blok 28 skenario c

23
Dr. Matahari dengan Nz (Perawat) Bulan sedang melayani imunisasi di posyandu mawar, kelurahan Bunga rampa dusun beringin. Posyandu ini daerah binaan puskesmas perawatan Bunga rampai berjarak 500 meter dari posyandu, RS terdekat berjarak 25 km dari posyandu. Tiba-tiba datang seorang ibu berlari masuk membawa anaknya dengan keluhan sulit bernafas. Anak Bintang, laki-laki usia 18 bulan, berat badan 11 Kg Pada penilaian awal: Anak tampak gelisah, terlihat muka tampak sembab kemerahan, terdengar stridor pada tiap tarikan nafas, usaha nafas sangat meningkat dengan rate respirasi 40 x/mnt, retraksi suprasternal nyata dan terdapat retraksi subcostal. Anak tampak motled, nadi radialis halus CRT 5 detik. Klarifikasi Istilah: 1. Stridor 1,2,3 : espirasi bernada tinggi, berisik seperti hembusan angin, sebuah tanda obstruksi saluran pernapasan, terutama pada trakea atau laring. 1. Imunisasi : P emberian vaksin ke dalam tubuh seseorang untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit tersebut. 2. Posyandu : kegiatan kesehatan dasar yang diselenggarakan dari, oleh dan untuk masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan. 3. Retraksi supra strenal : peningkatan dan upaya yang diperlukan untuk mengembangkan paru-paru yang kaku.

Upload: rafenia-nayani

Post on 26-Jan-2016

222 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

fsg

TRANSCRIPT

Page 1: Blok 28 Skenario C

Dr. Matahari dengan Nz (Perawat) Bulan sedang melayani imunisasi di posyandu mawar,

kelurahan Bunga rampa dusun beringin. Posyandu ini daerah binaan puskesmas perawatan

Bunga rampai berjarak 500 meter dari posyandu, RS terdekat berjarak 25 km dari posyandu.

Tiba-tiba datang seorang ibu berlari masuk membawa anaknya dengan keluhan sulit bernafas.

Anak Bintang, laki-laki usia 18 bulan, berat badan 11 Kg

Pada penilaian awal:

Anak tampak gelisah, terlihat muka tampak sembab kemerahan, terdengar stridor pada tiap

tarikan nafas, usaha nafas sangat meningkat dengan rate respirasi 40 x/mnt, retraksi suprasternal

nyata dan terdapat retraksi subcostal. Anak tampak motled, nadi radialis halus CRT 5 detik.

Klarifikasi Istilah:

1. Stridor 1,2,3 : espirasi bernada tinggi, berisik seperti hembusan angin, sebuah tanda

obstruksi saluran pernapasan, terutama pada trakea atau laring.

1. Imunisasi : Pemberian vaksin ke dalam tubuh seseorang untuk memberikan

kekebalan terhadap penyakit tersebut.

2. Posyandu : kegiatan kesehatan dasar yang diselenggarakan dari, oleh dan untuk

masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan.

3. Retraksi supra strenal : peningkatan dan upaya yang diperlukan untuk mengembangkan

paru-paru yang kaku.

4. Retraksi sub costal : tarikan otot-otot bantu pernafasan subcostal

5. CRT : Capillary refil time (waktu yang diperlukan untuk mengisi pembuluh darah

perifer)

Identifikasi Masalah :

1. Dr. Matahari dengan Nz (Perawat) Bulan sedang melayani imunisasi di posyandu mawar,

kelurahan Bunga rampa dusun beringin. Posyandu ini daerah binaan puskesmas

perawatan Bunga rampai berjarak 500 meter dari posyandu, RS terdekat berjarak 25 km

dari posyandu.

Page 2: Blok 28 Skenario C

2. Tiba-tiba datang seorang ibu berlari masuk membawa anaknya dengan keluhan sulit

bernafas.

Anak Bintang, laki-laki usia 18 bulan, berat badan 11 Kg.

Pada penilaian awal:

Anak tampak gelisah, terlihat muka tampak sembab kemerahan, terdengar stridor pada

tiap tarikan nafas, usaha nafas sangat meningkat dengan rate respirasi 40 x/mnt, retraksi

suprasternal nyata dan terdapat retraksi subcostal. Anak tampak motled, nadi radialis

halus CRT 5 detik.

Analisis Masalah :

1. Apa saja alat bantuan hidup dasar?

a. OPA

b. NPA

c. LMA

d. Ambu bag

2. Bagaimana bantuan hidup dasar pada syok? 5,6,7

1. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala

untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan

menaikkan tekanan darah.

2. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:

a. Airway (membuka jalan napas). Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada

sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher

diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan

melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut.

b. Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tanda-

tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada syok

anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi

Page 3: Blok 28 Skenario C

jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas

parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas

dan oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong

dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi.

c. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis, atau

a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.

3. Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan hidup dasar yang

penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung paru.

4. Segera berikan adrenalin 0.3–0.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa atau 0.01

ml/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular. Pemberian ini dapat diulang tiap 15

menit sampai keadaan membaik. Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus

kontinyu adrenalin 2–4 ug/menit.

5. Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang memberi respons,

dapat ditambahkan aminofilin 5–6 mg/kgBB intravena dosis awal yang diteruskan 0.4–

0.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.

6. Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau deksametason 5–10

mg intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi efek lanjut dari syok anafilaktik

atau syok yang membandel.

7. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk koreksi

hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan utama

dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan

darahdan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara

larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan perdebatan didasarkan atas keuntungan dan

kerugian mengingat terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada

dasarnya, bila memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3–4 kali dari

perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan

terdapat kehilangan cairan 20–40% dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan larutan

koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan volume

plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran

juga bisa melepaskan histamin.

Page 4: Blok 28 Skenario C

8. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik dikirim ke

rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka

penanganan penderita di tempat kejadian sudah harus semaksimal mungkin sesuai dengan

fasilitas yang tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu

dibawa harus tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung.

9. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus

diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan penderita yang telah

mendapat terapi adrenalin lebih dari 2–3 kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit

semalam untuk observasi.

3. Bagaimana bantuan hidup lanjut? 8,9,10

Bantuan hidup lanjut berhubungan dengan teknik yang ditujukan untuk memperbaiki

ventilasi dan oksigenasi korban dan pada diagnosis serta terapi gangguan irama utama

selama henti jantung. Bantuan hidup dasar memerlukan peralatan khusus dan penggunaan

obat. Harus segera dimulai bila diagnosis henti jantung atau henti nafas dibuat dan harus

diteruskan sampai bantuan hidup lanjut diberikan. Setelah dilakukan ABC RJP dan belum

timbul denyut jantung spontan, maka resusitasi diteruskan dengan langkah DEF.

   Drug and Fluid (Obat dan Cairan)

        Tanpa menunggu hasil EKG dapat diberikan :

1.    Adrenalin : 0,5 – 1,0 mg dosis untuk orang dewasa, 10 mcg/ kg pada anak- anak.  

Cara pemberian : intravena, intratrakeal lewat pipa trakeal (1 ml adrenalin diencerkan

dengan 9 ml akuades steril, bukan NaCl, berarti dalam 1 ml mengandung 100 mcg

adrenalin). Jika keduanya tidak mungkin : lakukan intrakardial (hanya oleh tenaga yang

sudah terlatih).  Di ulang tiap 5 menit dengan dosis sama sampai timbul denyut spontan

atau mati jantung.

2.    Natrium Bikarbonat : dosis mula 1 mEq/ kg (bila henti jantung lebih dari 2 menit)

     kemudian dapat diulang tiap 10 menit dengan dosis 0,5 mEq/ kg sampai timbul denyut

     jantung spontan atau mati jantung.

Penggunaan natrium bikarbonat tidak lagi dianjurkan kecuali pada resusitasi yang lama,

Page 5: Blok 28 Skenario C

yaitu pada korban yang diberi ventilasi buatan yang lama dan efisien, sebab kalau tidak

asidosis intraseluler justru bertambah dan tidak berkurang. Penjelasan untuk keanehan ini

bukanlah hal yang baru. CO2 yang tidak dihasilkan dari pemecahan bikarbonat segera

menyeberangi membran sel jika CO2 tidak diangkut oleh respirasi.

3.       EKG

Meliputi fibrilasi ventrikuler, asistol ventrikuler dan disosiasi elektro mekanis.

4.      Fibrilation Treatment (Terapi Fibrilasi)

Elektroda dipasang disebelah kiri puting susu kiri disebelah kanan sternum atas,

defibrilasi luar arus searah:

100– 300 joule pada dewasa.

100 – 200 joule pada anak.

50– 100 joule pada bayi.

4. Bagaimana assessment Respiratory Distress, Failure, arrest? 11,12,13

Page 6: Blok 28 Skenario C

Neonatus dengan distress nafas

Berat(PCH, grunting, apneu, sianosis

Resusitasi:Bersihkan jalan nafas, hisap lendir (suction)Pemberian oksigen , pasang OGTPasang akses intra vena :D10% 60 ml/kgBBCa-Gukonas 10% 6-8 ml/kgBBMonitor temperaturMonitor saturasiRontgen toraks (Bila memungkinkan)

Algoritma diagnosis dan Tatalaksana Gagal nafas pada Neonatus

Ringan(Takipneu ringan)

Disesuaikan

menurut usia

Evaluasi menggunakan skor Downes

Perbaikan klinis YA

TIDAK

Evaluasi menggunakan skor Downes

Perawatan

bayi rutin

Observasi 30 menit

Membaik

YA

Perawatan di NICU

Pemberian O2 dilanjutkanMonitoring saturasiRontgen toraks

IntubasiPemberian antibiotik spektrum luas: Ampicillin & Gentamicin (inisial)Pemeriksaan penunjang:Darah rutin & hitung jenis, AGD, GDS, elektrolit, rontgen toraksKonsul NICU/rujuk ke RS yang memiliki NICUHasil AGD:

Asidosis metabolik/respiratorikBila pH ≤ 7,25 Na-Bikarbonat 1-2 mEq/kgBB dlm 30 menit

TIDAK ( Ancaman gagal nafas/DS≥6)

Hipoglikemi bolus D10% 2cc/kgBB, dilanjutkan infus kontinyu kec 6-8 mg/kgBB/mntHiperglikemi kuranngi konsentrasi infus glukosa (D5%)

5. Bagaimana tatalaksana dari Respiratory Distress, Failure, arrest? 1,2,3

Jawab:

Page 7: Blok 28 Skenario C

RDS:  Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan bila bayi

tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %

b.      Pantau selalu tanda vital

c.       Jaga kepatenan jalan nafas

d.      Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)

e.       Jika bayi mengalami apneu

f.       Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan.

g.      Lakukan penilaian lanjut.

h.      Bila terjadi kejang potong kejang.

i.        Segera periksa kadar gula darah.

j.        Pemberian nutrisi adekuat.

k.      Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai dengan kemungkinan

penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas.

RDF:

6. Bagaimana mekanisme syok anafilaksis? 4,5,6

Reaksi anafilaksis timbul bila sebelumnya telah terbentuk IgE spesifik terhadap

alergen tertentu. Alergen yang masuk kedalam tubuh lewat kulit, mukosa, sistem

pernafasan maupun makanan, terpapar pada sel plasma dan menyebabkan pembentukan

IgE spesifik terhadap alergen tertentu. IgE spesifik ini kemudian terikat pada reseptor

permukaan mastosit dan basofil. Pada paparan berikutnya, alergen akan terikat pada Ige

spesifik dan memicu terjadinya reaksi antigen antibodi yang menyebabkan terlepasnya

mediator yakni antara lain histamin dari granula yang terdapat dalam sel. Ikatan antigen

antibodi ini juga memicu sintesis SRS-A ( Slow reacting substance of Anaphylaxis ) dan

degradasi dari asam arachidonik pada membrane sel, yang menghasilkan leukotrine dan

prostaglandin. Reaksi ini segera mencapai puncaknya setelah 15 menit. Efek histamin,

leukotrine (SRS-A) dan prostaglandin pada pembuluh darah maupun otot polos bronkus

menyebabkan timbulnya gejala pernafasan dan syok.

Page 8: Blok 28 Skenario C

Efek biologis histamin terutama melalui reseptor H1 dan H2 yang berada pada

permukaan saluran sirkulasi dan respirasi. Stimulasi reseptor H1 menyebabkan

peningkatan permeabilitas pembuluh darah, spasme bronkus dan spasme pembuluh darah

koroner sedangkan stimulasi reseptor H2 menyebabkan dilatasi bronkus dan peningkatan

mukus dijalan nafas. Rasio H1 – H2 pada jaringan menentukan efek akhirnya. (2,3)

Aktivasi mastosit dan basofil menyebabkan juga respon bifasik dari cAMP intraselluler.

Terjadi kenaikan cAMP kemudian penurunan drastis sejalan dengan pelepasan mediator

dan granula kedalam cairan ekstraselluler. Sebaliknya penurunan cGMP justru

menghambat pelepasan mediator. Obat-obatan yang mencegah penurunan cAMP

intraselluler ternyata dapat menghilangkan gejala anafilaksis. Obat-obatan ini antara lain

adalah katekolamin (meningktakan sintesis cAMP) dan methyl xanthine misalnya

aminofilin (menghambat degradasi cAMP). Pada tahap selanjutnya mediator-mediator ini

menyebabkan pula rangkaian reaksi maupun sekresi mediator sekunder dari

netrofil,eosinofil dan trombosit,mediator primer dan sekunder menimbulkan berbagai

perubahan patologis pada vaskuler dan hemostasis, sebaliknya obat-obat yang dapat

meningkatkan cGMP (misalnya obat cholinergik) dapat memperburuk keadaan karena

dapat merangsang terlepasnya mediator.(2,3,4)

ReaksiAnafilaktoid 

Reaksi anafilaktoid adalah reaksi yang menyebabkan timbulnya gejala dan keluhan yang

sama dengan reaksi anafilaksis tetapi tanpa adanya mekanisme ikatan antigen antibodi.

Pelepasan mediator biokimiawi dari mastosit melewati mekanisme nonimunologik ini

belum seluruhnya dapat diterangkan. Zat-zat yang sering menimbulkan reaksi

anafilaktoid adalah kontras radiografi (idionated), opiate, tubocurarine, dextran maupun

mannitol. Selain itu aspirin maupun NSAID lainnya juga sering menimbulkan reaksi

anafilaktoid yang diduga sebagai akibat terhambatnya enzim siklooksgenase.

 

Page 9: Blok 28 Skenario C

7. Bagaimana assessment syok anafilaksis? 7,8,9

Melihat dari Airway, breathing dan circulation.

1. Airway ‘penilaian jalan napas’. Jalan napas harus dijaga tetap bebas,

tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar,

posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang

menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, tarik

mandibula ke depan, dan buka mulut.

Page 10: Blok 28 Skenario C

2. Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila

tidak ada tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau

mulut ke hidung. Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring,

dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau

parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial,

selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan

napas dan oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas total,

harus segera ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea,

krikotirotomi, atau trakeotomi.

3. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a.

karotis, atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.

8. Bagaimana tatalaksana dari syok anafilaksis? 10,11,12

1. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk

meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan

tekanan darah.

2. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:

1. Airway (membuka jalan napas). Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada

sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher diatur

agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan

ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut.

2. Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tanda-

tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada syok

anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan

napas total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain

ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen.

Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong dengan lebih aktif,

melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi.

3. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis, atau a.

femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.

Page 11: Blok 28 Skenario C

Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan hidup dasar yang

penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung paru.

1. Segera berikan adrenalin 0.3–0.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa atau 0.01 mg/kg

untuk penderita anak-anak, intramuskular. Pemberian ini dapat diulang tiap 15 menit sampai

keadaan membaik. Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin 2–4

ug/menit.

2. Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang memberi respons, dapat

ditambahkan aminofilin 5–6 mg/kgBB intravena dosis awal yang diteruskan 0.4–0.9

mg/kgBB/menit dalam cairan infus.

3. Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau deksametason 5–10 mg

intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi efek lanjut dari syok anafilaktik atau syok

yang membandel.

4. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk koreksi

hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan utama dalam

mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darahdan curah

jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid

tetap merupakan perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya

peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila memberikan larutan

kristaloid, maka diperlukan jumlah 3–4 kali dari perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya,

pada syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20–40% dari volume plasma.

Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan

perkiraan kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan koloid plasma

protein atau dextran juga bisa melepaskan histamin.

5. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik dikirim ke rumah

sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka penanganan

penderita di tempat kejadian sudah harus semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang

tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap

dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung.

6. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus

diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan penderita yang telah mendapat

Page 12: Blok 28 Skenario C

terapi adrenalin lebih dari 2–3 kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit semalam untuk

observasi.

9. Bagaimana cara tatalakasana pada kasus ini di posyandu yang jauh dari rumah

sakit? 13,1,2

- Berikan prtolongan pertama secepat, sebaik dan se adekuat mungkin

10. Bagaimana menetapkan kasus rujukan dan memilih tempat rujukan? 3,4,5

LI

ANATOMI SAURAN NAFAS ANAK 1,2,3,4,5,6,7

Page 13: Blok 28 Skenario C

Organ-Organ Pernafasan Pada Manusia organ-organ pernafasan yang dimiliki oleh

manusiameliputi semua struktur yang menghubungkan udara dari dan ke paru-paru. Organ

tersebut antara lain:

1)      Hidung

Hidung terdiri dari lubang hidung, rongga hidung, dan ujung rongga   hidung. Rongga hidung

banyak memiliki kapiler darah, dan selalu lembap dengan adanya lendir yang dihasilkan oleh

mukosa. Didalam hidung udara disaring dari benda-benda asing yang tidak berupa gas agar tidak

masuk ke paru-paru. Selain itu udara juga disesuaikan suhunya agar sesuai dengan suhu tubuh.

2)      Faring

Faring merupakan ruang dibelakang rongga hidung, yang merupakan jalan masuknya udara dsri

ronggas hidung. Pada ruang tersebut terdapat klep (epiglotis) yang bertugas mengatur pergantian

perjalanan udara pernafasan dan makanan.

 

3)      Laring Laring/pangkal batang tenggorokan / kotak suara.

Laring terdiri atas tulang rawan, yaitu jakun, epiglotis, (tulang rawan penutup) dan tulang rawan

trikoid (cincin stempel) yang letaknya paling bawah. Pita suara terletak di dinding laring bagian

dalam.

4)      Trakea

Trakea atau batang tenggorokan merupakan pita yang tersusun atas otot polos dan tulang rawan

yang berbentuk hurup ’C’ pada jarak yang sangat teratur. Dinding trakea tersusun atas tiga

lapisan jaringan epitel yang dapat menghasilkan lendir yang berguna untuk menangkap dan

mengembalikan benda-benda asing ke hulu saluran pernafasan sebelum masuk ke paru-paru

bersama udara penafasan.

Page 14: Blok 28 Skenario C

5)      Bronkus

Merupakan cabang batang tenggorokan yang jumlahnya sepasang, yang satu menuju ke paru-

paru kiri dan yang satunya menuju paru-paru kanan. Dinding bronkus terdiri atas lapisan jaringan

ikat, lapisan jaringan epitel, otot polos dan cincin tulang rawan. Kedudukan bronkus yang

menuju kekiri lebih mendatar dari pada ke kanan. Hal ini merupakan salah satu sebab mengapa

paru-paru kanan lebih mudah terserang penyakit.

6)      Bronkiolus

Bronkeolus merupakan cabang dari bronkus, dindingnya lebih tipis dan salurannya lebih tipis.

Bronkeolus bercabang-cabang menjadi bagian yang lebih halus.

 

 

7)      Alveolus

Saluran akhir dari saluran pernafasan yang berupa gelembung-gelembung udara. Dinding aleolus

sanat tipis setebal silapis sel, lembap dan berdekatan dengan kapiler-kapiler darah. Adanya

alveolus memungkinkan terjadinya luasnya daerah permukaan yang berperan penting dalam

pertukaran gas. Pada bagian alveolus inilah terjadi pertukaran gas-gas O2 dari udara bebas ke

sel-sel darah, sedangkan perukaran CO2 dari sel-sel tubuh ke udara bebas terjadi.

8)      Paru-paru

Paru-paru terletak dalam rongga dada dibatasi oleh otot dada dan tulang rusuk, pada bagian

bawah dibatasi oleh otot dafragma yang kuat. Paru-paru merupakan himpunana dari bronkeulus,

saccus alveolaris dan alveolus. Diantara selaput dan paru-paru terdapat cairan limfa yang

berfungsi untuk melindungi paruparu pada saat mengembang dan mengempis. Mengembang dan

mengempisnya paru-paru disebabkan karena adanya perubahan tekana rongga dada.

Page 15: Blok 28 Skenario C

Paru-paru kanan  berlobus tiga Bronkus kanan bercabang tiga. Sedangkan paru-paru kiri

berlobus dua Bronkuis kiri bercabang dua Posisinya lebih mendatar Dibungkus oleh lapisan

pleura yang berfungsi menghindari gesekan saat bernafas

SYOK ANAFILAKSIS 8,9,10,11,12,13

HIPOTESIS

Bintang 18 bulan mengalami syok anafilaksis disebabkan imunisasi.

Page 16: Blok 28 Skenario C

KUMPUL SAMPAI JAM 22.00 WIB ke [email protected]

KESIMPULAN

Bintang laki-laki usia 18 bulan mengalami syok anafilaktik et causa imunisasi