obstructive jaundice

25
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Referat Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman Ikterus Obstruktif Disusun oleh: Hurriya Nur Aldilla 05.48857.00258.09 Pembimbing: dr. RR. Ignatia Sinta Murti, Sp.PD, M. Kes 1

Upload: hurriya-nur-aldilla

Post on 11-Dec-2014

123 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

referat obstructive jaundice / ikterus obstruktif oleh Hurriya Nur Aldilla universitas mulawarman samarinda

TRANSCRIPT

Page 1: obstructive jaundice

Bagian Ilmu Penyakit Dalam ReferatFakultas KedokteranUniversitas Mulawarman

Ikterus Obstruktif

Disusun oleh:Hurriya Nur Aldilla05.48857.00258.09

Pembimbing:

dr. RR. Ignatia Sinta Murti, Sp.PD, M. Kes

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan KlinikPada Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas KedokteranUniversitas Mulawarman

2011

1

Page 2: obstructive jaundice

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ikterus adalah tanda klinis yang paling umum ditemukan pada pasien

dengan penyakit hati dan bilier. Ikterus kebanyakan disebabkan oleh penyakit

pada parenkim hati seperti hepatitis virus atau sirosis, obstruksi pada cabang-

cabang traktus biliaris ekstrahepatik seperti pada koledokolitiasis dan

karsinoma pancreas, dan pada kasus yang jarang, kelainan yang dihubungkan

dengan hemolisis hebat, seperti anemia sel sabit (sickle cell anemia).

Kata “ikterus” digunakan untuk menandakan kulit dan mata yang tampak

kuning yang dihasilkan dari retensi dan deposisi pigmen empedu

(monoglukoronida dan diglukoronida).

Aliran empedu dapat terganggu pada tingkat mana saja dari mulai sel hati

(kanalikulus), sampai ampula Vateri. Kolestasis adalah istilah untuk keadaan

terganggunya aliran empedu bahkan sampai berhentinya aliran empedu

tersebut. Secara klinis dapat diketahui dengan adanya ikterus. Penyakit yang

menyebabkan perlambatan atau berhentinya aliran empedu cukup banyak

sehingga sering menyebabkan kesukaran dalam diagnosa. Sedangkan

kepastian diagnosa menjadi sangat penting karena berhubungan dengan

penanganan yang berbeda, apakah memerlukan tindakan operasi atau hanya

medikamentosa.

1.2. Tujuan

Menambah pengetahuan dokter muda mengenai ikterus obstruktif, diagnosis

penyebab, diagnosis banding, dan penanganannya.

2

Page 3: obstructive jaundice

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Ikterus

Kata ikterus (ikterus) berasal dari bahasa Perancis jaune yang berarti

kuning. Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan

lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh

bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin

dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin hem, biasanya sebagai akibat

metabolisme sel darah merah. Ikterus sebaiknya diperiksa dibawah cahaya

terang siang hari, dengan melihat sklera mata. Ikterus yang ringan dapat

dilihat paling awal pada sklera mata dan kalau ini terjadi konsentrasi bilirubin

sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dL (34-43 umol/L). Jika ikterus sudah jelas

dapat dilihat dengan nyata maka bilirubin mungkin sebenarnya sudah

mencapai angka 7 mg%.

2.2. Patofisiologi Ikterus Obstruktif

Empedu yang disekresikan terus menerus oleh hepar masuk ke dalam

duktus biliaris yang kecil dalam hepar. Duktus biliaris yang kecil bersatu dan

membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan bawah

hepar sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang segera bersatu menjadi

duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus komunis bergabung dengan

duktus sistikus menjadi duktus kholedekus yang akan bersatu dengan duktus

pankreatikus membentuk ampula vateri yang bermuara di duodenum.

Aliran empedu dapat terganggu pada tingkat mana saja dari mulai sel hati

(kanalikulus), sampai ampula Vateri. Kolestasis adalah istilah untuk keadaan

terganggunya aliran empedu bahkan sampai berhentinya aliran empedu

tersebut. Istilah kolestasis lebih disukai untuk pengertian ikterus obstruktif

sebab obstruksi yang bersifat mekanis tidak perlu selalu ada.Untuk

kepentingan klinis, membedakan penyebab sumbatan intrahepatik atau

ekstrahepatik sangat penting. Penyebab paling sering kolestatik intrahepatik

adalah hepatitis, keracunan obat, penyakit hati karena alkohol dan penyakit

3

Page 4: obstructive jaundice

hepatitis autoimun. Penyebab yang kurang sering adalah sirosis hati bilier

primer, kolestasis pada kehamilan, karsinoma metastatik dan penyakit-

penyakit lain yang jarang.

Virus hepatitis, alkohol, keracunan obat (drug induced hepatitis) dan

kelainan autoimun merupakan penyabab yang tersering. Peradangan

intrahepatik mengganggu transpor bilirubin konjugasi dan menyebabkan

ikterus. Hepatitis A merupakan penyakit self limited dan dimanifestasikan

dengan adanya ikterus yang timbul secara akut. Hepatitis B dan C akut sering

tidak menimbulkan ikterus, tetapi bisa berjalan kronik dan menahun dan

mengakibatkan gejala hepatitis menahun atau bahkan sudah menjadi sirosis

hati. Tidak jarang penyakit hati menahun juga disertai gejala kuning,

sehingga kadang-kadang didiagnosis salah sebagai penyakit hepatitis akut.

Alkohol bisa mempengaruhi gangguan pengambilan empedu dan

sekresinya dan mengakibatkan kolestasis. Pemakaian alkohol secara terus

menerus bisa menimbulkan perlemakan (steatosis), hepatitis dan sirosis

dengan berbagai tingkat ikterus. Perlemakan hati merupakan penemuan yang

sering, biasanya dengan manifestasi yang ringan tanpa ikterus, tetapi kadang-

kadang bisa menjurus ke sirosis. Hepatitis karena alkohol biasanya memberi

gejala ikterus sering timbul akut dan dengan keluhan dan gejala yang lebih

berat. Jika ada nekrosis sel hati ditandai dengan peningkatan transaminase

yang tinggi.

Penyebab yang lebih jarang adalah hepatitis autoimun yang biasanya

sering mengenai kelompok muda terutama perempuan. Data akhir

menyebutkan juga kelompok yang lebih tua bisa dikenai. Dua penyakit

autoimun yang berpengaruh pada sistem bilier tanpa terlalu menyebabkan

reaksi hepatitis adalah sirosis bilier primer dan kolangitis sklerosing. Sirosis

bilier primer merupakan penyakit hati bersifat progresif dan terutama

mengenai wanita paruh baya. Gejala yang mencolok adalah rasa lelah dan

gatal yang sering merupakan penemuan awal, sedangkan kuning merupakan

gejala yang timbul kemudian.

Kolangitis sklerosing primer (primary sclerosing cholangitis/PSG)

merupakan penyakit kolestatik lain, lebih sering dijumpai pada laki-laki dan

4

Page 5: obstructive jaundice

sekitar 70% menderita penyakit peradangan usus. PSG bisa menjurus ke

kolangio-karsinoma. Banyak obat mempunyai efek dalam kejadian ikterus

kolestatik, seperti asetaminofen, penisilin, obat kontrasepsi oral, klorpromazin

(Torazin) dan steroid estrogenik atau anabolik.

Kolestasis ekstrahepatik (sumbatan pada duktus bilier, dimana terjadi

hambatan masuknya bilirubin ke dalam usus). Penyebab paling sering pada

kolestasis ekstrahepatik adalah batu duktus koledokus dan kanker pankreas.

Penyebab lainnya yang relatif lebih jarang adalah striktur jinak (operasi

terdahulu) pada duktus koledokus, karsinoma duktus koledokus, pankreatitis

atau psedocyst pankreas dan kolangitis sklerosing. Kolestasis mencerminkan

kegagalan sekresi empedu. Mekanismenya sangat kompleks, bahkan juga

pada obstruksi mekanis empedu.

Efek patofisiologi mencerminkan efek backup konstituen empedu (yang

terpenting bilirubin, garam empedu dan lipid) ke dalam sirkulasi sistemik dan

kegagalannya untuk masuk usus halus untuk ekskresi. Retensi bilirubin

menghasilkan campuran hiperbilirubinemia dengan kelebihan bilirubin

konjugasi masuk ke dalam urin. Feses sering berwarna pucat karena lebih

sedikit yang bisa mencapai saluran cerna usus halus. Peningkatan garam

empedu dalam sirkulasi selalu diperkirakan sebagai penyebab keluhan gatal

(pruritus), walaupun sebenarnya hubungannya belum jelas sehingga

patogenesis gatal masih belum bisa diketahui dengan pasti.

Garam empedu dibutuhkan untuk penyerapan lemak dan vitamin K,

gangguan ekskresi garam empedu dapat berakibat steatorrhea dan

hipoprotrombinemia. Pada keadaan kolestasis yang berlangsung lama,

gangguan penyerapan Ca dan vitamin D dan vitamin lain yang larut lemak

dapat terjadi dan dapat menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia. Retensi

kolesterol dan fosfolipid mengakibatkan hiperlipidemia, walaupun sintesis

kolesterol di hati dan esterifikasi yang berkurang dalam darah turut berperan.

Konsentrasi trigliserida tidak terpengaruh. Lemak beredar dalam darah

sebagai lipoprotein densitas rendah yang unik dan abnormal yang disebut

sebagai lipoprotein X.

5

Page 6: obstructive jaundice

2.3. Pendekatan pada pasien dengan ikterus

Barkun dkk telah menulis artikel mengenai pendekatan terhadap pasien dengan

ikterus. Pendekatan tersebut dirangkum dalam pertanyaan-pertanyaan berikut:

1. Apakah ada ikterus?

Perubahan warna kulit yang menyerupai ikterus dapat terjadi pada beberapa

kondisi yaitu:

a. Konsumsi banyak makanan yang mengandung lycopene atau carotene

b. Konsumsi obat-obatan seperti rifampicin atau quinacrine

2. Apakah merupakan hiperbilirubinemia indirek atau direk?

Warna urin yang gelap, warna feses yang pucat dan tanda lain dari kolestasis

seperti pruritus merupakan penunjuk ke arah hiperbilirubinemia direk.

Sedangkan warna urin dan feses yang normal merupakan penunjuk ke arah

hiperbilirubinemia indirek. Pada beberapa kasus, penemuan klinis saja sudah

cukup untuk membedakan antara hiperbilirubinemia direk dan indirek.

3. Apakah merupakan ikterus hepatik atau post-hepatik?

Ketika hiperbilirubinemia direk telah dapat dipastikan, maka pertanyaan

berikutnya yang harus terjawab adalah apakah ikterus berasal dari lesi hepatik

atau post hepatik. Penemuan klinis dari ikterus hepatik termasuk riwayat

ketergantungan alkohol, hepatitis akut, dan stigmata dari penyakit hati kronis

seperti palmar eritem, caput medusae, dan ascites. Sedangkan untuk ikterus

post hepatik biasanya muncul dengan gejala nyeri abdomen, kaku, gatal-gatal,

dan hepar yang teraba lebih dari 2 cm di bawah arcus costae. Tes biokimia

sederhana seperti kadar bilirubin total serum, alkaline fosfatase, dan gamma

glutamil transferase akan memberikan keputusan yang tepat mengenai apakah

ikterus berasal dari hepatik atau post hepatik. Namun pemeriksaan ini tidak

dapat menentukan pada tingkat mana obstruksi terjadi.

6

Page 7: obstructive jaundice

4. Pada tingkat mana obstruksi terjadi?

Ultrasonografi dapat mengidentifikasi sekitar 90% kasus dengan ikterus

obstruktif. Fasilitas lain seperti CT scan dapat digunakan jika ultrasonografi

tidak dapat menentukan letak obstruksi.

5. Apa penyebab dari obstruksi?

Penyebab tersering dari obstruksi adalah choledocolithiasis. Jika

choledocolithiasis telah disingkirkan, maka dapat dipikirkan kemungkinan

adanya keganasan pankreas atau keganasan peri ampular.

6. Apakah penyakit telah menyebar atau mengalami komplikasi?

Jika dicurigai adanya metastase maka dapat dilakukan palpasi nodul pada hepar

yang membesar atau penemuan lain dari penyebaran penyakit. Diperlukan

pemeriksaan lain untuk memastikan adanya metastase atau tidak. Demam dan

jumlah leukosit yang meningkat menunjukkan kecurigaan ke arah kolangitis.

7. Jika merupakan keganasan, apakah dapat dilakukan reseksi?

Pemeriksaan apakah tumor dapat direseksi atau tidak, biasanya tergantung dari

ada atau tidaknya invasi tumor ke vena mesentrika superior, vena porta, dan

arteri mesentrika superior, serta apakah ada pembesaran kelenjar getah bening

lokal atau perluasan tumor ekstrapankreatik. MSCT scan adalah pemeriksaan

yang dipilih untuk pemeriksaan apakah suatu kanker pankreas dapat direseksi

atau tidak.

2.4. Anatomi saluran empedu

Empedu yang disekresikan terus menerus oleh hepar masuk ke dalam duktus

biliaris yang kecil dalam hepar. Duktus biliaris yang kecil bersatu dan

membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan bawah

hepar sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang segera bersatu menjadi

duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus komunis bergabung dengan

duktus sistikus menjadi duktus choledocus yang akan bersatu dengan duktus

pankreatikus membentuk ampula vateri yang bermuara di duodenum.

7

Page 8: obstructive jaundice

2.5. Patogenesis Batu Empedu

Mekanisme utama terbentuknya batu empedu antara lain:

a. Peranan genetik

Variasi geografik dan perbedaan etnis dalam prevalensi batu empedu

meyakinkan akan adanya peranan genetik dalam pembentukan batu

empedu. Prevalensi batu empedu meningkat pada hubungan keluarga dan

pada saudara kembar identik dari pasien yang menderita batu empedu. Gen

yang dimaksud tersebut telah ditemukan terlibat dalam transport dari lipid

bilier melalui kanalikuli hepar dan metabolisme lipid.

b. Peranan stasis kandung empedu

Gangguan dalam kontraktilitas kandung empedu telah ditemukan pada

pasien-pasien dengan batu di kandung empedu. Stasis kandung empedu ini

seringkali didapatkan pada pasien yang beresiko tinggi terkena batu

empedu, seperti pada obesitas, wanita hamil, penurunan berat badan yang

terlalu cepat, dan puasa yang berkepanjangan.

8

Page 9: obstructive jaundice

2.6. Faktor Predisposisi Pembentukan Batu Empedu

Batu empedu terbentuk karena adanya komponen-komponen empedu yang

abnormal. Batu empedu terbagi menjadi 2 jenis utama, yaitu: batu kolesterol

yang meliputi 80% dari total keseluruhan batu empedu, dan batu pigmen

yang meliputi 20% sisanya.

a. Batu kolesterol

Kolesterol secara esensial tidak dapat larut dalam air dan

diiperlukan adanya lipid sekunder untuk melarutkan kolesterol.

Kolesterol dan fosfolipid disekresi menjadi empedu dalam bentuk

vesikel bilayer unilamelar yang terdiri dari asam empedu, fosfolipid, dan

kolesterol. Jika terjadi kelebihan kolesterol, maka akan tersisa vesikel

kaya kolesterol yang tidak stabil dan akan mengalami agregasi menjadi

presipitat kolesterol.

Terdapat beberapa mekanisme penting dalam proses pembentukan

batu empedu kolesterol. Berikut ini merupakan faktor-faktor

predisposisi terbentuknya batu empedu kolesterol:

No Faktor Predisposisi Pembentukan Batu Empedu Kolesterol

1 Faktor genetik dan demografik: prevalensi batu empedu

kolesterol paling tinggi pada bangsa Indian Amerika Utara,

paling rendah pada bangsa Jepang.

2 Obesitas: penampungan dan sekresi asam empedu dalam kondisi

normal, namun terjadi peningkatan sekresi bilier dari kolesterol.

3 Kehilangan berat badan: pelepasan kolesterol jaringan

mengakibatkan meningkatnya sekresi kolesterol bilier sedangkan

di sisi lain sirkulasi enterohepatik dari asam empedu mengalami

penurunan.

4 Hormon seks wanita:

- Estrogen menstimulasi reseptor lipopotein hepar,

meningkatkan uptake kolesterol dari makanan, dan

meningkatkan sekresi kolesterol bilier.

- Progesteron memperlambat kontraksi kandung empedu

9

Page 10: obstructive jaundice

sehingga mengakibatkan gangguan pengosongan kandung

empedu.

5 Pertambahan usia: terjadi peningkatan sekresi kolesterol bilier,

pengecilan ukuran kapasitas penampungan asam empedu, dan

penurunan sekresi dari garam empedu.

6 Hipomotilitas kandung empedu yang menyebabkan stasis dan

pembentukan lumpur empedu yang dipicu oleh beberapa

keadaan:

- Nutrisi parenteral yang berkepanjangan

- Puasa

- Kehamilan

- Penggunaan obat-obatan seperti ocreotide

7 Terapi clofibrate: meningkatkan sekresi kolesterol bilier.

8 Penurunan sekresi asam empedu pada keadaan:

- Sirosis bilier primer

- Defek gen CYP7A1

9 Penurunan sekresi fosfolipid: defek gen MDR3

b. Batu pigmen

Batu pigmen terbagi menjadi batu pigmen hitam dan coklat. Batu

pigmen hitam menempati proporsi kecil dari batu empedu. Batu pigmen

hitam ini terdiri dari calsium bilirubinat yang terpolimerasi, mengalami

presipitasi karena melewati ambang batas kelarutan dari kalsium dan

bilirubin unconjugated. Kondisi yang menyebabkan berlebihnya bilrubin

unconjugated seperti hemolisis kronik pada hemoglobinopathy, sirosis

hepar, erithropoiesis yang inefektif, dan penyakit ileum merupakan

faktor predisposisi terbentuknya batu pigmen hitam empedu.

Batu pigmen coklat terbentuk secara primer di saluran empedu.

Batu pigmen coklat ini merupakan hasil dari infeksi bakteri yang

mengeluarkan β-glucuronidase yang menghidrolisis atau

mendekonjugasi asam glukuronida dari bilirubin. Proses ini

10

Page 11: obstructive jaundice

mengakibatkan bilirubin conjugated yang soluble menjadi bilirubin

unconjugated yang insoluble sehingga membentuk batu pigmen coklat.

Berikut ini merupakan faktor predisposisi terbentuknya batu

pigmen empedu:

No Faktor Predisposisi Pembentukan Batu Pigmen Empedu

1 Faktor demografik dan genetik: prevalensi tinggi pada bangsa

Asia dan penduduk pedesaan

2 Hemolisis kronik

3 Sirosis alkoholik

4 Anemia pernisiosa

5 Cystic fibrosis

6 Infeksi saluran empedu kronik, infeksi parasit

7 Pertambahan usia

8 Penyakit ileus

2.7. Gejala Batu Empedu

Batu empedu biasanya menimbulkan gejala-gejala sebagai akibat dari

inflamasi atau obstruksi karena migrasi ke dalam duktus sistikus atau duktus

koledokus. Gejala yang paling spesifik dan karakteristik adalah kolik bilier.

Nyeri viseral ini bersifat nyeri yang hebat, menetap atau berupa tekanan di

epigastrium atau di abdomen kuadran kanan atas yang sering menjalar ke

daerah inter-skapular, skapula kanan atau bahu. Kolik bilier dimulai tiba-

tiba dan menetap dengan intensitas berat selama 1-4 jam dan menghilang

pelahan-lahan atau dengan cepat. Episode kolik ini sering disertai dengan

mual dan muntah-muntah dan pada sebagian pasien diikuti dengan kenaikan

bilirubin serum bilamana batu migrasi ke duktus koledokus. Adanya demam

atau menggigil yang menyertai kolik bilier biasanya menunjukkan

komplikasi seperti kolesistitis, kolangitis atau pankreatitis. Kolik bilier

dapat dicetuskan sesudah makan banyak yang berlemak. Pemeriksaan

laboratorium dan Ultrasonografi atau CT Scan abdomen menunjukkan

bahwa bilamana kolik hanya disebabkan oleh batu kandung empedu yang

11

Page 12: obstructive jaundice

tersangkut di duktus sistikus tanpa proses peradangan di kandung empedu

(tanpa kolesistitis akut) dan tanpa adanya batu empedu di duktus koledokus

maka tidak akan didapatkan kelainan laboratorium yakni lekositosis,

gangguan fungsi hati (-). Bilamana sudah terdapat kolesistitis akut akan

ditemukan lekositosis serta pasien demam. Pada ultrasonografi (USG) atau

CT Scan abdomen didapatkan batu di dalam kandung empedu dan tanda-

tanda radang akut dari kandung empedu berupa dinding yang menebal dan

edematus. Bilamana kolik disebabkan oleh batu yang migrasi ke duktus

koledokus dan belum terdapat komplikasi infeksi di saluran empedu maka

laboratorium akan menunjukkan gangguan fungsi hati berupa gama glutamil

transferase (GGT) atau fosfatase alkali yang meninggi, transaminase serum,

bilirubin total juga meningkat. Pada sebagian kecil pasien bilirubin total

masih mungkin dalam batas normal atau sedikit meninggi.

Ultrasonografi/CT Scan abdomen akan menemukan pelebaran saluran

empedu dan kadang-kadang tampak batu di dalamnya. Bilamana telah

didapatkan kolangitis maka akan ditemukan lekositosis serta gambaran

seperti di atas. Bilamana terdapat pankreatitis bilier, amilase/lipase serum

akan meningkat sekali, di samping adanya lekositosis dan gangguan fungsi

hati.

2.8. Penatalaksanaan Batu Empedu

a. Obat Ursodeoxycholic Acid

Batu empedu simptomatik kadang dapat diatasi dengan asam

Ursodeoxycholic oral yang bekerja dengan menurunkan saturasi

kolesterol empedu dan menyebabkan dispersi kolesterol yang berasal

dari batu, serta memperlambat proses nukleasi kristal kolesterol.

b. Kolesistostomi dan Drainase

Merupakan suatu metode dekompresi dengan kolesistektomi dan drainase

kanding empedu yang mengalami distensi, inflamasi, hidropic, dan

purulen. Menggunakan ultrasound sebagai penuntun drainase perkutan

dengan menggunakan kateter pigtail. Kateter dimasukkan melalui

12

Page 13: obstructive jaundice

guidewire yang telah memasuki dinding abdomen, kemudian ke liver,

dan memasuki kandung empedu. Dengan melewatkan kateter melalui

kandung empedu, resiko kebocoran menjadi minimal. Kateter dapat

dilepas apabila proses inflamasi telah teratasi dan kondisi pasien

membaik. Kandung empedu dapat diangkat kemudian jika diindikasikan

dan keadaan memungkinkan, biasanya dillakukan dengan laparoskopi.

c. Kolesistektomi

Merupakan suatu tindakan pengangkatan kandung empedu. Terdiri dari

2 jenis yaitu kolesistektomi eksplorasi dan laparoskopi. Tindakan ini

dilakukan dengan mengangkat kandung empedu beserta batu yang aa di

dalamnya.

d. ERCP dan ERS

Obstruksi duktus koledokus dapat diatasi dengan endoscopic retrograde

spinchterotomy dan kemudian diikuti dengan endoscopic retrograde

cholangiopancreatography. ERCP terapeutik dilakukan dengan

melakukan spinchterotomi endoskopik untuk mengeluarkan batu saluran

empedu yang kemudian diekstraksi ke lumen duodenum sehingga batu

dapat keluar melalui tinja.

2.9. Denisi Kolangiokarsinoma

Kolangiokarsinoma adalah suatu tumor ganas dari duktus biliaris atau saluran

empedu. Hal ini ditandai dengan perkembangan yang abnormal dari saluran

emepdu intrahepatik dan ekstrahepatik. Tumor keras dan berwarna putih ,

merupakan tumor kelenjar yang berasal dari epitel saluran empedu. Sel-sel

tumor mirip dengan epitel saluran empedu. Lebih dari 90 % kasus merupakan

Adenokarsinoma dan sisanya adalah tumor sel squamosa. Kolangiokarsinoma

ditemui dalam 3 daerah, yaitu intrahepatik, ekstrahepatik (perihiliar) dan

distal ekstrahepatik. Dari kesemuanya, tumor perihilar adalah yang paling

sering dan tumor intrahepatik adalah yang paling jarang.

13

Page 14: obstructive jaundice

2.10. Faktor predisposisi

a. Sklerosis Primer (KSP).

Merupakan suatu penyakit autoimun yang menyebabkan cacat jaringan

sehingga terjadi penyempitan duktus biliaris dan menghambat aliran

empedu ke usus. Kalau proses ini terjadi berulang-ulang maka akan

terjadi proses iritasi kronis sehingga kecenderungan untuk terjadinya

kanker akan menigkat.

2. Inflamatory Bowel Disease

Ada hubungan antara kolangiokarsinoma dengan colitis ulseratif.

Biasanya kolangiokarsinoma dapat ditemukan pada pasien-pasien dengan

colitis ulseratif kronis.

3. Infeksi Parasit

Di daerah Asia Tenggara , infeksi kronis cacing pita, clonorchis sinensis

dan opsthorochis viverrini mempunyai hubungan kausal yang erat

dengan kolangiokarsinoma. Infeksi parasit biassanya terjadi ketika

seseorang mengkonsumsi ikan yang mengandung kista caicing pipih.

Cacing pipih dewasa bermigrasi ke duktus biliaris dimana caicng ini akan

merusak dinding duktus. Jenis cacing yang paling banyak menyebabkan

sumbatan adalah clonorchis sinensis.

4. Paparan Zat Kimia

Paparan zat kimia telah berimplikasi dalam perkembangan kanker

salluran empedu. Biasanya hal ini terjadi pada pekerja di bidang

penerbangan, plastic dan industri “ wood finishing”. Kolangiokarsinoma

juga dapat terjadi beberapa tahun setelah penggunaan Thorium dioxide

(thorofrast) yaitu suatu zat yang digunakan di X-rays.

5. Penyakit congenital

Kelainan congenital dari cabang-cabang bilier termasuk kista koledokal

dan Caroli’s disease juga berhubungan dengan kolangiokarsinoma.

14

Page 15: obstructive jaundice

2.11. Tanda dan Gejala Kolangiokarsinoma

1. Jaundice

Jaundice adalah manifestasi klinik yang paling sering ditemukan dan

umumnya paling baik dideteksi langsung dibawah sinar matahari.

Obstruksi dan kolestasis cenderung terjadi pada tahap awal jika tumor

berlokasi di duktus hepatikus komunis dan duktus koledokus. Jaundice

yang terjadi pada tahap akhir bila tumor berlokasi di perihilar atau

intrahepatik ini merupakan tanda bahwa penyakit sudah berada dalam

tahap yang parah. Hal ini terjadi oleh karena peningktatan kadar bili\

rubin oleh karena obstruksi.

2. Faeces berwarna kuning dempul

3. Urin berwarna gelap

4. Pruritus

5. Rasa sakit pada perut kuadran kanan atas (abdomen) dengan rasa sakit

yang menjalar ke punggung.

6. Penurunan berat badan.

2.12. Lokasi dan Jenis Tumor

2.13. Gambaran Radiologis Kolangiokarsinoma

15

Page 16: obstructive jaundice

a. Kolangiokarsinoma intrahepatik

Masa tunggal yang hipodens, berbentuk oval atau bulat terutama

bersifat homogen dengan batas irregular

Tidak terdapat penambahan ( enhancement ) atau enhancement

perifer/sentral.

b. Kolangiokarsinoma ekstrahepatik

Dilatasi dukstus intrahepatik tanpa dilatasi dari duktus ekstrahepatik

bila jenisnya adalah tumor Klatskin.

Terdapat massa di dalam / mengelilngi duktus pada lokasi obstruksi.

Dapat mendeteksi adanya tumor yang infiltratif.

Dapat melihat adanya tumor eksofitik

Tumor polipoid intraluminal terlihat sebagai massa isoechoik di dalam

cairan empedu.

2.14. Komplikasi Kolangiokarsinoma

b. Gangguan proses pencernaan dan absorbsi nutrisi makanan dengan

menghambat aliran empedu dan cairan pankreas.

c. Metastase ke organ-organ terdekat seperti hepar, gaster , pankreas dan

usus.

d. Gejala obstruksi seperti nyeri , jaundice, mual dan muntah.

e. Hambatan pasase isi usus bila tumor telah menginvasi usus halus.

16