cor purmonal

31
BAB I PENDAHULUAN Kor pulmonal merupakan suatu keadaan timbulnya hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh penyakit yang menyerang struktur, fungsi paru, atau pembuluh darah pulmonal yang dapat berlanjut menjadi gagal jantung kanan. Menurut WHO, definisi Kor pulmonal adalah keadaan patologis dengan ditemukannya hipertrofi ventrikel kanan yang disebabkan oleh kelainan fungsional dan struktur paru, tidak termasuk kelainan karena penyakit jantung primer pada jantung kiri dan penyakit jantung kongenitaL. Meskipun kor pulmonal seringkali berlangsung kronis dengan progress yang lambat, onset akut kor pulmonal dapat memburuk dengan komplikasi yang dapat mengancam jiwa. 3 Paru berkorelasi dalam sirkuit kardiovaskular antara ventrikel kanan dengan bagian kiri jantung, perubahan pada struktur atau fungsi paru akan mempengeruhi secara selektif jantung kanan. Patofisiologi akhir yang umum yang menyebabkan kor pulmonal adalah peningkatan resistensi liran darah melalui sirkulasi paru dan mengarah pada hipertensi arteri pulmonal. Kor pulmonal dapat terjadi secara akut maupun kronik. Penyebab kor pulmonal akut tersering adalah emboli paru masif sedangkan kor pulmonal kronik sering disebabkan oleh penyakit paru kronik (PPOK). Pada kor pulmonal kronik umumnya terjadi dilatasi vntrikel kanan. Insidens yang tepat dari kor pulmonal tidak diketahui karena sering kali terjadi tanpa dikenali secara klinis.

Upload: gunawan-dal-mumtaz

Post on 12-Jan-2016

61 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kardiologi

TRANSCRIPT

Page 1: Cor Purmonal

BAB I

PENDAHULUAN

Kor pulmonal merupakan suatu keadaan timbulnya hipertrofi dan dilatasi ventrikel

kanan akibat hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh penyakit yang menyerang struktur,

fungsi paru, atau pembuluh darah pulmonal yang dapat berlanjut menjadi gagal jantung

kanan. Menurut WHO, definisi Kor pulmonal adalah keadaan patologis dengan

ditemukannya hipertrofi ventrikel kanan yang disebabkan oleh kelainan fungsional dan

struktur paru, tidak termasuk kelainan karena penyakit jantung primer pada jantung kiri dan

penyakit jantung kongenitaL. Meskipun kor pulmonal seringkali berlangsung kronis dengan

progress yang lambat, onset akut kor pulmonal dapat memburuk dengan komplikasi yang

dapat mengancam jiwa.3

Paru berkorelasi dalam sirkuit kardiovaskular antara ventrikel kanan dengan bagian

kiri jantung, perubahan pada struktur atau fungsi paru akan mempengeruhi secara selektif

jantung kanan. Patofisiologi akhir yang umum yang menyebabkan kor pulmonal adalah

peningkatan resistensi liran darah melalui sirkulasi paru dan mengarah pada hipertensi arteri

pulmonal.

Kor pulmonal dapat terjadi secara akut maupun kronik. Penyebab kor pulmonal akut

tersering adalah emboli paru masif sedangkan kor pulmonal kronik sering disebabkan oleh

penyakit paru kronik (PPOK). Pada kor pulmonal kronik umumnya terjadi dilatasi vntrikel

kanan.

Insidens yang tepat dari kor pulmonal tidak diketahui karena sering kali terjadi tanpa

dikenali secara klinis. Diperkirakan insidens kor pulmonal adalah 6% sampai 7 % dari

seluruh penyakit jantung. Di inggris terdapat sedikitnya 0,3% populasi dengan resiko

terjadinya kor pulmonal pada populasi usia lebih dari 45 tahun dan sekitar 60.000 populasi

telah mengalami hipertensi pulmonal yang membutuhkan terapi oksigen jangka panjang.

Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kor pulmonal adalah penyakit yang secara

primer menyerang pembuluh darah paru dan penyakit yang mengganggu aliran darah paru

dan penyakit yang mengganggu aliran darah paru.

Berdasarkan penelitian lain di Ethiopia, menemukan penyebab terbanyak kor

pulmonal berturut-turut adalah asma bronkial, tuberkulosis paru, bronkitis kronik, emfisema,

penyakit interstitial paru, bronkiektasi, obesitas, dan kifoskiliosis. Menurut penelitian sekitar

80-90% pasien kor pulmonal mempunyai PPOK dan 25% pasien dengan PPOK akan

berkembang menjadi kor pulmonal.

Page 2: Cor Purmonal

Kor pulmonal terjadi ketika hipertensi menimbulkan tekanan berlebihan padaa

ventrikel kanan. Tekanan yang berlebihan ini meningkatkan kerja ventrikel kanan yang

menyebabkan hipertrofi otot jantung yang normalnya berdinding tipis, yang akhirnya dapat

menyebabkan disfungsi ventrikel dan berlanjut kepada gagal jantung.

Page 3: Cor Purmonal

BAB II

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. Jholi

Usia : 57 tahun

Alamat : Aceh Barat

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Sopir

Suku : Aceh

No. RM : 1-05-07-38

Tanggal Masuk : 5 Mei 2015

Tanggal pemeriksaan : 12 Mei 2015

3.2 Anamnesis

a. Keluhan Utama : Sesak napas

b. Keluhan Tambahan : Batuk berdahak, jantung berdebar-debar, pusing

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan sesak napas yang memberat dalam 1 hari sebelum

masuk Rumah sakit. Sesak dipengaruhi oleh aktivitas dan cuaca. Sesak dirasakan memberat

setelah aktivitas jalan 100 meter, mandi, cuaca pana dan dingin. Pasien juga mengeluh batuk

lama, berdahak (+), batuk darah (-), demam (+), pasien mengeluh jantung berdebar-debar dan

kepala terasa pusing, pasien pernah mengkonsumsi OAT tahun 2013 selama 5 bulan, dan

berhenti sendiri. Keluhan mual disangkal, muntah disangkal.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat TB paru sejak kurang lebih 6 tahun yang lalu.

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Ayah pasien memiliki riwayat Hipertensi (+) tapi tidak berobat teratur, DM (-)

f. Riwayat penggunaan obat

Pasien mengkonsumsi OAT sejak tahun 2013 dan putus berobat.

g. Riwayat Kebiasaan Sosial

Pasien sering mengonsumsi makanan yang berlemak dan untuk masak masakan, pasien

seorang sopir.

Page 4: Cor Purmonal

3.3 Pemeriksaan Fisik

a. Status Present

Keadaan Umum : Sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan Darah : 130/80 mmHg

Nadi : 82 kali/menit, reguler

Frekuensi Nafas : 23 kali/menit

Temperatur : 36.9ºC (aksila)

b. Status General

Kulit

Warna : Sawo matang

Turgor : Cepat kembali (kurang dari 3 detik)

Ikterus : (-)

Sianosis : (-)

Kepala

Bentuk : Kesan normocephali

Rambut : Tersebar rata, sukar dicabut, berwarna hitam

Mata : Cekung (-), refleks cahaya (+/+), sklera ikterik (-/-),

konj. palpebra inf pucat (-/-)

Telinga : Sekret (-/-), perdarahan (-/-)

Hidung : Sekret (-/-), perdarahan (-/-)

Mulut

Bibir : Pucat (+), sianosis (-)

Gigi Geligi : Karies (-), gigi tanggal (-)

Lidah : Beslag (-), tremor (-)

Mukosa : Kering (+)

Tenggorokan : Tonsil dalam batas normal

Faring : Hiperemis (-)

Leher

Bentuk : Kesan simetris

Kel. Getah Bening : Kesan simetris, pembesaran (-)

Peningkatan TVJ : (-), R-2 cmH2O

Axilla

Pembesaran KGB : (-)

Page 5: Cor Purmonal

Thorax

Thorax depan dan belakang

1. Inspeksi

Bentuk dan Gerak : Barrel chest, pergerakan simetris

Tipe Pernafasan : Thoracoabdominal

Retraksi : (+) suprasternal

2. Palpasi

- Pergerakan dada simetris

- Nyeri tekan (-/-)

- Suara fremitus taktil kanan = suara fremitus taktil kiri

3. Perkusi

- Sonor (+/+)

- Redup (+/+)

4. Auskultasi

- Vesikuler (+/+ melemah)

- Ronkhi (+/+) basah halus minimal

- Wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V sekitar satu cm lateral linea midclavicula

anterior sinistra

Perkusi : Batas jantung atas : di hemithorax sinistra ICS III

Batas jantung kanan : di linea parasternalis dektra ICS V

Batas jantung kiri : di ICS V sekitar satu cm lateral dari linea

axilaris anterior sinistra

Auskultasi : BJ I > BJ II, regular, bising (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Simetris, Distensi (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-), undulasi (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Timpani (+), shifting dullness (-), undulasi (-)

Auskultasi : Peristaltik usus kesan normal

Genetalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

Page 6: Cor Purmonal

Ekstremitas

Ekstremitas Superior Inferior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Sianotik - - - -

Edema - - - -

Ikterik - - - -

Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif

Tonus otot Normotonus Normotonus Normotonus Normotonus

Sensibilitas N N N N

Atrofi otot - - - -

Akral dingin - - - -

3.4 Pemeriksaan Penunjang

3.4.1 Laboratorium

Jenis Pemeriksaan 1 April 2015

Darah Rutin

Hemoglobin

Hematokrit

Eritrosit

Leukosit

Trombosit

Hitung Jenis:

Eos/Bas/N.Seg/Lim/Mon

Glukosa Darah Sewaktu

Protein total

Albumin

Globulin

Faal Hemostasis

CT

BT

10,7 g/dL

32 %

3,8 x 106/mm3

20,2 x 103/mm3

282 x 103U/L

0/0/88/6/6 (%)

-

5,4

3,28

2,12

7’

2’

Page 7: Cor Purmonal

3.4.2 Elektrokardiografi (2-5-2015)

Tanggal 5-5-2015

HR : 100 kali/menit, reguler

Irama: Sinus

Axis: RAD

Morfologi

Gel P : p pulmonal

Interval PR : 0,12 detik

Komplek QRS : 0,16 detik

ST Elevasi : -

ST Depresi : -

T Inverted : -

Q Patologis : -

LVH : -

VES : -

Kesimpulan: Sinus Ritme, HR 100 x/i, Right Axis Deviasi, RBBB complex

Tanggal 11-5-2015

Page 8: Cor Purmonal

HR : 86 kali/menit, reguler

Irama: Sinus

Axis: RAD

Morfologi

Gel P : 0,08 detik p pulmonal

Interval PR : 0,12 detik

Komplek QRS : 0,134 detik, tampak RSR’

ST Elevasi : -

ST Depresi : -

T Inverted : V1, aVL, AVR

Q Patologis : -

LVH : -

VES : -

Kesimpulan: Sinus Ritme, HR 86 x/i, Right Axis Deviasi, RBBB

3.5 Resume

Pasien datang dengan keluhan sesak napas yang memberat dalam 1 hari sebelum

masuk Rumah sakit. Sesak dipengaruhi oleh aktivitas dan cuaca. Sesak dirasakan memberat

setelah aktivitas jalan 100 meter, mandi, cuaca pana dan dingin. Pasien juga mengeluh batuk

lama, berdahak (+), batuk darah (-), demam (+), pasien mengeluh jantung berdebar-debar dan

kepala terasa pusing, pasien pernah mengkonsumsi OAT tahun 2013 selama 5 bulan, dan

berhenti sendiri. Keluhan mual disangkal, muntah disangkal.

Dari pemeriksaan secara umum tampak pasien dalam keadaan tampak sakit sedang,

vital sign HR : 82x/i, RR : 28 x/i, tekanan darah 130/80 mmHg, dari pemeriksaan fisik

didapatkan perkusi sonor dan ronki basah halus di seluruh lapangan paru, dari pemeriksaan

EKG irama sinus Ritme, HR: 110 x/I, RAD, p pulmonal, t inverted.

3.6 Diagnosis Banding

1. Kor Pulmonal Kronik

2. Hipertensi Heart Disease

3. TB paru

Page 9: Cor Purmonal

3.7 Penatalaksanaan

Terapi: 04 Mei 2015

Terapi Planing

1. O2 nasal kanul 3 L/I

Terapi kardio

2. ISDN 3x5 mg

3. Spirula 1x 25 mg

4. Esvat 1x20 mg

5. Diet extra telur putih 4 butir /

hari

Terapi Pulmo

6. IVFD Asering : Aminofluid 1:1

7. Inj. Ranitidin 1 amp/ 12 jam

8. Drip levofloxacin 500mg/24

jam

9. Nebule combivent / 8 jam

10. Nebule fulmikort/12 jam

11. Flumucyl syr 3xCI

1. Darah lengkap

2. Albumin, globulin,

elektrolit, asam urat,

SGOT, SGPT,

3. Foto thorak

4. EKG

5. Echocardiografi

3.8 PROGNOSIS

Quo ad Vitam : Dubia ad bonam

Quo ad Functionam : Dubia ad bonam

Quo ad Sanactionam : Dubia ad bonam

Anjuran Ketika Pulang:

a. Perbanyak istirahat di rumah

b. Melakukan pemeriksaan tekanan darah di Puskesmas secara teratur

c. Minum OAT secara teratur

d. Hindari faktor yang memperberat sesak

e. Kontrol ke Poliklinik Jantung

Page 10: Cor Purmonal

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Kor pulmonal sering disebut sebagai penyakit jantung paru, didefinisikan

sebagai hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan akibat adanya penyakit parenkim paru atau

pembuluh darah paru. Hipertensi pulmonal merupakan faktor penghubung tersering antara

disfungsi paru-paru dan jantung dalam kor pulmonal.1,2

Menurut WHO, definisi Kor pulmonal adalah keadaan patologis dengan ditemukannya

hipertrofi ventrikel kanan yang disebabkan oleh kelainan fungsional dan struktur paru, tidak

termasuk kelainan karena penyakit jantung primer pada jantung kiri dan penyakit jantung

kongenital (bawaan). Meskipun kor pulmonal seringkali berlangsung kronis dengan progress

yang lambat, onset akut kor pulmonal dapat memburuk dengan komplikasi yang dapat

mengancam jiwa.3

Menurut Braunwahl, kor pulmonal adalah keadaan patologis akibat hipertrofi atau

dilatasi ventrikel kanan yang disebabkan oleh hipertensi pulmonal. Penyebabnya antara lain

penyakit parenkim paru, kelainan vaskuler paru, dan gangguan fungsi paru karena kelainan

thoraks, tidak termasuk kelainan vaskuler paru yang disebabkan kelainan ventrikel kiri,

penyakit jantung bawaan, penyakit jantung iskemik, dan infark miokard akut.4

2. Etiologi dan Epidemiologi

Kor pulmonal terjadi akibat adanya perubahan akut atau kronis pada pembuluh darah

paru dan atau parenkim paru yang dapat menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal.5

Prevalensi pasti Kor pulmonal sulit dipastikan karena dua alasan. Pertama, tidak semua kasus

penyakit pru kronis menjadi Kor pulmonal, dan kedua, kemampuan kita untuk mendiagnosa

hipertensi pulmonal dan Kor pulmonal dengan pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium

tidaklah sensitif. Namun, kemajuan terbaru dalam 2-D echo/Doppler memberikan kemudahan

untuk mendeteksi dan mendiagnosis suatu Kor pulmonal. Diperkirakan prevalensi Kor

pulmonal adalah 6% sampai 7% dari seluruh penyakit jantung berdasarkan hasil penyelidikan

yang memakai kriteria ketebalan dinding ventrikel post mortem.6

Penyakit yang mendasari terjadinya Kor pulmonal dapat digolongkan menjadi 4

kelompok :

1. Penyakit pembuluh darah paru.

2. Penekanan pada arteri pulmonal oleh tumor mediastinum, aneurisma, granuloma atau

fibrosis.

3. Penyakit neuro muskular dan dinding dada.

Page 11: Cor Purmonal

4. Penyakit yang mengenai aliran udara paru, alveoli, termasuk Penyakit Paru Obstruktif

Kronis (PPOK), penyakit paru interstisial dan gangguan pernafasaan saat tidur.

Penyakit yang menjadi penyebab utama dari Kor pulmonal kronis adalah PPOK,

diperkirakan 80-90% kasus.1

3. Patogenesis

Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kor pulmonal adalah penyakit yang secara

primer menyerang pembuluh darah paru-paru, seperti emboli paru-paru berulang, dan

penyakit yang mengganggu aliran darah paru-paru akibat penyakit pernapasan obstruktif atau

restriktif.1,4,6

Apapun penyakit awalnya, sebelum timbul kor pulmonal biasanya terjadi peningkatan

resistensi vaskuler paru dan hipertensi pulmonal. Hipertensi pulmonal pada akhirnya

meningkatkan beban kerja dari ventrikel kanan, sehingga mengakibatkan hipertrofi dan

kemudian gagal jantung. Titik kritis dari rangkaian kejadian ini nampaknya terletak pada

peningkatan resistensi vaskuler paru pada arteri dan arteriola kecil.6

Dua mekanisme dasar yang mengakibatkan peningkatan resistensi vaskuler paru

adalah: (1) vasokontriksi dari pembuluh darah pulmonal akibat adanya hipoksia dan (2)

obstruksi dan/atau obliterasi jaringan vaskular paru-paru. Hipoksia alveolar (jaringan)

memberikan rangsangan yang kuat untuk menimbulkan vasokontriksi pulmonal daripada

hipoksemia. Selain itu, hipoksia alveolar kronik memudahkan terjadinya hipertrofi otot polos

arteriola paru-paru, sehingga timbul respon yang lebih kuat terhadap hipoksia akut. Asidosis,

hiperkapnia, dan hipoksemia bekerja secara sinergistik dalam menimbulkan vasokontriksi.

Viskositas (kekentalan) darah yang meningkat akibat polisitemia dan peningkatan curah

jantung yang dirangsang oleh hipoksia kronik dan hiperkapnia, juga ikut meningkatkan

tekanan arteri paru.6

Mekanisme kedua  yang turut meningkatkan resistensi vaskuler dan tekanan arteri paru

adalah bentuk anatomisnya. Emfisema ditandai oleh kerusakan bertahap dari struktur alveolar

dengan pembentukan bula dan obliterasi total dari kapiler-kapiler disekitarnya. Hilangnya

pembuluh darah secara permanen menyebabkan berkurangnya anyaman vaskuler. Selain itu,

pada penyakit obstruktif, pembuluh darah paru juga tertekan dari luar karena efek mekanik

dari volume paru yang besar. Tetapi, peranan obstruksi dan obliterasi anatomik terhadap

anyaman vaskuler diperkirakan tidak sepenting vasokontriksi hipoksik dalam patogenesis kor

pulmonal. Kira-kira duapertiga sampai tigaperempat dari anyaman vaskuler harus mengalami

obstruksi atau rusak sebelum terjadi peningkatan tekanan arteri paru yang bermakna. Asidosis

respiratorik kronik terjadi pada beberapa penyakit pernapasan dan penyakit obstruktif sebagai

Page 12: Cor Purmonal

akibat hipoventilasi alveolar umum atau akibat kelainan perfusi-ventilasi.6 Setiap penyakit

paru memengaruhi pertukaran gas, mekanisme ventilasi, atau jaringan vaskular paru dapat

mengakibatkan kor pulmonal.4,6,9

Patogenesis kor pulmonal sangat erat kaitannya dengan hipertensi pulmonal dan tidak

bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Adanya gangguan pada parenkim paru, kinerja paru,

maupun sistem peredaran darah paru secara akut maupun kronik dapat menyebabkan

terjadinya hipertensi pulmonal.7

Pelebaran atau hipertropi ventrikel kanan pada kor pulmonale kronis adalah efek

langsung dari kompensasi ventrikel akibat vasokonstriksi pulmonal kronis dan hipertensi

arteri pulmonalis yang menyebabkan peningkatan beban kerja ventrikel kanan. Ketika

ventrikel kanan tidak mampu lagi mengimbangi beban kerja melalui dilatasi atau hipertropi,

kegagalan ventrikel kanan dapat terjadi.

Beberapa mekanisme patofisiologis dapat menyebabkan hipertensi pulmonal yang

akan menyebabkan kor pulmonale, mekanisme tersebut antara lain :

1. Vasokonstriksi pulmonal akibat hipoksia alveolar atau asidemia darah, hal ini dapat

menyebabkan hipertensi pulmonal dan jika hipertensi pulmonal tersebut cukup parah

akan dapat menyebabkan kor pulmonale

2. Peningkatan viskositas darah yang menyebabkan kelainan pada darah seperti :

polisitemia vera, sickle cell disease, makroglobulinemia

3. Peningkatan aliran darah dalam vascular paru

4. Hipertensi pulmonal idiopatik primer

Mekanisme diatas dapat meningkatkan tekanan arteri pulmonalis.

Ventrikel kanan memiliki dinding yang lebih tipis dibandingkan ventrikel kiri yang

lebih memiliki fungsi sebagai pompa volume dibandingkan pompa tekanan. Ventrikel kanan

memiliki fungsi yang lebih baik dalam preload dibandingkan dengan afterload. Dengan

adanya peningkatan afterload, ventrikel kanan akan meningkatkan tekanan sistolik untuk

menjaga gradient. Pada titik tertentu, peningkatan tekanan arteri pulmonal lebih lanjut

menyebabkan dilatasi ventrikel kanan yang signifikan.

Adanya penurunan output ventrikel kanan dengan penurunan diastolic ventrikel kiri

menyebabkan penurunan output ventrikel kiri. Penurunan output ventrikel kiri menyebabkan

penurunan tekan darah di aorta dan menyebakan menurunnya aliran darah pada arteri

Koronaria termasuk arteri Koronaria kanan yang menyuplai darah ke dinding ventrikel kanan.

Hal ini menjadi suatu lingkaran setan antara penurunan output ventrikel kiri dan ventrikel

kanan.

Page 13: Cor Purmonal

Berdasarkan perjalanan penyakitnya, kor pulmonal dibagi menjadi 5 fase

Tabel 1. Fase perjalanan penyakit kor pulmonal

Page 14: Cor Purmonal

Fase Deskripsi

Fase 1

Fase 2

Fase 3

Fase 4

Fase 5

Pada fase ini belum nampak gejala klinis yang jelas,

selain ditemukannya gejala awal penyakit paru

obstruktif kronis (PPOK), bronkitis kronis,

tuberkulosis paru, bronkiektasis dan sejenisnya.

Anamnesa pada pasien 50 tahun biasanya didapatkan

kebiasaan banyak merokok.

Pada fase ini mulai ditemukan tanda-tanda

berkurangnya ventilasi paru. Gejalanya antara lain,

batuk lama yang berdahak (terutama bronkiektasis),

sesak napas, mengi, sesak napas ketika berjalan

menanjak atau setelah banyak bicara. Sedangkan

sianosis masih belum nampak. Pemeriksaan fisik

ditemukan kelainan berupa, hipersonor, suara napas

berkurang, ekspirasi memanjang, ronki basah dan

kering, mengi. Letak diafragma rendah dan denyut

jantung lebih redup. Pemeriksaan radiologi

menunjukkan berkurangnya korakan bronkovaskular,

letak diafragma rendah dan mendatar, posisi jantung

vertikal.

Pada fase ini nampak gejala hipoksemia yang lebih

jelas. Didapatkan pula berkurangnya nafsu makan,

berat badan berkurang, cepat lelah. Pemeriksaan fisik

nampak sianotik, disertai sesak dan tanda-tanda

emfisema yang lebih nyata.

Ditandai dengan hiperkapnia, gelisah, mudah

tersinggung kadang somnolen. Pada keadaan yang

berat dapat terjadi koma dan kehilangan kesadaran.

Pada fase ini nampak kelainan jantung, dan tekanan

arteri pulmonal meningkat. Tanda-tanda peningkatan

kerja ventrikel, namun fungsi ventrikel kanan masih

dapat kompensasi. Selanjutnya terjadi hipertrofi

ventrikel kanan kemudian terjadi gagal jantung kanan.

Pemeriksaan fisik nampak sianotik, bendungan vena

jugularis, hepatomegali, edema tungkai dan kadang

asites.

Page 15: Cor Purmonal

Untuk mempermudah pemahaman mengenai patogenesis kor pulmonal, disediakan

ringkasan pada gambar

kronis

Kor pulmonal

Hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan

Hipertensi Pulmonal

Polisitemia dan hiperviskositas

darah

Vasokonstriksi Berkurangnya vascular bed paru

Asidosis dan hiperkapnia

Hipoksia alveolar

Kerusakan paru & semakin terdesaknya pembuluh darah oleh paru yang

mengembang

Penyakit paru kronis

Page 16: Cor Purmonal

Gambaran Klinis

a. Gejala

Manifestasi klinis dari kor pulmonale biasanya tidak spesifik. Beberapa gejala bisanya

tidak terlalu tampak pada stadium awal penyakit ini.

Pasien dapat mengeluhkan kelelahan, denyut jantung yang cepat dan batuk. Nyeri

dada juga dapat terjadi dan mungkin juga karena iskemik ventrikel kanan. Beberapa gejala

neurologis juga dapat timbul akibat menurunnya curah jantung dan hipoksemia.

Hemoptisis dapat terjadi akibat adanya rupture arteri pulmonalis yang berdilatasi

maupun terjadi atherosclerosis.

Pada tahap lanjut, dapat terjadi kongestif hepar sekunder karena kegagalan ventrikel

kanan menyebabkan anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut kanan atas, serta kekuningan.

Peningkatan tekanan arteri pulmonalis dapat menyebabkan peningkatan tekanan vena

perifer dan tekanan kapiler. Dengan adanya peningkatan gradient tekanan hidrostatik

mengakibatkan terjadinya transudasi cairan yang terakumulasi menjadi edema perifer.

Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dan filtrasi natrium karena

hipoksemia memainkan peran penting dalam edema perifer pada pasien dengan kor

pulmonale dengan peningkatan tekanan atrium kanan.1,5

b. Tanda

Dari pemeriksaan fisik dapat mencerminkan penyakit paru yang mendasari terjadinya

kor pulmonal seperti hipertensi pulmonal, hipertropi ventrikel kanan, dan kegagalan ventrikel

kanan. Peningkatan diameter dada, sesak yang tampak dengan retraksi dinding dada, distensi

vena leher dan sianosis dapat terlihat.

Pada auskultasi, lapangan paru dapat terdengar wheezing maupun ronkhi. Suara

jantung dua yang terpisah dapat terdengar pada tahap awal. Bising ejeksi sistolik diatas area

arteri pulmonalis dapat terdengar pada tahap penyakit yang lebih lanjut bersamaan dengan

bising regugirtasi pulmonal diastolic.

Pada perkusi, suara hipersonor dapat menjadi tanda PPOK yang mendasari timbulnya

kor pulmonal, asites dapat timbul pada kasus yang berat.

4. Diagnosis

Page 17: Cor Purmonal

Diagnosis kor pulmonal dapat ditegakkan jika terbukti terdapat adanya hipertensi

pulmonal akibat dari kelainan fungsi dan atau struktural paru. Untuk menegakkan diagnosis

kor pulmonal secara pasti maka dilakukan prosedur anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang secara tepat. Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik pemeriksa dapat

menemukan data-data yang mendukung ke arah adanya kelainan paru baik secara struktural

maupun fungsional. Adanya hipertensi pulmonal tidak dapat ditegakkan secara pasti dengan

hanya pemeriksaan fisik dan anamnesis tetapi membutuhkan pemeriksaan penunjang.

Pendekatan umum untuk mendiagnosa kor pulmonal dan untuk menyelidiki

etiologinya dimulai dengan pemeriksaan laboratorium rutin, radiografi dada dan

elektrokardiografi. Echocardiografi juga memberikan informasi yang penting tentang

penyakit dan etiologinya. Kateterisasi jantung kanan adalah pemeriksaan yang paling akurat

untuk mengkonfirmasi diagnosis kor pulmonale dan penyakit yang mendasarinya.

4.1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Perlu dilakukan anamnesis yang teliti ada tidaknya penyakit paru yang mendasari dan

jenis kelainan paru seperti batuk kronik yang produktif, sesak nafas waktu beraktifitas, nafas

yang berbunyi, mudah lelah. Pada fase awal berupa pembesaran ventrikel kanan, tidak

menimbulkan keluhan jadi lebih banyak keluhan akibat penyakit parunya. Keluhan akibat

pembesaran ventrikel kanan baru timbul bila sudah ada gagal jantung kanan misalnya edema

dan nyeri parut kanan atas. Infeksi paru sering mencetuskan gagal jantung, hipersekresi

branchus, edema alveolar, serta bronkospasme yang menurunkan ventilasi paru lalu timbul

gagal jantung kanan.

Dispnea merupakan gejala yang paling umum terjadi, biasanya karena adanya

peningkatan kerja pernapasan akibat adanya perubahan dalam elastisitas paru-paru (fibrosis

penyakit paru) atau adanya over inflasi pada penyakit PPOK). Nyeri dada atau angina juga

dapat terjadi. Hal ini terjadi disebabkan oleh iskemia pada ventrikel kanan atau teregangnya

arteri pulmonalis. Hemoptisis, karena rupturnya arteri pulmonalis yang sudah mengalami

arteroslerotik atau terdilatasi akibat hipertensi pulmonal juga dapat terjadi. Bisa juga

ditemukan variasi gejala-gejala neurologis, akibat menurunnya curah jantung dan

hipoksemia.1,2

Selanjutnya pada pemeriksaan fisik, kita bisa mendapatkan keadaan sianosis, suara P2

yang mengeras, ventrikel kanan dapat teraba di parasternal kanan. Terdapatnya murmur pada

daerah pulmonal dan triskuspid dan terabanya ventrikel kanan merupakan tanda yang lebih

lanjut. Bila sudah terjadi fase dekompensasi, maka gallop (S3) mulai terdengar dan selain itu

Page 18: Cor Purmonal

juga dapat ditemukan murmur akibat insufisiensi trikuspid. Dilatasi vena jugularis,

hepatomegali, splenomegali, asites dan efusi pleura merupakan tanda-tanda terjadinya

overload pada ventrikel kanan.2

4.2. Pemeriksaan Penunjang

4.2.1. Radiologi

Etiologi kor pulmonal kronis amat banyak dan semua etiologi itu akan menyebabkan

berbagai gambaran parenkim dan pleura yang mungkin dapat menunjukkan penyakit

primernya. Pada pasien dengan kor pulmonale kronis, rontgen dada dapat menunjukkan

pembesaran pembuluh darah paru sentral. Hipertensi pulmonal harus dicurigai jika diameter

pembuluh arteri pulmonalis kanan lebih dari 16 mm dan arteri pulmonalis kiri lebih dari 18

mm. Pembesaran ventrikel kanan menyebabkan peningkatan diameter transversal dari

bayangan jantung ke kanan pada proyeksi posteroanterior dan mengisi ruang udara

restrosternal pada proyeksi lateral. Pada pemeriksaan dengan elektrokardiograph, tampak

adanya hipertropi ventrikel kanan.

4.2.2. Elektrokardiogram

Gambaran abnormal kor pulmonal pada pemeriksaan EKG dapat berupa:

a. Deviasi sumbu ke kanan. Sumbu gelombang p + 900 atau lebih.

b. Terdapat pola S1 S2 S3

c. Rasio amplitude R/S di V1 lebih besar dari sadapan 1

d. Rasio amplitude R/S di V6 lebih kecil dari sadapan 1

e. Terdapat pola p pulmonal di sadapan 2,3, dan aVF

f. Terdapat pola S1 Q3 T3 dan right bundle branch block komplet atau

inkomplet.

g. Terdapat gelombang T terbalik, mendatar, atau bifasik pada sadapan

prekordial.

h. Gelombang QRS dengan voltase lebih rendah terutama pada PPOK karena

adanya hiperinflasi.

i. Hipertrofi ventrikel kanan yang sudah lanjut dapat memberikan gambaran

gelombang Q di sadapan prekordial yang dapat membingungkan dengan infark

miokard.

j. Kadang dijumpai kelainan irama jantung mulai dari depolarisasi prematur

atrium terisolasi hingga supraventrikuler takikardi, termasuk takikardi atrial

paroksismal, takikardi atrial multifokal, fibrilasi atrium, dan atrial flutter.

Disritmia ini dapat dicetuskan karena keadaan penyakit yang mendasari

Page 19: Cor Purmonal

(kecemasan, hipoksemia, gangguan keseimbangan asam- basa, gangguan

elektrolit, serta penggunaan bronkodilator berlebihan).13

5.3 Ekokardiografi

Salah satu pencitraan yang bisa digunakan untuk melakukan penegakan diagnosis kor

pulmonal adalah dengan ekokardiografi. Dari hasil ekokardiografi dapat ditemukan dimensi

ruang ventrikel kanan yang membesar, tapi struktur dan dimensi ventrikel kiri normal. Pada

gambaran ekokardiografi katup pulmonal, gelombang “a” hilang, menunjukkan hipertensi

pulmonal. Kadang-kadang dengan pemeriksaan ekokardiografi susah terlihat katup pulmonal

karena “accoustic window” sempit akibat penyakit paru.14

5. Diagnosis Banding

Dalam mendiagnosa kor pulmonale, penting untuk mempertimbangkan kemungkinan

penyakit tromboemboli dan hipertensi pulmonal sebagai etiologi. Diagnosis banding lain

untuk kor pulmonale antara lain :

1. Gagal jantung kongestif

2. Perikarditis konstriktif

3. Stenosis pulmonal

4. Gagal jantung kanan akibat infark ventrikel kanan

5. Gagal jantung kanan akibat penyakit jantung bawaan

Page 20: Cor Purmonal

6. Penatalaksanaan

Terapi medis untuk kor pulmonale kronis umumnya difokuskan pada pengobatan

penyakit paru yang mendasari dan meningkatkan oksigenasi serta fungsi ventrikel kanan

dengan meningkatkan kontraktilitas ventrikel kanan dan mengurangi vasokonstriksi

pulmonal. Pada kasus kor pulmonale akut dilakukan terapi untuk menstabilkan

hemodinamika pasien. Pada kor pulmonale akut dengan gagal ventrikel kanan meliputi

pemberian cairan dan vasokonstriktor untuk mempertahankan tekanan darah yang cukup.

Untuk tromboemboli paru yang berat pertimbangkan pemberian antikoagulasi, agen

trombolitik dan embolectomy terutama jika kolaps sirkulasi tidak dapat dicegah. Juga

pertimbangkan pemberian bronkodilator dan pengobatan infeksi pada pasien dengan penyakit

paru obstruktif kronik (PPOK), dan agen steroid ataupun imunosupresant pada penyakit

infiltratif dan fibrosis paru.

Terapi oksigen, diuretic, vasodilator dan antikoagulasi merupakan modalitas berbeda

yang dapat digunakan pada terapi jangka panjang kor pulmonale kronik. Terapi oksigen

sangat penting pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yang

mendasarinya. Pada kor pulmonale, tekanan parsial oksigen (PaO2) cenderung berada

dibawah 55 mmHg dan menurun lebih lanjut pada saat beraktivitas ataupun tidur. Terapi

oksigen dapat mengurangi vasokonstriksi pulmonal akibat hipoksia yang kemudian dapat

meningkatkan curah jantung, meredakan hipoksemia jaringan dan meningkatkan perfusi

ginjal. Pada suatu penelitian dengan percobaan terapi oksigen nocturnal secara acak

menunjukkan bahwa terapi oksigen dengan aliran rendah yang terus menerus untuk pasien

dengan PPOK berat memberikan penurunan angka kematian yang signifikan.

Diuretik dapat digunakan untuk mengurangi peningkatan volume pengisian ventrikel

kanan pada pasien dengan kor pulmonale kronik. Agen ini dapat meningkatkan fungsi kedua

ventrikel kanan dan kiri. Namun, diuretic dapat menimbulkan efek yang merugikan

hemodinamik jika tidak digunkan secara hati-hati. Deplesi volume yang berlebihan dapat

menyebabkan penurunan curah jantung.

Calsium channel blockers dapat digunakan sebagai vasodilator arteri pulmonalis yang

telah terbukti keampuhannya dalam pengobatan jangka panjang kor pulmonale kronis yang

diakibatkan oleh hipertensi arteri pulmonalis. Glikosida jantung seperti digitalis dapat

digunakan pada gagal ventrikel kanan karena dapat meningkatkan fungsi ventrikel kanan

namun harus digunankan secara hati-hati dan dihindari selama episode akut kor pulmonale.

Indikasi utama pemberian antikoagulan oral dalam pengobatan kor pulmonale adalah adanya

Page 21: Cor Purmonal

tromboemboli yang mendasari ataupun adanya hipertensi arteri pulmonal primer.

Methilxanthin seperti teofilin dapat digunakan sebagai pengobatan tambahan untuk kor

pulmonale kronis dengan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Selain efek bronkodilator

methilxanthine dapat meningkatkan kontraktilitas miokard dan menyebabkan efek

vasodilatasi ringan pada paru. Teofilin memiliki efek inotropik lemah, dengan demikian

dapat meningkatkan ejeksi ventrikel kanan dan kiri. Teofilin dosis rendah disarankan untuk

mendapatkan efek antiinflamasi yang membantu untuk mengontrol penyakit paru yang

mendasari seperti penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).

Agonis beta selektif memiliki keuntungan tambahan sebagai bronkodilator dan efek

mukosiliar. Epoprostenol, treprostinil, dan iloprost adalah analog prostasiklin dan memiliki

efek vasodilator yang kuat. Epoprostenol dan treprostinil diberikan secara intravena dan

iloprost sebagai inhaler. Bosentan yang merupakan antagonis reseptor endotelin-A dan

endotelin-B diindikasikan untuk hipertensi arteri pulmonalis termasuk hipertensi pulmonal

primer. Dalam uji klinis, bosentan meningkatkan kapasitas, penurunan laju kerusakan klinis,

dan peningkatan hemodinamika. Sildenafil merupakan inhibitor PDE5 telah dipelajari secara

intensif dan telah disetujui untuk pengobatan hipertensi pulmonal. Sildenafil secara selektif

dapat merelaksasikan otot polos pembuluh darah vascular paru. Warfarin merupakan

antikoagulan yang dianjurkan pada pasien dengan resiko tinggi tromboemboli. Peran

menguntungkan dari penggunaan antikoagulan dalam mengurangi gejala dan angka kematian

pada pasien telah dibuktikan dalam beberapa penelitian.

7. Komplikasi

Komplikasi kor pulmonale termasuk sinkop, hipoksia, edema bahkan kematian.

8. Prognosis

Prognosis kor pulmonale bergantung pada patologi yang mendasarinya.

Perkembangan kor pulmonale sebagai hasil dari penyakit paru primer biasanya mempunyai

prognosis yang lebih buruk. Sebagai contoh, pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik

(PPOK) yang berkembang menjadi kor pulmonale memiliki kesempatan 30% untuk bertahan

hidup 5 tahun, namun apakah kor pulmonale memiliki nilai prognostic yang independen atau

hanya mencerminkan tingkat keparahan yang mendasari PPOK tersebut atau penyakit paru

lainnya masih belum jelas. Prognosis pada kasus akut karena emboli paru berat ataupun

sindrom gangguan pernapasan akut belum pernah terbukti bergantung pada ada atau tidaknya

kor pulmonale, namun dalam satu penelitian menunjukkan bahwa pada kasus emboli paru,

Kor pulmonal dapat menjadi prediktor kematian di rumah sakit. Para peneliti telah

Page 22: Cor Purmonal

mengumpulkan data demografi, komorbiditas, dan data manifestasi klinis pada 582 pasien

rawat inap pada unit gawat darurat maupun unit perawatan intensif dan didiagnosa menderita

emboli paru. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa pada pasien emboli paru dengan

hemodinamik yang stabil factor-faktor berikut dapat menjadi predictor independen kematian

di rumah sakit, yaitu :

1. Usia yang lebih tua dari 65 tahun

2. Istirahat total selama lebih dari 72 jam

3. Menderita kor pulmonale kronis

4. Sinus takikardia

5. Takipneu

6.