blok 28 skenario c
DESCRIPTION
fsgTRANSCRIPT
Dr. Matahari dengan Nz (Perawat) Bulan sedang melayani imunisasi di posyandu mawar,
kelurahan Bunga rampa dusun beringin. Posyandu ini daerah binaan puskesmas perawatan
Bunga rampai berjarak 500 meter dari posyandu, RS terdekat berjarak 25 km dari posyandu.
Tiba-tiba datang seorang ibu berlari masuk membawa anaknya dengan keluhan sulit bernafas.
Anak Bintang, laki-laki usia 18 bulan, berat badan 11 Kg
Pada penilaian awal:
Anak tampak gelisah, terlihat muka tampak sembab kemerahan, terdengar stridor pada tiap
tarikan nafas, usaha nafas sangat meningkat dengan rate respirasi 40 x/mnt, retraksi suprasternal
nyata dan terdapat retraksi subcostal. Anak tampak motled, nadi radialis halus CRT 5 detik.
Klarifikasi Istilah:
1. Stridor 1,2,3 : espirasi bernada tinggi, berisik seperti hembusan angin, sebuah tanda
obstruksi saluran pernapasan, terutama pada trakea atau laring.
1. Imunisasi : Pemberian vaksin ke dalam tubuh seseorang untuk memberikan
kekebalan terhadap penyakit tersebut.
2. Posyandu : kegiatan kesehatan dasar yang diselenggarakan dari, oleh dan untuk
masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan.
3. Retraksi supra strenal : peningkatan dan upaya yang diperlukan untuk mengembangkan
paru-paru yang kaku.
4. Retraksi sub costal : tarikan otot-otot bantu pernafasan subcostal
5. CRT : Capillary refil time (waktu yang diperlukan untuk mengisi pembuluh darah
perifer)
Identifikasi Masalah :
1. Dr. Matahari dengan Nz (Perawat) Bulan sedang melayani imunisasi di posyandu mawar,
kelurahan Bunga rampa dusun beringin. Posyandu ini daerah binaan puskesmas
perawatan Bunga rampai berjarak 500 meter dari posyandu, RS terdekat berjarak 25 km
dari posyandu.
2. Tiba-tiba datang seorang ibu berlari masuk membawa anaknya dengan keluhan sulit
bernafas.
Anak Bintang, laki-laki usia 18 bulan, berat badan 11 Kg.
Pada penilaian awal:
Anak tampak gelisah, terlihat muka tampak sembab kemerahan, terdengar stridor pada
tiap tarikan nafas, usaha nafas sangat meningkat dengan rate respirasi 40 x/mnt, retraksi
suprasternal nyata dan terdapat retraksi subcostal. Anak tampak motled, nadi radialis
halus CRT 5 detik.
Analisis Masalah :
1. Apa saja alat bantuan hidup dasar?
a. OPA
b. NPA
c. LMA
d. Ambu bag
2. Bagaimana bantuan hidup dasar pada syok? 5,6,7
1. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala
untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan
menaikkan tekanan darah.
2. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:
a. Airway (membuka jalan napas). Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada
sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher
diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan
melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut.
b. Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tanda-
tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada syok
anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi
jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas
parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas
dan oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong
dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi.
c. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis, atau
a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.
3. Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan hidup dasar yang
penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung paru.
4. Segera berikan adrenalin 0.3–0.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa atau 0.01
ml/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular. Pemberian ini dapat diulang tiap 15
menit sampai keadaan membaik. Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus
kontinyu adrenalin 2–4 ug/menit.
5. Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang memberi respons,
dapat ditambahkan aminofilin 5–6 mg/kgBB intravena dosis awal yang diteruskan 0.4–
0.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.
6. Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau deksametason 5–10
mg intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi efek lanjut dari syok anafilaktik
atau syok yang membandel.
7. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk koreksi
hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan utama
dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan
darahdan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara
larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan perdebatan didasarkan atas keuntungan dan
kerugian mengingat terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada
dasarnya, bila memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3–4 kali dari
perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan
terdapat kehilangan cairan 20–40% dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan larutan
koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan volume
plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran
juga bisa melepaskan histamin.
8. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik dikirim ke
rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka
penanganan penderita di tempat kejadian sudah harus semaksimal mungkin sesuai dengan
fasilitas yang tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu
dibawa harus tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung.
9. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus
diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan penderita yang telah
mendapat terapi adrenalin lebih dari 2–3 kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit
semalam untuk observasi.
3. Bagaimana bantuan hidup lanjut? 8,9,10
Bantuan hidup lanjut berhubungan dengan teknik yang ditujukan untuk memperbaiki
ventilasi dan oksigenasi korban dan pada diagnosis serta terapi gangguan irama utama
selama henti jantung. Bantuan hidup dasar memerlukan peralatan khusus dan penggunaan
obat. Harus segera dimulai bila diagnosis henti jantung atau henti nafas dibuat dan harus
diteruskan sampai bantuan hidup lanjut diberikan. Setelah dilakukan ABC RJP dan belum
timbul denyut jantung spontan, maka resusitasi diteruskan dengan langkah DEF.
Drug and Fluid (Obat dan Cairan)
Tanpa menunggu hasil EKG dapat diberikan :
1. Adrenalin : 0,5 – 1,0 mg dosis untuk orang dewasa, 10 mcg/ kg pada anak- anak.
Cara pemberian : intravena, intratrakeal lewat pipa trakeal (1 ml adrenalin diencerkan
dengan 9 ml akuades steril, bukan NaCl, berarti dalam 1 ml mengandung 100 mcg
adrenalin). Jika keduanya tidak mungkin : lakukan intrakardial (hanya oleh tenaga yang
sudah terlatih). Di ulang tiap 5 menit dengan dosis sama sampai timbul denyut spontan
atau mati jantung.
2. Natrium Bikarbonat : dosis mula 1 mEq/ kg (bila henti jantung lebih dari 2 menit)
kemudian dapat diulang tiap 10 menit dengan dosis 0,5 mEq/ kg sampai timbul denyut
jantung spontan atau mati jantung.
Penggunaan natrium bikarbonat tidak lagi dianjurkan kecuali pada resusitasi yang lama,
yaitu pada korban yang diberi ventilasi buatan yang lama dan efisien, sebab kalau tidak
asidosis intraseluler justru bertambah dan tidak berkurang. Penjelasan untuk keanehan ini
bukanlah hal yang baru. CO2 yang tidak dihasilkan dari pemecahan bikarbonat segera
menyeberangi membran sel jika CO2 tidak diangkut oleh respirasi.
3. EKG
Meliputi fibrilasi ventrikuler, asistol ventrikuler dan disosiasi elektro mekanis.
4. Fibrilation Treatment (Terapi Fibrilasi)
Elektroda dipasang disebelah kiri puting susu kiri disebelah kanan sternum atas,
defibrilasi luar arus searah:
100– 300 joule pada dewasa.
100 – 200 joule pada anak.
50– 100 joule pada bayi.
4. Bagaimana assessment Respiratory Distress, Failure, arrest? 11,12,13
Neonatus dengan distress nafas
Berat(PCH, grunting, apneu, sianosis
Resusitasi:Bersihkan jalan nafas, hisap lendir (suction)Pemberian oksigen , pasang OGTPasang akses intra vena :D10% 60 ml/kgBBCa-Gukonas 10% 6-8 ml/kgBBMonitor temperaturMonitor saturasiRontgen toraks (Bila memungkinkan)
Algoritma diagnosis dan Tatalaksana Gagal nafas pada Neonatus
Ringan(Takipneu ringan)
Disesuaikan
menurut usia
Evaluasi menggunakan skor Downes
Perbaikan klinis YA
TIDAK
Evaluasi menggunakan skor Downes
Perawatan
bayi rutin
Observasi 30 menit
Membaik
YA
Perawatan di NICU
Pemberian O2 dilanjutkanMonitoring saturasiRontgen toraks
IntubasiPemberian antibiotik spektrum luas: Ampicillin & Gentamicin (inisial)Pemeriksaan penunjang:Darah rutin & hitung jenis, AGD, GDS, elektrolit, rontgen toraksKonsul NICU/rujuk ke RS yang memiliki NICUHasil AGD:
Asidosis metabolik/respiratorikBila pH ≤ 7,25 Na-Bikarbonat 1-2 mEq/kgBB dlm 30 menit
TIDAK ( Ancaman gagal nafas/DS≥6)
Hipoglikemi bolus D10% 2cc/kgBB, dilanjutkan infus kontinyu kec 6-8 mg/kgBB/mntHiperglikemi kuranngi konsentrasi infus glukosa (D5%)
5. Bagaimana tatalaksana dari Respiratory Distress, Failure, arrest? 1,2,3
Jawab:
RDS: Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan bila bayi
tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
b. Pantau selalu tanda vital
c. Jaga kepatenan jalan nafas
d. Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
e. Jika bayi mengalami apneu
f. Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan.
g. Lakukan penilaian lanjut.
h. Bila terjadi kejang potong kejang.
i. Segera periksa kadar gula darah.
j. Pemberian nutrisi adekuat.
k. Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai dengan kemungkinan
penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas.
RDF:
6. Bagaimana mekanisme syok anafilaksis? 4,5,6
Reaksi anafilaksis timbul bila sebelumnya telah terbentuk IgE spesifik terhadap
alergen tertentu. Alergen yang masuk kedalam tubuh lewat kulit, mukosa, sistem
pernafasan maupun makanan, terpapar pada sel plasma dan menyebabkan pembentukan
IgE spesifik terhadap alergen tertentu. IgE spesifik ini kemudian terikat pada reseptor
permukaan mastosit dan basofil. Pada paparan berikutnya, alergen akan terikat pada Ige
spesifik dan memicu terjadinya reaksi antigen antibodi yang menyebabkan terlepasnya
mediator yakni antara lain histamin dari granula yang terdapat dalam sel. Ikatan antigen
antibodi ini juga memicu sintesis SRS-A ( Slow reacting substance of Anaphylaxis ) dan
degradasi dari asam arachidonik pada membrane sel, yang menghasilkan leukotrine dan
prostaglandin. Reaksi ini segera mencapai puncaknya setelah 15 menit. Efek histamin,
leukotrine (SRS-A) dan prostaglandin pada pembuluh darah maupun otot polos bronkus
menyebabkan timbulnya gejala pernafasan dan syok.
Efek biologis histamin terutama melalui reseptor H1 dan H2 yang berada pada
permukaan saluran sirkulasi dan respirasi. Stimulasi reseptor H1 menyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, spasme bronkus dan spasme pembuluh darah
koroner sedangkan stimulasi reseptor H2 menyebabkan dilatasi bronkus dan peningkatan
mukus dijalan nafas. Rasio H1 – H2 pada jaringan menentukan efek akhirnya. (2,3)
Aktivasi mastosit dan basofil menyebabkan juga respon bifasik dari cAMP intraselluler.
Terjadi kenaikan cAMP kemudian penurunan drastis sejalan dengan pelepasan mediator
dan granula kedalam cairan ekstraselluler. Sebaliknya penurunan cGMP justru
menghambat pelepasan mediator. Obat-obatan yang mencegah penurunan cAMP
intraselluler ternyata dapat menghilangkan gejala anafilaksis. Obat-obatan ini antara lain
adalah katekolamin (meningktakan sintesis cAMP) dan methyl xanthine misalnya
aminofilin (menghambat degradasi cAMP). Pada tahap selanjutnya mediator-mediator ini
menyebabkan pula rangkaian reaksi maupun sekresi mediator sekunder dari
netrofil,eosinofil dan trombosit,mediator primer dan sekunder menimbulkan berbagai
perubahan patologis pada vaskuler dan hemostasis, sebaliknya obat-obat yang dapat
meningkatkan cGMP (misalnya obat cholinergik) dapat memperburuk keadaan karena
dapat merangsang terlepasnya mediator.(2,3,4)
ReaksiAnafilaktoid
Reaksi anafilaktoid adalah reaksi yang menyebabkan timbulnya gejala dan keluhan yang
sama dengan reaksi anafilaksis tetapi tanpa adanya mekanisme ikatan antigen antibodi.
Pelepasan mediator biokimiawi dari mastosit melewati mekanisme nonimunologik ini
belum seluruhnya dapat diterangkan. Zat-zat yang sering menimbulkan reaksi
anafilaktoid adalah kontras radiografi (idionated), opiate, tubocurarine, dextran maupun
mannitol. Selain itu aspirin maupun NSAID lainnya juga sering menimbulkan reaksi
anafilaktoid yang diduga sebagai akibat terhambatnya enzim siklooksgenase.
7. Bagaimana assessment syok anafilaksis? 7,8,9
Melihat dari Airway, breathing dan circulation.
1. Airway ‘penilaian jalan napas’. Jalan napas harus dijaga tetap bebas,
tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar,
posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang
menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, tarik
mandibula ke depan, dan buka mulut.
2. Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila
tidak ada tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau
mulut ke hidung. Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring,
dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau
parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial,
selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan
napas dan oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas total,
harus segera ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea,
krikotirotomi, atau trakeotomi.
3. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a.
karotis, atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.
8. Bagaimana tatalaksana dari syok anafilaksis? 10,11,12
1. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk
meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan
tekanan darah.
2. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:
1. Airway (membuka jalan napas). Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada
sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher diatur
agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan
ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut.
2. Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tanda-
tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada syok
anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan
napas total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain
ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen.
Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong dengan lebih aktif,
melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi.
3. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis, atau a.
femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.
Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan hidup dasar yang
penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung paru.
1. Segera berikan adrenalin 0.3–0.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa atau 0.01 mg/kg
untuk penderita anak-anak, intramuskular. Pemberian ini dapat diulang tiap 15 menit sampai
keadaan membaik. Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin 2–4
ug/menit.
2. Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang memberi respons, dapat
ditambahkan aminofilin 5–6 mg/kgBB intravena dosis awal yang diteruskan 0.4–0.9
mg/kgBB/menit dalam cairan infus.
3. Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau deksametason 5–10 mg
intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi efek lanjut dari syok anafilaktik atau syok
yang membandel.
4. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk koreksi
hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan utama dalam
mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darahdan curah
jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid
tetap merupakan perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya
peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila memberikan larutan
kristaloid, maka diperlukan jumlah 3–4 kali dari perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya,
pada syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20–40% dari volume plasma.
Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan
perkiraan kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan koloid plasma
protein atau dextran juga bisa melepaskan histamin.
5. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik dikirim ke rumah
sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka penanganan
penderita di tempat kejadian sudah harus semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang
tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap
dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung.
6. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus
diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan penderita yang telah mendapat
terapi adrenalin lebih dari 2–3 kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit semalam untuk
observasi.
9. Bagaimana cara tatalakasana pada kasus ini di posyandu yang jauh dari rumah
sakit? 13,1,2
- Berikan prtolongan pertama secepat, sebaik dan se adekuat mungkin
10. Bagaimana menetapkan kasus rujukan dan memilih tempat rujukan? 3,4,5
LI
ANATOMI SAURAN NAFAS ANAK 1,2,3,4,5,6,7
Organ-Organ Pernafasan Pada Manusia organ-organ pernafasan yang dimiliki oleh
manusiameliputi semua struktur yang menghubungkan udara dari dan ke paru-paru. Organ
tersebut antara lain:
1) Hidung
Hidung terdiri dari lubang hidung, rongga hidung, dan ujung rongga hidung. Rongga hidung
banyak memiliki kapiler darah, dan selalu lembap dengan adanya lendir yang dihasilkan oleh
mukosa. Didalam hidung udara disaring dari benda-benda asing yang tidak berupa gas agar tidak
masuk ke paru-paru. Selain itu udara juga disesuaikan suhunya agar sesuai dengan suhu tubuh.
2) Faring
Faring merupakan ruang dibelakang rongga hidung, yang merupakan jalan masuknya udara dsri
ronggas hidung. Pada ruang tersebut terdapat klep (epiglotis) yang bertugas mengatur pergantian
perjalanan udara pernafasan dan makanan.
3) Laring Laring/pangkal batang tenggorokan / kotak suara.
Laring terdiri atas tulang rawan, yaitu jakun, epiglotis, (tulang rawan penutup) dan tulang rawan
trikoid (cincin stempel) yang letaknya paling bawah. Pita suara terletak di dinding laring bagian
dalam.
4) Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan pita yang tersusun atas otot polos dan tulang rawan
yang berbentuk hurup ’C’ pada jarak yang sangat teratur. Dinding trakea tersusun atas tiga
lapisan jaringan epitel yang dapat menghasilkan lendir yang berguna untuk menangkap dan
mengembalikan benda-benda asing ke hulu saluran pernafasan sebelum masuk ke paru-paru
bersama udara penafasan.
5) Bronkus
Merupakan cabang batang tenggorokan yang jumlahnya sepasang, yang satu menuju ke paru-
paru kiri dan yang satunya menuju paru-paru kanan. Dinding bronkus terdiri atas lapisan jaringan
ikat, lapisan jaringan epitel, otot polos dan cincin tulang rawan. Kedudukan bronkus yang
menuju kekiri lebih mendatar dari pada ke kanan. Hal ini merupakan salah satu sebab mengapa
paru-paru kanan lebih mudah terserang penyakit.
6) Bronkiolus
Bronkeolus merupakan cabang dari bronkus, dindingnya lebih tipis dan salurannya lebih tipis.
Bronkeolus bercabang-cabang menjadi bagian yang lebih halus.
7) Alveolus
Saluran akhir dari saluran pernafasan yang berupa gelembung-gelembung udara. Dinding aleolus
sanat tipis setebal silapis sel, lembap dan berdekatan dengan kapiler-kapiler darah. Adanya
alveolus memungkinkan terjadinya luasnya daerah permukaan yang berperan penting dalam
pertukaran gas. Pada bagian alveolus inilah terjadi pertukaran gas-gas O2 dari udara bebas ke
sel-sel darah, sedangkan perukaran CO2 dari sel-sel tubuh ke udara bebas terjadi.
8) Paru-paru
Paru-paru terletak dalam rongga dada dibatasi oleh otot dada dan tulang rusuk, pada bagian
bawah dibatasi oleh otot dafragma yang kuat. Paru-paru merupakan himpunana dari bronkeulus,
saccus alveolaris dan alveolus. Diantara selaput dan paru-paru terdapat cairan limfa yang
berfungsi untuk melindungi paruparu pada saat mengembang dan mengempis. Mengembang dan
mengempisnya paru-paru disebabkan karena adanya perubahan tekana rongga dada.
Paru-paru kanan berlobus tiga Bronkus kanan bercabang tiga. Sedangkan paru-paru kiri
berlobus dua Bronkuis kiri bercabang dua Posisinya lebih mendatar Dibungkus oleh lapisan
pleura yang berfungsi menghindari gesekan saat bernafas
SYOK ANAFILAKSIS 8,9,10,11,12,13
HIPOTESIS
Bintang 18 bulan mengalami syok anafilaksis disebabkan imunisasi.
KUMPUL SAMPAI JAM 22.00 WIB ke [email protected]
KESIMPULAN
Bintang laki-laki usia 18 bulan mengalami syok anafilaktik et causa imunisasi