paru, fibrosis pleura, dan yang paling sering adalah klien dengan riwayat hipertensi pulmonal.1. Pemeriksaan fisik : Review Of System (ROS)1) B1 (BREATH) Pola napas : irama tidak teratur Jenis: Dispnoe Suara napas: wheezing Sesak napas (+)2) B2 (BLOOD) Irama jantung : ireguler s1/s2 tunggal (-) Nyeri dada (+) Bunyi jantung: murmur CRT : tidak terkaji Akral : dingin basah3) B3 (BRAIN) Penglihatan(mata)- Pupil : tidak terkaji- Selera/konjungtiva : tidak terkaji Gangguan pendengaran/telinga: tidak terkaji Penciuman (hidung) : tidak terkaji Pusing Gangguan kesadaran4) B4 (BLADDER) Urin:- Jumlah : kurang dari 1-2 cc/kg BB/jam- Warna : kuning pekat- Bau : khas Oliguria5) B5 (BOWEL) Nafsu makan : menurun Mulut dan tenggorokan : tidak terkaji Abdomen : asites Peristaltic : tidak terkaji6) B6 (BONE) Kemampuan pergerakan sendi: terbatas Kekuatan otot : lemah Turgor : jelek Oedema1. PsikososialMeliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya, kecemasan terhadap penyakit.2. Diagnosa keperawatan1. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen, obstruksi alveoli2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan sempitnya lapang respirasi dan penekanan toraks.3. Perubahan perfusi jaringan kardiopulmonal berhubungan dengan masalah pertukaran pada tingkat alveolar atau tingkat jaringan4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu makan (energi lebih banyak digunakan untuk usaha bernapas, sehingga metabolisme berlangsung lebih cepat).5. Intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik dan keletihan.6. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen, obstruksi alveoli3. Perencanaan Keperawatan Tujuan : Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk keperluan tubuh. Kriteria hasil : Klien tidak mengalami sesak napas. Tanda-tanda vital dalam batas normal Tidak ada tanda-tanda sianosis. Pao2 dan paco2 dalam batas normal Saturasi O2 dalam rentang normalIntervensi dan Rasional :1) Pantau frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir, tidakmampuan bicara/ berbincang.Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan/atau kronisnya proses penyakit.2) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong nafas perlahan atau nafas bibir sesuai kebutuhan atau toleransi individu.Rasional : Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea dan kerja nafas.3) Awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa.Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir/atau daun telinga). Keabu-abuan dan diagnosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.4) Dorong mengeluarkan sputum; penghisapan bila diindikasikan.Rasional : Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan nafas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif.5) Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi tambahan.Rasional : Bunyi nafas mugkin redup karena aliran udara atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan secret. Krekel basah menyebar menunjukkan cairan pada intertisial/dekompensasi jantung.6) Palpasi fremitus.Rasional : Penurunan getaran fibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak.7) Awasi tingkat kesadaran/ status mental. Selidiki adanya perubahan.Rasional : Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hypoxia, GDA memburuk disertai bingung/ somnolen menunjukkan disfungsi sersbral yang berhubungan dengan hipoksemia.8) Evaluasi tingkat toleransi aktifitas. Berikan lingkungan yang tenang dan kalem. Batasi aktifitas pasien atau dorong untuk tidur/ istirahat dikursi selama fase akut. Mungkinkan pasien melakukan aktifitas secara bertahap dan tingkatkan sesuai toleransi individu.Rasional : Selama distress pernapasan berat/akut/refraktori pasien secara total tak mampu melakukan aktifitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea. Istirahat diselingi aktifitas perawatan masih penting dari program pengobatan. Namun, program latihan ditujukan untuk meningkatkan ketahanan dan kekuatan tanpa menyebabkan dispnea berat, dan dapat meningkatkan rasa sehat.9) Awasi tanda vital dan irama jantungRasional : Tachycardia, disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.10) Kolaborasia) Awasi/gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri.Rasional : Paco2 biasanya meningkat (bronchitis, enfisema) dan pao2 secara umum menurun, sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil atau lebih besar. Catatan: paco2 normal atau meningkat menandakan kegagalan pernapasan yang akan datang selama asmatik.b) Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.Rasional : Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hypoxia. Catatan: emfisema kronis, mengatur pernapasan pasien ditentukan oleh kadar CO2 dan mungkin dieluarkan dengan peningkatan pao2 berlebihan.c) Berikan penekanan SSP (misal: ansietas, sedative, atau narkotik) dengan hati-hati.Rasional : Digunakan untuk mengontrol ansietas/gelisah yang meningkatkan konsumsi oksigen/kebutuhan, eksaserbasi dispnea. Dipantau ketat karena dapat terjadi gagal nafas.d) Bantu instubasi, berikan/pertahankan ventilasi mekanik,dan pindahkan UPI sesuai instruksi pasien.Rasional : Terjadinya/kegagalan nafas yang akan datang memerlukan penyelamatan hidup.1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan Hipoksia. Tujuan : Memperbaiki atau mempertahankan pola pernapasan normal Pasien mencapai fungsi paru-paru yang maksimal.Kriteria hasil : Pasien menunjukkan frekuensi pernapasan yang efektif. Pasien bebas dari dispnea, sianosis, atau tanda-tanda lain distress pernapasanIntervensi dan Rasional :1) Kaji jumlah/kedalaman pernafasan dan pergerakan dadaRasional : evaluasi awal untuk melihat kemajuan dari hasil intervensi yang telah dilakukan.2) Auskultasi daerah paru, catat area yang menurun/tidak adanya aliran udara, adanya suara tambahan seperti crekels, wheezing.Rasional : penurunan aliran udara timbul pada area yang konsolidasi dengan cairan. Suara nafas bronchial (normal di atas bronkus ) dapat juga. Ronki , krecels, weezing terdengar pada saat inspirasi dan atau ekspirasi sebagai respon dari akumulasi cairan.3) Berikan posisi fowler atau semi fowlerRasional : Memaksimalkan ekspansi paru, menurunkan kerja pernapasan, dan menurunkan resiko aspirasi4) Ajarkan teknik napas dalam dan atau pernapasan bibir atau pernapasan diafragmatik abdomen bila diindikasikanRasional : Membantu meningkatkan difusi gas dan ekspansi jalan napas kecil, memberika pasien beberapa kontrol terhadap pernapasan, membantu menurunkan ansietas.1. Perubahan perfusi jaringan kardiopulmonal berhubungan dengan masalah pertukaran pada tingkat alveolar atau tingkat jaringan.Tujuan : mempertahankan perfusi jaringanKriteria hasil :Tanda vital normal, tidak ada tanda sianosisIntervensi :1) Auskultasi HR dan ritme, serta catat suara jantung tambahan2) Observasi perubahan status mental3) Observasi warna dan temperatus kulit/membrane mukosa4) Evaluasi ekstremitas dari adanya kualitas nadi5) Kolaborasi : Berikan cairan sesuai dengan indikasi Monitor hasil diagnostic/ laboratorium, misalnya EKG, elektrolit, BUN Berikan terapi sesuai dengan indikasi : heparin, agen trombolitik1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Penurunan nafsu makan (energi lebih banyak digunakan untuk usaha bernapas, sehingga metabolism berlangsung lebih cepat). Tujuan : Nafsu makan membaik. Kriteria hasil : Gizi untuk kebutuhan metabolik terpenuhi Massa tubuh dan berat badan klien berada dalam batas normal.Intervensi dan Rasional :1) Beri motivasi pada klien untuk mengubah kebiasaan makan.Rasional : Agar pasien mau memenuhi diet yang disarankan untuk kebutuhan nutrisi dalam metabolisme.2) Sajikan makanan untuk klien semenarik mungkin.Rasional : Mengurangi anorexia pada pasien.3) Pantau nilai laboratorium, khususnya transferin, albumin, dan elektrolit.Rasional : Untuk mengetahui perkembangan asupan gizi klien melalui sampel darah4) Timbang berat badan pasien pada interval yang tepat.Rasional : Untuk mengetahui perkembangan klien dalam mempertahankan berat badan normal.5) Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein untuk klien.Rasional : Untuk bisa lebih tepat memberikan diet kepada pasien sesuai zat gizi dan kalori yang dibutuhkan.6) Pertahankan kebersihan mulut yang baikRasional : Menambah nafsu makan dan membersihkan kuman-kuman yang ada dalam mulut, sehingga makanan yang klien makan akan terasa lebih nikmat1. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan demand oksigen Tujuan : keseimbanagn antara suplai dan demand oksigen. Kriteria hasil : mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dan di tunjukkan dengan daya tahan, menunjukkan penghematan energi. Intervensi dan Rasional :1) Evaluasi respons klien terhadap aktivitasRasional : memberikan kemampuan/ kebutuhan klien dan memfasilitasi dalam pemilihan intervensi.2) Beri lingkungan yang nyaman dengan membatasi pengunjung. Anjurkan untuk menggunakan menejemen stress dan aktivitas diversionalRasional : mengurangi stress dan stimulasi yang berlebihan, meningkatkan istirahat.3) Jelaskan pentingnya beristirahat pada rencana terapi dan perlunya keseimbangan antara aktivitas dengan istirahatRasional : bedrest akan memelihara selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolic, memelihara energy untuk penyembuhan.4) Bantu klien untuk mengambil posisi yang nyaman untuk beristirahat dan atau tidur.Rasional : klien mungkin merasa nyaman dengan kepala dalam keadaan elevasi, tidur di kursi atau istirahat pada meja dengan bantuan bantal5) Ajarkan klien bagaimana meningkatkan rasa control dan mandiri dengan kondisi yang ada6) Ajarkan klien bagaimana menghadapi aktivitas menghindari kelelahan dan berikan periode istirahat tanpa gangguan di antara aktifitasRasional : Istirahat memungkinkan tubuh memperbaiki energy yang digunakan selama aktifitas7) Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai menu makanan pasienRasional : Dengan ahli gizi,perawat dapat menentukan jenis-jenis makanan yang harus dikonsumsi untuk memaksimalkan pembentukan energy dalam tubuh pasien4. Evaluasi1. Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk keperluan tubuh. Klien tidak mengalami sesak napas. Tanda-tanda vital dalam batas normal Tidak ada tanda-tanda sianosis. Pao2 dan paco2 dalam batas normal Saturasi O2 dalam rentang normal1. Memperbaiki atau mempertahankan pola pernapasan normal Pasien mencapai fungsi paru-paru yang maksimal. Pasien menunjukkan frekuensi pernapasan yang efektif. Pasien bebas dari dispnea, sianosis, atau tanda-tanda lain distress pernapasan1. Nafsu makan membaik. Gizi untuk kebutuhan metabolik terpenuhi Massa tubuh dan berat badan klien berada dalam batas normal.1. keseimbanagn antara suplai dan demand oksigen.Mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dan di tunjukkan dengan daya tahan, menunjukkan penghematan energi.5. Kode Etik Dan Legal Keperawatan1. Prinsip Etik1) OtonomiOtonomi berarti kebebasan setiap individu untuk memilih rencana kehidupan dan cara bermoral mereka sendiriMenghargai otonomi (autonomy) berarti komitmen terhadap klien dalam mengambil keputusan tentang semua aspek pelayananKlien bertanggung jawab untuk pengambilan keputusan mengenai kesehatan mereka2) Kebaikan ( beneficience )Kebaikan (beneficence) adalah tindakan positif untuk membantu orang lain.Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi3) Tidak mencederai ( non maleficience )Rentang dari bahaya yang tidak berarti sampai menguntungkan orang lain dengan melakukan yang baikDalam kondisi klinis sering sulit menggambarkan garis antara bahaya yang tidak berarti dengan melakukan yang baik.contoh : perawat yang memberikan imunisasi pada bayi memberi suatu derajat bahaya yaitu nyeri namun tindakan ini juga benificient karena tindakan ini mencegah bahaya serius penyakit anak4) Keadilan ( justice )Menuntut perlakuan yang adil dan memberikan apa yang menjadi kebutuhan klien5) Kesetiaan ( fidelity)Prinsipfidelitydibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap orang lain.Contoh : Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia klien. Ketaatan, kesetiaan, adalah kewajiban seseorang perawat untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya kepada pasien.6) Kejujuran ( veracity )Prinsipveracityberarti penuh dengan kebenaran.Nilai ini diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien1. Legal Dalam kasus cor pulmonal peran perawat sebagai advokat yaitu harus bertanggung jawab membantu klien dan keluarga dalam hal inform concern atas tindakan tindakan medis maupun tindakan tindakan keperawatan yang akan dilakukan. Selain itu, perawat juga harus mampu mempertahankan dan melindungi hak hak klien serta memastikan bahwa kebutuhan klien yang berhubungan dengan status kesehatannya terpenuhi.6. Pendidikan Kesehatan SATUAN ACARA PENYULUHAN(SAP)Tema : Penyakit Cor PulmonalSub Tema : Perawatan Penyakit Cor PulmonalSasaran : Bp. XTempat : Rumah Sakit HHari/Tanggal : Jumat, 5 Desember 2012Waktu : 30 Menit1. A.Tujuan Instruksional UmumSetelah mengikuti penyuluhan selama 30 menit, diharapkan Bp. H dapat menjelaskan penyakit Cor Pulmonal.1. B.Tujuan Instruksional KhususSetelah mengikuti penyuluhan selama 30 menit, diharapkan Klien dapat:1. Menjelaskan pengertian penyakit Cor Pulmonal dengan benar2. Menyebutkan faktor penyebab yang dapat menimbulkan penyakit Cor Pulmonal3. Menyebutkan tanda/gejala dari penyakit Cor Pulmonal4. Menjelaskan penatalaksanaan penyakit Cor Pulmonal5. Menjelaskan patofisiologi penyakit Cor Pulmonal1. C.Materi1. Pengertian penyakit Cor Pulmonal2. Faktor penyebab dari penyakit Cor Pulmonal3. Tanda/gejala penyakit Cor Pulmonal4. Penatalaksanaan penyakit Cor Pulmonal5. Patofisiologi penyakit Cor Pulmonal1. D.Metode1. Ceramah2. Tanya jawab1. E.Kegiatan PenyuluhanNoKegiatanPenyuluhPesertaWaktu

1.Pembukaan Salam pembuka Menyampaikan tujuan penyuluhan Menjawab salam Menyimak,Mendengarkan, menjawab pertanyaan5 Menit

2.Kerja/ isi Penjelasan pengertian, penyebab, gejala, penatalaksanaan dan patofisiologi penyakit Cor Pulmonal Memberi kesempatan peserta untuk bertanya Menjawab pertanyaan Evaluasi Mendengarkan dengan penuh perhatian Menanyakan hal-hal yang belum jelas Memperhatikan jawaban dari penceramah Menjawab pertanyaan15 menit

3.Penutup Menyimpulkan Salam penutup Mendengarkan Menjawab salam10 Menit

1. F.MediaLeaflet: Tentang penyakit Cor Pulmonal1. G.Sumber/Referensi2. Doenges, E. Marilynn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3. EGC : Jakarta.3. FKUI. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1. FKUI : Jakarta.1. H.EvaluasiFormatif:1. Klien dapat menjelaskan pengertian penyakit Cor Pulmonal2. Klien mampu menjelaskan faktor penyebab dari penyakit Cor Pulmonal3. Klien dapat menjelaskan tanda/gejala penyakit Cor Pulmonal4. Klien mampu menjelaskan penatalaksanaan penyakit Cor Pulmonal5. Klien mampu menjelaskan Patofisiologi penyakit Cor PulmonalSumatif:Klien dapat memahami penyakit Cor PulmonalYogyakarta, 5 Desember 2012Pembimbing Penyuluh(Diah Pujiastuti, S. Kep., Ns) (Ni Gusti Ayu Kadek D.)7. JurnalThe association between obesity, mortality and filling pressures in pulmonary hypertension patients; the obesity paradoxZafrir B,Adir Y,Shehadeh W,Shteinberg M,Salman N,Amir O.B. SourceDepartment of Cardiovascular Medicine, Lady Davis Carmel Medical Center, Haifa, Israel; The Heart Failure Center, Lin medical Center, Haifa, Israel. Electronic address: barakzmd @ gmail. com.C. AbstractBACKGROUND:The term obesity paradox, refers to lower mortality rates in obese patients, and is evident in various chronic cardiovascular disorders. There is however, only scarce data regarding the clinical implication of obesity and pulmonary hypertension (PH). Therefore, in the current study, we evaluated the possible prognostic implications of obesity in PH patients.METHODS:We assessed 105 consecutive PH patients for clinical and hemodynamic parameters, focusing on the possible association between Body Mass Index (BMI) and mortality. Follow-up period was 1913 months.RESULTS:Sixty-one patients (58%) had pre-capillary PH and 39 patients (37%) out-of-proportion post-capillary PH. During follow-up period, 30 patients (29%) died. Death was associated with reduced functional-class, inverse-relation with BMI, higher pulmonary artery and right atrial pressures, pulmonary vascular resistance and signs of right ventricular failure. In multivariate analysis, obesity (BMI30kg/m), was the variable most significantly correlated with improved survival [H.R 0.2, 95% C.I 0.1-0.6; p=0.004], even after adjustment for baseline characteristics. Obese and very-obese (BMI35kg/m) patients had significantly less mortality rates during follow-up (12% and 8%, respectively) than non-obese patients (41%), p=0.01. The tendency of survival benefit for the obese vs. non-obese patients was maintained both in the pre-capillary (10% vs. 46% mortality, p=0.008) and disproportional post-capillary PH patients (11% vs. 40% mortality, p=0.04).CONCLUSIONS:Obesity was significantly associated with lower mortality in both pre-capillary and disproportional post-capillary PH patients. It seems that in PH, similarly to other chronic clinical cardiovascular disease states, there may be a protective effect of obesity, compatible with the obesity paradox.Daftar PustakaIrman, Sumantri. 2009.Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba MedikaNuzurul . 2012.Asuhan Keperawatan Cor Pulmonal. Diakses Tanggal 29 November 2012 Jam 20.00 WibHttp://Nuzulul-Fkp09.Web.Unair.Ac.Id/Artikel_Detail-35530-Kep%20Respirasi-Askep%20Cor%20Pulmonal.HtmlPubmed. 2012.Jounal Cor Pulmonal. Diakses Tgl 2 Desember 2012 Jam 22.00 WibHttp://Www.Ncbi.Nlm.Nih.Gov/Pubmed/23199841Syarifudin. 2006.Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan.Jakarta : EGC

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) COR PULMONAL ATAU PULMONARY HEART DISEASEBAB IPENDAHULUAN1.1Latar BelakangPulmonary Heart Disease atau Cor pulmonal didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam struktur dan fungsi ventrikel kanan yang disebabkan oleh gangguan utama dari sistem pernapasan. Hipertensi paru adalah hubungan umum antara disfungsi paru-paru dan jantung di cor pulmonal. Penyakit ventrikel kanan sisi disebabkan oleh kelainan primer dari sisi kiri ventrikel kanan sisi disebabkan oleh kelainan primer dari sisi kiri jantung atau penyakit jantung bawaan tidak dianggap pulmonale cor, tapi pulmonale cor dapat mengembangkan sekunder untuk berbagai proses penyakit cardiopulmonary. Meskipun pulmonale cor umumnya memiliki progresif dan perlahan-lahan saja kronis, onset akut atau pulmonale cor diperburuk dengan komplikasi yang mengancam kehidupan dapat terjadi.Data kematian yang dikumpulkan sejak tahun 1991 dari bagian Ilmu Kedokteran Respirasi FK UI Unit paru RSU Persahabatan penyebab kematian akibat cor pulmonal sebanyak 7 kasus dari 175 jumlah total kematian pasien penderita penyakit paru atau sebesar 4,10%. Cor pulmonal menduduki ranking kelima setalah TB paru, tumor paru, pneumonia, dan bronkhiektasis.Jika cor pulmonal terlambat didiagnosa atau terapi awal yang tidak memadai pada cor pulmonal dapat menimbulkan gangguan fungsi paru, maka diperlukan asuhan keperawatan secara menyeluruh yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif untuk mencegah komplikasi yang mungkin terjadi.Untuk itu, berdasarkan uraian diatas, kami merasa perlu membahas dan menelaah lebih dalam mengenai penyakit cor pulmonal untuk dapat mengetahui asuhan keperawatan pada pasien cor pulmonal dengan pendekatan proses keperawatan yang benar.1.2Rumusan Masalah1. Apa definisi pulmonary heart disease?2. Apaetiologi/ faktor pencetus pulmonary heart disease?3. Apa saja manifestasi klinis pulmonary heart disease?4. Bagaimana patofisiologi pulmonary heart disease?5. Apa saja pemeriksaan diagnostik pada pulmonary heart disease?6. Bagaimana penatalaksanaan klien dengan pulmonary heart disease?7. Apa komplikasi dari pulmonary heart disease?8. Bagaimana prognosis dari pulmonary heart disease?9. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan pulmonary heart disease?1.3Tujuan1.3.1Tujuan UmumMahasiswa dapat mengetahui dan mencegah terjadinya pulmonary heart disease.1.3.2Tujuan Khusus1. Mengetahui definisi pulmonary heart disease.2. Mengetahui etiologi/ faktor pencetus pulmonary heart disease.3. Menyebutkan manifestasi klinis pulmonary heart disease.4. Menyebutkan patofisiologi pulmonary heart disease.5. Mengetahui pemeriksaan diagnostik pada pulmonary heart disease.6. Mengetahui penatalaksanaan klien dengan pulmonary heart disease.7. Mengetahui komplikasi dari pulmonary heart disease.8. Mangatahui prognosis dari pulmonary heart disease.9. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan pulmonary heart disease.1.4Manfaat1. Mendapatkan pengetahuan tentang pulmonary heart disease.2. Mendapatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pulmonary heart disease.BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1.DefinisiPulmonary heart disease adalah pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan/atau dilatasi) yang terjadi akibat kelainan paru, kelainan dinding dada, atau kelainan pada kontrol pernafasan. Tidak termasuk di dalamnya kelainan jantung kanan yang terjadi akibat kelainan jantung kiri atau penyakit jantung bawaan.Pulmonary heart disease dapat terjadi akut maupun kronik. Penyebab pulmonary heart disease akut tersering adalah emboli paru masif, sedangkan pulmonary heart disease kronik sering disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada pulmonary heart disease kronik umumnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan, sedangkan pada pulmonary heart disease akut terjadi dilatasi ventrikel kanan. Tidak semua pasien PPOK akan mengalami pulmonary heart disease, karena banyak usaha pengobatan yang dilakukan untuk mempertahankan kadar oksigen darah arteri mendekati normal sehingga dapat mencegah terjadinya Hipertensi Pulmonal. Pada umumnya, makin berat gangguan keseimbangan ventilasi perfusi, akan semakin mudah terjadi ganguan analisis gas darah sehingga akan semakin besar terjadinya Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart disease. Penyakit yang hanya mengenai sebagian kecil paru tidak akan begitu mempengaruhi pertukaran gas antara alveoli dan kapiler sehingga jarang menyebabkan terjadinya Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart disease. Tuberculosis yang mengenai kedua lobus paru secara luas akan menyebabkan terjadinya fibrosis disertai gangguan fungsi paru sehingga menyebabkan terjadinya pulmonary heart disease. Hipoventilasi alveoli sekunder akibat sleep apnea syndrome tidak jarang disertai dengan Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart disease Kronik. 2.2.PatogenesisMekanisme terjadinya hipertensi pulmonale pada cor pulmunale dapat di bagi menjadi 4 kategori yaitu :1. a.Obstuksi Terjadi karena adanya emboli paru baik akut maupun kronik.Chronic Thromboembolic Pulmonary Hypertesion(CTEPH) merupakan salah satu penyebab hipertensi pulmonale yang penting dan terjadi pada 0.1 0.5 % pasien dengan emboli paru. Pada saat terjadi emboli paru, system fibrinolisis akan bekerja untuk melarutkan bekuan darah sehingga hemodinamik paru dapat berjalan dengan baik. Pada sebagian kecil pasien system fibrinolitik ini tidak berjalan baik sehingga terbentuk emboli yang terorganisasi disertai pembentukkan rekanalisasi dan akhirnya menyebabkan penyumbatan atau penyempitan pembuluh darah paru.1. b.Obliterasi Penyakit intertisial paru yang sering menyebabkan hipertensi pulmonale adalah lupus eritematosus sistemik scleroderma, sarkoidosis, asbestosis, dan pneumonitis radiasi. Pada penyakit-penyakit tersebut adanya fibrosis paru dan infiltrasi sel-sel yang prodgersif selain menyebabkan penebalan atau perubahan jaringan interstisium, penggantian matriks mukopolisakarida normal dengan jaringan ikat, juga menyebabkan terjadinya obliterasi pembuluh paru.1. c.Vasokontriksi Vasokontriksi pembuluh darah paru berperan penting dalam pathogenesis terjadinya hipertensi pulmonale. Hipoksia sejauh ini merupakan vasokontrikstor yang paling penting. Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyebab yang paling di jumpai. Selain itu tuberkolosis dan sindrom hipoventilasi lainnya misalnya sleep apnea syndrome, sindrom hipoventilasi pada obesitas, dapat juga menyebabkan kelainan ini. Asidosis juga dapat berperan sebagai vasokonstriktor pembuluh darah paru tetapi dengan potensi lebih rendah. Hiperkapnea secara tersendiri tidak mempunyai efek fasokonstriksi tetepi secara tidak langsung dapat meningkatkan tekanan arteri pulmunalis melalui efek asidosisnya. Eritrositosis yang terjadi akibat hipoksia kronik dapat meningkatkan vikositas darah sehingga menyebabkan peningkatan tekanan arteri pumonalis.1. d.Idiopatik Kelainan idiopatik ini di dapatkan pada apsien hipertensi pulmonale primer yang di tandai dengan adanya lesi pada arteri pumonale yang kecil tanpa di dapatkan adanya penyakit dasar lainnya baik pada paru maupun pada jantung. Secara histopatologis di dapatkan adanya hipertrofitunikamedia, fibrosistunikaintima, lesi pleksiform serta pembentukan mikro thrombus. Kelainan ini jarang di dapat dan etiologinya belum di ketahui Waupun sering di kaitkan dengan adanya penyakit kolagen, hipertensi portal, penyakit autoimun lainnya serta infeksi HIV.2.3.EtiologiPenyebab penyakit pulmonary heart disease antara lain :1) Penyakit paru menahun dengan hipoksia :- Penyakit paru obstrutif kronik,- Fibrosis paru,- Penyakit fibrokistik,- Cryptogenic fibrosing alveolitis,- Penyakit paru lain yang berhubungan dengan hipoksia2) Kelainan dinding dada :- Kifos koliosis, torakoplasti, fibrosis pleura,- Penyakit neuromuscular,3) Gangguan mekanisme control pernafasan :- Obesitas, hipoventilasi idopatik,- Penyakit serebro vascular.4) Obstruksi saluran nafas atas pada anak :- Hipertrofi tonsil dan adenoid.5) Kelainan primer pembuluh darah :- Hipertensi pulmonale primer emboli paru berulang dan vaskulitis pembuluh darah paru.2.4.Manifestasi KlinisInformasi yang didapat bisa berbeda-beda antarasatu penderita yang satu dengan yang lain tergantung pada penyakit dasar yang menyebabkan pulmonary heart disease.1. Kor-pumonal akibat Emboli Paru : sesak tiba-tiba pada saat istirahat, kadang-kadang didapatkan batuk-batuk, dan hemoptisis.2. Kor-pulmonal dengan PPOM : sesak napas disertai batuk yang produktif (banyak sputum).3. Cor pulmonal dengan Hipertensi Pulmonal primer : sesak napas dan sering pingsan jika beraktifitas(exertional syncope).4. Pulmonary heart disease dengan kelainan jantung kanan : bengkak pada perut dan kaki serta cepat lelah.Gejala predominan pulmonary heart disease yang terkompensasi berkaitan dengan penyakit parunya, yaitu batuk produktif kronik, dispnea karena olahraga, wheezing respirasi, kelelahan dan kelemahan. Jika penyakit paru sudah menimbulkan gagal jantung kanan, gejala - gejala ini lebih berat. Edema dependen dan nyeri kuadran kanan atas dapat juga muncul.Tanda- tanda pulmonary heart disease misalnya sianosis, clubbing, vena leher distensi, ventrikel kanan menonjol atau gallop ( atau keduanya), pulsasi sternum bawah atau epigastrium prominen, hati membesar dan nyeri tekan, dan edema dependen.Gejala- gejala tambahan ialah:1. 1. Sianosis2. 2. Kurang tanggap/ bingung3. 3. Mata menonjol2.5.PatofisiologiBeratnya pembesaran ventrikel kanan pada pulmonary heart disease berbanding lurus dengan fungsi pembesaran dari peningkatan afterload. Jika resistensi vaskuler paru meningkat dan relative tetap, seperti pada penyakit vaskuler atau parenkim paru, peningkatan curah jantung sebagaimana terjadi pada pengerahan tenaga fisik, maka dapat meningkatkan tekanan arteri pulmonalis secara bermakna. Afterload ventrikel kanan secara kronik meningkat jika volume paru membesar, seperti pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), pemanjangan pembuluh paru, dan kompresi kapiler alveolar.Penyakit paru dapat menyebabkan perubahan fisiologis dan pada suatu waktu akan mempengaruhi jantung serta menyebabkan pembesaran ventrikel kanan. Kondisi ini seringkali menyebabkan terjadinya gagal jantung. Beberapa kondisi yang menyebabkan penurunanan oksigenasi paru dapat mengakibatkan hipoksemia ( penurunan PaO2) dan hipercapnea ( peningkatan PaCO2) , yang nantinya akan mengakibatkan insufisiensi ventilasi. Hipoksia dan hiperkapnea akan menyebabkan vasokonstriksi arteri pulmonal dan memungkinkan terjadinya penurunan vaskularisasi paru seperti pada emfisema dan emboli paru. Akibatnya akan terjadi peningkatan ketahanan pada sistem sirkulasi pulmonal, yang akan menjadikannya hipertensi pulmonal. Tekanan rata-rata pada arteri baru ( arterial mean preassure) adalah 45mmHg, jika tekanan ini meningkat dapat menimbulkan pulmonary heart disease. Ventrikel kanan akan hipertropi dan mungkin akan diikuti gagal jantung kanan.2.6.PemeriksaanDiagnostikGambaran radiologis Pada tingkat hipertensi pulmonal jantung belum terlihat membesar, tetapi hilus dan arteri pulmonalis utama amat menonjol dan pembuluh darah perifer menjadi kecil/tidak nyata. Pada tingkat pulmonary heart disease jantung terlihat membesar karena adanya dilatasi dan hipertrofi ventrikel kanan. Hal ini kadang-kadang sulit dinyatakan pada foto dada karena adanya hiperinflasi paru (misalnya pada emfisema). Selain itu didapatkan juga diafragma yang rendah dan datar serta ruang udara retrosternal yang lebih besar, sehingga hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan tidak membuat jantung menjadi lebih besar dari ukuran normal.Gambaran elektrokardiogram Pada tingkat awal (hipoksemia) EKG hanya menunjukkan gambaran sinus takikardia saja. Pada tingkat hipertensi pulmonal EKG akan menunjukkan gambaran sebagai berikut, yaitu:1. Gelombang P mukai tinggi padaleadII2. Depresi segmen S-T di II, III, Avf3. Gelombang T terbalik atau mendatar di V1-34. Kadang-kadang teadapat RBBBincompleteataucomplete Pada tingkat pulmonary heart disease dengan hipertrofi ventrikel kanan, EKG menunjukkan:1. Aksis bergeser ke kanan(RAD) lebih dari +902. Gelombang P yang tinggi (P pulmonal) di II, III,Avf3. Rotasi kea rah jarum jam (clockwise rotation)4. Rasio R/S di V1lebih dari 15. Rasio R/S di V6lebih dari 16. Gelombang S ang dalam di V5dan V6(S persissten di prekordial kiri)7. RBBBincompleteatauincompletePada cor-pulmonal akut (emboli paru masif),EKG menunjukkan adanyaRight Ventrikular Strainyaitu adanya depresai segmen S-T dan gelombang T yang terbalik pada sandapan perikordial kanan. Kadang-kadang kriteria hipertrofi ventrikel kanan yang klasik sulit didapat. Padmavati dalam penelitiannya menyatakan criteria yang lain untuk kor-pulmonal dalam kombinasi EKG sebagai berikut:1) rS di V5dan V62) Aksis bergeser ke kanan3) qR di AVR4) P pulmonalLaboratoriumPemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya polisitemia (Ht > 50%), tekanan oksigen (PaO2) darah arteri < 60 mmHg,tekanan karbondioksida (PaO2) >50 mmHg.2.7.PenatalaksanaanTerapi medis untuk pulmonary heart disease kronis di fokuskan pada penatalaksanaan untuk penyakit paru dan peningkatan oksigenasi serta peningkatan fungsi ventrikel kanan dengan menaikkan kontraktilitas dari ventrikel kanan dan menurunkan vasokonstriksi pada pembuluh darah di paru. Pada pulmonary heart disease akut akan dilakukan pendekatan yang berbeda yaitu di fokuskan pada kestabilan klien.Untuk mendukung system kardiopulmonal pada klien dengan pulmonary heart disease harus diperhatikan mengenai kegagalan jantung kanan yang meliputi masalah pengisian cairan di ventrikel dan pemberian vasokonstriktor (epinephrine) untuk memelihara tekanan darah yang adekuat. Tetapi pada dasarnya penatalaksanaan akan lebih baik jika di fokuskan pada masalah utama, misalnya pada emboli paru harus dipertimbangkan untuk pemberian antikoagulan, agen trombilisis atau tindakan pembedaham embolektomi. Khususnya jika sirkulasi terhambat akan dipertimbangkan pula pemberian broncodilator dan penatalaksanaan infeksi untuk klien dengan PPOK; pemberian steroid dan imunosupresif pada penyakit fibrosis paru.Terapi oksigen, pemberian diuretic, vasodilator, digitalis, theophyline, dan terapi antikoagulan di gunakan untuk terapi jangka panjang pada cor pulmonal kronis.a) Terapi Oksigen.Terapi oksigen sangat penting diberikan pada klien. Klien dengan pulmonary heart disease memiliki tekanan oksigen (PO2) di bawah 55 mm Hg dan menurun dengan cepat ketika beraktivitas atau tidur. Terapi oksigen dapat menurunkan vasokonstriksi hipoksemia pulmonar, kemudian dapat menaikkan cardiac output, mengurangi vasokonstriksi, meringankan hipoksemia jaringan, dan meningkatkan perfusi ginjal. Secara umum, terapi oksigen di berikan jika PaO2kurang dari 55 mm Hg atau saturasi O2kurang dari 88%.Manfaat dari terapi oksigen adalah untuk menurunkan tingkat gejala dan meningkatkan status fungsional. Oleh karena itu, terapi oksigen penting di berikan untuk managemen jangka panjang khususnya untuk klien dengan hipoksia atau penyakit paru obstruktif (PPOK).b) Diuretik.Diuretik di gunakan pada klien dengan pulmonary heart disease kronis, terutama ketika pengisian ventrikel kiri terlihat meninggi dan pada edema perifer. Diuretic berperan dalam peningkatan fungsi dari ventrikel kanan maupun kiri. Diuretik memproduksi efek hemodinamik yang berlawanan jika tidak di perhatikan penggunaannya. Volume pengosongan yang berlebihan dapat menimbulkan penuruna cardiac output. Komplikasi lain dari diuretic adalah produksihypokalemic metabolic alkalosis, yang akan mengurangi efektivitas stimulasi karbondioksida pada pusat pernafasan dan menurunkan ventilasi. Produksi elektrolit dan asam yang merugikan sebagai akibat dari penggunaaan diuretic juga dapat menimbulkan aritmia, yang berakibat menurunnyacardiac output. Oleh karena itu diuretik di rekomendasikan pada managemen pulmonary heart disease kronis, dengan memperhatikan pemakaian.2.8.KomplikasiKomplikasi dari pulmonary heart disease diantaranya:a) Sinkopeb) Gagal jantung kananc) Edema periferd) Kematian2.9.PrognosisBelum ada pemeriksaan prospektif yang dilakukan untuk mengetahui prognosis pulmonary heart disease kronik. Pengamatan yang dilakukan tahun 1950 menunjukkan bahwa bila terjadi gagal jantung kanan yang menyebabkan kongestinvena sistemik, harapan hidupnya menjadi kurang dari 4 tahun.Walaupun demikian, kemampuan dalam penanganan pasien selama episode akut yang berkaitan dengan infeksi dan gagal napas mangalami banyak kemajuan dalam 5 tahun terakhir.Prognosis pulmonary heart disease berkaitan dengan penyakit paru yang mendasarinya. Pasien yang mengalami pulmonary heart disease akibat obeliterasi pembuluh darh arteri kecil yang terjadi secara perlahan-lahan akibat penyakit intrinsiknya (misal emboli), atau akibat fibrosis intertisial harapan juntuk perbaikannya kecil karena kemungkinan perubahan anatomi yang terjadi subah menetap. Harapan hidup pasien PPOK jauh lebih baik bila analisis gas darahnya dapat dipertahankan mendekati normal.BAB IIIASUHAN KEPERAWATAN3.1Pengkajian3.1.1 Anamnesa,meliputi:1. Identitas pasien Kor pulmonal dapat terjadi pada orang dewasa dan pada anak-anak. Untuk orang dewasa, kasus yang paling sering ditemukan adalah pada lansia karena sering didapati dengan kebiasaan merokok dan terpapar polusi. Hal ini di dasarkan pada epidemiologi penyakit-penyakit yang menjadi penyebab kor pulmonal, karena hipertensi pulmonal merupakan dampak dari beberepa penyakit yang menyerang paru-paru. Untuk kasus anak-anak, umumnya terjadi kor pulmonal akibat obstruksi saluran napas atas seperti hipertrofi tonsil dan adenoid. Jenis pekerjaan yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal adalah para pekerja yang sering terpapar polusi udara dan kebiasaan merokok yang tinggi. Lingkungan tempat tinggal yang dapat menjadi resiko terjadinya kor pulmonal adalah lingkungan yang dekat daerah perindustrian, dan kondisi rumah yang kurang memenuhi persyaratan runmah yang sehat. Contohnya ventilasi rumah yang kurang baik,hal ini akan semakin memicu terjadinya penyakit-penyakit paru dan berakibat terjadinya kor pulmonal.1. Riwayat sakit dan Kesehatan Keluhan utama Pasien dengan kor pulmonal sering mengeluh sesak, nyeri dada Riwayat penyakit saat iniPada pasien kor pulmonal, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda mudah letih, sesak, nyeri dada, batuk yang tidak produktif. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.Penyebab kelemahan fisik setelah melakukan aktifitas ringan sampai berat.- Seperti apa kelemahan melakukan aktifitas yang dirasakan, biasanya disertai sesak nafas.- Apakah kelemahan fisik bersifat local atau keseluruhan system otot rangka dan apakah disertai ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.- Bagaimana nilai rentang kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.- Kapan timbulnya keluhan kelemahan beraktifitas, seberapa lamanya kelemahan beraktifitas, apakah setiap waktu, saat istirahat ataupun saat beraktifitas Riwayat penyakit dahuluKlien dengan kor pulmonal biasanya memilki riwayat penyakit seperti penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), fibrosis paru, fibrosis pleura, dan yang paling sering adalah klien dengan riwayat hipertensi pulmonal.3.1.2 Pemeriksaan fisik : Review Of System (ROS)1. B1 (BREATH) Pola napas : irama tidak teratur Jenis: Dispnoe Suara napas: wheezing Sesak napas (+)1. B2 (BLOOD) Irama jantung : ireguler s1/s2 tunggal (-) Nyeri dada (+) Bunyi jantung: murmur CRT : tidak terkaji Akral : dingin basah1. B3 (BRAIN) Penglihatan(mata)- Pupil : tidak terkaji- Selera/konjungtiva : tidak terkaji Gangguan pendengaran/telinga: tidak terkaji Penciuman (hidung) : tidak terkaji Pusing Gangguan kesadaran1. B4 (BLADDER) Urin:- Jumlah : kurang dari 1-2 cc/kg BB/jam- Warna : kuning pekat- Bau : khas Oliguria1. B5 (BOWEL) Nafsu makan : menurun Mulut dan tenggorokan : tidak terkaji Abdomen : asites Peristaltic : tidak terkaji1. B6 (BONE) Kemampuan pergerakan sendi: terbatas Kekuatan otot : lemah Turgor : jelek Oedema1. Psikososial Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya, kecemasan terhadap penyakit.3.2Diagnosa keperawatan1. Gangguan pertukaran gas yang b.d. hipoksemia secara reversible/menetap, refraktori dan kebocoran interstisial pulmonal/alveolar pada status cedera kapiler paru.2. Ketidakefektifan pola napasb.d. sempitnya lapang respirasi dan penekanan toraks.3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. penurunan nafsu makan (energi lebih banyak digunakan untuk usaha bernapas, sehingga metabolism berlangsung lebih cepat).4. Intoleransi aktifitas yang b.d. kelemahan fisik dan keletihan.5. Perubahan pola eliminasi urin b.d. oliguria.3.3Perencanaan Keperawatan1. Gangguan pertukaran gas yang b.d. Hipoksemia secara reversible/menetap, refraktori dan kebocoran interstisial pulmonal/alveolar pada status cedera kapiler paru. Tujuan : Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk keperluan tubuh. Kriteria hasil : Klien tidak mengalami sesak napas. Tanda-tanda vital dalam batas normal Tidak ada tanda-tanda sianosis. Pao2 dan paco2 dalam batas normal Saturasi O2 dalam rentang normal Intervensi dan Rasional :IntervensiRasional

Pantau frekuensi, kedalaman pernapasan.Catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir, tidakmampuan bicara/ berbincang.Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan/atau kronisnya proses penyakit.

Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong nafas perlahan atau nafas bibir sesuai kebutuhan atau toleransi individu.Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea dan kerja nafas.

Awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir/atau daun telinga). Keabu-abuan dan diagnosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.

Dorong mengeluarkan sputum; penghisapan bila diindikasikan.Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan nafas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif.

Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi tambahan.Bunyi nafas mugkin redup karena aliran udara atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan secret. Krekel basah menyebar menunjukkan cairan pada intertisial/dekompensasi jantung.

Palpasi fremitus.Penurunan getaran fibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak.

Awasi tingkat kesadaran/ status mental. Selidiki adanya perubahan.Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hypoxia, GDA memburuk disertai bingung/ somnolen menunjukkan disfungsi sersbral yang berhubungan dengan hipoksemia.

Evaluasi tingkat toleransi aktifitas. Berikan lingkungan yang tenang dan kalem. Batasi aktifitas pasien atau dorong untuk tidur/ istirahat dikursi selama fase akut. Mungkinkan pasien melakukan aktifitas secara bertahap dan tingkatkan sesuai toleransi individu.Selama distress pernapasan berat/akut/refraktori pasien secara total tak mampu melakukan aktifitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea. Istirahat diselingi aktifitas perawatan masih penting dari program pengobatan. Namun, program latihan ditujukan untuk meningkatkan ketahanan dan kekuatan tanpa menyebabkan dispnea berat, dan dapat meningkatkan rasa sehat.

Awasi tanda vital dan irama jantungTachycardia, disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.

Kolaborasi1. Awasi/gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri.Paco2 biasanya meningkat (bronchitis, enfisema) dan pao2 secara umum menurun, sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil atau lebih besar. Catatan: paco2 normal atau meningkat menandakan kegagalan pernapasan yang akan datang selama asmatik.

b. Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hypoxia. Catatan: emfisema kronis, mengatur pernapasan pasien ditentukan oleh kadar CO2 dan mungkin dieluarkan dengan peningkatan pao2 berlebihan.

1. Berikan penekanan SSP (misal: ansietas, sedative, atau narkotik) dengan hati-hati.Digunakan untuk mengontrol ansietas/gelisah yang meningkatkan konsumsi oksigen/kebutuhan, eksaserbasi dispnea. Dipantau ketat karena dapat terjadi gagal nafas.

d. Bantu instubasi, berikan/pertahankan ventilasi mekanik,dan pindahkan UPI sesuai instruksi pasien.Terjadinya/kegagalan nafas yang akan datang memerlukan penyelamatan hidup.

1. 2.Ketidakefektifan pola napasb.d. Hipoksia. Tujuan : oMemperbaiki atau mempertahankan pola pernapasan normal Pasien mencapai fungsi paru-paru yang maksimal. Kriteria hasil : oPasien menunjukkan frekuensi pernapasan yang efektif. oPasien bebas dari dispnea, sianosis, atau tanda-tanda lain distress pernapasan Intervensi dan Rasional :Tindakan/intervensiRasional

Berikan posisi fowler atau semi fowlerMemaksimalkan ekspansi paru, menurunkan kerja pernapasan, dan menurunkan resiko aspirasi

Ajarkan teknik napas dalam dan atau pernapasan bibir atau pernapasan diafragmatik abdomen bila diindikasikanMembantu meningkatkan difusi gas dan ekspansi jalan napas kecil, memberika pasien beberapa kontrol terhadap pernapasan, membantu menurunkan ansietas.

Obserfasi TTV (RR atau frekuensi permenit)Mengetahui keadekuatan frekuensi pernapasan dan keefektifan jalan napas

1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. Penurunan nafsu makan (energi lebih banyak digunakan untuk usaha bernapas, sehingga metabolism berlangsung lebih cepat). Tujuan : Nafsu makan membaik. Kriteria hasil : Gizi untuk kebutuhan metabolik terpenuhi Massa tubuh dan berat badan klien berada dalam batas normal. Intervensi dan Rasional :Tindakan/intervensiRasional

Beri motivasi pada klien untuk mengubah kebiasaan makan.Agar pasien mau memenuhi diet yang disarankan untuk kebutuhan nutrisi dalam metabolisme.

Sajikan makanan untuk klien semenarik mungkin.Mengurangi anorexia pada pasien.

Pantau nilai laboratorium, khususnya transferin, albumin, dan elektrolit.Untuk mengetahui perkembangan asupan gizi klien melalui sampel darah.

Timbang berat badan pasien pada interval yang tepat.Untuk mengetahui perkembangan klien dalam mempertahankan berat badan normal.

Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein untuk klien.Untuk bisa lebih tepat memberikan diet kepada pasien sesuai zat gizi dan kalori yang dibutuhkan.

Pertahankan kebersihan mulut yang baik.Menambah nafsu makan dan membersihkan kuman-kuman yang ada dalam mulut, sehingga makanan yang klien makan akan terasa lebih nikmat.

1. Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbbangan antara suplai dan demand oksigen Tujuan : keseimbanagn antara suplai dan demand oksigen. Kriteria hasil : mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dan di tunjukkan dengan daya tahan, menunjukkan penghematan energi. Intervensi dan Rasional :Tindakan/ IntervensiRasional

Beri bantuan untuk melaksanakan aktifitas sehari-hariAjarkan klien bagaimana meningkatkan rasa control dan mandiri dengan kondisi yang ada

Ajarkan klien bagaimana menghadapi aktifitas menghindari kelelahan dan berikan periode istirahat tanpa gangguan di antara aktifitaaIstirahat memungkinkan tubuh memperbaiki energy yang digunakan selama aktifitas

Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai menu makanan pasienDengan ahli gizi,perawat dapat menentukan jenis-jenis makanan yang harus dikonsumsi untuk memaksimalkan pembentukan energy dalam tubuh pasien.

1. Perubahan pola eliminasi urinb.d. Penurunan curah jantung. Tujuan : mengembalikan pola eliminasi urin normal. Kriteria hasil : klien menunjukkan pola pengeluaran urin yang normal, klien menunjukkan pengetahuan yang adekuat tentang eliminasi urin. Intervensi dan Rasional :Tindakan/intervensiRasional

Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi.Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring.

Pantau/hitung keseimbangan intake dan output selama 24 jamTerapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.

Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan dieresis.

Pantau TD dan CVP (bila ada)Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.

Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi gaster/intestinal.

Konsul dengan ahli diet.Perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.

BAB IVPENUTUP3.1SimpulanKor-pulmonal adalah pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan/atau dilatasi) yang terjadi akibat kelainan paru, kelainan dinding dada, atau kelainan pada kontrol pernafasan. Kor-pulmonal dapat terjadi akut maupun kronik. Penyebab Cor Pulmonale akut tersering adalah emboli paru masif, sedangkan Cor Pulmonale kronik sering disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada Cor Pulmonale kronik umumnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan, sedangkan pada Cor Pulmonal akut terjadi dilatasi ventrikel kanan.DOWNLOAD :WOC COR PULMONALDAFTAR PUSTAKAA Sovari, Ali.2009.Cor Pulmonal.(online),emedicine.medscape.com,7 Oktober 2009Boughman, Diane C & Hackley, Joann C.2000.Buku Saku Keperawatan Medical Bedah.Jakarta:EGCWilkinson, Judith. M.2002.Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria NOC.EGC:Jakarta----------.1997.Mastering Medical-Surgical Nursing.USA:Springhouse Corporation.----------.2001.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta:Balai Penerbit FK UIhttp://cintalestari.wordpress.com/2009/08/29/chronic-obstructive-pulmonal-disease-copd/http://en.wikipedia.org/wiki/Cor_pulmonalehttp://bayuaslilow.multiply.com/journal/item/2http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=3&jd=CLINICAL+UPDATE+2009%3A+Cystic+Fibrosis&dn=20081209064030http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/14DampakDebuIndustripadaParuPekerja115.pdf/14DampakDebuIndustripadaParuPekerja115.htmlhttp://books.google.co.id/books?id=wzIGJflmD4gC&pg=PA184&lpg=PA184&dq=%22prevalensi+kor+pulmonal%22&source=bl&ots=c0hU0FIQt2&sig=eTKShvi2moK1eAo6SL65E2rXq0&hl=id&ei=RxzbStefK9CAkQX7gZnJDg&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=8&ved=0CBgQ6AEwBw#v=onepage&q=&f=false