cor pulmon ale

46
BAB 1. PENDAHULUAN Penyakit cor pulmonale merupakan penyakit yang ditandai dengan hipertrofi dan atau dilatasi ventrikel kanan akibat gangguan fungsi dan atau struktur paru (setelah menyingkirkan penyakit jantung kongenital atau penyakit jantung lain yang primernya pada jantung kiri). Cor pulmonale dapat terjadi secara akut maupun kronik, penyebab akut tersering adalah emboli paru masif dan biasanya terjadi dilatasi ventrikel kanan. Penyebab kronik tersering adalah penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan biasanya terjadi hipertrofi ventrikel kanan. Insidens cor pulmonale kronik diperkirakan sekitar 6-7% dari semua penyakit jantung pada orang dewasa yang disebabkan oleh PPOK. Umumnya pada daerah dengan polusi udara dan kebiasaan merokok yang tinggi dengan prevalensi bronchitis kronik dan emfisema yang signifikan, didapatkan peningkatan insidensi cor pulmonale. Cor pulmonale lebih banyak disebabkan oleh exposure daripada faktor predisposisi dan pria lebih sering terkena daripada wanita. Sebaliknya, cor pulmonale akut biasanya menjadi kelainan sekunder akibat adanya emboli paru masif. Tromboemboli paru akut adalah penyebab paling sering dari cor pulmonale akut yang mengancam jiwa pada orang 1

Upload: dian-muflikhy-putri

Post on 16-Nov-2015

32 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

BAB I

BAB 1. PENDAHULUAN

Penyakit cor pulmonale merupakan penyakit yang ditandai dengan hipertrofi dan atau dilatasi ventrikel kanan akibat gangguan fungsi dan atau struktur paru (setelah menyingkirkan penyakit jantung kongenital atau penyakit jantung lain yang primernya pada jantung kiri). Cor pulmonale dapat terjadi secara akut maupun kronik, penyebab akut tersering adalah emboli paru masif dan biasanya terjadi dilatasi ventrikel kanan. Penyebab kronik tersering adalah penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan biasanya terjadi hipertrofi ventrikel kanan. Insidens cor pulmonale kronik diperkirakan sekitar 6-7% dari semua penyakit jantung pada orang dewasa yang disebabkan oleh PPOK. Umumnya pada daerah dengan polusi udara dan kebiasaan merokok yang tinggi dengan prevalensi bronchitis kronik dan emfisema yang signifikan, didapatkan peningkatan insidensi cor pulmonale. Cor pulmonale lebih banyak disebabkan oleh exposure daripada faktor predisposisi dan pria lebih sering terkena daripada wanita. Sebaliknya, cor pulmonale akut biasanya menjadi kelainan sekunder akibat adanya emboli paru masif. Tromboemboli paru akut adalah penyebab paling sering dari cor pulmonale akut yang mengancam jiwa pada orang dewasa. Terdapat sekitar 50.000 angka kematian di Amerika Serikat dalam setahun akibat emboli paru dan sekitar setengahnya terjadi dalam satu jam pertama akibat gagal jantung kanan.Secara global, insidensi cor pulmonale bervariasi antar tiap negara, tergantung pada prevalensi merokok, polusi udara, dan faktor resiko lain untuk penyakit paru-paru yang bervariasi.

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Saluran Pernafasan Paru-paru mempunyai sumber suplai darah dari Arteri Bronkialis dan Arteri pulmonalis. Arteri Bronkialis berasal dari Aorta torakalis dan berjalan sepanjang dinding posterior bronkus. Vena bronchialis yang besar mengalirkan darahnya ke dalam sistem azigos, yang kemudian bermuara ke vena cava superior dan mengembalikan darah ke atrium kanan. Vena brochialis yang lebih kecil akan mengalirkan darah vena pulmonalis, karena sirkulasi bronchial tidak berperanan pada pertukaran gas, darah yang tidak teroksigenasi mengalami pirau sekitar 2-3% curah jantung. Sirkulasi bronchial menyediakan darah teroksigenisasi dari sirkulasi sistemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paru. Arteri Pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan mengalirkan darah vena campuran ke paru-paru dimana darah tersebut mengambil bagian dalam pertukaran gas. Jalinan kapiler paru-paru yang halus mengitari dan menutup alveolus, merupakan kontak erat yang diperlukan untuk proses pertukaran gas antara alveolus dan darah. Darah yang teroksigenasi kemudian dikembalikan melalui vena pulmonalis ke ventrikel kiri yang selanjutnya membagikannya kepada sel-sel melalui sirkulasi sistemik.

2.2 Anatomi Ventrikel Kanan JantungLetak ruang ventrikel kanan paling depan di dalam rongga dada yaitu tepat di bawah manubrium sterni. Sebagian besar ventrikel kanan berada di kanan depan ventrikel kiri dan medial atrium kiri. Berbentuk bulan sabit/setengah bulatan berdinding tipis dengan tebal 4-5 mm yang disebabkan oleh tekanan di ventrikel kiri yang lebih besar. Dinding anterior dan inferior disusun oleh serabut otot yaitu trabekula karnae yang sering membentuk persilangan satu sama lain. otot ini di bagian apikal berukuran besar yaitu trabecula septo marginal (moderator band). Ventrikel kanan secara fungsional dapat dibagi dua alur ruang yaitu alur keluar ventrikel kanan (Righ ventricular out flow tract) berbentuk tabung atau corong, berdinding licin terletak di bagaian superior ventrikel kanan yaitu infundibulum/conus arteriosus. Ruang alur masuk ventrikel kanan dibatasi katup trikuspid, trabekel anterior dan dinding anterior ventrikel. Alur masuk dan keluar dipisahkan oleh krista supra ventrikuler yang terletak tepat di atas daun anterior katup tricuspid.1

2.3 DefinisiCor pulmonale didefinisikan sebagai perubahan dalam struktur dan fungsi ventrikel kanan yang disebabkan oleh gangguan utama dari sistem pernapasan. Hipertensi pulmonal adalah faktor penghubung tersering antara disfungsi paru-paru dan jantung dalam cor pulmonale. Penyakit ventrikel kanan yang disebabkan oleh kelainan utama dari sisi kiri jantung atau penyakit jantung bawaan tidak dianggap cor pulmonale, tapi cor pulmonal dapat berkembang dan menjadi penyebab untuk berbagai proses penyakit kardiopulmonar.2Cor pulmonale disebabkan oleh hipertensi pulmonal yang diakibatkan oleh penyakit yang menyerang parenkim paru atau vaskularisasinya. Hipertensi pulmonal pada penyakit pernapasan kronis adalah kondisi dimana dimana didaptkan rerata tekanan arteri pulmonalis pada saat istirahat > 20 mmHg, berbeda dengan hipertensi pulmonal primer yaitu tekanan arteri pulmonalis >25 mmHg. Terdapatnya edema dan gagal nafas juga diajukan untuk menetapkan adanya cor pulmonal secara klinis. Hipertensi pulmonal menghasilkan pembesaran ventrikel kanan (hipetrofi atau dilatasi) dan berlanjut dengan berjalannya waktu menjadi gagal jantung kanan. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyebab utama insufisiensi respirasi kronik, kira-kira 80-90% kasus.3Sebagian besar kondisi yang menyebabkan kor pulmonal bersifat kronik dan progresif lambat, namun pasien bisa datang dengan gejala akut dan membahayakan jiwa. Dekompensasi mendadak tersebut muncul ketika ventrikel kanan tidak mampu mengkompensasi pada pemaksaan kebutuhan tambahan yang tiba-tiba, yang diakibatkan oleh progresifitas dari penyakit dasar atau proses akut yang makin berat.4Berdasarkan perjalanan penyakitnya, cor pulmonale dibagi dua, yaitu cor pulomonale akut yang merupakan peregangan atau pembebanan ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal akibat emboli paru masif, sedangkan cor pulmonale kronik merupakan hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal yang berhubungan dengan penyakit paru obstruktif.3

2.4 EpidemiologiMeskipun prevalensi COPD di Amerika Serikat adalah sekitar 15 juta, prevalensi tepat cor pulmonale sulit untuk ditentukan, karena cor pulmonale tidak terjadi pada semua kasus COPD, dan pemeriksaan fisik dan tes rutin relatif tidak sensitif untuk mendeteksi hipertensi pulmonal, terlebih kateterisasi jantung kanan juga tidak mungkin dilakukan dalam skala besar.Cor pulmonale diperkirakan mencapai 6-7% dari semua jenis penyakit jantung dewasa di Amerika Serikat, dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) karena bronkitis kronis atau emfisema sedangkan faktor penyebab lain lebih dari 50% kasus. Selain itu, cor pulmonale menyumbang 10-30% dari gagal jantung di Amerika Serikat.5Pada pasien PPOK parah dengan ada atau tidaknya hipertensi pulmonal istirahat akan meningkatkan tekanan arteri pulmonal dua kali lipat dari tekanan arteri pulmonal istirahatnya karena kegagalan resistensi pembuluh darah pulmonal untuk menurunkannya.14Sebaliknya, cor pulmonale akut biasanya sekunder akibat emboli paru masif. Tromboemboli paru masif akut adalah penyebab paling umum dari cor pulmonale akut pada orang dewasa yang mengancam jiwa; 50.000 kematian di Amerika Serikat diperkirakan terjadi per tahun dari emboli paru dan sekitar setengah terjadi dalam satu jam pertama karena gagal jantung kanan akut.Secara global, kejadian cor pulmonale bervariasi antara negara-negara yang berbeda, tergantung pada prevalensi merokok, polusi udara, dan faktor risiko lain untuk berbagai penyakit paru-paru.2.5 EtiologiPenyebab penyakit cor pulmonale antara lain,3,6, 141.Penyakit yang menyebabkan hipoksia akibat vasokonstriksi Penyakit paru obstruktif kronik Bronkitis kronik Fibrosis kistik Hipoventilasi kronik Sleep apnea Obesitas Penyakit neuromuskuler (ALS, MG, GBS, poliomielitis, lesi saraf spinal, paralisis diafragma bilateral) dan dinding dada (kifoskoliosis) Hidup pada ketinggian Dysplasia kapiler alveoli Penyakit paru neonatus2.Penyakit yang menyebabkan oklusi dinding pembuluh darah Tromboemboli pulmoner rekuren Hipertensi pulmoner primer Penyakit oklusi vena Penyakit kolagen vaskular Penyakit paru yang disebabkan oleh obat Penyakit yang menyebabkan peningkatan viskositas darah (polisitemia vera, sickle cell, macroglobulinemia)3.Penyakit yang menyebabkan penyakit parenkim Bronkitis kronis Penyakit paru obstruktif kronis Brokiektasis Fibrosis kistik Pneumokoniosis Sarkoid Fibrosis pulmonar idiopatik Penyakit paru interstisial Emfisema

2.6 Patogenesis Beberapa mekanisme patofisiologis yang menyebabkan hipertensi pulmonal dan akan mendasari terjadinya cor pulmonale, mekanisme tersebut antara lain :1. Vasokonstriksi pulmonal akibat hipoksia alveolar atau asidemia darah, hal ini dapat menyebabkan hipertensi pulmonal dan jika hipertensi pulmonal tersebut cukup parah maka akan dapat menyebabkan cor pulmonale2. Kompromi anatomi dinding pembuluh darah paru yang sekunder akibat adanya gangguan parekim atau alveolar paru antarain lain seperti emfisema, tromboemboli, penyakit paru interstisial, sindroma gangguan pernapasan dewasa, gangguan rematik yang akan meningkatkan tekanan darah paru. PPOK merupakan penyebab tersering dari cor pulmonale dan gangguan jaringan ikat dengan keterlibatan paru yang akan menyebabkan hipertensi pulmonal yang kemudian terjadinya cor pulmonale3. Peningkatan viskositas darah yang sekunder menyebabkan kelainan pada darah seperti polisitemia vera, sickle cell disease, makroglobulinemia4. Peningkatan aliran darah pada pembuluh darah paru5. Hipertensi pulmonal idiopatik primer6. Hiperinflasi paru dan disfungsi endotelMekanisme diatas dapat meningkatkan tekanan arteri pulmonalis.2

Curah jantung dari ventrikel kanan dan kiri disesuaikan dengan preload, kontraktilitas dan afterload. Meski dinding ventrikel kanan tipis, namun masih dapat memenuhi kebutuhan saat terjadi aliran balik vena yang meningkat mendadak (seperti saat menarik napas).3Ventrikel kanan memiliki dinding yang lebih tipis dibandingkan ventrikel kiri yang lebih memiliki fungsi sebagai pompa volume dibanding pompa tekanan. Ventrikel kanan memiliki fungsi yang lebih baik dalam preload dibandingkan dengan afterload. Dengan adanya peningkatan afterload, ventrikel kanan akan meningkatkan tekanan sistolik untuk menjaga gradient. Pada titik tertentu, peningkatan tekanan arteri pulmonal lebih lanjut menyebabkan dilatasi ventrikel kanan yang signifikan akibat dari tahanan pembuluh darah paru sebagai akibat dari gangguan pembuluh darah tersebut maupun kerusakan parenkim paru. Peningkatan afterload ventrikel kanan juga dapat disebabkan oleh hiperinflasi paru akibat PPOK sebagai akibat kompresi kapiler alveolar dan perubahan ukuran pembuluh darah paru. Hasil akhir dari peningkatan afterload akan terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik dan kolaps sirkulasi ventrikel kanan.3,6 Adanya penurunan output ventrikel kanan dengan penurunan diastolic ventrikel kiri menyebabkan penurunan output ventrikel kiri. Penurunan output ventrikel kiri menyebabkan penurunan tekanan darah di aorta dan menyebakan menurunnya aliran darah pada arteri koronaria termasuk arteri koronaria kanan yang menyuplai darah ke dinding ventrikel kanan. Hal ini menjadi suatu lingkaran setan antara penurunan output ventrikel kiri dan ventrikel kanan.Morfogenensis ventrikel kanan dan ventrikel kiri berasal dari sel progenitor yang berbeda, hal ini menjelaskan mengenai adanya perbedaan tingkat hipertrofi yang terjadi. Kelebihan volume pada ventrikel kanan berhubungan dengan pendesakan septum interventrikular menuju ventrikel kiri.2,8

2.7Gambaran Klinis Manifestasi klinis dari cor pulmonale biasanya tidak spesifik. Beberapa gejala bisanya tidak terlalu tampak pada stadium awal penyakit ini dan seringkali keliru karena dikaitkan dengan mekanisme patologi paru yang mendasarinya.

A. GejalaPasien dapat mengeluhkan kelelahan, takipnea, dispnea on exertion dan batuk. Nyeri dada (angina) juga dapat terjadi dan mungkin juga karena iskemia ventrikel kanan (biasanya tidak berespon terhadap nitrat) atau peregangan arteri pulmonalis. Beberapa gejala neurologis juga dapat timbul akibat menurunnya curah jantung dan hipoksemia. Dyspnea yang merupakan gejala paling umum, biasanya merupakan hasil dari peningkatan kerja pernapasan sekunder terhadap perubahan elastisitas dari paru-paru (penyakit paru fibrosis) atau perubahan mekanik pernapasan (misalnya, hiperinflasi dengan COPD), yang keduanya dapat diperburuk oleh peningkatan pernafasan hipoksia. Hipoksia yang terjadi pada penyakit paru-paru adalah hasil dari pengurangan permeabilitas kapiler membran, mismatch antara ventilasi-perfusi, dan kadang-kadang intrakardial atau intrapulmonary shunting.Orthopnea dan paroksismal nokturnal dyspnea merupakan gejala yang jarang dari gagal jantung kanan yang terisolasi. Namun, ketika hadir, gejala ini biasanya mencerminkan peningkatan kerja pernapasan dalam posisi terlentang. Batuk atau- syncope on exertion dapat terjadi pada pasien dengan cor pulmonale dengan hipertensi pulmonal berat karena ketidakmampuan ventrikel kanan untuk memberikan darah secara memadai ke sisi kiri jantung. Nyeri perut dan ascites yang terjadi dengan cor pulmonale serupa dengan gagal jantung kanan yang terjadi kemudian pada gagal jatung kronis. Edema ekstremitas bawah dapat terjadi sekunder dari aktivasi neurohormonal, tekanan pengisian ventrikel kanan yang tinggi, atau peningkatan kadar karbon dioksida dan hipoksia, yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer dan pembentukan edema.Hemoptisis dapat terjadi akibat adanya ruptur arteri pulmonalis yang berdilatasi maupun terjadi aterosklerosis. Kondisi lain seperti tumor, brokiektasis, dan infark paru harus disingkirkan sebelum menghubungkan hemoptisis akibat hipertensi pulmonal. Jarang sekali pasien mengeluhkan suara serak akibat kompresi saraf laring berulang akibat arteri pulmonalis yang melebar.Pada tahap lanjut, dapat terjadi kongestif hepar sekunder karena kegagalan ventrikel kanan menyebabkan anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut kuadran kanan atas, serta ikterus. Selain itu juga dapat muncul manifestasi sinkop terutama pada kasus berat yang menggambarkan adanya ketidakmampuan relatif untuk meningkatkan curah jantung selama aktifitas dengan diikuti penurunan tekanan arteri sistemik kemudian. Peningkatan tekanan arteri pulmonalis dapat menyebabkan peningkatan tekanan atrium kanan, vena perifer dan tekanan kapiler. Dengan adanya peningkatan gradient tekanan hidrostatik mengakibatkan terjadinya transudasi cairan yang terakumulasi menjadi edema perifer. Meskipun ini adalah penjelasan yang paling sederhana untuk edema perifer di cor pulmonale, hipotesis lain menjelaskan gejala ini, terutama di sebagian kecil dari pasien dengan PPOK yang tidak menunjukkan peningkatan tekanan atrium kanan.Penurunanlaju filtrasi glomerulus(GFR)dan filtrasinatrium serta stimulasi arginin vasopressin (yang menurunkan eksresi air bebas) karena hipoksemiamemainkan peranpenting dalam edemaperiferpada pasien dengan cor pulmonaledengan peningkatan tekananatriumkanan.2

B. TandaDari pemeriksaan fisik dapat mencerminkan penyakit paru yang mendasari terjadinya cor pulmonal seperti hipertensi pulmonal, hipertropi ventrikel kanan, dan kegagalan ventrikel kanan. Peningkatan diameter dada, pada saat sesak yang tampak dengan retraksi dinding dada, distensi vena leher dan sianosis dapat terlihat.Pada auskultasi, lapangan paru dapat terdengar wheezing maupun ronkhi sebagai tanda penyakit pau yang mendasari. Aliran turbulen melalui pembuluh yang terekanalisasi pada hipertensi pulmonal dengan tromboemboli kronis mungkin terdengar sebagai bruit sistolik di paru.Pemisahan bunyi jantung kedua dengan aksentuasi dari kompoen pulmonal dapat terdengar pada tahap awal. Murmur ejeksi sistolik dengan klik ejeksi tajam diatas area arteri pulmonalis dapat terdengar pada tahap penyakit yang lebih lanjut bersamaan dengan murmur regugirtasi pulmonal diastolik. Temuan lain pada auskultasi dari system kardiovaskular yaitu buyi jantung ketiga dan keempat dan murmur sistolik dari regurgitasi trikuspid.Hipertrofi ventrikel kanan ditandai dengan pengangkatan parasternal kiri atau pendorongan subxyphoid ke bawah. Refluks hepatojugular dan hepar yang berdenyut merupakan tanda gagal jantung kanan dengan kongesti vena sistemik. Pada perkusi, suara hipersonor dapat menjadi tanda PPOK yang mendasari timbulnya cor pulmonal, asites dapat timbul pada kasus yang berat.2

2.8 DiagnosisPendekatan umum untuk mendiagnosis cor pulmonale dan untuk menyelidiki etiologi dimulai dengan tes rutin laboratorium, radiografi dada, dan elektrokardiografi. Ekokardiografi memberikan informasi penting tentang penyakit dan etiologi. Kateterisasi jantung kanan adalah metode yang paling akurat namun ini merupakan tes yang invasif untuk memastikan diagnosis kor pulmonal dan memberikan informasi penting mengenai penyakit yang mendasari.7Membuat diagnosis kor pulmonal harus diikuti dengan penyelidikan lebih lanjut untuk menentukan patologi paru-paru yang mendasari. Kadang-kadang penyakit paru-paru yang umum seperti penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) bukan satu-satunya patologi paru-paru sebagai penyebab kor pulmonal; penyakit paru-paru lainnya juga dapat menyertai. Dengan demikian, tes fungsi paru mungkin menjadi keharusan untuk mengkonfirmasi penyakit paru yang mendasarinya. Scanning ventilasi / perfusi (V / Q) atau computed tomography (CT) scanning dada dapat dilakukan jika riwayat pasien dan pemeriksaan fisik menunjukkan tromboemboli paru sebagai penyebab atau jika tes diagnostik lain tidak menyarankan etiologi lainnya. Setiap hasil yang abnormal di setiap tes di atas mungkin perlu evaluasi diagnostik lebih lanjut dalam arah tertentu.

a). Anamnesis8Tidak ada gejala klinis yang khas yang terjadi berhubungan dengan hipertrofi ventrikel kanan. Gejala klinis yang terlihat adalah berupa hipertensi pulmonal, termasuk adanya dispnea saat beraktivitas, fatigue, letargi, nyeri dada dan sinkop. Anamnesis mungkin ditemukan adanya sesak nafas, riwayat batuk yang sudah lama, batuk berdarah dan nyeri dada.Fatigue, letargi dan sinkope saat beraktivitas merupakan pengaruh dari peningkatan output jantung selama tekanan saat beraktivitas karena obstruksi pembuluh darah pada arteriol paru. Angina tipikal akan dapat terlihat. Mekanisme terjadinya angina belum terlalu jelas, sesuai dengan tekanan pada arteri dan iskemik ventrikel kanan yang dapat terlihat. Iskemik ventrikel kanan dapat diakibatkan oleh hipoksemia selama beraktivitas sehingga dapat terjadinya anginaPada fase awal berupa pembesaran ventrikel kanan, tidak menimbulkan keluhan jadi lebih banyak keluhan akibat penyakit parunya. Keluhan akibat pembesaran ventrikel kanan baru timbul bila sudah ada gagal jantung kanan misalnya edema dan nyeri parut kanan atas. Infeksi paru sering mencetuskan gagal jantung, hipersekresi bronkus, edema alveolar, serta bronkospasme yang menurunkan ventilasi paru lalu timbul gagal jantung kanan.

b). Pemeriksaan Fisik7Cor pulmonale kronik dapat dideteksi dari hipertensi pulmonal dan hipertropi ventrikel kanan, terkadang juga dapat berhubungan dengan kegagalan fungsi ventrikel kanan. Peningkatan intensitas dari komponen pulmonal pada suara jantung, akan dapat dipalpasi. Pada auskultasi jantung dapat terdengar adanya murmur ejeksi sistolik, pada derajat penyakit yang lebih parah dapat terdengar adanya murmur regurgitasi diastolik pumonal. Hipertropi ventrikel kanan terlihat pada gelombang A yang prominent pada pulsasi vena jugular. Kegagalan ventrikel kanan akan menyebabkan terjadinya hipertensi vena sistemik sehingga dapat terjadi peningkatan tekanan vena jugular dengan gelombang V yang prominen, suara ketiga ventrikel kanan danhigh-pitched tricuspid regurgitant murmur. Murmur pada ventrikel kanan dan galop terdengar pada saat inspirasi. Pada emfisema yang berat, peningkatan diameter AP (anteroposterior) dada sehingga membuat auskultasi akan susah didengar dan perubahan posisi impuls ventrikel kanan.

A. Jugular Vein Pressure (JVP)Pemeriksaan tekanan vena jugularis memberikan informasi mengenai tekanan atrium kanan. Tekanan vena jugularis paling baik dinilai jika pasien berbaring dengan kepala membentuk sudut 300. Tekanan vena jugularis dinilai dalam satuan cmH2O(normalnya5-2 cmH2O) dengan memperkirakan jarak vena jugularis dari bidang diatas sudut sternal. Pada gagal jantung stadium dini, tekanan vena jugularis dapat normal pada waktu istirahat namun dapat meningkat secara abnormal seiring dengan peningkatan tekanan abdomen (abdominojugular reflux positif).Gelombangvbesar mengindikasikan keberadaan regurgitasi trikuspid.B. Pemeriksaan hepar dan hepatojugular refluxJika ditemukan, pembesaran hati biasanya akan menimbulkan rasa nyeri pada perabaan dan dapat berdenyut selama sistole jika regurgitasi trikuspid terjadi. Ascites sebagai tanda lajut, terjadi sebagai konsekuensi peningkatan tekanan pada vena hepatika dan drainase vena pada peritoneum. Ikterus, juga merupakan tanda lanjut pada cor pulmonale kronik, diakibatkan dari gangguan fungsi hepatik akibat kongesti hepatik dan hipoksia hepatoseluler, dan terkait dengan peningkatan bilirubin direk dan indirek.C. Edema tungkaiEdema perifer merupakan manifestasi kardinal pada gagal jantung kanan, namun tidak spesifik dan biasanya tidak ditemukan pada pasien yang diterapi dengan diuretik. Edema perifer biasanya sistemik dan dependen pada cor pulmonale kronik dan terjadi terutama pada daerah Achilles dan pretibial pada pasien yang mampu berjalan. Pada pasien yang melakukan tirah baring, edema dapat ditemukan pada daerah sacral (edema presacral) dan skrotum. Edema berkepanjangan dapat menyebabkan indurasi dan pigmentasi ada kulit.Edema pada pasien cor pumonale kronik pada PPOK yang berat berhubungan dengan gagal jantung kanan, pada pasien yang lain edema dapat terjadi tanpa diikuti gejala gagal jantung kanan. Hiperkapnia dapat terjadi berhubungan dengan adanya retensi Na pada tubuh pasien.

c). Pemeriksaan laboratoriumPemeriksaan laboratorium diarahkan untuk mencari etiologi potensial yang mendasari serta penilaian komplikasi dari cor pulmonale. Dalam kasus tertentu, dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti berikut: Hematokrit untuk mengetahui adanya polisitemia, yang bisa menjadi konsekuensi dari penyakit paru yang mendasari dan juga dapat mengetahui adanya peningkatan viskositas darah yang terlihat dari meningkatkanya tekanan arteri paru. Serum alpha 1-antitrypsin, jika dicurigai adanya defisiensi Kadar antibodi antinuklear untuk penyakit vaskular kolagen seperti skleroderma Studi koagulasi untuk mengevaluasi keadaan hiperkoagulabilitas (misalnya, kadar serum protein S dan C, antitrombin III, faktor V Leiden, antibodi anticardiolipin, homocysteine)2

Analisis Gas Darah ArteriPengukuran gas darah arteri dapat memberikan informasi penting tentang tingkat oksigenasi dan jenis gangguan asam-basa.

Peptida Natriuretic OtakPeningkatan kadar peptida natriuretic otak (BNP) saja tidak cukup untuk menetapkan adanya cor pulmonale, tapi membantu untuk mendiagnosis cor pulmonale bersama dengan tes non-invasif lainnya dan dalam keadaan klinis yang tepat. BNP adalah hormon kadiak yang disintesis oleh ventrikel dan disekresi ke sirkulasi. Tingkat BNP yang tinggi sebenarnya merupakan mekanisme alami untuk merespon adanya peningkatan regangan dinding ventrikel dan tekanan saat terjadi penigkatan tekanan akhir diastolik dan juga penurunan tekanan oksigen arteri pada hipertensi pulmonal dan gagal jantung kanan dengan menyebabkan diuresis dan natriuresis, vasodilatasi pembuluh sistemik dan paru, dan mengurangi tingkat sirkulasi endotelin dan aldosteron.

Radiografi dadaPada pasien dengan cor pulmonale kronis, pada rontgen dada bisa menunjukkan pembesaran arteri pulmonalis sentral dengan bidang paru perifer oligemik. Hipertensi pulmonal harus dicurigai bila arteri pulmonalis descenden kanan diameternya lebih besar dari 16 mm dan arteri pulmonalis kiri lebih besar dari 18 mm. Pembesaran ventrikel kanan menyebabkan peningkatan diameter transversal bayangan jantung ke kanan pada tampilan posteroanterior dan mengisi ruang udara retrosternal pada tampilan lateral. Temuan ini sensitivitasnya berkurang dengan adanya kondisi penyerta seperti kifoskoliosis, hiperinflasi paru sehingga jantung tampaknya normal karena vertikal. Pembesaran ventrikel kanan lebih jelas pada posisi oblik atau lateral. Selain itu didapatkan juga diafragma yang rendah dan datar serta ruang udara retrosternal yang lebih besar, sehingga hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan tidak membuat jantung menjadi lebih besar dari normal.

ElektrokardiografiKelainan elektrokardiografi (EKG) pada cor pulmonale mencerminkan adanya hipertrofi ventrikel kanan (RVH), regangan RV, atau penyakit paru yang mendasari (lihat gambar di bawah). Perubahan EKG tersebut dapat mencakup hal-hal berikut: Deviasi aksis kanan Rasio amplitudo R / S di V1 lebih besar dari 1 (peningkatan kekuatan diarahkan ke anterior mungkin merupakan tanda dari infark posterior) Rasio amplitudo R / S di V6 kurang dari 1 Pola P-pulmonal (peningkatan amplitudo gelombang P di lead 2, 3, dan aVF) Pola S1 Q3 T3 dan tidak lengkap (atau lengkap) right bundle branch block, terutama jika emboli paru adalah penyebab yang mendasari QRS tegangan rendah karena PPOK yang mendasari dengan hiperinflasiHipertrofi ventrikel kanan mungkin terlihat sebagai gelombang Q di sadapan prekordial yang mungkin keliru ditafsirkan sebagai infark miokard anterior (Namun, karena aktivitas listrik di ventrikel kanan secara signifikan lebih rendah dari ventrikel kiri, perubahan kecil dalam tenaga dari ventrikel dapat hilang dalam EKG). Lihat gambar di bawah ini. EKG ini menunjukkan beberapa kelainan khas yang dapat dilihat pada cor pulmonale dan penyakit paru kronis lainnya: (1) Ratio R / S > 1 di V1 dan 25 mmHg, dibandingkan dengan yang memiliki tekanan arteri pulmonalis awal < 25 mmHg sebesar 66%, sehingga terapi oksigen jangka panjang sugestif untuk menstabilkan tekanan arteri pulmonalis dengan melihat faktor resiko lain.8

DAFTAR PUSTAKA

1. Kusmana D, Hanafi M. 1998. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2. Sovari, Ali A; Dave, Ravi H; Kocheril, Abraham G. Cor Pulmonale:Overview of Cor Pulmonale Management. Oct 2014. 3. Harun S., Ika PW. 2014. Kor Pulmonal Kronik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI Jilid 2. Jakarta: Interna Publishing.4. Bhattacharya A. Cor Pulmonale. JIACM. 2004;5(2): 128-36.5. Han MK, McLaughlin VV, Criner GJ, Martinez FJ. Pulmonary diseases and the heart. Circulation. Dec 18 2007;116(25):2992-3005 6. Harrisons Principles of Internal Medicine, 17th edition. 2008. 7. Lungu A, Wild JM, Capener D, Kiely DG, Swift AJ, Hose DR. MRI model-based non-invasive differential diagnosis in pulmonary hypertension. J Biomech. Jul 30 2014.8. Shujaat A. et al. Pulmonary hypertension and chronic cor pulmonale in COPD. International journal of COPD. 2007:2(3) 273-282.9. Konstantinides S, Torbicki A. Management of venous thrombo-embolism: an update. Eur Heart J. Sep 1 2014.10. Urboniene D, Haber I, Fang YH, Thenappan T, Archer SL. Validation of High-Resolution Echocardiography and Magnetic Resonance Imaging Versus High-Fidelity Catheterization in Experimental Pulmonary Hypertension. Am J Physiol Lung Cell Mol Physiol. Jun 25 2010.11. Hanania NA, Ambrosino N, Calverley P, Cazzola M, Donner CF, Make B. Treatments for COPD. Respir Med. Dec 2005;99 Suppl B:S28-40.12. Sitbon O, Humbert M, Jais X, et al. Long-term response to calcium channel blockers in idiopathic pulmonary arterial hypertension. Circulation. Jun 14 2005;111(23):3105-11.13. Singh H, Ebejer MJ, Higgins DA, Henderson AH, Campbell IA. Acute haemodynamic effects of nifedipine at rest and during maximal exercise in patients with chronic cor pulmonale. Thorax. Dec 1985;40(12):910-4. 14. Weitzenblum, Emamanuel. Chronic Cor Pulmonale. Heartjnl. 2003;89:225-230

30