bab ii kajian pustaka, kerangka pemikiran dan...

98
21 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka Bab ini membahas mengenai berbagai teori yang mendukung landasan teori dan konsep mengenai program anggota, partisipasi anggota, keterkaitan usaha anggota dengan usaha koperasi, inovasi bisnis anggota, dan kinerja anggota beserta dimensi-dimensinya, untuk memperoleh kejelasan arah, originalitas serta kemanfaatan dan posisi penelitian ini bila dibandingkan dengan temuan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Untuk memperkuat kerangka pemikiran akan disajikan tinjauan pustaka yang memuat teori-teori dan konsep yang relevan dengan program anggota, partisipasi anggota, keterkaitan usaha anggota dengan usaha koperasi, inovasi bisnis anggota, dan kinerja anggota koperasi. 2.1.1 Landasan Kepustakaan Landasan penelitian ini mempergunakan teori umum (Grand Theory), teori antara (Middle Theory) dan teori aplikasi (Applied Theory) yang saling berkaitan. Gambar 2.1Grand Theory, Middle Theory dan Applied Theory *Manajemen Inovasi *Kewirausahaan Koperasi Manajemen Koperasi Grand Theory Middle Theory Applied Theory Keterkaitan Usaha Anggota dengan Usaha Koperasi Partisipasi Anggota Program Anggota Kinerja Anggota Koperasi Inovasi Bisnis Anggota

Upload: phamlien

Post on 05-Jul-2019

245 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

21

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

Bab ini membahas mengenai berbagai teori yang mendukung landasan

teori dan konsep mengenai program anggota, partisipasi anggota, keterkaitan

usaha anggota dengan usaha koperasi, inovasi bisnis anggota, dan kinerja anggota

beserta dimensi-dimensinya, untuk memperoleh kejelasan arah, originalitas serta

kemanfa’atan dan posisi penelitian ini bila dibandingkan dengan temuan

penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Untuk memperkuat kerangka

pemikiran akan disajikan tinjauan pustaka yang memuat teori-teori dan konsep

yang relevan dengan program anggota, partisipasi anggota, keterkaitan usaha

anggota dengan usaha koperasi, inovasi bisnis anggota, dan kinerja anggota

koperasi.

2.1.1 Landasan Kepustakaan

Landasan penelitian ini mempergunakan teori umum (Grand Theory),

teori antara (Middle Theory) dan teori aplikasi (Applied Theory) yang saling

berkaitan.

Gambar 2.1Grand Theory, Middle Theory dan Applied Theory

*Manajemen Inovasi

*Kewirausahaan Koperasi

Manajemen

Koperasi Grand

Theory

Middle

Theory

Applied

Theory Keterkaitan

Usaha Anggota

dengan Usaha

Koperasi

Partisipasi

Anggota

Program

Anggota

Kinerja

Anggota

Koperasi

Inovasi

Bisnis

Anggota

22

2.1.2 Manajemen Koperasi (Grand Theory)

Untuk memberikan gambaran Koperasi sebagai suatu sistem sosio-

ekonomi, Alfred Hanel (1989) mengungkapkan bahwa, terdapat hubungan-

hubungan utama yang terjalin dalam unsur-unsur koperasi sebagai organisasi,

yaitu hubunganyang terjadi antara anggota-angota perorangan, aktivitas ekonomi

usaha rumah-tangga anggota, kelompok koperasi, dengan koperasi, baik sebagai

lembaga usaha dan organisasi, yang membangun suatu sistem sosial-ekonomi

yang dapat digambarkan seperti bagan berikut ini:

Gambar 2.2

Organisasi Koperasi merupakan s uatu Sistem Sosio Ekonomi

Sumber: Alfred Hanel, 1989.

23

Keterangan:

1 Anggota koperasi perorangan (individual) yang memiliki usaha.

2 UA : usaha anggota koperasi.

3 Kelompok Koperasi : kelompok anggota individual (A, B, C, D) yang

mendirikan koperasi.

4 Perusahaan Koperasi : badan usaha Koperasi.

5 Hubungan usaha anggota dengan usaha koperasi : keterkaitan usaha anggota

dengan usaha koperasi, menunjang usaha koperasi.

6 Hubungan kepemilikan : anggota sebagai pemilik Koperasi.

7 Anggota koperasi perorangan (individual) yang tidak memiliki usaha.

8 Hubungan koperasi dengan pasar (eksternal).

9 Kegiatan ekonomi anggota perorangan (individual) dalam rumah-tangga dan

perusahaan anggota.

Anggota-anggota perorangan yang memiliki minimal satu tujuan

bersama, membentuk kelompok-kelompok koperasi dan kemudian secara

bersepakat dan bersama-sama mendirikan perusahaan Koperasi. Anggota-anggota

perorarangan kini sebagai anggota Koperasi, memiliki usaha rumah-tangga

anggota, sehingga terjalin hubungan usaha yang bersifat menunjang antara usaha

anggota dengan usaha Koperasi, misalnya anggota sebagai konsumen, pemasok,

pelanggan atau pengguna jasa Koperasi. Dalam koperasi konsumen, Koperasi

menjual produk yang dibelinya dari “pasar”, kepada anggota Koperasi yang

merupakan konsumen akhirnya. Dalam koperasi produsen, Koperasi membeli

produk anggota sebagai produsen pemasok, untuk kemudian Koperasi jual ke

“pasar”. Dengan demikian, koperasi memfasilitasi anggotanya (baik dalam

kedudukannya sebagai pemilik maupun pelanggan) untuk dapat menerima

manfa’at dari layanan maupun unit usaha yang diselenggarakan oleh Koperasi.

Hasil penelitian Sir Horace Plunkett (2014) mengungkapkan bahwa,

terdapat 7 (tujuh) konsep kunci pengembangan dalam pengelolaan atau

Manajemen Koperasi, yaitu:

24

1) Pembentukan Koperasi merupakan jalan terbaik untuk mencapai perubahan

sosial dalam masyarakat yaitu melalui perubahan ekonomi para anggotanya.

Plunkettism (gerakan ekonomi generasi penerus dan pemilik Yayasan

Plunkett di Inggris) percaya, bahwa Koperasi adalah lembaga yang tepat

untuk itu. Dengan menggunakan pendekatan yang berdasarkan lembaga usaha

dan model kepemilikan self-help yang terorganisasi dengan baik, untuk

mencapai keberhasilan sosial, dengan memberikan manfa’at ekonomibagi

program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat. Koperasi berhasil

disosialisasikan melalui pendidikan perkoperasian dengan membangun

lingkungan Koperasi dan pendukungnya, seperti: kurikulum, mengisi acara

pada event-event kepemudaan dan seminar-seminar dengan media online,

yang berbiaya rendah namun efektif karena daya jangkaunya yang luas dan

mendunia.

2) Koperasi memerlukan dukungan agar berhasil, baik secara teknis, ekonomi

dan sosial. Plunkett merumuskan program rintisan pengembangan Koperasi

Pertanian di Kanada bagian Barat melalui motonya “3 Betters”: Better

Farming, Better Business sehingga dapat meraih Better Living.

(a) Better Farmingmeliputi dukungan teknis berupa: pendampingan

membuat business plan, proses dan perizinan yang berkaitan dengan

hukum / legal, keuangan dan partisipasi masyarakat.

(b) Better Business, meliputi dukungan ekonomi, terkait: pendirian Yayasan

untuk menaungi mereka yang telah berkomitmen mengembangkan

25

Koperasi sebagai lembaga ekonomi / usahanya, untuk mencapai

peningkatan kesejahteraan anggota.

(c) Better Living, meliputi: upaya-upaya pemberdayaan masyarakat setempat

untuk meraih kehidupan yang lebih baik melalui partisipasi (social

capital) dan transaksi (business capital) yang terjaga, sehingga membuat

kehidupan masyarakat lebih menarik dan bermanfa’at.

3) Koperasi berada dan senantiasa ter-”koneksi” dengan masyarakat

sekitarnya, memahami permasalahan, perubahan kebutuhan, tantangan dan

kesempatan yang tumbuh bersamanya.

4) Bagaimana membuat masyarakat tertarik untuk menjadi anggota Koperasi

dan berproses bersamanya melalui 4 tahapan kritis: Inspiring, Exploring,

Creating dan Thrive.

5) Pengembangan Koperasi merupakan kegiatan tim dan masyarakat secara

bersama-sama, bukan hasil kerja individu perorangan yang heroik. Koperasi

memerlukan dukungan masyarakat, bimbingan para ahli, kolaborasi dengan

pemerintah dan berbagai pihak terkait, di sepanjang masa

pengembangannya.

6) Peran Pemerintah juga diperlukan untuk membangun Koperasi, khususnya

dalam dukungan kebijakan dan aturan-aturan yang kondusif untuk

pengembangan Koperasi yang dibangun secara mandiri oleh masyarakat

(bottom-up).

7) Belajar dari keberhasilan orang lain. Pembangunan Koperasi yang

berkembang, berbeda di setiap negara. Keberhasilannya dipengaruhi oleh

26

banyak faktor yang dapat menjadi pendorong keberhasilan maupun

penghambat, yaitu faktor: budaya, lingkungan, struktur perundang-

undangan dan politik, akses terhadap sumber permodalan, dsb.

Tahap selanjutnya adalah pentingnya pendampingan dari para

Catalystyang membantu mengembangkan koperasi, misalnya dengan

menghubungkan koperasi dengan berbagai pihak untuk melakukan kolaborasi

demi kepentingan dan pertumbuhan koperasi. Berkolaborasi dengan Pemerintah,

dalam budaya Politik, dengan Perguruan Tinggi dan komunitas pemberdayaan

ekonomi dalam budaya Bisnis, dengan pihak masyarakat dan media, dalam

budaya masyarakat, dan dengan koperasi lainnya dalam budaya Koperasi,

sehingga lingkungan pengembangannya dapat ilustrasikan sebagai berikut:

Gambar 2.3

Model of a Robust Co-operative Development Environment (Plunkett Model)

Sumber : Cooperative Innovation Project, 2018

Walaupun dalam penerapannya, program pengembangan Koperasi

sesungguhnya menghadapi tantangan yang berlainan satu sama lain, bergantung

27

konteksnya, sumber daya yang dimiliki serta pengetahuan dan profesionalitas dari

para Pengelola dan Partisipasi anggota koperasi, namun tujuan akhirnya tetap

sama, yaitu promosi anggota (peningkatan kesejahteraan bagi anggota).

Gambar 2.4

Hubungan Terpadu Fungsi Manajemen, Proses, dan Tujuan Usaha Koperasi

Sumber: Sutaryo Salim, 2002.

Sutaryo Salim (2002) dalam penelitiannya juga mengungkapkan

terdapatnya hubungan terpadu antara fungsi manajemen, proses, maupun tujuan

dari lembaga usaha / perusahaan Koperasi, sebagaimana terlihat dalam gambar di

atas, yang pada akhirnya bermuara pada tujuan promosi anggota, atau

kesejahteraan anggota yang meningkat.

Sebagai lembaga usaha Koperasi harus dikelola melalui manajemen yang

efektif dan efisien, demi tercapainya tujuan organisasi. Ewell Paul Roy (dalam

28

Arman D Hutasuhud, 2001) mengemukakan, manajemen koperasi terdiri dari

empat unsure utama: para anggota, pengurus, manajer, dan karyawan. Manajer

diharapkan dapat menghadirkan kondisi agar para karyawan dapat menjaga

produktivitas yang tinggi, sedangkan karyawan lebih berperan sebagai nara-

hubung antara manajemen pengelola Koperasi dan anggota pemilik pelanggan.

Konsep Manajemen Koperasi yang dikemukakan oleh Saudin Sijabat

(2008:8), berkaitan dengan upaya mengoptimalkan manfa’at sumber daya insani,

material serta keuangan dalam koperasi dalam mencapai tujuan koperasi yang

telah dirumuskan, yakni dengan menciptakn manfa’at untuk meningkatkan

kesejahteraan ekonomi para anggotanya.

Koperasi di Indonesia mempunyai dua dimensi sistem, yaitu sebagai

sistem ekonomi yang dicita-citakan, dan sebagai badan usaha yang berguna untuk

memperjuangkan kegiatan ekonomi para anggota dalam mencapai kesejahteraan

anggota. Dengan menciptakan nilai tambah bagi usaha anggota koperasi.

Sehingga anggota aktif berpartisipasi. Tingkat partisipasi anggota akan semakin

tinggi bila nilai tambah yang diperoleh semakin besar. Nilai tambah kepada

anggota bisa dicapai jika kinerja anggota koperasi itu baik. Dengan kinerja

anggota koperasi yang semakin baik, maka kemungkinan kemampuan anggota

koperasi untuk mencapai kesejahteraannya semakin besar pula. Bila upaya dan

peran koperasi untuk meningkatkan kesejahteraan para anggotanya bertambah

baik, maka partisipasi anggota dalam aktivitas dan dukungan terhadap bidang

usaha koperasinya akan semakin tinggi pula.

29

Menurut Alfred Hanel (1989) terdapat tiga tipe struktur dasar dalam

kombinasi bisnis pada koperasi primer – yang terdiri dari usaha ekonomi para

anggota dan usaha koperasi – sebagai berikut:

1) Koperasi yang beroperasi secara tradisional (traditional cooperative), adalah

koperasi yang aktivitas ekonominya ditentukan oleh persyaratan yang telah

ditetapkan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan spesifik atas jasa layanan

koperasi, sehingga koperasi didirikan sebagai badan pelaksana untuk

memenuhi kepentingan ekonomi / usaha para anggotanya.

2) Koperasi mata rantai tata-niaga (market linkage cooperative), kegiatan

ekonomi kombinasi usaha koperasi, sebagai bentuk:

(a) Kegiatan ekonomi dan hubungan usaha para anggotanya, baik dengan

koperasi maupun dengan pesaing koperasi.

(b) Kegiatan usaha Koperasi, baik dengan para anggotanya, maupun

dengan non-anggota. Dengan demikian intensitas dan frekuensi

pemanfa’atan usaha Koperasi dengan usaha ekonomi tiap anggotanya

hampir sma dengan hubungan pasar biasa.

3) Koperasi yang terpadu atau terintegrasi (integrated cooperative) memiliki

aktivitas ekonomi yang merupakan ‘kombinasi usaha koperasi’ dengan

sebagian atau seluruh fungsi manajemen usaha para naggotanya. Anggota

cenderung mengharapkan bantuan penyelesaian masalah yang dihadapinya,

karena kurangnya informasi yang anggota ketahui. Koperasi ini beroperasi

secara efisien, karena peningkatan kemampuan para anggotanya secara

30

menyeluruh dapat menghasilkan inovasi dan perubahan serta perkembangan

sosial-ekonomi yang baik.

Hal ini lebih dipertegas dengan pandangan yang mengatakan bahwa dari

substansinya, koperasi merupakan suatu sistem sosial ekonomi yang bersifat

terbuka yang berorientasi pada tujuan kesejahteraan anggota (Rully Indrawan,

2004;17). Namun disisi lain sebagai suatu organisasi ekonomi, pada hakekatnya

koperasi juga memanfa’atkan sumber daya yang ada secra efisien hrus mencapi

tingkat operasi yang efektif, dengan manajemen profesional.

Mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kinerja manajemen koperasi,

Alfred Hanel (1989) mengungkapkan tidak lepas dari manfa’at yang akan

diperoleh anggota sebagai pemilik dan pelanggan, antara lain promosi anggota

(member promotion), sukses anggota (member success) dan sukses

pengembangan(development success).

1) Promosi anggota (member promotion). Keberhasilan koperasi selain

diukurdengan profitabilitasnya untuk menghasilkan SHU, juga dari

keberhasilannya dalam mempromosikan ekonomi anggota. Istilah Promosi

Ekonomi Anggota (PEA) adalah istilah yang dipakai dalam Pernyataan

Standar Akuntansi Koperasi (PSAK) No. 27 tahun 1999 yang dirumuskan

oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI). Tugas utama koperasi adalah untuk

meningkatkan kesejahteraan ekonomi anggota, melalui penciptaan manfa’at

ekonomi. Dengan memfasilitasi pengembangan kegiatan usaha Koperasi

yang sesuai dengan kepentingan usaha anggota, diharapkan Koperasi

31

mampu menekan biaya transaksi lebih rendah dibanding dengan biaya

transaksi pesaing, serta mampu menumbuh-kembangkan permodalan.

2) Sukses anggota (member success). Kesuksesan yang diraih anggota tidak

lepas dari peran pengurus dan upaya anggota itu sendiri. Peran pengurus

dalam hal ini tercermin dalam pemberian pelayanan yang baik terhadap

kebutuhan anggota, mengikut sertakan dalam pelatihan-pelatihan yang

berkaitan dengan usaha anggota, membantu memasarkan produk terkait

dengan koperasi sebagai captive market, pelayanan bantuan permodalan,

meningkatkan skala ekonomi usaha anggota dan lain sebagainya sehingga

terjadi peningkatan ekonomi rumah-tangga anggota. Sedangkan peran

anggota dalam koperasi adalah aktif berpartisipasi dalam hal memanfa’atkan

layanan koperasi (sebagai pemilik). Disamping itu perlu mengupayakan

harga barang yang lebih rendah baik untuk bahan baku maupun barang

konsumsi, biaya layanan yang lebih rendah, dan pendapatan anggota yang

lebih tinggi.

3) Sukses pengembangan koperasi (development success). Kebijakan

Pemerintah dalam memberdayakan koperasi dan UMKM, berorientasi untuk

mengdukung pengurangan tingkat kemiskinan dan kesenjangan,

memperluas kesempatan dan lapangan kerja dengan perbaikan sistem

insentif guna memotivasi pertumbuhan wirausaha baru berbasis teknologi

serta upaya meningkatkan ekspor, merevitalisasi sektor pertanian dan

pedesaan, yang menjadi prioritas pembangunan nasional.

32

4) Guna mencapai tujuan pemberdayaan koperasi tersebut, Bayu Krisna Murti

(2002) mengemukakan beberapa faktor yang menjadikan koperasi tetap

eksis dan berkembang bila: (1) Terdapat perbaikan ekonomi secara mandiri

yang tumbuh dari kebutuhan kolektif anggota. (2) Kebebasan dan otonomi

anggota untuk membentuk organisasi. (3) Terwujudnya proses pemahaman

atas prinsip dan jati diri koperasi. (4) Terbangunnya kesadaran dan kejelasan

dalam menentukan keanggotaan koperasi. (5) Terdapatnya kemampuan

Koperasi untuk menekan biaya. (6) Terwujudnya kesesuaian antara faktor-

faktor di atas dengan nilai-nilai yang berlaku dan karakteristik masyarakat

sekitar atau para anggota Koperasi.

2.1.3 Manajemen Inovasi (Middle Theory)

Manajemen inovasi adalah pengelolaan dan pengorganisasian suatu

proses yang dilakukan melalui penelitian dan pengembangan perusahaan,yang

berupa respon terhadap kesempatan eksternal atau internal melalui upaya kreatif

guna menciptakan ide-ide, proses maupun produk baru perusahaan.

Konsep manajemen inovasi yang berkembang sejak awal pasca Perang

Dunia II terbagi dalam empat generasi / masa perkembangan (Rothwell, 1994;

Niosi, 1999; Liyanage dkk, 1999; dan Miller, 2001):

1) Generasi I (1950-1960), menekankan untuk menghasilkan produk inovatif

technology push oriented, /radical innovation.

2) Generasi II (1960-1970), Divisi R&D multidisiplinmencakup marketing dan

financial.Sehingga innovasi yang dihasilkan cenderung (pengembangan

produk).

33

3) Generasi III (1970-1990). Pendekatan inovasi mengkombinasikan strategi

“market pull” dengan “technological push”,(inovasi produk dan proses

4) Generasi IV (1990-2000). Yang dipengaruhi perkembangan teknologi,

informasi, dan komunikasi dengan metode team dan project-based structures.

Open innovationdilakukan denganberfokus pada innovation alliance, paralel,

dan terintegrasi sehingga menciptakan innovation to New Business

Development (NBD) yang berorientasi konsep contextual innovation

berdasarkan permasalahan atau kondisi yang berlaku pada saat itu.

Menurut Peter F.Drucker (1985) bahwa inovasi harus memiliki

tujuan yang jelas dan kewirausahaan pun harus dikelola dengan baik. Inovasi

sebaiknya didesentralisasikan, khususnya harus bersifat otonom, spesifik dan

dalam lingkup mikro-ekonomi. Inovasi sebaiknya mulai dari hal kecil, bersifat

sementara dan mudah menyesuaikan diri.

2.1.4 Kewirausahaan dan Kewirausahaan Koperasi (Middle Theory)

Menurut Yuyus Suryana dan Kartib Bayu (2010) secara harfiah,

kewirausahaan berasal dari kata wira ( yang berarti utama, luhur, teladan, gagah,

berani, atau pejuang) dan kata usaha (yang bermakna aktivitas yang dilakukan

secara berkelanjutan dalam mengelola sumber daya dalam upaya menghasilkan

barang dan jasa yang akan dipasarkan guna memperoleh keuntungan).Dengan

demikian wirausaha ialah pejuang yang menjadi teladan dalam bidang usaha.

Entrepreneurship (bahasa inggris) atau kewirausahaan berasal dari

bahasa Perancis entereprende, yang berarti pencipta, atau pengelola usaha.

34

Awalnya diperkenalkan oleh Rihard Cantillon) (1755), untuk mendeskripsikan

para pengusaha transformasional yang mampu mengelola secara optimal berbagai

sumber daya ekonomis dan peningkatan produktivitasnya. Suparman (2003),

mengungkapkan masalah Kewirausahaan di Indonesia sekarang ini masih belum

menggembirakan. Apa hasil yang telah dicapai selama 73 tahun Indonesia

merdeka? Padahal kekayaan negara ini luar biasa, terutama yang berkaitan dengan

kekayaan alam (darat, laut, udara), dan jumlah sumber daya manusia (SDM).

Dibandingkan dengan pengusaha di negara tetangga, pengusaha di tanah air hanya

sedikit, sehingga kontribusi dari pajak pun sedikit, dan kekayaan alam banyak

tidak terolah. Hal ini juga karena kelemahan SDM sendiri yang sering mengulur-

ulur waktu, tidak disiplin. Sehubungan dengan itu, kewirausahaan, biar

“terlambat” harus diajarkan untuk membentuk wirausaha baru, karena kelak para

pengusaha itulah calon pembayar pajak.

Menurut Peter F. Drucker (1985), seorang wirausaha menghadapi

tantangan yang tidak dapat diabaikan, yang perlu dimanfa’atkan sebagai peluang,

yaitu perlunya terus-menerus belajar dan mempelajari kembali. Asumsi yang

benar dalam suatu masyarakat wirausaha adalah bahwa setiap individu akan harus

mempelajari sesuatu yang baru dan mengarahkan diri mereka sendiri segera

setelah mencapai usia dewasa. Apa yang telah dipelajari seseorang sampai usia 21

tahun, segera akan menjadi usang lima atau sepuluh tahun kemudian dan akan

harus digantikan atau sekurang-kurangnya diperbaharui lagi dengan pelajaran

baru, keterampilan baru, dan pengetahuan baru. Menurut Drucker (1985) lebih

lanjut, masyarakat wirausaha tidak boleh lagi berasumsi bahwa yang mereka

35

pelajari pada masa kanak-kanak dan masa remaja akan menjadi “dasar” bagi

seluruh kehidupannya. Semua itu hanya akan menjadi landasan untuk tinggal

landas, bukan sebagai tempat untuk berdiri dan berhenti. Oleh karena itu, bagi

para manajer perusahaan, para dokter, para guru, sebaiknya berasumsi, bahwa

keterampilan, pengetahuan serta alat-alat yang harus mereka kuasai dan terapkan

di masa mendatang, akan sangat berbeda dan baru, bahkan seringkali individu

pembelajar menempuh karir yang berbeda. Semakin tinggi pendidikan individu

tersebut, maka kewirausahaan dalam berkarirnya akan semakin meningkat dan

tuntutannya untuk belajarnya pun akan semakin besar pula.

Dengan demikian, kewirausahaan atau (entrepreneurship) merupakan:

sebuah proses dinamika yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan sekaligus

kekayaan, serta pentingnya untuk selalu belajar dan mempelajari kembali segala

sesuatunya, untuk hasil yang lebih baik.

Kewirausahaan dalam koperasi (kewirakoperasian) menurut Ropke

(1990) dapat dilakukan baik oleh manajer koperasi (wirausaha manajer) maupun

para anggota koperasi dalam peranannya sebagai manajer dari usaha rumah-

tangga anggota (wirausaha anggota). Kewirakoperasian adalah pola pikir yang

menjadi landasan koperasi yaitu:

1) Pola pikir/ mindset yang selalu mencari peluang-peluang baru dalam

meningkatkan kesejahteraan anggota melalui peningkatan usaha dari unit

usaha koperasi dalam menciptakan manfaat bagi customer(kasus koperasi

pemasaran)

36

2) Peluang-peluang tersebut dikaji oleh tim yang terdiri dari: pengurus,

pengelola dan perwakilan dari kelompok-kelompok anggota yang secara

periodik mengadakan urun rembug untuk mengevaluasi kinerja koperasi dan

menciptakan peluang baru atau memecahkan masalah-masalah yang

dihadapi secara kreatif. (Urun rembug adalah salah satu metode untuk

mendorong kreativitas yang paling cocok bagi koperasi).

3) Rumus kewirakoperasian yang diemban oleh tim (pengurus, pengelola dan

pewakilan kelompok, maupun anggota koperasi) adalah fungsi dari

kreatifitas, rasa memiliki, harapan untuk perubahan dan komitmen.

Kewirakoperasian = f (Kreativitas, Rasa memiliki, Harapan perubahan,

Komitmen)

Kewirakoperasian = pola pikir untuk selalu mencari peluang-peluang baru

untuk mensejahterakan anggota, tergantung kepada:

1) Semakin tinggi tingkat kreativitas, semakin tinggi tingkat kewirakoperasian

anggota koperasi, karena itu harus dipolakan untuk mengadakan acara-acara

pelatihan/ penguasaan teknik-teknik kreativitas

2) Kepemilikan (rasa memiliki organisasi yang akan mensejahterakan anggota

koperasi). Semakin tinggi dan nyata, rasa kepemilikan semakin tinggi

kewirakoperasian.

3) Perubahan untuk mencapai keadaan yang lebih baik yaitu tingkat

kesejahteraan anggota. Semakin tinggi harapan mencapai perbaikan semakin

tinggi kewirakoperasian.

37

4) Komitmen atau ketetapan untuk menindaklanjuti gagasan yang telah

disepakati bersama. Semakin tinggi komitmen semakin tinggi

kewirakoperasian.

2.1.5 Pengertian Koperasi

Menurut etimology, Koperasi berasal dari Bahasa Latin coopere atau

cooperation (bahasa Inggris). Co berarti bersama dan operation maknanya

bekerja atau berusaha. Dengan demikian cooperation berarti bekerja atau

berusaha secara bersama-sama, demi kepentingan dan perolehan manfa’at

bersama.

Menurut terminologi International Cooperative Alliance (ICA), Koperasi

adalah asosiasi individu (orang-orang) yang secara sukarela berhimpun, berserikat

untuk mencapai tujuan bersama dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya

melalui usaha yang didirikan, dimiliki dan dikendalikan secara bersama dan

bersifat demokratis.

Koperasi menganut nilai-nilai koperasi yang telah ditetapkan oleh ICA

(International Cooperation Alliance) yaitu: kemandirian, bertanggung-jawab atas

diri sendiri, demokratis, kesetaraan, ekuitas dan solidaritas.Juga harus menerapkan

prinsip-prinsip koperasi berikut ini:

1) Keanggotaan yang sukarela dan terbuka

2) Pengendalian anggota secara demokratis

3) Partisipasi ekonomi anggota

4) Otonomi dan kebebasan

5) Penekanan pada bidang pendidikan

6) Pelatihan dan informasi

7) Kerjasama antar koperasi

38

8) Kepedulian terhadap komunitas, masyarakat.

Jenis-jenis koperasi, mencakup:

- Koperasi Pegawai

: Koperasi yang dimiliki oleh para pegawainya

- Koperasi Konsumen : Anggota koperasi adalah para konsumen usaha

koperasinya

- Koperasi Produsen : Anggota koperasi adalah produsen independen

yang membentuk konsorsium untuk mengurangi

harga tetap dalam kaitannya dengan distribusi

atau pemasaran.

- Koperasi Komunitas : Para anggotanya merupakan komunitas lokal

yang memiliki tujuan yang sama

Sumber: AlfredHanel, 1989

Menurut Ropke (2003), Richard Kohl dan Abrahamson

mengemukakan bahwa Koperasi adalah badan usaha yang kepemilikan dan

pelanggan / pengguna jasanya merupakan anggota koperasi itu sendiri.

Demikian pula bahwa yang melakukan pengawasan /pengendalian terhadap

koperasi juga adalah mereka yang menggunakan jasa /layanan badan usaha

yang didirikannya itu.”

Menurut Undang-Undang Perkoperasian Nomor 25 Tahun 1992

“Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh b e b e r a p a orang secara

individual atau badan hokum koperasi,dengan pemisahan kekayaan para

anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha ,yang memenuhi aspirasi

dan kebutuhan bersam di bidang ekonomi,sosial,dan budaya sesuai dengan

nilai dan prinsip koperasi”.

39

Koperasi adalah lembaga demokrasi ekonomi dan sosial milik

bersama para anggotanya. Usaha koperasi diatur sesuai dengan aspirasi dan

kepentingan para anggota, melalui permusyawarahan dalam rapat anggota.

Koperasi juga dipandang sebagai sarana usaha bersama untuk

membangun dan mengembangkan potensi atas dasar azas kekeluargaan,

demokrasi ekonomi dan sosial serta kesejahteraan anggota secara khusus dan

masyarakat pada umumnya, sehingga terbangun perekonomian rakyat sebagai

dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional.

2.1.6 Program Anggota

2.1.6.1 Konsep Program Anggota

Mengenai konsep program anggota, Ropke mengungkapkan, bahwa

program anggota adalah ragam kegiatan usaha yang ditetapkan oleh anggota

koperasi (seperti memasok input ke koperasi, membelibarang-barang konsumsi

dari koperasi, menjual hasil produksi anggota ke koperasi, dan sebagainya).

Alfred Hanel (1985)menyatakan bahwa untuk menyelaraskan dengan

usulan program anggota, pada awal masa kerja Manajemen koperasi menyusun

Forderplan (program atau rencana pelayanan) terkait dengan usaha dan

kepentingan anggota koperasi. Sedangkan pada akhir masa kerja koperasi perlu

mengerjakanForderbilanz(neraca pelayanan) untuk mengevaluasi sejauhmana

program layanan koperasi dapat dilaksanakan. Keterkaitan usaha anggota dengan

usaha koperasi dan kualitas layanan terhadap anggota, semestinya menjadi

prioritas.

40

Widiyoko (2009)memberi makna program sebagai ragam kegiatan yang

direncanakan dan dilaksanakan dalam proses yang berkelanjutan dalam organisasi

yang melibatkan orang banyak.

Sehubungan dengan Program koperasi, Besanko (1996) berpendapat

bahwa koperasi idealnya berperan sebagai cost driver dan benefit driver bagi

anggotanya. Oleh karena itu koperasi perlu menerapkan strategi biaya rendah dan

strategi keunikan layanan (Michael Porter, 1985) dalam upayanya

mempromosikan kepentingan anggota.

Benefit ini dapat diantisipasi dan disusun bersama oleh para anggot

koperasi, dan dituangkan dlam Program-program Layanan Koperasi, kemudian

disahkan dengan menempuh tahapan penyusunan:

1) Temu kenal aktivitas bisnis/ekonomi anggota.

2) Perumusan masalah ekonomi yang dihadapi oleh sesame anggota.

3) Menentukan pilihan solusi terbaik yang disusun menjadi dasar pilihan

program layanan koperasi

4) Pengesahan rencana program target/kriteria keberhasilan monitoring dan

evaluasi kinerja oleh Rapat Anggota

Program dalam konteks dan artian yang lebih umum, seperti One Village

One Product merupakan salah satu program yang dibuat pemerintah dalam upaya

mensukseskan gerakan masyarakat sadar koperasi. Program ini diterapkan pada

koperasi untuk mengembangkan potensi suatu wilayah dengan mengembangkan

komoditas yang merupakan ciri khas dari wilayah tersebut. Untuk itu kerjasama

antara pemerintah, koperasi dan masyarakat yang berkecimpung langsung dalam

41

kegiatan usaha yang akan dikembangkan dalam program ini, harus dikelola dan

dilaksanakan dengan baik mengingat tujuan utama program adalah peningkatan

kesejahteraan anggota koperasi serta masyarakat secara keseluruhan.

Hal ini juga menunjukkan fleksibilitas koperasi sebagai bentuk organisasi

dan menggambarkan bagaimana koperasi dapat digunakan dalam inisiatif

pengembangan masyarakat sendiri sebagai cara untuk menciptakan bisnis yang

dimiliki dan dikendalikan oleh masyarakat lokal, dan memberikan alternatif

terhadap strategi pembentukan bisnis yang lebih sesuai dengan budaya tradisional.

Koperasi dapat dan telah didirikan di hampir setiap sektor dalam

perekonomian. Koperasi juga bisa menyerap sumber daya modal masyarakat yang

mereka bangun dan pantau, terutama di daerah perkotaan atau pedesaan yang

mengalami penurunan aspek sosial atau ekonomi. Oleh karena itu, seperti strategi

pengembangan masyarakat lainnya, pertimbangkan pula aspek manfa’at dan biaya

pembentukan koperasi tersebut. Para ilmuwan dan praktisi pengembangan

masyarakat dapat memanfa’atkan berbagai sumber daya melalui lembaga swadaya

pengembangan koperasi, dewan koperasi nasional, pusat inkubator bisnis

universitas, dan program-program pendidikan dan penyuluhan yang di

selenggarakan oleh Pemerintah melalui Balatkop, dan kerjasama dengan lembaga

lainnya.

Konsep program anggota dalam penelitian ini, yaitu program yang secara

khusus diinisiasi serta diputuskan secara bersama-sama oleh para anggota

Koperasi selaku pemilik usaha rumah-tangga anggota dan pemilik koperasi

sekaligus, sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi usaha para anggota yang perlu

42

difasilitasi oleh Koperasi.

Tabel 2.1

Konstruk Program Anggota

No Para ahli Definisi

1

.

Jochen Ropke (1989) Program aktivitas usaha inti yang dipilih

para anggota Koperasi (misalnya menjadi

pemasok/input ke Koperasi,

membelibarang-barang konsumsi dari

Koperasi, menjual hasil produksi anggota

ke Koperasi, dan sebagainya).

2 Alfred Hanel (1989) Kegiatan dengan perspektif jangka

panjang untuk memecahkan masalah

usaha yang timbul.

3

.

Widiyoko (2009)

Perencanaan program aktivitas yang

dilaksanakan dan berproses secara

berkelanjutan.

Konstruk Program Anggota Kegiatan usaha (program usaha)

mendasar dan serangkaian kegiatan

(program kerja) yang direncanakan

dengan seksama yang dipilih oleh

anggota koperasi yang dilaksanakan

secara berkelanjutan dalam proses dan

memiliki perspektif jangka panjang

(seperti memasok input ke koperasi,

membelibarang-barang konsumsi dari

koperasi, menjual hasil produksi anggota

ke koperasi, dan sebagainya).

Sumber : dikutip dari berbagai sumber, 2018

43

2.1.6.2 Pengukuranvariabel Program Anggota

Pada penelitian ini pengukuran variabel Program Anggota,

menggunakan:

a. Program Kerja dan Program Usaha:

(1) Program Kerja anggota Koperasi yang merupakan rangkaian kegiatan

kerja anggota sesuai dengan kebutuhan anggotaKoperasi

(2) Program Usaha anggota Koperasi adalah kegiatan yang terkait dengan

pengelolaan usaha rumah-tangga anggota Koperasi

(3) Kebijakan/ keputusan Manajemen Koperasi yang mendukung usaha

rumah-tangga anggotaKoperasi

b. Bidang Usaha

Bidang usaha yang merupakan jenis usaha rumah-tangga anggota

koperasi.

Tabel 2.2

Pengukuran Dimensi Program

No. Peneliti Dimensi

1 Agustina Heryati,

Fauzia Afriyani (2017) Manfaat Program

Kesesuaian Program dengan Tujuan dan

Rencana

2 Marsudi, Usman Arief,

Siti Zahrok (2011) Bentuk dan jenis program

Evektifitas program

Manfaat program

3 Zulfiandri, M. Syamsul

Ma’arif, Ilah Sailah, dan

Marimin (2012)

Kesesuaian Program dengan kebutuhan

anggota

Kemampuan pengelola dalam

menyelenggarakan program koperasi

Sumber : dikutip dari berbagai sumber, 2018

Dimensi program menurut pendapat Marsudi, Usman Arief, Siti Zahrok (2011),

terdiri dari: bentuk dan jenis program, efektivitas program dan manfaat program. Bentuk

44

dan jenis program pelatihan pengembangan manajemen koperasi di pondok pesantren

APIS lebih fokus pada pembekalan pendidikan dan pelatihan dalam mengelola kopreasi

serta pentingnya pemanfaatan teknologi komputer dan membangun jejaring untuk

mengembangkan dan memperluas segmen pasar dari koperasi pondok pesantren sehingga

keberadaan koperasi pondok pesantern juga dapat dirasakan bagi masyarakat sekitar.

Dimensi kedua terkait dengan efektivitas program pelatihan bagi para anggota

koperasi Pondok Pesantren Perguruan Islam Salafiyah dinilai sudah efektif.

Selanjutnya dimensi manfaat program pengembangan manajemen koperasi di

Pondok pesantren adalah memberdayakan anggota dan pengurus koperasi secara

umum sehingga berdampak pada peningkatan taraf hidup, sedangkan

indikatornya diukurdari bentuk dan jenis program yang sesuai dengan kebutuhan

anggota dan pengurus Kopontren, pemahaman akan pentingnya teknologi dalam

pengelolaan koperasi, monitoring dan penyuluhan program koperasisecara

berkesinambungan dan program koperasi yang bermanfaat bagi anggota.

Zulfiandri, M. Syamsul Ma’arif, Ilah Sailah, dan Marimin (2012)

menggunakan dua dimensi dalam pengukuran program yaitu kesesuaian program

koperasi dengan kebutuhan anggota dan kemampuan pengelola dalam

menyelenggarakan program koperasi. Dimensi pertama terkait dengan kesesuaian

program dengan kebutuhan anggota diperoleh hasil bahwa program pelatihan

kadang-kadang tidak sesuai dengan kebutuhan pesertanya.Agar program pelatihan

dan pengembangan ini lebih berhasil mencapai sasaran yang diharapkan dan

memiliki kesesuaian yang tinggi dengan kebutuhan pesertanya, maka penentuan

peserta pelatihan dan pengembangan sebaiknya didasarkan pada hasil analisis

individu (person analysis).

45

Dimensi kedua terkait dengan kemampuan pengelola dalam

menyelenggarakan program koperasi, dinilai sudah cukup baik dimana

fasilitator/pelatih tersebut adalah orang-orang yang kompeten dan berpengalaman

dalam bidang yang dilatih. Indikator program yang diukur dalam penelitiannya

terdiri dari sistem pelatihan kepada SDM Koperasi, kesesuaian program pelatihan

dengan kebutuhan dan arah pengembangan SDM koperasi, kesesuaian program

pelatihan dengan kebutuhan anggotanya, program berhasil memenuhi kebutuhan

anggota, kontribusi program koperasi terhadap pelaksanaan kerja, dan

kemampuan pengelola dalam menyelenggarakan program pelatihan koperasi.

Dalam penelitian disertasi ini, dimensi Program Anggota adalah program

kerja anggota, yang diukur melalui indikator: jumlah rencana kegiatan / program

kerja anggota. Dimensi program usaha anggota, yang diukur melalui indikator:

jumlah program dan bidang usaha anggota yang diukur melalui indikator bidang

usaha rumah-tangga anggota Koperasi, yang saat ini dijalankan. Dimensi program

yang sesuai dengan yang digunakan dalam penelitian ini adalah program menurut

Agustina Heryati (2017), yaitu program anggota koperasi yang sesuai dengan

tujuan dan rencana program serta peningkatan produktivitas dalam menunjang

usaha anggota.

Tabel 2.3

Pengukuran Indikator Program

No. Peneliti Indikator

1 Agustina Heryati,

Fauzia Afriyani (2017) Pemahaman pemanfaatan program

Program yang dilaksanakan dapat

memberikan informasi kepada para

anggota koperasi

Program koperasi sesuai dengan tujuan

46

No. Peneliti Indikator

dan rencana

Peningkatan produktivitas dalam

menunjang usaha anggota

2 Marsudi, Usman Arief,

Siti Zahrok (2011) Bentuk dan jenis program sangat sesuai

dengan kebutuhan anggota dan

pengurus Kopontren

Pemahaman akan pentingnya teknologi

dalam pengelolaan koperasi

Monitoring dan penyuluhan program

koperasisecara berkesinambungan

Program koperasi sangat bermanfaat

bagi anggota

3 Zulfiandri, M. Syamsul

Ma’arif, Ilah Sailah, dan

Marimin (2012)

Sistem pelatihan kepada SDM Koperasi

Kesesuaian Program pelatihan dengan

kebutuhan dan arah pengembangan

SDM koperasi

Kesesuaian program pelatihan dengan

kebutuhan anggotanya

Program memenuhi kebutuhan anggota

Kontribusi program koperasi terhadap

pelaksanaan kerja

Kemampuan pengelola dalam

menyelenggarakan program pelatihan

koperasi

Sumber : dikutip dari berbagai sumber, 2018

Dalam penelitian Agustina Heryati dan Fauzia Afriyani (2017) terdapat

empatindikator program yaitu pemahaman pemanfa’atan program koperasi,

program yang dilaksanakan dapat memberikan informasi kepada para anggota

koperasi, program koperasi sesuai dengan tujuan dan rencana program, serta

peningkatan produktivitas dalam menunjang usaha anggota, serta menurut

Zulfiandri (2012) adalah program yang mendukung pelaksanaan kerja, yang

sesuai dengan kebutuhan anggota koperasi.

Dari uraian dan penelitian terdahulu mengenai dimensi dan indikator diatas,

maka dapat ditetapkan dimensi dan indikator dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

47

Tabel 2.4

Operasionalisasi Variabel Program Anggota

Variabel Program Anggota(PA) :

Konstruk : kegiatan usaha (program usaha) mendasar dan serangkaian kegiatan

(program kerja) yang direncanakan dengan seksama,yang dipilih oleh anggota

Koperasi (seperti memasok input ke koperasi, membelibarang-barang konsumsi

dari koperasi, menjual hasil produksi anggota ke koperasi, dan sebagainya) dalam

proses yang berkelanjutan.

Dimensi Indikator

Program Kerja

Rangkaian kegiatan kerja anggota yang sesuai

dengan kebutuhan anggotaKoperasi

Program kerja anggota koperasi dirasakan

bermanfaat

Program Usaha

Kegiatan yang terkait dengan pengelolaan usaha

rumah-tangga anggota Koperasi

Kebijakan/ keputusan Manajemen Koperasi yang

mendukung usaha rumah-tangga anggotaKoperasi.

Bidang Usaha

Bidang usaha yang diusulkan anggota koperasi

untuk difasilitasi /diselenggarakan oleh koperasi,

sehingga terdapat kesesuaian dengan bidang usaha

yang dijalankan anggota

Sumber: data penelitian, diolah, 2018

2.1.7 Partisipasi Anggota

2.1.7.1 Konsep Partisipasi Anggota

Proses terjadinya partisipasi anggota dalam suatu Koperasi dimulai dari

upaya para manajer atau Pengelola untuk mengikut sertakan anggota Koperasi,

baik dalam pertemuan untuk penetapan program, membahas berbagai

permasalahan dan keputusan-keputusan dalam pengelolaan usaha, melakukan

48

kontribusi simpanan wajib, pokok, sukarela, dll sehingga terjalin kerja sama

diantara anggota Koperasi dengan anggota lainnya dan dengan kelompok-

kelompok anggota koperasi. Para manajer partisipatif senantiasa mempertahankan

tanggung jawab operasional koperasi dalam pengoperasian unit-unit usaha dan

partisipasi aktif anggota Koperasinya. Hasilnya anggota koperasi merasakan

perasaan mamiliki dan keterlibatan dalam kerjasama dan dinamika kelompok.

Konsep lain dalam partisipasi adalah memotivasi para anggota untuk

memberikan dukungan. Partisipasi berbeda dengan “persetujuan” yang hanya

menggunakan kreativitas manajer, membawa gagasan-gagasan untuk disetujui

oleh anggota, namun tidak memberdayakan. Partisipasi lebih dari sekedar

memberikan persetujuan untuk sesuatu yang akan diputuskan, karena

menstimulasi kreativitas seluruh anggota. Tujuan Partisipasi yang utama adalah

memperbaiki motivasi dengan membantu anggota memahami dan memperjelas

alur-alur sasaran.

Informasi mengenai kebutuhan yang dirasakan, kepentingan dan tujuan

para anggota koperasi, mengenai kesanggupan potensi para anggota untuk

bekerjasama dan mengenai preferensi serta persepsi risikonya, dapat diperoleh

melalui partisipasi. Demikian pula, motivasi dan kompetensi para anggota untuk

meningkatkan kerjasama, dan kecenderungannya untuk menerapkan inovasi pada

usaha rumah-tangga anggota sendiri, akan bertambah (Alfred Hanel, 1989).

49

Tabel 2.5

Konstruk Partisipasi Anggota

No Para ahli Definisi

1. Gray, Thomas W.,

Charles A. Kraenzle,

(1998)

Partisipasi anggota dalam Koperasi dapat

diwujudkan dengan cara berbeda, seperti:

patronase ekonomi, menghadiri

pertemuan, memilih Pengurus, Pengawas,

dan/atau merekrut anggota baru.

2. Ropke (2000) Partisipasi adalah suatu proses dimana

anggota berperanserta menerapkan

gagasan berkoperasi. Melalui

peransertanya anggota

mengisyaratkankepentingan dn

kesepakatan untuk mengelola sumber-

sumber daya, pengambilan keputusan dan

pengendalian dalam koperasi.

3 Alfred Hanel (1989) Proses dan peran serta aktif anggota

koperasi dalam: penetapan tujuan,

evaluasi dan pengawasan dalam upaya

meningkatkan layanan, koordinasi tujuan

secara integratif, dan penyelarasan

konflik-konflik yang mungkin ada.

4 Konstruk Partrisipasi

Anggota

Partisipasi adalah suatu proses dimana

sekelompok orang (anggota) berperan

serta secara aktif untuk melaksanakan

gagasan berkoperasi mellui keaktifannya

dalam menyatakan pendapat dan

aspirasinya, pengelolaan sumber daya

bersama, serta pengambilan

keputusanyang diimplementasikan serta

dievaluasi.

Sumber : dikutip dari berbagai sumber, 2018

Dengan demikian jika partisipasi dilakukan oleh anggota Koperasi, maka

kebijakan Koperasi akan semakin terarah, karena tidak didasarkan atas

dugaantentang keinginan anggota saja, melainkanatas dasar kepentingan anggota

secara riil, melalui upaya peransertanya. Pandangan tersebut diatas bisa difahami

bahwa partisipasi akan terlaksana jika terdapat kesesuaian dari harapan anggota

50

(kebutuhan, kepentingan anggota) dengan program layananKoperasi. Jochen

Ropke (2000:62) mengilustrasikan keterkaitan aspek-aspek tersebut dalam bentuk

kesesuaian (fits model) sebagai berikut

Gambar 2.5

Efektivitas Partisipasi

Sumber: Jochen Ropke (2000:62)

Gambar tersebut menunjukkan kesesuaian(fit) antara kepentingan/

kebutuhan anggota dengan program, antara kepentingan / kebutuhan anggota

dengan kompetensi Manajemen dan antara Program dengan kompetensi

Manajemen. Menurut Ropke (2000:63) kesesuaian antara anggota (penerima

manfaat) dengan Program, adalah kesesuaian antara kepentingan / keinginan

(needs and wants) anggota dengan output Program berupa bidang usaha /

51

layanan yang ditawarkan oleh Koperasi. Kedua kesesuaian antara kepentingan /

kebutuhan anggota dengan keputusan / kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak

Manajemen Koperasi. Ketiga, kesesuaian antara kemampuan / kompetensi

pengelola koperasi dalam melaksanakan tuntutan tugas dari Program, sehingga

kemudian terbangun efektivitas partisipasi yang timbul dari ketiga pihak yang

berkepentingan.

Partisipasi mendorong anggota untuk berprodses social dengan

penerimaan tanggung jawab dalam aktivitas bersama dan berupayamencapai

kesuksesan dalam melaksanakan kegiatannya, sehingga Koperasi dianggap

sebagai milik sendiri. Demikian pula dengan masalah pekerjaan, dalam arti

muncul rasa memiliki, partisipasi menjadikan kontribusi anggota Koperasi lebih

baik, terarah dan efektif.

Disisi lain secara operasional, partisipasi anggota dalam proses perumusan

kebijakan dan pengambilan keputusan, pelaksanaan kegiatan usaha, dan

partisipasi dalam mekanisme pengawasan merupakan wujuddemokrasi dan

watak sosial yang tercermin dalam prinsip Koperasi itu sendiri.

Menurut Ropke, (2000:61) peranserta dalam koperasi yang

tercermindalam prinsip identitas, dapat tercapai bila layanan yang ditawarkan

oleh lembaga Koperasi fiz (‘sesuai’)apa yang menjadi kepentingan serta

kebutuhan para anggota koperasi. Partisipasi dalam koperasi dapat dibedakan

dalam tiga jenis partisipasi, yang meliputi partisipasi:

1) Dalam kontribusi atau pergerakkan sumber-sumber daya yang dimiliki

anggota.

52

2) Dalam pengambilan keputusan melalui (perencanaan, implementasi/

pelaksanaan dan pengendalian program serta pemilihan Badan Pengurus,

dan Pengawas).

3) Partisipasi anggota dalam menikmati manfaat serta layanan/ jasa Koperasi,

sehingga anggota tidak berbelanja atau melakukan transaksi dengan

lembaga lain (pesaing), tentunya untuk produk yang sama, yang ditawarkan

oleh koperasi.Ketiga jenis partisipasi tersebut memiliki keterkaitan erat

dalam pencapaian tujuan. Keterkaitan dimaksud dapat diilustrasikan seperti

adalah sebagai berikut:

Gambar 2.6

Jenis-jenis Partisipasi

Sumber-sumber daya

(Kontribusi Modal dan

Gagasan)

Partisipasi Pengambilan Keputusan

Manfaat

(Jasa / layanan dan SHU)

Sumber: Ropke, 2000:61

Dengan memperhatikan gambar tersebut, tampak bahwa partisipasi

anggota terdiri dari keikutsertaan anggota dalam proses pengambilan keputusan,

menetapkan kebijakan, dan usaha koperasi,peranserta dalam pengawasan atas

jalannya usaha koperasi, pemupukan permodalan serta, pemanfaatan layanan

usaha dan menikmati sisa hasil usaha (SHU). Demokrasi ekonomi sebagai wujud

53

partisipasi anggota yang terlaksana dalam Koperasi merubah salah satu sendi dasar

dan karakteristik yang sesuai dengan dimensi Partisipasi dalam penelitian ini,

yaitu anggota menerima manfa’at dari kegiatan partisipasinya.

Manfa’at dan Proses Partisipasi

Partisipasi sudah terbukti memberikan berbagai manfaat dalam beragam

jenis Koperasi. Sebagian bersifat langsung; yang lain bersifat tidak langsung.

Partisipasi pada umumnya membawa keluaran (output) lebih banyak dengan

mutu yang lebih baik. Di dalam jenis Koperasi tertentu, perbaikan mutu

memerlukan pemupukan modal dalam partisipasi. Anggota sering kali membuat

usul-usul untuk perbaikan mutu dan kuantitas, meski tidak semua gagasan itu

dapat diaplikasikan / bermanfaat, namun tetap bertujuan untuk menghasilkan

perbaikan jangka panjang.

Partisipasi bertujuan untuk meningkatkan motivasi anggota Koperasi

agar terlibat dalam aktivitas partisipasi lainnya, seperti dalam proses

pengambilan keputusan, sehingga anggota merasa puas karena inspirasinya

diakui dan kinerja anggota Koperasi dirasakan baik. Kinerja yang baik

seringkali mengurangi konflik dan stress, sehingga komitmen untuk mencapai

sasaran semakin meningkat. Akhirnya, tindakan partisipasi dengan sendirinya

memerlukan komunikasi yang lebih baik, dalam mendiskusikan permasalahan

pekerjaan satu sama lain. Tujuan manajemen adalah untuk menyediakan

informasi tentang keuangan dan operasi koperasi yang perlu ditingkatkan, dan

dalam hal penyediaan informasi ini memungkinkan anggota untuk membuat

usulan-usulan yang lebih baik khususnya yang berkaitan dengan kualitas

54

Kinerja Anggota Koperasi. Hasil yang dicapai jelas menunjukkan bahwa

partisipasi mempunyai efek sistemik yang luas yang mempengaruhi bermacam

outputKoperasi. Berikut ini dikemukakan suatu model yang sederhana dari

proses partisipasi (Gambar 2.6 yang menunjukkan bahwa di dalam banyak

program, situasi partisipatif mengakibatkan keterlibatan mental dan emosional

yang secara umum mendatangkan Kinerja yang baik bagi organisasi.

(Newstrom W John and Keith Davis, 1997;233)

Gambar 2.7

Proses Partisipasi

Sumber: Newstrom W John and Keith Dasvis (1997;233)

Membahas teori yang berhubungan dengan partisipasi, diperoleh

gambaran bahwa:

1) Partisipasi yang timbul karena tuntutan adanya kebutuhan terhadap

pekerjaan (Yip ; 2003).

Perticipative

programs

Situation

Involvement

Mental

Emotional

Outcomes

Organization

:

Higher output

Better quality

Creativity

Innovation

Employees:

Acceptance

Self-efficacy

Less stress

Satisfaction

55

2) Teori Pertukaran pola penguatan ,imbalan dan biaya yang

menyebabkan orang melakukan kegiatan. Homans (dalam Ritzer dan

Goodman, 2003:92)

3) Teori Kedekatan Wilayah Tempat Tinggal

Semakin dekat tempat tinggal anggota dari koperasi, maka semakin

dekat kemungkinan terjadinya interaksi dan transaksi dengan Koperasi. Anggota

koperasi tidak semestinya memiliki tempat tinggal yang berdekatan, akan tetapi

syarat utama menjadi anggota koperasi adalah memiliki kesamaan kepentingan

ekonomi. Fenomena di lapangan menunjukkan bahwa terjadi interaksi sosial antar

anggota Koperasi dengan Pengurus / Pengelola, karena kedekatannya dengan

tempat usaha atau tempat tinggal anggota. Partisipasi anggota Koperasi diperlukan

dalam pengambilan keputusan didasarkan pada pertimbangan bahwa kondisi

lingkungan berubah sangat cepat dan terjadi setiap saat, kapan dan dimana saja.

Oleh karena itu sebagai pemimpin, memerlukan dukungan informasi yang cukup

tersedia setiap saat diperlukan dalam proses pengambilan keputusan (Among

Vroom & Yetton dalam, Victor H Vroom., Arthur G. Jago. (2007;32).

Salah satu cara untuk memotivasi anggota Koperasi agar

berpartisipasi adalah dengan menyesuaikan program Koperasi dengan

program yang merupakan kebutuhan /kepentingan anggota koperasi. Cara ini

sangat mudah menarik anggota untuk berpartisipasi secara efektif serta mudah

untuk mencapai tujuan. Cara tersebut perlu disertai dengan pengarahan mengenai

bentuk partisipasi yang akan dilaksanakan oleh anggota dan hasil apa yang

diharapkan dari partisipasi anggota Koperasi tersebut (Bichari, 2000:1). Upaya

56

ini diakui sebagai media untuk meningkatkan partisipasi (Gebhardt, Hein rici,

Pavan. 2003:5).

Selain beberapa teori tentang partisipasi tersebut diatas, Ropke

(2000; 45) mengemukakan beberapa hal yang berkaitan dengan terjadi atau

tidaknya partisipasi anggota Koperasi, adalah karena:

1) Konflik kepentingan. Secara teori bahwa peranan partisipasi adalah

sebagai alat dalam mencapai tujuan dan kinerja koperasi. Namun perlu

diakui bahwa hal ini tidak sepenuhnya sesuai dengan fenomena empirik.

Persoalan yang paling mendasar adalah tentang pertanggungjawaban

(accountability) Koperasi. Apakah pengambilan keputusan seluruhnya

berorientasi pada kepentingan anggota ataukah kepada kepentingan

pihak lain seperti Pengurus, Pengelola (manajer) atau Pemerintah.

Uphoff (dalam Ropke. 2000;47) Selanjutnya Rully Indrawan (2004;63)

mengemukakan bahwa masalah-masalah tersebut diatas akan sangat

mempengaruhi efektivitas partisipasi anggota mengingat kondisi-kondisi

tersebut akan menciptakan pertentangan tajam antara anggota dengan

Pengurus, yang selanjutnya akan menciptakan disintegrasi sehingga akan

menciptakan sistem manajemen “satu tangan” oleh Pengurus, atau Pengelola

yang pada akhirnya anggota akan bersifat apatis sehinga enggan

berpartisipasi.

2) Biaya partisipasi.

Menurut Ropke (2000;52) biaya partisipasi dipengaruhi oleh sumber

daya, energy dan waktu yang secara langsung dipergunakan oleh anggota,

57

Pengelola dan Pengurus koperasi, untuk melakukan kegiatan dalam

koperasi. Oleh sebab itu merupakan sesuatu yang mahal bagi yang

melakukan partisipasi secara sukarela guna memenuhi kewajiban

terhadap Koperasi. Besar kecilnya biaya partisipasi tergantung pada

beberapa hal: (1) Ukuran koperasi, semakin besar ukuran suatu

koperasi, akan menyebabkan semakin tinggi biaya partisipasi, (2)

semakin heterogenstruktur keanggotaan, Koperasi akan semakin tinggi

biaya transaksi anggota untuk berpartisipasi, (3) jumlah fungsi

kegiatan, dengan meningkatnya jumlah fungsi (kegiatan) koperasi maka

akan lebih rendah tingkat partisipasi anggota pada masing-masing

kegiatan tersebut.

Konsep lain tentang partisipasi anggota secara teoritis

berhubungan dengan kedudukan strategis anggota sebagai pemilik, dan

pelanggan koperasinya (identitas ganda). Dengan demikian anggota Koperasi,

paling tidak secara teori,dapat mempengaruhi/ mengendalikan manajemen,

mengemukakan kritik mengenai pelayanan dan lain-lain, karena kedudukan dan

peranannya selaku pemilik (Ropke, 2000;47). Pendapat serupa dikemukakan

Alfred Hanel (1989) Kinerja koperasi yang baik akan memberikan manfaat hagi

pemilik Koperasi dan sebagai timbal baliknya anggota ini akan

mengakselerasipartisipasi aktif anggota selanjutnya.

Peran identitas ganda tersebut membedakan berbagai dimensi

partisipasi anggota yang meliputi:

58

1) Berkaitan dengan kedudukan anggota sebagai pemilik, anggota

berkontribusi dalam memupuk permodalan melalui penyertaan modal

atau saham; dalam pengambilan keputusan utuk menetapkan kebijakan

program dan pengendalian kegiatan Koperasi baik dalam bidang

usahanya maupun sebagai lembaga.

2) Berkaitan dengan kedudukan anggota sebagai pelanggan/pengguna jasa

Koperasi, para anggota memanfaatkan beragampotensi yang ditawarkan

Koperasi yang sesuai dan mendukung pemenuhan kepentingan para

anggota.

Koperasi di Indonesia mempunyai dua dimensi, yaitu sebagai sistem

ekonomi yang dicita-citakan, dan sebagai badan usaha yang bermanfaat untuk

memperjuangkan kegiatan ekonomi rumah-tangga para anggota dalam mencapai

kesejahteraannya. Keberhasilan Koperasi dalam mensejahterakan anggotanya

dinilai dari kemampuan Koperasi tersebut dalam menciptakan nilai tambah bagi

usaha Koperasi yang dikembalikan manfaatnya kepada anggota (promosi ekonomi

anggota) melaluipatronage refund (Sisa Hasil Usaha). Demikian pula anggota

akan memperoleh manfa’at dan nilai tambah bila bersedia untuk melakukan

partisipasi dalam koperasinya.. Nilai tambah kepada anggota bisa diberikan jika

Kinerja Koperasi itu baik. Oleh sebab itu, semakin meningkat Kinerja koperasi,

maka akan lebih besar pula kemampuan koperasi dalam mensejahterakan para

anggotanya. Dengan meningkatnya peran koperasi dalam memperbaiki

kesejahteraan anggotanya, maka akan meningkat pula partisipasi anggota dalam

berbagai aktivitas dan transaksinya, dalam usaha Koperasi.

59

Dengan demikian Koperasi memiliki keunggulan komperatif dibanding

bentuk perusahaan selain koperasi.

Sehubungan dengan fungsi Koperasi sebagai wadah untuk meningkatan

perekonomian secara menyeluruh. Elena (2002;70) mengemukakan bahwa

promosi kegiatan dan gerakan koperasi itu sendiri adalah prioritas. Perlu

peningkatan citra koperasi melalui metode publisitas yang memadai dan

pendidikan yang ada yang sesuai dengan potensi anggota Koperasi. Manajemen

Koperasi tidak bisa diabaikan, demikian pula bahwa pendidikan yang berkualitas

tinggi bagi anggota dan karyawan adalah investasi yang baik dan sangat berharga

sehingga tidak bisa disepelekan.

Dalam penelitian ini, konsep partisipasi yang digunakan adalah konsep

partisipasi dari Ropke (2000) dan Alfred Hanel (1989).

Dengan demikian, dengan mengacu pada pendapat Ropke dan Alfred

Hanel, dapat disimpulkan bahwa konstruk Partisipasi Anggota diimplementasikan

serta dievaluasi.

2.1.7.2 Pengukuran Variabel Partisipasi Anggota

Pengukuran variabel partisipasi anggota dalam penelitian ini, adalah:

1) Pemanfa’atan Layanan Koperasi :

(a) Anggota membeli barang kebutuhan dari Koperasi

(b) Anggota menjual hasil produksi ke Koperasi

60

(c) Anggota menerima manfa’at layanan dari koperasi, berupa pengurangan

harga/ promosi lainnya pada saat transaksi

(d) Menerima pembagian Sisa Hasil Usaha sesuai dengan nilai

transaksinya, setiap ahir tahun

2) Anggota turut aktif dalam pengambilan keputusan , melalui:

(a) Mengemukakan ide/ gagasan/ pendapat yang berhubungan dengan

permasalahan yang dibahas dalam RAT

(b) Memilih pengurus atau pengawas koperasi dalam RAT, pengambilan

keputusan dalam rangka pengawasan/ pengendalian dan usul

perbaikan pengelolaan koperasi

(c) Ikut serta dalam proses perumusan masalah dan penetapan program

koperasi yang sesuai dengan masukan, keinginan dan kepentingan

anggota koperasi

(d) Ikut serta dalam penetapan bidang usaha yang akan dijalankan oleh

koperasi yang terkait dengan bidang usaha anggota koperasi

3) Memupuk Modal, melalui berbagai simpanan (Pokok, Wajib Sukarela,

Khusus).

Beberapa penelitian terdahulu yang menggunakan dimensi partisipasi

Anggota dapat disajikan dalam table berikut:

61

Tabel 2.6

Pengukuran Dimensi Partisipasi Anggota

No. Peneliti Dimensi

1 Rusyana, Azis Fathoni,

M Mukeri Warso

(2016)

Aktif menghadiri RAT

Memanfaatkan layanan Koperasi

2 Hasyim Syarbani

(2012) Pengambilan Keputusan

Pengelolaan Koperasi

Pengawasan

Kontribusi finansial

3 Khasan Setiaji (2009) Permodalan

Bertransaksi di koperasi

Menghadiri rapat-rapat dan RAT

Pengawasan

4 Rozali (2016) Simpanan pokok dan Simpanan wajib

Jasa usaha

5 Jean Elikal Marna dan

Yunia Wardi (2007) Manajemen organisasi

Pemupukan modal

Pemanfaatan layanan usaha koperasi

6 Dwi Gemina, Samsuri,

Indra Cahya Kusuma

(2013)

Kehadiran Rapat

Kesediaan Membayar

Pemanfaatan Pelayanan Unit Usaha

7 Chalimah, Akhmad

Sakhowi (2014) Penyertaan modal

Pembentukan cadangan simpanan

Memanfaatkan berbagai produk

yang ditawarkan koperasi

Sumber : dikutip dari berbagai sumber, 2018

Rusyana, Azis Fathoni, M Mukeri Warso (2016) dalam penelitiannya

mengukur dimensi partisipasi anggota yang terdiri dari aktif menghadiri RAT dan

memanfaatkan layanan koperasi.Aktif menghadiri RAT berdampak pada

peningkatan kinerja koperasi, Rapat Anggota Tahunan (RAT) yang

diselenggarakan secara periodik, merupakan media komunikasi untuk melakukan

penyusunan, monitoring dan evaluasi berbagai program strategis koperasi..

Dimensi kedua adalah memanfaatkan layanan koperasi, dengan memberikan

62

manfaat ekonomi (cooperative effect) baik secara baik langsung maupun tidak

langsung bagi anggota. Sebagai timbal baliknya, anggota memeberikan dukungan,

bertransaksi / melakukan interaksi, serta proaktif mewujudkan perkembangan

usaha koperasi. Indikator partisipasi anggota menurut Rusyana, dkk dalam

penelitiannya adalah menyampaikan ide-ide, berkontribusi aktif dalam perbaikan

koperasi, dan bertransaksi di koperasi dan memanfaatkan berbagai layanan yang

disediakan koperasi.

Berbeda dengan Rusyana dkk, Hasyim Syarbani (2012) dalam

penelitiannya menyebutkan dimensi pengukuran partisipasi anggota terdiri dari

pengambilan keputusan, pengelolaan koperasi, pengawasan dan kontribusi

finansial. Dimensi pertama pengambilan keputusan mengukur sejauh mana

anggota berpartisipasi aktif dalam koperasi. Dimensi kedua pengelolaan koperasi

merupakan suatu faktor dalam upaya peningkatan kinerja koperasi. Dimensi

ketiga yaitu pengawasan dan kontribusi finansial mengukur sejauh mana anggota

koperasi berpartisipasi aktif dalam pengawasan koperasi dan berkontribusi dalam

berbagai simpanan (wajib, pokok dan sukarela). Dalam penelitiannya Hasyim

menyebutkan indikator partisipasi anggota yaitu menghadiri RAT,keaktifan dan

keterlibatan dalam RAT, keterlibatan dalam pengawasan Kopontren, keterlibatan

dalam pengelolaan Kopontren, keaktifan dalam membayar iuran wajib dan

sukarela dan berkenan menambah modal Kopontren.

Khasan Setiaji (2009) menggunakan empat dimensi untuk mengukur

dimensi partisipasi anggota. Dimensi pertama permodalan, yang dikontribusikan

sesuai dengan ketetapan kemampuan masing-masing. Dimensi kedua bertransaksi

63

di koperasi adalah sejauh mana anggota koperasi membeli bahan pokok di

koperasi atau menjual hasil produksinya di koperasi dan menjadi pelanggan

koperasi yang setia. Dimensi ke tiga yaitu menghadiri rapat-rapat dan RAT yang

diukur dengan menggunakan pertanyaan sejauh mana anggota menghadiri rapat-

rapat dan pertemuan secara aktif. Dimensi ke empat adalah pengawasan diukur

menggunakan pertanyaan sejauh mana anggota menjadikan usaha koperasi, sesuai

AD/ART, peraturan-peraturandan keputusan-keputusan bersama lainya.

Rozali (2016) meneliti pengukuran dimensi partisipasi anggota. Dimensi

pertama simpanan pokok dan simpanan wajib yang dapat meningkatkan

permodalan koperasi, (modal kerja, omzet serta SHU koperasi). Selanjutnya

dimensi jasa usaha yang dinilai dapat meningkatkan modal kerja dan membiayai

operasional kegiatan koperasi.

Jean Elikal Marna dan Yunia Wardi (2007) mengungkapkan dimensi

partisipasi anggota terdiri dari manajemen lembaga usaha / organisasi,

peningkatan modal (berupa modal penyertaan, pemupukan modal cadangan, dan

berbagai simpanan lainnya) serta pemanfa’atan fasilitas dan layanan bidang

usaha koperasi. Dimensi ke tiga adalah layanan bidang usaha koperasi yang akan

menjamin keberlangsungan usaha koperasi.

Dwi Gemina, Samsuri, Indra Cahya Kusuma (2013) dalam penelitiannya

menyebutkan tiga dimensi partisipasi anggota yaitu kehadiran rapat, kesediaan

membayar dan pemanfaatan pelayanan unit usaha. Dimensi yang pertana

kehadiran rapat mengukur sejauh mana tingkat partisipasi anggota dalam

koperasi. Dimensi ke dua kesediaan membayar mengukur sejauh mana kesediaan

64

anggota (membayar berbagai simpanan). Dimensi ke tiga pemanfaatan layanan

unit usaha mengukurkesesuaian pelayanan usaha koperasi dengan anggotanya

dalam hal penjualan, produk dan jasa simpan pinjam.

Chalimah, Akhmad Sakhowi (2014) dalam penelitiannya menyebutkan

ada tiga dimensi partisipasi anggota yaitu penyertaan modal, pembentukan

cadangan simpanan, dan memanfaatkan berbagai produk yang ditawarkan oleh

koperasi. Dimensi pertama penyertaan modal mengukur sejauh mana peran

anggota dalam berkontribusi terhadap pembentukan dan pertumbuhan koperasi.

Dimensi ke dua pembentukan cadangan simpanan mengukur sejauh mana anggota

koperasi berpartisipasi dalam membayar berbagai simpanan. Selanjutnya dimensi

ke tiga adalah memanfaatkan berbagai produk dan layanan yang ditawarkan

koperasi yang merupakan salah satu hak anggota koperasi.

Tabel 2.7

Pengukuran Indikator Partisipasi Anggota

No. Peneliti Indikator

1 Rusyana, Azis Fathoni,

M Mukeri Warso

(2016)

Menyampaikan ide-ide

Berkontribusi aktif dalam perbaikan

koperasi

Bertransaksi di koperasi dan

memanfaatkan berbagai layanan yang

disediakan koperasi

2 Hasyim Syarbani (2012) Menghadiri RAT

Keaktifan dan keterlibatan dalam RAT

Keterlibatan dalam pengawasan

Kopontren

Keterlibatan dalam pengelolaan

Kopontren

Keaktifan dalam membayar iuran wajib

dan sukarela

Berkenan menambah modal Kopontren

65

No. Peneliti Indikator

3 Khasan Setiaji

(2009) Membayar berbagai simpanan tepat

waktu

Memupuk permodalan koperasi

Menjadi pelangan koperasi yang setia

guna memenuhi kebutuhan sehari-hari

Aktif menghadiri rapat-rapat dan

pertemuan

Mengawasi dan melakukan usaha untuk

kinerja koperasi yang lebih baik.

4 Rozali (2016) Partisipasi dalam rapat anggota

Permodalan& partispasi anggota dalam

rapat anggota ,permodalan dan bidang

usaha koperasi melalui loyalitas sebagai

penggan koperasi

5 Jean Elikal

Marna dan Yunia Wardi

(2007)

Partisipasi anggota dalam :

Pengelolaan organisasi, seperti dalam

penetapan tujuan, pengambilan keputusan

dan kebijakan, serta pengawasan/

pengendalian,

Pemupukan modal, seperti penyertaan

modal, pembentukan cadangan modal,

dan berbagai simpanan

Pemanfaatan layanan usaha koperasi.

6 Dwi Gemina,

Samsuri, Indra Cahya

Kusuma (2013)

Menyatakan kontribusi anggota dalam

mengambil keputusan

Kesediaan membayar simpanan pokok,

wajib dan dana cadangan

Kesesuaian antara pelayanan usaha yang

ditawarkan koperasi dengan keinginan

anggotanya mencakup bidang penjualan,

produk, jasa simpan pinjam

7 Chalimah,

Akhmad Sakhowi

(2014)

Berkontribusi dalam pemupukan modal

koperasi

Membayar simpanan wajib, simpanan

pokok dan simpanan sukarela

Aktif dalam pembentukan cadangan

simpanan

Memanfaatkan berbagai produk

yang ditawarkan koperasi untuk

memenuhi kehidupan sehari-hari

Sumber : dikutip dari berbagai sumber, 2018

66

Dalam penelitiannya Khasan menyebutkan indikator partisipasi anggota

ialah membayar aneka simpanan dengan tepat waktu, berkontrubusi untuk

permodalan koperasi, menjadi pelangan koperasi yang setia guna memenuhi

kebutuhan sehari-hari, hadir dan aktif dalam rapat, dan menggunakan hak dalam

melakukan pengawasan atas jalanya usaha dan perbaikan koperasi.

Rozali (2016) mengemukakan bahwa partisipasi anggota dalam

permodalan dan bidang usaha koperasi dapat diwujudkan dengan menjadi

pelanggan setia, sedangkan Jean Elikel Marna dan Yunia Wardi (2007),

menekankan pada partisipasi anggota dalam manajemen organisasi, dan

pemanfaatan layanan usaha koperasi.

Dwi Gemina dkk menyebutkan tiga indikator partisipasi anggota yaitu

menyatakan kontribusi anggota untuk penetapan tujuan, pengkeputusan &

kebijakan serta pengawasan / pengendalian ( dalam Rapat Anggota); kesediaan

dalam membayar simpanan serta dana cadangan untuk permodalan; kesesuaian

antara pelayanan usaha yang ditawarkan koperasi dengan keinginan usaha para

anggotanya yang meliputi bidang penjualan, usaha produksi, dan jasa simpan

pinjam.

Beberapa indikator partisipasi anggota menurut Chalimah dkk yaitu

berkontribusi dalam pemupukan modal koperasi melunasi berbagai simpanan aktif

memupuk cadangan simpanan, memanfaatkan berbagai produk yang ditawarkan

koperasi untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Dengan demikian dapat

diihtisarkan operasionalisasi variabel, dimensi dan indikator variabel Partisipasi

Anggota sebagai berikut:

67

Tabel 2.8

Operasionalisasi Variabel Partisipasi Anggota

Variabel Partisipasi Anggota (PA) :

Konstruk : Suatu proses dimana sekelompok orang (anggota) menemukan dan

mengimplementasikan ide-ide/gagasan berkoperasi. Dengan partisipasi, anggota

mengisyaratkan dan menyatakan kepentingannya, demikian pula dengan

partisipasi, sumber-sumber daya digerakkan, dan keputusan-keputusan

diimplementasikan serta dievaluasi.

Dimensi Indikator

Manfaat

Anggota membeli barang kebutuhan dari

Koperasi

Anggota menjual hasil produksi ke Koperasi

Menerima manfaat layanan koperasi berupa

pengurangan harga/ promosi lainnya

Menerima pembagian Sisa Hasil Usaha sesuai

dengan nilai transaksinya

Pengambilan

Keputusan

Mengemukakan ide/ gagasan/ pendapat yang

berhubungan dengan permasalahan yang dibahas

dalam RAT

Memilih pengurus atau pengawas koperasi dalam

RAT, pengambilan keputusan dalam rangka

pengawasan/ pengendalian dan usul perbaikan

pengelolaan koperasi

Ikut serta dalam proses perumusan masalah dan

penetapan program koperasi yang sesuai dengan

masukan, keinginan dan kepentingan anggota

koperasi

Ikut serta dalam Penetapan Bidang Usaha yang

akan dijalankan oleh koperasi yang terkait di

bidang usaha anggota koperasi

Permodalan

Koperasi

Berbagai simpanan berupa simpanan :

Pokok, Wajib, Sukarela dan Khusus

Sumber: data penelitian, diolah, 2018.

68

2.1.8 Keterkaitan Usaha Anggota dengan Usaha Koperasi

2.1.8.1 Konsep Keterkaitan Usaha Anggota dengan Usaha Koperasi

Secara sosio-ekonomi di dalam organisasi koperasi, mencerminkan

terdapatnya dua usaha dengan dua sifat berbeda (Tim Ikopin, 2000). Dua unit

ekonomi yang dimaksud adalah (unit usaha) koperasi dan unit ekonomi (usaha

rumah-tangga konsumsi anggota. Perusahaan koperasi adalah perusahaan milik

anggota secara bersama-sama secara kolektif. Istilah perusahaan koperasi di tanah

air sering disebut sebagai unit usaha koperasi. Sebutan ini mungkin disebabkan

karena sebagian besar koperasi jenis usahanya adalah serba usaha (multi purpose)

sehingga dalam suatu koperasi terdapat beberapa unit usaha koperasi. Suatu unit

usaha koperasi dapat berdiri sendiri (otonom) tetapi masih merupakan satu

kesatuan dari organisasi koperasi, sehingga tidak memerlukan badan hokum yang

berbeda / tersendiri.

Usaha (unit ekonomi ) anggota atau rumah-tangga konsumsi anggota,

adalah unit ekonomi usaha milik masing-masing anggota secara individu. Usaha

anggota ini biasa terdapat pada koperasi pemasaran atau koperasi produsen

(suplai). Jenis-jenis usaha anggota, misalnya: usaha tani anggota, usaha ternak

anggota, usaha kerajinan anggota, usaha dagang anggota, dll.

Perbedaan sifat dari kedua unit ekonomi (perusahaan) yang dimaksud

adalah, unit ekonomi (perusahaan) anggota bersifat kapitalistik, sedangkan

perusahaan koperasi bersifat collegial cooperative (Tim Ikopin, 2000). Sifat

kapitalistik unit ekonomi/ perusahaan anggota, adalah bahwa pada posisi anggota

sebagai produsen (pada koperasi produsen) perusahaan anggota berorientasi

69

mencari keuntungan / laba yang optimal sedangkan pada posisi anggota sebagai

konsumen ((pada koperasi konsumen), berorientasi pada optimalisasi daya beli

atas pendapatan dan optimalisasi kepuasannya. Sifat collogial cooperative dari

usaha koperasi, yang bertujuan / berfungsi untuk memudahkan tercapainya tujuan

usaha dan konsumsi individu anggota (member’s promotion).

Adapun pendapatan seorang anggota produsen atau pemasok koperasi,

adalah berupa keuntungan usaha (pendapatan nominal). Dengan pemikiran ini

maka tujuan koperasi (yang para anggotanya) produsen, seperti dalam penelitian

ini, dirumuskan untuk menjaga agar para anggota Koperasi dapat memperoleh

keuntungan atau benefit yang lebih tinggi atau lebih baik (Tim Ikopin, 2000).

Sam’un Jaja Raharja (2002) mengemukakan bahwa asas persamaan

kepentingan ekonomi anggota dalam pembentukan koperasi dijabarkan lebih jauh

dalam bentuk keterkaitan bidang usaha koperasi dengan bidang usaha anggota.

Yaitu keterkaitan bidang usaha koperasi yang terintegrasi dengan kegiatan

produktif usaha rumah-tangga anggotanya, atau usaha rumah-tangga anggota

koperasi sebagai mitra usaha bagi koperasinya sendiri. Unit usaha dikatakan

terkait apabila ada integrasi usaha anggota koperasi sebagai pemasok, penyedia

bahan baku, atau sub kontraktor (yang mengerjakan sebagian pekerjaan / produksi

koperasi). Pada unit konsumsi, rendah (low cost information) tentang kondisi dan

perilaku ekonomi setiap anggota (intimate knowledge of those around them),

adanya semangat berkoperasi (cooperative spirit) dan saling percaya (trust).

Ketiga hal tersebut merupakan norma sosial yang berfungsi sebagai non-economic

productive resources. Faktor-faktor inilah yang dikenal sebagai “dual nature of

70

cooperative association”. Yaitu koperasi berfungsi sebagai kelompok sosial dan

pada saat yang sama juga merupakan badan usaha (Bonus, 1986).

Bila dilihat dari tujuan pembentukan koperasi oleh para anggotanya,

banyak pakar mengelompokan koperasi sebagai perusahaan sosial,. Perusahaan

soisial atau social enterprise didefinisikan sebagai setiap lembaga usaha yang

dibentuk dan dikelola dengan melaksanakan manajemen keuangan yang baik serta

melakukan kewirausahaan, inovasi, orientasi trategis dan pendekatan pasar

sebagaimana yang dilakukan oleh perusahaan yang berorientasi profit., namum ia

juga mneghasilkan nilai sosial dan memiliki tujuan-tujuan sosial lainnya, dalam

rangka mengurangi masalah-masalah sosial maupun kegagalan pasar yang terjadi,

adalah sosial enterprise.

Sebagai suatu bentuk perusahaan sosial, Koperasi dapat mempertahankan

usaha yang berkelanjutan melalui tingkat pendapatan yang terjaga, meskipun

tujuan koperasi tidak memaksimalkan laba, namun cukup memadai untuk

menutup seluruh biayanya (The Four Lenses Strategic Framework, 2018).Bila

perusahaan menjadikan program-program sosial sebagai bisnis yang mendukung

tujuan perusahaannya, kemudian memiliki misi yang berkisar pada hubungan

pasar, maka model ini disebut embedded. Pendapatan yang dihasilkan dari

kegiatan usahanya digunakan untuk mekanisme self-financing,untuk membiayai

program-program sosialnya (The Four Lenses Strategic Framework, 2018).

Bila perusahaan sosial market linkage dibangun dengan

mengkomersialisasikan layanan sosial organisasinya, atau meleverage aset-aset

intangiblenya, seperti contohnya hubungan dagang, dan pendapatannya digunakan

71

untuk mensubsidi layanan bagi klien lainnya, sehingga program sosial dan bisnis

dilakukan secara bersamaan, maka perusahaan sosial tipe ini dinamakan model

terintegrasi (integrated).(The Four Lenses Strategic Framework, 2018).

Perusahaan sosial dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat integrasi

antara program-program sosial dengan kegiatan usahanya.

Gambar 2.8

Model Market Linkage

Sumber: The Four Lenses Strategic Framework, 2018.

Program layanan koperasi yang mendeskripsikan adanya perubahan pola

produksi dan biaya dalam kegiatan-kegiatannya. Menurut Yuyun Wirasasmita

(2000) mode of production and cost dapat terjadi karena capaian skala ekonomi,

dan semakin menurunnya biaya transaksi. Posisi tawar dan informasi operasi yang

lebih baik, dan meningkatnya produktivitas. Pengelola koperasi semestinya

menyadari bahwa keputusan anggota untuk bergabung dan membuat kontrak

keanggotaan dengan koperasi, adalah keputusan strategis dalam upaya

meningkatkan kesejahteraanya yang semakin baik dengan diperolehnya beberapa

manfaat, antara lain untuk:

1) Peningkatan efisiensi biaya.

2) Peningkatan kualitas produk denganpelaksanaan pengembangan produk

72

3) Kemudahan dalam pemerolehan sumber pembiayaan

4) Mengupayakan penekanan terjadinya berbagai risiko-risiko usaha

5) Mengembangkan berbagai fungsi-fungsi baru melalui peningkatan fungsi

yang ada (Bratchist dalam IHCO; 1994; 484-489).

Dari pembahasan di atas, maka konstruk Keterkaitan Usaha Anggota

dengan Usaha Koperasi dapat dirumuskan sebagai:Hubungan pasar yang terjadi

antara usaha anggota koperasi dengan target populasi atau pelanggannya (dalam

hal iniadalah koperasinya sendiri, captive market), yang bisa juga diperkuat

dengan dibuatnya kontrak usaha.

Tabel 2.9

Konstruk Keterkaitan Usaha Anggota dengan Usaha Koperasi

No Para ahli Definisi

1. The Four Lenses

Strategic

Framework

(2018)

Koperasi dianggap sebagai perusahaan model “market

linkage” karena memberikan fasilitas hubungan pasar

dengan target populasi atau para anggota nya, yang

merupakan: asosiasi produsen, perusahaan, pasar eksternal,

maupun koperasi lain.Fungsi perusahaan sosial dalam

konteks ini adalah seperti perantara yang menghubungkan

antara produsen dan para pembeli atau sebaliknya, dan

mengenakan biaya untuk layanan ini. Menjual informasi,

melakukan ekspor impor, dan memberikan layanan riset

pasar juga merupakan usaha yang umum terdapat pada

model market linkage. Berbeda dari perantara pasar (market

intermediary) yang hanya menghubungkan klien dengan

pasar, model “market linkage” ini dapat merupakan model

yang embeddedmaupunterintegrasi (integrated).

2 Hirschman (1970) Hubungan koperasi dengan pelanggan dalam formulasi

Exit, Voice and Loyalty, merupakan hubungan antara

koperasi dengan para anggotanya, yang pada hakekatnya

merupakan hubungan perusahaan dengan pelanggannya.

73

No Para ahli Definisi

3 Bonus (1986) Hubungan antara anggota dan koperasinya bersifat koalisi.

Dalam koalisi ada kesepakatan untuk mengontrol tindakan

masing-masing, sehingga menghasilkan return yang lebih

tinggi dibanding dengan berusaha sendiri-sendiri. Dalam

koperasi, keadaan demikian dapat dihindarkan dengan

kesepakatan bersama untuk tidak berperilaku oportunis dan

eksploitatif dengan cara koalisi. Koalisi terwujud apabila

anggota saling kenal satu sama lain, yaitu tersedianya

informasi berbiaya rendah (low cost information) tentang

kondisi dan perilaku ekonomi dari setiap anggota (intimate

knowledge of those around them) , adanya semangat

berkoperasi (cooperative spirit) dan saling percaya (trust).

Ketiga hal tersebut merupakan merupakan norma sosial

yang berfungsi sebagai non-economic productive resources

.

4 Konstruk

Keterkaitan Usaha

Anggota dengan

Usaha koperasi

Hubungan pasar yang terjadi antara koperasi dengan target

populasi atau pelanggannya (dalam hal ini anggota, captive

market), baik berupa model embedded maupun terintegrasi

(integrated) dalam market linkage, bisa juga diperkuat

dengan dibuatnya kontrak usaha.

Sumber : dikutip dari berbagai sumber, 2018

2.1.8.2 Pengukuran Keterkaitan Usaha Anggota dengan Usaha Koperasi

Terdapat beberapa pendapat mengenai dimensi dan indicator keterkaitan

usaha anggota dengan usaha Koperasi, diantaranya adalah pendapat:

Tabel 2.10

Pengukuran Dimensi Keterkaitan Usaha Anggota dengan Usaha Koperasi

No

.

Peneliti Dimensi

1 Sam’un Jaja Raharja

(2002) Keterkaitan Usaha

Kegiatan Usaha

2 Alfred Hanel (1989) Mitra usaha (hubungan usaha yang saling

menunjang)

Sumber : dikutip dari berbagai sumber, 2018

74

Sam’un Jaja Raharja (2002) dalam penelitiannya menyebutkan dua

dimensi keterkaitan usaha anggota dengan usaha koperasi, yang pertama adalah

keterkaitan usaha dan yang ke dua adalah kegiatan usaha. Suatu usaha dikatakan

terkait apabila ada integrasi usaha rumah-tangga anggota sebagai pemasok,

penyedia bahan baku, atau sub kontraktor (mengerjakan sebagian pekerjaan

produksi koperasi). Maksudnya keterkaitan usaha koperasi dengan usaha rumah-

tangga anggotanya adalah keterkaitan bidang usaha koperasi dengan kegiatan

produktif anggotanya yang terintegrasi. Dimensi yang ke dua adalah kegiatan

usaha yang mengintegrasikan kegiatan perolehan bahan baku dan pemasaran,

sedangkan menurut Alfred Hanel (1989) keterkaitan usaha anggota dengan usaha

koperasinya itu merupakan mitra usaha, hubungan usaha yang saling menunjang.

Tabel 2.11

Pengukuran Indikator Keterkaitan Usaha Anggota dengan Usaha Koperasi

No. Peneliti Indikator

1 Sam’un Jaja Raharja

(2002) Persamaan kepentingan ekonomi

anggota dalam pembentukan koperasi

Keterkaitan bidang usaha koperasi

dengan kegiatan produktif anggotanya

Integrasi sebagai pemasok, penyedia

bahan baku/ sub kontraktor

Adanya kontrak usaha

Strategi jangka panjang kegiatan

2 Alfred Hanel (1989) Keterkaitan bidang usaha koperasi

dengan kegiatan produktif anggotanya

Peran anggota sebagai pemilik dan

mitra usaha dari koperasinya sendiri

Sumber : dikutip dari berbagai sumber, 2018

Menurut Sam’un Jaja Raharja (2002) terdapat empat indikator

keterkaitan usha anggota dengan usaha koperasi yaitu:persamaan kepentingan

75

ekonomi anggota dalam pembentukan koperasi, keterkaitan bidang usaha koperasi

dengan kegiatan produktif anggotanya, integrasi sebagai pemasok, penyedia

bahan baku/ sub kontraktor, dan adanya kontrak usahastrategi jangka panjang

kegiatan anggota dengan koperasinya.

Dari hasil penelitian terdahulu tersebut dalam penelitian ini digunakan

dimensi dan indikator variabel keterkaitan usaha anggota dengan usaha

koperasinya, sebagai berikut:

Tabel 2.12

Operasionalisasi Variabel Keterkaitan Usaha Anggota

dengan Usaha Koperasi

Variabel Keterkaitan Usaha Anggota dengan usaha Koperasi (KU)

Konstruk : konstruk Keterkaitan Usaha Anggota dengan Usaha Koperasi adalah:

Hubungan pasar yang terjadi antara usaha anggota koperasi dengan target

populasi atau pelanggannya (dalam hal iniadalah koperasinya sendiri, captive

market), yang bisa juga diperkuat dengan dibuatnya kontrak usaha.

Dimensi Indikator

Keterkaitan Usaha Usaha anggota terkait dengan bidang usaha yang

diselenggarakan, difasilitasi oleh Koperasi.

Kontrak Usaha Terdapat kontrak usaha antara anggota dengan

koperasinya.

Sumber: data penelitian, diolah, 2018

2.1.9 Inovasi Bisnis Anggota

2.1.9.1. Konsep Inovasi Bisnis Anggota

Ciri khusus Persaingan global adalah tingginya ketidakpastian yang

terdapat dalam lingkungan bisnis sehingga berpengaruh terhadap tingkat

kemampuan inovasi dan keunggulan dalam persaingan perusahaan, khususnya

76

dalam hal ketergantungan konsumen atas produk, komposisi konsumen pemasok,

tingkat intensitas persaingan, tingkat persai, kemajuan teknologi, kapabilitas

perusahaan dalam mengakses sumber daya yang ada perubahan kompetensi

pengusaha, serta proses produksi. Untuk dapat bertahan dalam persaingan

diperlukan strategi inovasi yang tepat. Berikut ini adalah definisi inovasi yang

disarikan dari beberapa pakar.

Dalam penelitian ini dikaji dimensi-dimensi inovasi: inovasi prooduk,

inovasi proses, inovasi pemasaran dan inovasi manajemen. Dalam pengertian

umum Inovasi Bisnis bermakna sebagai proses dalam mengadopsi sesuatu dan

menciptakan produk baru, dan merupakan konsep multidimensional. Berdasarkan

kajian (Woodman et al., 1993 dalam Gilbert, 2003), bahwa Penelitian dalam

bidang inovasi antara lain meliputi : orientasi kepemimpinan (perusahaan)

terhadap inovasi (Maidique dan Patch, 1998), tipe inovasi yang telah dilakukan

(Betz, 1987), sumber inovasi (Mansfield, 1988), Investasi (Ewer, 1998), ruang

inovasi (Tidd & Bessant, 2009), radar inovasi (Swahney et all, 2006), Tools of

Innovation (OSLO Manual), (2006), dan klasifikasi inovasi (Gaynor, 2002).

Higgins (1994).

Sebagai bagian dari ke-8 aliran inovasi tersebut,terdapat Radar

Inovasiyang terdiri dari empat dimensi utama, yaitu dimensi “apa” (what

offerings?), dimensi “siapa” (who consumers?), dimensi “bagaimana” (how

processes?), dan dimensi “dimana” (where-to markets?). Empat dimensi tersebut

merupakan kerangka dasar poros 4 (empat) dimensi inovasi bisnis. Dimensi apa

berkaitan dengan inovasi atau penciptaan nilai baru pada produk. Dimensi siapa

77

berkaitan dengan penciptaan nilai baru dengan cara memilih atau menentukan

dengan tepat target konsumen perusahaan. Dimensi bagaimana berkaitan dengan

penciptaan nilai baru pada proses produksi atau bagaimana produk dihasilkan agar

tercapai efisiensi biaya. Dimensi dimana berkaitan dengan cara penciptaan nilai

baru yang menekankan pada pemasaran dan komunikasinya sehingga konsumen

dapat memperoleh produk di banyak tempat dengan cara yang kreatif untuk

mengekspose produknya. Berikut ini Radar Inovasi yang terdiri dari 4 (empat)

sumbu yaitu offerings (what), customers (who), processes (how), dan presence

(where):

Gambar 2.9

Radar Inovasi

Sumber: The 12 Different Ways for Companies to Innovate, Sawhney M., Wolcottn RC, Arroniz I

(2006, p. 80)

78

Empat dimensi diatas adalah bagian dari 12 (dua belas) radar inovasi

bisnis perusahaan yang akan memberi petunjuk dan memantau apa yang akan,

telah dan harus dilakukan untuk mewujudkan kinerja yang unggul dengan cara

berinovasi. Tabel berikut ini merupakan penjelasan dari 12 dimensi inovasi bisnis

menurut Anne Fontana(2009, h. 108-109).

Tabel 2.1.3

Definisi Inovasi Bisnis Anggota dari beberapa ahli

No. Nama Ahli Definisi

1. Mohanbir Sawhney,

Robert C. Wolcott and

inigo Arroniz (2006)

Business innovation (BI) as the

creation of substantial new value for

customers and their form by creatively

changing one or more dimensions of the

business system . The definition lead to the

following three Important5

characterization, BI is about new value, not

new things, comes in many flavours and

systemic

Tabel 2.14

Dimensi Inovasi Bisnis

Dimensi Definisi

1. Apa (Offerings) Perusahaan mengembangkan produk baru yang

inovatif.

2. Model (Platform) Perusahaan menggunakan komponen atau

kerangka yang sama untuk menciptakan produk

turunan (olahan).

3. Solusi (Solutions) Perusahaan menciptakan produk yang terintegrasi

dan sesuai untuk memecahkan masalah konsumen.

4. Konsumen

(Customer)

Perusahaan menemukan kebutuhan konsumen

yang belum dipenuhi atau mengidentifikasi

segmen konsumen yang belum dilayani.

5. Pengalaman

Konsumen

Perusahaan mendesain kembali interaksi

pelanggan pada semua kontak point dan

79

Dimensi Definisi

(Customer

Experience)

kesempatan kontak.

6. Nilai Tambah

Alternatif (Value

Capture)

Perusahaan mendefinisikan kembali bagaimana ia

memperoleh pendapatan atau menciptakan aliran

pendapatan baru yang inovatif.

7. Proses (Processes) Perusahaan mendesain kembali proses operasi inti

dalam mengubah input menjadi output untuk

memperbaiki efisiensi dan efektivitas.

8. Organisasi

(Organization)

Perusahaan mengubah bentuk, fungsi atau lingkup

aktivitas perusahaan.

9. Rantai Pasok (Supply

Chain)

Perusahaan berpikir berbeda tentang cara

memperoleh sumber daya dan memenuhinya.

10. Pasar (Presence) Perusahaan menciptakan saluran distribusi atau

poin-poin kehadiran baru yang inovatif, termasuk

tempat-tempat di mana produk baru dibeli atau

digunakan oleh konsumen.

11. Jejaring (Neworking) Perusahaan menciptakan produk yang berpusat

pada jejaring dan terintegrasi.

12. Merek (Brand) Perusahaan menggunakan merek yang sudah ada

pada domain atau ranah baru.

Sumber: Anne Fontana (2009)

Inovasi di tingkat Individual, Organisasi, Masyarakat

Penciptaan nilai sebagai inti dari inovasi, perlu mengetahui faktor-faktor

dalam proses penciptaan nilai yaitu sumber penciptaan nilai, target penciptaan

nilai dan tingkat yang dianalisis. Individual umumnya mengungkapkan nilai

dengan cara: mengembangkan tugas, jasa pekerjaan, proses, atau kontribusi lain

yang dipersepsikan sebagai bermanfaat oleh pengguna yang ditargetkan (target

user), misalnya pengusaha, klien dan pelanggan, secara relatif terhadap kebutuhan

target.

Pada inovasi tingkat individual, fokus ada pada kompetensi, motivasi,

intelegensi, dan interaksi individual yang bersangkutan dengan lingkungannya.

80

untuk menciptakan nilai melaluikreatifitasnya sehingga membuat pekerjaan,

pelayanan indivual itu menjadi lebih baru dan lebih baik dalam pandangan dirinya

maupun dalam pandangan pimpinan atau rekan kerja atau pengguna akhir, dalam

konteks tertentu. Nilai tambah anggota dan koperasi, penciptaan nilai yang kreatif

terjadi ditingkat individual akan berdampak langsung pada nilai tambah individual

yang bersangkutan dan tempat dimana ia berada, mestinya akan mendapat

manfaatjuga, sebesar nilai tambah yang dihasilkan individual itu, sesuai dengan

kegiatan usahanya atau lingkungan dimana ia tinggal.

Tabel 2.15

Penciptaan Nilai di Tingkat Individual, Organisasi, Masyarakat

Individual Kreatifitas, Kinerja (job performance)

Organisasi Inovasi dan penciptaan pengetahuan (knowledge creation)

Masyarakat Inovasi pada tingkat perusahaan dan kewirausahaan

Sumber : Michael Porter, 1985

Inovasi optimal menghasilkan keberhasilan ekonomi dan sosial. Sukses

inovasi secara teknis dan komersil saja tidak cukup. Untuk itu, inovasi perlu

dikelola dengan baik.

Manfaat dan pengorbanan merupakan dua komponen utama yang

menentukan nilai suatu produk. Produk yang berhasil adalah produk yang

memberikan nilai yang paling banyak diantara beraneka ragam tawaran. Definisi

yang dimaksud dapat digambarkan sebagai berikut:

𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 =Manfaat Fungsional + Manfaat Emosional

Biaya Moneter + Biaya Waktu + Biaya Energi + Biaya Fisik

Cara meningkatkan nilai / posisi tawar pelanggan yaitu diantaranya

dengan meningkatkan kemanfa’atan lebih besar daripada kenaikan biaya, adalah

81

kesediaan pelanggan untuk membayar jumlah maksimum yang pelanggan akan

bayar untuk produk tersebut lebih kecil daripada biaya.

Semua penciptaan nilai dimulai dari konsumen. Pelanggan menerima

beberapa manfaat dari mengkonsumsi produk yang disediakan oleh perusahaan.

Ukuran manfaat adalah kesediaan pelanggan untuk membayar, yang didefinisikan

sebagai jumlah maksimum yang pelanggan akan bayar untuk membeli produk

tersebut.

Kemampuan para pemasar dalam melakukan kreasi nilai (inovasi

pemasaran) adalah memberikan manfa’at baru bagi konsumen. Guna menciptakan

manfaat yang baru bagi konsumen, pemasar harus mengerti apa yang dipikirkan,

diinginkan, dilakukan, dan juga dikuatirkan konsumen serta melakukan observasi

pada konsumen yang menaruh minat dan juga melakukan interaksi dengan

konsumen lainnya terhadap hal-hal yang mempengaruhi konsumen dalam

memilih suatu merek.

2.1.9.2 Pengukuran Variabel Inovasi Bisnis Anggota

Sherly Gunawan dan R.R. Retno Ardianti (2013) menyebutkan tiga

dimensi inovasi bisnis anggota, yaitu : kualitas, fitur dan desain. Kualitas produk

diukur dari perbaikan terhadap daya tahan produk dan mutu. Fitur diukur dari

penyempurnaan karakteristik produk, penambahan jenis atau varian produk

kemampuan atau fungsi. Sedangkan desain diukur dari perubahan dalam hal

bentuk produk, jenis bahan baku dan kemasan produk.

82

Sulistyani (2015) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dimensi

inovasi bisnis anggota adalah manajemen, produk, dan layanan. Dimensi pertama

manajemen diukur dari seberapa jauh inovasi yang dilakukan dalam menghadapi

perubahan kondisi lingkungan organisasi. Dimensi ke dua yaitu produk dinilai

dari sejauh mana keragaman produk yang inovatif. Dimensi ke tiga layanan dinilai

dari sejauh mana inovasi koperasi dalam mengoptimalkan pelayanan

Menurut Aang Curatman, Rahmadi, Soesanty Maulany, Mastur Mujib

Ikhsani (2016) dimensi partisipasi anggota terdiri dari pemikiran-pemikiran baru,

inovasi produk, dan inovasi teknologi. Pemikiran-pemikiran baru diukur dari

sejauh mana koperasimampu menciptakan pemikiran-pemikiranbaru, ide atau

gagasan yang baru. Dimensi ke dua inovasi produk diukur dari sejauh mana koperasi

dapat menciptakan kebaruan produk-produknya, sejauh mana kecepatan anggota

dalam menuangkan ide-ide baru menjadi sebuah inovasi produk. Dimensi ke dua

adalah inovasi teknologi, sehingga mempunyai nilai tambah.

Ratih Hesty Utami Puspitasari (2015) dalam penelitiannya menyebutkan

bahwa dimensi inovasi bisnis terdiri dari dua yaitu inovasi pemasaran dan inovasi

produk. Dimensi pertama inovasi pemasaran diukur dari sejauh mana koperasi

dapat menciptakan kebaruan dalam pemasaran. Dimensi kedua inovasi produk

diukur dari sejauh mana koperasi dapat memperluas lini produk alternative ynag

termasuk/ tidak baru untuk perusahaan tapi dianggap baru oleh pasar, produk

yang termasuk baru baik bagi perusahaan maupun pasar.

Muhammad Arifin Mukti, dkk (2013) dalam penelitiannya mengukur

inovasi bisnis anggota melalui empat dimensi yaitu inovasi proses, inovasi

83

produk, sumber inovasi internal, dan sumber inovasi eksternal. Inovasi proses

yaitu pembaruan proses atau metode yang digunakan untuk memproduksi, melaui

penggunaan teknologi baru. Dimensi ke dua adalah inovasi produk dengan

penciptaan dan perubahan produk menjadi produk baru untuk meningkatkan

preferensi konsumen. Dimensi ke tiga sumber inovasi internal dan yang ke empat

sumber inovasi eksternal.Muhammad Arifin Mukti dkk juga menyebutkan bahwa

indikator inovasi bisnis anggota diukur dari metode baru dalam pengoperasian

dengan mengembangkan produk yang sudah ada, membeli lisensi, akuisisi,

kerjasama dengan supplier, pelanggan maupun kolaborasi denganperusahaan

lain.

Tabel 2.16

Pengukuran Dimensi Inovasi Bisnis Anggota

No

.

Peneliti Dimensi

1 Sherly Gunawan dan

R.R. Retno Ardianti

(2013)

Kualitas

Fitur

Desain

2 Sulistyani (2015) Manajemen

Produk

Layanan

3 Aang Curatman

Rahmadi

Soesanty Maulany

Mastur Mujib Ikhsani

(2016)

Pemikiran-pemikiran baru

Inovasi Produk

Inovasi teknologi

4 Ratih Hesty Utami

Puspitasari (2015) Pemasaran

Produk

5 Muhammad Arifin

Mukti. Proses

Produk,

Sumber inovasi internal dan eksternal

Sumber : dikutip dari berbagai sumber, 2018

84

Sherly Gunawan dan R.R. Retno Ardianti (2013) juga menetapkan

beberapa indikator inovasi bisnis anggota yaitu perbaikan terhadap daya tahan

produk, perbaikan mutu, penyempurnaan karakteristik produk, penambahan jenis

atau varian produk, kemampuan atau fungsi, bentuk produk, jenis bahan baku, dan

kemasan produk.

Ratih Hesty Utami, mengungkapkan yang merupakan indikator inovasi

bisnis anggota adalah perluasan pemasaran produk.

Aang Curatman, Rahmadi, Soesanty Maulany, Mastur Mujib Ikhsani

(2016)mengemukakan beberapa indikator inovasi bisnis anggota yaitugagasan

baru untuk menawarkan produk yang lebih kreatif dan inovatif, kemajuan

fungsional produk dibanding pesaing Inovasi teknologi, pengembangan produk

baru dan strateginya yang efektif dan proses penggunaan teknologi baru kedalam

suatu produk.

Tabel 2.17

Pengukuran Indikator Inovasi Bisnis Anggota

No. Peneliti Indikator

1 Sherly Gunawan dan

R.R. Retno Ardianti

(2013)

Perbaikan terhadap daya tahan produk

Perbaikan mutu

Penyempurnaan karakteristik produk

Penambahan jenis atau varian produk,

Kemampuan atau fungsi,

Perubahan dalam bentuk produk

Jenis bahan baku dan kemasan produk

2 Sulistyani (2015) Pemberian informasi kepada karyawan

Koperasi melibatkan seluruh fungsi

Pelayanan pelanggan menjadi prioritas

Dalam hal terjadi perubahan, perlu diadakan

rapat, dan

Hasilnya perlu disosialisasikan

Setiap informasi dari pimpinan perlu

dikembangkan

85

No. Peneliti Indikator

Mempunyai kesepakatan untuk

menumbuhkan ide-ide untuk mencapai

prestasi

Kebebasan mengembangkan diri

Melibatkan karyawan dlm pengamblian

keputusan

Keputusan diambil secara terbuka

Dorongan pada bawahan utk

mengembangkan ide/gagasan

Memberi keterbukaan dalam menampung

ide

Berusaha untuk tanggap dan sungguh-

sungguh terhadap ide/gagasan

3 Aang Curatman

Rahmadi

Soesanty Maulany

Mastur Mujib Ikhsani

(2016)

Gagasan baru untuk menawarkan produk

yang lebih kreatif dan inovatif

Kemajuan fungsional produk Inovasi

teknologi

Pengembangan produk baru dan strateginya

yang efektif

Proses penggunaan teknologi baru kedalam

suatu produk

Sumber : dikutip dari berbagai sumber, 2018

1) Inovasi Produk(Innovation Product)

(1) Perbaikan secara berkelanjutan produk anggota koperasi

(2) Menggunakan kerangka atau komponen yang sama untuk

menghasilkan modifikasi (dari produk sebelumnya)

(3) Mengembangkan produk baru yang inovatif .

2) Inovasi Proses : Meredesain proses operasi utama yang mengubah input

menjadi output untuk meningkatkan efektivitas maupun efisiensi.

3) Inovasi Pemasaran:

Meredesain interaksi pelanggan dalam seluruh simpul kontak serta peluang

kontak dan meredefinisikan bagaimana anggota Koperasi meraih

pendapatan atau mengkreasikan sumber pendapatan berbasis inovasi.

86

4) Inovasi Manajemen :

(1) Komitmen untuk melakukan penelitian dan pengembangan inovasi

(2) Kemampuan dalam memperkenalkan inovasi.

Dalam penelitian ini digunakan dimensi dan indikator dari variable

inovasi bisnis anggota yang dapat disarikan pada tabel berikut:

Tabel 2.18

Operasionalisasi Variabel Inovasi Bisnis Anggota

Variabel Inovasi Bisnis Anggota

Konstruk: proses mengimplementasikan gagasan atas produk (baik berupa barang

/jasa), maupun metode baru dalam lingkup pekerjaan, praktik bisnis ataupun

hubungan eksternal.

Dimensi Indikator

Inovasi Produk

Perbaikan secara berkelanjutan produk anggota

koperasi

Mempergunakan komponen maupun kerangka

yang serupa untuk mengkreasikan modifikasi

(dari produk sebelumnya)

Mengembangkan produk baru berbasis inovasi .

Inovasi Proses

Meredesain proses operasi utama dalam

menttransformasikan input menjadi output untuk

meningkatkan efisiensi dan efektivitas

Inovasi Pemasaran

Meredesain interaksi pelanggan pada seluruh

simpul kontak dan peluang kontak

Meredefinisikan bagaimana anggota Koperasi

meraih pendapatan atau menghasilkan sumber

pendapatan inovatif

Inovasi Manajemen

Komitmen untuk melakukan penelitian dan

pengembangan inovasi

Kemampuan dalam memperkenalkan inovasi

Sumber: data penelitian, diolah, 2018

87

2.1.10 Kinerja Anggota

2.1.10.1 Konsep Kinerja Anggota

Pengertian umum kinerja anggota merupakan suatu usaha formal yang

dilaksanakan oleh anggota koperasi guna mengevaluasi efektivitas dan efisiensi

seluruh aktivitas usaha anggota koperasi dalam periode tertentu. Untuk

mengetahui sejauh mana hasil capaian suatu perusahaan, Prieto and Revilla (2006)

mengemukakan bahwa pengukuran kinerja anggota dapat dilakukan melalui

pengukuran aspek keuangan dan non keuangan, yang diukur melalui return on

sales, profitabilitas, pertumbuhan penjualan, perbaikan produktivitas kerja dan

biaya produksi. Kinerja aspek non-keuangan dapat diketahui melalui tingkat

kepuasan dan pertumbuhan pelanggan (dalam hal ini koperasi), kepuasan

karyawan, kualitas produk dan jasa serta reputasi usaha anggota.

Dapat difahami bahwa pengertian kinerja adalah suatu kondisi tingkat

capaian prestasi operasional organisasi/ perusahaan dalam periode tertentu,

dengan membandingkan berbagai ukuran atau standar yang telah ditentukan

dalam perencanaan sebelumnya. Bila dikaitkan dengan fokus penelitian ini yaitu

ingin mengetahui Kinerja Anggota Koperasi Peternak di Jawa Barat.

Tugas koperasi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan anggota

melalui penciptaan manfaat ekonomi guna menunjang peningkatan ekonomi

anggota. Untuk meningkatkan kesejahteraan anggota. Sehubungan dengan hak

anggota sebagai pemilik dan pengguna jasa prinsip identitas) maka anggota harus

memperoleh layanan yang optimal (anggota selaku pelanggan), dan memperoleh

manfaat ekonomi (anggota selaku pemilik usaha).

88

Disisi lain upaya peningkatan kinerja anggota adalah melalui capaian atas

sasaran dan tujuan, baik melalui peningkatan layanan ke pada Koperasi ataupun

peningkatan kemampu-labaan usaha rumah-tangga anggota koperasi untuk

memperoleh profit dari usahanya, maka anggota koperasi sebagai wirausaha

anggota perlu meningkatkan daya saing dengan berpedoman pada efisiensi dan

efektivitas dalam menjalankan usahanya. Cara terbaik untuk melaksanakan usaha

secara efisien dan efektif adalah melalui pelaksanaan sistem manajemen yang

baik. Sehingga anggota diharapkan akan berpartisipasi penuh dalam kegiatan

usahanya. Demikian koperasi harus menjalankan fungsi ekonomi yang

berhubungan dengan kegiatan usaha anggota, disamping meperoleh pada koperasi

produsen SHU. Koperasi bertindak sebagai pemasar hasil produk anggota dan

atau penyedia /pemasok input yang diperlukan anggota, demikian pula Pengurus

mengusahakan modal yang dibutuhkan oleh anggota, dan Pengawas, mengawasi

jalannya koperasi sesuai AD/ART dan Program yang sudah dirumuskan dalam

Rapat Anggota.

Anggota koperasi bernilai strategis dalam mengembangkan koperasi,

disamping berkedudukan sebagai pemilik (owner) juga pengguna jasa (user)

sehingga koperasi memiliki keunggulan komperatif dibanding perusahaan selain

koperasi. Sebagai pemilik, anggota wajib melakukan partisipasi dalam

pemupukan modal, pengendalian, dan pengambilan keputusan, dengan harapan

akan mendapat pembagian SHU yang sesuai. Disamping itu anggota diharapkan

melakukan partisipasi dalam mengoptimalkan manfaat layanan koperasi dalam

status anggota sebagai pengguna jasa (user). Terkait dengan fungsi ini anggota

89

mengharapkan untuk meraih nilai tambah yaitu manfaat ekonomi (promosi

ekonomi anggota). Dengan demikian untuk mengukur kinerja koperasi bukan

hanya dilhat dari kemampulabaan koperasi menghasilkan SHU, akan tetapi dari

upaya Koperasi mempromosikan ekonomi / usaha anggota.

Fungsi koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan anggota promosi

ekonomi usaha anggota khususnya dan masyarakat umumnya berkaitan dengan

peningkatan perekonomian secara menyeluruh. Sehubungan hal ini, Elena (2002;

70) mengemukakan bahwa promosi kegiatan dan gerakan koperasi itu sendiri

adalah prioritas. Perlu peningkatan citra koperasi melalui metode publisitas yang

memadai dan pendidikan yang ada dan potensi anggota koperasi, sehingga

manajemen koperasi tidak bisa diabaikan. Demikian pula bahwa pendidikan

berkualitas tinggi bagi anggota dan karyawan adalah investasi yang baik dan

sangat berharga tidak bisa diremehkan. Secara operasional faktor kunci

peluncuran koperasi pertama adalah pembentukan sistem yang stabil untuk

pembelian dan pemasaran produk anggotanya. Selanjutnya adalah pembentukan

jaringan dengan pengguna jasa (user). Prinsip ini sering disebut prinsip identitas

ganda sehinga koperasi memiliki keunggulan komperatif dibanding perusahaan

selain koperasi. Prioritas lainnya adalah mengembalikan posisi anggota dalam

perdagangan eceran dan meningkatkan daya saing koperasi sebagai toko eceran

mereka (Courte, M-F., et al. Ed, 2002;6). Oleh sebab itu, koperasi harus

melaksanakan tugas-tugas mengevaluasi tingkat kegiatan anggota saat ini dalam

pengadaan produk dan dalam organisasi pemasaran produk; mengevaluasi tingkat

hasil yang dapat ditawarkan oleh para anggotanya untuk pemasaran melalui

90

koperasi; meninjau status dan kapasitas fasilitas yang ada di koperasi untuk

peyimpanan dan penjualan pengadaan produk, dan mengidentifikasi pengolaan

peluang. (Courte, M-F., et al. Ed, 2002; 7).

Inpres 18/1998 perihal Peningkatan Pembinaan dan Pengembangan

Koperasi mempertegas fungsi ekonomi koperasi yang pada intinya adalah setiap

orang yang berkepentingan ekonomi atau kegiatan ekonomi sama, masing-

masing dapat mendirikan koperasi menurut basis pengembangan usahanya.

Dengan demikian masyarakat diberi peluang yang luas untuk membentuk koperasi

tanpa batas wilayah kerjanya. Berdasarkan kebijakan tersebut, proses

pembentukan koperasi telah mengalami pergeseran, yang sebelumya arah

kebijakan dari atas kebawah (top-down) menjadi aspirasi dari bawah ke atas

(bottom-up).

Implikasinya adalah secara kuantitatif koperasi meningkat pesat, yang

diikuti oleh peningkatan jumlah anggota secara signifkan. Namun demikian

umumnya, peningkatan jumlah koperasi dan anggotanya belum seimbang dengan

Kinerja yang dicapai koperasi. Oleh sebab itu pertumbuhan koperasi pada

berbagai sektor ekonomi diharapkan dapat menumbuhkembangkan prakarsa dan

mengimplementasikan aspek penciptaan investasi dan kondusifitas iklim

berusaha, kerjasama yang baik antara koperasi, dunia usaha serta masyarakat dan

pemerintah, pada tingkat pusat dan daerah, agar upaya peningkatan kinerja

anggota, pengurus, pengawas, dan manajer koperasi, bisa terwujud.

Disisi lain, upaya peningkatan kinerja usaha rumah-tangga anggota

koperasi adalah pada pencapaian sasaran dan tujuan melalui peningkatan layanan

91

kepada anggota, peningkatan kemampu-labaan usaha koperasi sendiri untuk

meraih sisa hasil usaha (SHU), dan daya saing koperasi sebagai lembaga ekonomi

secara efisien dan efektif dalam meningkatkan usahanya, diantaranya melalui

pelaksanaan sistem manajemen professional dengan melaksanakan fungsi-fungsi

manajemen: prencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian.

Dalam organisasi koperasi, prinsip identitas memberikan kedudukan yang

strategis bagi anggota sebagai pemilik dan pengguna jasa koperasi. Oleh sebab itu

diperlukan peningkatan kemampuan anggota untuk melaksanakan pengendalian

baik melalui rapat anggota maupun diluar rapat anggota, khususnya dalam

memperjuangkan hak dan kewajiban yang semakin baik sesuai Undang-Undang

Nomor.25 Tahun 1992 Perkoperasian Pasal 23 sampai dengan Pasal 28 Tentang

Rapat Anggota, dan pengendalian anggota untuk meningkatkan Kinerja koperasi,

Pasal 20. Secara operasional penilaian terhadap kineraja koperasi lebih dipertegas

lagi dengan Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah

Republik Indonesia Nomor: 22 PER/M.KUKM/IV/2008 Tentang Pedoman

Pemeringkatan Koperasi, yakni menjadi kelas: A (sangat baik), B (Baik), C

(Cukup Baik), dan D (Kurang Baik).

Bagi pemerintah, pemeringkatan Koperasi dan kriteria yang jelas, menjadi

sarana untuk menyediakan data koperasi yang lengkap dan kekinian, sehingga

dapat dipakai sebagai dasar (frame work) penetapan prioritas pengembangan

koperasi, penetapan bentuk, struktur, dan proses pembinaan jangka panjang secara

lintas sektoral dan berkelanjutan. Koperasi yang berkualitas dapat diwujudkan

melalui pembinaan yang mengandung dua upaya, yaitu dengan memberikan

92

pemeringkatan koperasi dan perbaikan Kinerja.

Lembaga usaha rumah tangga anggota juga hendaknya dikelola

sebagaimana layaknya lembaga bisnis yang efektif dan efisien dengan

menggunakan manajemen demi tercapainya tujuan yang diharapkan dan

pemertahanan tingkat produktifitas yang tinggi. Ewel Paul Roy (dalam Aman D

Hutasuhud, 2001). Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya manusia, material

dan keuangan koperasi guna mencapai prestasi yang maksimal, secara efisien dan

efektif.

Keinginan untuk berprestasi harus dimbangi dengan kemampuan dalam

menghadapi resiko yang terukur dan pertumbuhan usaha yang telah ditentukan

dalam visi usahanya (Kemp dan Verhoeven, 2002)

Woods dan Joyce (dalam Mazzarol, Tim. Et all 2009)

mengemukakan “meskupun telah banyak penelitian yang dilakukan pada

perencanaan usaha yang strategis dan proses pertumbuhan usaha, tetapi sedikit

yang mempublikasikan penelitian tentang bagaimana manajer menangani praktek

manajemen strategis. Woods dan Joyce menyarankan agar manajer usaha kecil

harus fokus pada pengembangan sistem manajerial untuk benchmark bisnis yang

digeluti terhadap praktik industri yang terbaik, waspada terhadap perbahan

lingkungan, berkomitmen untuk inovasi dan bersedia untuk mengubah atau

mengambil tindakan jika diperlukan. Disamping itu, harus mengakui pentingnya

memiliki visi strategis yang jelas untuk usaha dan kebutuhan untuk

mengkomunikasikan visi ini kepada orang lain, terutama karyawan. Namun,

sebagai manajer berusaha untuk mengkomunikasikan visi dalam jaringan yang

93

lebih luas guna mendukung pertumbuhan usaha.

Penelitian ini mengambil pendapat dari Alvarez dan Barney, 2004 (dalam

Mazzarol, Tim. Et all 2009) mengenai pentingnya penetapan sasaran /

perencanaan strategis dalam usaha anggota Koperasi. Alvarez dan Barney, 2004

mengemukakan bahwa kapasitas kewirausahaan manajemen hendaknya dapat

mengembanngkan pengetahuan komersial, dan tepat, mengidentifikasi peluang

pasar, menyeimbangkan sumber daya untuk mencapai sasaran strategis dan

keunggulan kompetitif, yang tercermin pada hasil capaian (kinerja). Kinerja

berkaitan dengan semangat anggota dalam menjalankan fungsinya secara efektif

dan efisien.

Penelitian ini mengambil pendapat James M.Higgins (1994) berkaitan

dengan perbaikan berkelanjutan dalam usaha anggota Koperasi, sebagaimana

dikemukakan oleh Irwan Rei, 2007. Jika anggota memandang perlunya komitmen

dengan sepenuh hati (engage) dalam melaksanakan fungsinya, maka kinerjanya

akan meningkat sekaligus berdampak pada peningkatan kinerja usahanya. Untuk

mewujudkan hal ini diperlukan analisis terhadap berbagai faktor yang bisa

meningkatkan kinerja usaha anggota secara signifikan. Idealnya , walaupun sulit,

usaha anggota semestinya dapat memenuhi seluruh key driver secara optiimal.

Irwan Rei memberikan solusi agar perusahaan melaksanakan survey

internal mengenai:

Faktor penunjang utama (key driver) yang relatif rendah nilainya; apa

yang prioritas untuk diperbaiki lebih dulu, yang relatif cepat dan mudah

dilakukan dan berpengaruh besar pada peningkatan motivasi dan komitmen

94

karyawan dan meningkatkan kinerja, secara berkelanjutan. (Galeri

UKMhttp://swa.co.id/2007/03)

Faktor kunci yang terkait dengan pertumbuhan perusahaan kecil yang

juga sesuai dengan dimensi kinerja yang menjadi kajian dalam penelitian ini

adalah perencanaan strategis, dan fokus usaha. Menurut Storey (dalam Mazzarol,

Tim., et al. (2009) bahwa karakteristik manajer perlu dipahami ketika

mempertimbangkan pertumbuhan perusahaan kecil, disamping karakteristik, sifat

perencanaan strategis perusahaan dan proses manajemennya yang juga penting.

Para peneliti pertumbuhan perusahaan kecil seperti Kemp dan

Verhoeven, (dalam Mazzarol, Tim., et all (2009) mengemukakan bahwa

kontribusi utama dari teori siklus kehidupan adalah pengakuan bahwa tantangan

manajerial yang dihadapi manajer bervariasi dari tahap kehidupan organisasi

berikutnya, dengan terus meningkat, lebih rumit sebagai organisasi yang tumbuh.

Oleh sebab itu manajer atau pengusaha perlu menyesuaikan perilaku manajerial

menjadi lebih formal dalam hal perencanaan operasional dan strategis, yang

akhirnya dapat mengembangkan manajemen dan fokus usaha.

Berbicara tentang faktor perilaku manajerial yang penting dikuasai

oleh wirausaha anggota Koperasi Peternak, Lennik (2004;185) mengemukakan

pengusaha yang sukses menguasai tantangan bisnis, dan menyelaraskan bisnisnya

dengan prinsip-prinsip integritas, tanggung jawab dan kasih sayang. Mazzaron,

Tim.et al. (2009) mengemukakan “Faktor yang menentukan kapasitas perusahaan

kecil untuk tumbuh adalah kompetensi manajer, orientasi usaha, kewirausahaan

dan keterampilan perencanaan strategis serta seberapa baik pengelolaan sumber

95

daya yang tersedia dapat dioptimalkan”.

Pendapat Hamper, serupa dengan yang dikemukakan Moran, Kotey dan

Meredith (dalam Mazzarol, tim et al ; 2009) bahwa alasan mengapa manajer usaha

bisa membuat keputusan untuk mengembangkan bisnis yang berfokus pada

karakter kepribadian. Terdapat hubungan antara fokus pertumbuhan dan orientasi

strategis manajer dengan karakter kewirausahaan, Contoh, terdapat hubungan

antara kinerja manajer dan orientasi pertumbuhan. Demikian pula Ornella Wanda

Maietta and Vania Sena Novkovic, Sonja., Vania Sena. 2007;44) mengemukakan

hasil empiris menunjukan bahwa usaha (anggota koperasi) mengalami perubahan

positif dalam hal efisiensi teknis dalam menyusun peningkatan kompetisi, namun

disisi lain, faktor berkurangnya modal usaha berdampak negatif pada peningkatan

persaingan dan efisiensi teknis.

Terkait dengan pengalaman menghadapi krisis multidimensi satu dekade

terakhir, Sukamdani S. Gitosardjono mengemukakan upaya dalam menjaga

kesinambungan entitas usaha, yaitu:

Hati-hati dalam menjalankan kegiatan usaha, dalam arti penerapan

tindakan harus tetap memperhitungkan kemungkinan risiko yang akan terjadi;

menetapkan standar mutu sistem operasional, kualitas produk dan pelayanan, juga

kinerja keseluruhan; melakukan manajemen usaha professional, memenuhi kaidah

good corporate governance (GCG). Yang terbukti mampu menjaga pengelolaan

perusahaan lebih profesional dan memenuhi kaidah-kaidah pembukuan. (Bisnis

Indonesia http://www.kanaka.co.id)

Hasil penelitian Jones, Derek C (dalam Novkovic, Sonja, Vania Sena.

96

Ed. (2007;5), perbedaan produktivitas diperkirakan positif mencerminkan besaran

positif pada koperasi, hal ini menunjukan ukuran keuangan dan partisipasi

anggota dalam pengambilan keputusan berpotensi membantu mengidentifikasi

sumber dari perbedaan produktivitas dimaksud. Kinerja usaha anggota koperasi

yang sehat, ditunjukkan oleh:

1) Membaiknya struktur permodalan, rasio utang jangka panjang terhadap

modal sendiri (equity capital), berbanding sama.

2) Kodisi kemampuan penyediaan dana. Yang pada prinsipnya berasal dari

anggota dalam bentuk berbagai simpanan dan penyisihan SHU yang disebut

dana cadangan. Jika terjadi kekurangan dana yang dibutuhkan, maka upaya

pengurus adalah mencari pendanaan dari pihak ketiga dalam bentuk

pinjaman.

3) Penambahan aset. Kebijakan penambahan aset memerlukan pertimbangan

yang cukup matang dan selektif berhubung kebijakan terkait dengan

investasi jangka panjang yang akan dimanfaatkan dalam pengembangan

usaha.

4) Peningkatan volume usaha yang terkait dengan usaha /kepentingan anggota,

sehingga usaha anggota berkembang sejalan dengan perkembangan usaha

koperasi.

5) Peningkatan kapasitas produksi dapat dilakukan dengan cara penambahan

aset, peningkatan sumber daya manusia melalui penyuluhan, diklat dan

fasilitas penunjang lainnya. Hal ini bisa terjadi pada koperasi pertanian,

koperasi perikanan/ koperasi nelayan dan lain-lain.

97

6) Peningkatan keuntungan. Sebagai upaya untuk meningkatkan keuntungan

koperasi, pengurus/ manajer hendaknya berusaha semaksimal mungkin

menemukan kiat-kiat agar terjadi peningkatan usaha koperasi, antara lain;

(a) Meningkatkan pelayanan dan manfaat barang sehingga harga akan

meningkat seiring dengan pertambahan nilai manfaat.

(b) Merecanakan anggaran agar bisa melakukan pengendalian biaya

usaha.

(c) Melakukan penghematan (efisiensi) biaya operasional. Hal ini bisa

dilakukan bila disertai dengan atuuran-aturan yang meningkat,

misalnya aturan pemanfaatan listrik dan air terkait dengan biaya

operasional (overhead cost), kecuali pemanfaatannya terkait dengan

operasional produksi.

Dari pembahasan tersebut disimpulkan: Konstruk Kinerja Anggota

koperasi, yaitu: hasil kerja, prestasi kerja (output) baik berupa kualitas maupun

kuantitas yang diraih anggota dalam melaksanakan pekerjaannya dalam periode

tertentu.

Tabel 2.19

Konstruk Kinerja Anggota Koperasi

No Para ahli Definisi

1. Prieto and Revilla (2006) Merupakan suatu usaha formal yang

dilaksanakan oleh anggota koperasi guna

mengevaluasi efektivitas dan efisiensi

seluruh aktivitas usaha anggota koperasi

dalam periode tertentu. Untuk mengetahui

sejauh mana hasil capaian suatu

perusahaan

98

No Para ahli Definisi

2 Mangkunegara (2014) Hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas

yang dicapai dalam melaksanakan

tugasnya sesuai dengan tanggung

jawabnya

3 Priansa (2014) Hasil berupa kemampuan, keahlian, dan

keingininan yang dicapai sebagai fungsi

pekerjaan / kegiatan-kegiatan tertentu

pada periode tertentu.

4 Konstruk Kinerja Anggota adalah hasil / prestasi kerja (output) berupa

kualitas / kuantitas yang dicapai anggota

dalam melaksanakan pekerjaannya dalam

periode waktu tertentu.

Sumber : dikutip dari berbagai sumber, 2018

2.1.10.2 Pengukuran Variabel Kinerja Anggota

Menurut Suziana Wirmayanis (2014) ada lima dimensi kinerja anggota

yaitu kuantitas, kualitas, kerjasama, ketepatan dan kreatifitas. Kuantitas di ukur

dari jumlah produk yang di hasilkan oleh koperasi, kualitas di ukur dari sejauh

mana koperasi dapat menghasilkan produk yang berdaya saing dan kualitas SDM

koperasi. Dimensi ke tiga kerjasama diukur dari sejauh mana anggota dapat

bekerja sama dengan sesama anggota maupun pengurus. Selanjutnya dimensi

ketepatan diukur dari ketelitian anggota dalam bekerja dan memenuhi kecepatan

sesuai ketetapan waktunya, sedangkan menurut Eros Rosmiati dan Maya Sova

(2015) menyebutkan bahwa ada dua dimensi kinerja anggota yaitu kinerja tugas

dan perilaku kewarganegeraan. Dimensi pertama kinerja tugas diukur darisejauh

mana anggota mampu memperbaiki kesalahan dalam menyelesaikan

pekerjaannya, mampu memperkecil kesalahan dalam menyelesaikan

pekerjaannya, dan bekerja sesuai dengan tugas dan kewajibannya. Prilaku

99

kewarganegaraan (Citizenship behavior) diukur dari sejauh mana anggota

berkontribusi terhadap pemeliharaan dan peningkatan konteks sosial dan psikologi

yang mendukung kinerja tugas.

Ratih Hesty Utami Puspitasari (2015) mengungkapkan tiga dimensi

kinerja anggota diantaranya segmentasi pasar, peningkatan volume penjualan,

dan peningkatan jumlah pelanggan. Pembagian pasar diukur dari sejauh mana

koperasi dapat bersaing dalam memasarkan produknya. Pertumbuhan penjualan

diukur dari trend kenaikan jumlah penjualan. Pertumbuhan pelanggan diukur dari

sejauh mana tingkat pertumbuhan pelanggan koperasi dalam periode waktu

tertentu, sedangkan Rita Indah Mustikowati dan Irma Tysari (2014) dalam

penelitiannya menyebutkan ada tiga dimensi kinerja anggota yaitu pertumbuhan

penjualan, pangsa pasar dan profitabilitas. Pertumbuhan penjualan diukur dari

sejauh mana perusahaan dapat meningkatkan penjualannya, pangsa pasar diukur

dari sejauh mana produk koperasi mendapatkan pangsa pasar dan profitabititas

diukur dari besarnya laba yang dihasilkan koperasi dalam periode tertentu.

Menurut Daru Retnowati (2009) yang termasuk dimensi kinerja anggota

adalah kualitas SDM, permodalan dan kemitraan. Kualitas SDM diukur dari

sejauh mana kualitas SDM koperasi. Permodalan diukur dari kondisi permodalan

dan kondisi keuangan koperasi dan kemitraan diukur dari sejauh mana koperasi

dapat menjalin kemitraan dengan badan usaha lain.

Dalam penelitian ini digunakan dimensi menurut Suziana Wirmayanis

(2014) dan Daru Retnowati (2009) yaitu menjalin kerjasama atau kemitraan

dengan pihak lain.

100

Tabel 2.20

Pengukuran Dimensi Kinerja Anggota

No. Peneliti Dimensi

1 James M.Higgins Perencanaan strategis

2 Suziana Wirmayanis

(2014) Kuantitas

Kualitas

Kerjasama

Ketepatan

Kreatifitas

3 Eros Rosmiati dan

Maya Sova (2015) Kinerja Tugas

Perilaku kewarganegaraan

4 Sulistyani (2015) Pengembangan Diri

Pembagian Tugas

Pertumbuhan Penjualan

Jumlah Pelanggan

Keuntungan

5 Ratih Hesty Utami

Puspitasari (2015) Pembagian Pasar

Pertumbuhan Penjualan,

Pertumbuhan Pelanggan

6 Rita Indah Mustikowati

dan Irma Tysari (2014) Pertumbuhan Penjualan

Pangsa Pasar

Profitabilitas

7 Daru Retnowati (2009) Kualitas SDM

Permodalan

Kemitraan

Sumber : dikutip dari berbagai sumber, 2018

Terkait pengukuran indikator kinerja anggota koperasi, Ratih Hesty

Utami Puspitasari (2015) menyebutkan bahwa indikator kinerja anggota

diantaranya yaitu pembagian pasar, pertumbuhan penjualan, dan pertumbuhan

pelanggan.

Tabel 2.21

Pengukuran Indikator Kinerja Anggota Koperasi

No

.

Peneliti Indikator

1 Muhammad Arifin

Mukti, Sri Lestari dan

Devani Laksmi

Indyastuti (2013)

Tingkat produktivitas; jumlah kesalahan

produk; jaminan atau garansi; biaya kualitas;

ketepatan waktu penyampaian produk kepada

konsumen

101

No

.

Peneliti Indikator

2 Suziana Wirmayanis

(2014) Mampu mengerjakan pekerjaan secara mandiri

Bekerja sesuai dengan waktu yang telah

ditetapkan

Memiliki ketelitian dalam bekerja

Memiliki kecepatan dalam bekerja

Mampu bekerja ekstra diluar pekerjaan yang

telah ditetapkan

Bekerja sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan

3 Sulistyani (2015) Bekerja sama antar karyawan

Memberikan kesempatan kepada karyawan

untuk ikut pelatihan

Berusaha untuk meningkatkan pengetahuan

melalui kursus

Berusaha membentuk team kerja

Melakukan pembagian tugas antar karyawan

Menetapkan aturan yang baik frekuensi

pemberian perintah

Rata-rata pertumbuhan penjualan dalam

Rupiah

Prosentage pertumbuhan penjulan

dll.

4 Ratih Hesty Utami

Puspitasari (2015) Pembagian pasar

Pertumbuhan penjualan,

Pertumbuhan pelanggan

5 Rita Indah Mustikowati

dan Irma Tysari (2014) Sukses produk baru dalam pengembangan

Keuangan

Kepuasan pelanggan

Proses internal

Pembelajaran

Pertumbuhan keuntungan

6 Daru Retnowati (2009) Kualitas SDM koperasi yang unggul

Kondisi keungan koperasi yang sehat

Kerjasama koperasi dengan BUMN/ BUMS,

pengusaha, dll

Sumber : dikutip dari berbagai sumber, 2018

Rita Indah Mustikowati dan Irma Tysari (2014) yang merupakan

indikator kinerja anggota adalah sukses produk baru dalam pengembangan,

keuangan, kepuasan pelanggan, proses internal, pembelajaran dan pertumbuhan

102

keuntungan.

Daru Retnowati (2009) dalam penelitiannya mneyebutkan bahwa

indikator kinerja anggota diantaranya adalah kualitas sdm koperasi yang unggul,

kondisi keungan koperasi yang sehat dan kerjasama koperasi dengan BUMN/

BUMS, pengusaha, dll.

Sulistyani (2015) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa indikator

kinerja anggota adalah bekerja sama antar karyawan, memberikan kesempatan

kepada karyawan untuk ikut pelatihan, berusaha untuk meningkatkan pengetahuan

melalui kursus, berusaha membentuk team kerja, melakukan pembagian tugas

antar karyawan, menetapkan aturan yang baik’ frekuensi pemberian perintah.

Dalam penelitian ini digunakan indikator kinerja anggota menurut

Sulistyani (2015) dan Daru Retnowati (2009) yaitu jumlah hubungan kemitraan /

kerjasama dengan pihak lain.

Tabel 2.22

Operasionalisasi Variabel Kinerja Anggota

Variabel Kinerja Anggota (KA) :

Konstruk : Merupakan hasil / prestasi kerja (output) berupa kualitas / kuantitas

yang diraih anggota dalam melakukan pekerjaannya dalam periode tertentu.

Dimensi Kinerja

Anggota Indikator Kinerja Anggota

Perencanaan Strategis Sasaran (Efisiensi)

Tujuan (Efektivitas)

Fokus usaha

Fokus uasaha pada peluang

Fokus biaya

Diferensiasi usaha

Sistem perbaikan

berkelanjutan

Perbaikan berkelanjutan semangat melalui motivasi

untuk rapat kelompok

Kemitraan Jumlah hubungan kemitraan

Sumber: data penelitian, diolah, 2018

103

2.2 Posisi Disertasi Dibandingkan dengan Penelitian Sebelumnya (State of

the Art)

Fokus kajian dalam studi adalah: program anggota, partisipasi anggota,

keterkaitan usaha anggota dengan usaha koperasi, dan inovasi bisnis usaha

anggota koperasi terhadap kinerja anggota, dengan objek penelitian pada koperasi

Peternak di Jawa Barat.

Beberapa penelitian terdahulu belum ada yang melakukan penelitian

secara utuh dengan variabel program anggota, partisipasi anggota, keterkaitan

usaha anggota dengan usaha koperasi, dan inovasi bisnis usaha anggota koperasi

terhadap kinerja anggota secara bersama-sama, baik secara teori maupun empiris.

Umumnya penelitian menggunakan variabel kinerja Koperasi sebagai organisasi

atau lembaga usaha, sedangkan dalam penelitian ini digunakan variabel Kinerja

Anggota Koperasi, dalam peranannya sebagai wirausaha dari usaha rumah-tangga

anggotakoperasi Peternak, sehingga berpotensi mengakselerasi inovasi bisnis

anggota koperasi yang berkelanjutan dan berdaya-saing.

Kajian ini memperlihatkan terdapatnya kebaruan dalam model penelitian

yang mempergunakan lima kombinasi variabel sekaligus, yakni variabel: program

anggota, partisipasi anggota, keterkaitan usaha anggota dengan usaha koperasi dan

inovasi bisnis anggota serta kinerja anggota koperasi dengan kekhasan koperasi

Peternak sebagai koperasi market linkage (members’market), yang menghasilkan

konsep / model Inovasi Bisnis Anggota yang Membentuk Kinerja Anggota

Koperasi.

104

2.3 Kerangka Pemikiran

2.3.1 Pengaruh Program Anggota Koperasi terhadap Kinerja Anggota

Program anggota yang dimaksud dalam penelitian ini adalah program

usaha dan program kerja anggota Koperasi berkesesuaian dan menunjang usaha

Koperasi(selaras dengan peran dan kedudukan anggota sebagai pemilik dan

pengguna jasa Koperasi),

Menurut A Jajang W. Mahri (2014) dalam penelitiannya tentang

masalah menurunnya kinerja Koperasi antara lain terjadi penurunan kualitas

layanan, jumlah anggota serta jumlah simpanan. Hasil penelitian menunjukan

bahwa kualitas layanan dan manfa’at Program Koperasi berpengaruh positif

terhadap partisipasi anggota. Berarti dengan bertambah tingginya kualitas layanan

dan manfa’at Program yang ditawarkan Koperasi, maka partisipasi anggota pun

bertambah baik.

Gambar 2.10

Hubungan Partisipasi Anggota dengan Manfa’at Program

3

4

5

Sumber : A Jajang W. Mahri, 2014; Tim Ikopin, 2000.

Hasil analisis ini sependapat dengan hasil kajian Ropke (2003), modal

Koperasi tidak memadai untuk menjaring anggota, anggota potensial serta

masyarakat. Koperasi dapat menarik jika mampu menawarkan manfa’at ekonomi

Program

koperasi yang

dirasakan

bermanfaat oleh

anggota

Kepuasan

Anggota Motivasi anggota

Partisipasi

Anggota Efektif

105

(economic benefit) untuk anggotanya. Oleh karena itu kualitas layanan menjadi

prioritas Koperasi untuk menumbuhkan rasa memiliki anggota sehingga dapat

meningkatkan partisipasi anggota yang menjadi modal dasar bagi perkembangan

koperasi.

Dalam penelitian ini, berbagai produk berbasis susu yang dihasilkan oleh

industri pengolahan susu (IPS) diantaranya : susu pasteurisasi/ sterilisasi, susu

fermentasi, es krim, caramel, mentega, kerupuk, dodol, dan tahu susu.

Meningkatnya wawasan, pengetahuan serta gaya hidup yang tumbuh di

masyarakat terhadap produk turunan susu dengan kombinasi rasa yang beraneka

ragam dan berkualitas saat ini, menjadi peluang dalam upaya menciptakankan

posisi / daya tawar produk susu sapi segar. Diversifikasi produk dan

pengembangan makanan berbahan dasar susu, merupakan hasil inovasi bisnis

anggota, berprospek baik dengan teknologi terapan dalam mengolah produk

dalam rangka meningkatkan harga jual susu dan menjadi solusi pada masalah

harga susu sapi segar yang rendah, yang diterima anggota koperasi Peternak serta

koperasi. Dengan demikian anggota Koperasi peternak sapi perah Jawa Barat

khususnya, dapat menikmati keuntungan usaha ternak dari harga produk yang

diolahnya secara optimal.

Manfaat program yang berpengaruh terhadap kinerja juga telah

mendorong Ida Ayu Febri Sugiastini dan Ni Nyoman Yuliarmi melakukan

penelitian pengaruh demokrasi anggota, permodalan, dan pemanfa’atan layanan,

terhadap keberhasilan / kinerja koperasi multi purpose serta faktor dominan yang

mempengaruhi kinerja . Hasil analisis menunjukkan bahwa: (a) demokrasi

106

anggota, permodalan, dan manfa’at layanan berpengaruh terhadap kinerja

koperasi , (b) demokrasi anggota, permodalan, dan manfa’at layanan berpengaruh

positif, signifikan pada kinerja koperasi, (c) faktor yang memberikan pengaruh

dominan pada kinerja koperasi adalah variabel manfa’at layanan.

2.4.5 Pengaruh Partisipasi Anggota terhadap Kinerja Anggota Koperasi

Riska Elanda Amilia (2014) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi,

kinerja usaha koperasi, yaitu partisipasi anggota serta permodalan. Kendala yang

dihadapi koperasi yaitu minimnya pemahaman anggota untuk berpartisipasi juga

terbatasnya permodalan yang menghambat keberhasilan kinerja koperasi.

Berdasarkan hasil uji disimpulkan bahwa permodalan berpengaruh signifikan dan

berdampak penting terhadap kinerja koperasi. Meningkatnya jumlah simpanan

anggota berarti meningkatkan permodalan sendiri sehingga koperasi mandiri.

Variabel lain yang berpengaruh terhadap kinerja koperasi, adalah : kualitas

layanan kepada anggota, pendidikan untuk anggota, persaingan dan lingkungan

bisnis, dsb).

Hasil penelitian Ni Made Krisna Sari (2016) menunjukan bahwa (a)

partisipasi anggota (b) pelayanan dan (c) permodalan memberikan pengaruh

signifikan pada kinerja usaha koperasi.

Dalam penelitian lain, Evin Nurhayati dan Kirwani (2013) menemukan

bahan partisipasi anggota merupakan kebutuhan dasar bagi usaha semua koperasi.

Partisipasi aktif anggota bisa terwujud apabila koperasi mampu memberikan

Program layanan yang diinginkan dan dibutuhkan oleh anggota.Pembayaran

simpanan wajib dan pokok selalu tepat waktu dan anggota, aktif berbelanja di

107

toko koperasi. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan kualitas Program

layanan yang diberikan koperasi dinilai sesuai dengan harapan dan kebutuhan

anggota dan dirasakan memberikan manfa’at serta mewujudkan peningkatan

partisipasi, khususnya dibidang permodalan, dibidang organisasi dan dibidang

pemanfaatan jasa usaha koperasi. Kualitas Program layanan yang diberikan oleh

koperasi berhasil memberikan manfa’at dalam mengembangkan usaha koperasi,

terutama unit usaha simpan pinjam dan unit usaha pertokoan.

Selanjutnya Emil Fatmala dan Yanti N Muflikh (2012) mengidentifikasi,

partisipasi anggota, dan manfa’at bagi anggota KUD Puspa Mekar. Variabel

eksogen yang digunakan dalam penelitian ini adalah visi, kapasitas, jaringan kerja,

dan sumberdaya. Variabel endogen yang digunakan adalah kinerja koperasi,

partisipasi anggota, manfaat sosial (non-ekonomi), dan manfaat ekonomi. Dari

hasil penelitian diketahui bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja koperasi

secara berurutan adalah: visi koperasi, sumberdaya, partisipasi anggota, jaringan

kerja dan kapasitas. Faktor yang mempengaruhi partisipasi anggota adalah

manfa’at sosial (non-ekonomi), sedangkan manfa’at ekonomi kurang memberikan

pengaruh terhadap partisipasi anggota. Kinerja koperasi memberikan manfa’at

ekonomi yang lebih besar daripada manfa’at sosial (non-ekonomi). Partisipasi

anggota mempengaruhi kinerja koperasi . Upaya meningkatkan partisipasi

anggota dari segi manfa’at ekonomi dilakukan dengan membangun unit usaha

secara mandiri, yang sesuai dengan kebutuhan anggota. Kinerja koperasi.

mempengaruhi baik manfa’at sosial (non-ekonomi) maupun manfa’at ekonomi

para anggotanya.

108

Ria Herdhiana (2006) dalam kajiannya menyatakan, keberhasilan

koperasi tidak lepas dari partisipasi seluruh anggota baik partisipasi modal,

partisipasi dalam kegiatan usaha, maupun partisipasi dalam pengambilan

keputusan karena partisipasi anggota merupakan unsur utama dalam memacu

kegiatan dan ikatan pemersatu dalam koperasi. Untuk mencapai koperasi mandiri

antara lain dengan membuat program Koperasi yang secara operasional

senantiasa memenuhi keinginan dan kebutuhan anggota sehingga anggota akan

melakukan partisipasi efektif untuk koperasinya.

Khoiriyah, Nuraini Asriati dan Parijo (2012) berdasarkan hasil

penelitiannya menunjukkan partisipasi anggota dalam mengikuti kegiatan-

kegiatan serta usaha-usaha yang tersedia di koperasi. Sehingga membantu

kelancaraan bidang usaha koperasi karena anggota menyadari seutuhnya peran

koperasi dalam membantu mensejahterakan para anggotanya. 3) Hasil penelitian

juga membuktikan bahwa semakin tinggi partisipasi anggota yang ditunjukkan

dari indikator-indikator partisipasi anggota, antara lain: partisipasi dalam

pengambilan keputusan dalam rapat anggota, partisipasi dalam kontribusi modal,

partisipasi dalam pemanfa’atan layanan, partisipasi dalam pengawasan koperasi,

maka semakin tinggi pula keberhasilan Koperasi karyawan Dharma Khatulistiwa

PDAM kota Pontianak. Partisipasi anggota mempunyai sumbangan efektif sebesar

27,55% dan memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap keberhasilan

Koperasi.

Banyak penelitian telah dilakukan yang menguji pengaruh partisipasi

anggota terhadap kinerja, namun dalam penelitian terdahulu yang dipotret adalah

109

pengaruh partisipasi anggota terhadap kinerja koperasi sebagai lembaga, belum

meneliti pengaruh partisipasi anggota yang berdampak pada kinerja usaha (rumah

tangga) anggota. Demikian juga penelitian mengenai inovasi bisnis anggota

terhadap kinerja anggota, masih sangat langka.

2.3.3 Hubungan Keterkaitan Usaha Anggota dengan Usaha Koperasi.

Dalam penelitian lainnya, Sam’un Jaja Raharja (2002) menemukan

bahwa asas persamaan kepentingan ekonomi anggota dalam pembentukan

koperasi dijabarkan lebih jauh dalam bentuk keterkaitan usaha anggota dengan

usaha koperasi. Maksudnya adalah keterkaitan bidang usaha koperasi dengan

kegiatan produktif anggotanya yang terintegrasi. Unit usaha produksi dikatakan

terkait apabila ada integrasi anggota koperasi sebagai pemasok, penyedia bahan

baku, atau sub kontraktor (mengerjakan sebagian pekerjaan koperasi). Pada unit

konsumsi menjadi pemasok komoditi, pada unit simpan pinjam sebagai sumber

permodalan bisnis dan pada usaha jasa sebagai bagian dari penyelenggara

kegiatan jasa tersebut. Temuan penelitiannya menunjukkan tidak semua koperasi

mengintegrasikan usahanya dengan anggota dan sebaliknya. Artinya, kegiatan

koperasi bisa juga tidak terkait dengan kegiatan usaha anggota. Kegiatan usaha

konsumsi, simpan pinjam dan jasa, pada umumnya usaha yang tidak ada

kaitannya kegiatan usaha anggota. Kegiatan yang terkait dengan kegiatan usaha

hanya ditemukan pada Koperasi produsen / produksi yang mengintegrasikan

kegiatan perolehan bahan baku, produksi dan pemasaran. Sebaliknya apabila

koperasi mendapatkan order, disebarkan kepada anggota sesuai spesifikasi

keahliannya.

110

Pada kasus Kopinkra, kegiatan usaha sebagai pemasok antara anggota

dengan koperasi terdapat dalam bentuk konsinyasi. Namun kegiatan ini bukan

model keterkaitan usaha karena; (a) sifat kegiatan tidak permanen dan tidak

terikat kontrak untuk jangka waktu tertentu; (b) kegiatan tersebut dapat dilakukan

siapa saja, termasuk non- anggota dengan perlakuan yang sama; (c) koperasi

hanya menerima komisi penjualan, (d) hal ini merupakan kegiatan temporer, tidak

termasuk strategi jangka panjang usaha koperasi.

2.3.4 Pengaruh Inovasi Bisnis Anggota terhadap Kinerja Anggota Koperasi

Menurut M. Ferichani, Darsono dan Supanggyo (2011) dalam

penelitian,yang bekerjasama dengan paraistri peternak kambing Etawa (KUBE

Adi Jaya di Kecamatan Sayegan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta).Dan Jomint

Company, (2011) selaku mitra usaha berhasil mengukur kualitascustomer

satisfaction terhadap produk olahan susu kambing yang lezat,bernutrisi dan

berpotensi pasar dengan 4 indikator , yaitu (rasa (taste),(tampilan appearance), (

kemasan packaging) dan contents (kandungan nutrisi). Dengan Tingkat kepuasan

terhadap contents produk es krim susu kambing etawa tinggi , sedangkan untuk

elemen lainnya tergolong moderat-tinggi, Bahkan produk susu kambing etawa ubi

ungu dapat bersaing & lebih memuaskan dari produk es krim Walls dari sisi

produk sehingga untuk menjadi usaha bersama untuk memperoleh produk hasil

diversikan yang unggul dengan sisi padat & potensi pasar.

Citra Lestari, Nawazirul Lubis, dan Widayanto (2015) melakukan

penelitiannya mengenai Pengaruh jaringan usaha, inovasi produk dan persaingan

usaha terhadap perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Unit usaha

111

dipengaruhi oleh berbagai faktor internal maupun eksternal. jaringan usaha,

inovasi produk dan persaingan usaha secara bersama-sama berpengaruh positif

dan signifikan terhadap perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah

makanan. Disarankan agar IKM makanan senantiasa meningkatkan kerjasama

dengan berbagai pihak untuk membangun jaringan usaha yang semakin luas,

meningkatkan inovasi produk serta meningkatkan daya saing sehingga IKM

makanan dapat terus berkembang di tengah arus persaingan. Nilai koefisien

determinasi sebesar 78,2%. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin baik

jaringan usaha yang dibangun maka semakin baik perkembangan usahanya. (b)

Inovasi produk mempunyai pengaruh yang positif terhadap perkembangan

UMKMsebesar 70%. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin baik inovasi

produk yang dilakukan maka semakin baik perkembangan usahanya. Persaingan

usaha mempunyai pengaruh yang negatif terhadap perkembangan UMKM dengan

nilai koefisien regresi sebesar -1,265 dan nilai koefisien determinasi sebesar

50,4%. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi persaingan usaha yang

diterjadi maka semakin rendah perkembangan usahanya. Seluruh variabel

independen, yaitu jaringan usaha, inovasi produk dan persaingan usaha secara

bersama-sama (simultan) mempengaruhi variabel dependen perkembangan

UMKM. Dari hasil analisis ditemukan bahwa variabel independen yang

memberikan pengaruh paling dominan terhadap perkembangan UMKM (variabel

dependen) adalah variabel jaringan usaha.

Menurut Ginanjar Suendro (2010) dalam penelitiannya yang

menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi inovasi produk sebagai upaya

112

meniingkatkan kinerja pemasaran untuk mencapai keunggulan bersaing

berkelanjutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inovasi produk dapat

ditingkatkan dengan meningkatkan orientasi pelanggan, orientasi pesaing dan

koordinasi lintas fungsi. Selanjutnya, inovasi produk yang semakin tinggi

mempengaruhi kinerja pemasaran dan meningkatkan keunggulan bersaing

berkelanjutan.

Inovasi proses maupun inovasi produk akan meningkatkan kemampuan

perusahaan dalam menciptakan produk yang berkualitas. Hasil penelitian Sri

Hartini (2012) terhadap pemilik UKM mebel kayu di Jawa Timur menunjukkan

terdapatnya peran inovasi terhadap kulitas produk dan peran kualitas produk

terhadap kinerja manajemen pemasaran UKM mebel kayu di Jawa Timur.

Menurut Djoko Wintoro (2008) inovasi pemasaran penting bagi

perusahaan yang bersaing dalam basis inovasi. Tingkat inovasi pemasaran,

tergantung pada ketersediaan keuangan perusahaan. Temuan ini menunjukkan

bahwa tingkat inovasi pemasaran berdampak pada tingkat struktur modal dan

tingkat kinerja koperasi. Perusahaan dengan inovasi pemasaran yang tinggi,

menghasilkan kinerja perusahaan yang tinggi pula. Perusahaan memperoleh

imbalan yang sepadan dari kegiatan inovasi pemasaran sehingga ada insentif bagi

perusahaan untuk melakukan inovasi pemasaran secara terus menerus.

Menurut Januar Heryanto (2007) pemasaran untuk produk industri harus

menampilkan produk dan jasa sebagai tawaran dengan mutu istimewa oleh karena

itu Inovasi pemasaran merupakan sumber ide baru yang penting. Dari hasil

penelitiandiperoleh simpulan bahwa inovasi, baik produk maupun pemasaran,

113

harus dilakukan terus-menerus karena perusahaan yang membuat produk industri

menghadapi persaingan dengan perusahaan yang bekerja dengan efisien. Mereka

memproduksi barang dengan kualitas yang terus menerus diperbaiki, dengan

biaya produksi diusahakan lebih rendah dengan demikian secara keseluruhan akan

memberikan benefit bagi pembeli di pasar bisnis berupabenefit dari kualitas

produk, jaminan ketersediaan barang dan jasa, serta pengiriman yang selalu tepat

waktu dan perbaikan/service setelah barang digunakan (after sales service).

Penelitian Rahma Imaniar Setiasrik (2017) menunjukkan kinerja

pemasaran yang merupakan tolok ukur untuk mengetahui sejauh mana suatu

usaha berkembang dan maju. Banyaknya industri kecil menengah batik di kota

Pekalongan yang merupakan pesaing dalam perindustrian batik, menuntut untuk

selalu berinovasi dan memperluas jaringan bisnis, untuk menjaga kesinambungan

bisnisnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa inovasi produk dan network capital

berpengaruh positif terhadap kinerja pemasaranwalaupun masih terdapat sebagian

pengrajin yang merasa inovasi yang dilakukannya kurang diminati.

Karena inovasi produk yang masih belum dilakukan secara optimal

sehingga menghambat tingkat penjualan. Selain itu dari hasil uji diperoleh bahwa,

pengaruh inovasi produk, network capital terhadap kinerja pemasaran secara

simultan adalah positif dan signifikan.

Luis Andrew Abraham dan Jani Rahardjo (2015), meneliti suasana

inovasi yang berperan sebagai variabel moderator tidak secara signifikan

mendukung pengaruh internal organisasi terhadap kinerja UKM perusahaan

sepatu yang diharapkan, karena keputusan untuk melakukan inovasi sepenuhnya

114

berada pada pemilik UKM, dan karyawan hanya melakukan pekerjaan rutin yang

tidak memerlukan pengambilan keputusan mengenai pelaksanaan inovasi.

Kaitannya dengan penelitian yang penulis lakukan, hal ini dapat menjadi

masukan yang berharga, baik bagi anggota Koperasi maupun Pengurus Koperasi

bahwa persaingan produk berbahan baku susu, yang termasuk produk industri,

juga perlu mempertimbangkan inovasi Pemasaran, bila tidak ingin tertinggal oleh

pesaing.

Dalam mengkaji perihal inovasi manajemen, Sri Wilujeng dan Ida

Nuryana (2016) menyimpulkan bahwa, masyarakat (kelompok usaha olahan

susu) untuk berhasil mengembangkan usahanya melalui inovasi produk dengan

mengikuti Program pelatihan dan pendampingan alih teknologi dalam pengolahan

susumenjadi penganan, dengan aneka jenis dan rasa yang lagi kualitas bagi daya

saing.

Siti Nurjanah (2015) melakukan penelitian mengenai Inovasi manajemen

khususnya dalam persaingan global pada organisasi pendidikan dengan

kemunculan organisasi baru dan kemajuan teknologi, sehingga dibutuhkan

inovasi untuk mencapai keunggulan bersaing lembaga yang masih melakukan

manajemen berbasis saing temporer dengan menciptakan model bisnis baru,

mengembangkan layananinterface pelanggan, dan inovasi administrasi. Inovasi

terwujud bila didukung oleh kreatifitas, pengetahuan, kompetensi, dan adanya

kebutuhan masyarakat, kebijakan serta proses. Manajemen inovasi akan membuat

keunggulan sebuah organisasi suatu keadaan yang bersifat tetap, (status guo)

sehingga memunculkan kebutuhan atas keadaan baruinspiration from inspirasu

115

dari sumber sumber lain terdapatnya pembukuan & validasi dengan tidak internal

maupun eksternal.

Menurut Ernani Hadiyati (2012) dari simpulan penelitiannya yang

terkait dengan inovasi pemasaran, adalah: pengaruh signifikan kreativitas dan

inovasi secara silmutan terhadap inovasi pemasaran pada usaha kecil Keramik

Dinoyo Malang. Kreativitas dan inovasi berpengaruh signifikan secara parsial

terhadap inovasi pemasaran pada usaha kecil Keramik Dinoyo Malang, dan

kreativitas berpengaruh dominan terhadap inovasi pemasaran pada usaha kecil

Keramik Dinoyo Malang.

Dari beberapa penelitian yang diungkapkan di atas dapat disimpulkan

pentingnya melakukan inovasi bagi suatu perusahaan termasuk usaha para

anggota Koperasi, jika ingin usahanya berkelanjutan. Anggota koperasi dapat

mengambil inspirasi dari studi-banding atau benchmark yang dilakukan pada

usaha lain agar dapat mencapai kinerja lebih baik, maupun masukan dari

masyarakat sebagai pihak eksternal pengguna produk para anggota.

Konsep kemitraan dalam penelitian ini mengacu pada konsep kerjasama

& pembinaan kepada usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar

dengan yang membebaskan serta simbiosis mutualisme. Pola kemitraan

merupakan bentuk kerjasama antara usaha kecil dan usaha menengah atau usaha

besar (Purnaningsih 2006). Adapun beberapa alasan anggota peternak melakukan

kemitraan, yaitu: pemasarannya terjamin, tersedianya bibit sapi/benih,

peningkatan produktivitas tinggi,terdapatnya kegiatan pendampingan, peluang

bagi anggota Koperasi untuk belajar dengan peternak lain, ketersediaan pakan,

116

budidaya tanaman rumput /pakan ternak, penyuluhan hama /penyakit ternak, dan

ketersediaan dokter hewan /petugas Penyuluh pendamping dari lintas institusi /

Dinas terkait.

Penelitian Ni Made Krisna Sari (2016) pada Koperasi Dharma Sesana

Desa Lebih Kabupaten Gianyar. bahwa partisipasi anggota pelayanan permodalan

berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan usaha.

Penelitian I Kadek Rustiana Putra, I Wayan Suwendra, Wayan Cipta

(2014) menunjukan bahwa pengaruh tersebut positif dan signifikan pada

partisipasi anggota sebagai pemilik dan pelanggan secara simultan terhadap

perolehan SHU.

Dalam rangka pembangunan pertanian dengan konsep agribisnis,

pemerintah mengeluarkan UU No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil yang

kemudian dijabarkan pada PP No. 44 tahun 1997 tentang Kemitraan. Aturan

tersebut antara lain ditujukan untuk mengatasi permasalahan keterbatasan modal

dan teknologi bagi petani dilakukannya upaya, peningkatan mutu produk, dan

masalah pemasaran (Departemen Pertanian 2003). Alasan utama petani untuk

bermitra dengan perusahaan, termasuk dengan Koperasi adalah untuk pemasaran

yang berkesinambungan

Tersedianya bibit/ indukan sapi, peningkatan produktivitas dan,

tersedianya kegiatan pendampingan, terdapatnya peluang untuk belajar dari petani

lain, ketersediaan pupuk, pestisida, budidaya tanaman rumput /pakan ternak,

penyuluhan hama /penyakit ternak, dan ketersediaan dokter hewan /petugas

penyuluh pendamping dari lintas institusi / Dinas.

117

2.4 Paradigma Penelitian

Studi yang telah dipaparkan dalam kerangka pemikiran di atas

menggambarkan adanya keterkaitan antara variabel beserta indikator-

indikatornya. Paradigma penelitian yang dibuat pada penelitian ini merupakan

acuan dari kajian pustaka yang dikembangkan oleh peneliti dalam menganalisis

variabel yang diteliti. Berikut ini adalah Gambar paradigma berikut ini menjadi

dasar kajian dalam penelitian ini.

Gambar 2.11

Bagan Kerangka Pemikiran

PROGRAM

ANGGOTA

Program Kerja

Program Usaha

Bidang Usaha

PARTISIPASI

ANGGOTA

Manfaat

Permodalan

Pengambilan

Keputusan

KETERKAITAN

USAHA

ANGGOTA

DENGAN USAHA

KOPERASI

Keterkaitan

Usaha

Kontrak Usaha

INOVASI BISNIS

ANGGOTA

Inovasi Produk

Inovasi Proses

Inovasi

Pemasaran

Inovasi

Manajemen

KINERJA

ANGGOTA

Perencanaan

Strategis

Fokus Usaha

Sistem Perbaikan

Berkelanjutan

Kemitraan

118

2.5 Hipotesis Penelitian

Disusun denganhipotesis dalam penelitian iniMerujuk pada kerangka

pemikiran yang telah diuraikan, adalah sebagai berikut:

1) Program anggota, partisipasi anggota dan keterkaitan usaha anggota dengan

usaha koperasi, serta inovasi bisnis pada anggota Koperasi Peternak di

Jawa Barat sudah dijalankan dengan baik dan berhasil, sehingga kinerja

anggota Koperasi tercapai.

2) Terdapat pengaruh program, partisipasi anggota dan keterkaitan usaha

anggota dengan usaha koperasi terhadap terhadap kinerja anggota koperasi

melalui inovasi bisnis anggota

3) Terdapat pengaruh program anggota, partisipasi anggota dan keterkaitan

usaha anggota dengan usaha koperasi terhadap inovasi bisnis anggota

4) Terdapat pengaruh program anggota terhadap inovasi bisnis anggota

5) Terdapat pengaruh partisipasi anggota terhadap inovasi bisnis anggota

6) Terdapat pengaruh keterkaitan usaha anggota dengan usaha koperasi

terhadap inovasi bisnis anggota

7) Terdapat pengaruh program anggota terhadap kinerja anggota koperasi

8) Terdapat pengaruh partisipasi anggota terhadap kinerja anggota koperasi

9) Terdapat pengaruh keterkaitan usaha anggota dengan usaha koperasi

terhadap kinerja anggota koperasi

10) Terdapat pengaruh inovasi bisnis anggota terhadap kinerja anggota