bab ii kajian pustaka, kerangka pemikiran, dan...

70
19 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka dalam disertasi ini, diawali dari teori utama (grand theory) yaitu teori manajemen sumberdaya manusia, karena konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini berakar dari teori tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kajian pustaka bersifat lintas teori, kombinasi dari teori perilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik sebagai midle range theory. Dan sebagai applied theory, penulis menggunakan beberapa teori untuk mengungkapkan konsepsi mengenai variabel-variabel yang diteliti yaitu nilai-nilai pribadi (personal values), kompetensi budaya (cultural competence), merek pribadi (personal branding), dan kepercayaan diri (self-confidence), berdasarkan pemaparan teoritis dari masing-masing variabel tersebut. Kaitan kajian pustaka antara grand theory, middle range theory, dan applied theory yang akan digunakan dalam penelitian ini seperti gambar berikut ini:

Upload: truongtruc

Post on 10-Aug-2019

254 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

19

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN,

DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

Kajian pustaka dalam disertasi ini, diawali dari teori utama (grand theory)

yaitu teori manajemen sumberdaya manusia, karena konsep-konsep yang

digunakan dalam penelitian ini berakar dari teori tersebut. Penelitian ini

menggunakan pendekatan kajian pustaka bersifat lintas teori, kombinasi dari teori

perilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik sebagai

midle range theory.

Dan sebagai applied theory, penulis menggunakan beberapa teori untuk

mengungkapkan konsepsi mengenai variabel-variabel yang diteliti yaitu nilai-nilai

pribadi (personal values), kompetensi budaya (cultural competence), merek

pribadi (personal branding), dan kepercayaan diri (self-confidence), berdasarkan

pemaparan teoritis dari masing-masing variabel tersebut. Kaitan kajian pustaka

antara grand theory, middle range theory, dan applied theory yang akan digunakan

dalam penelitian ini seperti gambar berikut ini:

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

20

Grand

Theory Manajemen Sumber Daya Manusia

(Stoner, 2013; Wilson, 2012; Sagala, 2010; Mathis dan Jackson, 2010, Snel, 2010; Mullins, 2005)

Midle

range

theory

Applied

Theory

Gambar 2.1 :Grand Theory, middle range theory dan applied theory

Begitu banyak definisi manajemen, seperti yang diungkapkan Stoner et al

(2013), manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin,

dan mengendalikan pekerjaan anggota organisasi dan menggunakan semua sumber

daya organisasi untuk mencapai sasaran organisasi yang sudah ditetapkan. Dari

definisi tersebut manajemen memiliki empat unsur yaitu: perencanaan (planning),

pengorganisasian (organizing), kepemimpinan (leading), dan pengendalian

(controlling).

Berbeda dengan Robbins (2012; 8) yang menyatakan bahwa manajemen

melibatkan koordinasi dan mengawasi aktivitas kerja orang lain sehingga kegiatan

mereka selesai secara efisien dan efektif.

Perilaku Organisasi

(Kreitner, 2006; Ajzen dan

Fishbein,1980; Schwartz, 1977)

MSDM Strategik

( Amstrong, 2003; Hunger, 2003;

Bakr Ibrahim, 2003; Dessler, 2012;

Wright & Snell, 1992)

Manajemen lintas budaya

Hall (1987); Sitaram (1997)

Prasad (2012)

Nilai-nilai pribadi

(Cai&Shannon, 2012;

Schwartz, 2006;

Schmuck & Vlek,

2003; Herche, 1994;

Kahle, 1983; Rokeach,

1973)

Kompetensi Budaya

Chendan Starosta,

1996; Milton J.

Bennett,1993;

Gudykunts dan Kim,

1992; Purnel, 2002;

Rowley et al, 2010)

Merek Pribadi

(Montoya & Vandehey,

2008;Arruda, 2007;

Griffith et al.2006; Kotler

et al.,2005; Kaputa,

2003;; McNally & Speak,

2003; Tom Peters, 1997)

Kepercayaan diri

MTD Training, 2013; Kasia

Lyczkowska, 2014; Tim

Woodman,Sally Akehurst,

Lew Hardy,Stuart Beattie,

2010; Cristina Georgiana

Safta, 2015; Jacky C.K. han,

MSc, at al.2015; Andrea

Nolan, Tebeje Molla, 2017;

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

21

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut bahwa manajemen adalah ilmu

dan seni yang digunakan untuk menjalankan fungsinya melalui proses

perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, kepemimpinan dan pengendalian

dengan memanfaatkan sumber daya manusia agar tujuan yang telah ditetapkan

dapat tercapai secaraefektif dan efisien.

Sebagai grand theory digunakan ilmu manajemen sumber daya manusia.

Dalam hal ini, beberapa teori manajemen sumber daya manusia sebagai berikut:

Manajemen sumber daya manusia dapat didefinisikan sebagai suatu proses

perencanaan, pengorganisasian, penyusunan staf, penggerakan dan pengawasan,

terhadap pengadaan, pengembangan, dan pemberian kompensasi, pengintegrasian,

pemeliharaan, dan pemisahan tenaga kerja untuk mencapai tujuan organisasi

(Wilson, 2012). Menurut Stoner (2013), manajemen sumber daya manusia adalah

suatu prosedur yang berkelanjutan yang bertujuan untuk memasok suatu organisasi

atau perusahaan dengan orang-orang yang tepat untuk ditempatkan pada posisi dan

jabatan yang tepat pada saat organisasi memerlukannya.

Berbeda dengan Mullins (2005), manajemen sumber daya manusia

dinyatakan sebagai strategi perancangan, pelaksanaan dan pemeliharaan untuk

mengelola manusia untuk kinerja usaha yang optimal termasuk kebijakan

pengembangan dan proses untuk mendukung strategi.

Sementara Riva‟i dan Sagala (2010) menyatakan bahwa manajemen sumber

daya manusia merupakan sistem yang terdiri dari banyak aktivitas interdependen

(saling terkait satu sama lain) yang saling memengaruhi satu sama lain. Sedangkan

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

22

menurut Mathias dan Jackson (2010) manajemen sumber daya manusia adalah

rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organsasi untuk memastikan

penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan-tujuan

organisasional.

Pengertian lain menurut Bohlarander dan Snell (2010) menyatakan bahwa

manajemen sumber daya manusia adalah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana

memberdayakan karyawan dalam perusahaan, membuat pekerjaan, kelompok

kerja, mengembangkan para karyawan yang mempunyai kemampuan,

mengidentifikasi suatu pendekatan untuk dapat mengembangkan kinerja karyawan

dan memberikan imbalan kepada mereka atas usahanya dan bekerja.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber

daya manusia merupakan suatu sistem formal dan proses yang meliputi proses

perencanaan, pengorganisasian, penyusunan staf, penggerakan dan pengawasan,

pengadaan, pengembangan bakat, pemberian kompensasi, pengintegrasian,

pemeliharaan, dan yang saling berkaitan satu sama lain untuk mencapai tujuan

organisasi dengan efektif dan efisien.

Selanjutnya teori yang akan digunakan sebagai perantara (midle range

theory) adalah teori manajemen lintas budaya, teori perilaku organisasi, dan teori

strategi sumber daya manusia.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

23

2.1.1 Manajemen Lintas Budaya

Dewasa ini manajemen semakin bersifat multibudaya. Beberapa konsep

definisi manajemen multi budaya menurut Hall (1987) terletak pada komunikasi,

baik melalui kata-kata, benda material, maupun perilaku didasarkan pada informasi

yang sebaik mungkin tentang keragaman budaya tersebut (Elashmawi. F. & Harris,

1996).

Manajemen Lintas Budaya adalah bidang yang cukup baru yang didasarkan

pada teori-teori dan penelitian dari Psikologi Lintas Budaya, Bisnis Internasional,

Perilaku Organisasi, Sumber Daya Manusia, dan Antropologi. Model Farmer-

Richman menyatakan bahwa budaya merupakan variable utama dalam menetukan

efektivitas manajerial dan organisasional.

Model Negandhi-Prasad (2012) yang menyatakan bahwa philosophy of

management adalah merupakan suatu variabel yang bersifat independen dan

cenderung tidak terpengaruh secara langsung oleh aspek budaya. Manajemen lintas

budaya adalah ilmu yang berusaha untuk memahami bagaimana budaya nasional

mempengaruhi praktek manajemen, mengidentifikasi persamaan dan perbedaan

lintas budaya dalam praktek manajemen dan berbagai konteks organisasi, serta

meningkatkan efektivitas dalam manajemen global.

2.1.2 Perilaku Organisasi

Hugo Munsterberg (1863 -1916) dan Mary Parker Folett (1868-1933) adalah

orang yang pertama kali memasukan perilaku dalam konsep manajemen, berupa

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

24

pemanfaatan psikologi dalam mewujudkan tujuan-tujuan produktivitas sarana

seperti dengan teori-teori manajemen lainnya. Perilaku organisasi terkait dengan

bagaimana memahami dan mengatur orang-orang atau individu dalam sebuah

organisasi.

Kreitner (2006) mengatakan bahwa perilaku organisasi adalah bidang-bidang

interdisipliner yang digunakan untuk memahami dan mengatur sumberdaya

manusia di tempat kerja dengan lebih baik. Beberapa teori tersebut antara lain

Theory of Reasoned Action, Theory of Planned Behavior, dan Norm Activation

Theory (Bechtel dan Churchman, 2002).

Ajzen dan Fishbein (1980) mengemukakan teori tindakan beralasan (theory

of reasoned action) (TRA). Teori ini didasarkan pada asumsi-asumsi: a) bahwa

manusia umumnya melakukan sesuatu dengan cara-cara yang masuk akal, b)

bahwa manusia mempertimbangkan semua informasi yang ada, dan c) bahwa

secara eksplisit maupun implisit manusia memperhitungkan implikasi tindakan

mereka. Secara sederhana teori ini mengatakan bahwa seseorang akan melakukan

suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia percaya

bahwa orang lain ingin agar orang lain melakukannya.

Theory of Planned Behavior (TPB) atau teori perilaku terencana merupakan

pengembangan lebih lanjut dari TRA. Ajzen (1991) menambahkan konstruk yang

belum ada dalam TRA, yaitu kontrol perilaku persepsian (perceived behavioral

control). Konstruk ini ditambahkan dalam upaya memahami keterbatasan yang

dimiliki individu dalam rangka melakukan perilaku tertentu.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

25

Model teoritik dari Theory of Planned Behavior (perilaku yang

direncanakan) mengandung berbagai variabel yaitu: latar belakang (background

factors), keyakinan perilaku atau behavioral belief, keyakinan normatif (normative

beliefs), norma subjektif (subjective norm), keyakinan yang terkontrol (control

beliefs), persepsi kemampuan mengontrol (perceived behavioral control).

Di dalam kategori latar belakang, Ajzen (1991) memasukkan tiga faktor

yakni personal, sosial, dan informasi. Faktor personal adalah sikap umum

seseorang terhadap sesuatu, sifat kepribadian (personality traits), nilai hidup

(values), emosi, dan kecerdasan yang dimilikinya. Faktor sosial antara lain adalah

usia, jenis kelamin (gender), etnis, pendidikan, penghasilan, dan agama.

Norm Activation Theory dikembangkan oleh Schwartz (1977) untuk

menjelaskan perilaku prososial. Perilaku prolingkungan melekat dengan sikap

altruistic. Norm activation theory berfokus pada pengaruh nilai personal terhadap

sikap seseorang dan terhadap lingkungan. Teori tersebut menyatakan bahwa

tindakan pro lingkungan terjadi karena respon norma personal. Norma personal

(personal norm) dibentuk oleh kesadaran akan konsekuensi dari tindakannnya

(awareness consequences) dan tanggung jawab seseorang akibat dari tindakannya

tersebut (responsibility belief).

2.1.3 Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik

Manajemen sumber daya manusia strategik adalah rumusan mendasar

mengenai pendayaagunaan sumber daya manusia sebagai usaha mempertahankan

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

26

dan meningkatkan kemampuan terbaik sebuah perusahaan untuk menjadi

kompetitor yang mampu memenangkan dan menguasai pasar melalui tenaga kerja

yang dimilikinya.

Wright & Snell (1994) berpendapat bahwa Manajemen Sumber Daya

Manusia strategik diperlukan dalam kegiatan hubungan manusia yang

terkoordinasi di seluruh berbagai sub fungsi. Sementara Dessler (2012)

menghubungkan manajemen sumber daya manusia dengan peran strategis dan

tujuan dalam rangka meningkatkan kinerja bisnis dan mengembangkan budaya

organisasi dan mendorong inovasi dan fleksibilitas.

Disisi lain Amstrong (2003) menyatakan bahwa manajemen strategis berarti

manajer melihat kemuka pada sesuatu yang akan dicapai di masa yang akan

datang. Sedangkan menurut Hunger (2003), manajemen strategis adalah

serangkaian keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan kinerja

perusahaan dalam jangka panjang. Pendapat A. Bakr Ibrahim dan Kamal Arghyed

(2003) bahwa manajemen strategis adalah proses yang sistematis dan seleksi terus

menerus, melaksanakan, dan mengevaluasi pilihan strategis. Keputusan ini harus

kongruen dengan misi organisasi, tujuan, dan kemampuan internal dan eksternal,

karena mereka akan mengatur ritme untuk seluruh organisasi.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa strategi

manajemen sumber daya manusia adalah cara dalam mengembangkan dan

mengelola keahlian dan kinerja karyawan untuk menunjang keberhasilan

perusahaan yang akan dicapai di masa yang akan datang.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

27

2.1.4 Nilai-nilai Pribadi (personal values)

Teori nilai merupakan gabungan dari berbagai bidang keilmuan seperti

filsafat, etika, psikologi, dan manajemen. Istilah nilai di dalam bidang filsafat

dipakai dalam rangka untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya

„keberhargaan‟ (worth) atau „kebaikan‟ (goodness), dan kata kerja yang artinya

merupakan suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan

penilaian (Kaelan, 2004 ; 87). Menururt Max Scheller seorang filsuf Jerman

mengatakan bahwa nilai merupakan suatu kualitas yang tidak tergantung pada

pembawanya, merupakan kualitas apriori atau merupakan yang telah dapat

dirasakan manusia tanpa melalui pengalaman inderawi terlebih dahulu.

Dalam mendalami definisi nilai-nilai, penulis mengadopsi tiga pendapat yaitu

dari Rokeach (1973), Schwartz (1977), dan Hofstede (1984). Definisi nilai

menurut Rokeach (1973), adalah suatu keyakinan yang relatif stabil tentang model-

model perilaku spesifik yang diinginkan dan keadaan akhir eksistensi yang lebih

diinginkan secara pribadi dan sosial dari pada model perilaku atau keadaan akhir

eksistensi yang berlawanan atau sebaliknya. Rokeach memandang nilai sebagai

suatu keyakinan yang relatif stabil dalam perwujudannya dapat dijadikan menjadi

dua kategori yaitu : Nilai instrumental dan nilai terminal.

Nilai sebagai alat atau instrumental dapat bersifat dua macam yaitu sebagai

nilai moral yang berkaitan dengan tingkah laku yang berhubungan intrapersonal

terhadap hati nurani. Sedangkan sebagai nilai kompetensi atau aktualisasi diri

adalah nilai instrumental yang fokusnya lebih bersifat pribadi dan tidak terlalu

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

28

kelihatan berkaitan langsung dengan moralitas, jika terjadi pelanggaran terhadap

nilai kompetensi akan berakibat adanya perasaan malu karena ketidakmampuan

diri. Aspek yang terkandung didalamnya adalah : ambisius/giat bekerja,

berwawasan luas, mampu, efektif, riang gembira, bersih, berani, memaafkan,

bekerja tuk kesejahteraan orang lain, jujur, imaginatif, dan lain sebagainya.

Rokeach membagi nilai terminal menjadi dua macam; pertama yang bersifat

pribadi yaitu nilai dipusatkan pada diri sendiri dan bersifat sosial yaitu nilai yang

dipusatkan pada masyarakat. Teori ini memiliki kelebihan yaitu : mudah dalam

administrasi penyelenggaraannya dan responden pada umumnya tertarik. Selain itu

teori ini juga memliki kelemahan yaitu prosedur ranking hanya memberikan

informasi tentang kepentingan relatif dari nilai-nilai yang berbeda dan bukan

kepentingan absolut. Rokeach (1973) menyatakan bahwa berdasarkan pengelolaan

sumber daya manusia (SDM), maka nilai-nilai yang dikenal List of value (LOV)

adalah altruistic (nilai melayani), humility (nilai kepatuhan pada otoritas atau

norma yang berlaku), cooperation (nilai kebersamaan atau kemauan untuk bekerja

sama), responsibility (inisiatif dan tanggung jawab), honesty (nilai kejujuran)

dalam menjalankan tugas atau memangku jabatan, dan simplicity (nilai efisiensi)

dalam penggunaan sumber daya.

Penelitian Kahle (1983) sejalan dengan konseptualisasi lain dari nilai-nilai

yang menyederhanakan daftar nilai dari Rokeach untuk sembilan nilai tunggal, dan

diklasifikasikan kedalam tiga kategori yaitu; Nilai Hedonistic (mencari sensasi,

kesenangan dan kebahagiaan dalam hidup, keinginan untuk membangun hubungan

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

29

yang hangat dengan orang lain), Nilai Empati (harga diri, menghormati orang lain,

mencari keamanan, rasa memiliki), dan Nilai Aktualisasi Diri (pengembangan

pribadi, rasa prestasi).

Pada dasarnya Schwartz mendukung teori Rokeach, dengan

mengelompokkan masing-masing nilainya. Nilai-nilai itu menurut Schwartz

diklasifikasikan ke dalam sejumlah domain-domain motivasional atau tipe-tipe

nilai yang terdiri dari dimensi individualisme versus kolektifisme nampak bahwa

tipe nilai diasumsikan mewakili dimensi nilai individualistik (kekuasaan, prestasi,

hedonism, stimulus, dan arah diri), sementara beberapa tipe nilai yang lain

mewakili dimensi nilai kolektifistik (kebajikan,tradisi, konformitas) dan tipe lain

lagi di anggap mewakili minat campuran (universalisme, keamanan). Schwartz

(2012) menjelaskan bahwa nilai adalah suatu keyakinan yang berkaitan dengan

cara bertingkah laku atau tujuan akhir tertentu, melampaui situasi spesifik,

sehingga mengarahkan seleksi atau evaluasi terhadap tingkah laku, individu, dan

kejadian-kejadian, serta tersusun berdasarkan derajat kepentingannya. Selanjutnya

Schwartz (2006) mendefinisikan nilai-nilai pribadi penentuan tujuan trans-

situasional yang bervariasi dalam kepentingannya yang berfungsi sebagai prinsip

orang pada kehidupan yang mencakup; Self-enhancement, Openess to change,

Self-transcendence, dan Conservation. Alat ukur tentang nilai yang di susun oleh

Schwartz menggunakan prosedur ranting dan masih dipengaruhi oleh gaya

pengukuran Rokeach dalam memisahkan antara nilai instrumental dan nilai

terminal dan menyajikan tiap nilai dalam satu item.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

30

Dalam teori ini ada tiga persyaratan bagi eksistensi manusia sehingga semua

individu dan masyarakat akan responsif terhadapnya yaitu untuk memuaskan

kebutuhan biologis, untuk mencapai interaksi sosial yang terkoordinir, dan untuk

mempertemukan tuntutan institusi untuk mempertahankan hidup dan kesejahteraan

kelompok. Selanjutnya Kamakura dan Mazzon (2010) mengadopsi struktur nilai

dari Schwartz dengan mengelompokkan ke dalam tiga bagian yaitu Achievement

(penghormatan diri, pemenuhan diri), Empaty (hubungan yang hangat, rasa

memiliki), dan Hedonism (kesenangan dan kenikmatan).

Pandangan Hofstede berbeda dengan Rokeach dan Schwartz dalam

mengklasifikasikan nilai-nilai dan mengaitkannya dengan budaya. Menurut

Hofstede nilai merupakan suatu kecenderungan luas untuk lebih menyukai atau

memilih keadaan-keadaan tertentu di banding dengan yang lain. Hofstede secara

universal membagi dimensi-dimensi nilai-nilai budaya meliputi individualisme-

collectivisme, power distance, uncertainty avoidance, dan masculinity. Dimensi

nilai-nilai individualisme mendukung anggotanya untuk otonom, menekankan

tanggung jawab, dan hak-hak pribadinya. Dimensi nilai collectivisme mendukung

anggotanya untuk menyelaraskan tujuan dan kepentingannya kepada kelompok,

bahkan jika perlu mengorbankan diri sendiri demi menjaga harmoni kelompok.

Dimensi power distance adalah derajat ketidaksetaraan dalam kekuasaan (power)

antara individu yang memiliki kekuasaan atau status tinggi dengan yang rendah.

Uncertainty avoidance adalah derajat dimana budaya mengembangkan institusi

dan ritual untuk menyesuaikan dengan kecemasan akibat ketidak pastian dan

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

31

samar-samar. Masculinity yaitu derajat dimana budaya mendukung perbedaan

gender di antara anggota-anggotanya.

Selanjutnya Hofstede menambahkan Pragmatism (long term orientation) dan

Indulgence (vs. Restraint). Nilai individualism-collectivism oleh Hofstede

didasarkan pada empat aspek yaitu: Keserasian dalam bersosialisasi (social

harmony), Bekerjasama dalam kelompok social (cooperation in social group),

Pengendalian diri dalam hubungan dengan kelompok social (self-control), dan

Membagi pengakuan atas penghargaan (social sharing of recognition).

Mastumoto menyebut power distance dengan istilah perbedaan status yaitu

derajat dimana budaya mempertahankan perbedaan status di antara anggota-

anggotanya. Menurut Charlotte Wittenkamp (2014), bahwa nilai-nilai

mengandung; Embeddedness, Harmony, Egalitarianism, Intellectual Autonomy,

Affective Autonomy, Mastery, Hierarchy. Meglino dan Ravlin (1998)

mendefinisikan nilai sebagai keyakinan tentang diinternalisasi sesuai perilaku, ini

dampak bagaimana seorang individu menafsirkan informasi. Di samping itu,

Posner dan Schmidt (1996) menggambarkan nilai-nilai sebagai inti kepribadian,

mempengaruhi individu dalam membuat pilihan dan cara individu dan organisasi

dalam menginvestasikan waktu dan energi.

Schmuck dan Vlek, (2003) menyatakan bahwa nilai-nilai pribadi

mengandung aspek human-quality yang bersifat psikologis akan mengacu pada

sikap positif (positive attitude) dan nilai-nilai (values) yang dimiliki oleh individu.

Terdapat tiga konsep hubungan nilai pribadi yaitu sebagai karakteristik

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

32

kepribadian (Triandis et al.,1989) sebagai nilai perbedaan (Schwartz & Bilsky,

1990), dan sebagai penafsiran diri (Markus & Kitayama, 1991). Namun, ruang

lingkup peran masih mengacu pada teori adaptasi sosial (Piner & Kahle, 1984).

Herche, (1994) mengidentifikasi sembilan dimensi nilai pribadi: keamanan, self-

respect, yang dihormati, pemenuhan diri, rasa memiliki, kegembiraan, kesenangan

dan kenikmatan, hubungan yang hangat, dan rasa prestasi. Cai & Shannon (2012)

mengadaptasi model VAM (Value-Attitude-Motivation) dan menegaskan bahwa

ada aliran kausal antara nilai-sikap-perilaku. Sikap identik dengan objek mental

yang spesifik seperti orang, objek dan perilaku, sedangkan nilai lebih umum tanpa

referensi objek tertentu, dan penilaian perilaku etis di tempat kerja (Finegan,

1994).

Gambar 2.2 : Mapping Literatur nilai-nilai pribadi

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

33

Berdasarkan dari beberapa pendapat tersebut maka dapat dinyatakan

konstruk nilai-nilai pribadi adalah konsepsi perilaku, nilai aktualisasi diri, nilai

empati, nilai hedonistic, nilai kebaikan, nilai kerjasama, dan nilai tanggung jawab

dalam memandang keberadaan dirinya untuk melakukan suatu tindakan baik atau

buruk, baik secara sadar ataupun tidak sadar yang mempengaruhi perilaku

seseorang. Dan indikator nilai-nilai pribadi dalam penelitian ini yang masing-

masing diukur dengan Achievement (penghormatan diri, pemenuhan diri), Empaty

(hubungan yang hangat, rasa memiliki), dan Hedonism (kesenangan dan

kenikmatan), Humility (mematuhi aturan, memegang norma), Cooperation

(kebersamaan, kerjasama), dan Responsibility (inisiatif, tanggung jawab)

2.1.5 Kompetensi Budaya (cultural competence)

Istilah “budaya” mula-mula datang dari disiplin ilmu Antropologi Sosial.

Apa yang tercakup dalam definisi budaya sangatlah luas. Dalam bahasa Inggris,

kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah

atau mengerjakan. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam

bahasa Indonesia. Arti budaya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai

dua pengertian: Pertama, budaya adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal

budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat. Kedua, budaya

menggunakan pendekatan antropologi berarti keseluruhan pengetahuan manusia

sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta

pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

34

Istilah budaya dapat diartikan sebagai totalitas pola perilaku, kesenian,

kepercayaan, kelembagaan,dan semua produk lain dari karya dan pemikiran

manusia yang mencirikan kondisi suatu masyarakat atau penduduk yang

ditransmisikan bersama (Asmaun Sahlan, 2010). Menurutnya bahwa budaya itu

paling sedikit mempunyai tiga wujud, yaitu kebudayaan sebagai suatu kompleks

ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma; suatu kompleks aktivitas kelakukan

dari manusia dalam masyarakat; dan sebagai benda-benda karya manusia. Tiga

macam wujud budaya diatas, dalam konteks organisasi disebut dengan budaya

organisasi (organizational culture). Dalam konteks perusahaan, diistilahkan

dengan budaya perusahaan (corporate culture), dan pada lembaga

pendidikan/sekolah disebut dengan budaya sekolah (school culture).

Menurut Edward Burnett Tylor (1989), kebudayaan merupakan keseluruhan

yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan,

kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang

didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Budaya adalah keyakinan dan

perilaku yang diaturkan atau diajarkan manusia kepada generasi berikutnya

(Taylor, 1989). Sedangkan menurut Sir Eduarel Baylor (1871) dalam Andrew dan

Boyle (1995), budaya adalah sesuatu yang kompleks yang mengandung

pengetahuan, kepercaayaan, seni, moral, hukum, kebiasaan, dan kecakapan lain

yang merupakan kebiasaan manusia sebagai anggota komunikasi setempat. Budaya

adalah faktor lingkungan yang paling efektif dalam perilaku konsumen yang

ditentukan oleh nilai nilai dan keyakinan masyarakat (Assael, 1995).

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

35

Kebanyakan definisi budaya menekankan transmisi tradisi antargenerasi, cara

hidup, mengkopi perilaku, nilai-nilai, norma, dan keyakinan. (Thompson, 2005).

Guarnaccia dan Ridriguez (1996) mendefinisikan budaya sebagai fenomena yang

dinamis dan kreatif, beberapa aspek yang dimiliki oleh kelompok besar orang dan

aspek lain yang menjadi penciptaan kelompok-kelompok kecil dan individu yang

dihasilkan dari situasi kehidupan tertentu dan sejarah. Howard (1991), menyatakan

bahwa budaya dapat dianggap sebagai komunitas individu dari berbagi pandangan

tertentu tentang dunia dan pusat interpretasi makna kehidupan dan tindakan

mereka. Lopez at al (2006) mendefinisikan budaya sebagai nilai-nilai, keyakinan,

dan praktik kebiasaan bersama oleh kelompok-kelompok yang diidentifikasi oleh

variabel, seperti etnis, gender, dan orientasi seksual. Fakta bahwa budaya

dipelajari, sosial bersama, dan variabel ditekankan dalam banyak definisi

(Betancourt & Lopez, 1993). Arthur (2007), penting untuk mengenali budaya yang

merupakan proses dinamis yang menghubungkan masa lalu ke masa kini dan

dibentuk sebagian oleh konteks sosial, historis, dan politik.

Hubungan bersifat budaya apabila terjadi diantara orang-orang yang berbeda

kebudayaannya (Rich,1974). Hubungan antar budaya adalah komunikasi yang

terjadi dalam suatu kondisi yang menunjukkan adanya perbedaan budaya seperti

bahasa, nilai-nilai, adat, kebiasaan (Stewart,1974). Hubungan antar budaya adalah

proses pertukaran pikiran dan makna di antara orang-orang yang berbeda

kebudayaannya (Gerhard Maletzke, 1963).

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

36

Banyak yang berpendapat bahwa wajar untuk membentuk stereotipe, karena

stereotipe membantu kita memahami „budaya asing‟ dimana stereotipe ini

bertindak sebagai template, atau sebagai tipe ideal terhadap sesuatu atau dapat

mengukur apa yang tidak diketahui. Namun ada pendapat lain dengan pandangan

ini, karena dengan membentuk stereotipe membuat kita tidak berperilaku yang

cukup rasional dalam antar budaya dengan alasan utamanya adalah bahwa

stereotipe ini sering terinfeksi oleh prasangka, yang pada gilirannya akan

menyebabkan „otherization‟.(Holliday, Hyde & Kullman; 2004). Charlotte

Wittenkamp (2014) menjelaskan 5 dasar kebudayaan yaitu; sifat orang, hubungan

dengan alam, hubungan dengan orang lain, model aktivitas, dan konsepsi dari

alam. Selanjutnya Sitaram dan Cogdell (1976) berpendapat bahwa lintas budaya

adalah interaksi antara para anggota kebudayaan yang berbeda.

Teori Human Capital (Hashimoto, 1981; Mangan, 1983) memberikan uraian

tentang kondisi bagaimana menciptakan nilai kemanusiaan yang sesuai atau yang

tidak sesuai, dan tidak ada perbedaan individu terhadap kontribusinya bagi

perusahaan. Peran SDM dalam keunggulan kompetitif, mirip dengan Wright et al.

(1994), yang fokus pada karakteristik sumber daya manusia perusahaan, termasuk

semua dari pengetahuan, pengalaman, keterampilan, komitmen karyawan

perusahaan, dan hubungan mereka dengan satu sama lain dan mereka yang di luar

perusahaan.

Dierickx & Cool, (1989) Implikasi dari model ini adalah bahwa sementara

perusahaan mungkin mencapai posisi unggul dalam salah satu dari tiga keunggulan

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

37

kompetitif yang berkelanjutan membutuhkan posisi unggul. Hal ini disebabkan

tiga alasan. Pertama, nilai bahwa keterampilan dan perilaku dapat menghasilkan

dan mengharuskan mereka dipasangkan bersama-sama (yaitu, tanpa keterampilan,

perilaku tertentu tidak dapat dipamerkan, dan bahwa nilai keterampilan hanya

dapat diwujudkan melalui perilaku dipamerkan.) Kedua, sulit untuk memahami

kumpulan modal manusia suatu perusahaan yang mengandung keterampilan

tingkat tertinggi dan menunjukkan perilaku yang optimal tanpa adanya sistem

manajemen sumber daya manusia yang selaras.

Sementara Jackson et al. (1993) menolak bila kompetensi adalah hal yang

harus dimiliki sebagai bentuk perilaku. Menurut pandangannya kompetensi adalah

pengetahuan (knowledge), keahlian (skill), dan kemampuan (ability) yang

dibutuhkan untuk suatu tugas tertentu.

Pemikiran Hofstede dalam konteks budaya sebagai "pemrograman kolektif

pikiran yang membedakan anggota satu kelompok manusia dari yang lain".

Selanjutnya, Hofstede dan Bond (1988) mengusulkan lima dimensi:

"individualisme/kolektivisme", "maskulinitas/feminitas", "jarak kekuasaan”,

penghindaran ketidakpastian", dan "orientasi orientasi/jangka pendek jangka

panjang". Pada dimensi individualisme/kolektivisme menentukan bagaimana orang

hidup bersama, dan nilai-nilai mereka, dan bagaimana mereka berkomunikasi,

Korea berurutan ke-43 dan Indonesia berurutan ke-47.

Sementara Schwartz (1996) menyarankan bahwa konservatisme adalah

terkait dengan kolektivisme. Konservatisme adalah jenis nilai tingkat budaya yang

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

38

berfokus pada nilai-nilai yang mungkin penting dalam masyarakat berdasarkan

hubungan yang harmonis erat, di mana kepentingan orang tidak dilihat sebagai

berbeda dari orang-orang dari kelompok.

Banyak manajer mempunyai pandangan itu karena didukung dengan latar

belakang pengetahuan dalam mempelajari ilmu managemen di negara maju.

Simplification adalah proses yang menunjukkan orientasi yang sama terhadap

kelompok budaya yang berbeda. Sebagai contoh cara manajer Amerika

berinteraksi dengan manajer Inggris sama caranya dia berinteraksi dengan

eksekutif Asia. Di sini, lebih diarahkan pada penyesuaian terhadap keadaan

lingkungan guna menghindari pertentangan atau konflik dalam organisasi .

Kompetensi budaya adalah integrasi dan transformasi pengetahuan tentang

individu dan kelompok orang ke spesifikasi standar, kebijakan, praktik dan sikap

yang digunakan dalam pengaturan budaya yang tepat untuk meningkatkan kualitas

pelayanan, sehingga menghasilkan hasil yang lebih baik. Sementara kompetensi

umum yang penting, ada juga kompetensi lintas-budaya yang unik, keterampilan

dan kemampuan yang diperlukan untuk merespon secara efektif kepada orang-

orang dari berbagai budaya, bahasa, kelas, ras, latar belakang etnis, agama dan

faktor keragaman lainnya (Rowley et al, 2010). Yang terpenting, kompetensi

budaya tidak statis, juga tidak datang secara alami, tetapi membutuhkan re-

learning dan un-learning tentang keragaman budaya.

Inventarisasi kompetensi lintas budaya diidentifikasi oleh para peneliti dan

praktisi (misalnya O'Sullivan, 1999; Taylor, 1994) meliputi aspek-aspek seperti:

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

39

keterampilan komunikasi; toleransi untuk ambiguitas; kestabilan emosi;

fleksibilitas; kemampuan untuk mengadopsi dual fokus; berfokus pada kedua tugas

dan hubungan; sikap positif terhadap pembelajaran; pengetahuan budaya;

kemampuan untuk berhasil dalam beragam lingkungan. Chen dan Starosta (1996)

menjelaskan kompetensi lintas budaya dapat disajikan sebagai proses tiga bagian

yang mengarah ke'kesadaran budaya', 'kepekaan budaya' dan 'ketangkasan budaya'.

Cultural Awareness (kesadaran budaya), dimana setelah orang belajar sesuatu

tentang budaya lain, mereka tahu bagaimana menyesuaikan perilaku untuk lebih

memenuhi harapan lembaga baru. Cultural Sensitivity (kepekaan budaya), yang

mencakup nilai-nilai dan sikap seperti keterbukaan pikiran, sikap tidak

menghakimi dan relaksasi sosial, untuk memahami nilai budaya yang berbeda dan

lebih peka terhadap isyarat verbal dan non-verbal dari orang-orang dari budaya

lain. Cultural Adroitness (kecerdasan budaya), ketika orang-orang tahu apa yang

harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan, mereka akan dapat

berkomunikasi dengan lebih efektif tanpa menyinggung pihak manapun.

Kumagai (2009), menyatakan bahwa kompetensi dapat didefinisikan sebagai

keadaan atau kualitas yang memadai atau berkualitas baik atau syarat penekanan

atau pengetahuan yang memadai atau keterampilan dalam bidang tertentu. Dalam

pendidikan, kompetensi ini sering dikategorikan ke dalam hasil belajar yang

melibatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk memungkinkan

pendekatan pendidikan yang menangani masing-masing daerah. Akibatnya,

kompetensi budaya sering didekati dengan cara yang membatasi tujuannya untuk

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

40

pengetahuan tentang karakteristik, keyakinan budaya, dan praktek-praktek

kelompok kecil yang berbeda.

Hasil penelitian (Gudykunst et al., 1992) menunjukkan bahwa pengaruh

budaya intelektual terhadap perilaku individu dimediasi oleh nilai-nilai pribadi.

Menurut Adler, ada 5 model langkah transisi ketika menerima budaya asing, yang

ia deskripikan sebagai sebuah pilihan pandangan yang lain mengenai gegar budaya

yaitu: contact, disintegration, reintegration, autonomy, dan independendce.

Perubahan yang lain mengenai model gegar budaya adalah gagasan Gudykunts dan

Kim (2011), yaitu: stress-adaptation dan growth model of cross cultural

adaptation. Kedua model tersebut mengasumsikan bahwa mengenal budaya lain

menyebabkan seseorang mengalami kehancuran psikologi, perpecahan kelompok,

dan kemudian mencapai level yang paling tinggi terhadap pengembangan dan

pematangan individu.

Model selanjutnya dikenal sebagai Bennett‟s model atau model Bennett

(1993). Model ini direpresentasikan oleh sebuah rangkaian kesatuan untuk

meningkatkan kemajuan dalam hal membuat persetujuan dengan budaya yang

berbeda, dengan pandangan etnosentris melalui sebuah langkah pengakuan yang

hebat dan menerima perbedaan, yang disebut ethnorelativism. Tiga tahap

etnosentris adalah penolakan, pertahanan dan pengecilan. Tiga tahap ethnorelativ

adalah penerimaan, adaptasi, dan integrasi.

Model Purnell (2002), model konseptualisasinya berdasarkan beberapa teori

dan basis penelitian diperoleh dari organisasi, administrasi interaktif, teori

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

41

komunikasi, dan pembangunan keluarga serta antropologi, sosiologi, psikologi,

anatomi dan fisiologi, biologi, ekologi, nutrisi, farmakologi, agama, sejarah,

ekonomi, ilmu politik, dan linguistik. Tujuan atribut budaya sekelompok budaya,

seperti seni dan musik, yang penting dan termasuk sebagai asumsi tersirat.

Karakteristik primer dan sekunder budaya, dikembangkan dan diperluas dari

Hage (1965) variabel dan konsep nonvariabel meliputi kebangsaan, ras, warna,

jenis kelamin, usia, dan afiliasi keagamaan. Dan karakteristik sekunder meliputi

status pendidikan, status sosial ekonomi, pekerjaan, pengalaman militer, keyakinan

politik, perkotaan dibandingkan perumahan pedesaan, identitas pendapatan, status

perkawinan, status orang tua, karakteristik fisik, orientasi seksual, isu gender,

alasan untuk migrasi, dan status imigrasi.

Ikhtisar/warisan termasuk konsep yang berkaitan dengan negara asal, tempat

tinggal saat ini, efek topografi negara asal dan tempat tinggal saat ini, ekonomi,

politik, alasan untuk emigrasi, status pendidikan, dan pekerjaan. Komunikasi

mencakup konsep yang berkaitan dengan bahasa yang dominan dan dialek;

Penggunaan kontekstual bahasa; variasi para-bahasa seperti volume suara, nada,

dan intonasi; dan kesediaan untuk berbagi pikiran dan perasaan. komunikasi

nonverbal seperti penggunaan kontak mata, ekspresi wajah, sentuhan, bahasa

tubuh, praktik menjaga jarak spasial, dan salam diterima; temporalitas dalam hal

masa lalu, sekarang, atau orientasi pandangan dunia masa depan; Jam terhadap

waktu sosial; dan penggunaan nama adalah konsep penting.

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

42

Peran keluarga dan organisasi meliputi konsep yang berkaitan dengan kepala

peran rumah tangga dan gender; peran keluarga, prioritas-prioritas, dan tugas

perkembangan anak-anak dan remaja; praktek membesarkan anak; dan peran

anggota keluarga tua. Status sosial dan pandangan ke arah gaya hidup alternatif

seperti orang tua tunggal, orientasi seksual, dan perceraian juga termasuk dalam

domain ini. Masalah tenaga kerja termasuk konsep yang berkaitan dengan

otonomi, akulturasi, asimilasi, peran gender, gaya komunikasi etnis,

individualisme, dan praktek perawatan kesehatan dari negara asal.

Keanekaragaman ekologi termasuk variasi asal etnis dan ras seperti warna

kulit dan perbedaan fisik bertubuh tubuh; penyakit genetik, keturunan, endemik,

dan topografi; dan perbedaan dalam bagaimana tubuh memetabolisme obat.

Perilaku berisiko tinggi termasuk penggunaan tembakau, alkohol, dan narkoba;

kurangnya aktivitas fisik; nonuse langkah-langkah keamanan seperti sabuk

pengaman dan helm; dan berisiko tinggi praktek seksual. Nutrisi termasuk

memiliki makanan yang cukup; arti makanan; pilihan makanan, ritual, dan tabu;

dan bagaimana zat makanan dan makanan digunakan selama sakit dan untuk

promosi kesehatan. Kehamilan dan melahirkan praktek termasuk praktek

kesuburan; metode untuk pengendalian kelahiran.

Ritual kematian termasuk bagaimana individu dan pandangan budaya

kematian, ritual dan perilaku untuk mempersiapkan kematian, dan praktik

penguburan, perilaku berkabung juga termasuk dalam domain ini. Spiritualitas

meliputi praktik keagamaan dan penggunaan doa, perilaku yang memberi makna

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

43

pada kehidupan, dan sumber-sumber individual kekuatan. Praktek perawatan

kesehatan termasuk fokus dari perawatan kesehatan seperti akut atau pencegahan;

kepercayaan tradisional, kepercayaan magis agama, dan bio-medis; tanggung

jawab individu untuk kesehatan; praktek mengobati dirinya; dan pandangan

terhadap penyakit mental, kronisitas, dan donasi organ dan transplantasi. Konsep

praktisi kesehatan termasuk status, penggunaan, dan persepsi penyedia perawatan

kesehatan tradisional, dan gender dari penyedia perawatan kesehatan mungkin

memiliki signifikansi.

Budaya tidak terbatas pada klien dan keluarga; itu termasuk pendidikan,

perawatan kesehatan, dan organisasi profesi. Karena model termasuk masalah

domain tenaga kerja, dapat digunakan untuk menilai budaya organisasi dan budaya

antara staf. budaya organisasi mencerminkan struktur sosial, anteseden historis,

nilai-nilai, tradisi, pengelolaan proses, kebijakan dan prosedur, dan proses evaluasi

yang mengungkapkan sejauh mana keragaman dalam berpikir, merenung, dan

berperilaku didorong atau ditoleransi.

Sebuah komite etik telah menggunakan model untuk melihat kepatuhan dan

kesesuaian perawatan dari perspektif klien-klien dan staf. Seiring jangka fasilitas

perawatan menggunakan model untuk memandu pengembangan rencana

perawatan bagi warga Yahudi mereka karena banyak perawatan non-Yahudi

mendukung penyedia fasilitas tidak menyadari praktek Yahudi Ortodoks.

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

44

Model penelitian Cheginia F. et al.,(2015) tentang nilai budaya dan merek

yang mengadopsi konstruk merek dari Aaker dan konstruk nilai dari Kahle

sebagaimana dalam gambar berikut :

Gambar 2.3. Model penelitian Cheginia F. et al.,(2015)

Mayoritas penelitian tentang kompetensi budaya telah digunakan sebagai

faktor untuk menjelaskan bagaimana orang menanggapi hidup dalam konteks

multikultural (Betancourt & Lopez, 1993), serta bagaimana individu menanggapi

dalam konteks budaya baru (Kosmitzki, 1996). Dalam penelitian Kitayama dan

Markus (1989) menguji apakah secara teoritis dimensi emosi mendasari dan

bahkan menentukan seberapa sering orang mengalami berbagai emosi dan apakah

frekuensi pengalaman emosional bervariasi dengan construal dominan diri mereka

sebagai independen atau saling tergantung.

Cultural values

Being well respected

Self-fullfillment

Fun and enjoyment in life

Sense of achievement

Self-respect

Warm relationship with others

Brand preferences

Sense of belonging

Security

Excitement

Ruggodences

Sophistication

Competence

Excitement

Sincerity

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

45

Triandis (1989) menyatakan bahwa bila dibandingkan respon individu publik

dan swasta dari budaya kolektivis dengan orang-orang dari budaya individualis.

Liu (1986) menggambarkan penekanan bahwa orang Cina cenderung

menjadi setia dan baik kepada atasan dan ketaatan kepada mereka, apakah mereka

adalah orang tua, pengusaha, atau pejabat pemerintah. Dia mengklaim bahwa

kebanyakan orang Cina mematuhi dan menghormati aturan tertentu. Kekuatan

identitas budaya memberikan salah satu cara untuk membedakan orang-orang yang

berperilaku dengan cara yang konsisten dengan kecenderungan tingkat-budaya

umum. Implikasi kedua dari studi ini melibatkan pentingnya faktor tingkat-

individu yang memediasi efek variabilitas tingkat-budaya.

Tabel 2.1. Karakteristik budaya 4 negara Indonesia Jepang Korea China

1. Setiap

pembicaraan

tidak langsung

pada konteks.

2. Ramah dan sopan

3. Sangat

menghormati

tamu

4. Kontak fisik lebih

terbuka

5. Hormat kepada

senioritas

6. Hubungan pribadi

relative lama

1. Hubungan antarpribadi relatif

berlangsung lama dan

mempunyai perasaan

keterlibatan yang mendalam

dengan sesama.

2. Komunikasi biasanya implisit

dan tidak langsung pada

konteks.

3. Orang yang mempunyai

otoritas bertanggung jawab

secara pribadi atas tindakan anak

buahnya sehingga menyebabkan

kesetiaan pada atasan dan

bawahan.

4. Persetujuan lebih banyak dibuat

secara lisan daripada tulisan.

5. Orang dalam dan orang luar

(perusahaan) mudah sekali

dibedakan dan biasanya orang

luar tidak dapat mengakses pada

grup inti.

1. Terpaku pada

ajaran

konusianisme

yaitu setia

pada norma,

raja, dan

orang tua

2. Hormat

kepada

senioritas

3. Sangat

membatasi

kontak fisik

4. Ramah, dan

sopan

5. Hubungan

pribadi

relative

singkat

1. Setiap

pembicaraan

langsung

pada

konteks

2. Sangat

hormat

kepada

senioritas

3. Sangat

membatasi

kontak fisik

4. Persetujuan

dibuat

tertulis

5. Tertutup

bagi orang

luar

6. Hubungan

pribadi

relative lama Sumber : Berbagai jurnal internasional (diolah)

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

46

Gambar 2.4: Mapping literature kompetensi budaya

Penelitian lintas budaya yang dilakukan oleh Devos & Banaji (2005)

menyatakan bahwa Orang African-Americans dan Asian-Americans dinilai

sebagai kurang Amerika dibanding White-Americans. Karena batas antara

kelompok budaya semakin tipis, semakin banyak interaksi, terjadi percampuran.

Contoh: saya orang Jawa-Padang, saya orang Batak-Jawa. Terjadi cultural frame

switching, yaitu individu menampilkan tingkah laku tertentu sesuai dengan konteks

dia berada, mengakses sistem budaya tertentu sesuai tuntutan sosial. Atau terjadi,

cultural reaffirmation effect, identifikasi seseorang semakin kuat terhadap budaya

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

47

aslinya, mengevaluasi budaya-budaya yang berbeda secara sama, dan menganut

nilai-nilai tradisional budayanya lebih kuat.

Dengan demikian konstruk kompetensi budaya adalah proses integrasi dan

transformasi sebagian atau seluruh pengetahuan tentang individu dan kelompok

orang ke spesifikasi standar yang disepakati dan digunakan dalam pengaturan

budaya yang tepat untuk meningkatkan kualitas sumberdaya, sehingga

menghasilkan hasil yang lebih baik. Dan indikator kompetensi budaya dalam

penelitian ini masing-masing diukur dengan kesadaran budaya (pemahaman,

pembelajaran), kepekaan budaya (sikap terbuka, nilai-nilai), ketangkasan budaya

(pemenuhan harapan, komunikasi), pengetahuan budaya (lingkungan, peraturan

kerja), keahlian solutif (konstruktif, daya tanggap), dan sikap internalisasi (rasa

memiliki, tujuan bersama).

2.1.6 Merek Pribadi (personal branding)

Sebuah merek adalah suatu simbol, desain, nama, suara, reputasi, emosi,

karyawan, nada, dan banyak lagi yang memisahkan satu hal dari yang lain. Merek

pada tingkat bisnis adalah umum, tetapi sekarang merek menjadi sama pentingnya

pada tingkat pribadi. Kotler (2008) menyatakan bahwa merek adalah istilah, tanda,

simbol, atau rancangan, atau kombinasi hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk

mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang atau sekelompok penjual dan untuk

membedakannya dari produk pesaing. Menurut Kartajaya (2004) Marketing Icon

of Indonesia: Merek merupakan indikator nilai yang ditawarkan kepada

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

48

pelanggan dan atau aset yag menciptakan value bagi pelanggan dengan

memperkuat loyalitasnya. Menurut Schip Hartman (2011), ada tiga tipe merek

yaitu: Corporate branding, product branding, dan personal branding. Personal

branding telah muncul dari penerapan prinsip-prinsip pemasaran ke lapangan

perekrutan personil (Cable dan Turban, 2001;). Definisi ini konsisten dengan

kategorisasi konsep merek dalam literatur manajemen merek, misalnya MacInnis

(1986) merek dibagi dalam tiga kategori berdasarkan kebutuhan konsumen mereka

antara lain : kebutuhan fungsional, kebutuhan simbolik, dan kebutuhan

pengalaman.

Personal branding dicetuskan pada tahun 1997 oleh Tom Peters dalam

artikelnya Fast Company, Menurut Tom Peters (1997) dalam tulisannya yang

diterbitkan oleh Fast Company yang berjudul “The Brand Called You” menulis

antara lain, “Tidak memandang umur, tidak melihat kedudukan, tidak peduli dalam

bisnis apa kita berada, kita semua harus memahami pentingnya branding. Kita

adalah CEO perusahaan sendiri yang disebut “Me-Inc”. Setiap orang pasti

memiliki sebuah brand tentang dirinya. Saat seseorang menyebut namanya,

tentunya di dalam benaknya akan mendeskripsikan siapa diri anda, seperti apa diri

Anda, apa pekerjaan Anda, hal itulah yang disebut brand. Seperti apa kita ingin

dikenal, kita yang mengatur untuk menampilkan diri kita kepada orang lain dengan

tujuan agar kita dapat dikenal baik oleh orang lain.

Selanjutnya Montoya (2008) mendefiniskan personal branding sebagai

segala sesuatu yang ada pada diri anda yang membedakan dan menjual, seperti

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

49

pesan anda, pembawaan diri dan taktik pemasaran. Montoya et al. (2002)

menekankan hal mendasar ini dengan mengusulkan 'Hukum Spesialisasi' untuk

personal branding, yang menunjukkan kebutuhan bagi individu untuk fokus pada

satu bidang prestasi atau kemampuan.

Montoya dan Vandehey (2008) menyarankan bahwa dalam membangun

merek harus mencerminkan siapa diri anda, otentik dan tanpa sesuatupun

diharapkan kembali. Personal Branding adalah sesuatu tentang bagaimana

mengambil kendali atas penilaian orang lain terhadap anda sebelum ada pertemuan

langsung dengan anda. Montoya (2003), menunjukkan bahwa merek pribadi

menggambarkan klasik anda; mengungkapkan bahwa kekuatan anda, nilai-nilai,

tujuan dan kepribadian", dan "memberitahu orang siapa anda, apa yang anda

lakukan dan mengapa anda unik. Ini menambah nilai siapa anda, dan memberikan

keunggulan pemasaran kompetitif, dengan meringkas waktu anda "dalam cara

yang menarik dan persuasif".

Kepribadian merek (personality brand) adalah orang yang cenderung lebih

melekatkan diri dengan peran diri dari pada ke perusahaan. Menjadikan diri

mereka lebih otentik, dipercaya dengan layak dan mudah didekati daripada sebuah

perusahaan. (Jane Tabachnick, 2007). Pencitraan kepribadian (personality brand)

dipandang sebagai elemen yang sangat penting untuk pengembangan karier, dan

membantu dengan menyediakan alat yang dibutuhkan seseorang agar dapat

mendefinisikan dirinya dalam hal siapa dirinya? apa yang diperjuangkan, apa yang

membuat dirinya istimewa, dan apa yang membuat dirinya begitu unik? Ada

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

50

banyak definisi pencitraan kepribadian (Peter, 2007; Hansen, 2007; Montoya,

2005; McNally & Speak, 2003; Arruda, 2007). Dan pada hakekatnya personality

brand tidak jauh berbeda dengan personal barand, dimana personal brand lebih

kepada memfokuskan diri pada eksisitensi diri yang lebih khas dan berbeda dengan

yang lain sehingga dikenal oleh masyarakat luas.

Pandangan Arruda (2003), branding adalah sesuatu yang anda harus hidup

setiap hari untuk menuai keuntungan" dan "Gaya hidup anda adalah refleksi dari

merek pribadi anda dan harus konsisten dengan merek bisnis anda" dan

merangkum arti sebagai: “extract, express and exude” (ekstrak, mengekspresikan

dan memancarkan). Pertama, individu didorong untuk melihat ke dalam diri

mereka untuk menemukan atribut kunci mengidentifikasi mereka: "janji unik dari

nilai". Mereka kemudian membangun menarik 'pribadi pernyataan merek'.

Akhirnya, mereka membuat strategi untuk membuat merek terlihat oleh dunia luar.

Catatan lain tertanam dalam cara dimana personal branding sering dijual sebagai

must have top-up untuk kompetensi teknis. Dimana keterampilan hanya

menyediakan individu yang memiliki kemampuan, ia berpendapat, merek pribadi

menjamin visibilitas mereka.

Kupta (2003) menegaskan bahwa sebuah pencitraan pribadi yang mewakili

serangkaian keahlian, suatu ide cemerlang, sebuah sistem kepercayaan, dan

persamaan nilai yang dianggap menarik oleh orang lain. Dan merek pribadi hanya

boleh dibangun setelah menganalisis pasar dan pesaing seseorang, dan lain-lain

menunjukkan bahwa personal branding harus dikejar dalam ceruk bisnis yang

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

51

spesifik. Mobray (2009) menjelaskan bahwa personal branding adalah sebuah seni

dalam menarik dan memelihara lebih banyak klien dengan cara membentuk

persepsi publik secara aktif. Artinya adalah bahwa kemampuan menggunakan

atribut-atribut secara bebas yang menunjukkan kemampuan anda dalam mengatur

harapan-harapan yang ingin orang lain terima dalam pertemuannya dengan anda.

Pendapat Schawbel (2010), merek pribadi adalah proses dimana individu dan

pengusaha membedakan diri dan berdiri keluar dari kerumunan dengan

mengidentifikasi dan mengartikulasikan proposisi nilai yang unik mereka, apakah

profesional atau pribadi, dan kemudian memanfaatkan itu di platform dengan

pesan yang konsisten dan gambar untuk mencapai tujuan tertentu.

Menurut Labrecque, Markos, dan Milne (2011), personal branding

diperlukan untuk menangkap dan mempromosikan kekuatan individu dan

keunikan untuk target pemirsa. Morton (2012), menjelaskan bahwa personal

branding telah menjadi cara komunikasi yang efektif antara seseorang dan publik

masing-masing, membedakan mereka dari pesaing mereka berdasarkan nilai-nilai

keunikan dan berbeda. Selanjutnya Morton (2012), menunjukkan bahwa untuk

memulai proses branding, itu perlu untuk mengembangkan sebuah biografi prosesi

yang mencakup pernyataan merek pribadi, yang meliputi visi, tujuan, dan nafsu

yang membantu pengusaha memutuskan apa yang mereka cari.

Kotler et al. (1985) merujuk, dalam satu paragraf pada subjek, untuk

pemasaran individu sebagai 'orang marketing', dan menggunakan 'pemasaran diri'

untuk merujuk tren unik dan baru dimana konsumen menentukan sendiri produk

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

52

dan merek yang mereka beli. Alasan ungkapan 'pemasaran diri' yang digunakan

daripada 'pemasaran pribadi', karena yang terakhir memiliki konotasi personal

selling, yang memiliki makna yang berbeda dan mapan sendiri, dan karena

'pemasaran pribadi' kadang-kadang digunakan untuk memasukkan pemasaran

individu oleh orang lain.

Personal branding memiliki manfaat dalam hal meningkatkan kuantitas dan

kualitas pemohon (Collins dan Han, 2004) dan kinerja organisasi (Gerhart dan

Scott, 2003). Secara khusus, Lievens dan Highhouse (2003) mendefinisikan peran

atribut sebagai gambaran pekerjaan atau organisasi dalam hal tujuan, mendasar dan

faktual. Atribut simbolis digambarkan sebagai atribut subjektif, abstrak dan tidak

berwujud yang menyampaikan informasi perusahaan simbolis dalam bentuk citra

dan sifat penarikan kesimpulan bahwa pelamar menetapkan untuk organisasi. Dan

melaporkan bahwa dimensi gambar simbolis menyumbang varian tambahan dan

atribut penting dalam memprediksi daya tarik yang dirasakan pekerja. Slaughter et

al. (2004) memfokuskan pada dimensi gambar simbolis dan menjelaskan bahwa

mereka terkait dengan daya tarik organisasi. Selain itu, mereka menemukan bahwa

ciri spesifik diberikan untuk organisasi yang lebih menarik tergantung pada ciri-

ciri kepribadian.

Roffler (2002) merangkum proses dalam hal ini merek untuk orang-orang

adalah tentang menemukan 'ide besar' anda, inti Anda, dan meletakkannya di alam

semesta untuk memenuhi sendiri. Shepherd (2005) melaporkan temuan sebuah

studi yang mencoba untuk mendokumentasikan bagaimana pemasaran professional

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

53

muda melalui pendekatan pemasaran diri dan personal branding. Suatu bentuk

konflik merek muncul di tempat kerja setiap kali seorang karyawan

memperlihatkan merek pribadi selama pekerjaan mereka yang bertentangan

dengan merek yang didirikan oleh majikan mereka.

Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Pringle (2004) mencatat, yang

digunakan untuk mendukung merek komersial terkenal, tapi yang bersikeras

melakukannya hanya dengan cara yang berfungsi untuk lebih meningkatkan citra

merek pribadi mereka sendiri. Namun, merek pribadi tidak perlu bertentangan

dengan merek perusahaan. Sebagai alasannya Peters (1999) menunjukkan,

karyawan bisa mendapatkan keuntungan dari mengembangkan sinergi antara

merek pribadi mereka dan merek perusahaan.

McNally & Speak (2009) bahwa garis strategi untuk menyelaraskan nilai-

nilai merek pribadi dengan nilai-nilai merek majikan adalah self-help. Sementara

Montoya (2008) menyatakan bahwa bakat murni saja tidak cukup untuk mencapai

puncak kesuksesan. Sama seperti ekuitas merek mengacu pada nilai berharga dari

nama merek di atas dan melampaui apa yang dibenarkan oleh kualitas yang

diberikan (Holbrook 2001). Jadi pada dasarnya kehidupan kita setiap hari setiap

saat merupakan sebuah proses pembentukan personal branding yang juga berarti

citra diri kita atau "price" kita.

Mengacu pendapat McNally and Speak (2009), mendefinisikan dimensi

merek pribadi dan menegaskan platform merek pribadi meliputi kompetensi,

standar dan gaya yang masing-masing saling berhubungan. Karakteristik dalam

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

54

pembentukan suatu personal branding adalah layaknya seperti cara kerja merek

bisnis. Terdapat tiga komponen utama yang tergabung menjadi satu, yang

menentukan kekuatan dari suatu personal branding; merek yang khas, merek yang

relevan, merek yang konsisten.

Pendapat Aaker (1999) bahwa atribut simbolik terkait dengan kebutuhan

masyarakat untuk mempertahankan identitas diri mereka, untuk meningkatkan self-

image mereka, atau untuk mengekspresikan diri (keyakinan mereka, sifat dan

kepribadian mereka). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Kaputa (2005), dan Labrecque, L. I., et al. (2011), Lievens, F., et al. (2007),Vallas,

S. P. and E. R. Cummins (2015). Citra diri dapat membangun perilaku (Morhart et

al., 2009; Punjaisri et al., 2009). Organisasi bertanggung jawab untuk menciptakan

citra budaya (brand culture), penyampaian citra visi (sharing brand vision), dan

membangkitkan nilai citra diantara karyawan (Lee et al., 2013).

Berikut adalah model brand commitment dipengaruhi oleh brand knowledge,

psychological contract, dan employee brand fit (Terglav et al., 2016) seperti dalam

gambar dibawah ini.

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

55

Skala Keempat item pengetahuan citra karyawan diadopsi dari Baumgarth

dan Scmidt (2010), Kimpakorn dan Tocquer (2009), King dan Grace (2010),

merupakan skala original yang mencakup tujuh item dalam mengukur identitas

merek karyawan (brand identity). Peter Montoya (2002), menjelaskan bahwa

personal branding harus memiliki 8 yaitu: hukum Spesialisasi (The Law of

Specialization); Ability, Behavior, Lifestyle, Mission, Product, Profession, Service.

Kepemimpinan (The Law of Leadership), Kepribadian (The Law of Personality),

Perbedaan (The Law of Distinctiveness), The Law of Visibility, Kesatuan (The Law

of Unity), Keteguhan (The Law of Persistence), Nama baik (The Law of Goodwill).

Berbeda dengan Arruda (2003), yang menyatakan bahwa merek pribadi

mengandung arti sebagai: extract, express and exude. Disemsi tersebut juga

berbeda dengan McNally and Speak (2004), yang menjelaskan dimensi merek

pribadi meliputi kompetensi, standar dan gaya yang masing-masing saling

berhubungan. Selanjutnya McNally and Speak menyatakan bahwa komponen

utama yang tergabung menjadi satu, yang menentukan kekuatan dari suatu

personal branding; merek yang khas, merek yang relevan, merek yang konsisten.

Sementara Morton (2012), menunjukkan bahwa untuk memulai proses

branding itu meliputi visi, tujuan, dan nafsu mencapai apa yang dicari. Aaker

(1997) menjelaskan bahwa dimensi merek pribadi meliputi; sincerity (down-to-

earth, honest, wholesome, cheerful), excitement (daring, spirited, imaginative, up-

to-date), competence (reliable, intelligent, successful), sophistication (upper class,

charming), dan ruggedness (outdoorsy, tough).

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

56

Kramer (2016) menjelaskan 6 tipe merek pribadi antara lain: (The Alturist)

Altruis adalah individu yang sangat diakui atas komitmen mereka untuk membantu

orang lain. Mereka adalah orang-orang yang tidak hanya mendedikasikan diri

mereka dalam hal tindakan, tetapi juga dengan memperhatikan hubungan pribadi

mereka;

(The Careerist) Karier sejati adalah mereka yang telah menunjukkan

preferensi untuk kemajuan profesional di atas semua pencapaian pribadi lainnya.

Lebih sering dikaitkan dengan jaringan yang berhubungan dengan bisnis, selalu

berbagi informasi yang akan meningkatkan status mereka dalam industri mereka;

(The Hipster) Pencitraan hipster mengacu pada subkultur yang diakui dari

individu progresif yang merangkul individualitas di atas segalanya. Meskipun

sudah ada sejak jaman Jazz, hipster modern biasanya diasosiasikan dengan

generasi muda millennial yang menjauhi tren mainstream. Seorang hipster juga

adalah orang yang suka mencoba hal-hal pertama dan membaginya dengan orang

lain. Hipster dapat mengadopsi aspek altruisme dan karirisme. Bagi mereka,

berbagi dipandang sebagai bagian penting dari keberadaan mereka;

(The Boomerang) Jenis merek bumerang mengacu pada orang yang berbagi

konten dan menghasilkan interaksi hanya untuk menciptakan perselisihan melalui

kontroversi. Dalam banyak kasus, mereka tidak selalu setuju dengan pemilihan

konten untuk menyampaikan informasi untuk potensi yang dilihat sebagai

provokatif;

Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

57

(The Connector) Konektor adalah orang-orang yang membanggakan

kemampuan mereka untuk menyatukan orang. Ini biasanya orang-orang yang

terhubung dengan baik dan secara terbuka menggunakan jaringan mereka untuk

bersatu. Biasanya kreatif, mereka mendapatkan validasi dan kepuasan melalui

orang lain;

(The Selective) Selektif adalah orang yang hanya berbagi informasi dengan

orang-orang tertentu. Mereka biasanya dengan hati-hati menyusun informasi

berdasarkan kebutuhan umum dan kepentingan khalayak target. Mereka dikenal

karena banyak akal.

Pendapat lain tentang karakteristik merek pribadi seseorang meliputi: Kepala

batu (konsisten, target, berani dengan resiko, sulit beradaptasi, dan emosional;

Pengikut (ceria, mudah beradaptasi, labil); Misterius ( tertutup, introfet); Murah

senyum (baik, ceria, mudah beradaptasi, empati); Ambisius (tujuan positif,

menghalalkan segala cara).

Dari beberapa pendapat dan hasil penelitian tersebut, terdapat kesamaan pada

dimensi kompetensi, berbeda atau unik, perilaku, dan khas. Berdasarkan hal

tersebut, maka konstruk merek pribadi adalah usaha membangun merek diri

berdasarkan Kompetensi, Standar, Gaya, Visibilitas, Konsistensi, Relevan, dan

Khas yang dimiliki seorang karyawan. Dan indicator merek pribadi diukur dengan

kompetensi (kreatif, inovatif), Standar (beban kerja, etika), gaya (visioner,

kooperatif), visibilitas (optimism, target kerja), konsistensi (semangat,

Page 40: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

58

penyelesaian tugas), relevan (memahami teknologi, memahami lingkungan), khas

(terampil, kepekaan).

Gambar 2.6: Literatur review Personal Branding

2.1.7 Kepercayaan Diri (self-confidence)

Kepercayaan diri atau Self Confidence menurut Neill (2005) adalah sejauh

mana individu punya keyakinan terhadap penilaiannya atas kemampuan dirinya

dan sejauh mana individu bisa merasakan adanya kepantasan untuk berhasil.

Kepercayaan diri atau Self confidence diartikan sebagai perilaku yang membuat

individu memiliki pandangan positif dan realistis mengenai diri mereka sendiri dan

situasi di sekelilingnya. Menurut Bandura (1977), self confidence adalah suatu

Page 41: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

59

keyakinan seseorang untuk mampu berperilaku sesuai dengan harapan dan

keinginannya. Pendapat tersebut didukung oleh Hurlock (1999). Sementara

Santrock (1999) berpandangan bahwa kepercayaan diri adalah sebagai harga diri

atau gambaran diri yang merupakan dimensi evaluatif yang menyeluruh dari diri.

Dari definisi diatas dapat didefiniskan bahwa Self Confidence atau

kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya

untuk mengembangkan penilaian positif terhadap diri sendiri dan terhadap

lingkungan atau situasi yang dihadapinya. Kepercayaan diri adalah sebuah kondisi

dimana individu merasa optimis dalam memandang dan menghadapi sesuatu

dalam hidupnya.

Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan kepercayaan diri.

Kepercayaan diri sangat tergantung kepada konsep diri. Konsep diri berasal dan

berkembang sejalan pertumbuhannya, terutama akibat dari hubungan individu

dengan orang lain (Centi,1993). Yang dimaksud dengan orang lain menurut

Calhoun dan Acocella (1990) adalah orang tua, kawan sebaya, dan masyarakat.

Karena orang tua adalah kontak sosial yang paling awal yang dialami oleh

seseorang dan yang paling kuat. Informasi yang diberikan orang tua kepada

anaknya lebih dipercaya dari pada informasi yang diberikan oleh orang lain dan

berlangsung hingga dewasa. Kawan sebaya dimana peran yang diukur dalam

kelompok sebaya sangat berpengaruh terhadap pandangan individu mengenai

dirinya sendiri. Sementara masyarakat sangat mementingkan fakta-fakta yang ada

Page 42: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

60

pada seorang anak, siapa bapaknya, ras dan lain-lain sehingga hal ini sangat

berpengaruh terhadap konsep diri yang dimiliki oleh seorang individu.

Dari paparan tentang berbagai hal yang mempengaruhi pengembangan

kepercayaan diri diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya kepercayaan diri

merupakan salah satu ciri sifat kepribadian bukan sifat bawaan atau genetik. Tetapi

merupakan sesuatu yang terbentuk dari interaksi dirinya dengan orang lain

terutama keluarga sebagai orang terdekat, setelah itu kelompok sebaya dan

masyarakat dimana orang tinggal. Selain itu usia, jenis kelamin, penampilan fisik

serta frekuensi meraih prestasi merupakan faktor yang mempengaruhi percaya diri.

Gilmer (1978) menambahkan bahwa orang yang mempunyai rasa percaya diri

biasanya memiliki sikap berani menghadapi setiap tantangan dan terbuka terhadap

pengalaman-pengalaman baru, berkat keyakinannya atas kemampuannya sendiri

tersebut. Ciri orang yang percaya diri menurut Waterman (1980) yaitu orang yang

memiliki kemampuan bekerja yang efektif, bertanggungjawab serta terancana

matang dalam mengerjakan tugas dan tujuan masa depan.

Tidak terlalu berbeda dari gambaran diatas Lauster (1978) menyebutkan

ciri dari orang yang percaya diri adalah perasaan atau sikap tidak mementingkan

diri sendiri, cukup toleransi, tidak memerlukan pengakuan orang lain, selalu

optimis dan tidak ragu-ragu dalam mengambil keputusan.

Beberapa ciri atau karakteristik individu yang mempunyai rasa percaya diri

yang proporsional menurut (Rini, 2002) diantaranya adalah: percaya akan

kompetensi/ kemampuan diri, tidak terdorong untuk menunjukkan sikap

Page 43: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

61

konformis, berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain, punya

pengendalian diri yang baik dan emosinya stabil, memandang keberhasilan atau

kegagalan dari usaha sendiri, mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri

sendiri, orang lain dan situasi diluar dirinya, memiliki harapan yang realistis

terhadap diri sendiri.

Santrock (1999) menyebutkan ada empat cara meningkatkan rasa percaya

diri remaja yaitu : mengidentifikasi penyebab kurang percaya diri dan identifikasi

domain-domain kompetensi diri yang penting, memberi dukungan emosional dan

penerimaan sosial, prestasi, mengatasi masalah. Rini (2002) menjelaskan untuk

menumbuhkan rasa percaya diri yang proporsional dapat dilakukan dengan cara:

evaluasi diri secara objektif, memberi penghargaan yang jujur terhadap diri,

berpikir positif, menggunakan penguatan diri, berani mengambil resiko,

menetapkan tujuan realistis, belajar mensyukuri dan menikmati rahmat Tuhan.

Maka konstruk kepercayaan diri dapat dinyatakan sebagai perilaku individu

yang memiliki pandangan positif, dan realistis terhadap dirinya dan

lingkungannya, sesuai dengan harapan dan keinginannya, sebagai harga diri atau

gambaran diri, dan memiliki sikap evaluatif yang menyeluruh dari dirinya dan

objektif dalam menetapkan tujuan. Dan indicator kepercayaan diri diukur dengan

pandangan positif (adaptasi, mendukung), tujuan yang realistis (motivasi kerja,

hasil kerja), keahlian (kemampuan, penguasaan), harga diri (kehormatan, status),

evaluasi diri (introspeksi, kontribusi).

Page 44: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

62

2.2 Posisi Penelitian

Perkembangan konsep pemikiran tentang nilai-nilai pribadi, kompetensi

budaya, merek pribadi, dan kepercayaan diri, sebagaimana dirincikan dalam tabel

berikut :

Tabel 2.2 : Perkembangan konsep Variabel

Literatur

terkini

Perkembangan penelitian

Nilai pribadi Kompetensi budaya Merek pribadi Kepercayaan diri

Tinjauan

literature

Rokeach (1973)

Schwartz (1992)

Kahle (1983)

Hostede (1984)

Schmuck dan

Vlek (2003)

Anana & Nique

(2007)

Kamakura,

Mazzon (2010)

Cai dan Shannon

(2012)

Charlotte

Wittenkamp

(2014)

Sir Eduarel Baylor (1871)

Hage (1965)

Stewart (1974)

Sitaram, Cogdell, Gernard

Maletzke (1963)

Hofstede (1984)

Taylor (1994)

Gudykunts, Kim (1996)

Chendan Starosta (1996)

O‟Sullivan (1999)

Bennett (2000)

Purnell (2002)

Rowley (2010)

Tom Peter (1997)

Aaker (1997)

Holbrook (2001)

McNally and Speak

(2002)

Peter Montoya (2002)

Arruda (2005)

Kotler (2005)

Baumgarth dan Scmidt

(2010)

Schip Hartman (2011)

Lee (2013)

Terglav (2016)

Bandura (1977),

Lauster (1978),

Waterman

(1980)

Calhoun dan

Acocella (1990),

Centi,1993),

Santrock (1999),

Hurlock (1999),

Rini (2002),

Neill (2005)

Konsep

penelitian

saya

Prestasi, Empati,

Hedonis,

Kebaikan,

Kerjasama,

Tanggung Jawab

Kesadaran Budaya,

Kepekaan Budaya,

Kecerdasan Budaya,

Pengetahuan Budaya,

Keahlian Solutif, Sikap

Internalisasi

Kompetensi, Gaya,

Standar, Visibilitas,

Konsistensi, Relevan,

Khas

Pandangan

Positif, Tujuan

Realistis,

Keahlian, Harga

Diri, Evaluasi

Diri

Page 45: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

63

Tabel 2.3: Posisi Disertasi dibandingkan dengan penelitian terdahulu

No Nilai-nilai Pribadi

Peneliti Judul Metode Dimensi Hasil Persamaan Perbedaan

1

Kahle, Beatty,

& Homer

(2012)

Brief Alternative

Measurement

Approaches to Consumer

Values : The List

of Values (LOV ) and Values and

Life Style

(VALS) Journal of

Consumer

Research,

Membandingkan

dan kontras dua

metode pengukuran nilai

konsumen:

Daftar Nilai-Nilai (LOV) dan

Nilai dan Gaya

Hidup (VALS).

Set penilaian

LOV dan

VALS

LOV memiliki beberapa

keunggulan

dibandingkan dengan VALS yaitu dalam

domain publik dan

berhubungan lebih dekat dengan perilaku

konsumen

Metode

yang

digunakan dan alat

analisisnya

ANOVA

Dimensi yang

digunakan

dan metode SEM serta

unit

analisisnya 4 negara

2

Durvasula &

Lysonski (2011)

Beyond service attributes : do

personal values

matter ?

Journal of

Services Marketing, 25(1)

Mengkaji bagaimana

pribadi nilai

beroperasi di evaluasi layanan

pendidikan yang

lebih tinggi

Layanan Nilai pribadi,

layanan

Hidup Damai,

layanan

Peran Sosial, layanan

Integrasi

Sosial

Hasil menggambarkan

dampak nilai-nilai

pribadi pada kepuasan dan perilaku hasil

Metode

yang digunakan

yaitu

metode survey

Indikator

yang digunakan

3

Kamakura

&Novak

(1992)

Value-System Segmentation:

Exploring

the Meaning of

LOV

Journal of Consumer

Research, 19(1)

Mengidentifikasi

segmen nilai-

sistem laten yang berasal dari

peringkat item

LOV. segmen

value system

tingkat tinggi

mencerminkan bahwa beberapa

nilai akan

mempengaruhi perilaku individu

Nilai-nilai,

Segmen

nilai-nilai,

pemetaan

Nilai

Menjelaskan prosedur

pemetaan lebih abstrak

karakteristik struktural Pemetaan Nilai Nilai-

sistem segmen

diidentifikasi oleh

Kamakura segmen

sistem nilai.

Metode

yang

digunakan

yaitu

metode

survey dan komparatif

Indikator

yang

digunakan

4 Schwartz

(1994)

Are there

universal aspects in the content

and structure of

values? Journal of Social

Issues, 50

Mengidentifikasi aspek nilai dan

struktur nilai

terhadap etika seseorang

transendensi

diri dan peningkatan

diri

Bahwa nilai pribadi

mempengaruhi etika dari internal didorong

secara konsisten

Metode

yang digunakan

yaitu

metode survey dan

komparatif

Indikator

yang

digunakan

5 Karacaer

(2009)

Effects of

Personal Values on Auditor „ s

Ethical Decisions

: A Comparison of Pakistani and

Turkish Professional

Auditors.

Journal of

Business Ethics,

53-64

Menyelidiki efek

dari nilai-nilai

pribadi pada

etika pengambilan

keputusan

auditor di dua negara, yakni,

Pakistan dan

Turki

Rokeach Value Survey

(RVS), Ethical

Decision

Penelitian ini tidak

menemukan perbedaan yang signifikan antara

nilai rata-rata intensitas

moral di kedua negara.

Di sisi lain,

menemukan perbedaan yang signifikan secara

statistik antara terminal

dan nilai-nilai instrumental auditor.

Studi ini menunjukkan

bahwa persepsi intensitas moral

dipengaruhi penilaian

etis dan niat perilaku

Metode

yang

digunakan yaitu

metode

survey dengan

teknik SEM

Indikator

yang digunakan

Page 46: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

64

No Kompetensi Budaya

Peneliti Judul Metode Dimensi Hasil Persamaan Perbedaan

1

Josepha

Campinha-

Bacote (2002)

The Process of

Cultural

Competence in

the Delivery of

Healthcare

Services: A

Model of Care

Proses

melibatkan

integrasi

kompetensi

budaya

kesadaran

budaya,

pengetahuan

budaya,

keterampilan

budaya,

budaya

pertemuan,

dan keinginan

budaya.

Konstruksi

dari

kesadaran

budaya,

pengetahuan

budaya,

keterampilan

budaya,

pertemuan

budaya, dan

keinginan

budaya

memiliki

hubungan

saling

tergantung

satu sama

lain.

Menggunakan

metode survey dengan teknik

analisis

ANOVA, kesamaan

pada indikator

kesadaran,

pengetahuan,

dan

keterampilan budaya

Indikator

yang

digunakan

dan

dimensi

pertemuan

dan

keinginan

2 Larry Purnell,

(2002)

The Purnell

Model for

Cultural

Competence

Konsep meta-

paradigma,

dan skala

kompetensi

budaya.

Karena model

memiliki

skema

dikombina

sikan dengan

pengorganisas

ian

framework

12 domain

yang terdiri

atas

pengorganisas

ian

kerangka

secara singkat

bersama

dengan

primer dan

karakteristik

sekunder

budaya, yang

menentukan

macam-

macam nilai,

keyakinan,

dan praktik

warisan

budaya

individu.

The Purnell

Model dalam

menentukan nilai dan

pentingnya

model untuk profesi

kesehatan di

masa depan. bagaimana

masing-

masing profesi

kesehatan

dapat menggunakan

model dan menerapkan

konsep-

konsep dalam praktek.

Metode yang

digunakan

yaitu survey

dengan

teknik

analisis

ANOVA

Dimensi

yang

digunakan

serta

indikatorny

a berbeda

3

Stephanie M.

Reich·Jennife

r A. Reich

(2006)

Cultural Competence in

Interdisciplinary

Collaborations: A Method for

Respecting

Diversity in Research

Partnerships

Membandingka

n antar budaya

menggunakan

ANOVA

Keahlian

budaya,

adaptasi

budaya

Keahlian dan pemahaman

serta adaptasi

budaya yang diterapkan

dapat

mendorong kompetensi

budaya

Menggunakan

metode survey dengan teknik

analisis

ANOVA

Dimensi

dan

indicator

yang

digunakan

4

Arthur L.

Whaley and

King E. Davis

(2007)

Cultural Competence and

Evidence-Based

Practice in Mental Health

Services

A Complementary Perspective

Menggunakan metode survey

dengan teknik

analisis ANOVA

Pemahaman budaya, obyek

observasi pada

pelayanan kesehatan

Persepsi positif

terhadap jasa

pelayanan antar budaya bagi

pelayanan

kesehatan

Menggunakan metode survey

dengan teknik

analisis ANOVA

Dimensi dan

indicator

yang digunakan

serta unit

observasinya

Page 47: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

65

5

Arno K.

Kumagai,

MD, and

Monica L.

Lypson, MD

(2009)

Beyond Cultural

Competence:

Critical

Consciousness,

Social Justice,

and

Multicultural

Education

Menggunakan

metode

survey

dengan teknik

analisis

regresi

Sikap

consensus,

keadilan

sosial

Kompetensi

budaya dapat

berjalan baik

dengan

konsesnsus

dan perlakuan

yang adil bagi

budaya lain

Menggunakan metode survey

Metode

SEM, dimensi dan

indikatornya

6

Joseph R.

Betancourt,

MD,

MPH,

Alexander R.

Green, MD,

J. Emilio

Carrillo, MD,

MPHd,

Owusu

Ananeh-

Firempon

(2003)

Defining Cultural

Competence:

A Practical

Framework for

Addressing

Racial/Ethnic

Disparities

in Health and

Health Care

Menggunakan

metode

survey

dengan teknik

analisis

ANOVA

Latar

belakang

budaya, ras,

gender

Kompetensi

budaya dapat

menghilangka

n diskriminasi

ras, etnik, dan

gender

Menggunakan

metode survey

dengan teknik analisis

ANOVA

Metode

SEM,

dimensi dan

indikatornya

7

Marcia I.

Wells EdD,

RN (2015)

Beyond Cultural

Competence: A

Model for

Individual and

Institutional

Cultural

Development

Menggunakan

metode

survey

dengan teknik

analisis

regresi

Kurikulum,

nilai individu,

budaya

lembaga

Kompetensi

budaya dapat

dilakukan

melalui nilai

individu dan

budaya

lembaga

Menggunakan

metode survey

Metode

SEM dan

dimensi

8

Elizabeth M.

Vera

Suzette L.

Speight

(2003)

Multicultural

Competence,

Social Justice,

and Counseling

Psychology:

Expanding Our

Roles

Menggunakan

metode

survey

dengan teknik

analisis SEM

Media,

keadilan

social,

disiplin

Kompetensi

budaya

dipengaruhi

oleh media

yang

digunakan,

perlakuan adil

dan displin

pegawai

Menggunakan

metode survey

dengan teknik analisis SEM

Dimensi

dan

indikator

9

Elizabeth

Mackenzie

Risa Lavizzo-

Moure (1996)

Cultural

Competence:

Essential

Measurements of

Quality for

Managed Care

Organizations

Menggunakan

metode

survey

dengan teknik

analisis

ANOVA

Kualita hidup,

harapan,

tanggung

jawab

Kompetensi

budaya

dipengaruhi

oleh kualitas

hidup,

tanggung

jawab dan

harapan

pegawai

Menggunakan

metode survey dengan

Menggunak

an metode

survey

dengan

teknik

analisis

SEM

10

Melanie

Tervalon, Jann Murray-García

(1998)

Cultural Humility

Versus Cultural

Competence: A Critical Distinction

in Defining

Physician Training Outcomes in

Multicultural

Education

Menggunakan

metode survey dengan teknik

analisis regresi

Harapan,

prsepsi dan

pendidikan

Persepsi terhadap

kesehatan dan

tingkat

pendidikan akan

meningkatkan

persepsi yang baik

terhadap

kompetensi

budaya

Menggunakan metode survey

Menggunakan metode

survey

dengan teknik

analisis SEM

Page 48: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

66

No Merek Pribadi

Peneliti Judul Metode Dimensi Hasil Persamaan

Perbedaan

1 Tom

Peters

(1997)

The brand called you”,

FastCompany, 10,

pp.83-8?. Pink, D.

(2001) Free Agent

Nation: How

America‟s new

independent workers

are transforming the

way we live

Menggunakan

uji beda dalam

menguji

masing-masing

karyawan

Tanda

perbedaan

Semakin berbeda

dan unik seseorang

akan memberikan

nilai keunggulan

Mengguna

kan

metode

survey

dengan

teknik

analisis

SEM

Dimensi

dan

indicator

yang

digunakan

2 McNally

& Speak

(2002)

Be your own brand.

American Salesman,

47

Menggunakan

regresi untuk

mencari

pengaruh

variable

Kompeten

si, gaya,

standar

Kompetensi akan

mempengaruhi

kualitas kerja, gaya

dapat mencirikan

cara kerja yang

baik, dan standar

kerja yang

melebihi

persepsinya

Dimensi

yang

digunakan

, metode

survey

dengan

teknik

analisis

SEM

Indikator

yang

digunakan

3 Peter

Montoya

(2002)

The Personal branding

Phenomenon,

Nashville,

VaughanPrinting

Menggunakan

metode SEM

untuk

menentukan

pengaruhnya

Spesialisasi

kepribadian perbedaan,

nama baik,

visibility

Keunggulan

bersaing dapat

dipengaruhi oleh

faktor kepribadian

pegawai, keahlian

yang dimiliki,

keunikan dan

visibility

Mengguna

kan

metode

survey,

dimensi

yang

digunakan

Mengguna

kan teknik

analisis

SEM

4

Raluca

Ioana

Vosloban

(2014)

Employee‟s personal

branding as a

competitive advantage

– a managerial

approach

The International

Journal of

management Science

and Information

Technology

Penelitian ini kualitatif

eksploratif

menggunakan semi-terstruktur

wawancara

mendalam, Penelitian ini

dilakukan di antara 12

manajer dan

supervisor dari perusahaan

swasta yang

berbeda di Bucharest dari

sektor bisnis

yang berbeda.

bersosialisasi, optimis,

berdedikasi

bertanggung jawab,

efisien,

berorientasi hasil,

termotivasi untuk

mencapai

tujuan,

hormat,

pikiran

terbuka

studi eksplorasi ini

menunjukkan

personal branding karyawan dan

bagaimana

dapat menjadi keuntungan

kompetitif untuk menjadi

performa baik dan

memiliki citra positif, dan

merek pribadi mereka

berkontribusi bagi pertumbuhan

perusahaan,

Mengguna

kan

metode

survey

Teknik

analisis

SEM dan

Dimensi

yang

digunakan

5 Laura

Patterson

(2010)

Using a Personal Brand to Create a Competitive

Advantage

Vision edge marketing

Kualitatif dengan

interview yang mendalam

terhadap

penduduk Amerika

pedalaman.

Mengkomu

nikasikan, mengelola,

dan

mengendalikan merek

pribadi

Bahwa untuk

berkembang, baik

dalam pekerjaan

tradisional atau

lingkungan non-

tradisional, mereka

Menggunak

an metode

survey

Teknik analisis

SEM dan

Dimensi yang

digunakan

Page 49: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

67

harus memiliki

pemahaman

tentang nilai dan

merek pribadi

mereka dapat

mengkomunikasik

an merek pribadi

kepada orang lain.

Memahami,

mengendalikan

dan mengelola

merek pribadi

mereka menjadi

keunggulan

kompetitif.

No Kepercayaan Diri

Peneliti Judul Metode Dimensi Hasil Persamaan Perbedaan

1

MTD

Training

(2013)

Personal

confidence and

motivation

Pengujian

terhadap teori

kepercayaan

diri dan

pengembang

annya

Kompetensi

dan

penjaminan

diri

Kepercayaan diri

merupakan hal

yang sangat

penting dalam

recovery

keterbatasan,

mengembalikan

kondisi semula,

dan merubah

pengalaman hidup

lebih baik

Menggunakan

metode survey

Teknik

analisis

SEM dan

Dimensi

yang

digunakan

2

Kasia

Lyczkowska

(2014)

Self-confidence

at work

Pengujian

terhadap teori

kepercayaan

diri melalui

imajinasi

psikologi

Visualisasi

yang kuat,

Disiplin diri

melakukan

dari kekuatan

diri,

keyakinan

diri (self

efficacy),

bahasa tubuh,

merencanaka

n tujuan.

Komunikasi

internal dan

eksternal

Rendahnya

kepercayaan diri

diikuti oleh nilai

negative atau

terbatasnya

gambaran diri,

oleh karena itu

menciptakan

sesuatu yang

baru dengan

gambaran diri

yang positif

melalui

visualisasi akan

meningkatkan

kepercayaan diri

Menggunakan

metode survey

Teknik

analisis

SEM dan

Dimensi

yang

digunakan

3

Tim

Woodman,S

ally

Akehurst,

Lew Hardy,

, Stuart

Beattie

(2010)

Self-confidence

and

performance: A

little self-doubt

helps

nakhoda ahli,

kepercayaan

diri

berkurang

melalui

kombinasi

tugas (yaitu,

perubahan

tali) dan

Kinerja,

waktu reaksi

Penurunan yang

signifikan dalam

kepercayaan diri

dan peningkatan

yang signifikan

dalam perfor-

Mance dari praktek

persaingan untuk

kelompok

Menggunakan

metode survey

Teknik

analisis

SEM dan

Dimensi

yang

digunakan

Page 50: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

68

tuntutan

kompetitif.

On-tugas

usaha

diukur

melalui

waktu reaksi

verbal untuk

penyelidikan

pendengaran.

eksperimen saja.

Tidak ada efek

upaya signifikan

yang

mengungkapkan.

Beberapa keraguan

diri bisa

mendapatkan

keuntungan

kinerja, yang

diterima secara

luas

hubungan linear

positif antara

kepercayaan diri

dan kinerja.

4 Lisa Tsu i

(1998)

Th e Effects of

Gender ,

Education , and

P ersonal Skills

Self-Confidence

on Income in

Business

Management

Membanding

kan

kepercayaan

diri dan

pendapatan

antara laki-

laki dan

perempuan,

dan metode

regresi

Kepercayaa

diri sosial

Menemukan

bahwa setelah

mengendalikan

jam bekerja, latar

belakang

pendidikan, dan

kepercayaan diri

dalam

keterampilan

seorang, laki-laki

masih menerima

gaji yang lebih

tinggi dari pada

wanita.

Menggunaka

n metode

survey

Teknik

analisis

SEM dan

Dimensi

yang

digunakan

5

Cristina

Georgiana

Safta (2015)

Career Decisions – a Test of Courage,

Responsibility and Self-Confidence in

Teenagers

Menggunakan metode survey

dengan teknik analisis

ANOVA

Tanggung

jawab, keyakinan diri

Tanggung jawab dan keyakinan diri akan

meningkatkan kepercayaan diri

remaja

Menggunakan

metode survey

Teknik

analisis

SEM dan

Dimensi

yang

digunakan

6

Roland Be‟ ´

Nabou and Jean Tirole

(2002)

Self-Confidence

and Personal

Motivation

Menggunakan

metode survey dengan teknik

analisis regresi

Harapan, kepercayaan

Kepercayaan diri

karyawan

dipengaruhi secara positif oleh harapan

dan kepercayaan

karyawan

Menggunakan

metode survey

Teknik

analisis SEM

dan Dimensi

yang

digunakan

7 Andrea Nolan, Tebeje Molla

(2017)

Teacher

confidence and

professional

capital

Menggunakan

metode survey dengan teknik

analisis

ANOVA

Keahlian,

keyakinan

Kepercayaan diri

karyawan dipengaruhi oleh

keahlian dan

keyakinan

Menggunakan

metode survey

Teknik

analisis

SEM dan

Dimensi

yang

digunakan

8

Šárka

Hošková-

Mayerová

(2014)

The Effect of

Language Preparation on

Communication

Skills and Growth of

Students´ self-

Confidence

Menggunakan

metode survey dengan teknik

analisis

ANOVA

Bahasa,

komunikasi,

keahlian

Kepercayaan diri

seseorang

dipengaruhi oleh

bahasa, keahlian

dan komunikasi

yang digunakan

Menggunakan

metode survey

Teknik

analisis

SEM dan

Dimensi

yang

digunakan

Page 51: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

69

9

Samane

Jahanbakhsh

(M.A.),,

Farhad

Jomehri

(Ph.D.),

Adis

Kraskian

Mujembari

(Ph.D.)

(2015)

The Comparison

of Women‟s

Self Confidence

in Base of

Gender

Role

Menggunaka

n metode

survey

dengan

teknik

analisis

komparatif

Kesetaraan,

keadilan,

keahlian

Tidak ada

perbedaan gender

dalam kepercayaan

diri yang

dipengaruhi oleh

keadilan dan

keahlian yang

dimiliki

Menggunakan

metode survey

Teknik

analisis

SEM dan

Dimensi

yang

digunakan

10

Jacky C.K.

Chan, MSc,

at al. (2015)

The Chinese

Student

Satisfaction and

Self-Confidence

Scale Is Reliable

and Valid

Menggunaka

n metode

survey

dengan

teknik

analisis

regresi

Menggunaka

n metode

survey

dengan

teknik

analisis

ANOVA

Menggunakan

metode survey

dengan teknik

analisis ANOVA

Menggunakan

metode survey

Teknik

analisis

SEM dan

Dimensi

yang

digunakan

11

Vullioud

C.,at al.

(2016)

Confidence as

an Expression of

Commitment:

Why Misplaced

Expressions of

Confidence

Backfire

Menggunaka

n metode

survey

dengan

teknik

analisis

ANOVA

Komitmen,

tempat kerja,

kebebasan

ekspresi

Kepercayaan diri

karyawan

dipengaruhi secara

positif oleh

komitmen dan

kebebasan

berekspresi di

tempat kerja

Menggunakan

metode survey

Teknik

analisis

SEM dan

Dimensi

yang

digunakan

Berdasarkan hasil penelitian para ahli antara lain keyakinan mereka bahwa

nilai-nilai pribadi secara langsung mempengaruhi perilaku (seperti Fraj &

Martinez, 2006; Henry, 1986; dan Humayun & Hasnu, 2009), melihat nilai-nilai

sebagai motivasi utama bahwa orang-orang langsung memiliki disposisi perilaku

tertentu. Tapi aliran lain melihat nilai-nilai pribadi mempengaruhi perilaku melalui

konstruk sikap (seperti Anana & Nique, 2007), (Cai & Shannon, 2012), dan

(Y. Kim, 2011). Urutan nilai-sikap-perilaku yang dikenal sebagai pendekatan VAB

(Value-Attitude-Behavior). Orang-orang cenderung untuk mengekspresikan

nilainya dengan memiliki sikap positif terhadap objek atau perilaku yang

mendukung pencapaian nilai (Fraj & Martinez, 2006).

Page 52: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

70

Namun, hanya segelintir penelitian telah memfokuskan pada pengaruh nilai

kerja (Mitchell & Scott, 1990) dan nilai-nilai pribadi (Barnett & Karson, 1987)

dalam praktik bisnis. Berarti bahwa nilai-nilai pribadi merupakan pengaruh dari

internal yang didorong secara konsisten yang lebih mungkin untuk melakukan

keputusan bisnis yang etis. Dan skenario etis (Sawyer & Ball, 1981). Banyak teori

dan peneliti percaya bahwa hirarki nilai-nilai pribadi terorganisir sesuai dengan

kepentingan relatif mereka untuk individu (Locke, 1991). Konstruk lain yang

diyakini memiliki hubungan yang signifikan dengan nilai pribadi adalah adopsi

inovasi. Alasan kemudahan adopsi ini dijelaskan oleh hubungan yang mendekati

antara nilai-nilai dan kerentanan pengaruh interpersonal (Anne & David, 2005).

Dalam penelitian lintas budaya ditemukan bahwa pelaksanaan dan penguasaan

yang dilakukan dimediasi hubungan keadilan-komitmen (justice-commitment) dan

prosedur keadilan-kepercayaan (justice-trust). Perbandingan antara negara-negara

yang menunjukkan perbedaan lintas budaya yang terbatas. (Zhou Jiang, Paul J.

Gollan, Goedon Brooks, 2015)

Sampai saat ini, penelitian tentang personal branding masih relatif langka.

Bukti empiris telah menemukan bahwa berbagai praktik perekrutan awal dapat

digunakan untuk eksternal memasarkan merek (Collins dan Stevens, 2002) dan

bahwa personal branding memiliki manfaat dalam hal meningkatkan kuantitas dan

kualitas pemohon (Collins dan Han, 2004). Berdasarkan beberapa hasil penelitian

terdahulu dapat dikatakan bahwa nilai-nilai pribadi dapat mempengaruhi perilaku

dari internal yang didorong secara konsisten yang fokus pada pengembangan

Page 53: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

71

keahlian khusus untuk meningkatkan keterampilan tertentu dan kualitas diri

karyawan. Walaupun ada perbedaan kecenderungan dalam konteks budaya, namun

dapat mendorong peningkatan kinerja karyawan. Jika demikian, bila nilai-nilai

pribadi baik, maka kompetensi budaya dalam lintas budaya akan baik, sehingga

mendorong pembentukan merek pribadi yang baik, dan berdampak terhadap

peningkatan kepercayaan diri karyawan.

Berdasarkan beberapa literatur dan bukti empiris dari penelitian terdahulu,

maka penelitian tentang nilai-nilai pribadi dan kompetensi budaya ada kesamaan

dengan Schwartz, Sarath. N. and Cathy.O.S. (2001), Kahle, Beatty, & Homer

(2012) yaitu pada dimensi variabel yang digunakan. Namun ada perbedaan dalam

hal unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4 negara yaitu Jepang,

Korea, China, dan Indonesai. Sementara untuk variabel kompetensi budaya, merek

pribadi, dan kepercayaan diri, ada kesamaan dimensi yang digunakan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Bennett, Purnell, Kaputa (2012), Peter Montoya

(2002), McNally & Speak (2002), pada dimensi kompetensi, gaya, standar, nilai,

langka, visibilitas, konsistensi, namun juga ada perbedaan dalam hal metode yang

digunakan, yaitu dalam penelitian ini menggunakan metode campuran dan metode

komparatif Kruskall Walls dengan unit analisisnya yaitu tenaga kerja lokal dan

asing pada perusahaan modal asing.

Salah satu atau beberapa variabel sama dengan variabel yang diuji oleh

peneliti sebelumnya, namun dilakukan pada unit analisis yang berbeda dan

dengan metode penelitian yang berbeda serta dengan komposisi susunan

Page 54: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

72

variabel yang berbeda, dengan pengembangan dimensi, indikator, dan

paradigma penelitian yang berbeda.

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan yaitu metode campuran dengan

unit analisis tenaga kerja asing dan tenaga kerja lokal di provinsi Banten Indonesia.

Dan juga perbedaan variabel dan dimensi yang mempengaruhi kepercayaan diri

seorang karyawan, yaitu dipengaruhi secara langsung oleh nilai-nilai pribadi dan

kompetensi budaya, dan juga dipengaruhi melalui variable personal branding, baik

tenaga kerja lokal maupun tenaga kerja asing.

State of the art dalam penelitian ini adalah bahwa tingkat kepercayaan diri

seorang karyawan dipengaruhi secara langsung oleh nilai-nilai pribadi dan

kompetensi budaya, dan secara tidak langsung melalui merek pribadi, baik

karyawan lokal maupun karyawan asing. Dengan demikian penulis berkeyakinan

bahwa penelitian ini belum pernah dilakukan oleh peneliti lain sehingga memiliki

orisinalitas yang tinggi. Sehingga diharapkan penelitian ini menghasilkan novelty

berupa model integrasi merek pribadi dalam meningkatkan kepercayaan diri.

Berdasarkan pertimbangan pemetaan antara teori dan metode penelitian,

dimana dalam disertasi secara teori variabel penelitian, penulis sudah

melakukan pengembangan pembentukan konstruk, dimensi, maupun indikator

dalam variabel penelitian agar lebih cocok dengan kondisi empirik unit

analisis.

Penulis berkeyakinan untuk padanan teori dalam penelitian ini

berkategori inovasi, demikian pula halnya dengan metode penelitian yang

Page 55: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

73

digunakan dalam hal ini penulis mencoba mengkombinasikan anatar metode

kuantitatif dengan metode kualitatif secara komprehensip dengan metode yang

relatif masih jarang digunakan peneliti sebelumnya, serta atas dasar

pertimbangan hasil dari penelitian ini dalam bentuk novelty yang sejauh ini

penulis menelusuri kajian sebelumnya, maka novelty yang penulis susun

dalam kategori temuan disertasi ini merupakan kategori Inovasi.

2.3 Kerangka Pemikiran

Menurut Fiber Luce (1991) hakikat studi lintas budaya adalah studi

komparatif yang bertujuan membandingkan variabel budaya tertentu dan

konsekuensi atau akibat dari pengaruh kebudayaan, dari dua konteks kebudayaan

atau lebih. Cai & Shannon (2012) mengadaptasi model VAM (Value-Attitude-

Motivation) dan menegaskan bahwa ada aliran kausal antara nilai-sikap-perilaku.

Kerangka dasar penelitian ini adalah bahwa kepercayaan diri seseorang sangat

dipengaruhi oleh sikap, pikiran positif, berani menghadapi resiko, yang

mencerminkan nilai-nilai pribadi seseorang. Dan juga bagaimana pandangan

seseorang terhadap kompetensi budaya yang dipahaminya sehingga membentuk

merek pribadi yang unik dengan kompetensi yang dimilikinya.

2.3.1 Keterkaitan Nilai-nilai Pribadi dengan Kepercayaan Diri

Nolan (2017), menemukan bahwa keuntungan kepercayaan diri peserta

selaras dengan pengembangan para profesional yang meliputi akuisisi pengetahuan

dan keterampilan (modal manusia), partisipasi dalam jaringan komunitas

Page 56: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

74

pembelajaran kolaboratif (modal sosial), dan kemampuan untuk menjalankan hak

profesional (modal keputusan). Kerangka konsep yang menarik dari penelitian

Hargreaves dan Fullan (2012) yang berkaitan dengan modal profesionalisme guru

yang meliputi tiga modal dasar yaitu; manusia (subjek pengantar pengetahuan),

sosial (interaksi dan partisipasi masyarakat) dan keputusan (komitmen dengan

profesi), yang menggambarkan keterkaitan antara perkuliahan profesional,

profesionalisme guru, dan rasa percaya diri guru. Umumnya profesi ditandai

dengan self regulation, pengetahuan khusus, dan kepatuhan terhadap kode etik

yang dirumuskan oleh anggota.

Pemikiran Dierking dan Fox (2012), terdapat tiga cara untuk menganalisis

data kualitatif keyakinan guru, yaitu; mencatat laporan adanya kepastian dalam

praktek profesional, menyoroti suara percaya diri sebagai hasil dari pengetahuan

dan sasaran keterampilan, dan mengidentifikasi langsung laporan kepercayaan kata

sebagai bagian dari hasil belajar. Lavié (2006) menyatakan bahwa masyarakat

profesional menyoroti sifat sosial dari pembelajaran mereka yang ditandai dengan

penyelidikan kolektif, nilai-nilai bersama, dan yang mendukung dan kolaboratif

budaya belajar.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa nilai-

nilai pribadi yang meliputi Achievement, Empaty, Hedonism, Humility,

Cooperation, dan responsibility dapat meningkatkan kepercayaan diri karyawan.

Page 57: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

75

Gambar 2.7: Keterkaitan Nilai-nilai pribadi dengan kepercayaan diri

2.3.2 Keterkaitan Nilai-nilai Pribadi dengan Merek Pribadi

Podsakoff et al., (2000) menjelaskan bahwa perilaku menolong, sportivitas,

loyalitas organisasi, kepatuhan organisasi, inisiatif individu, civic virtue dan

pengembangan diri. Beliau juga menambahkan bahwa pengembangan diri

termasuk perilaku sukarela pada tujuan meningkatkan pengetahuan, keterampilan,

dan kemampuan. Posner dan Schmidt (1996) dikutip dalam (Karacaer, 2009)

menggambarkan nilai-nilai sebagai inti kepribadian, mempengaruhi individu

dalam membuat pilihan dan cara individu dan organisasi dalam menginvestasikan

waktu dan energi. Karyawan dipengaruhi secara berbeda oleh persepsi keadilan

tergantung pada orientasi nilai mereka (Fischer & Smith, 2006 ).

Model keterkaitan personal branding bahwa karakter dan kecocokan dari

relasi merupakan faktor yang mempengaruhi sikap dalam pembelian merek produk

dan terjadinya pembelian dipengaruhi oleh nilai personal. Selanjutnya hasil

penelitian Labrecque, L. I., et al. (2011) menyatakan bahwa personal branding

melalui media online sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai diri seseorang dalam

Nilai-nilai Pribadi

(Personal values)

Prestasi (Achievement),

Empati (Empaty),

Hedonis (Hedonism),

Kebaikan (Humility),

Kerjasama (Cooperation),

Tanggung jawab (Responsibility)

Kepercayaan Diri

(Self-confidence)

Pandangan positif,

Tujuan yang realistis,

Harapan,

Harga diri

Evaluasi diri

Page 58: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

76

memberikan gambaran dari apa yang diungkapkannya melalui internet. Merek

pribadi otentik mencerminkan kode moral dan perilaku dari ambisi pribadi dan

selalu harus menyampaikan apa yang menjanjikan menurut Rampersad (2009).

Jika demikian, maka dapat dinyatakan bahwa bila nilai-nilai pribadi dapat

ditingkatkan melalui Achievement, Empaty, Hedonism, Humility, Cooperation, dan

Responsibility, maka akan dapat meningkatkan pembentukan merek pribadi dalam

hal kompetensi, standar, visibilitas, konsistensi, relevan, khas, dan gaya unik

karyawan dalam perusahaan.

Gambar 2.8: Keterkaitan Nilai-nilai pribadi dengan Merek pribadi

2.3.3 Keterkaitan kompetensi Budaya dengan Kepercayaan Diri

Kompetensi yang menghasilkan sumber daya yang diperlukan bagi individu

untuk survive bagi kelompok dan lembaga dalam mencapai tujuan mereka.

Sebagaimana didefinisikan di sini, nilai-nilai diri menekankan kompetensi dalam

hal standar budaya yang berlaku, sehingga memperoleh persetujuan sosial.

(Ambisius, sukses, mampu, berpengaruh, cerdas, harga diri, pengakuan sosial).

Nilai-nilai Pribadi

(Personal values)

Prestasi (Achievement),

Empati (Empaty),

Hedonis (Hedonism),

Kebaikan (Humility),

Kerjasama (Cooperation),

Tanggung jawab (Responsibility)

Merek Pribadi

(Personal Branding) Kompetensi,

Standar,

Visibilitas,

Konsistensi,

Relevan,

Khas,

dan Gaya unik

Page 59: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

77

Menurut Samovar dan Porter (1976) hubungan yang terjadi berkisar pada

perbandingan perilaku dengan menunjukkan persamaan dan perbedaan persepsi

dari pengalaman, peran lingkungan sosial dan fisik; kognisi yang terdiri dari unsur-

unsur khusus kebudayaan, proses bahasa dan cara berpikir; sosialisasi; kepribadian

seperti tipe-tipe budaya pribadi yang mempengaruhi etos, tipologi karakter atau

watak bangsa. Penempatan kompetensi dalam keahlian lintas budaya pada level

yang terpisah dengan keahlian dan spesailisasi yang lain. Pandangan ini

mengakuisisi kompetensi lintas budaya pada bagian pelatihan dan supervisi dengan

pengalaman yang sama (Ridley, 1985).

Penelitian empiris mendukung dua hipotesis yang saling bertentangan nilai

dalam keragaman (Cox & Blake, 1991). Beberapa penelitian mendukung

pandangan bahwa tenaga kerja heterogenitas meningkatkan kinerja melalui

penggunaan tingkat keterampilan yang lebih tinggi, perspektif dan kemampuan

pemecahan masalah (McLeod, Lobel, & Cox, 1996) dan melihat perbedaan-

perbedaan agregat akan menghambat kinerja dengan mengurangi integrasi sosial

(Jackson et al. 1993) dan komunikasi informal (Smith et al., 2008).

Jika demikian, maka kompetensi budaya yang meliputi kesadaran budaya,

kepekaan budaya, kecerdasan budaya, pengetahuan budaya, keahlian solutif, dan

sikap internalisasi, dapat meningkatkan kepercayaan diri tenaga kerja dalam

bekerja.

Page 60: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

78

Gambar 2.9: Keterkaitan Kompetensi Budaya dengan Kepercayaan Diri

2.3.4 Keterkaitan Kompetensi Budaya dengan Merek Pribadi

Secara umum, semua pengaruh eksternal cenderung beroperasi melalui

kognisi intern individu (Malhotra & Galletta, 2005). Secara khusus, pengaruh

eksternal yang pertama diproyeksikan antarmuka interior seseorang dan pada

gilirannya menjalani pengaruh mekanisme kognitif internal yang belum

ditampilkan sebagai perilaku eksternal. Seperti diungkapkan oleh banyak

penelitian, orang-orang dari berbagai bangsa biasanya memegang mekanisme

kognitif beragam dipengaruhi oleh norma-norma budaya nasional, sebagai

anteseden kepercayaan individu dan nilai-nilai mempengaruhi perilaku karyawan

tertentu dan niat (Srite & Karahanna, 2006).

Lopez at al (2006) menyatakan bahwa kompetensi budaya merupakan

seperangkat keahlian pemecahan masalah yang meliputi; kemampuan mengenali

dan memahami dinamika antara heritage dan adaptasi perilaku budaya,

kemampuan menggunakan pengetahuan dalam memahami heritage dan tantangan

adaptasi penilaian budaya yang efektif, dan internalisasi.

Kompetensi Budaya

(Cultural Competence)

Kesadaran budaya,

Kepekaan budaya,

Ketangkasan budaya,

Pengetahuan budaya,

Keahlian solutif,

dan Sikap internalisasi.

Pandangan positif, Tujuan yang realistis,

Harapan,

Harga diri

Evaluasi diri

Kepercayaan Diri

(Self-confidence)

Page 61: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

79

Ditemukan juga beberapa dimensi merek pribadi yang memeiliki arti yang

sama di Jepang dan Amerika; seperti: sincerity, excitement, competence, dan

sophistication (ketulusan, kegembiraan, kompetensi, dan kecanggihan). (Schwartz,

1994). Penelitian yang mendukung bahwa orientasi budaya tertentu dipenuhi

dengan konsep merek pribadi, seperti keunikan, sesuatu yang abstrak yang

berkaitan dengan merek (Torelli, Ozsomer, Carvalho, Keh, & Maehle, 2012, hal.

92). Triandis, (1989) menyatakan “the vertical individualist” seperti konsep merek

yang menampilkan self-enhancement tapi bukan menampilkan keterbukaan

(openness).

Secara khusus, Erdem dan Swait (1998) menjelaskan kerangka di negara

yang mewakili dimensi budaya yang berbeda dan beberapa perbedaan antar

negara. Lebih khusus, mereka mengeksplorasi perbedaan dalam merek sebagai

sinyal cara beroperasi di negara-negara dan menghubungkan perbedaan tersebut

kepada orientasi budaya konsumen. Budaya individualisme yang tinggi cenderung

mencari variasi dan pengalaman hedonistik, sedangkan budaya kolektivisme yang

tinggi lebih berkorelasi dengan konformitas dan perilaku kelompok. Sementara

menurut Gregory, Munch, dan Peterson (2002) adalah hubungan nilai-sikap.

Roth (1995) dalam hipotesisnya menemukan bahwa budaya kolektivisme

dalam mempertimbangkan merek yang memperkuat keanggotaan kelompok dan

afiliasi yang lebih menarik, sedangkan budaya individualistis mendukung merek

yang memperkuat kemandirian mereka dan memberikan kepuasan individu.

Penelitian terdahulu juga menunjukkan hubungan pemilihan merek terhadap

Page 62: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

80

beberapa dimensi budaya (seperti: Cray and Mallory 1998). Terutama penelitian

Hofstede‟s (1984) pengaruh kerja sistem nilai mengidentifikasi tiga aspek budaya

yang berakitan dengan merek pribadi yaitu; collectivism/individualism, uncertainty

avoidance, and power distance, value–attitude relationships (Peterson 2002).

Aguirre & Rodriguez (2014) menyatakan bahwa budaya memegang peran

dalam persepsi merek pribadi. Bukti empiris awal menunjukkan hubungan positif

antara kesesuaian merek pribadi dengan merek konsumen di seluruh budaya, tapi

hubungan yang paling kuat adalah dimoderasi oleh orientasi budaya (Lam et al.,

2002). Penelitian tersebut bahwa konsumen dalam konteks berbeda secara budaya

mengidentifikasi merek terkait ciri-ciri kepribadian yang berbeda (Aaker, 1999;

Benet-Martinez, & Garolera. 2001).

Lam et al., 2012 menyatakan bahwa orientasi budaya tertentu beresonansi

dengan konsep merek tertentu, seperti “unik”. Matzler, K., et al., (2016); konsep

merek merepresentasikan peningkatan diri, tapi tidak menggambarkan

keterbukaan. Orientasi jangka panjang adalah karakteristik budaya Cina yang

paling luar biasa, yang alasan moralitas dan etika standar di masyarakat Cina

(Tsui, 2001). Norma-norma Amerika hanya menekankan kemampuan pribadi,

kontribusi, dan kesetaraan (Hofstede, 2005). Rajagopal (2009) melaporkan

beberapa faktor yang paling penting untuk merek yang kuat dalam posisi strategis,

salah satunya adalah nilai-nilai budaya. Banyak para ahli juga telah menguji

pengaruh nilai-nilai budaya pada kesadaran merek dan sampai pada suatu

Page 63: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

81

kesimpulan bahwa nilai-nilai memiliki pengaruh yang signifikan (Paasovaara et

al.,2012).

Berdasarkan beberapa bukti empiris tersebut dapat disimpulkan bahwa

konsep kompetensi budaya dalam hal ini adalah kesadaran budaya, kepekaan

budaya, kecerdasan budaya, pengetahuan budaya, keahlian solutif, dan kikap

internalisasi, yang dikorelasikan dengan merek pribadi. Jika demikian, bila

kompetensi budaya meningkat perannya melalui kesadaran budaya, kepekaan

budaya, kekecerdasan budaya, pengetahuan budaya, keahlian solutif, dan sikap

internalisasi, maka akan mendorong dalam pembentukan merek pribadi yang baik.

Gambar 2.10: Keterkaitan Kompetensi Budaya dengan Merek Pribadi

2.3.5 Keterkaitan Nilai-nilai Pribadi dengan Kompetensi Budaya

Peran ciri-ciri kepribadian dalam perilaku dan nilai-nilai yang berhubungan

dengan pekerjaan telah mendapat perhatian baru selama dekade terakhir (Garrod,

2005), membandingkan skala gabungan dari nilai-nilai lintas Negara (Schwartz,

2007), efek dari nilai-nilai pada sikap dan perilaku di tingkat individu (Fischer &

Kompetensi Budaya

(Cultural Competence)

Kesadaran budaya,

Kepekaan budaya,

Ketangkasan budaya,

Pengetahuan budaya,

Keahlian solutif,

dan Sikap internalisasi.

Kompetensi,

Standar,

Visibilitas,

Konsistensi,

Relevan,

Khas,

dan Gaya unik

Merek Pribadi

(Personal Branding)

Page 64: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

82

Smith, 2006), nilai individu baik di dalam dan di masyarakat mungkin memiliki

prioritas nilai yang sangat berbeda yang mencerminkan warisan mereka,

pengalaman pribadi, tingkat sosial-ekonomi, dan akulturasi (Schwartz & Bardi,

2001).

Nilai-nilai dapat memengaruhi bagaimana memandang individu dan

menafsirkan situasi tertentu dan pentingnya dia memberikan itu (Schwartz, Sagiv,

& Boehnke, 2000). Inkonsistensi ini telah menyebabkan kesimpulan bahwa

keragaman di tempat kerja tidak akan ditemukan untuk meningkatkan kinerja

perusahaan sampai peneliti memperoleh pemahaman tentang faktor-faktor

kontekstual yang relevan (Williams & O'Reilly, 1998).

Hofstede dan Bond (1988), mengemukakan dimensi budaya dari nilai

menggunakan data dari Rokeach (1973) tentang survei nilai. Mereka mengamati

fungsi nilai yang terdiri dari keselamatan dan kehidupan yang menarik yang

berhubungan dengan dimensi individualisme pada tingkat budaya. Schwartz

(1996) menegaskan bahwa nilai-nilai tingkat budaya terkait dengan komunikasi

lintas budaya.

Satu studi menemukan bahwa keragaman ras berhubungan positif dengan

kinerja perusahaan dalam konteks pertumbuhan dan peningkatan strategis

(Richard, 2000). Kecenderungan globalisasi ekonomi mendesak interaksi terus-

menerus antara bangsa-bangsa yang berbeda, yang pada gilirannya

mengintensifkan konflik multicultural dalam berbagi pengetahuan dan manajemen

(Hofstede & Bond,1988). Hofstede (1994) mendalilkan bahwa budaya Barat

Page 65: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

83

mempunyai nilai-nilai yang tidak sesuai dengan budaya Timur, yaitu

individualisme, sekulerisme, dan hedonisme (Siany dan Catur, 2009).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa nilai-nilai pribadi yang meliputi

Achievement, Empaty, Hedonism, Humility, Cooperation, dan Responsibility akan

meningkatkan kompetensi budaya bagi karyawan menjadi baik.

Gambar 2.11: Keterkaitan Nilai-nilai Pribadi dengan Kompetensi Budaya

2.3.6 Keterkaitan Merek Pribadi dengan Kepercayaan Diri

Merek pribadi didasarkan atas nilai-nilai kehidupan anda dan memiliki

relevansi tinggi terhadap siapa sesungguhnya diri anda. Personal branding akan

membuat semua orang memandang anda secara berbeda dan unik. Orang mungkin

akan lupa dengan wajah anda, namun “merek pribadi‟ anda akan selalu diingat

orang lain. Konsistensi merupakan prasyarat utama dari personal branding yang

kuat. (McNally & Speak, 2002).

Mahnert dan Torres, (2007) menjelaskan bahwa internal merek didefinisikan

sebagai seperangkat kegiatan strategis dari suatu perusahaan untuk menyediakan

Nilai-nilai Pribadi

(personal values)

Prestasi (Achievement),

Empati (Empaty),

Hedonis (Hedonism),

Kebaikan (Humility),

Kerjasama (Cooperation),

Tanggung jawab (Responsibility)

Kesadaran budaya,

Kepekaan budaya,

Ketangkasan budaya,

Pengetahuan budaya,

Keahlian solutif,

dan Sikap internalisasi.

Kompetensi Budaya

(Cultural Competence)

Page 66: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

84

dan menjamin intelektual dan emosional karyawan. Matanda & Ndubisi, (2013)

menyatakan dalam tinjauan literatur, internal merek telah diteliti di bawah tiga

dimensi; Keterlibatan sumber daya, Komunikasi Internal & Training.

Gambar 2.12: The role of teacher professional learning in developing teacher

professionalism and teacher confidence. (A. Nolan, T. Molla, 2017)

Berbagai penelitian telah menggarisbawahi konsep kecocokan orang dalam

organisasi, yang mengacu pada kompatibilitas antara karyawan yang memiliki

nilai-nilai pribadi, dan nilai-nilai organisasi dan merek menurut persepsi karyawan.

Ketika ada kesesuaian lengkap antara nilai-nilai organisasi dan nilai-nilai merek

individu karyawan, karyawan mengembangkan tingkat tinggi identifikasi dengan

nilai-nilai merek dan akan lebih termotivasi dan berkomitmen untuk menjadi duta

merek mereka (Khan, 2009).

Merek pribadi dapat membangun perilaku (Morhart et al., 2009; Punjaisri et

al., 2009). Ketika nilai merek organisasi tertanam dan mengakar dalam benak

karyawan, maka akan mendukung keunggulan bersaing bagi pelayanan organisasi

(Wallace et al., 2013). Organisasi bertanggung jawab untuk menciptakan merek

Teacher Confidence

Teacher

professionalism

Professional Capital : Human Capital Social Capital Decisional Capital

Teacher Professional

learning

Page 67: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

85

budaya (brand culture), penyampaian citra visi (sharing brand vision), dan

membangkitkan nilai merek diantara karyawan (Lee et al., 2013).

Kegiatan yang efektif dan komunikasi yang konsisten bahwa refleksi

identitas merek; dapat memungkinkan karyawan untuk mendapatkaan pengetahuan

merek (brand knowledge) dan memahami merek; dapat mempererat ikatan

psikologis antara organisasi dengan individu karyawan; mendorong karyawan

kedalam nilai merek (Terglav et al., 2016). Bagi perushaan untuk mencapai

keunggulan bersaing di pasar, dibutuhkan suatu inovasi. Inovasi yang original

diperoleh dari kreativitas, originalitas dibentuk dari diversity. Diversity datang dari

sebuah kontribusi karyawan yang memiliki keunikan yang mampu mencapai

tujuan perusahaan.(Hromada, 2013).

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Wang & Chang (2005)

menemukan bahwa elemen intelktual capital berpengaruh langsung terhadap

kinerja dengan pengecualian human capital. Human capital tidak langsung

mempengaruhi kinerja tapi melalui tiga elemen lain yaitu; modal inovasi

(innovation capital), modal proses (process capital), dan modal pelanggan

(customer capital).

Menurut Miles dan Mangold (2005), merek pribadi karyawan merupakan

sumber keunggulan kompetitif strategis dan karyawan akan mencari hubungan-

hubungan kerja yang berinvestasi dalam pertumbuhan pribadi mereka (Schweitzer

& Lyons, 2008). Hill dan Conger (2008), yang bertujuan untuk mengidentifikasi

faktor-faktor yang membedakan sukses dari kurang berhasil di pasar negara

Page 68: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

86

berkembang, dan analisis pertama mengungkapkan empat faktor: merek,

kesempatan, tujuan, dan budaya. Pengembangan individu setiap karyawan

merupakan aspek kunci sehubungan dengan membangun merek pribadi. Semakin

banyak karyawan yang ahli, semakin besar keuntungan kompetitif perusahaan.

Selain itu, seorang karyawan dengan merek pribadi yang kuat akan selalu

kompetitif, performa dan secara signifikan berkontribusi terhadap citra perusahaan

dan kinerja. (Raluca Ioana Vosloban 2014).

Jika demikian, maka apabila merek pribadi karyawan yang berkitan dengan

kompetensi, gaya, dan standar kerja karyawan, visibilitas, konsistensi, relevan, dan

khas dapat meningkatkan kepercayaan diri karyawan.

Gambar 2.13: Keterkaitan Merek pribadi dengan Kepercayaan diri

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, maka dapat digambarkan

paradigma penelitiannya sebagai berikut :

Merek Pribadi

(personal branding)

Kompetensi,

Standar,

Visibilitas,

Konsistensi,

Relevan,

Khas,

dan Gaya unik

Pandangan positif, Tujuan yang realistis,

Harapan,

Harga diri

Evaluasi diri

Kepercayaan Diri

(Self confidence)

Page 69: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

87

Gambar 2.14 : Paradigma penelitian

2.4 Hipotesis

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis

yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Persepsi diri masing-masing tenaga kerja dan persepsi sebaliknya terhadap

yang lain tentang nilai-nilai pribadi, kompetensi budaya, merek pribadi, dan

kepercayaan diri pada perusahaan modal asing di provinsi Banten.

2. Terdapat perbedaan nilai-nilai pribadi, kompetensi budaya, merek pribadi, dan

kepercayaan diri diantara tenaga kerja asing dengan tenaga kerja lokal pada

perusahaan modal asing di provinsi Banten.

3. Terdapat perbedaan model korelasi nilai-nilai pribadi dengan kompetensi

budaya antara tenaga kerja asing dan tenaga kerja lokal pada perusahaan

modal asing di Provinsi Banten.

Kompetensi

Budaya

Nilai-nilai Pribadi

Merek Pribadi Kepercayaan

Diri

Page 70: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN …media.unpad.ac.id/thesis/120430/2014/120430140032_2_1985.pdfperilaku organisasi, manajemen lintas budaya, dan manajemen stratejik

88

4. Terdapat perbedaan model pengaruh nilai-nilai pribadi dan kompetensi budaya

baik secara simultan maupun parsial terhadap merek pribadi antara tenaga

kerja asing dan tenaga kerja lokal pada perusahaan modal asing di Provinsi

Banten.

5. Terdapat perbedaan model pengaruh nilai-nilai pribadi dan kompetensi budaya

terhadap kepercayaan diri melalui merek pribadi antara tenaga kerja asing dan

tenaga kerja lokal pada perusahaan modal asing di Provinsi Banten.