peran modal sosial klaster cor

18
169 Bab Enam Peranan Modal Sosial Pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten Pengantar Peranan modal sosial pada dasarnya selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan jaman. Demikian pula, Peranan modal sosial pada klaster cor logam di Kabupaten Klaten juga berubah-ubah sesuai dengan perkembangan klaster itu sendiri. Perubahan modal sosial dipengaruhi antara lain oleh budaya, adat istiadat, teknologi, politik dan dukungan Pemerintah. Untuk mengetahui peranan modal sosial pada klaster cor logam secara keseluruhan dapat diamati melalui 3 (tiga) tahapan perkembangan klaster, yaitu: Peranan modal sosial pada klaster awal pertumbuhan / embrio, tahun 1918- 1970, Peranan modal sosial pada tahap tumbuh dan dewasa tahun 1970-1990

Upload: muhtar-tahir

Post on 14-Dec-2015

15 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Perkembangan peranan modal sosial pda klaster cor logam

TRANSCRIPT

Page 1: Peran Modal Sosial Klaster Cor

169

Bab Enam

Peranan Modal Sosial Pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten

Pengantar

Peranan modal sosial pada dasarnya selalu berubah-ubah sesuai dengan

perkembangan jaman. Demikian pula, Peranan modal sosial pada klaster cor logam

di Kabupaten Klaten juga berubah-ubah sesuai dengan perkembangan klaster itu

sendiri. Perubahan modal sosial dipengaruhi antara lain oleh budaya, adat istiadat,

teknologi, politik dan dukungan Pemerintah.

Untuk mengetahui peranan modal sosial pada klaster cor logam secara

keseluruhan dapat diamati melalui 3 (tiga) tahapan perkembangan klaster, yaitu:

Peranan modal sosial pada klaster awal pertumbuhan / embrio, tahun 1918-

1970, Peranan modal sosial pada tahap tumbuh dan dewasa tahun 1970-1990

Page 2: Peran Modal Sosial Klaster Cor

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

170

dan Peranan modal sosial pada tahap penurunan dan transformasi tahun 1990

– sekarang. Pada alinea terakhir, disampaikan pula tentang kebangkitan modal

sosial, yaitu tahapan setelah terjadinya penurunan dan transformasi.

Peranan Modal Sosial pada Tahap Klaster Awal Pertumbuhan/ Embrio

(1918-1970)

Sejak Jaman Hindia Belanda sampai dengan tahun 1950-an,

kehidupan klaster diwarnai oleh adat dan budaya turun-temurun dari

leluhur. Berdasarkan sejarah Ceper, keagamaan masyarakat Ceper sangat

kuat. Kondisi ini berdampak pada kegiatan kebersamaan yang menjunjung

tinggi nilai-nilai agama. Pada kondisi tersebut, sebagian besar pengusaha

cor logam memahami bahwa bekerja adalah sebagai ibadah dan sekaligus

mencari berkah. Oleh karena itu, pembentukan modal sosial melalui

faktor keagamaan inilah yang kemudian dominan berkembang. Hampir

semua pelaku usaha mempunyai filsafat kerja berdasarkan agama Islam.

Dasar-dasar tersebut menyebabkan etika bisnis di Ceper relatif

tinggi, nilai-nilai kebersamaan, kepercayaan dan kejujuran dijunjung

sangat tinggi oleh para pelaku usaha di Ceper (Baharudin, 2010). Margono

(bekas pengusaha cor logam), menyampaikan tentang kondisi pengecoran

logam pada masa embrio :

“Pada masa sebelum kemerdekaan, apabila ada pengerjaan

cor logam, maka tetangga dan kerabat di sekitarnya akan membantu

secara sukarela. Pengerjaan tersebut tanpa dibayar, hanya diberi

makan dan minum seadanya. Dasar filosofi kebersamaan dan

Page 3: Peran Modal Sosial Klaster Cor

171

saling membantu yang didasarkan pada faktor keagamaan ini

sangat tinggi. Unsur kebersamaan tersebut terasa sangat menonjol

pada berbagai kegiatan yang dilaksanakan secara gotong-royong”.

Budaya gotong-royong merupakan salah satu bentuk kegiatan

bersama dengan modal sosial yang tinggi. Dari budaya gotong royong

tersebut lama-kelamaan terjadilah transfer pengetahuan ke tetangga

dan kerabat yang tadinya hanya membantu pekerjaan cor logam.

Ketika permintaan produk cor logam semakin tinggi maka mereka yang

semula hanya membantu secara gotong-royong tersebut kemudian

mulai mendirikan usaha-usaha baru. Demikian selanjutnya, apabila

para pengusaha baru tersebut mempunyai pekerjaan pengecoran maka

tetangga yang dulu dibantu juga ikut membantu. Modal sosial dalam

bentuk kepercayaan, jaringan usaha, kebersamaan dan kepedulian telah

tumbuh dalam bentuk kegiatan bersama atau gotong-royong tersebut.

Dengan bertambahnya usaha-usaha baru tersebut, lama kelamaan

terjadi saling bekerjasama dan akhirnya menuju ke arah pembentukan

klaster cor logam. Pada awal pertumbuhan klaster tersebut, pihak-pihak

yang terlibat masih hanya sebatas dari kalangan internal. Sebagaimana

disampaikan Margono:

“Pada waktu itu rantai nilai yang terbentuk masih sederhana

dan didominasi oleh hubungan kekeluargaan ataupun kekerabatan.

Sebagai contoh bahan baku dibeli dari pedagang kecil yang datang

ke rumah-rumah yang meninggalkan barang dagangannya. Dari

bahan baku tersebut, kemudian diolah oleh pengrajin kecil untuk

Peranan Modal Sosial Pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten

Page 4: Peran Modal Sosial Klaster Cor

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

172

menjadi bahan jadi. Barang jadi tersebut kemudian oleh pedagang

barang jadi dijual ke konsumen akhir melalui pasar tradisional dan

ada yang disetorkan ke pabrik gula dan pabrik tekstil”.

Melihat dasar pembentukan modal sosial yang masih mendasarkan

pada aspek kekeluargaan dan budaya tersebut maka jenis modal sosial

yang terjadi pada waktu itu adalah modal sosial bonding (ikatan). Sifat-

sifat budaya gotong-royong tersebut yang mengikat para pelaku usaha

satu dengan yang lain untuk saling bekerjasama dan saling membantu.

Lahirnya masa modernisasi di Ceper pada tahun 1950-an, mula-

mula dipicu oleh keberhasilan desa Pedan (yang berada di sebelah desa

Ceper) dalam hal ekonomi. Sebagaimana yang disampaikan Bilal (bekas

pengusaha cor logam):

“Desa Pedan, yang adalah penghasil kain lurik dan benang,

merupakan daerah industri yang lebih maju dari desa-desa lainnya

di Kabupaten Klaten. Pengaruh desa tersebut sangat kuat terhadap

masyarakat Ceper yang kemudian mendorong perubahan dari

pedesaan tradisional yang kental budaya gotong-royongnya beralih

menjadi desa dengan budaya konsumerisme yang tinggi”.

“Perubahan tersebut juga disebabkan pula oleh adanya

beberapa orang dari Ceper yang bekerja di Pedan sebagai pekerja

perusahaan tekstil. Orang-orang tersebut kemudian mempunyai

kekayaan materi yang lebih baik dibandingkan dengan yang

lainnya. Hal tersebut yang kemudian mendorong masyarakat Ceper

Page 5: Peran Modal Sosial Klaster Cor

173

pada akhirnya lebih memprioritaskan kepentingan pribadi untuk

mendapatkan kekayaan daripada kepentingan sosial”.

Tingkat modal sosial berupa kebersamaan dan kepedulian yang

didasarkan pada azas sukarela mulai luntur dan diwarnai dengan

modal sosial yang tumbuh karena munculnya kepentingan individu.

Perusahaan-perusahaan, yang semula tumbuh dengan azas kekeluargaan

dan kebersamaan, kemudian mulai mengembangkan jaringan untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhan kelompoknya sendiri. Jaringan usaha

kemudian dibangun baik secara non formal maupun secara formal melalui

lembaga formal.

Pada kondisi seperti itulah kemudian tumbuh adanya jaringan sosial

pada tahun 1954 dalam bentuk koperasi GP3T. Koperasi ini merupakan

gabungan pengusaha dan fungsi utamanya adalah untuk mengusahakan

bahan baku bagi anggotanya. Kemudian untuk semakin meningkatkan

nilai tambah para pengrajin cor logam di Klaten, Pemerintah Provinsi

Jawa Tengah pada tahun 1954 telah mendirikan Perusda di Ceper yang

mengusahakan peralatan permesinan bubut. Dengan keberadaan Perusda

tersebut jaringan usaha yang ada semakin bertambah, bukan hanya kepada

Pemerintah, namun juga pasar yang semakin luas. Tahun 1962 kemudian

juga terbentuk koperasi “Prasodjo” yang telah berbadan hukum dengan

fungsi yang sama (Koperasi Batur Jaya, 2004).

Pada tahun 1965-an ketika terjadi gejolak politik yang dikenal

dengan G-30-S PKI, Kecamatan Ceper merupakan salah satu tempat yang

banyak terlibat, termasuk desa Pedan yang merupakan salah satu pusat

dari gerakan politik tersebut. Sebagaimana yang diceritakan oleh Bilal :

Peranan Modal Sosial Pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten

Page 6: Peran Modal Sosial Klaster Cor

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

174

“Seiring dengan perkembangan politik yang terjadi

maka kedua koperasi tersebut terkena dampak dan akhirnya

dibubarkan. Bubarnya kedua koperasi tersebut jelas berdampak

pada menurunnya modal sosial terutama kepercayaan terhadap

lembaga koperasi. Para tokoh muda yang tidak tergabung dalam

kedua koperasi tersebut kemudian melakukan pertemuan untuk

menggalang kebersamaan dalam rangka mendapatkan order.

Mereka sepakat untuk membentuk satu organisasi usaha dengan

beberapa pilihan sebagai wadah peningkatan modal sosial, antara

lain koperasi atau perusahaan swasta. Pada saat yang sama ada

seorang tokoh, yakni Ibu Rumini, yang berhasil mengembangkan

jaringan ke Jakarta dan sekitarnya dengan didampingi oleh para

pelaku usaha yang masih muda”.

Keberhasilan ini merupakan tonggak terbentuknya modal sosial

bridging, di samping tetap mempertahankan model kekeluargaan yang

mengarah pada bonding.

Dari kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa tipe dinamika modal

sosial yang terbentuk pada tahapan perkembangan klaster berada pada

tahap klaster awal pertumbuhan/ embrio secara umum adalah bonding.

Selain terbentuk secara alami, karena kuatnya unsur-unsur keagamaan

yang mendorong kerjasama dalam bentuk gotong-royong, dinamika

modal soaial juga dipenguruhi oleh berbagai pihak yang pada waktu

itu berperan dalam periode awal pertumbuhan / embrio. Pihak-pihak

tersebut diantaranya adalah:

a. Pengrajin produk akhir yang berperan dalam memproduksi barang

barang yang diminta oleh konsumen akhir dalam jumlah besar seperti

Page 7: Peran Modal Sosial Klaster Cor

175

pabrik gula,

b. Pengrajin kecil, mempunyai peranan untuk mensuplay kebutuhan dari

pengrajin besar dan kebutuhan pasar tradisional di sekitar Klaten,

c. Pedagang barang jadi, berperan untuk mengambil barang-barang dari

para pengrajin kecil untuk dipasarkan secara langsung kepada para

konsumen, khususnya melalui pasar tradisional,

d. Pedagang bahan baku, baik dari dalam maupun dari luar Ceper, yang

mempunyai peran untuk memenuhi kebutuhan bahan baku para

pengrajin di Ceper,

e. Koperasi yang mempunyai fungsi untuk menyediakan bahan baku

bagi para pengrajin,

f. Perusda Provinsi yang menyediakan peralatan bubut kepada para

pengrajin, sehingga para pengrajin dapat memproduksi barang jadi

secara lebih baik,

g. Pemerintah, baik dari Departemen Perindustrian pusat, provinsi

maupun kabupaten yang mempunyai peran dalam pembinaan,

h. Para tokoh masyarakat yang mempunyai peran dalam mendorong

kemajuan bersama, baik dalam membuka wawasan, pasar maupun

pembentukan koperasi.

Peranan Modal Sosial pada Tahap Tumbuh dan Dewasa (1970–1990)

Tahapan ini terjadi antara tahun 1970-1990. Setelah terjadi

kemunduran kondisi klaster karena pengaruh politik pada tahun 1965

maka mulai tahun 1970-an kondisi usaha berangsur-angsur meningkat

terus sampai tahun 1990-an. Sejalan dengan kondisi yang ada, kondisi

Peranan Modal Sosial Pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten

Page 8: Peran Modal Sosial Klaster Cor

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

176

klaster pada tahapan tersebut dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu tahap

tumbuh (1970-1980) dan tahap dewasa (1980-1990).

Perkembangan kondisi klaster di tahap tumbuh ini dimotori oleh

seorang wanita bernama Ibu Rumini. Hasil dari upaya ibu Rumini

dalam membangun kerja sama dengan pihak luar yang berada di Jakarta

membuahkan kepercayaan dari pemerintah pusat kepada pelaku usaha

cor logam. Kepercayaan tersebut diikuti dengan kepercayaan para pelaku

usaha lainnya terhadap Ibu Rumini, sehingga menjadikan mereka juga

mengikuti jejak usaha Ibu Rukmini dengan mengadakan hubungan ke

luar Ceper. Beberapa orang yang mengikuti jejak Ibu Rumini, antara lain

Margono, Bilal dan Khusnul, yang akhirnya menjadi tokoh dan pengurus

Koperasi Batur Jaya.

Tahap tumbuh klaster tersebut pada tahun 1970 terjadi setelah

bangkrutnya 2 koperasi dan tumbangnya para tokoh-tokoh tua yang

banyak tersangkut politik. Sebagaimana disampaikan Margono :

”Dengan tutupnya koperasi dan pertentangan politik

tahun 1965 maka kepercayaan masyarakat terhadap para tokoh

tua tersebut menjadi luntur. Oleh karena itu, muncul beberapa

tokoh muda yang melakukan pembaharuan melalui kerjasama

dengan pihak di luar Ceper. Tokoh-tokoh muda tersebut, yang

dimotori Ibu Rumini, pada dasarnya tidak sepaham dengan para

tokoh tua sehingga melahirkan kelompok-kelompok baru yang

aktif membina hubungan dengan pihak luar”.

Munculnya kerja sama dengan pihak luar tersebut berarti juga

mulai terbentuknya modal sosial dalam bentuk bridging. Hasbullah (2006)

Page 9: Peran Modal Sosial Klaster Cor

177

menerangkan bahwa modal sosial bridging merupakan suatu ikatan sosial

yang timbul sebagai reaksi atas berbagai macam perbedaan karateristik

dalam kelompoknya. Sementara itu Korigna (2005) lebih menegaskan

bahwa modal sosial bridging merupakan hubungan antara pelaku usaha

internal dengan eksternal. Modal sosial bridging yang terbentuk adalah

berupa hubungan dengan pihak luar, yang pertama kali dilakukan oleh

Ibu Rumini. Modal sosial tersebut mendorong kepercayaan eksternal,

khususnya kepercayaan pemerintah pusat, untuk mengembangkan usaha

di Ceper.

Peranan tokoh Ibu Rumini, dalam perjalanan perkembangan klaster

di Ceper selanjutnya, berangsur-angsur redup seiring dengan lahirnya

Koperasi Batur Jaya pada tahun 1975. Berdasarkan cerita salah seorang

tokoh pelaku sejarah cor logam Ceper (yang namanya minta dirahasiakan)

menyatakan :

”Masyarakat Ceper saat ini kurang begitu mengenal tokoh

Ibu Rumini sebagai penggagas kebangkitan klaster. Mereka lebih

mengenal H. Khusnun atau tokoh yang lain sebagai panutan

klaster. Hal tersebut dikarenakan, pada saat Koperasi Batur Jaya

terbentuk, dibutuhkan figur pemimpin yang lebih mapan dan

punya kesempatan untuk mengelola sehingga tidak menunjuk

Ibu Rumini sebagai ketua Koperasi karena pada waktu itu Ibu

Rumini, usahanya sedang mengalami penurunan sehingga harus

banyak waktu untuk mengurus perusahaan. Oleh karena itu,

beberapa pelaku usaha bermusyawarah dan memilih salah

seorang diantara mereka, yaitu H.Khusnun untuk di tokohkan

menjadi ketua Koperasi. Masyarakat memang membutuhkan

Peranan Modal Sosial Pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten

Page 10: Peran Modal Sosial Klaster Cor

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

178

tokoh yang mempunyai kelebihan dari sisi kemampuan untuk

memimpin, baik dari segi materi dan waktu. Dalam rangka

peningkatan modal sosial, memang dibutuhkan pemimpin yang

bukan hanya mempunyai visi pengembangan yang kuat namun

juga mempunyai kelebihan materi dan waktu untuk membangun

kepercayaan masyarakat”.

Pada tahun 1973, atas dorongan dari Departemen Perindustrian,

masyarakat melakukan persiapan pendirian suatu badan usaha yang

bertujuan untuk melakukan usaha bersama diantara para pengrajin.

Pada waktu itu nuansa badan hukumnya adalah koperasi atau Perseroan

Terbatas. Setelah melalui perdebatan panjang dan atas anjuran dari

Departemen Perindustrian maka pada tahun 1976 terbentuklah Koperasi

Batur Jaya. Pemerintah melalui Departemen Perindustrian memberikan

bantuan berupa modal awal koperasi dan peralatan pengecoran. Dengan

adanya koperasi, maka para pengrajin mulai melakukan pengecoran di

Koperasi dan menjadi anggota koperasi (Koperasi Batur Jaya, 2004).

Koperasi tersebut diharapkan akan memperkuat modal sosial berupa

kebersamaan dan kepercayaan dalam rangka pengembangan bisnis

bersama.

Pada tahap klaster dewasa, yaitu pada periode tahun 1980-1990,

pengusaha di Ceper sering dibantu oleh pemerintah pusat, sebagaimana

disampaikan oleh Suyitno (mantan Kepala Dinas Perindustrian Kabupaten

Klaten) :

“Pemerintah pusat banyak sekali membantu Ceper pada sekitar

tahun 1980 – 1990 baik dalam bentuk bantuan alat, bantuan

Page 11: Peran Modal Sosial Klaster Cor

179

teknologi maupun akses pasar khususnya melalui perusahaan besar,

pasar dari sektor pemerintah seperti Departemen Perhubungan,

Kesehatan maupun Departemen PU serta bantuan suply bahan

baku untuk cor melalui PT Krakatau Steel. Kepercayaan Pemerintah

terhadap pelaku usaha cor logam di Klaten, tersebut membuahkan

hasil berupa peningkatan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Masa-masa selama tahapan pertumbuhan tersebut merupakan

masa keemasan bagi industri Cor logam di Ceper-Klaten. Selain

koperasi Batur Jaya, Pemerintah juga membantu mendatangkan

stakeholder eksternal yang lain”.

Kondisi modal sosial klaster yang baik telah mendorong masuknya

pihak eksternal maupun internal dalam pengembangan klaster,

diantaranya:

a. Pengusaha produk akhir, dimana perannya adalah memproduksi

barang barang yang diminta oleh konsumen akhir, baik atas pesanan

pemerintah maupun pihak swasta,

b. Pengrajin kecil, mempunyai peranan untuk mensuplay kebutuhan

dari Pengrajin besar disamping juga untuk mensuplay kebutuhan di

pasar,

c. Pedagang barang jadi, berperan untuk mengambil barang barang dari

para pengrajin kecil untuk dipasarkan secara langsung kepada para

konsumen, khususnya melalui pasar tradisional,

d. Pedagang bahan baku, khususnya dari bahan bekas (rongsokan) baik

dari dalam maupun dari luar Ceper, yang mempunyai peran untuk

memenuhi kebutuhan bahan baku para pengrajin di Ceper,

e. Krakatau Steel yang mensuplay kebutuhan bahan baku,

Peranan Modal Sosial Pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten

Page 12: Peran Modal Sosial Klaster Cor

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

180

f. Koperasi Batur Jaya yang mempunyai fungsi untuk menyediakan

peralatan permesinan bubut, bahan baku bagi para pengrajin serta

untuk mencarikan pasar untuk order order tertentu,

g. Pemerintah, baik dari Departemen Perindustrian pusat, provinsi

maupun kabupaten yang mempunyai peran dalam pembinaan,

h. Perusahaan swasta yang berperan melakukan sub kontrak kepada

para pengusaha cor logam Ceper,

i. Pemerintah yang melakukan pembelian/order kepada Koperasi,

j. UPT (Unit Pelaksana Tehnik) milik Departemen Perindustrian yang

akhirnya melebur ke dalam Politeknik Manufaktur (Polman), yang

mempunyai peran dalam peningkatan kualitas produk cor logam.

Peranan Modal Sosial pada Tahap Penurunan dan Transformasi (1990-

sekarang)

Kondisi modal sosial pada masa penurunan dan transformasi,

dimulai tahun 1990 sampai sekarang. Dilihat dari aspek kepercayaan dan

kebersamaan kelompok, menurunnya modal sosial dari anggota pada

akhirnya membuat kelompok terpecah belah (transformasi). Menjadi

kelompok-kelompok lain yang lebih kecil, misal kelompok otomotif dan

kelompok pompa air. Sebagaimana disampaikan oleh Suyitno :

“Modal sosial yang menurun disebabkan oleh 3 (tiga) hal, yaitu

ekonomi makro Indonesia yang memburuk, peran Pemerintah yang

menurun dan perkembangan teknologi. Ketiga hal tersebut menyebabkan

anggota terpecah belah menjadi kelompok otomotif dan pompa air”.

Page 13: Peran Modal Sosial Klaster Cor

181

Teknologi yang meningkat berdampak pada penurunan modal

sosial, seperti yang disampaikan Bilal :

“Teknologi berupa dapur induksi yang modern tidak

lagi membutuhkan tenaga kerja atau Institusi lain karena semua

proses dapat dikerjasakan sendiri oleh satu perusahaan. Baik

laboratorium, kualitas maupun jenis dapat dikerjakan sendiri

dengan menggunakan teknologi tersebut. Hal tersebut berdampak

pada ketergantungan pihak lain relatif rendah yang berakibat

modal sosial mengalami penurunan”

Peran pemerintah pusat yang tidak lagi memfasilitasi pengembangan

Ceper sebagai dampak desentralisasi berakibat pada menurunnya modal

sosial masyarakat kepada pemerintah. Sebagaimana yang disampaikan

Suyitno:

”Kepercayaan yang tinggi kepada Pemerintah pada saat

kejayaan Ceper berubah menjadi ketidakpercayaan masyarakat

terhadap Pemerintah. Modal sosial masyarakat yang tinggi

terhadap Pemerintah lebih dipicu karena kepentingannya berupa

peningkatan usaha cor logam terpenuhi. Ketika Pemerintah tidak

lagi memberikan bantuan maka modal sosial menjadi rendah”.

Dalam hal ini, modal sosial terbentuk untuk memenuhi

kepentingannya, sebagaimana Coleman (1988) menyatakan bahwa

fungsi modal sosial untuk pemenuhan kepentingan. Sedangkan Bourdieu

menganggap bahwa modal sosial untuk mempertahankan kekuasaan.

Peranan Modal Sosial Pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten

Page 14: Peran Modal Sosial Klaster Cor

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

182

Teori Bourdieu merupakan bentuk modal sosial pemerintah pusat pada

waktu itu kepada masyarakat. Dengan bantuan-bantuan yang diberikan,

maka Departemen Perindustrian Pusat menggunakan masyarakat untuk

mempertahankan program-program industri dari Pemerintah Pusat agar

dapat terus berjalan.

Hal tersebut juga berdampak pada kondisi modal sosial klaster

cor logam bahwa kepercayaan mulai runtuh. Persaingan yang

tajam mengakibatkan timbulnya kecurigaan diantara pengrajin.

Kepercayaan terhadap pemerintah juga mulai berkurang bahkan timbul

ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Hal ini terjadi bersamaan dengan

keberadaan pemerintah pusat yang mulai meninggalkan Ceper karena

alasan otonomi daerah. Dengan alasan otonomi daerah, maka Pemerintah

Daerah sebenarnya mempunyai kewenangan otonom, namun dalam

perkembangannya pemerintah daerah kurang memperhatikan klaster cor

logam.

Pemerintah provinsi dan juga kabupaten Klaten, dengan

pertimbangan adanya perubahan struktur organisasi pada awal otonomi

dengan konsep miskin struktur dan kaya fungsi, mengakibatkan

keterbatasan kemampuan organisasi dan sumber daya manusia di bidang

industri serta minimnya dana yang ada untuk pembinaan. Kondisi ini

menyebabkan prioritas pada pengembangan klaster logam menjadi

terabaikan, walaupun klaster tersebut sangat strategis dalam pembangunan

bidang industri.

Penurunan tersebut juga mengakibatkan modal sosial juga mengalami

penurunan terutama modal sosial bridging, yaitu kepercayaan lembaga

eksternal terhadap klaster. Kepercayaan lembaga eksternal terhadap

Page 15: Peran Modal Sosial Klaster Cor

183

klaster menurun seiring dengan menurunnya program Pemerintah yang

tidak lagi memfokuskan Ceper sebagai pusat industri logam Nasional.

Pihak-pihak yang berperan dalam periode Pengembangan Klaster

mengalami penurunan, terutama dari pihak eksternal diantaranya:

a. Pengusaha produk akhir, dimana perannya adalah memproduksi

barang barang yang diminta oleh konsumen akhir, baik atas pesanan

pemerintah maupun pihak swasta,

b. Pengrajin kecil, mempunyai peranan untuk mensuplai kebutuhan

dari pengrajin besar disamping juga untuk mensuplai kebutuhan di

pasar,

c. Pedagang barang jadi, berperan untuk mengambil barang barang dari

para pengrajin kecil untuk dipasarkan secara langsung kepada para

konsumen,

d. Pedagang bahan baku, khususnya dari bahan bekas (rongsokan) baik

dari dalam maupun dari luar Ceper, yang mempunyai peran untuk

memenuhi kebutuhan bahan baku para pengrajin di Ceper,

e. Koperasi Batur Jaya yang mempunyai fungsi untuk menyediakan

peralatan permesinan bubut,bahan baku bagi para pengrajin serta

untuk mencarikan pasar untuk order-order tertentu,

f. Pemerintah, baik dari Departemen Perindustrian pusat, provinsi

maupun kabupaten yang mempunyai peran dalam pembinaan,

g. Politeknik Manufaktur (Polman), yang mempunyai peran dalam

peningkatan kualitas produk dan penentuan standard produk cor

logam.

Peranan Modal Sosial Pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten

Page 16: Peran Modal Sosial Klaster Cor

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

184

Kebangkitan Modal Sosial

Seiring dengan perkembangan jaman, dimana terjadi perubahan

permintaan pasar, antara lain: 1) pasar cenderung menginginkan produk

dengan kualitas bagus, 2) adanya transparansi dalam penentuan harga

produk, 3) adanya permintaan pengiriman barang yang tepat waktu,

menyebabkan modal sosial yang tadinya menurun dapat meningkat

kembali. Permintaan pasar tersebut, telah mengeliminer persaingan yang

tidak sehat. Sebagaimana pernyataan Didik (dosen POLMAN/direktur

perusahaan):

”Dengan adanya permintaan pasar akan kualitas produk,

transparansi harga dan pengiriman barang yang tepat waktu

menyebabkan pengusaha yang tidak mampu memproduksi barang

sesuai dengan permintaan pasar tersebut akan menyerahkan kepada

pengusaha lain yang dirasa mampu. Dari hasil berbagi informasi

dengan pengusaha lain tersebut, biasanya akan mendapatkan fee

dari bagian hasil tersebut. ”

Kebangkitan modal sosial juga disebabkan oleh adanya bantuan

Pemerintah ke klaster yang berdampak pada tumbuhnya kembali

kepercayaan pelaku usaha kepada pemerintah. Sebagaimana disampaikan

oleh Husain :

”Saat ini telah mulai terjadi peningkatan modal sosial

setelah mengalami penurunan akibat krisis moneter. Bahwa

dengan adanya bantuan Pemerintah kepada Koperasi Batur Jaya

Page 17: Peran Modal Sosial Klaster Cor

185

baik dalam bentuk tambahan modal maupun tanur induksi

akan meningkatkan modal sosial masyarakat, berupa kepercayaan

terhadap Pemerintah dan modal sosial kebersamaan”.

”Apalagi pada tahun 2010 Koperasi telah memenangkan

tender block rem kereta api, sehingga modal sosial di masyarakat

kembali meningkat”.

Meskipun modal sosial mengalami penurunan dan bangkit kembali

karena berbagai sebab tersebut, tetapi modal sosial dari para anggota

koperasi tetap meningkat meskipun koperasi mengalami kekalahan

tender. Sebagaimana yang diutarakan Anas Yusuf :

”Dalam keadaan susahpun modal sosial para anggota koperasi,

yang juga merupakan pelaku usaha cor logam, masih ada dan

semakin meningkat. Terbukti ketika terjadi kekalahan tender block

rem kereta api pada tahun 2009, maka anggota dan pengurus bahu

membahu bekerjasama agar dapat memenangkan tender pada tahun

2010, yang akhirnya terbukti menang”.

Kesimpulan

Perkembangan peranan modal sosial pada klaster cor logam

juga dapat ditelusuri dari perkembangan klasternya. Pada tahap awal

pertumbuhan/embrio klaster. keberadaan modal sosial terbentuk

karena faktor keagamaan, adat dan budaya. Modal sosial dalam bentuk

kepercayaan, jaringan usaha, kebersamaan dan kepedulian telah tumbuh

yang antara lain terwujud dalam budaya gotong royong yang kemudian

Peranan Modal Sosial Pada Klaster Cor Logam Ceper-Klaten

Page 18: Peran Modal Sosial Klaster Cor

Peranan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Pengembangan Klaster

186

menjadi awal terbentuknya klaster cor logam.

Modal sosial yang dominan pada awal pertumbuhan/embrio klaster

adalah bonding, tetapi semakin luntur ketika ekonomi semakin berkembang.

Pada masa tumbuh dan dewasa, keberadaan klaster diformalkan dalam

bentuk Koperasi Batur Jaya. Modal sosial yang kemudian berkembang

adalah bridging dalam bentuk kerja sama dengan pihak luar. Pada masa

penurunan dan transformasi, aktifitas usaha semakin berkurang sehingga

mengakibatkan modal sosial juga mengalami penurunan terutama modal

sosial bridging.