obstruksi jaundice ec.choledocolithiasisedited

82
BAB I STATUS PEMERIKSAAN PASIEN I. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn.D Umur : 41 tahun Pekerjaan : TNI AD Agama : Islam Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : ASR KODIM 0609 Cimahi Tanggal Masuk : 11 Agustus 2010 II. ANAMNESIS (Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 12 Agustus 2010 pukul 13.00 WIB) Keluhan utama : nyeri pada perut kanan atas Keluhan tambahan : mata dan kulit kuning, gatal di seluruh tubuh, BAK seperti teh, BAB pucat Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke RSPAD Gatot Soebroto dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak 1 bulan yang lalu. Sakit diawali dengan nyeri hebat di ulu hati [Type text] Page 1

Upload: kartika-putri-reniastuti

Post on 01-Dec-2015

458 views

Category:

Documents


22 download

TRANSCRIPT

Page 1: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

BAB I

STATUS PEMERIKSAAN PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn.D

Umur : 41 tahun

Pekerjaan : TNI AD

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : ASR KODIM 0609 Cimahi

Tanggal Masuk : 11 Agustus 2010

II. ANAMNESIS (Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada

tanggal 12 Agustus 2010 pukul 13.00 WIB)

Keluhan utama : nyeri pada perut kanan atas

Keluhan tambahan : mata dan kulit kuning, gatal di seluruh tubuh, BAK

seperti teh, BAB pucat

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke RSPAD Gatot Soebroto dengan keluhan nyeri perut

kanan atas sejak 1 bulan yang lalu. Sakit diawali dengan nyeri hebat di ulu hati

lalu menjalar ke perut kanan atas yang berlangsung + ½ jam, nyeri dirasakan

menjalar ke punggung dan hilang timbul. Selanjutya keluhan sakit perut kanan

atas hanya muncul setelah aktivitas berat, sebanyak 3 – 4 x/minggu, dengan

intensitas nyeri sedang. Pasien juga mengeluh mata dan badan kuning, gatal di

seluruh tubuh, BAK seperti teh, dan BAB pucat. Pasien tidak mengeluh

adanya demam.

Satu tahun yang lalu, yaitu pada tahun 2009, pasien mengalami

keluhan serupa, pasien lalu berobat ke RS Dustira, Cimahi.Dilakukan USG

[Type text] Page 1

Page 2: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

2Presentasi Kasus Choledocolithiasis

dengan hasil ditemukan adanya batu empedu. Pasien disarankan untuk operasi

tetapi pasien menolak dan lebih memilih melakukan pengobatan

alternatif.Setelah mendapat pengobatan alternatif, pasien merasakan adanya

perbaikan keadaan.

Beberapa bulan yang lalu, pasien kembali mengalami nyeri perut

kanan atas. Pasien lalu kembali berobat ke RS Dustira dan dilakukan USG

dengan hasil ditemukannya batu empedu. Pasien lalu dirujuk ke RSPAD Gatot

Soebroto.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat penyakit jantung : disangkal

Riwayat penyakit HT : disangkal

Riwayat penyakit DM : disangkal

Riwayat penyakit ginjal : disangkal

Riwayat alergi obat : disangkal

Riwayat operasi : appendektomi, 10 tahun yang lalu

Riwayat kecelakaan : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat penyakit jantung : disangkal

Riwayat penyakit HT : disangkal

Riwayat penyakit DM : diakui pada ayah

Riwayat penyakit ginjal : disangkal

Riwayat alergi obat : disangkal

Kehidupan Sosial :

Kebiasaan : diet tinggi lemak

III. PEMERIKSAAN FISIK (Pada tanggal 12 Agustus 2010)

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 2

Page 3: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

3Presentasi Kasus Choledocolithiasis

BB : 59 kg

TB : 163 cm

Tanda-tanda Vital :

- Tekanan darah : 110/70 mmHg

- Frekuensi Nadi : 84x/menit, teraba kuat, isi cukup, regular

- Pernapasan : 20 x/menit, reguler, laju napas cukup,

abdominotorakal

- Suhu : 36,5C

Status Generalis

Kepala : Normocephal, rambut berwarna hitam, distribusi

merata dan tidak mudah dicabut.

Kulit : Ikterik (+)

Wajah : Simetris, ekspresi wajar

Mata : Palpebra tidak oedem -/-, pupil bulat isokor +/+,

conjungtiva pucat -/-, sklera ikterik +/+

Hidung : Bentuk normal, deviasi septum tidak ada, secret tidak

ada

Telinga : Bentuk normal, simetris, liang telinga lapang, serumen

tidak ada, pendengaran baik

Mulut & gigi : Bentuk normal, tidak sianosis, lidah tidak kotor

Tenggorokan : Tonsil T1-T1 tenang, faring tidak hiperemis

Leher : Bentuk normal, tidak teraba pembesaran kelenjar getah

bening, dan supraclavicularis

KGB : Tidak teraba membesar

Toraks : Bentuk normochest, dinding thorak tampak

simetris, tidak ada retraksi

Paru :

Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris saat statis dan dinamis,

tidak ada retraksi

Palpasi : Tidak teraba massa, nyeri tekan tidak ada, fremitus

vokal simetris

Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, wheezing -/-, Rhonki -/-

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 3

Page 4: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

4Presentasi Kasus Choledocolithiasis

Jantung & PD :

Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.

Palpasi : Iktus kordisteraba pada ICS V garis midclavicularis

sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung I-II Reguler +/+, murmur dan gallop

Abdomen : Lihat status lokalis

Genitalia : Bentuk normal, testis kanan dan kiri ada

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

Status Lokalis

Abdomen :

Inspeksi : Tampak datar, simetris

Auskultasi : BU (+) 8x / menit

Palpasi : Nyeri tekan (+) pada daerah epigastrium dan

hipokondrium kanan, nyeri lepas (-), Murphy sign (-),

hepar dan lien tidak teraba, massa (-).

Perkusi : Nyeri ketok (-), timpani diseluruh regio abdomen

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium (Pada tanggal 12 Agustus 2010 pukul 07.43.15 WIB)

Hematologi

Darah Rutin

Hemoglobin 13,0 (13-18 g/dl)

Hematokrit 40 (40-52 %)

Eritrosit 4,7 (4,3- 6,0juta /μL)

Leukosit 6400 (4800-10800 /μL)

Trombosit 435000* (150000-400000 /μL)

MCV 86 (80-96 fl)

MCH 28 (27-32 pg)

MCHC 32 (32-36 g/dl)

Hitung Jenis

Basofil 0 (0-1 %)

Eosinofil 2 (1-3 %)

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 4

Page 5: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

5Presentasi Kasus Choledocolithiasis

Batang 1* (2-6 %)

Segmen 62 (50-70 %)

Limfosit 33 (20-40 %)

Monosit 2 (2-8 %)

Kimia Darah

Protein Total 5,9* (6-8,5 g/dl)

Albumin 3,7 (3,5-5,0 g/dl)

Globulin 2,2* (2,5-3,5 g/dl)

Bilirubin Total 10,2* (< 1,5 mg/dl)

Bilirubin Direct 6,2* (< 0,3 mg/dl)

Bilirubin Indirect 4,0* (< 1,1 mg/dl)

Alkali Fosfatase (pria) 248* (< 128 U/L)

SGPT (ALT) 22 (< 40 U/L)

SGOT (AST) 36 (< 35 U/L)

Gama GT 272* (< 55 U/L)

Ureum 25 (20-50mg/dl)

Kreatinin 0,5 (0,5-1,5mg/dl)

Asam Urat 2,4* (3,5-7,4 mg/dl)

Natrium 146* (135-145 mEq/L)

Kalium 5,1 (3,5-5,3 mEq/L)

Klorida 112* (97-107 mEq/L)

Glukosa Puasa 104* (70-100 mg/dl)

Glukosa 2 Jam PP 105 (<140 mg/dl)

Urinalisa

Urin Lengkap

Protein - / NEGATIF (negatif)

Glukosa - / NEGATIF (negatif)

Bilirubin + / POS* (negatif)

Eritrosit 1-0-1 (< 2 / LPB)

Leukosit 2-1-2 (< 5 / LPB)

Torak - / NEGATIF (negatif)

Kristal - / NEGATIF (negatif)

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 5

Page 6: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

6Presentasi Kasus Choledocolithiasis

Epitel + / POS (positif)

Lain-lain - / NEGATIF (negatif)

USG Abdomen

Tanggal 30 / 7 / 2010

Kesimpulan :

- Hepar ukuran normal, tekstur parenkim homogeny isoechoic

normal, kontur normal, kapsul tidak menebal, tidak tampak massa

solid maupun kistik. Vena hepatica tidak melebar. Tidak tampak

pelebaran system bilier intra hepatic, system biliar extra hepatic

tidak melebar. Vena porta dalam batas normal. Tidak tampak

koleksi cairan di Morrison Pouch

- Kandung empedu besar normal, dinding menebal, sludge (-),

tampak batu multiple ukuran 1,3cm & 1,2cm.

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 6

Page 7: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

7Presentasi Kasus Choledocolithiasis

Tanggal 10/8/2010

Kesimpulan :

- Tampak batu-batu di dalam gallbladder

- Tampak pelebaran duktus biliaris (duktus hepatikus komunis,

CBD), makin ke distal makin lebar sampai dengan muara CBD

tampak menyempit.

- Duktus pankreatikus tidak melebar, tidak tampak adanya massa

tumor yang jelas di caput pankreas.

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 7

Page 8: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

8Presentasi Kasus Choledocolithiasis

MRI / MRCP

Tanggal 19/8/2010

Hasil :

- Hepar : kedua lobus tidak membesar, intensitas parenkim hepar

normal, homogen, vena porta serta vaskularisasi hepar normal,

tidak tampak nodul patologis, tampak dilatasi duktus hepatikus

kanan-kiri.

- Pancreas : kontur kaput, corpus serta kauda pancreas normal,

duktus normal, SOL (-).

- Kandung empedu : ukuran membesar, dinding tipis regular, tampak

batu dengan diameter 1 cm di lumen kandung empedu.

- Limpa : ukuran normal, intensitas signal normal, homogen. Vena

lienalis tidak melebar, kelenjar supra renal kanan-kiri normal, tidak

membesar.

- Ginjal : ukuran kedua ginjal normal, korteks serta pelviokalises

normal, batu (-), kista simple kecil dengan diameter 3 mm di

korteks pole bawah ginjal kanan.

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 8

Page 9: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

9Presentasi Kasus Choledocolithiasis

- Gaster : kontur serta caliber serta mukosa gaster dbn. Tidak tampak

pembesaran KGB paraaorta.

- MRCP : tampak caliber lumen kandung empedu membesar dengan

batu diameter 1 cm intralumen. Tampak 2 buah batu besar lamellar

dengan diameter 1,2 cm dan 1,3 cm disertai batu kecil multiple di

lumen distal CBD menyebabkan dilatasi proksimal lumen CBD,

duktus hepatikus komunis, sampai duktus hepatikus kanan-kiri

serta duktus sistikus. Caliber lumen duktus pankreatikus normal.

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 9

Page 10: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

10Presentasi Kasus Choledocolithiasis

V. RESUME

Seorang pria usia 41 tahun datang ke RSGS dengan keluhan sakit di

perut kanan atas sejak 1 bulan SMRS. Sakit diawali dengan nyeri hebat di ulu

hati lalu menjalar ke perut kanan atas yang berlangsung + ½ jam, nyeri

dirasakan menjalar ke punggung dan hilang timbul. Selanjutya keluhan sakit

perut kanan atas hanya muncul setelah aktivitas berat, sebanyak 3 – 4

kali/minggu, dengan intensitas nyeri sedang. Pasien juga mengeluh mata dan

badan kuning, gatal di seluruh tubuh, BAK seperti teh, dan BAB pucat. Pasien

tidak mengeluh adanya demam.

Tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan fisik abdomen

didapatkan nyeri tekan (+) pada daerah hipokondrium kanan.

Pada pemeriksaan lab didapat anomali:

- Trombosit : 435000* (150000-400000 /μL)

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 10

Page 11: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

11Presentasi Kasus Choledocolithiasis

- Batang : 1* (2-6 %)

- Protein Total : 5,9* (6-8,5 g/dl)

- Globulin : 2,2* (2,5-3,5 g/dl)

- Bilirubin Total : 10,2* (< 1,5 mg/dl)

- Bilirubin Direct : 6,2* (< 0,3 mg/dl)

- Bilirubin Indirect : 4,0* (< 1,1 mg/dl)

- Alkali Fosfatase (pria): 248* (< 128 U/L)

- Gama GT : 272* (< 55 U/L)

- Asam Urat : 2,4* (3,5-7,4 mg/dl)

- Natrium : 146* (135-145 mEq/L)

- Klorida : 112* (97-107 mEq/L)

- Glukosa Puasa : 104* (70-100 mg/dl)

- Bilirubin : + / POS* (negatif)

VI. Diagnosis

Obstruksi jaundice ec. choledocolithiasis

VII. DIAGNOSA BANDING

Kolelitiasis

Kolesistitis

Hepatolitiasis

Pancreatitis

VIII.TERAPI

Tindakan Operatif : LE + cholecystectomy + expl CBD +

choledocoduodenostomy

IX. RENCANA PENATALAKSANAAN

Diet rendah lemak

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 11

Page 12: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

12Presentasi Kasus Choledocolithiasis

IVFD RL 20 gtt/menit

Ursodeoksilat

o Urdafalk 3x1 tab

PCT

Ceftriakson 1x2 mg

Ranitidin 2x50 mg inj

Vit. K inj 3x1 amp

Informed consent

Konsul Penyakit Dalam

Konsul Paru

Konsul Jantung

Konsul Anestesi

Th/ Operatif : LE + cholecystectomy + expl CBD +

choledocoduodenostomy

X. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

XI. FOLLOW UP

Tanggal 18/08/2010

S : Gatal

O : TD = 120/70 mmHg, N = 84 x/menit, RR = 20 x/menit, Suhu =

36,5°C

A : Ob. Jaundice ec. susp. Choledocolithiasis

P : - MRCP 19/08/2010

- Diet rendah lemak

- Vit. K inj 3x1 ampul

- Urdafalk 3x1

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 12

Page 13: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

13Presentasi Kasus Choledocolithiasis

Tanggal 19/08/2010

S : Gatal

O : TD = 110/70 mmHg, N = 84 x/menit, RR = 20 x/menit, Suhu =

36,6°C

A : Ob. Jaundice ec. susp. Choledocolithiasis

P : - MRCP hari ini

- Lain-lain lanjutkan

Tanggal 23/08/2010

S : Gatal

O : TD = 110/70 mmHg, N = 84 x/menit, RR = 20 x/menit, Suhu =

36,6°C

A : Ob. Jaundice ec. Choledocolithiasis

P : - Tunggu jadwal operasi

- Terapi lainnya lanjutkan

Tanggal 24/08/2010

S : Gatal

O : TD = 110/70 mmHg, N = 78 x/menit, RR = 20 x/menit, Suhu =

36,6°C

A : Ob. Jaundice ec. Choledocolithiasis

P : - Tunggu jadwal operasi

- Terapi lainnya lanjutkan

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 13

Page 14: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

14Presentasi Kasus Choledocolithiasis

Tanggal 25/08/2010

Pre Operasi

S : Gatal

O : TD = 110/70 mmHg, N = 78 x/menit, RR = 20 x/menit, Suhu =

36,6°C

- asma (-), HT (-), sesak (-), alergi (-)

- Lab : dbn

- ECG : dbn

- Thorak Ro. AP: dbn

A : ASA I acc operasi dengan GA + epidural analgesi

P : - Puasa 8 jam

- Premedikasi Diazepam 2x10mg tab

Tanggal 26/08/2010

S : Gatal

O : TD = 110/80 mmHg, N = 78 x/menit, RR = 20 x/menit, Suhu =

36,5°C

A : Ob. Jaundice ec. Choledocolithiasis

P : Pro cholesystectomy + explorasi hari ini

Instruksi Post-Operasi (dr. Ponco)

- Awasi T, N, R, S, kesadaran

- Puasa sampai BU (+)

- IVFD = RL : DT = 3 : 1 / hari

- Balans cairan tiap 24 jam

- Obat Sulferazon 3x1 g

Flagyl drip 3x500 g

Profenid supp 3x1

Rantin 3x1 amp

Kalnex 3x1 amp

Vit K 3x1 amp

- Hitung produksi drain per 24 jam

- Jaringan VF di PA

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 14

Page 15: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

15Presentasi Kasus Choledocolithiasis

Tanggal 27/08/2010 (POP I)

S : Nyeri luka post-op

O : TD = 120/80 mmHg, N = 72 x/menit, RR = 20 x/menit, Suhu =

36,5°C, BU (+) lemah

A : Post op cholesystectomy + exp CBD + choledocoduodenostomy

P : - Puasa s/d BU + normal

- Drain abdomen 100cc/24 jam serohemoragik

- Terapi obat teruskan

Tanggal 28/08/2010

S : Nyeri luka operasi, BAB (-), Flatus (-)

O : CM, TD = 120/80 mmHg, N = 80 x/menit, RR = 20 x/menit, Suhu =

36,5°C

Abdomen = datar lemas, nyeri tekan di sekitar luka operasi, BU + lemah

Output Input

NGT 200cc IVFD 2300cc

Urine 2200cc

IWL 640cc

Drain 15cc

3055 2300

Balans = -755 cc

Kebutuhan cairan = 2400cc

Kalori = 1800 kkal

Protein = 120 g

A : Post op cholesystectomy + exp CBD + choledocoduodenostomy

P : - IVFD KaenMg 3 + Pan amin G + RL pro balans cairan

- Puasa sampai BU normal

- Therapi lain teruskan

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 15

Page 16: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

16Presentasi Kasus Choledocolithiasis

Tanggal 30/06/2010

S : Nyeri luka op

O : TD = 110/70 mmHg, N = 80 x/menit, RR = 20 x/menit, Suhu = 36°C

A : Post op cholesystectomy + exp CBD + choledocoduodenostomy

P : balans (+) 460, urine kuning pekat

- Diet : cair susu 6 x 200 (lunak)

- Cek bil. Total & bil. Direct

Input Output

RL 500 Urine 1500 / 24 jam

Kaen Mg 1500

Pan Amin G 500

2500 1500

Balans = + 460

- Guyur RL I labu

- Dulcolax 2 x 1 supp

- Drain jangan di aff

- Inj lanjut

- Rantin, Vit. K, Kalnex Stop

Tanggal 31/08/2010

S : Nyeri luka op

O : TD= 110/80 mmHg , N= 84 x/ menit , RR= 24x/ menit, Suhu = 37C

Drain : minimal

Abdomen : dalam batas normal

A : Post op cholesystectomy + exp CBD + choledocoduodenostomy

P : - TPN stop

- IVFD : 30 gtt/menit

- Sulferazon 3x1 g

- Flagyl drip 3x500 mg

- Rantin 3x1 amp

- Profenid supp

- Diet lunak

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 16

Page 17: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

17Presentasi Kasus Choledocolithiasis

Tanggal 01/09/2010

S : Nyeri luka op

O : TD= 110/70 mmHg , N= 88 x/ menit , RR= 24x/ menit, Suhu = 36C,

Abdomen : datar, lembut, BU (+) normal, NT (-), NL (-), DM (-)

Luka operasi : kering, pus (-)

Drain : ± 20 cc, serous

A : Post op cholesystectomy + exp CBD + choledocoduodenostomy

P : - observasi T, N, R, S

- IVFD = RL : D5 = 3 : 1 /hari

- Flagyl drip stop

- rantin 2x1 amp

- sulferazone 3x1 g

- diet: biasa rendah lemak dan

- aff drain hari ini

- mobilisasi bertahap

- infuse habis stop

- obat injeksi ganti oral

R/ Cefadroksil 2x500

As Mef 3x500

Urdafalk 3x1

- Acc rawat jalan

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 17

Page 18: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

18Presentasi Kasus Choledocolithiasis

ANALISA KASUS

Diagnosa Ob. Jaundice ec. Choledocolithiasis ditegakkan berdasarkan :

1. Anamnesa

Riwayat penyakit

- 1 bulan yang lalu, terdapat keluhan nyeri perut kanan atas nyeri

dirasakan menjalar ke punggung dan hilang timbul.

- Pasien juga mengeluh mata dan badan kuning, gatal di seluruh

tubuh.

- BAK seperti teh

- BAB pucat.

- Pasien tidak mengeluh adanya demam.

Faktor resiko

- Pola makan sering mengkonsumsi makanan berlemak

2. Pemeriksaan Fisik

Kulit ikterik (+)

Sclera ikterik +/+

Nyeri tekan (+) di abdomen pada regio hipokondrium kanan

Murphy sign (-)

3. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium peningkatan kadar bilirubin total dan direk

USG Abdomen didapatkan kesan kolelitiasis.

MRCP Abdomen didapatkan kesan multiple koledokolitiasis dengan

diameter terbesar 1,3 cm dan 1,2 cm di distal lumen CBD menyebabkan

obstruksi bilier ekstra dan intra hepatic. Kolelitiasis diameter 1 cm.

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 18

Page 19: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

19Presentasi Kasus Choledocolithiasis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. IKTERUS OBSTRUKTIF

PENDAHULUAN

Penimbunan  pigmen dalam tubuh menyebabkan warna kuning pada jaringan yang

dikenal sebagai jaundice atau ikterus. Jaundice biasanya dapat dideteksi pada sclera

(bagian mata yang putih), kulit atau kemih yang menjadi gelap bila bilirubin serum

mencapai 2-3 mg/100 ml. Bilirubin serum normal adalah 0,2-0,9 mg/100ml. Jaringan

permukaan yang kaya dengan elastin, sepeerti sclera dan permukaan bawah lidah

biasanya pertama kali menjadi kuning. Jaundice dapat disebabkan oleh gangguan

prehepatik (pembentukan bilirubin secara berlebihan, gangguan pengambilan bilirubin

tak terkonyugasi oleh heti), intrehepatik (mengenai sel hati,kanalikuli,atau kolangiola)

atau ekstrahepatik (mengenai saluran empedu diluar hati). Salah satu penyebab

gangguan ekstrahepatik adalah batu pada saluran empedu (CBD STONE).

Munculnya jaundice pada pasien adalah sebuah kejadian yang dramatis secara visual.

Jaundice selalu berhubungan dengan penyakit penting, meskipun hasil akhir jangka

panjang bergantung pada penyebab yang mendasari jaundice. Jaundice adalah

gambaran fisik sehubungan dengan gangguan metabolisme bilirubin. Kondisi ini

biasanya disertai dengan gambaran fisik abnormal lainnya dan biasanya berhubungan

dengan gejala-gejala spesifik. Kegunaan yang tepat pemeriksaan darah dan

pencitraan, memberikan perbaikan lebih lanjut pada diagnosa banding. Umumnya,

jaundice non-obstruktif tidak membutuhkan intervensi bedah, sementara jaundice

obstruktif biasanya membutuhkan intervensi bedah atau prosedur intervensi lainnya

untuk pengobatan. (1)

Jaundice merupakan manifestasi yang sering pada gangguan traktus biliaris, dan

evaluasi serta manajemen pasien jaundice merupakan permasalahan yang sering

dihadapi oleh ahli bedah. Serum bilirubin normal berkisar antara 0,5 – 1,3 mg/dL;

ketika levelnya meluas menjadi 2,0 mg/dL, pewarnaan jaringan bilirubin menjadi

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 19

Page 20: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

20Presentasi Kasus Choledocolithiasis

terlihat secara klinis sebagai jaundice. Sebagai tambahan, adanya bilirubin

terkonjugasi pada urin merupakan satu dari perubahan awal yang terlihat pada tubuh

pasien. (2)

Bilirubin merupakan produk pemecahan hemoglobin normal yang dihasilkan dari sel

darah merah tua oleh sistem retikuloendotelial. Bilirubin tak terkonjugasi yang tidak

larut ditransportasikan ke hati terikat dengan albumin. Bilirubin ditransportasikan

melewati membran sinusoid hepatosit kedalam sitoplasma. Enzim uridine

diphosphate–glucuronyl transferase mengkonjugasikan bilirubin tak-terkonjugasi

yang tidak larut dengan asam glukoronat untuk membentuk bentuk terkonjugasi yang

larut-air, bilirubin monoglucuronide dan bilirubin diglucuronide. Bilirubin

terkonjugasi kemudian secara aktif disekresikan kedalam kanalikulus empedu. Pada

ileum terminal dan kolon, bilirubin dirubah menjadi urobilinogen, 10-20%

direabsorbsi kedalam sirkulasi portal. Urobilinogen ini diekskresikan kembali

kedalam empedu atau diekskresikan oleh ginjal didalam urin. (2)

DEFINISI

Ikterus (jaundice) didefinisikan sebagai menguningnya warna kulit dan sklera akibat

akumulasi pigmen bilirubin dalam darah dan jaringan. Kadar bilirubin harus mencapai

35-40 mmol/l sebelum ikterus menimbulkan manifestasi klinik. (3)

Jaundice (berasal dari bahasa Perancis ‘jaune’ artinya kuning) atau ikterus (bahasa

Latin untuk jaundice) adalah pewarnaan kuning pada kulit, sklera, dan membran

mukosa oleh deposit bilirubin (pigmen empedu kuning-oranye) pada jaringan

tersebut. (4)

1. Ikterus

Adalah perubahan warna kuning pada kulit, membrane mukosa, sclera dan organ lain

yang disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin di dalam darah dan ikterus sinonim

dengan jaundice.

2. Ikterus Fisiologis

Ikterus fisiologis menurut Tarigan (2003) dan Callhon (1996) dalam Schwats (2005)

adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 20

Page 21: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

21Presentasi Kasus Choledocolithiasis

• Timbul pada hari kedua – ketiga

• Kadar bilirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg % pada neonatus

cukup bulan dan 10 mg % per hari pada kurang bulan

• Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % perhari

• Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg %

• Ikterus hilang pada 10 hari pertama

• Tidak mempunyai dasar patologis

3. Ikterus Pathologis/ hiperbilirubinemia

Ikterus patologis/hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi

bilirubin dalam darah mencapai nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan

kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan

dengan keadaan yang patologis. Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau

hiperbilirubinemia dengan karakteristik sebagai berikut :

a. Menurut Surasmi (2003) bila :

• Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran

• Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg % atau > setiap 24 jam

• Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg % pada neonatus < bulan dan 12,5 %

pada neonatus cukup bulan

• Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD dan

sepsis)

• Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia, hipoksia,

sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas

darah.

b. Menurut tarigan (2003), adalah :

Suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang

mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi

dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown

menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg % pada cukup

bulan, dan 15 mg % pada bayi yang kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg % dan

15 mg %.

4. Kern Ikterus

Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Kern

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 21

Page 22: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

22Presentasi Kasus Choledocolithiasis

Ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus cukup

bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg %) dan disertai penyakit

hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus

secara klinis berbentuk kelainan syaraf spatis yang terjadi secara kronik.

ANATOMI SISTEM HEPATOBILIER

Pengetahuan yang akurat akan anatomi hati dan traktus biliaris, dan hubungannya

dengan pembuluh darah penting untuk kinerja pembedahan hepatobilier karena

biasanya terdapat variasi anatomi yang luas. Deskripsi anatomi klasik pada traktus

biliaris hanya muncul pada 58% populasi. (4)

Hepar, kandung empedu, dan percabangan bilier muncul dari tunas ventral

(divertikulum hepatikum) dari bagian paling kaudal foregut diawal minggu keempat

kehidupan. Bagian ini terbagi menjadi dua bagian sebagaimana bagian tersebut

tumbuh diantara lapisan mesenterik ventral: bagian kranial lebih besar (pars hepatika)

merupakan asal mula hati/hepar, dan bagian kaudal yang lebih kecil (pars sistika)

meluas membentuk kandung empedu, tangkainya menjadi duktus sistikus. Hubungan

awal antara divertikulum hepatikum dan penyempitan foregut, nantinya membentuk

duktus biliaris. Sebagai akibat perubahan posisi duodenum, jalan masuk duktus

biliaris berada disekitar aspek dorsal duodenum. (4)

Sistem biliaris secara luas dibagi menjadi dua komponen, jalur intra-hepatik dan

ekstra-hepatik. Unit sekresi hati (hepatosit dan sel epitel bilier, termasuk kelenjar

peribilier), kanalikuli empedu, duktulus empedu (kanal Hearing), dan duktus biliaris

intrahepatik membentuk saluran intrahepatik dimana duktus biliaris ekstrahepatik

(kanan dan kiri), duktus hepatikus komunis, duktus sistikus, kandung empedu, dan

duktus biliaris komunis merupakan komponen ekstrahepatik percabangan biliaris. (4)

Duktus sistikus dan hepatikus komunis bergabung membentuk duktus biliaris. Duktus

biliaris komunis kira-kira panjangnya 8-10 cm dan diameter 0,4-0,8 cm. Duktus

biliaris dapat dibagi menjadi tiga segmen anatomi: supraduodenal, retroduodenal, dan

intrapankreatik. Duktus biliaris komunis kemudian memasuki dinding medial

duodenum, mengalir secara tangensial melalui lapisan submukosa 1-2 cm, dan

memotong papila mayor pada bagian kedua duodenum. Bagian distal duktus

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 22

Page 23: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

23Presentasi Kasus Choledocolithiasis

dikelilingi oleh otot polos yang membentuk sfingter Oddi. Duktus biliaris komunis

dapat masuk ke duodenum secara langsung (25%) atau bergabung bersama duktus

pankreatikus (75%) untuk membentuk kanal biasa, yang disebut ampula Vater. (4)

Traktus biliaris dialiri vaskular kompleks pembuluh darah disebut pleksus vaskular

peribilier. Pembuluh aferen pleksus ini berasal dari cabang arteri hepatika, dan

pleksus ini mengalir kedalam sistem vena porta atau langsung kedalam sinusoid

hepatikum. (4)

JENIS BILIRUBIN

Menuru Klous dan Fanaraft (1998) bilirubin dibedakan menjadi dua jenis yaitu:

1. Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek atau bilirubin bebas yaitu

bilirubin tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport dan

komponen bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bisa

melewati sawar darah otak.

2. bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk atau bilirubin terikat yaitu bilirubin larut

dalam air dan tidak toksik untuk otak.

METABOLISME NORMAL BILIRUBIN

Bilirubin berasal dari hasil pemecahan hemoglobin oleh sel retikuloendotelial, cincin

heme setelah dibebaskan dari besi dan globin diubah menjadi biliverdin yang

berwarna hijau. Biliverdin berubah menjadi bilirubin yang berwarna kuning. Bilirubin

ini dikombinasikan dengan albumin membentuk kompleks protein-pigmen dan

ditransportasikan ke dalam sel hati. Bentuk bilirubin ini sebagai bilirubin yang belum

dikonjugasi atau bilirubin indirek berdasar reaksi diazo dari Van den Berg, tidak larut

dalam air dan tidak dikeluarkan melalui urin. Didalam sel inti hati albumin

dipisahkan, bilirubin dikonjugasikan dengan asam glukoronik yang larut dalam air

dan dikeluarkan ke saluran empedu. Pada reaksi diazo Van den Berg memberikan

reaksi langsung sehingga disebut bilirubin direk. (5)

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 23

Page 24: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

24Presentasi Kasus Choledocolithiasis

Bilirubin indirek yang berlebihan akibat pemecahan sel darah merah yang terlalu

banyak, kekurangmampuan sel hati untuk melakukan konjugasi akibat penyakit hati,

terjadinya refluks bilirubin direk dari saluran empedu ke dalam darah karena adanya

hambatan aliran empedu menyebabkan tingginya kadar bilirubin didalam darah.

Keadaan ini disebut hiperbilirubinemia dengan manifestasi klinis berupa ikterus. (5)

ETIOLOGI

Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding saluran

misalnya adanya tumor atau penyempitan karena trauma (iatrogenik).Batu empedu

dan cacing askaris sering dijumpai sebagai penyebab sumbatan di dalam lumen

saluran.Pankreatitis, tumor kaput pankreas, tumor kandung empedu atau anak sebar

tumor ganas di daerah ligamentum hepatoduodenale dapat menekan saluran empedu

dari luar menimbulkan gangguan aliran empedu.

Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab sumbatan antara lain kista

koledokus, abses amuba pada lokasi tertentu, divertikel duodenum dan striktur

sfingter papila vater.

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 24

Page 25: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

25Presentasi Kasus Choledocolithiasis

Ringkasnya etiologi disebabkan oleh: koledokolitiasis, kolangiokarsinoma, karsinoma

ampulla, karsinoma pankreas, striktur bilier.

Etiologi hiperbilirubin antara lain :

1. Peningkatan produksi

• Hemolisis, misalnya pada inkompalibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian

golongan darah dan anak pada penggolongan rhesus dan ABO.

• Perdarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran

• Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang terdapat

pada bayi hipoksia atau asidosis

• Defisiensi G6PD (Glukosa 6 Phostat Dehidrogenase)

• Breast milk jaundice yang disebabkan oleh kekurangannya pregnan 3 (alfa), 20

(beta), diol (steroid)

• Kurangnya enzim glukoronil transferase, sehingga kadar bilirubin indirek meningkat

misalnya pada BBLR

• Kelainan congenital

2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya

hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya sulfadiazine.

3. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin

yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi,

toksoplasmasiss, syphilis.

4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ektra hepatic.

5. Peningkatan sirkulasi enterohepatik, misalnya pada ileus obstruktif.

KLASIFIKASI

Jaundice obstruktif selalu ditunjuk sebagai post-hepatik sejak defeknya terletak pada

jalur metabolisme bilirubin melewati hepatosit. Bentuk lain jaundice ditunjuk sebagai

jaundice non-obstruktif. Bentuk ini akibat defek hepatosit (jaundice hepatik) atau

sebuah kondisi pre-hepatik. (1)

PATOFISIOLOGI IKTERUS (PENYAKIT KUNING)

Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Keadaan yang

sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 25

Page 26: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

26Presentasi Kasus Choledocolithiasis

yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran

eritrosit, polisitemia.

Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar

bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadarprotein Y dan Z berkurang, atau

pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar

bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasihepar atau neonatus yang

mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.

Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.

Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalamair

tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada

sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus darah otak. Kelainan yang terjadi pada

otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat

tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl.

Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak hanya tergantung

pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudak melewati darah otak apabila

bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah, hipoksia, dan hipolikemia.

Kurang lebih 80 - 85 % bilirubin berasal dari penghancuran eritrosit tua. Sisanya 15 -

20 % bilirubin berasal dari penghancuran eritrosit muda karena proses eritropoesis

yang inefektif di sumsum tulang, hasil metabolisme proein yang mengandung heme

lain seperti sitokrom P-450 hepatik, katalase, peroksidase, mioglobin otot dan enzim

yang mengandung heme dengan distribusi luasGangguan metabolisme bilirubin dapat

terjadi lewat salah satu dari keempat mekanisme ini : Over produksi, Penurunan

ambilan hepatic, Penurunan konjugasi hepatic, Penurunan eksresi bilirubin ke dalam

empedu (akibat disfungsi intrahepatik atau obstruksi mekanik ekstrahepatik)

1. Over produksi

Peningkatan jumlah hemoglobin yang dilepas dari sel darah merah yang

sudah tua atau yang mengalami hemolisis akan meningkatkan produksi

bilirubin. Penghancuran eritrosit yang menimbulkan hiperbilirubinemia

paling sering akibat hemolisis intravaskular (kelainan autoimun,

mikroangiopati atau hemoglobinopati) atau akibat resorbsi hematom yang

besar. Ikterus yang timbul sering disebut ikterus hemolitik.Konjugasi dan

transfer bilirubin berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak

terkonjugasi melampaui kemampuan sel hati. Akibatnya bilirubin tak

terkonjugasi meningkat dalam darah. Karena bilirubin tak terkonjugasi

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 26

Page 27: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

27Presentasi Kasus Choledocolithiasis

tidak larut dalam air maka tidak dapat diekskresikan ke dalam urine dan

tidak terjadi bilirubinuria. Tetapi pembentukkan urobilinogen meningkat

yang mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam urine feces (warna

gelap).Beberapa penyebab ikterus hemolitik : Hemoglobin abnormal

(cickle sel anemia hemoglobin), Kelainan eritrosit (sferositosis heriditer),

Antibodi serum (Rh. Inkompatibilitas transfusi), Obat-obatan.

2. Penurunan ambilan hepatic

Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi dilakukan dengan memisahkannya

dari albumin dan berikatan dengan protein penerima. Beberapa obat-

obatan seperti asam flavaspidat, novobiosin dapat mempengaruhi uptake

ini.

3. Penurunan konjugasi hepatic

Terjadi gangguan konjugasi bilirubin sehingga terjadi peningkatan

bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini disebabkan karena defisiensi enzim

glukoronil transferase. Terjadi pada : Sindroma Gilberth, Sindroma Crigler

Najjar I, Sindroma Crigler Najjar II

4. Penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu (akibat disfungsi

intrahepatik atau obstruksi mekanik ekstrahepatik)

Gangguan ekskresi bilirubin dapat disebabkan oleh kelainan intrahepatik

dan ekstrahepatik, tergantung ekskresi bilirubin terkonjugasi oleh hepatosit

akan menimbulkan masuknya kembali bilirubin ke dalam sirkulasi

sistemik sehingga timbul hiperbilirubinemia. Kelainan hepatoseluler dapat

berkaitan dengan : reaksi obat, hepatitis alkoholik serta perlemakan hati

oleh alkohol. ikterus pada trimester terakhir kehamilan hepatitis virus,

sindroma Dubin Johnson dan Rotor, Ikterus pasca bedah.Obstruksi saluran

bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi

yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat

total maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang alkoholik.

Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah : sumbatan batu

empedu pada ujung bawah ductus koledokus, karsinoma kaput pancreas,

karsinoma ampula vateri, striktura pasca peradangan atau operasi.

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 27

Page 28: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

28Presentasi Kasus Choledocolithiasis

DIAGNOSIS

Langkah pertama pendekatan diagnosis pasien dengan ikterus ialah melalui

anamnesis, pemeriksaan fisik yang teliti serta pemeriksaan faal hati. (5)

Anamnesis ditujukan pada riwayat timbulnya ikterus, warna urin dan feses, rasa gatal,

keluhan saluran cerna, nyeri perut, nafsu makan berkurang, pekerjaan, adanya kontak

dengan pasien ikterus lain, alkoholisme, riwayat transfusi, obat-obatan, suntikan atau

tindakan pembedahan. (5)

Diagnosa banding jaundice sejalan dengan metabolisme bilirubin (Tabel 1). Penyakit

yang menyebabkan jaundice dapat dibagi menjadi penyakit yang menyebabkan

jaundice ‘medis’ seperti peningkatan produksi, menurunnya transpor atau konjugasi

hepatosit, atau kegagalan ekskresi bilirubin; dan ada penyakit yang menyebabkan

jaundice ‘surgical’ melalui kegagalan transpor bilirubin kedalam usus. Penyebab

umum meningkatnya produksi bilirubin termasuk anemia hemolitik, penyebab

dapatan hemolisis termasuk sepsis, luka bakar, dan reaksi transfusi. Ambilan dan

konjugasi bilirubin dapat dipengaruhi oleh obat-obatan, sepsis dan akibat hepatitis

virus. Kegagalan ekskresi bilirubin menyebabkan kolestasis intrahepatik dan

hiperbilirubinemia terkonjugasi. Penyebab umum kegagalan ekskresi termasuk

hepatitis viral atau alkoholik, sirosis, kolestasis induksi-obat. Obstruksi bilier

ekstrahepatik dapat disebabkan oleh beragam gangguan termasuk koledokolitiasis,

striktur bilier benigna, kanker periampular, kolangiokarsinoma, atau kolangitis

sklerosing primer. (2) Ketika mendiagnosa jaundice, dokter harus mampu membedakan

antara kerusakan pada ambilan bilirubin, konjugasi, atau ekskresi yang biasanya

diatur secara medis dari obstruksi bilier ekstrahepatik, yang biasanya ditangani oleh

ahli bedah, ahli radiologi intervensional, atau ahli endoskopi. Pada kebanyakan kasus,

anamnesis menyeluruh, pemeriksaan fisik, tes laboratorium rutin dan pencitraan

radiologis non-invasif membedakan obstruksi bilier ekstrahepatik dari penyebab

jaundice lainnya. Kolelitiasis selalu berhubungan dengan nyeri kuadran atas kanan

dan gangguan pencernaan. Jaundice dari batu duktus biliaris umum

biasanya sementara dan berhubungan dengan nyeri dan demam (kolangitis). Serangan

jaundice tak-nyeri bertingkat sehubungan dengan hilangnya berat badan diduga

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 28

Page 29: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

29Presentasi Kasus Choledocolithiasis

sebuah keganasan/malignansi. Jika jaundice terjadi setelah kolesistektomi, batu

kandung empedu menetap atau cedera kandung empedu harus diperkirakan. (2)

Gambaran Klinis

Jaundice, urin pekat, feses pucat dan pruritus general merupakan ciri jaundice

obstruktif. Riwayat demam, kolik bilier, dan jaundice intermiten mungkin diduga

kolangitis/koledokolitiasis. Hilangnya berat badan, massa abdomen, nyeri yang

menjalar ke punggung, jaundice yang semakin dalam, mungkin ditimbulkan

karsinoma pankreas. Jaundice yang dalam (dengan rona kehijauan) yang intensitasnya

berfluktuasi mungkin disebabkan karsinoma peri-ampula. Kandung empedu yang

teraba membesar pada pasien jaundice juga diduga sebuah malignansi ekstrahepatik

(hukum Couvoissier).

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik meliputi perabaan hati, kandung empedu, limpa, mencari tanda-

tanda stigmata sirosis hepatis, seperti spider naevi, eritema palmaris, bekas garukan di

kulit karena pruritus, tanda-tanda asites. Anemi dan limpa yang membesar dapat

dijumpai pada pasien dengan anemia hemolitik. Kandung empedu yang membesar

menunjukkan adanya sumbatan pada saluran empedu bagian distal yang lebih sering

disebabkan oleh tumor (dikenal hukum Courvoisier). (5)

Hukum Courvoisier

“Kandung empedu yang teraba pada ikterus tidak mungkin disebabkan oleh batu

kandung empedu”. Hal ini biasanya menunjukkan adanya striktur neoplastik tumor

(tumor pankreas, ampula, duodenum, CBD), striktur pankreatitis kronis, atau

limfadenopati portal. (3)

Pemeriksaan Laboratorium

Tes laboratorium harus dilakukan pada semua pasien jaundice termasuk serum

bilirubin direk dan indirek, alkali fosfatase, transaminase, amilase, dan hitung sel

darah lengkap. Hiperbilirubinemia (indirek) tak terkonjugasi terjadi ketika ada

peningkatan produksi bilirubin atau menurunnya ambilan dan konjugasi hepatosit.

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 29

Page 30: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

30Presentasi Kasus Choledocolithiasis

Kegagalan pada ekskresi bilirubin (kolestasis intrahepatik) atau obstruksi bilier

ekstrahepatik menyebabkan hiperbilirubinemia (direk) terkonjugasi mendominasi.

Elevasi tertinggi pada bilirubin serum biasanya ditemukan pada pasien dengan

obstruksi maligna, pada mereka yang levelnya meluas sampai 15 mg/dL yang diamati.

Batu kandung empedu umumnya biasanya berhubungan dengan peningkatan lebih

menengah pada bilirubin serum (4 – 8 mg/dL). Alkali fosfatase merupakan penanda

yang lebih sensitif pada obstruksi bilier dan mungkin meningkat terlebih dahulu pada

pasien dengan obstruksi bilier parsial. (2)

Pemeriksaan faal hati dapat menentukan apakah ikterus yang timbul disebabkan oleh

gangguan pada sel-sell hati atau disebabkan adanya hambatan pada saluran empedu.

Bilirubin direk meningkat lebih tinggi dari bilirubin indirek lebih mungkin disebabkan

oleh sumbatan saluran empedu dibanding bila bilirubin indirek yang jelas meningkat.

Pada keadaan normal bilirubin tidak dijumpai di dalam urin. Bilirubin indirek tidak

dapat diekskresikan melalui ginjal sedangkan bilirubin yang telah dikonjugasikan

dapat keluar melalui urin. Karena itu adanya bilirubin lebih mungkin disebabkan

akibat hambatan aliran empedu daripada kerusakan sel-sel hati. Pemeriksaan feses

yang menunjukkan adanya perubahan warna feses menjadi akolis menunjukkan

terhambatnya aliran empedu masuk ke dalam lumen usus (pigmen tidak dapat

mencapai usus). (2)

Pemeriksaan Penunjang

USG

Pemeriksaan pencitraan pada masa kini dengan sonografi sangat membantu dalam

menegakkan diagnosis dan dianjurkan merupakan pemeriksaan penunjang pencitraan

yang pertama dilakukan sebelum pemeriksaan pencitraan lainnya. Dengan sonografi

dapat ditentukan kelainan parenkim hati, duktus yang melebar, adanya batu atau

massa tumor. Ketepatan diagnosis pemeriksaan sonografi pada sistem hepatobilier

untuk deteksi batu empedu, pembesaran kandung empedu, pelebaran saluran empedu

dan massa tumor tinggi sekali. Tidak ditemukannya tanda-tanda pelebaran saluran

empedu dapat diperkirakan penyebab ikterus bukan oleh sumbatan saluran empedu,

sedangkan pelebaran saluran empedu memperkuat diagnosis ikterus obstruktif. (2)

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 30

Page 31: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

31Presentasi Kasus Choledocolithiasis

Keuntungan lain yang diperoleh pada penggunaan sonografi ialah sekaligus kita dapat

menilai kelainan organ yang berdekatan dengan sistem hepatobilier antara lain

pankreas dan ginjal. Aman dan tidak invasif merupakan keuntungan lain dari

sonografi. (2)

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan foto polos abdomen kurang memberi manfaat karena sebagian besar batu

empedu radiolusen. Kolesistografi tidak dapat digunakan pada pasien ikterus karena

zat kontras tidak diekskresikan oleh sel hati yang sakit. (5)

Pemeriksaan endoskopi yang banyak manfaat diagnostiknya saat ini adalah

pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancre atography). Dengan

bantuan endoskopi melalui muara papila Vater kontras dimasukkan kedalam saluran

empedu dan saluran pankreas. Keuntungan lain pada pemeriksaan ini ialah sekaligus

dapat menilai apakah ada kelainan pada muara papila Vater, tumor misalnya atau

adanya penyempitan. Keterbatasan yang mungkin timbul pada pemeriksaan ini ialah

bila muara papila tidak dapat dimasuki kanul. (5)

Adanya sumbatan di saluran empedu bagian distal, gambaran saluran proksimalnya

dapat divisualisasikan dengan pemeriksaan Percutaneus Transhepatic

Cholangiography (PTC). Pemeriksaan ini dilakukan dengan penyuntikan kontras

melalui jarum yang ditusukkan ke arah hilus hati dan sisi kanan pasien. Kontras

disuntikkan bila ujung jarum sudah diyakini berada di dalam saluran empedu.

Computed Tomography (CT) adalah pemeriksaan radiologi yang dapat

memperlihatkan serial irisan-irisan hati. Adanya kelainan hati dapat diperlihatkan

lokasinya dengan tepat. (5)

Untuk diagnosis kelainan primer dari hati dan kepastian adanya keganasan dilakukan

biopsi jarum untuk pemeriksaan histopatologi. Biopsi jarum tidak dianjurkan bila ada

tanda-tanda obstruksi saluran empedu karena dapat menimbulkan penyulit kebocoran

saluran empedu. (5)

JAUNDICE OBSTRUKTIF

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 31

Page 32: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

32Presentasi Kasus Choledocolithiasis

Hambatan aliran empedu yang disebabkan oleh sumbatan mekanik menyebabkan

terjadinya kolestasis yang disebut sebagai ikterus obstruktif saluran empedu, sebelum

sumbatan melebar. Aktifitas enzim alkalifosfatase akan meningkat dan ini merupakan

tanda adanya kolestasis. Infeksi bakteri dengan kolangitis dan kemudian pembentukan

abses menyertai demam dan septisemia yang tidak jarang dijumpai sebagai penyulit

ikterus obstruktif. (5)

Patofisiologi jaundice obstruktif

Empedu merupakan sekresi multi-fungsi dengan susunan fungsi, termasuk pencernaan

dan penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan, karsinogen, obat-obatan,

dan metabolitnya, dan menyediakan jalur primer ekskresi beragam komponen

endogen dan produk metabolit, seperti kolesterol, bilirubin, dan berbagai hormon. (4)

Pada obstruksi jaundice, efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan komponen

empedu (yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di usus halus, dan

cadangannya, yang menyebabkan tumpahan pada sirkulasi sistemik. Feses biasanya

menjadi pucat karena kurangnya bilirubin yang mencapai usus halus. Ketiadaan

garam empedu dapat menyebabkan malabsorpsi, mengakibatkan steatorrhea dan

defisiensi vitamin larut lemak (A, D, K); defisiensi vitamin K bisa mengurangi level

protrombin. Pada kolestasis berkepanjangan, seiring malabsorpsi vitamin D dan Ca

bisa menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia. (4)

Retensi bilirubin menyebabkan hiperbilirubinemia campuran. Beberapa bilirubin

terkonjugasi mencapai urin dan menggelapkan warnanya. Level tinggi sirkulasi garam

empedu berhubungan dengan, namun tidak menyebabkan, pruritus. Kolesterol dan

retensi fosfolipid menyebabkan hiperlipidemia karena malabsorpsi lemak (meskipun

meningkatnya sintesis hati dan menurunnya esterifikasi kolesterol juga punya andil);

level trigliserida sebagian besar tidak terpengaruh. (4)

Penyakit hati kolestatik ditandai dengan akumulasi substansi hepatotoksik, disfungsi

mitokondria dan gangguan pertahanan antioksidan hati. Penyimpanan asam empedu

hidrofobik mengindikasikan penyebab utama hepatotoksisitas dengan perubahan

sejumlah fungsi sel penting, seperti produksi energi mitokondria. Gangguan

metabolisme mitokondria dan akumulasi asam empedu hidrofobik berhubungan

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 32

Page 33: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

33Presentasi Kasus Choledocolithiasis

dengan meningkatnya produksi oksigen jenis radikal bebas dan berkembangnya

kerusakan oksidatif. (4)

Etiologi jaundice obstruktif

Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding saluran

misalnya adanya tumor atau penyempitan karena trauma (iatrogenik). Batu empedu

dan cacing askaris sering dijumpai sebagai penyebab sumbatan di dalam lumen

saluran. Pankreatitis, tumor kaput pankreas, tumor kandung empedu atau anak sebar

tumor ganas di daerah ligamentum hepatoduodenale dapat menekan saluran empedu

dari luar menimbulkan gangguan aliran empedu. (5)

Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab sumbatan antara lain kista

koledokus, abses amuba pada lokasi tertentu, divertikel duodenum dan striktur

sfingter papila vater. (5)

Ringkasnya etiologi disebabkan oleh: koledokolitiasis, kolangiokarsinoma, karsinoma

ampulla, karsinoma pankreas, striktur bilier. (4)

Gambaran klinis jaundice obstruktif

Jaundice, urin pekat, feses pucat dan pruritus general merupakan ciri jaundice

obstruktif. Riwayat demam, kolik bilier, dan jaundice intermiten mungkin diduga

kolangitis/koledokolitiasis. Hilangnya berat badan, massa abdomen, nyeri yang

menjalar ke punggung, jaundice yang semakin dalam, mungkin ditimbulkan

karsinoma pankreas. Jaundice yang dalam (dengan rona kehijauan) yang intensitasnya

berfluktuasi mungkin disebabkan karsinoma peri-ampula. Kandung empedu yang

teraba membesar pada pasien jaundice juga diduga sebuah malignansi ekstrahepatik

(hukum Couvoissier). (4)

Pemeriksaan pada jaundice obstruktif

1. Hematologi (4)

Meningkatnya level serum bilirubin dengan kelebihan fraksi bilirubin terkonjugasi.

Serum gamma glutamyl transpeptidase (GGT) juga meningkat pada kolestasis.

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 33

Page 34: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

34Presentasi Kasus Choledocolithiasis

Umumnya, pada pasien dengan penyakit batu kandung empedu hiperbilirubinemia

lebih rendah dibandingkan pasien dengan obstruksi maligna ekstra-hepatik. Serum

bilirubin biasanya < 20 mg/dL. Alkali fosfatase meningkat 10 kali jumlah normal.

Transaminase juga mendadak meningkat 10 kali nilai normal dan menurun dengan

cepat begitu penyebab obstruksi dihilangkan.

Meningkatnya leukosit terjadi pada kolangitis. Pada karsinoma pankreas dan kanker

obstruksi lainnya, bilirubin serum meningkat menjadi 35-40 mg/dL, alkali fosfatase

meningkat 10 kali nilai normal, namun transamin tetap normal.

Penanda tumor seperti CA 19-9, CEA dan CA-125 biasanya meningkat pada

karsinoma pankreas, kolangiokarsinoma, dan karsinoma peri-ampula, namun penanda

tersebut tidak spesifik dan mungkin saja meningkat pada penyakit jinak percabangan

hepatobilier lainnya.

1. Pencitraan (4)

Tujuan dibuat pencitraan adalah: (1) memastikan adanya obstruksi ekstrahepatik

(yaitu membuktikan apakah jaundice akibat post-hepatik dibandingkan hepatik), (2)

untuk menentukan level obstruksi, (3) untuk mengidentifikasi penyebab spesifik

obstruksi, (4) memberikan informasi pelengkap sehubungan dengan diagnosa yang

mendasarinya (misal, informasi staging pada kasus malignansi)

USG : memperlihatkan ukuran duktus biliaris, mendefinisikan level obstruksi,

mengidentifikasi penyebab dan memberikan informasi lain sehubuungan dengan

penyakit (mis, metastase hepatik, kandung empedu, perubahan parenkimal hepatik).

USG : identifikasi obstruksi duktus dengan akurasi 95%, memperlihatkan batu

kandung empedu dan duktus biliaris yang berdilatasi, namun tidak dapat diandalkan

untuk batu kecil atau striktur. Juga dapat memperlihatkan tumor, kista atau abses di

pankreas, hepar dan struktur yang mengelilinginya.

CT : memberi viasualisasi yang baik untuk hepar, kandung empedu, pankreas, ginjal

dan retroperitoneum; membandingkan antara obstruksi intra- dan ekstrahepatik

dengan akurasi 95%. CT dengan kontras digunakan untuk menilai malignansi bilier.

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 34

Page 35: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

35Presentasi Kasus Choledocolithiasis

ERCP dan PTC : menyediakan visualisasi langsung level obstruksi. Namun prosedur

ini invasif dan bisa menyebabkan komplikasi seperti kolangitis, kebocoran bilier,

pankreatitis dan perdarahan.

EUS (endoscopic ultrasound) : memiliki beragam aplikasi, seperti staging malignansi

gastrointestinal, evaluasi tumor submukosa dan berkembang menjadi modalitas

penting dalam evaluasi sistem pankreatikobilier. EUS juga berguna untuk mendeteksi

dan staging tumor ampula, deteksi mikrolitiasis, koledokolitiasis dan evaluasi striktur

duktus biliaris benigna atau maligna. EUS juga bisa digunakan untuk aspirasi kista

dan biopsi lesi padat.

Magnetic Resonance Cholangio-Pancreatography (MRCP) merupakan teknik

visualisasi terbaru, non-invasif pada bilier dan sistem duktus pankreas. Hal ini

terutama berguna pada pasien dengan kontraindikasi untuk dilakukan ERCP.

Visualisasi yang baik dari anatomi bilier memungkinkan tanpa sifat invasif dari

ERCP. Tidak seperti ERCP, MRCP adalah murni diagnostik.

Penatalaksanaan jaundice obstruktif

Pada dasarnya penatalaksanaan pasien dengan ikterus obstruktif bertujuan untuk

menghilangkan penyebab sumbatan atau mengalihkan aliran empedu. Tindakan

tersebut dapat berupa tindakan pembedahan misalnya pengangkatan batu atau reseksi

tumor. Upaya untuk menghilangkan sumbatan dapat dengan tindakan endoskopi baik

melalui papila Vater atau dengan laparoskopi. (5)

Bila tindakan pembedahan tidak mungkin dilakukan untuk menghilangkan penyebab

sumbatan, dilakukan tindakan drainase yang bertujuan agar empedu yang terhambat

dapat dialirkan. Drainase dapat dilakukan keluar tubuh misalnya dengan pemasangan

pipa nasobilier, pipa T pada duktus koledokus atau kolesistotomi. Drainase interna

dapat dilakukan dengan membuat pintasan biliodigestif. Drainase interna ini dapat

berupa kolesisto-jejunostomi, koledoko-duodenostomi, koledoko-jejunostomi atau

hepatiko-jejunostomi. (5)

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 35

Page 36: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

36Presentasi Kasus Choledocolithiasis

B. CHOLELITHIASIS

Definisi

Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliarycalculus.

Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung

empedu, dapat juga terjadi di dalam saluran empedu yang disebut

koledokolitiasis. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa

unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam

kandung empedu.6

Anatomi

Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah

pear yang terletak pada permukaan visceral hepar dengan panjang 4-6 cm

dan berisi 30-60 ml empedu.Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan

collum.Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir

inferior hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior

abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan.Corpus bersentuhan dengan

permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum

dilanjutkan sebagai duktus cysticus, panjang 1-2 cm dan diameter 2-3 mm,

yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus

hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi

fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum

dengan permukaan visceral hati.5

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 36

Gambar 1. Letak anatomi Kandung Empedu

Page 37: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

37Presentasi Kasus Choledocolithiasis

Pembuluh arteri kandung empedu adalah a. cystica, cabang a.

hepatica kanan. V. cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta.

Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati

dan kandung empedu.5

Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang

terletak dekat collum vesica fellea.Dari sini, pembuluh limfe berjalan

melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan a. hepatica menuju

ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal

dari plexus coeliacus.5

Fisiologi

Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas

sekitar 50 ml. Vesica fellea mempunya kemampuan memekatkan empedu.

Dan untuk membantu proses ini, mukosanya mempunyai lipatan – lipatan

permanen yang satu sama lain saling berhubungan. Sehingga permukaanya

tampak seperti sarang tawon. Sel- sel thorak yang membatasinya juga

mempunyai banyak mikrovilli.5

Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli.

Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam

septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus

hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris

komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke

kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat

penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.7

Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial

kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan

berlemak kedalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon

kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian masuk kedalam

darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama,

otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula

relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam

duodenum. Garam-garam empedu dalam cairan empedu penting untuk

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 37

Page 38: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

38Presentasi Kasus Choledocolithiasis

emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan

absorbsi lemak.5

Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu :

1. Hormonal :

Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum

akan merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan

terlepas. Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi

kandung empedu.

2. Neurogen :

Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari

sekresi cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan

menyebabkan kontraksi dari kandung empedu.

Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke

duodenum dan mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan

dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar

walaupun sedikit.

Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis maupun

hormonal memegang peran penting dalam perkembangan inti batu. 1

Komposisi Cairan Empedu

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 38

Gambar 2. Alur pengosongan kandung empedu

Page 39: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

39Presentasi Kasus Choledocolithiasis

Komposisi Cairan Empedu, yaitu:6

Komponen Dari Hati Dari Kandung Empedu

Air 97,5 gm % 95 gm %

Garam Empedu 1,1 gm % 6 gm %

Bilirubin 0,04 gm % 0,3 gm %

Kolesterol 0,1 gm % 0,3 – 0,9 gm %

Asam Lemak 0,12 gm % 0,3 – 1,2 gm %

Lecithin 0,04 gm % 0,3 gm %

Elektrolit -   -  

 

1) Garam Empedu

Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada

dua macam yaitu Asam Deoxycholat dan Asam Cholat. Fungsi garam

empedu antara lain:

a) Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat

dalam makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah

menjadi partikel-partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut.

b) Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin

yang larut dalam lemak.

Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman

usus dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %)

garam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus

sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat.

Absorbsi garam empedu tersebut terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga

bila ada gangguan pada daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau

reseksi maka absorbsi garam empedu akan terganggu. 4

2) Bilirubin

Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme

dan globin. Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole

menjadi bilverdin yang segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di

dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat oleh

zat lain (konjugasi) yaitu 80 % oleh glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 39

Page 40: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

40Presentasi Kasus Choledocolithiasis

darah merah berlebihan misalnya pada malaria maka bilirubin yang

terbentuk sangat banyak.4

Epidemiologi

Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat

diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada

pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20

% wanita dan 8 % pria.1

Insiden batu kandung empedu dan penyakit saluran empedu di

Indonesia diduga tidak jauh berbeda dengan angka di negara lain di Asia

Tenggara.2

Banyak penderita batu kandung empedu asimtomatik dan ditemukan

secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat

operasi untuk tujuan yang lain.3

Etiologi

Penyebab pasti dari batu empedu belum diketahui. Satu teori

menyatakan bahwa kolesterol dapat menyebabkan supersaturasi empedu di

kandung empedu. Setelah beberapa lama, empedu yang telah mengalami

supersaturasi menjadi mengkristal dan memulai membentuk batu. Tipe lain

batu empedu adalah batu pigmen. Batu pigmen tersusun oleh kalsium

bilirubin, yang terjadi ketika bilirubin bebas berkombinasi dengan kalsium.

(Williams, 2003)

Faktor Resiko

Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini.

Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin

besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut

antara lain :8, 9

1. Jenis Kelamin. Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena

kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon

esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh

kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga

meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 40

Page 41: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

41Presentasi Kasus Choledocolithiasis

terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung

empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.9

2. Usia. Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan

bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk

terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang dengan usia yang lebih

muda. 8, 9

3. Berat badan (BMI). Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi,

mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan

dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu

pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi

kontraksi/ pengosongan kandung empedu. 8, 9

4. Makanan. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat

(seperti setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan

terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan

kontraksi kandung empedu. 9

5. Riwayat keluarga. Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis

mempunyai resiko lebih besar dibandingkan dengan orang tanpa riwayat

keluarga.8, 9

6. Aktifitas fisik. Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan

resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung

empedu lebih sedikit berkontraksi. 8

7. Penyakit usus halus. Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan

kolelitiasis adalah crohn disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan

ileus paralitik. 8

8. Nutrisi intravena jangka lama. Nutrisi intravena jangka lama

mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi,

karena tidak ada makanan/nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga

resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung

empedu. 8

Patofisiologi

Avni Sali tahun 1984 membagi batu empedu berdasarkan komponen

yang terbesar yang terkandung di dalamnya. Hal ini sesuai dengan

pembagian dari Tetsuo Maki tahun 1995 sebagai berikut :

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 41

Page 42: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

42Presentasi Kasus Choledocolithiasis

1. Batu kolesterol dimana paling sedikit 50 % adalah kolesterol. Ini bisa

sebagai :

Batu Kolesterol Murni

Batu Kombinasi

Batu Campuran (Mixed Stone)

2. Batu bilirubin dimana garam bilirubin kadarnya paling banyak, kadar

kolesterolnya paling banyak 25 %. Ini dapat berupa :

Batu Ca bilirubinat atau batu pigmen calcium

Batu pigmen murni

3. Batu empedu lain yang jarang. Sebagian ahli lain membagi batu empedu

menjadi :

a. Batu Kolesterol

b. Batu Campuran (Mixed Stone)

c. Batu Pigmen.

Batu Kolesterol

Pembentukan batu Kolesterol melalui tiga fase :

a) Fase Supersaturasi

Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah

komponen yang tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan

tertentu membentuk micelle yang mudah larut. Di dalam kandung

empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh kali lipat.

Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan

garam empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada

keadaan supersaturasi dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa

mencapai 1 : 13. Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap.4

Kadar kolesterol relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut :

Peradangan dinding kandung empedu dimana absorbsi air, garam

empedu dan lecithin jauh lebih banyak.

Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga

terjadi supersaturasi.

Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet).

Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan

tinggi.

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 42

Page 43: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

43Presentasi Kasus Choledocolithiasis

Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada

gangguan ileum terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan

sirkulasi enterohepatik).

Pemakaian tablet KB (estrogen) menyebabkan sekresi kolesterol

meningkat dan kadar chenodeoxycholat rendah, padahal

chenodeoxycholat efeknya melarutkan batu kolesterol dan

menurunkan saturasi kolesterol. Penelitian lain menyatakan bahwa

tablet KB pengaruhnya hanya sampai tiga tahun.

b) Fase Pembentukan inti batu

Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen.

Inti batu heterogen bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat

atau sel-sel yang lepas pada peradangan. Inti batu yang homogen berasal

dari kristal kolesterol sendiri yang menghadap karena perubahan rasio

dengan asam empedu.1

c) Fase Pertumbuhan batu menjadi besar

Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup

waktu untuk bisa berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal

dimana kontraksi kandung empedu cukup kuat dan sirkulasi empedu

normal, inti batu yang sudah terbentuk akan dipompa keluar ke dalam

usus halus. Bila konstruksi kandung empedu lemah, kristal kolesterol

yang terjadi akibat supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut.1

Hal ini mudah terjadi pada penderita diabetes melitus, kehamilan,

pada pemberian total parenteral nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal

vagotomi, karena pada keadaan tersebut kontraksi kandung empedu

kurang baik. Sekresi mucus yang berlebihan dari mukosa kandung

empedu akan mengikat kristal kolesterol dan sukar dipompa keluar. 1

Batu bilirubin/batu pigmen

Batu bilirubin dibagi menjadi dua kelompok :

a. Batu Calcium bilirubinat (batu infeksi)

b. Batu pigmen murni (batu non infeksi)

Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase :

a) Saturasi bilirubin

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 43

Page 44: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

44Presentasi Kasus Choledocolithiasis

Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena

pemecahan eritrosit yang berlebihan, misalnya pada malaria dan

penyakit Sicklecell. Pada keadaan infeksi saturasi bilirubin terjadi karena

konversi konjugasi bilirubin menjadi unkonjugasi yang sukar larut.

Konversi terjadi karena adanya enzim b glukuronidase yang dihasilkan

oleh Escherichia Coli. Pada keadaan normal cairan empedu mengandung

glokaro 1,4 lakton yang menghambat kerja glukuronidase.1

b) Pembentukan inti batu

Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel

bisa juga oleh bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki

melaporkan bahwa 55 % batu pigmen dengan inti telur atau bagian

badan dari cacing ascaris lumbricoides. Sedangkan Tung dari Vietnam

mendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing tambang. 1

Gejala dan Tanda

Menurut buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, kolelitiasis dibagi menjadi 2, yaitu:

1) Kolelitiasis Asimtomatik (50-60%)

2) Kolelitiasis Simtomatik

Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu

tersebut bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus,

sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala

(asimptomatik), ringan sampai berat karena adanya komplikasi.10

Gejalanya antara lain:

1. Rasa nyeri dan kolik bilier. Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu

empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya

infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat

pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat

pada abdomen kuadaran kanan atas yang menjalar ke punggung atau

bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan muntah dan

bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada

sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten.

Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan kontraksi kandung

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 44

Page 45: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

45Presentasi Kasus Choledocolithiasis

empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat

tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus

kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah

kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan

yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan

inspirasi dalam dan menghambat pengembangan rongga dada.

2. Ikterus. Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum

akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak

lagi dibawa kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan

penyerapan empedu ini membuat kulit dan menbran mukosa berwarna

kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejal gatal-gatal pada kulit.

3. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh

ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak

lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya

pekat yang disebut “Clay-colored”.

4. Defisiensi vitamin. Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu

absorbsi vitamin A, D, E, K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat

memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi

bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu

pembekuan darah yang normal. (Smeltzer, 2002) 

5. Regurgitasi gas berupa flatus dan sendawa

Diagnosa

Diagnosa pasti dari batu empedu yaitu dengan melihat hasil dari

pemeriksaan-pemeriksaan penunjang, yaitu :

1. Pemeriksaan darah

Tidak ada pemeriksaan yang spesifik untuk batu kandung

empedu, kecuali bila terjadi komplikasi kolesistitis akut bisa didapatkan

leukositosis, kenaikan kadar bilirubin darah dan fosfatase alkali.

2. Radiografi

Kolesistografi. Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 45

Page 46: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

46Presentasi Kasus Choledocolithiasis

atau bila hasil USG meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan

untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan kandung

empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi

serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila

pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan media kontras ke

kandung empedu yang mengalami obstruksi.(Smeltzer, 2002) 

Foto dengan pemberian kontras baik oral maupun intravena

diharapkan batu yang tembus sinar akan terlihat. Jika kandung empedu

tidak tervisualisasikan sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang dengan

dosis ganda zat kontras. Goldberg dan kawan-kawan menyatakan bahwa

reliabilitas pemeriksaan kolesistografi oral dalam mengindentifikasikan

batu kandung empedu kurang lebih 75 %. Bila kadar bilirubin serum

lebih dari 3 mg% kolesistografi tidak dikerjakan karena zat kontras tidak

diekskresi ke saluran empedu.

3. Radiologi  

• Foto Polos Abdomen

Kurang lebih 10 % dari batu kandung empedu bersifat radio opak

sehingga terlihat pada foto polos abdomen.

• USG

Penggunaan USG dalam mendeteksi batu di saluran empedu

sensitivitasnya sampai 98 % dan spesifitas 97,7 %. Keuntungan lain

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 46

Gambar 3. Kolesistogram

Page 47: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

47Presentasi Kasus Choledocolithiasis

dari pemeriksaan cara ini adalah mudah dikerjakan, aman karena

tidak infasif dan tidak perlu persiapan khusus. Ditambah pula bahwa

USG dapat dilakukan pada penderita yang sakit berat, alergi kontras,

wanita hamil dan tidak tergantung pada keadaan faal hati.Ditinjau

dari berbagai segi keuntungannya, Ugandi menganjurkan agar

pemeriksaan USG dipakai sebagai langkah pemeriksaan awal.

Dengan pemeriksaan ini bisa ditentukan lokasi dari batu tersebut, ada

tidaknya radang akut, besar batu, jumlah batu, ukuran kandung

empedu, tebal dinding, ukuran CBD (Common Bile Duct) dan jika

ada batu intraduktal.

Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai

prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan

dengan cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada penderita

disfungsi hati dan ikterus.Disamping itu, pemeriksaan USG tidak

membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan

memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa

pada malam harinya sehingga kandung empedunya berada dalam

keadan distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada

gelombang suara yang dipantulkan kembali.Pemeriksan USG dapat

mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koleduktus

yang mengalami dilatasi.

4. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 47

Gambar 4. USG Kandung Empedu

Page 48: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

48Presentasi Kasus Choledocolithiasis

Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara

langsung yang hanya dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini

meliputi insersi endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus

hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan

ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan

kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan

keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi

percabangan bilier. (Smeltzer, 2002)

5. Tomografi Komputer

Keunggulan Tomografi Komputer adalah dengan memperoleh

potongan obyek gambar suara secara menyeluruh tanpa tumpang tindih

dengan organ lain. Karena mahalnya biaya pemeriksaan, maka alat ini

bukan merupakan pilihan utama.

Penatalaksanaan

a) Operatif

Kolesistektomi. Terapi terbanyak pada penderita batu kandung

empedu adalah dengan operasi.Kolesistektomi dengan atau tanpa

eksplorasi duktus komunis tetap merupakan tindakan pengobatan

untuk penderita dengan batu empedu simptomatik.

Pembedahan untuk batu empedu tanpa gejala masih diperdebatkan,

banyak ahli menganjurkan terapi konservatif. Sebagian ahli lainnya

berpendapat lain mengingat “silent stone” akhirnya akan

menimbulkan gejala-gejala bahkan komplikasi, maka mereka sepakat

bahwa pembedahan adalah pengobatan yang paling tepat yaitu

kolesistektomi efektif dan berlaku pada setiap kasus batu kandung

empedu kalau keadaan umum penderita baik. Indikasi kolesistektomi

sebagai berikut :

Adanya keluhan bilier apabila mengganggu atau semakin sering

atau berat.

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 48

Page 49: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

49Presentasi Kasus Choledocolithiasis

Adanya komplikasi atau pernah ada komplikasi batu kandung

empedu.

Adanya penyakit lain yang mempermudah timbulnya komplikasi

misalnya Diabetes Mellitus, kandung empedu yang tidak tampak

pada foto kontras dan sebagainya.

Kolesistostomi. Beberapa ahli bedah menganjurkan kolesistostomi

dan dekompresi cabang-cabang saluran empedu sebagai tindakan

awal pilihan pada penderita kolesistitis dengan resiko tinggi yang

mungkin tidak dapat diatasi kolesistektomi dini. Indikasi dari

kolesistostomi adalah:

Keadaan umum sangat buruk misalnya karena sepsis, dan

Penderita yang berumur lanjut, karena ada penyakit lain yang

berat yang menyertai, kesulitan teknik operasi dan

Tersangka adanya pankreatitis.

Kerugian dari kolesistostomi mungkin terselipnya batu sehingga

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 49

Gambar 5. Kolisistektomi per Laparotomi

Page 50: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

50Presentasi Kasus Choledocolithiasis

sukar dikeluarkan dan kemungkinan besar terjadinya batu lagi kalau

tidak diikuti dengan kolesistektomi.

b) Non Operatif

Terapi Disolusi

Penggunaan garam empedu yaitu asam Chenodeodeoxycholat

(CDCA) yang mampu melarutkan batu kolesterol invitro, secara

invivo telah dimulai sejak 1973 di klinik Mayo, Amerika Serikat juga

dapat berhasil, hanya tidak dijelaskan terjadinya kekambuhan.1

Pengobatan dengan asam empedu ini dengan sukses

melarutkan sempurna batu pada sekitar 60 % penderita yang diobati

dengan CDCA oral dalam dosis 10 – 15 mg/kg berat badan per hari

selama 6 sampai 24 bulan.

Penghentian pengobatan CDCA setelah batu larut sering

timbul rekurensi kolelitiasis.Pemberian CDCA dibutuhkan syarat

tertentu yaitu :

Wanita hamil

Penyakit hati yang kronis

Kolik empedu berat atau berulang-ulang

Kandung empedu yang tidak berfungsi.1

Efek samping pengobatan CDCA yang terlalu lama

menimbulkan kerusakan jaringan hati, terjadi peningkatan

transaminase serum, nausea dan diare. Asam Ursodioxycholat

(UDCA) merupakan alternatif lain yang dapat diterima dan tidak

mengakibatkan diare atau gangguan fungsi hati namun harganya

lebih mahal. Pada saat ini pemakaiannya adalah kombinasi antara

CDCA dan UDCA, masing-masing dengan dosis 7,5 mg/kg berat

badan/hari. Dianjurkan dosis terbesar pada sore hari karena

kejenuhan cairan empedu akan kolesterol mencapai puncaknya pada

malam hari. 1

Mekanisme kerja dari CDCA adalah menghambat kerja dari

enzim HMG Ko-a reduktase sehingga mengurangi sintesis dan

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 50

Page 51: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

51Presentasi Kasus Choledocolithiasis

ekskresi kolesterol ke dalam empedu. Kekurangan lain dari terapi

disolusi ini selain harganya mahal juga memerlukan waktu yang

lama serta tidak selalu berhasil.1

Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi (ESWL)

ESWL merupakan litotripsi untuk batu empedu dimana dasar

terapinya adalah disintegrasi batu dengan gelombang kejut sehingga

menjadi partikel yang lebih kecil.Pemecahan batu menjadi partikel

kecil bertujuan agar kelarutannya dalam asam empedu menjadi

meningkat serta pengeluarannya melalui duktus sistikus dengan

kontraksi kandung empedu juga menjadi lebih mudah.1

Setelah terapi ESWL kemudian dilanjutkan dengan terapi

disolusi untuk membantu melarutkan batu kolesterol. Kombinasi dari

terapi ini agar berhasil baik harus memenuhi beberapa kriteria

mengingat faktor efektifitas dan keamanannya, yaitu :

1) Kriteria Munich :

Terdapat riwayat akibat batu tersebut (simptomatik).

Penderita tidak sedang hamil.

Batu radiolusen

Tidak ada obstruksi dari saluran empedu

Tidak terdapat jaringan paru pada jalur transmisi gelombang

kejut ke arahbatu.

2) Kriteria Dublin :

Riwayat keluhan batu empedu

Batu radiolusen

Batu radioopak dengan diameter kurang dari 3 cm untuk batu

tunggal atau bila multiple diameter total kurang dari 3 cm

dengan jumlah maksimal 3.

Fungsi konsentrasi dan kontraksi kandung empedu baik.1

Terapi ESWL sangatlah menguntungkan bila dipandang dari

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 51

Page 52: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

52Presentasi Kasus Choledocolithiasis

sudut penderita karena dapat dilakukan secara rawat jalan, sehingga

tidak mengganggu aktifitas penderita.Demikian juga halnya dengan

pembiusan dan tindakan pembedahan yang umumnya ditakutkan

penderita dapat dihindarkan.Namun tidak semua penderita dapat

dilakukan terapi ini karena hanya dilakukan pada kasus selektif.Di

samping itu penderita harus menjalankan diet ketat, waktu

pengobatan lama dan memerlukan biaya yang tidak sedikit, serta

dapat timbul rekurensi setelah pengobatan dihentikan. Faal hati yang

baik juga merupakan salah satu syarat bentuk terapi gabungan ini ,

karena gangguan faal hati akan diperberat dengan pemberian asam

empedu dalam jangka panjang.

ESWL dapat dikatakan sangat aman serta selektif dan tidak

infasif namun dalam kenyataannya masih terdapat beberapa

komplikasi yang dapat terjadi misalnya rasa sakit di hipokondrium

kanan, kolik bilier, pankreatitis, ikterus, pendarahan subkapsuler hati,

penebalan dinding dan atropi kandung empedu. 4

c) Dietetik

Prinsip perawatan dietetic pada penderita batu kandung empedu

adalah memberi istirahat pada kandung empedu dan mengurangi rasa

sakit, juga untuk memperkecil kemungkinan batu memasuki duktus

sistikus.Di samping itu untuk memberi makanan secukupnya untuk

memelihara berat badan dan keseimbangan cairan tubuh.1

Pembatasan kalori juga perlu dilakukan karena pada umumnya

batu kandung empedu tergolong juga ke dalam penderita obesitas. Bahan

makanan yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan makanan juga

harus dihindarkan.10

Kadang-kadang penderita batu kandung empedu sering menderita

konstipasi, maka diet dengan menggunakan buah-buahan dan sayuran

yang tidak mengeluarkan gas akan sangat membantu.Syarat-syarat diet

pada penyakit kandung empedu yaitu :

Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah

dicerna.

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 52

Page 53: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

53Presentasi Kasus Choledocolithiasis

Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah

kalori dikurangi.

Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam

lemak.

Tinggi cairan untuk mencegah dehidrasi.

Makanan yang tidak merangsang.

Komplikasi

Komplikasi kolelitiasis dapat berupa2 :

Kolesistitis akut yang dapat menimbulkan perforasi dan peritonitis

- Nyeri akut di perut kuadran kanan atas yang kadang-kadang

menjalar ke belakang skapula.

- Rangsang peritoneal lokal dapat ditemukan (Murphy sign), berupa

nyeri tekan yang bertambah saat penderita menarik napas panjang

karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari

tangan pemeriksa dan penderita berhenti menarik napas. Disertai

dengan nyeri lepas dan defans muskular dinding abdomen.

- Bisa disertai mual dan muntah.

- Demam sekitar 380C.

- Jumlah leukosit dapat meningkat ringan.

- Ikterus derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl)

Kolesistitis kronik

- Riwayat kolik bilier berulang.

- Dispepsia, rasa penuh di epigastrium dan nausea khususnya setelah

makan makanan berlemak tinggi.

- Tidak ada demam dan leukosit normal.

Ikterus obstruktif

Kolangitis

Kolangiolitis piogenik

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 53

Page 54: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

54Presentasi Kasus Choledocolithiasis

Fistel bilioenterik

Ileus batu empedu

Pankreatitis

Perubahan keganasan

Batu empedu dari duktus koledokus dapat masuk ke dalam

duodenum melalui papila Vater dan menimbulkan kolik, iritasi, perlukaan,

udem dan striktur papila Vater.

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 54

Page 55: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

55Presentasi Kasus Choledocolithiasis

DAFTAR PUSTAKA

1. C. Devid, Jr. Sabiston (1994), Sistem Empedu, Sars MG, L John Cameron,

Dalam Buku Ajar Bedah, Edisi 2, hal 121, Penerbit EGC, Jakarta.

2. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser. Harrison’s Principle of Internal

Medicine, 17th edition. 2008

3. Sjamsuhidajat R, Wim de jong, 2003. Kolelitiasis; Buku Ajar Ilmu Bedah,

Ed Revisi, hal. 570 – 577, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.

4. Lee Sp, Selijima J, Gallstone, In : Yamanda T, Alpers DH, Owying C,

Powel DW, Silverstein FE, eds. Text book of gastro enterology. New York :

J.B. Lippincot Come; 1991 : 94 : 1996 – 84.

5. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser. Harrison’s Principle of Internal

Medicine, 17th edition. 2008

6. Frederick J. Suchy. Diseases of the Gallbladder. Nelson textbook of

paediatric, 17th edition. 2004

7. Guyton AC, Hall JE. Sistem Saluran Empedu dalam: Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta: EGC, 1997. 1028-1029.

8. Ahmed A, Cheung R. Management of gallstones and their complication.

American Family Physician. Avaliable from :

http://www.aafp.org/afp/20000315/contents.html.

9. Mansjoer A. etal, 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Ed.3.hal 510-

512. Penerbit Media Aesculapius, FKUI, Jakarta. Available from:

http://medlinux.blogspot.com/2008/12/kolelitiasis.html. [diakses tanggal 22

Agustus 2010]

10. Reksoprodjo S. 1995. Ikterus dalam bedah, Dalam Ahmadsyah I, Kumpulan

Kuliah Ilmu Bedah, hal 71 – 77, Bina Rupa Aksara, Jakarta. Available from:

http://medlinux.blogspot.com/2008/12/kolelitiasis.html. [diakses tanggal 22

Agustus 2010]

11. Dorlan WA Newman. Kamus Kedokteran Dorlan. Edisi 29.Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.2002. Maryan Lee F, Chiang W. Cholelithiasis.

Available from:

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 55

Page 56: Obstruksi Jaundice Ec.choledocolithiasisedited

56Presentasi Kasus Choledocolithiasis

http://www.emedicine.com/emerg/Gastrointestinal/topic97.htm . [diakses

tanggal 22 Agustus 2010]

12. Richard S. Snell, 2002, Anatomi klinik, edisi 3, bag. 1, hal 265 – 266,

Penerbit EGC, Jakarta. Available from:

http://medlinux.blogspot.com/2008/12/kolelitiasis.html. [diakses tanggal 22

Agustus 2010]

13. NN. Cholelithiasis. Available from:

http://www.7.com/HealthManagement/ManagingYourHealth/HealthReferen

ce. [diakses tanggal 22 Agustus 2010]

14. Clinic Staff. Gallstones. Available from:

http://www.6clinic.com/health/digestive-system. [diakses tanggal 22

Agustus 2010]

15. Lesmana, L.A, 2006, Batu Empedu, Dalam Noer. S, Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam, Jilid I edisi IV, hal 481-483, Balai Penerbit FK UI, Jakarta.

16.

Rocky Dousje UmbohFK UPN Veteran Jakarta Page 56