arif 2 (kolestasis jaundice)

13
B. Riwayat Penyakit Dahulu : - Pasien tidak mempunyai riwayat perokok C. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama. 3. Berdasarkan 1 dan 2 di atas buat 3 hipotesis dan berikan rasionalisasi berdasarkan literatur (cantumkan) A. Gangren Diabetic Pada pasien kami luka yang terjadi tidak sembuh- sembuh, karena pada pasien diabetes cenderung mengalami neuropati perifer dan mikroangiopati. Keduanya dapat menghambat penyembuhan luka dan mendorong terjadinya infeksi oportunistik. (1) Nyeri pada kaki yang terjadi tiba-tiba dan perubahan warna kehitaman di sekitar jari kaki karena adanya emboli kolesterol pada pembuluh darah besar proksimal yang mengakibatkan sianosis, gangren dan bluetoe sindrom. (1) Peningkatan pengeluaran urin (poliuria) dan timbulnya rasa haus (polidipsi) terjadi karena hiperglikemia parah dan melebihi ambang ginjal 2

Upload: agustayogie

Post on 17-Feb-2015

24 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

AERHAE

TRANSCRIPT

Page 1: Arif 2 (Kolestasis Jaundice)

B. Riwayat Penyakit Dahulu :

- Pasien tidak mempunyai riwayat perokok

C. Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama.

3. Berdasarkan 1 dan 2 di atas buat 3 hipotesis dan berikan rasionalisasi

berdasarkan literatur (cantumkan)

A. Gangren Diabetic

Pada pasien kami luka yang terjadi tidak sembuh-sembuh, karena pada

pasien diabetes cenderung mengalami neuropati perifer dan mikroangiopati.

Keduanya dapat menghambat penyembuhan luka dan mendorong terjadinya

infeksi oportunistik. (1)

Nyeri pada kaki yang terjadi tiba-tiba dan perubahan warna kehitaman di

sekitar jari kaki karena adanya emboli kolesterol pada pembuluh darah besar

proksimal yang mengakibatkan sianosis, gangren dan bluetoe sindrom. (1)

Peningkatan pengeluaran urin (poliuria) dan timbulnya rasa haus (polidipsi)

terjadi karena hiperglikemia parah dan melebihi ambang ginjal sehingga

timbul glukosuria yang mengakibatkan diuresis osmotik. (2)

Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan tiumbul sebagai

akibat kehilangan kalori. (2)

Berat badan yang berkurang akibat keseimbangan kalori negatif disebabkan

karena glukosa yang hilang bersama kemih sehingga disertai rasa lemah. (2)

Pandangan kabur sebagai akibat gangguan jalur poliol (glukosa sorbitol

fruktosa) akibat kekurangan insulin. Terdapat penimbunan sorbitol dalam

lensa sehingga mengakibatkan pembentukan katarak dan kebutaan. (2)

B. Tromboangitis obliterans (Wini warter – Buerger)

Biasanya menyerang perokok pada usia dewasa muda.

2

Page 2: Arif 2 (Kolestasis Jaundice)

Penyebab tidak jelas, dan tidak ada hubungannya dengan penyakit Diabetes

Mellitus.

Menyerang arteri ukuran sedang sampai kecil dan sering yang di ekstremitas

bawah.

Gejala yang paling sering dan utama adalah nyeri dan bertambah pada

waktu malam dan keadaan dingin, dan akan berkurang bila ekstremitas

dalam keadaan tergantung.

Pada keadaan yang telah lanjut dapat terbentuk tukak atau gangren akibat

serbukan sel-sel radang PMN pada pembuluh darah yang membentuk

trombus yang akan menyumbat pembuluh darah distal sehingga terjadi

iskemik jaringan setempat. (3)

4. Pemeriksaan fisik yang dibutuhkan dan kenapa ?

Pemeriksaan fisik secara umum berpengaruh pada penatalaksanaan awal

saat pasien datang, baik itu kasus kegawatdaruratan maupun ketidakdaruratan.

Keadaan umum (tampak sakit sedang), kesadaran compos mentis, tekanan darah

130/80 mmHg, nadi 100 x/menit, respirasi 20 x/menit, suhu 36 °C. Pada pasien

ini ditegakkan nadi secara normal dan secara umum tidak ada tanda-tanda

kegawatdaruratan.

Pada pemeriksaan kepala tidak tercium bau keton dan pada mata

didapatkan katarak pada kedua matanya. Pemeriksaan toraks didapatkan cor dan

pulmo dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen pun didapatkan dalam

batas normal.

Pada pemeriksaan ekstremitas, terutama ekstremitas bawah inspeksi

didapatkan ada gangren pada semua digiti pedis dekstra, berbau dan berwarna

kehitaman. Palpasi a. dorsalis pedis kanan dan kiri adalah 100 x/menit tetapi

pulsasi arteri di kanan lebih kuat dari kiri.

5. Bagaimana informasi pada 4 membantu untuk mendukung hipotesis ?

Hipotesis kami adalah gangren diabeticl, disebabkan karena terdapat hasil

pemeriksaan fisik berupa :

3

Page 3: Arif 2 (Kolestasis Jaundice)

- Katarak, timbul sebagai akibat gangguan jalur poliol (glukosa sorbitol

fruktosa) akibat kekurangan insulin. Terdapat penimbunan sorbitol dalam

lensa sehingga mengakibatkan pembentukan katarak.

- Gangren digiti pedis dekstra akibat mikrotrombi yang dicetuskan oleh infeksi

menyebabkan iskemia, nekrosis dan gangren yang progresif.

6. Penunjang apa yang dibutuhkan untuk mendukung hipotesis dan

terangkan rasionalisasinya.

1. Pemeriksaan laboratorium, tanggal 6 Desember 2001

Analisis Kimia Urin

Urobilinogen : mg/dl

Bilirubin : mg/dl

Darah Rutin

Bilirubin total : mg/dl (0,3-1,0 mg/dl)

Bilirubin direk : mg/dl (0,4 mg/dl)

Bilirubin indirek : mg/dl (0,6 mg/dl)

SGOT/ALT : UI/L ( 25 UI/L)

SGPT/ALT : UI/L ( 29 UI/L)

Alkali fosfatase : UI/L (60-70 UI/L)

Gamma GT : UI/L (8-38 UI/L)

7. Penunjang dan terangkan rasionalisasinya

A. Pemeriksaan laboratorium darah

1). AL (Angka lekosit) : Untuk mengetahui adanya infeksi yang

disebabkan oleh sumbatan oleh batu pada duktus

biliaris, sehingga bakteri mudah berkembang

biak. Angka leukosit normal pada pemeriksaan

darah yaitu 5.000 – 10.000 / L.

2). Bilirubin direk : Karena adanya sumbatan oleh batu pada duktus

biliaris, maka terjadi dikongesti bilirubin direk,

sehingga kadarnya meningkat di dalam darah.

4

Page 4: Arif 2 (Kolestasis Jaundice)

Angka bilirubin direk normal pada pemeriksaan

darah sekitar 0,4 mg/dl. Pada pasien kami,

ditemukan bilirubin direk darah adalah

3,02 mg/dl, berarti terdapat peningkatan bilirubin

direk.

3). AST (Aspartat Amino Transferase) dan ALT (Alanine Amino

Transferase)

Pada penyakit hati, kadar AST (SGOT) dan ALT

(SGPT) dalam serum cenderung berubah sejajar

dengan kerusakan hati. Kalau sel hati mengalami

kerusakan, enzim-enzim itu yang dalam keadaan

normal terdapat di dalam sel masuk ke peredaran

darah. Hepatitis oleh virus atau hepatitis toksis

kadang-kadang meningkatkan kadar AST sampai

20 kali nilai normal. Seandainya kadar mendadak

turun pada penyakit akut, itu tanda gawat, karena

itu berarti bahwa sumber enzim yang masih

tersisa habis. Kalau kerusakan oleh radang hati

hanya kecil, kadar ALT lebih dini dan lebih cepat

meningkat dari kadar AST; penetapan ALT

merupakan test penyaring yang lebih sensitif

untuk hepatitis post transfusi dan hepatitis toksis

oleh pekerjaan cocupational exposure).

4). Gama Glutamil Transferase (GGT)

Banyak sekali GGT terdapat dalam sel-sel

hepatobilier. Kebanyakan dari penyakit

hepatoselular dan hepato bilier meningkatkan

GGT dalam serum. Korelasi peningkatan GGT

lebih baik dengan obstruksi dan kolestasis

5

Page 5: Arif 2 (Kolestasis Jaundice)

ketimbang dengan kerusakan hepatoseluler

murni.

5). Alkali fosfatase (ALP)

ALP merupakan enzim yang paling sering diukur

untuk menyatakan adanya obstruksi saluran

empedu.

Pada pasien dengan sumbatan/obstruksi bilier,

alkalin fosfatase meningkat lebih cepat dan sering

mendahului peningkatan level serum dari

bilirubin.

B. Pemeriksaan urin dan feses

1). Bilirubin direk : Pada kolestasis jaundice ekstrahepatal, urinalisa

didapatkan bahwa kadar bilirubin direct /

terkonjugasi meningkat karena obstruksi pada

posthepatal menyebabkan kadarnya meningkat di

dalam darah, lalu di ginjal difiltrasi, sehingga

kadanya meningkat di dalam urin dan warnanya

menjadi seperti air teh.

Sedangkan di feses tidak terdapat bilirubin direk

karena terdapat hambatan alirannya ke dalam

usus sehingga warna feses seperti dempul.

Pre-Hepatik Hepatik Post-Hepatik

Lab Bilirubin II

Bilirubin II N

Bilirubin II

Bilirubin II N

Bilirubin II (-)

Bilirubin II

Urin Urobilin (++)

Bilirubin (-)

Urobilin (+)

Bilirubin (+)

Urobilin N (-)

Bilirubin (+++)

6

Page 6: Arif 2 (Kolestasis Jaundice)

C. USG abdomen : Sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat

bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk,

penebalan dinding kandung empedu, batu dan

saluran empedu ekstrahepatik. Nilai kepekatan

dan ketepatan USG mencapai 90-95%.

8. Apa diagnosis sdr ?

Cholestasis Jaundice extra hepatal

9. Pertahankan rasionalisasi sdr. untuk mencapai Diagnosis yaitu dengan

literatur (cantumkan) dengan mekanisme dasar ilmu.

Keputusan diagnostik yang paling penting bagi dpkter dan ahli bedah

dalam menangani kasus hiperbilirubinemia terkonjugasi adalah menetapkan

apakah obstruksi aliran empedu adalah intra hepatik atau ekstra hepatik.

Kolestasis ekstra hepatik mungkin memerlukan pembedahan, sedangkan

pembedahan pada penderita penyakit hepatoseluler (kolestasis intrahepatik)

malahan dapat memperberat penyakit dan bahkan dapat menimbulkan kematian.

Membedakan kedua keadaan ini tidak mudah, karena semua bentuk

kolestasis menimbulkan sindrom klinik ikterus yang sama yaitu : gatal,

transaminase meningkat, fosfatase alkali meningkat, gangguan ekskresi zat

warna kolesistografi, dan kandung empedu tidak terlihat.

Walaupun penentuan akhir bersifat klinis, namun bantuan untuk

membedakan kedua keadaan ini datang dari penilaian derajat obstruksi.

Obstruksi intrahepatik jarang seberat obstruksi ekstra hepatik. Akibatnya,

kolestasis intrahepatik umumnya hanya mengakibatkan peningkatan moderat

fosfatase alkali, dan sedikit pigmen dapat ditemukan dalam feses atau

urobilinogen dalam kemih bila dibandingkan dengan kolestasis intra hepatik.

Biopsi hati atau dodenum, atau kolangiografi transhepatik dapat dilakukan untuk

mempertegas kasus yang sulit.

(Literatur : Patofisiologi Buku I, Sylvia A. price & Lorraine M. Wilson, EGC)

7

Page 7: Arif 2 (Kolestasis Jaundice)

10. Terangkan pemilihan pengolahan dengan literatur

I. TERAPI KONSERVATIF

A. Non Farmakologis

- Istirahat total : Dengan istirahat, maka akan mengurangi

rasa nyeri yang timbul

- Pemberian nutrisi parenteral : Karena nafsu makan pasien menurun

(mual) mengakibatkan intake makanan

berkurang sehingga perlu pemberian

nutrisi.

- Diet ringan : Diet ringan agar kebutuhan garam

empedu untuk pemecahan lemak

berkurang sehingga konraksipun

berkurang.

B. Farmakologis

- Antibitoik : Golongan ampicillin, sefalosporin dan

metronidazol cukup memadai untuk

mematikan kuman-kuman yang umum

terdapat pada kholesistitis akut seperti

E. coli, strep, Faecalis dan klebsiella.

- Analgetik : Asam mefenamat merupakan obat pilihan

kami sebagai analgetik-antiinflamasi

walaupun kurang efektif dari aspirin

karena aspirin memiliki efek samping

berupa hepatotoksik yang justru

menambah parah. Petidin tidak diberikan

walaupun merupakan analgetik yang kuat

karena sifatnya yang bersifat

spasmodikyang memperberat rasa nyeri.

II. TERAPI OPERATIF

- Kolesistektomi : Merupakan terapi pilihan utama

untuk kolelitiasis simtomatik. Dengan 8

Page 8: Arif 2 (Kolestasis Jaundice)

kolesistektomi, nyeri lebih sedikit, dan

pasien dapat lebih cepat kembali bekerja.

11. Tentukan Prognosis

Prognosis berdasarkan derajat kelainan kaki diabetes (Wagner), dimana

semakin besar derajatnya, semakin jelek prognosisnya.

DerajatSifat

Luka/Tukak Abses Selulitis Osteomielitis Gangren

0 - - - - -

I Superfisial - - - -

II Dalam sampai

tendon/tulang

- - - -

III dalam + + / - + / - -

IV dalam + / - + / - + / - jari

V gangren Seluruh kaki

Literatur :

1. Tinjauan Patofisiologik dan Diagnosis Laboratorium Ika Priatni, Dalima AW Astrawinata.

2. Patofisiologi Buku-2, Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, EGC.

3. As

4. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, edisi ketiga, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1997.

9