arif 2 (kolestasis jaundice)
DESCRIPTION
AERHAETRANSCRIPT
B. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Pasien tidak mempunyai riwayat perokok
C. Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama.
3. Berdasarkan 1 dan 2 di atas buat 3 hipotesis dan berikan rasionalisasi
berdasarkan literatur (cantumkan)
A. Gangren Diabetic
Pada pasien kami luka yang terjadi tidak sembuh-sembuh, karena pada
pasien diabetes cenderung mengalami neuropati perifer dan mikroangiopati.
Keduanya dapat menghambat penyembuhan luka dan mendorong terjadinya
infeksi oportunistik. (1)
Nyeri pada kaki yang terjadi tiba-tiba dan perubahan warna kehitaman di
sekitar jari kaki karena adanya emboli kolesterol pada pembuluh darah besar
proksimal yang mengakibatkan sianosis, gangren dan bluetoe sindrom. (1)
Peningkatan pengeluaran urin (poliuria) dan timbulnya rasa haus (polidipsi)
terjadi karena hiperglikemia parah dan melebihi ambang ginjal sehingga
timbul glukosuria yang mengakibatkan diuresis osmotik. (2)
Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan tiumbul sebagai
akibat kehilangan kalori. (2)
Berat badan yang berkurang akibat keseimbangan kalori negatif disebabkan
karena glukosa yang hilang bersama kemih sehingga disertai rasa lemah. (2)
Pandangan kabur sebagai akibat gangguan jalur poliol (glukosa sorbitol
fruktosa) akibat kekurangan insulin. Terdapat penimbunan sorbitol dalam
lensa sehingga mengakibatkan pembentukan katarak dan kebutaan. (2)
B. Tromboangitis obliterans (Wini warter – Buerger)
Biasanya menyerang perokok pada usia dewasa muda.
2
Penyebab tidak jelas, dan tidak ada hubungannya dengan penyakit Diabetes
Mellitus.
Menyerang arteri ukuran sedang sampai kecil dan sering yang di ekstremitas
bawah.
Gejala yang paling sering dan utama adalah nyeri dan bertambah pada
waktu malam dan keadaan dingin, dan akan berkurang bila ekstremitas
dalam keadaan tergantung.
Pada keadaan yang telah lanjut dapat terbentuk tukak atau gangren akibat
serbukan sel-sel radang PMN pada pembuluh darah yang membentuk
trombus yang akan menyumbat pembuluh darah distal sehingga terjadi
iskemik jaringan setempat. (3)
4. Pemeriksaan fisik yang dibutuhkan dan kenapa ?
Pemeriksaan fisik secara umum berpengaruh pada penatalaksanaan awal
saat pasien datang, baik itu kasus kegawatdaruratan maupun ketidakdaruratan.
Keadaan umum (tampak sakit sedang), kesadaran compos mentis, tekanan darah
130/80 mmHg, nadi 100 x/menit, respirasi 20 x/menit, suhu 36 °C. Pada pasien
ini ditegakkan nadi secara normal dan secara umum tidak ada tanda-tanda
kegawatdaruratan.
Pada pemeriksaan kepala tidak tercium bau keton dan pada mata
didapatkan katarak pada kedua matanya. Pemeriksaan toraks didapatkan cor dan
pulmo dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen pun didapatkan dalam
batas normal.
Pada pemeriksaan ekstremitas, terutama ekstremitas bawah inspeksi
didapatkan ada gangren pada semua digiti pedis dekstra, berbau dan berwarna
kehitaman. Palpasi a. dorsalis pedis kanan dan kiri adalah 100 x/menit tetapi
pulsasi arteri di kanan lebih kuat dari kiri.
5. Bagaimana informasi pada 4 membantu untuk mendukung hipotesis ?
Hipotesis kami adalah gangren diabeticl, disebabkan karena terdapat hasil
pemeriksaan fisik berupa :
3
- Katarak, timbul sebagai akibat gangguan jalur poliol (glukosa sorbitol
fruktosa) akibat kekurangan insulin. Terdapat penimbunan sorbitol dalam
lensa sehingga mengakibatkan pembentukan katarak.
- Gangren digiti pedis dekstra akibat mikrotrombi yang dicetuskan oleh infeksi
menyebabkan iskemia, nekrosis dan gangren yang progresif.
6. Penunjang apa yang dibutuhkan untuk mendukung hipotesis dan
terangkan rasionalisasinya.
1. Pemeriksaan laboratorium, tanggal 6 Desember 2001
Analisis Kimia Urin
Urobilinogen : mg/dl
Bilirubin : mg/dl
Darah Rutin
Bilirubin total : mg/dl (0,3-1,0 mg/dl)
Bilirubin direk : mg/dl (0,4 mg/dl)
Bilirubin indirek : mg/dl (0,6 mg/dl)
SGOT/ALT : UI/L ( 25 UI/L)
SGPT/ALT : UI/L ( 29 UI/L)
Alkali fosfatase : UI/L (60-70 UI/L)
Gamma GT : UI/L (8-38 UI/L)
7. Penunjang dan terangkan rasionalisasinya
A. Pemeriksaan laboratorium darah
1). AL (Angka lekosit) : Untuk mengetahui adanya infeksi yang
disebabkan oleh sumbatan oleh batu pada duktus
biliaris, sehingga bakteri mudah berkembang
biak. Angka leukosit normal pada pemeriksaan
darah yaitu 5.000 – 10.000 / L.
2). Bilirubin direk : Karena adanya sumbatan oleh batu pada duktus
biliaris, maka terjadi dikongesti bilirubin direk,
sehingga kadarnya meningkat di dalam darah.
4
Angka bilirubin direk normal pada pemeriksaan
darah sekitar 0,4 mg/dl. Pada pasien kami,
ditemukan bilirubin direk darah adalah
3,02 mg/dl, berarti terdapat peningkatan bilirubin
direk.
3). AST (Aspartat Amino Transferase) dan ALT (Alanine Amino
Transferase)
Pada penyakit hati, kadar AST (SGOT) dan ALT
(SGPT) dalam serum cenderung berubah sejajar
dengan kerusakan hati. Kalau sel hati mengalami
kerusakan, enzim-enzim itu yang dalam keadaan
normal terdapat di dalam sel masuk ke peredaran
darah. Hepatitis oleh virus atau hepatitis toksis
kadang-kadang meningkatkan kadar AST sampai
20 kali nilai normal. Seandainya kadar mendadak
turun pada penyakit akut, itu tanda gawat, karena
itu berarti bahwa sumber enzim yang masih
tersisa habis. Kalau kerusakan oleh radang hati
hanya kecil, kadar ALT lebih dini dan lebih cepat
meningkat dari kadar AST; penetapan ALT
merupakan test penyaring yang lebih sensitif
untuk hepatitis post transfusi dan hepatitis toksis
oleh pekerjaan cocupational exposure).
4). Gama Glutamil Transferase (GGT)
Banyak sekali GGT terdapat dalam sel-sel
hepatobilier. Kebanyakan dari penyakit
hepatoselular dan hepato bilier meningkatkan
GGT dalam serum. Korelasi peningkatan GGT
lebih baik dengan obstruksi dan kolestasis
5
ketimbang dengan kerusakan hepatoseluler
murni.
5). Alkali fosfatase (ALP)
ALP merupakan enzim yang paling sering diukur
untuk menyatakan adanya obstruksi saluran
empedu.
Pada pasien dengan sumbatan/obstruksi bilier,
alkalin fosfatase meningkat lebih cepat dan sering
mendahului peningkatan level serum dari
bilirubin.
B. Pemeriksaan urin dan feses
1). Bilirubin direk : Pada kolestasis jaundice ekstrahepatal, urinalisa
didapatkan bahwa kadar bilirubin direct /
terkonjugasi meningkat karena obstruksi pada
posthepatal menyebabkan kadarnya meningkat di
dalam darah, lalu di ginjal difiltrasi, sehingga
kadanya meningkat di dalam urin dan warnanya
menjadi seperti air teh.
Sedangkan di feses tidak terdapat bilirubin direk
karena terdapat hambatan alirannya ke dalam
usus sehingga warna feses seperti dempul.
Pre-Hepatik Hepatik Post-Hepatik
Lab Bilirubin II
Bilirubin II N
Bilirubin II
Bilirubin II N
Bilirubin II (-)
Bilirubin II
Urin Urobilin (++)
Bilirubin (-)
Urobilin (+)
Bilirubin (+)
Urobilin N (-)
Bilirubin (+++)
6
C. USG abdomen : Sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat
bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk,
penebalan dinding kandung empedu, batu dan
saluran empedu ekstrahepatik. Nilai kepekatan
dan ketepatan USG mencapai 90-95%.
8. Apa diagnosis sdr ?
Cholestasis Jaundice extra hepatal
9. Pertahankan rasionalisasi sdr. untuk mencapai Diagnosis yaitu dengan
literatur (cantumkan) dengan mekanisme dasar ilmu.
Keputusan diagnostik yang paling penting bagi dpkter dan ahli bedah
dalam menangani kasus hiperbilirubinemia terkonjugasi adalah menetapkan
apakah obstruksi aliran empedu adalah intra hepatik atau ekstra hepatik.
Kolestasis ekstra hepatik mungkin memerlukan pembedahan, sedangkan
pembedahan pada penderita penyakit hepatoseluler (kolestasis intrahepatik)
malahan dapat memperberat penyakit dan bahkan dapat menimbulkan kematian.
Membedakan kedua keadaan ini tidak mudah, karena semua bentuk
kolestasis menimbulkan sindrom klinik ikterus yang sama yaitu : gatal,
transaminase meningkat, fosfatase alkali meningkat, gangguan ekskresi zat
warna kolesistografi, dan kandung empedu tidak terlihat.
Walaupun penentuan akhir bersifat klinis, namun bantuan untuk
membedakan kedua keadaan ini datang dari penilaian derajat obstruksi.
Obstruksi intrahepatik jarang seberat obstruksi ekstra hepatik. Akibatnya,
kolestasis intrahepatik umumnya hanya mengakibatkan peningkatan moderat
fosfatase alkali, dan sedikit pigmen dapat ditemukan dalam feses atau
urobilinogen dalam kemih bila dibandingkan dengan kolestasis intra hepatik.
Biopsi hati atau dodenum, atau kolangiografi transhepatik dapat dilakukan untuk
mempertegas kasus yang sulit.
(Literatur : Patofisiologi Buku I, Sylvia A. price & Lorraine M. Wilson, EGC)
7
10. Terangkan pemilihan pengolahan dengan literatur
I. TERAPI KONSERVATIF
A. Non Farmakologis
- Istirahat total : Dengan istirahat, maka akan mengurangi
rasa nyeri yang timbul
- Pemberian nutrisi parenteral : Karena nafsu makan pasien menurun
(mual) mengakibatkan intake makanan
berkurang sehingga perlu pemberian
nutrisi.
- Diet ringan : Diet ringan agar kebutuhan garam
empedu untuk pemecahan lemak
berkurang sehingga konraksipun
berkurang.
B. Farmakologis
- Antibitoik : Golongan ampicillin, sefalosporin dan
metronidazol cukup memadai untuk
mematikan kuman-kuman yang umum
terdapat pada kholesistitis akut seperti
E. coli, strep, Faecalis dan klebsiella.
- Analgetik : Asam mefenamat merupakan obat pilihan
kami sebagai analgetik-antiinflamasi
walaupun kurang efektif dari aspirin
karena aspirin memiliki efek samping
berupa hepatotoksik yang justru
menambah parah. Petidin tidak diberikan
walaupun merupakan analgetik yang kuat
karena sifatnya yang bersifat
spasmodikyang memperberat rasa nyeri.
II. TERAPI OPERATIF
- Kolesistektomi : Merupakan terapi pilihan utama
untuk kolelitiasis simtomatik. Dengan 8
kolesistektomi, nyeri lebih sedikit, dan
pasien dapat lebih cepat kembali bekerja.
11. Tentukan Prognosis
Prognosis berdasarkan derajat kelainan kaki diabetes (Wagner), dimana
semakin besar derajatnya, semakin jelek prognosisnya.
DerajatSifat
Luka/Tukak Abses Selulitis Osteomielitis Gangren
0 - - - - -
I Superfisial - - - -
II Dalam sampai
tendon/tulang
- - - -
III dalam + + / - + / - -
IV dalam + / - + / - + / - jari
V gangren Seluruh kaki
Literatur :
1. Tinjauan Patofisiologik dan Diagnosis Laboratorium Ika Priatni, Dalima AW Astrawinata.
2. Patofisiologi Buku-2, Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, EGC.
3. As
4. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, edisi ketiga, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1997.
9