jurnal pulmonary tuberculosis

31
JURNAL RADIOLOGI TUBERKULOSIS PARU: PENCITRAAN & MANAJEMEN TERBARU Pembimbing: dr. Markus Budi Rahardjo, Sp.Rad Disusun oleh: Kusno Sujarwadi (111.022.1002) Donna Christin J (121.022.1070) Mutiana Melati S (111.022.1047) UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN” JAKARTA SMF ILMU RADIOLOGI RSUD PROF DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO 2013 1

Upload: mamaegen

Post on 28-Dec-2015

96 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Jurnal Pulmonary Tuberculosis.docx

TRANSCRIPT

JURNAL RADIOLOGI

TUBERKULOSIS PARU: PENCITRAAN & MANAJEMEN TERBARU

Pembimbing:

dr. Markus Budi Rahardjo, Sp.Rad

Disusun oleh:

Kusno Sujarwadi (111.022.1002)

Donna Christin J (121.022.1070)

Mutiana Melati S (111.022.1047)

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN” JAKARTASMF ILMU RADIOLOGI RSUD PROF DR. MARGONO SOEKARJO

PURWOKERTO2013

1

LEMBAR PENGESAHAN

Jurnal Radiologi dengan judul :Tuberkulosis Paru: Pencitraan dan Manajemen Terbaru

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat kegiatan kepaniteraan klinik di bagian Radiologi RSUD Prof.dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun oleh:

Kusno Sujarwadi (111.022.1002)

Donna Christin J (121.022.1070)

Mutiana Melati S (111.022. 1047)

Pembimbing :

dr. Markus Budi Rahardjo, Sp.Rad

SMF RADIOLOGI

RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO

PURWOKERTO

2013

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan YME, atas rahmat dan ridho-Nya penulis dapat

menyelesaikan jurnal Radiologi dengan judul “Pulmonary Tuberculosis:Up-to- Date

Imaging and Management”. Jurnal ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti

kegiatan keaniteraan klinik di sub bagian Ilmu Radiologi.

Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan dorongan dari semua staf

pendidik dan semua pihak yang terkait didalamnya, maka jurnal ini tidak dapat

terselesaikan. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa

terimakasih kepada dr. Markus Budi Rahardjo, Sp.Rad.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan.

Untuk itu penulis mengimbau para pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang

membangun demi kesempurnaan jurnal ini. Penulis berharap jurnal ini bermanfaat

bagi penulis dan pembaca.

Purwokerto, April 2013

Penulis

3

Pulmonary Tuberculosis: Up-to- Date Imaging and Management

Tuberkulosis Paru: Pencitraan dan Manajemen Terbaru

TUJUAN.Tuberkulosis paru (TB) adalah infeksi yang umum terjadi di seluruh dunia

dan merupakan masalah medis dan sosial yang menyebabkan mortalitas dan

morbiditas yang tinggi, terutama di negara-negara berkembang. Konsep pencitraan

tradisional dari TB primer dan reaktivasi belakangan ini dipertanyakan, dan gambaran

radiologis lebih bergantung pada imunitas host dibandingkan dengan lama waktu

setelah infeksi. Kami bertujuan menjelaskan konsep baru diagnosis dan terapi TB

paru, untuk meninjau ulang karakteristik penemuan pencitraan berbagai bentuk TB

paru, dan untuk menilai peran CT dalam diagnosis dan manajemen TB paru.

KESIMPULAN.Pemeriksaan TB yang lebih cepat dan akurat seperti sidik jari DNA

bakteri dan uji interferon-γ darah lengkap telah dikembangkan.Pola milier atau primer

diseminata atau manifestasi atipikal TB paru umum ditemukan pada pasien dengan

imunitas terganggu. CT mempunyai peran penting dalam mendeteksi TB pada pasien

dengan radiografi dada yang normal atau inkonklusif, dalam memastikan aktivitas

penyakit, dalam mendeteksi komplikasi, dan dalam manajemen TB dengan

memberikan peta untuk perencanaan terapi bedah. PET scan menggunakan F-FDG

atau C-choline juga dapat membantu membedakan tuberkulosis granuloma dengan

keganasan pada paru.

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang menular melalui udara yang

disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan merupakan salah satu penyebab

utama morbiditas dan mortalitas, terutama di negara-negara berkembang. Pada tahun

2005, 8,8 juta orang menderita TB aktif dan 1,6 juta meninggal akibat penyakit TB.

Kebanyakan kasus terjadi di Asia Tenggara dan Afrika.

Pasien dengan TB paru aktif dapat asimtomatik, mengalami batuk kering

ringan atau progresif, atau datang dengan gejala multipel, termasuk demam, rasa

lelah, penurunan berat badan, keringat malam hari, dan batuk yang menghasilkan

sputum berdarah.Jika TB dideteksi dini dan diterapi, orang dengan penyakit TB

secara cepat menjadi non-infeksius dan pada akhirnya sembuh.Namun, TB resisten

obat multipel (multiple drug resistant atau MDR), TB terkait HIV, dan sistem

4

kesehatan yang lemah merupakan tantangan yang besar. Badan Kesehatan Dunia atau

WHO melakukan usaha untuk secara dramatis menurunkan beban akibat TB dan

mengurangi hingga setengah kematian dan prevalensi TB tahun 2015 melalui Strategi

Stop TB dan mendukung Rencana Global untuk Menghentikan TB.

Diagnosis dini TB penting untuk ukuran kontrol infeksi kesehatan masyarakat

dan untuk memastikan terapi yang tepat untuk pasien yang terinfeksi.Sayangnya, basil

tahan asam hanya ditemukan pada sebagian kecil pasien dengan TB paru aktif.Karena

itu, diagnosis pencitraan dapat memberikan terapi yang tepat untuk pasien yang

terinfeksi sebelum mendapatkan diagnosis definitif dari bakteriologi. Tujuan dari

artikel ini adalah untuk menjelaskan konsep-konsep baru dalam diagnosis dan terapi

TB paru di abad ke 21, untuk meninjau karakteristik penemuan pencitraan berbagai

bentuk TB paru, dan untuk menilai peran CT dalam diagnosis dan manajemen TB

paru.

Perkembangan Infeksi dan Patogenesis

M. tuberculosis adalah bakteri berbentuk batang yang aerob, nonmotil, dan

tidak membentuk spora yang sangat resisten terhadap pengeringan, asam, dan

alkohol.Bakteri ini ditransmisikan dari orang ke orang via nuklei droplet yang

mengandung organisme dan penyebarannya terutama melalui batuk. Seseorang

dengan TB aktif tapi tidak diterapi menginfeksi sekitar 10-15 orang lain per tahun.

Kemungkinan transmisi dari satu orang ke orang lain bergantung pada droplet

infeksius yang dikeluarkan carrier, durasi paparan, dan virulensi dari M. tuberculosis.

Resiko untuk menderita TB aktif lebih besar pada pasien dengan perubahan imunitas

seluler host, termasuk usia ekstrim, malnutrisi, kanker, terapi immunosupresif, infeksi

HIV, penyakit ginjal end-stage, dan diabetes.

Infeksi TB diawali dengan mycobakteri yang mencapai alveoli paru, dimana

bakteri menginvasi dan bereplikasi dalam makrofag alveolus.Mycobakteri yang

terhirup difagosit oleh makrofag alveolus, yang berinteraksi dengan limfosit T,

sehingga makrofag berdiferensiasi menjadi histiosit epitelioid.Histiosit epitelioid dan

limfosit mengagregasi ke dalam kelompok-kelompok kecil, sehingga terbentuk

granuloma.Di dalam granuloma, limfosit T CD4 (sel efektor T) mensekresi sitokin,

seperti interferon-γ, yang mengaktivasi makrofag untuk menghancurkan bakteri yang

menginfeksinya.Limfosit T CD8 (sel sitotoksik T) juga dapat secara langsung

membunuh sel yang terinfeksi. Penting dicatat bahwa bakteri tidak selalu tereliminasi

5

dari granuloma, tapi dapat pula dormant, sehingga mengakibatkan infeksi laten. Sifat

lain dari granuloma TB manusia adalah berkembangkan nekrosis di tengah tuberkel.

Tempat utama infeksi di paru disebut fokus Ghon.Fokus Ghon dapat

membesar seiring dengan perkembangan penyakit atau, pada umumnya, mengalami

penyembuhan.Penyembuhan dapat mengakibatkan jaringan parut yang dapat tampak

padat dan mengandung fokus kalsifikasi.Selama tahap awal infeksi, organisme

umumnya menyebar via jalur limfatik ke hilus regional dan nodus limfe mediastinum

dan via aliran pembuluh darah ke bagian tubuh yang lebih jauh.Kombinasi fokus

Ghon dan nodus limfe yang terinfeksi disebut sebagai kompleks Ranke.Infeksi awal

biasanya tenang secara klinis. Pada sekitar 5% individu yang terinfeksi, imunitas tidak

adekuat dan penyakit yang aktif secara klinis terjadi dalam waktu 1 tahun setelah

infeksi, kondisi ini disebut dengan infeksi primer progresif. Untuk individu lain yang

terinfeksi pada umumnya TB tetap laten secara klinis dan mikrobiologis selama

bertahun-tahun.

Pada sekitar 5% dari populasi terinfeksi, reaktivasi endogen dari infeksi laten

terjadi bertahun-tahun setelah infeksi awal (hal ini juga disebut sebagai “TB

postprimer”). Reaktivasi TB pada umumnya cenderung melibatkan segmen apikal dan

posterior dari lobus atas dan segmen superior dari lobus bawah.Lokasi ini

kemungkinan karena kombinasi tekanan oksigen yang relatif lebih tinggi dan drainase

limfatik yang rusak pada regio-regio ini.Berbeda dengan tempat infeksi primer,

dimana terjadi penyembuhan, reaktivasi TB cenderung berprogresi.Abnormalitas

utama adalah perluasan progresif dari inflamasi dan nekrosis, seringkali dengan

berkembangnya komunikasi dalam saluran nafas dan bentukan kavitas. Penyebaran

endobronkial dari materi nekrotik dari suatu kavitas mungkin menyebabkan infeksi

TB pada lobus yang sama atau lobus lain. Diseminasi hematogen dapat menyebabkan

TB milier.

Diagnosis

Diagnosis definitif TB hanya dapat dilakukan dengan mengkultur organisme

M. tuberculosis dari spesimen yang diambil dari pasien.Akan tetapi, TB dapat

menjadi penyakit yang sulit untuk didiagnosa, terutama karena sulitnya mengkultur

organisme yang tumbuh lambat ini dalam laboratorium. Evaluasi menyeluruh untuk

TB termasuk riwayat medis, radiografi dada, pemeriksaan fisik, dan sediaan apusan

dan kultur mikrobiologis. Dapat pula meliputi uji tuberkulin dan uji serologis.

6

Terapi infeksi TB laten untuk mencegah progresivitas ke penyakit aktif

merupakan komponen esensial usaha kesehatan masyarakat dalam mengeliminasi TB.

Sekarang ini, infeksi laten didiagnosis pada orang yang tidak diimunisasi

menggunakan tes tuberkulin (tuberculin skin test atau TST), yang memberikan respon

hipersensitivitas tipe lambat terhadap derivat protein M. tuberculosis yang

dimurnikan. Akan tetapi, TST, yang telah digunakan selama bertahun-tahun untuk

diagnosis infeksi TB laten, memiliki banyak keterbatasan, termasuk hasil tes positif

palsu pada individu yang divaksinasi dengan basil Calmette-Guérin (BCG) dan pada

individu yang memiliki infeksi yang tidak berkaitan dengan M. tuberculosis.

Penemuan peran limfosit T dan interferon-γ dalam proses imun mengarahkan

ke perkembangan suatu uji in vitro untuk reaktivitas imun yang dimediasi sel terhadap

M. tuberculosis. Sekarang ini, uji interferon-γ darah lengkap diperkenalkan sebagai

cara diagnosis infeksi TB laten dan telah menunjukkan akurasi diagnostik yang lebih

tinggi daripada TST. Tes-tes baru untuk TB ini sedang dikembangkan dengan harapan

mencapai tes TB yang lebih murah, cepat dan akurat.Tes-tes baru ini menggunakan

deteksi reaksi rantai polimerasi dari DNA bakteri dan uji interferon-γ darah lengkap.

Individu dengan TST atau uji interferon-γ darah lengkap positif, terutama orang

dengan infeksi HIV atau mereka dengan temuan radiografis dada atau CT yang

konsisten dengan TB, perlu dipertimbangkan untuk terapi infeksi laten.

Konsep Baru Manifestasi Radiologis Tuberkulosis

Pasien yang menderita penyakit setelah paparan awal dianggap menderita TB

primer, sedangkan pasien yang menderita penyakit sebagai akibat dari reaktivasi

fokus TB yang sudah ada dianggap mengalami reaktivasi TB.Dahulu, dianggap

bahwa manifestasi klinis, patologis, dan radiologis dari reaktivasi TB cukup berbeda

dengan TB primer.Konsep ini sekarang dipertanyakan dengan dasar sidikjari DNA.

Pola sidikjari DNA dengan analisis restriction fragment length polymorphism

(RFLP) terhadap isolat M. tuberculosis dapat memberikan informasi mengenai

transmisi TB.Isolat dari pasien yang terinfeksi dengan strain TB yang secara

epidemiologis tidak berkaitan memiliki pola RFLP yang berbeda, sedangkan isolat

dari pasien dengan strain yang secara epidemiologis berkaitan pada umumnya

memiliki pola RFLP yang identik.Karena itu, kasus-kasus TB yang berkelompok,

yang didefinisikan sebagai mereka yang memiliki isolat yang identik atau memiliki

genotip yang berkaitan dekat, biasanya baru-baru ini ditransmisi.Berlawanan dengan

7

itu, kasus-kasus dimana isolat memiliki genotip yang berbeda pada umumnya

merupakan reaktivasi infeksi yang didapatkan pada masa lampau.

Studi terbaru yang berdasarkan genotip isolat M. tuberculosis dengan RFLP

menunjukkan bahwa temuan radiografis seringkali serupa pada pasien-pasien yang

memiliki TB primer dan mereka yang mengalami reaktivasi TB.Karena itu, waktu

dari didapatkannya infeksi hingga perkembangan penyakit klinis tidak dapat

memprediksi temuan radiografis TB.Satu-satunya prediktor independen temuan

radiografis kemungkinan adalah integritas respon imun host; misalnya, pasien-pasien

yang immunocompromised menunjukkan kecenderungan memiliki bentuk primer TB,

sedangkan pasien yang immunocompetent cenderung memiliki bentuk

reaktivasi.Karena hasil ini masih hasil awal dan kebanyakan data yang diterbitkan

berdasarkan konsep lama penyakit primer dan reaktivasi, kami mengikuti pedoman

lama dalam artikel ini.

Manifestasi Radiologis pada Host Immunocompetent

Tuberkulosis Primer

Fokus parenkim awal TB dapat membesar dan mengakibatkan area

konsolidasi udara atau, umumnya, mengalami penyembuhan dengan transformasi

jaringan granulomatosa menjadi jaringan fibrosa matur.TB primer umumnya terjadi

pada anak-anak tapi juga ditemukan dengan frekuensi yang meningkat pada orang

dewasa.Abnormalitas yang paling sering ditemukan pada anak adalah pembesaran

nodus limfe, yang ditemukan pada 90-95% kasus.Limfadenopati biasanya unilateral

dan terletak pada regio hilus atau paratrakea. Pada CT, pembesaran nodus biasanya

menunjukkan atenuasi sentral rendah, yang menunjukkan nekrosis kaseous, dan

peningkatan tepi perifer, yang menunjukkan tepi vaskular dari jaringan inflamasi

granulomatosa (Gambar 1).

8

9

10

11

12

Konsolidasi udara, berkaitan dengan inflamasi granulomatosa parenkim dan biasanya

unilateral, tampak secara radiografis pada sekitar 70% anak dengan TB primer.Hal ini

menunjukkan tidak ada predileksi zona paru tertentu. Pada CT, konsolidasi parenkim

pada TB primer pada umumnya padat dan homogen tapi juga dapat patchy, linear,

nodular, atau seperti massa (Gambar 2).

Efusi pleura umumnya unilateral dan pada sisi yang sama dengan fokus primer

TB. Efusi dapat luas dan terjadi pada pasien tanpa bukti adanya penyakit parenkim

pada radiograf dada.

Reaktivasi Tuberkulosis

Manifestasi radiografis paling umum dari reaktivasi TB paru adalah

konsolidasi heterogen fokal atau patchy yang melibatkan segmen apikal dan posterior

dari lobus atas dan segmen superior dari lobus bawah.Temuan umum lainnya adalah

adanya nodul dan opasitas linear yang kurang jelas terdefinisi, yang ditemukan pada

sekitar 25% pasien.Kavitas, tanda khas radiologis reaktivasi TB, ditemukan secara

radiografis pada 20-45% pasien. Pada sekitar 5% pasien dengan reaktivasi TB,

manifestasi utama adalah tuberkuloma, yang didefinisikan sebagai lesi bulat atau oval

dengan tepi tajam berdiameter 0,5-4,0 cm. Secara histologis, bagian sentral

tuberkuloma terdiri dari bahan kaseous dan pada bagian perifer ada histiosit epitelioid

dan giant cell multinukleus dan sejumlah kolagen. Nodul satelit di sekitar

tuberkuloma dapat ditemukan pada 80% kasus.Karena metabolisme glukosa aktif

yang diakibatkan oleh inflamasi granulomatosa aktif, tuberkuloma sering dilaporkan

mengakumulasi F-FDG dan menyebabkan PET scan untuk diinterpretasikan sebagai

positif palsu untuk keganasan (Gambar 3). Berbeda dengan PET scan F-FDG, PET

scan C-choline dapat membedakan antara kanker paru dan tuberkuloma. Nilai uptake

standar tuberkuloma rendah pada PET scan C-choline.

Limfadenopati hilus atau mediastinal jarang ditemukan pada reaktivasi TB,

hanya tampak pada sekitar 5-10% pasien.Efusi pleura, yang umumnya unilateral,

terjadi pada 15-20% pasien.

Penemuan CT yang paling umum pada reaktivasi TB paru adalah nodul

sentrilobular kecil, opasitas linear dan nodular yang bercabang (tree-in-bud sign), area

konsolidasi patchy atau lobular, dan kavitasi. Nodul sentrilobular kecil dan tree-in-

bud sign menunjukkan adanya penyebaran endobronkial dan merupakan akibat dari

adanya nekrosis kaseous dan inflamasi granulomatosa yang mengisi dan mengelilingi

13

brokiole terminal dan respiratori dan duktus alveolus (Gambar 4). Tree-in-bud sign ini

dianggap sebagai marker dari aktivitas proses. Kavitasi juga merupakan tanda proses

penyakit yang aktif dan biasanya mengalami penyembuhan sebagai lesi linear atau

fibrotik.

Walaupun biasanya bersamaan dengan abnormalitas parenkim, efusi pleura

dapat sebagai manifestasi tunggal pencitraan TB. Dalam situasi seperti ini,

pemeriksaan kadar adenosine deaminase (ADA) cairan pleura (meningkat pada

pleuritis TB) dapat membantu untuk karakterisasi cairan pleura; uji ADA memiliki

sensitifitas sebesar 92% (95% CI, 90–93%) dan spesifisitas sebesar 90% (89–91%)

untuk mendiagnosis pleuritis TB. Nodul baru subpleura paru dapat terbentuk selama

pengobatan untuk efusi pleura TB.Hal ini tidak dianggap sebagai kegagalan terapi.

Nodul subpleura paradoksikal ini akan menunjukkan perbaikan jika pengobatan

diteruskan.

Tuberkulosis Milier

TB Milier adalah diseminasi luas TB oleh penyebaran hematogen.TB milier

terjadi pada 2-6% TB primer dan juga lebih sering terjadi pada reaktivasi TB.Pada

reaktivasi TB, TB milier dapat terlihat berkaitan dengan perubahan tipikal parenkim

atau menjadi satu-satunya abnormalitas paru yang ditemukan.Tiap fokus infeksi

milier menghasilkan granuloma lokal yang, jika berkembang dengan baik, terdiri dari

regio nekrosis sentral yang dikelilingi oleh tepi berbatas tegas histiosit epitelioid dan

jaringan fibrosa.

Penemuan khas radiografis dan CT resolusi tinggi terdiri dari banyak nodul

berdiameter 1-3 mm yang secara acak tersebar ke kedua paru (Gambar 5).Penebalan

septum interlobular dan jaringan intralobular halus sering ditemukan.Opasitas

ground-glass yang difus atau terlokalisir kadang terlihat, yang mungkin

mengakibatkan acute respiratory distress syndrome (Gambar 6).

Tuberkulosis Saluran Nafas

Penyebab paling umum terjadinya striktur inflamasi bronkus adalah TB.TB

trakeobronkial dilaporkan terjadi pada 10-20% semua pasien dengan TB

paru.Penemuan awal CT untuk TB saluran nafas adalah penebalan dinding

sirkumferensial dan penyempitan lumen dengan keterlibatan segmen panjang

bronkus.Pada penyakit aktif, lumina saluran nafas menyempit secara irreguler dan

14

memiliki dinding tebal, sedangkan pada penyakit fibrotik, saluran nafas menyempit

secara merata dan memiliki dinding yang tipis.Bronkus utama kiri lebih sering terlibat

penyakit fibrotik, sedangkan kedua bronkhi utama sama-sama terlibat penyakit aktif

(Gambar 7).

Manifestasi Radiologis Pada Host Immunocompromised

Gangguan imunitas host dianggap sebagai faktor predisposisi TB. Faktor

resiko yang diketahui untuk terjadinya TB aktif meliputi kondisi-kondisi yang

berkaitan dengan defek imunitas yang dimediasi sel, seperti infeksi HIV; malnutrisi;

penyalahgunaan narkoba dan alkohol; keganasan; penyakit ginjal end-stage; diabetes

mellitus; dan terapi kortikosteroid atau immunosupresif lain. Infliximab dan

etanercept (digunakan sebagai terapi penyakit Crohn dan rheumatoid arthritis)

merupakan antibodi manusia terhadap tumor necrosis factor-α (TNF-α), yang terlibat

dalam pertahanan host terhadap TB – membunuh M. tuberculosis dengan makrofag,

pembentukan granuloma, atau apoptosis dan pencegahan diseminasi infeksi ke bagian

lain. TB aktif dapat terjadi segera setelah terapi dengan obat-obatan tersebut. Karena

itu, sebelum meresepkan obat-obatan ini, penilaian faktor resiko infeksi TB dan uji

TST atau interferon-γ sangat direkomendasikan untuk memastikan status infeksi TB

laten pasien dan resiko penyakit yang aktif.

TB merupakan penyebab mayor kematian pada orang dengan infeksi HIV atau

AIDS. Pada tahun 2005, Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization atau

WHO) mengestimasi bahwa 12% kematian HIV di dunia disebabkan oleh TB dan ada

630.000 koinfeksi baru dengan TB dan HIV. Pemeliharaan imun dengan highly active

anti-retroviral therapy (HAART) di negara-negara berkembang memperbaiki

outcome pada pasien HIV positif dan menurunkan prevalensi infeksi oportunistik dan

TB pada pasien-pasien ini.Akan tetapi, TB terkait HIV masih terjadi di negara-negara

dimana HAART umum digunakan.Selain itu, HAART mungkin menyebabkan

perburukan paradoksikal atau manifestasi TB pada pasien dengan sindrom inflamasi

rekonstitusi imun (Gambar 8).

Manifestasi radiografis TB paru terkait HIV diduga dependen terhadap tingkat

imunosupresi pada saat munculnya penyakit. Pada CT, pasien HIV seropositif dengan

hitung limfosit T CD4 < 200/mm3 memiliki prevalensi lebih tinggi dari limfadenopati

mediastinal atau hilus, prevalensi lebih rendah kavitasi, dan seringkali ada

keterlibatan ekstrapulmoner dibandingkan dengan pasien HIV seropositif dengan

15

hitung limfosit T CD4 setara dengan atau 200/mm3 (Gambar 9 dan 10). Penyakit

milier atau diseminasi juga telah dilaporkan berkaitan dengan imunosupresi berat

(Gambar 9).

Manifestasi yang jarang atau atipikal dari TB paru umum terjadi pada pasien

dengan imunitas host yang terganggu. Dalam kasus TB paru aktif, pasien diabetik dan

immunocompromised memiliki prevalensi lebih tinggi kavitas multipel dalam lesi

tuberkulosa dan distribusi nonsegmental dibandingkan pasien tanpa penyakit

mendasar.Insidens TB pada pasien dengan fibrosis paru idiopatik (idiopathic

pulmonary fibrosis atau IPF) lebih dari empat kali lipat lebih tinggi dibandingkan

populasi umum.Manifestasi atipikal seperti nodul subpleura atau konsolidasi udara

lobar atau segmental umum didapatkan pada pasien dengan IPF, yang mungkin

menyerupai kanker paru atau pneumonia bakteri.TB paru pada pasien dengan

systemic lupus erythematosus (SLE) memiliki insidens dan prevalensi lebih tinggi

karena fungsi abnormal dari makrofag alveolus dan paparan terhadap kortikosteroid

dan obat sitotoksik.TB pada pasien dengan SLE cenderung menunjukkan temuan

radiologis diseminasi milier, konsolidasi difus, atau TB primer.

Manifestasi Radiologis Tuberkulosis Multidrug-Resistant

Resistensi obat anti-TB merupakan masalah besar kesehatan yang mengancam

kesuksesan kontrol global TB.Kekhawatiran utama dari resistensi obat adalah

ketakutan mengenai penyebaran organisme resisten obat dan ketidakefektifan

kemoterapi pada pasien yang terinfeksi dengan organisme resisten.Selain itu, TB

MDR merupakan penyakit fatal karena tingginya angka mortalitas, bergantung pada

penyakit mendasar, terutama pada pasien yang terinfeksi HIV.

Penemuan pencitraan TB MDR pada dasarnya tidak berbeda dengan TB

sensitif obat.Akan tetapi, kavitas multipel dan temuan kronisitas, seperti bronkiektasis

dan granuloma yang mengalami kalsifikasi, lebih umum ditemukan pada pasien

dengan TB MDR (Gambar 11).Korelasi kuat tampaknya ada antara gambaran

radiologis TB MDR dan mode terjadinya resistensi obat. Pasien dengan resistensi obat

primer, yang menderita TB MDR tanpa riwayat kemoterapi anti-TB atau riwayat

terapi kurang dari 1 bulan, ditemukan dengan konsolidasi nonkavitas, efusi pleura,

dan pola tuberkulosis primer penyakit. Sebaliknya, mereka yang menderita TB MDR

dengan riwayat kemoterapi lebih dari 1 bulan umumnya menunjukkan konsolidasi

kavitas dan menunjukkan pola reaktivasi penyakit.

16

TB resisten obat ekstensif adalah TB yang berevolusi menjadi resisten

terhadap rifampin dan isoniazid, juga kelompok quinolone dan minimal satu dari

terapi lini kedua TB berikut: kanamycin, capreomycin, atau amikacin. TB resisten

obat ekstensif berkaitan dengan tingkat mortalitas yang sangat tinggi dibandingkan

TB MDR karena penurunan pilihan terapi yang efektif.Penemuan epidemiologis dan

pencitraan dari TB resisten obat ekstensif belum diteliti secara luas, tapi dipercaya

bahwa penyebaran TB resisten obat ekstensif sangat berkaitan dengan prevalensi

tinggi HIV dan kontrol infeksi yang buruk.Belum ada laporan mengenai temuan

radiologis TB paru resisten obat ekstensif; tapi dalam pengalaman kami, penyakit ini

bermanifestasi dengan pola lanjutan dari TB primer (konsolidasi ekstensif dengan

atau tanpa limfadenopati) pada pasien AIDS dan pola lanjutan dari TB MDR (lesi

kavitas multipel dalam lesi konsolidatif atau nodular) pada pasien non-AIDS.

Komplikasi dan Sekuele Tuberkulosis

Berbagai sekuele thoraks dan komplikasi dari TB paru dapat terjadi dan

mungkin melibatkan paru, saluran nafas, pembuluh darah, mediastinum, pleura, atau

dinding dada (Gambar 12 dan 13).

Manifestasi radiologis acute respiratory distress syndrome sekunder TB

meliputi area bilateral ekstensif opasitas ground-glass atau konsolidasi yang tumpang

tindih dengan penemuan penyebaran TB milier atau endobronkial.Lesi kistik multipel

dapat terjadi pada pasien-pasien yang mengalami penyempuhan dari acute respiratory

distress syndrome atau pada pasien dengan konsolidasi ekstensif karena TB.Lesi

kistik mungkin menyerupai pneumatocele atau bullae, yang mungkin sembuh dalam

beberapa bulan atau persisten.

Aneurisma Rasmussen merupakan pseudoaneurisma yang terjadi akibat

lemahnya dinding arteri pulmoner oleh kavitas TB yang berdekatan (Gambar 12).

Empyema necessitatis (Gambar 13) terjadi akibat kebocoran empiema tuberkulosa

melalui pleura parietal dan discharge isinya ke dalam jaringan subkutaneus dinding

dada atau, lebih jarang, ke dalam perikardium, kolumna vertebralis, atau esofagus.

CT pada Tuberkulosis

Radiograf dada memiliki peran penting dalam skrining, diagnosis, dan respon

terhadap terapi pasien dengan TB.Namun, radiograf mungkin normal atau

menunjukkan hanya penemuan ringan atau nonspesifik pada pasien dengna penyakit

17

aktif. Penyebab umum dari misdiagnosis TB adalah kegagalan mengenali

limfadenopati hilus dan mediastinal sebagai manifestasi penyakit primer pada orang

dewasa, mengawasi abnormalitas parenkim ringan pasien dengan penyakit reaktivasi,

dan kegagalan mengenali bahwa nodule lobus atas atau massa yang dikelilingi oleh

opasitas noluer kecil atau jaringan parut dapat mewakili TB.

CT lebih sensitif dibandingkan radiografi dada dalam deteksi dan karakterisasi

penyakit yang terlokalisir atau penyakit diseminasi parenkim dan limfadenopati

mediastinal.Diagnosis radiografik TB pada awalnya tepat hanya pada 49% dari

keseluruhan kasus—34% untuk diagnosis TB primer, dan 59% untuk diagnosis

reaktivasi TB. Dengan CT, diagnosis TB paru tepat pada 91% pasien dan TB dengan

tepat dieksklusi dari 76% pasien. CT dan CT resolusi tinggi terutama membantu

dalam deteksi fokus kecil kavitas pada area pneumonia konfluen dan pada area dari

nodularitas pada dan jaringan part. Dalam satu studi dengan 41 pasien dengan TB

aktif, CT resolusi tinggi menunjukkan kavitas pada 58%, sedangkan radiograf dada

menunjukkan kavitas hanya pada 22%

Selain untuk diagnosis TB, CT resolusi tinggi juga berguna dalam memastikan

aktivitas penyakit.Diagnosis tentatif TB aktif pada CT dapat berdasarkan pola

abnormalitas parenkim dan adanya kavitas atau bukti penyebaran endobronkial,

seperti adanya nodul sentrilobular atau pola tree-in-bud. Menurut Lee at al., 80%

pasien dengan penyakit aktif dan 89% yang dengan penyakit inaktif secara tepat

didiferensiasi oleh CT resolusi tinggi.

CT juga membantu untuk evaluasi komplikasi pleura, termasuk efusi

tuberkulosa, empiema, dan fistula bronkopleura, dan mungkin menunjukkan penyakit

pleura yang tidak jelas pada radiografi dada.

Selain dari peran utamanya dalam diagnosis TB, CT memiliki peran penting

dalam manajemen TB, terutama TB MDR yang rumit.TB MDR sering menunjukkan

kavitas multipel, yang menyebabkan ekspektorasi sejumlah besar basili dan

penyebaran endobronkial ke daerah paru yang sebelumnya tidak terkena.Penetrasi

obat yang terbatas dalam kavitas yang mengandung sejumlah besar mycobakteri

dipercaya berkontribusi terhadap resistensi obat.Karena itu, pembedahan mungkin

merupakan terapi adjuvan untuk TB MDR, walaupun terapi TB sekarang ini

mengandalkan kemoterapi.CT dapat melokasi tempat kavitasi dan luasnya penyakit

aktif dan karena itu dapat menjadi peta untuk perencanaan terapi bedah.

18

Kesimpulan

Walaupun penurunan lambat insidens TB terlihat di negara-negara

berkembang, TB masih menjadi tantangan besar penyakit infeksi, bahkan di abad ke

21. Pemeriksaan TB yang cepat dan akurat, seperti analisis DNA bakteri dan uji

interferon-γ darah lengkap, telah dikembangkan untuk mendeteksi infeksi laten.

Konsep pencitraan tradisional dengan TB primer dan reaktivasi TB baru-baru ini

dipertanyakan dengan dasar sidikjari DNA, dan gambaran radiologis bergantung pada

tingkat imunitas host dibandingkan dengan lama waktu setelah infeksi. PET scan

menggunakan F-FDG atau C-choline juga dapat membantu membedakan antara nodul

tuberkulosa dengan keganasan paru.CT merupakan metode diagnostik yang efektif

ketika radiograf dada normal atau inkonklusif, dan memberikan informasi yang

penting untuk diagnosis dan manajemen TB.

19

DAFTAR PUSTAKA

1. Cegielski JP, Chin DP, Espinal MA, et al. Theglobal tuberculosis situation: progress and problemsin the 20th century, prospects for the 21stcentury. Infect Dis Clin North Am 2002; 16:1–58

2. Corbett EL, Watt CJ, Walker N, et al. The growingburden of tuberculosis: global trends and interactionswith the HIV epidemic. Arch InternMed 2003; 163:1009–1021

3. Tufariello JM, Chan J, Flynn JL. Latent tuberculosis:mechanisms of host and bacillus that contributeto persistent infection. Lancet Infect Dis2003; 3:578–590

4. World Health Organization. Fact sheet no. 104.Tuberculosis.www.who.int/mediacentre/factsheets/fs104. WHO Website. Revised March 2007. AccessedMay 21, 2008

5. World Health Organization. Programmes andprojects. Tuberculosis. The Stop TB Strategy.www.who.int/tb/strategy/en/. WHO Website. AccessedMay 21, 2008

6. Lee KS, Im JG. CT in adults with tuberculosis ofthe chest: characteristic findings and role in management.AJR 1995; 164:1361–1367

7. Houben EN, Nguyen L, Pieters J. Interaction ofpathogenic mycobacteria with the host immunesystem. Curr Opin Microbiol 2006; 9:76–85

8. Kaufmann SH. Protection against tuberculosis:cytokines, T cells, and macrophages. Ann RheumDis 2002; 61[suppl 2]:ii54–ii58

9. Ober WB. Ghon but not forgotten: Anton Ghon andhis complex. Pathol Annu 1983; 18 Pt 2:79–85

10. American Thoracic Society. Diagnostic standardsand classification of tuberculosis. Am Rev RespirDis 1990; 142:725–735

11. MacGregor RR. Tuberculosis: from history tocurrent management. Semin Roentgenol 1993;28:101–108

12. Jasmer RM, Nahid P, Hopewell PC. Clinical practice:latent tuberculosis infection. N Engl J Med2002; 347:1860–1866

13. Mazurek GH, LoBue PA, Daley CL, et al. Comparisonof a whole-blood interferon gamma assaywith tuberculin skin testing for detecting latentMycobacterium tuberculosis infection. JAMA2001; 286:1740–1747

14. Wang L, Turner MO, Elwood RK, Schulzer M,FitzGerald JM. A meta-analysis of the effect ofbacille Calmette Guerin vaccination on tuberculinskin test measurements. Thorax 2002; 57:804–809

15. Rothel JS, Jones SL, Corner LA, Cox JC, Wood PR.A sandwich enzyme immunoassay for bovine interferon-gamma and its use for the detection of tuberculosisin cattle. Aust Vet J 1990; 67:134– 137

16. Kang YA, Lee HW, Yoon HI, et al. Discrepancybetween the tuberculin skin test and the wholebloodinterferon gamma assay for the diagnosis oflatent tuberculosis infection in an intermediatetuberculosis-burden country. JAMA 2005; 293:2756–2761

17. Nahid P, Pai M, Hopewell PC. Advances in thediagnosis and treatment of tuberculosis. Proc AmThorac Soc 2006; 3:103–110

20

18. Centers for Disease Control and Prevention. Divisionof Tuberculosis Elimination. Fact sheets. Treatmentof Latent TB Infection. www.cdc.gov/TB/pubs/tbfactsheets/treatmentLTBI.htm. Accessed April 7,2008

19. Barnes PF, Cave MD. Molecular epidemiology oftuberculosis. N Engl J Med 2003; 349:1149–1156

20. Small PM, Hopewell PC, Singh SP, et al. The epidemiologyof tuberculosis in San Francisco: apopulation-based study using conventional andmolecular methods. N Engl J Med 1994; 330:1703–1709

21. Alland D, Kalkut GE, Moss AR, et al. Transmissionof tuberculosis in New York City: an analysisby DNA fingerprinting and conventional epidemiologicmethods. N Engl J Med 1994; 330:1710–1716

22. Jones BE, Ryu R, Yang Z, et al. Chest radiographicfindings in patients with tuberculosis with recentor remote infection. Am J Respir Crit CareMed 1997; 156:1270–1273

23. Geng E, Kreiswirth B, Burzynski J, Schluger NW.Clinical and radiographic correlates of primaryand reactivation tuberculosis: a molecular epidemiology study. JAMA 2005; 293:2740–2745

24. Lee KS, Song KS, Lim TH, Kim PN, Kim IY, LeeBH. Adult-onset pulmonary tuberculosis: findingson chest radiographs and CT scans. AJR 1993;160:753–758

25. Weber AL, Bird KT, Janower ML. Primary tuberculosisin childhood with particular emphasis onchanges affecting the tracheobronchial tree. Am JRoentgenol Radium Ther Nucl Med 1968;103:123–132

26. Leung AN, Muller NL, Pineda PR, FitzGerald JM.Primary tuberculosis in childhood: radiographicmanifestations. Radiology 1992; 182:87– 91

27. Pombo F, Rodriguez E, Mato J, Perez-Fontan J,Rivera E, Valvuena L. Patterns of contrast enhancementof tuberculous lymph nodes demonstratedby computed tomography. Clin Radiol1992; 46:13–17

28. Im JG, Song KS, Kang HS, et al. Mediastinal tuberculouslymphadenitis: CT manifestations. Radiology1987; 164:115–119

29. Leung AN. Pulmonary tuberculosis: the essentials.Radiology 1999; 210:307–322

30. Woodring JH, Vandiviere HM, Fried AM, DillonML, Williams TD, Melvin IG. Update: the radiographicfeatures of pulmonary tuberculosis. AJR1986; 146:497–506

21