obstructive jaundice ec choledocolithiasis

46
BAB I PENDAHULUAN Batu empedu merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai. Di negara-negara Barat, kelainan ini merupakan penyebab angka kesakitan yang penting. Operasi sistem bilier merupakan operasi yang paling sering dilakukan dibandingkan operasi abdomen lainnya. Empedu yang normal dibentuk oleh hepatosit, terdiri dari air, elektolit, dan solut organik. Solut organik mengandung sedikit protein dan terdiri dari tiga unsur utama, yaitu garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid. Ketiganya terkandung dalam 80% bagian kering dari empedu.Garam empedu diklasifikasikan menjadi primer dan sekunder. Asam empedu primer, asam kolat dan asam kenodeoksikolat, disintesis di hepar dari kolesterol dan kemudian berkonjugasi dengan glisin atau taurin. Siklus enterohepatik memungkinkan reabsorbsi dan resirkulasi asam empedu primer. Sebagian kecil (kurang dari 5%) memasuki kolon dan mengalami perubahan menjadi asam empedu sekunder, yaitu asam deoksikolat dan asam litokolat. Kolesterol empedu sebagian besar disintesis di hepar dengan sedikit berasal dari makanan. Kolesterol bersifat hidrofobik dan memerlukan zat lain untuk menjadi larut. Pemahaman terhadap mekanisme yang menyebabkan larutnya kolesterol dalam keadaan fisiologis akan sangat membantu dalam menerangkan tejadinya batu kolesterol. Di 1

Upload: ovirizki

Post on 19-Jan-2016

176 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

Tutorial Bedah

TRANSCRIPT

Page 1: Obstructive jaundice ec choledocolithiasis

BAB I

PENDAHULUAN

Batu empedu merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai. Di negara-

negara Barat, kelainan ini merupakan penyebab angka kesakitan yang penting.

Operasi sistem bilier merupakan operasi yang paling sering dilakukan dibandingkan

operasi abdomen lainnya. Empedu yang normal dibentuk oleh hepatosit, terdiri dari

air, elektolit, dan solut organik. Solut organik mengandung sedikit protein dan terdiri

dari tiga unsur utama, yaitu garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid. Ketiganya

terkandung dalam 80% bagian kering dari empedu.Garam empedu diklasifikasikan

menjadi primer dan sekunder. Asam empedu primer, asam kolat dan asam

kenodeoksikolat, disintesis di hepar dari kolesterol dan kemudian berkonjugasi

dengan glisin atau taurin. Siklus enterohepatik memungkinkan reabsorbsi dan

resirkulasi asam empedu primer. Sebagian kecil (kurang dari 5%) memasuki kolon

dan mengalami perubahan menjadi asam empedu sekunder, yaitu asam deoksikolat

dan asam litokolat. Kolesterol empedu sebagian besar disintesis di hepar dengan

sedikit berasal dari makanan. Kolesterol bersifat hidrofobik dan memerlukan zat lain

untuk menjadi larut.

Pemahaman terhadap mekanisme yang menyebabkan larutnya kolesterol

dalam keadaan fisiologis akan sangat membantu dalam menerangkan tejadinya batu

kolesterol. Di lain pihak, pengetahuan tentang konsentrasi kalsium dan bilirubin di

dalam empedu diperlukan untuk memahami bagaimana terjadinya batu pigmen.

1

Page 2: Obstructive jaundice ec choledocolithiasis

BAB II

STATUS PASIEN

I. Identitas

Nama pasien : Ibu A

Usia pasien : 55 tahun

Alamat pasien : Cianjur

Agama pasien : Islam

Suku bangsa : Sunda

No. Rekam medis : 642xxx

II. Anamnesis

Keluhan Utama

Os datang dengan penurunan kesadaran

Riwayat penyakit sekarang

Os datang dengan penurunan kesadaran sudah 2 hari. 2 minggu yang

lalu os mengalami demam terus menerus, kadang-kadang menggigil, mual,

muntah setiap hari selama 2 minggu, muntah setiap habis makan dan kadang-

kadang terasa nyeri, ada lendir dan darah. Ada batuk, kadang-kadang

berdahak, tanpa darah dan lendir. Kadang-kadang merasa kembung. Tidak ada

kejang. Tidak ada sakit kepala dan mimisan. Os BAB cair berwarna pucat,

sejak 2 minggu dengan frekuensi normal. BAK nyeri, berwarna seperti teh tua

dan tidak terdapat darah.

Riwayat penyakit dahulu

- OS belum pernah mengalami seperti ini sebelumnya.

- Os sudah mengalami gastritis bertahun-tahun.

- Os pernah mengalami demam thypoid.

- Os tidak memiliki riwayat Diabetes Melitus.

- Os tidak memiliki riwayat Hipertensi.

2

Page 3: Obstructive jaundice ec choledocolithiasis

Riwayat penyakit keluarga

Di dalam keluarga tidak ada yang pernah mengalami seperti ini.

Riwayat pengobatan

Os sudah berobat untuk keluhan yang lain, kecuali keluhan utama.

Minum 2 macam obat, namun tidak ada perubahan. Untuk sakit maag sudah

minum obat yang di beli di warung.

Riwayat psikososial

Os adalah seorang ibu rumah tangga yang tinggal bersama anaknya

III. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : tampak sakit berat

Tanda vital

- Suhu : 39°C

- TD : 90/50 mmHg

- Nadi : 100x/menit

- RR : 24x/ menit

Kulit : tampak ikterik

Kepala : normocephal

- Mata : pupil bulat isokor, refleks cahaya +/+, sklera ikterik +/+,

konjungtiva anemis -/-

- Telinga : normotia

- Hidung : normotia

Leher : tidak ada pembesaran KGB

Toraks

- Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, spider navy (-)

- Palpasi : vocal fremitus teraba sama

- Perkusi : sonor (+)

- Aukultasi : vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-, BJ 1 dan 2

reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

- Inspeksi : skar (-), distensi abdomen (+)

- Auskultasi : bising usus (+)

3

Page 4: Obstructive jaundice ec choledocolithiasis

- Perkusi : pekak pada 4 kuadran abdomen

- Palpasi : nyeri e/r hipokondrium dextra (+), hepatomegali (-),

splenomegali (-), murphy sign (+)

Ekstremitas : RCT memanjang (+), udem (-), akral dingin (+)

Rectal Touche : tonus sfingter ani baik, mukosa rectum licin, tidak

teraba nyeri, feses berwarna pucat, darah dan lendir.

IV. Status Lokalis e/r Abdomen

a. Inspeksi : distensi abdomen

b. Auskultasi : bising usus (+)

c. Perkusi : pekak pada 4 kuadran abdomen

d. Palpasi : nyeri tekan hipokondrium dextra (+),

tidak teraba pembesaran hepar, ginjal dan

spleen.

V. Resume

Os datang dengan penurunan kesadaran sudah 2 hari. 2 minggu yang lalu

os mengalami demam terus menerus, kadang-kadang menggigil, mual, muntah

setiap hari selama 2 minggu, muntah setiap habis makan dan kadang-kadang

terasa nyeri, ada lendir dan darah. Ada batuk, kadang-kadang berdahak. Kadang-

kadang merasa kembung. Os BAB cair berwarna pucat, sejak 2 minggu dengan

frekuensi normal. BAK nyeri, berwarna seperti teh tua.

Pemeriksaan fisik: suhu 39°C, tekanan darah 90/50 mmHg, nadi

100x/menit, RR 24x/ menit, sklera ikterik +/+, kulit tampak kuning, nyeri tekan

(+) e/r abdomen hipokondrium dextra

VI. Diagnosis Banding

1. Obstruksi jaundice et causa choledocholithiasis dengan tanda-tanda

cholangitis.

2. Choledocholithiasis dengan sepsis.

3. Sirosis Hepatis.

4. Hepatitis Fulminan.

5. Kista duktus koledoku.

6. Pankreatisis.

4

X

.X

.

Page 5: Obstructive jaundice ec choledocolithiasis

VII.Pemeriksaan Penunjang

PEMERIKSAAN HASIL RUJUKAN SATUAN

Hematologi Rutin

Haemoglobin 8,9* 12-16 g/dL

Hematokrit 27* 37-43 %

Leukosit 3000* 4000-10000 10^3/uL

Trombosit 149000* 200.000-400.000 10^3/uL

Kimia Klinis

Gula Darah Sewaktu 200* <150 mg/dL

Fungsi Hati

Bilirubin total 11* 0,2-1 mg%

Bilirubin indirek 2* 0,2-0,8 mg%

AST (SGOT) 60* 0-31 U/L

ALT (SGPT) 80* 0-32 U/L

ALP 100 44-147 IU/L

Fungsi Ginjal

Ureum 67* 15-40 mg%

Kreatinin 2* 0,5-1 mg%

Elektrolit

Kalium 2* 3,5-5,0 mEq/L

Natrium 128* 135-145 mEq/L

Urinalisa

pH 7,8 4,6-8

Berat Jenis 1,030

Warna Pekat*Kuning muda

hingga kuning tua

Epitel + Negatif

Eritrosit 2-3 > 5

Leukosit 1-2 > 5

Imunoserologi

Hepatitis Marker

5

Page 6: Obstructive jaundice ec choledocolithiasis

HbsAg Negatif Negatif

USG

Pada hasil pemeriksaan USG didapatkan kesan CBD (common bile duct)

melebar dan gambaran akustik shadow duktus pankreatikus.

VIII.Diagnosis Kerja

Obstruksi jaundice et causa choledocholithiasis dengan tanda-tanda

cholangitis.

IX. Rencana Penatalaksanaan

1. Antibiotik ceftriaxon IV 1x2gram.

2. Cairan Ringer Laktat IV.

3. Dilakukan dekompresi duktus biliaris dan menghilangkan obstruksi dengan

ERCP/PTC.

4. Jika gagal, lakukan dekompresi intraoperatif dengan memasukkan tabung T.

5. Jika stabil, tatalaksana konservatif.

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

6

Page 7: Obstructive jaundice ec choledocolithiasis

SISTEM HEPATOBILIARIS

Hepar adalah kelenjar terbesar dalam tubuh dengan berat rata-rata 1.500 gr

atau 2% dari total berat badan orang dewasa normal. Letaknya tepat dibawah

diafragma kanan. Hati memiliki 2 lobus, yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang

dibatasi oleh ligamentum falsiformis. Pada bagian posterior hati terdapat porta

hepatica tempat dimana masuknya vena porta dan arteria hepatica dan keluarnya

duktus hepatica. Hepar bertekstur lunak, lentur, dan terletak di bagian atas cavitas

abdominlais tepat dibawah diafrgama. Sebagian besar hepar terletak di profunda arcus

costalis dextra, dan hemidiafrgma dextra memisahkan hepar dari pleura, pulmo,

pericardium dan cor. Hepar terbentang ke seblah kiri untuk mencapai hemidiafragma

sinistra. Permukaan atas hepar yang cembung melengkung di bawah kubah diafragma.

Fascia viseralis membentuk cetakan visera tang letaknya berdekatan sehingga

bentuknya menjadi tidak beraturan. Permukaan ini berhubungan dengan pars

abdominalis oesofagus, gaster, duodenum, fleksura coli dextra, rend extra dan

glandula suprarenalis dextra, serta vesica biliaris. Hepar dibagi menjadi lobus hepatis

dexter yang besar dan lobus hepatis sinister yang kecil oleh perlekatan ligamentum

peritoneale, ligamentum falciforme. Lobus hepatis dexter terbagi lagi menjadi lobus

quadrates, dan lobus caudatus oleh adanya vesica biliaris, fissure ligament teretis,

vena cava inferior, dan fissure ligament venosi. Porta hepatis, atau hilus hepatis,

terdapat pada fascies viseralis, dan teletak diantara lobus caudatus dan lobus

quadrates. Bagian atas ujung bebas omentum minus melekat pada pinggir-pinggir

porta hepatis. Pada tempat ini terdpat duktus hepaticus sinister dan dexter, ramus

dexter dan sinister arteria hepatica, vena portae hepatis, serta serabut saraf simpatis

dan parasimpatis. Disisni terdapat beberapa kelenjar limf hepar. Kelenjar-kelnjar ini

menapung cairan limf hepar dan vesica biliarus, dan mengirimkan serabut eferannya

ke nodi lymphoidei coeliaci.

Seluruh hepar dikelilingi oleh capsula fibrosa, tetapi hanya sebagian ditutupi

oleh peritoneum. Hepar tersusun atas lobuli hepatis. Vena sentralis pada

masing-masing lobules bermuara ke vena hepaticae. Di dalam ruangan diantara

lobules-lobulus terdapat canalis hepatis yang berisi cabang-cabang arteria hepatica,

vena portae hepatis, dan sebuah cabang duktus choledochus (trias hepatis). Darah

arteria dan vena berjalan diantara sel-sel hepar melalui sinusoid dan dialirkan melalui

vena sentralis.

7

Page 8: Obstructive jaundice ec choledocolithiasis

Vasa darah yang memberi darah ke hepar adalah a.hepatica dan v.portae hepatis.

a.hepatica membawa darah yang kaya oksigen ke hepar, sedangkan v.portae hepatis

membawa darah vena yang kaya hasil pencernaan yang telah diserap dari tractus

gastrointestinal. Darah arteri dan vena masuk ke v.centralis dari setiap lobules hepatis

melalui sinusoid hepar.Vena centralis bermuara ke vena hepatica dextra et sinistra,

dan meninggalkan permukaan posterior hepar menuju vena cava inferior.

Hepar menghasilkan banyak limfe, sekitar 1/3-1/2 seluruh limfe tubuh. Vasa limfe

meninggalkan hepar dan masuk ke beberapa lymphonodus di porta hepatis. Vassa

efferent menuju LN.coeliacus. Sejumlah kecil vasa limfe menembus diafragma

menuju LN.mediastinalis posterior.

8

Page 9: Obstructive jaundice ec choledocolithiasis

Secara mikroskopis, hepar terbagi menjadi unit fungsional yang disebut lobulus yang

berbentuk heksagonal. Lobulus tersebut mengelilingi vena sentralis dan lobulus

tersebut dikelilingi oleh cabang-cabang arteri hepatica,vena porta, dan saluran

empedu. Hepar terdiri atas bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi kurana lebih

60% sel hepar, sedangkan sisanya terdiri dari sel-sel epithelial system empedu dalam

jumlah yang bermakna dan sel-sel parenkimal yang termasuk di dalamnya

endotolium, sel kuffer dan sel stellata yang berbentuk seperti bintang. Hepatosit 64

sendiri dipisahkan oleh sinusoid yang tersusun melingkari efferent vena hepatica dan

duktus hepatikus. Saat darah memasuki hati melalui arteri hepatica dan vena porta

serta menuju vena sentralis maka akan didapatkan pengurangan oksigen secara

bertahap. Sebagai konsekuensinya, akan didapatkan variasi penting kerentanan

jaringan terhadap kerusakan asinus. Membrane hepatosit berhadapan langsung dengan

sinusoid yang mempunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga tampak pada sisi lain sel

yang membatasi saluran empedu dan merupakan petunjuk tempat permulaan sekresi

empedu. Permukaan lateral hepatosit memiliki sambungan penghubung dan

desmosom yang saling bertautan dengn sebelahnya. Sinusoid hati memiliki lapisan

endothelial endothelial berpori yang dipisahkan dari hepatosit oleh ruang disse (ruang

9

Page 10: Obstructive jaundice ec choledocolithiasis

sinusoida). Sel-sel lain yang terdapat dalam dinding inusoid adalah sel fagositik. Sel

Kuffer yang merupakan bagian penting sistem retikuloendothellial dan sel stellata

disebut sel itu, limposit atau perisit. Yang memiliki aktifitas miofibroblastik yang

dapat membantu pengaturan aliran darah. Sinosoidal disamping sebagai faktor penting

dalam perbaikan kerusakan hati. Peningkatan aktifitas sel-sel stellata tampaknya

merupakan faktor kunci dalam pembentukan jaringan fibrotik di dalam hati.

Fisiologi Hepar

Fungsi hepar yaitu (1) membentuk dan mensekresikan empedu ke dalam

traktus intestinalis; (2) berperan pada banyak metabolisme yang berhubungan dengan

karbohidrat, lemak dan protein; (3) menyaring drah untuk membuang bakteri dan

benda asing lain yang masuk ke dalam darah dari lumen intestinum. Fungsi hepar

yang utama adalah membentuk dan mengekskresi empedu. Hati menyekresi sekitar

sekitar 500 hingga 1.000 ml empedu kuning setiap hari. Hati juga berperan dalam

metabolism makronutrien yaitu karbohidrat, lemak dan protein, serta berperan dalam

fungsi detoksifikasi.

Bilirubin adalah suatu pigmen berwarna kuning berasal dari unsure porfirin dalam

hemoglobin yang terbentuk sebagai akibat penghancuran sel darah merah oleh sel

retikuloendotelial. Wlaupun berasal dri hemoglobin, bilirubin tidak mengandung zat

besi. Bilirubin yang baru terbentuk ini larut dalam lemak. Di dalam plasma akan

berikatan dengan albumin. Oleh karena terbentuk secara normal dari penghancuran

sel darah merah, maka metabolism dan sekresi selanjutnya dapat berlangsung secara

terus-menerus. Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel eritorsit oleh

makrofag di dalam limpa, hati, dan alat retikuloendotel lain akan mengalami

pemecahan menjadi heme dan globin. Melalui proses oksidasi, komponen globin

mengalami degradasi menjadi asam amino dan digunakan untuk pembentukan protein

lain. Unsur heme selanjutnya oleh heme-oksigenase, teroksidasi menjadi biliverdin

dengan melepas zat besi dan karbonmonoksida. Bilirubin reduktase akan mereduksi

biliverdin menjadi bilirubin tidak terkonjugasi. Walaupun lebih dari 80% bilirubin

terjadi dari eritrosit namun sekitar 15-20% bilirubin dapat pula berasal dari

hemoprotein lain seperti mioglobin, sitokrom. Bilirubin tak terkonjugasi ini adalah

suatu zat lipofilik, larut dalam lemak, hampir tidak larut dalam air sehingga tidak

dapat dikeluarkan lewat urine melalui ginjal (disebut pula bilirubin indirek karena

hanya bereaksi positif pada tes setelah dilarutkan ke dalam alcohol). Karena sifat

10

Page 11: Obstructive jaundice ec choledocolithiasis

lipofilik zat ini dapat melalui membrane sel dengan relative musah. Setelah dilepas ke

dalam plasma sebagian besar bilirubin tak terkonjugasi ini akan membentuk ikatan

dengan albumin sehingga dapat larut dalam darah. Pigmen ini secara bertahap

berdifusi ke dalam sel hati (hepatosit). Dalam hepatosit, bilirubin tak terkonjugasi ini

dikonjugasi dengan asam glukoronat membentuk bilirubin glukoronida atau bilirubin

terkonjugasi (bilirubin direk). Reaksi konjugasi dikatalisasi oleh enzim

glukoroniltransferase, yaitu suatu enzim yang terdapat di RE dan merupakan

kelompok enzim yang mampu memodifikasi zat asing yang bersifat toksik. Bilirubin

terkonjugasi larut dalam air, dapat dikeluarkan melalui ginjal namun dalam keadaan

normal tidak dapat dideteksi dalam urine. Sebagian besar bilirubin terkonjugasi ini ini

dikeluarkan ke dalam empedu, suatu komponen kolesterol, fosfolipid, bilirubin

diglukoronida dan garam empedu. Sesudah dilepas kedalam saluran cerna bilirubin

glukoronida diaktifasi oleh enzim bakteri dalam usus, sebagian menjadi urobilinogen

yang akan keluar melalui tinja (sterkobilin), atau diserap kembali dari saluran cerna,

dibawa ke hati dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu. Urobilinogen dapat larut

ke dalam air, oleh karena itu sebagian dikeluarkan melalui ginjal.

Duktus Biliaris Hepatis

Empedu disekresikan oleh sel-sel hepar, disimpan, dan dipekatkan di dalam vesica

biliaris, kemudian dikeluarkan ke duodenum. Duktus biliaris hepatis terdiri atas

duktus hepaticus dexter dan sinister, ductus hepaticus communis, ductus choledochus,

vesica biliaris dan ductus cysticus. Cabang-cabang interlobulare ductus choledochus

terkecil terdapat di dalam canalis hepatis; cabang-cabang ini menerima canaliculi

biliaris; cabang-cabang ini saling berhubungan satu sama lain dan secara bertahap

membentuk saluran yang lebih besar, sehingga akhirnya pada porta hepatis

membentuk ductus hepaticus dexter dan sinister. Ductus hepaticus dexter mengalirkan

empedu dari lobus hepatis dexter dan ductus hepaticus sinister mengalirkan empedu

dari lobus hepatis sinister, lobus caudatus, dan lobus quadrates.

DUKTUS SISTIKUS

Duktus sistikus merupakan lanjutan dari vesika fellea, terletak pada porta

hepatis yang mempunyai panjang kira-kira 3-4 cm. Pada porta hepatis duktus sistikus

mulai dari kollum vesika fellea, kemudian berjalan ke postero-kaudal di sebelah kiri

kollum vesika fellea. Lalu bersatu dengan duktus hepatikus kommunis membentuk

duktus koledokus. Mukosa duktus ini berlipat-lipat terdiri dari 3-12 lipatan, berbentuk

11

Page 12: Obstructive jaundice ec choledocolithiasis

spiral yang pada penampang longitudinal terlihat sebagai valvula disebut valvula

spiralis (Heisteri).

DUKTUS HEPATIKUS

Duktus hepatikus berasal dari lobus dexter dan lobus sinister yang bersatu

membentuk duktus hepatikus komunis pada porta hepatis dekat pada processus

papillaris lobus kaudatus. Panjang duktus hepatikus kommunis kurang lebih 3 cm

terletak disebelah ventral arteri hepatika propria dexter dan ramus dexter vena portae.

Bersatu dengan duktus sistikus menjadi duktus koledokus.

DUKTUS KOLEDOKUS

Duktus koledokus mempunyai panjang kira – kira 7 cm dibentuk oleh

persatuan duktus sistikus dengan duktus hepatikus kommunis pada porta hepatis,

dimana dalam perjalanannya dapat dibagi menjadi tiga bagian

Pada kaput pankreas duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus

wirsungi membentuk ampulla, kemudian bermuara pada dinding posterior pars

desenden duodeni membentuk suatu benjolan ke dalam lumen disebut papilla duodeni

major.

IKTERUS OBSTRUKTIF

12

Page 13: Obstructive jaundice ec choledocolithiasis

Munculnya jaundice pada pasien adalah sebuah kejadian yang dramatis secara visual.

Jaundice selalu berhubungan dengan penyakit penting, meskipun hasil akhir jangka

panjang bergantung pada penyebab yang mendasari jaundice. Jaundice adalah

gambaran fisik sehubungan dengan gangguan metabolisme bilirubin. Kondisi ini

biasanya disertai dengan gambaran fisik abnormal lainnya dan biasanya berhubungan

dengan gejala-gejala spesifik. Kegunaan yang tepat pemeriksaan darah dan

pencitraan, memberikan perbaikan lebih lanjut pada diagnosa banding. Umumnya,

jaundice non-obstruktif tidak membutuhkan intervensi bedah, sementara jaundice

obstruktif biasanya membutuhkan intervensi bedah atau prosedur intervensi lainnya

untuk pengobatan.

Jaundice merupakan manifestasi yang sering pada gangguan traktus biliaris.Serum

bilirubin normal berkisar antara 0,5 – 1,3 mg/dL; ketika levelnya meluas menjadi 2,0

mg/dL, pewarnaan jaringan bilirubin menjadi terlihat secara klinis sebagai jaundice.

Sebagai tambahan, adanya bilirubin terkonjugasi pada urin merupakan satu dari

perubahan awal yang terlihat pada tubuh pasien. Bilirubin merupakan produk

pemecahan hemoglobin normal yang dihasilkan dari sel darah merah tua oleh sistem

retikuloendotelial. Bilirubin tak terkonjugasi yang tidak larut ditransportasikan ke hati

terikat dengan albumin. Bilirubin ditransportasikan melewati membran sinusoid

hepatosit kedalam sitoplasma. Enzim uridine diphosphate–glucuronyl transferase

mengkonjugasikan bilirubin tak-terkonjugasi yang tidak larut dengan asam glukoronat

untuk membentuk bentuk terkonjugasi yang larut-air, bilirubin monoglucuronide dan

bilirubin diglucuronide. Bilirubin terkonjugasi kemudian secara aktif disekresikan

kedalam kanalikulus empedu. Pada ileum terminal dan kolon, bilirubin dirubah

menjadi urobilinogen, 10-20% direabsorbsi kedalam sirkulasi portal. Urobilinogen ini

diekskresikan kembali kedalam empedu atau diekskresikan oleh ginjal didalam urin.

Ikterus (jaundice) didefinisikan sebagai menguningnya warna kulit dan sklera akibat

akumulasi pigmen bilirubin dalam darah dan jaringan. Kadar bilirubin harus mencapai

35-40 mmol/l sebelum ikterus menimbulkan manifestasi klinik. Jaundice (berasal dari

bahasa Perancis “jaune‟ artinya kuning) atau ikterus (bahasa Latin untuk jaundice)

adalah pewarnaan kuning pada kulit, sklera, dan membran mukosa oleh deposit

bilirubin (pigmen empedu kuning-oranye) pada jaringan tersebut.

KOLEDOKOLITHIASIS

13

Page 14: Obstructive jaundice ec choledocolithiasis

Koledokolithiasis adalah keadaan dimana terjadi obstruksi pada duktus biliaris yang

disebabkan oleh batu. Sebanyak 6-15 % ditemukan pada keadaan akut

kolesistolithiasis dan 1-2% pada kolesistisis. Penyebab dari koledokolitiasis bisa

berupa adanya batu dari kandung empedu yang bermigrasi dan menyumbat duktus

koledukus atau dapat juga berasal dari pembentukan batu di duktus koledokus sendiri.

Faktor predisposisi terjadinya batu kandung empedu ialah adanya perubahan

komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung empedu.

Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala pada pasien koledokolitiasis kadang tidak spesifik bahkan tidak ada

keluhan. Namun keluhan dari koledokolitiasi sendiri yang akan ditemukan ialah nyeri

pada abdomen region epigastrium dan hipokondrium dekstra, kulit atau sclera yang

tampak kuning dan adanya gejala kolangitis seperti menggigil, tanda tanda sepsis,

hipotensi hingga penurunan kesadaran.

Diagnosis

Pada anamnesis akan ditemukan keluhan nyeri perut, demam, menggigil, hingga

penurunan kesadaran. Sedangkan pada pemeriksaan fisik, didapatkan tekanan darah

yang rendah, nadi yang cepat >90x/menit, suhu tubuh yang tinggi > 39OC dan sclera

yang ikterik hingga kulit yang tampak kuning. Pada pemeriksaan laboratorium

ditemukan peningkatan alkalin fosfat dalam darah dan juga peningkatan bilirubin total

dan direk. Sedangkan dapat juga dilakukan pemeriksaan endoskopok ultrasound,

transabdominal ultrasound hingga ERCP sebagai pemeriksaan penunjangn untuk

memastikan ada tidaknya batu pada duktus koledokus.

Tatalaksana

Pasien dengan simptomatik batu kandung empedu dan suspek batu pada

duktus biliaris, lakukan preoperatif endoskopi cholangiografi atau

intraoperative cholangiogram untuk melihat batu pada duktus biliaris

Jika hasil pemeriksaan terdapat batu melalui endoskopi, dapat dilakukan

sphincterotomi dan laparoskopi kolesistektomi. Jika dilakukan intraoperatif

cholangiogram saat kolesistektomi dapat langsung mengetahui ada atau

tidaknya batu pada duktus biliaris.

14

Page 15: Obstructive jaundice ec choledocolithiasis

KOLANGITIS

Kolangitis adalah suatu infeksi bakteri akut pada sistem saluran empedu.

Charcot ditahun 1877 menjelaskan tentang keadaan klinis dari kolangitis, sebagai

trias, yaitu demam, ikterus dan nyeri abdomen kuadran kanan atas, yang dikenal

dengan ’’Charcot triad’’. Charcot mendalilkan bahwa ’’empedu stagnan’’karena

obstruksi saluran empedu menyebabkan perkembangan kolangitis.

Obstruksi juga dapat terjadi pada bagian manapun dari saluran empedu, yang

membawa empedu dari hepar kekandung empedu dan usus. Bakteri yang sering

dikultur pada empedu adalah Eschericia Coli, Klebsiella, Pseudomonas, Proteus,

Enterococcus, Clostridium perfiringens, Bacteroides fragilis. Bakteri anaerob yang

dikultur hanya sekitar 15% kasus.

Patofisiologi kolangitis sekarang ini dimengerti sebagai akibat kombinasi 2 faktor,

yaitu cairan empedu yang terinfeksi dan obstruksi biliaris. Peningkatan tekanan

intraduktal yang terjadi menyebabkan refluks bakteri ke dalam vena hepatik dan

sistem limfatik perihepatik yang menyebabkan bakterimia.

Pada tahun 1959, Reynolds dan Dargon menggambarkan keadaan yang berat

pada penyakit ini dengan menambahkan komponen syok sepsis dan gangguan

kesadaran.

ETIOLOGI

Penyebab tersering obstruksi biliaris adalah : koledokolitiasis, obstruksi

struktur saluran empedu, dan obstruksi anastomose biliaris. Bagaimanapun berat

penyebab obstruksi, kolangitis tidak akan terjadi tanpa cairan empedu yang terinfeksi.

Kasus obstruksi akibat keganasan hanya 25-40% yang hasil kultur empedunya positif.

Koledokolitiasis menjadi penyebab tersering kolangitis.

Dalam beberapa tahun terakhir dengan semakin banyaknya pemakaian

manipulasi saluran biliaris invasif seperti kolangiografi, stent biliaris, untuk terapi

penyakit saluran biliaris telah menyebabkan pergeseran penyebab kolangitis. Selain

itu pemakaian jangka panjang stent biliaris seringkali disertai obstruksi stent oleh

cairan biliaris yang kental dan debris biliaris yang menyebabkan kolangitis.

EPIDEMIOLOGI

15

Page 16: Obstructive jaundice ec choledocolithiasis

Kolangitis merupakan infeksi pada duktus koledokus yang berpotensi

menyebabkan kesakitan dan kematian. Dilaporkan angka kematian sekitar 13-88%.

Kolangitis ini dapat ditemukan pada semua ras. Berdasarkan jenis kelamin, dilaporkan

perbandingan antara laki-laki dan perempuan tidak ada yang dominan diantara

keduanya. Berdasarkan usia dilaporkan terjadi pada usia pertengahan sekitar 50-60

tahun.

MANIFESTASI KLINIK

Walaupun gambaran klasik kolangitis terdiri dari trias, demam, ikterus, dan

nyeri abdomen kuadran kanan atas yang dikenal dengan trias Charcot, namun semua

elemen tersebut hanya ditemukan pada sekitar 50 persen kasus. Pasien dengan

kolangitis supuratif tampak bukan saja dengan adanya trias charcot tapi juga

menunjukkan penurunan kesadaran dan hipotensi. Dalam penelitian yang dilakukan

oleh Cameron, demam di temukan pada lebih dari 90 persen kasus, ikterus pada 67

persen kasus dan nyeri abdomen hanya pada 42 persen kasus.

Dua hal yang diperlukan untuk terjadinya kolangitis yaitu adanya obstruksi

aliran empedu dan adanya bakteri pada duktus koledokus. Pada sebagian besar kasus,

demam dan mengigil disertai dengan kolangitis menandakan adanya bakteriemia.

Biakan darah yang diambil saat masuk ke rumah sakit untuk kolangitis akut adalah

positif pada 40 sampai 50 persen pasien. Pada hampir semua serial Escherichia coli

dan Klebsiella pneumoniae adalah organisme tersering yang didapatkan pada biakan

darah. Organisme lain yang dibiakan dari darah adalah spesies Enterobacter,

Bacteroides, dan Pseudomonas.

Dalam serial terakhir species Enterobacter dan Pseudomonas lebih sering

ditemukan, demikian juga isolat gram negatif dan spesies jamur dapat dibiak dari

empedu yang terinfeksi. Adapun organisme anaerobik yang paling sering diisolasi

adalah Bacteroides fragilis. Tetapi, anaerobik lebih jarang ditemukan pada serial

terakhir dibandingkan saat koledokolitiasis merupakan etiologi kolangitis yang

tersering.

DIAGNOSIS

Diagnosis kolangitis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisis, dan pemeriksaan penunjang.

A.    Anamnesis

Pada anamnesis penderita kolangitis dapat ditemukan adanya keluhan demam,

ikterus, dan sakit pada perut kanan atas. Beberapa penderita hanya mengalami dingin

16

Page 17: Obstructive jaundice ec choledocolithiasis

dan demam dengan gejala perut yang minimal. Ikterus atau perubahan warna kuning

pada kulit dan mata didapatkan pada sekitar 80% penderita.

B.     Pemeriksaan Fisis

Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya demam, hepatomegali,

ikterus, gangguan kesadaran, sepsis, hipotensi dan takikardi.

C.    Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis pada sebagian

besar pasien. Hitung sel darah putih biasanya melebihi 13.000. Lekopeni atau

trombositopenia kadang – kadang dapat ditemukan, biasanya jika terjadi sepsis parah.

Sebagian besar penderita mengalami hiperbilirubinemia sedang. Peningkatan bilirubin

yang tertinggi terjadi pada obstruksi maligna. Tes fungsi hati termasuk alkali fosfatase

dan transaminase serum juga meningkat yang menggambarkan proses kolestatik.

Beberapa pemeriksaan radiologis pasien dengan kolangitis adalah:

1. Foto polos abdomen

Meskipun sering dilakukan pada evaluasi awal nyeri abdomen , foto polos

abdomen jarang memberikan diagnosis yang signifikan. Hanya sekitar 15% batu

saluran empedu yang terdiri dari kalsium tinggi dengan gambaran radioopak yang

dapat dilihat. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar hidrops,

kandung empedu kadang juga dapat terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran

kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.

2. Ultrasonografi

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi

untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik

maupun ekstrahepatik. Juga dapat dilihat kandung empedu yang menebal karena

fibrosis atau edema karena peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada

duktus koledokus distal kadang sulit dideteksi, karena terhalang udara di dalam usus.

Dengan ultrasonografi lumpur empedu dapat diketahui karena bergerak sesuai dengan

gaya gravitasi.

17

Page 18: Obstructive jaundice ec choledocolithiasis

3. CT-Scan

CT Scan tidak lebih unggul daripada ultrasonografi untuk mendiagnosis batu

kandung empedu. Cara ini berguna untuk diagnosis keganasan pada kandung empedu

yang mengandung batu, dengan ketepatan sekitar 70-90 persen.

4. ERCP

Endoskopik merupakan selang kecil yang mudah digerakkan yang

menggunakan lensa atau kaca untuk melihat bagaian dari traktus gastro intestinal.

Endoscope Retrograde Cholangiopancreotography (ERCP) dapat lebih akurat

18

Page 19: Obstructive jaundice ec choledocolithiasis

menentukan penyebab dan letak sumbatan serta keuntungannya juga dapat mengobati

penyebab obstruksi dengan mengeluarkan batu dan melebarkan peyempitan.

 5. Skintigrafi

Skintigrafi bilier digunakan untuk melihat sistem bilier termasuk fungsi hati

dan kandung empedu serta diagnosa beberapa penyakit dengan sensitifitas dan

spesifitas sekita 90% sampai 97%. Meskipun test ini paling bagus untuk melihat

duktus empedu dan duktus sistikus, namun skintigrafi bilier tidak dapat

mengidentifikasi batu saluran empedu atau hanya dapat memberikan informasi sesuai

dengan letak anatominya. Agent yang digunakan untuk melakukan test skintigrafi

adalah derivat asam iminodiasetik dengan label 99mTc.

6. Kolesistografi oral

Metode ini dapat digunakan untuk melihat kerja dari sistem bilier

melalui prinsip kerja yang sama dengan skintigrafi tapi dapat memberikan informasi

yang lebih jelas. Pasien diberi pil kontras oral selama 12-16 jam sebelum dilakukan

tes. Kemudian kontras tadi diabsorbsi oleh usus kecil, lalu dibersihkan oleh hepar dan

di ekskresi ke dalam empedu dan dikirim ke kandung empedu.

19

Page 20: Obstructive jaundice ec choledocolithiasis

7. Kolangiografi

Biasanya diindikasikan ada suatu saat dalam penatalaksanaan pasien

dengan kolangitis. Pada sebagian besar kasus, kolangiografi dilakukan untuk

menentukan patologi biliaris dan penyebab obstruksi saluran empedu sebelum terapi

definitif. Jadi, kolangiografi jarang diperlukan pada awal perjalanan kolangitis dan

dengan demikian harus ditunda sampai menghilangnya sepsi. Kekecualian utama

adalah pasien yang datang dengan kolangitis supuratif, yang tidak berespon terhadap

antibiotik saja. Pada kasus tersebut, kolangiografi segera mungkin diperlukan untuk

menegakkan drainase biliaris. Kolangiografi retrograd endoskopik ataupun

kolangiografi transhepatik perkutan dapat digunakan untuk menentukan anatomi atau

patologi billiaris. Tetapi, kedua teknik tersebut dapat menyebabkan kolangitis pada

sekitar 5 persen pasien. Dengan demikian perlindungan antibiotik yang tepat harus

diberikan sebelum instrumentasi pada semua kasus.

DIAGNOSIS BANDING

1.      Kolesistitis akut

Hampir semua kolesistitis akut terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh

batu yang terjebak di dalam kantong Hartmann. Pada keluhan utama dari kolesistikus

akut adalah nyeri perut di kuadran kanan atas, yang kadang-kadang menjalar ke

belakang di daerah skapula. Biasanya ditemukan riwayat kolik dimasa lalu, yang pada

mulanya sulit dibedakan dengan nyeri kolik yang sekarang. Pada kolesistitis, nyeri

menetap dan disertai tanda rangsang peritoneal berupa nyeri tekan dan defans

muskuler otot dinding perut. Kadang-kadang empedu yang membesar dapat diraba.

Pada sebagian penderita, nyeri disertai mual dan muntah.

2.      Pankreatitis

Pankreatitis adalah radang pankreas yang kebanyakan bukan disebabkan

oleh infeksi bakteri atau virus, akan tetapi akibat autodigesti oleh enzim pankreas

yang keluar dari saluran pankreas. Biasanya serangan pankreatitis timbul setelah

makan kenyang atau setelah minum alkohol. Rasa nyeri perut timbul tiba-tiba atau

mulai secara perlahan. Nyeri dirasakan di daerah pertengahan epigastrium dan

biasanya menjalar menembus ke belakang. Rasa nyeri berkurang bila pasien duduk

membungkuk dan bertambah bila terlentang. Muntah tanpa mual dulu sering

dikeluhkan dan muntah tersebut sering terjadi sewaktu lambung sudah kosong.

Gambaran klinik tergantung pada berat dan tingkat radang. Pada pemeriksaan fisik

20

Page 21: Obstructive jaundice ec choledocolithiasis

didapatkan perut tegang dan sakit terutama bila ditekan. Kira-kira 90% disertai

demam, takikardia, dan leukositosis.

3. Hepatitis Hepatitis merupakan salah satu infeksi virus pada hepar yang terdiri dari

hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D dan hepatitis E. Hepatitis B

merupakan hepatitis yang paling sering terjadi. Keluhan utamanya yaitu nyeri perut

pada kuadran kanan atas sampai di ulu hati. Kadang disertai mual, muntah dan

demam. Sekitar 90% kasus hepatitis merupakan infeksi akut. Sebagian menjadi

sembuh dan sebagian lagi menjadi hepatitis fulminan yang fatal.

PENATALAKSANAAN

Jika diagnosis klinis kolangitis telah dibuat, penatalaksanaan awal adalah

konservatif. Keseimbangan cairan dan elektrolit harus dikoreksi dan perlindungan

antiobiok dimulai. Pasien yang sakit ringan dapat diterapi sebagai pasien rawat

dengan antibiotik oral. Dengan kolangitis supuratif dan syok septik mungkin

memerlukan terapi di unit perawatan insentif dengan monitoring invasif dan

dukungan vasopresor.

Pemilihan awal perlindungan antibiotika empiris harus mencerminkan

bakteriologi yang diduga. Secara historis, kombinasi aminoglikosida dan penicillin

telah dianjurkan. Kombinasi ini adalah pilihan yang sangat baik untuk melawan basil

gram negatif yang sering ditemukan dan memberikan antivitas sinergistik melawan

enterokokus. Penambahan metronidazole atau clindamycin memberikan perlindungan

antibakterial terhadap anaerob bakteroides fragilis, jadi melengkapi perlindungan

antibiotik. Perlindungan antibiotik jelas diubah jika hasil biakan spesifik dan

kepekaan telah tersedia.

Satu faktor yang seringkali dipertimbangkan dalam pemilihan antibiotik untuk

terapi kolangitis adalah konsentrasi obat yang terdapat dalam empedu. Secara teoritis

antibiotik saluran biliaris yang ideal harus merupakan antibiotik yang bukan saja

mencakup organisme yang ditemukan dengan infeksi saluran biliaris, tetapi juga yang

dieksresikan dalam konsentrasi tinggi ke dalam cairan empedu.

DEKOMPRESI BILIARIS

21

Page 22: Obstructive jaundice ec choledocolithiasis

Sebagian besar pasien (sekitar 70 persen) dengan kolangitis akut akan

berespon terhadap terapi antibiotik saja. Pada kasus tersebut demam menghilang dan

tes fungsi hati kembali ke normal seringkali dalam 24 sampai 48 jam. Jika pasien

tidak menunjukkan perbaikan atau malahan memburuk dalam 12 sampai 24 jam

pertama, dekompresi biliaris darurat harus dipertimbangkan. Pada sebagian besar

kasus, dekompresi biliaris segera paling baik dilakukan secara non operatif baik

dengan jalur endoskopik maupun perkutan. Yaitu:

a. Penanggulangan sfingterotomi endoskopik

Apabila setelah tindakan di atas keadaan umum tidak membaik atau malah

semakin buruk, dapat dilakukan sfingterotomi endoskopik, untuk pengaliran empedu

dan nanah serta membersihkan duktus koledokus dari batu. Kadang dipasang pipa

nasobilier. Apabila batu duktus koledokus besar, yaitu berdiameter lebih dari 2 cm,

sfingterotomi endoskopik mungkin tidak dapat mengeluarkan batu ini. Pada penderita

ini mungkin dianjurkan litotripsi terlebih dahulu.

b.   Lisis batu

Disolusi batu dengan sediaan garam empedu kolelitolitik mungkin berhasil pada

batu kolesterol. Terapi berhasil pada separuh penderita dengan pengobatan selama

satu sampai dua tahun. Lisis kontak melalui kateter perkutan kedalam kandung

empedu dengan metil eter berhasil setelah beberapa jam. Terapi ini merupakan terapi

invasif walaupun kerap disertai dengan penyulit.

ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) adalah penghancuran batu

saluran empedu dengan menggunakan berbagai jenis lithotripter yang dilengkapi

dengan pencitraan flouroskopi sebelum prosedur, diperlukan sfingterotomi

endoskopik dan pemasangan kateter nasobiliaris untuk memasukkan material kontras.

Terapi dilanjutkan sampai terjadi penghancuran yang adekuat atau telah diberikan

pelepasan jumlah gelombang kejut yang maksimum.

c. PTBD ( Percutaneous Transhepatik Biliar Drainage)

Pengaliran bilier transhepatik biasanya bersifat darurat dan sementara sebagai

salah satu alternatif untuk mengatasi sepsis pada kolangitis berat, atau mengurangi

ikterus berat pada obstruksi saluran empedu distal karena keganasan. Pada pasien

dengan pipa T pada saluran empedu dapat juga dimasukkan koledokoskop dari luar

untuk membantu mengambil batu intrahepatik.

22

Page 23: Obstructive jaundice ec choledocolithiasis

PEMBEDAHAN-PEMBEDAHAN YANG DILAKUKAN :

A.    Kolesistektomi Terbuka

Karl Legenbach dari Jerman telah melakukan kolesistektomi elektif yang

pertama pada tahun 1882. Lebih dari satu abad kolesistektomi terbuka dijadikan

standar untuk metode terapi pembedahan pada sistem empedu. Kolesistektomi

membutuhkan anestesi umum kemudian dilakukan irisan pada bagian anterior

dinding abdomen dengan panjang irisan 12 – 20 cm.

Tekhnik operasi untuk kolesistektomi terbuka

Tidak ada aturan yang kaku tentang jenis insisi yang terbaik. Insisi digaris

tengah, paramedian kanan, transversal dan insisi subkostal dapat dilakukan,

tergantung pada pilihan ahli bedah. Kriteria penting adalah pemaparan yang adekuat

untuk diseksi serta eksplorasi. Pilihannya adalah insisi subkostal kanan (Kocher)

sebagai salah satu insisi yang paling serba guna dalam diseksi kandung empedu dan

saluran empedu.

Terdapat sedikit perbedaan pendapat tentang pengangkatan kandung empedu

secara antegrad (diseksi dimulai di fundus) atau retrograd (diseksi dimulai di porta).

Jika anatomi porta tidak dikaburkan oleh peradangan yang parah, maka pilihannya

adalah memulai diseksi pada porta. Dengan traksi pada kandung empedu

menggunakan klem yang dipasang di fundus dan kantung Hartman, peritoneum yang

menutupi segitiga Calot diinsisi dan disisihkan dengan diseksi tumpul. Arteri sistikus

diidentifikasi, diligasi ganda atau diklem ganda, dan lalu dipotong, meninggalkan

puntung sekurangnya 1sampai 2 mm.3

Pemotongan arteri mempermudah identifikasi saluran sistikus.

Memperhatikan anomali yang sering terjadi adalah penting pada tahapan ini.

Anomali yang cukup sering adalah masuknya saluran sistikus ke saluran hepatik

kanan, anomali lain adalah masuknya saluran hepatik asesorius kanan yang cukup

besar ke saluran sistikus. Sangat penting bahwa struktur saluran yang dipotong sampai

anatomi sistem saluran yang tepat telah diketahui. Persambungan saluran sistikus

dengan saluran empedu harus ditunjukkan secara jelas. Jika kandung empedu

mengandung batu kecil atau lumpur, saluran sistikus diikat dengan jahitan atau klem

tunggal pada tempat keluarnya dari kandung empedu, untuk mencegah batu atau

lumpur masuk ke dalam saluran empedu selama diseksi. Menegakkan anatomi pada

tahap operasi ini dilakukan dengan kolangiografi operatif.

23

Page 24: Obstructive jaundice ec choledocolithiasis

* Kolangiografi operatif

Kolangiografi operatif dilakukan secara rutin karena dua alasan. Pertama,

untuk mendapatkan peta anatomik di daerah yang sering mengalami anomali. Kedua

yang sama pentingnya adalah untuk menyingkirkan batu saluran empedu yang tidak

dicurigai, dengan insidensi setinggi 5 sampai 10 persen.

Kolangiografi dilakukan dengan menggunakan salah satu dari sekian banyak

kanula kolangiografik yang dapat digunakan (Berci, Lehman, Colangiocath, dll).

Pilihannya adalah kolesistektomi terbuka adalah kanula Berci bersudut untuk

mempermudah insersi dan fiksasi. Insisi dibuat disaluran sistikus pada titik yang aman

setelah persambungan sistikus dan saluran empedu (biasanya sekurangnya 2,0 cm).

Insisi harus cukup besar untuk memasukkan kanula atau kateter, yang dapat

diinsersikan jika empedu terlihat mengalir dari lumen. Kanula lalu dipertahankan di

tempatnya dengan hemoklip medium atau klem khusus. Material kontras untuk

kolangiografi adalah hypaque 25 persen. Sistem operasi yang paling disukai untuk

kolangiografi, menggunakan fluorokolangiografi dengan penguatan citra (image

intensifier) serta monitor televisi . Ini memungkinkan pengisian saluran empedu

secara lambat dan pemaparan multiple sistem saluran saat sedang diisi.

* Laparoskopi Kolesistektomi

Kolesistektomi laparoskopi adalah cara yang invasif untuk mengangkat batu

empedu dengan menggunakan teknik laparoskopi. Prosedur menjadi populer pada

tahun 1988 dan telah berkembang dengan cepat. Indikasi untuk operasi adalah batu

empedu, polip simtomatik dan penyulit akibat batu. Kontraindikasinya adalah sepsis

abdomen, gangguan pendarahan, kehamilan dan tidak mampu melihat saluran

empedu. Teknik ini adalah perawatan yang singkat dan dapat kembali beraktifitas

dengan normal. Penyulitnya adalah adanya cedera saluran empedu, perdarahan, dan

kebocoran empedu.

24

Page 25: Obstructive jaundice ec choledocolithiasis

Lokasi kanula untuk kolesistektomi laparoskopi.

 Lokasi kanula dan susunan awal untuk kolesistektomi laparoskopi

* Eksplorasi koledokus; laparoskopi eksplorasi duktus empedu

Umumnya, batu duktus empedu dideteksi intraoperatif dengan kolangiografi

intraoperatif atau ultrasonografi dan dilakukan dengan cara laparoskopi eksplorasi

koledokus yang merupakan bagian dari tekhnik kolesistetomi laparoskopi. Pasien

dengan batu duktus empedu dideteksi sebelum operasi, biasanya dengan klirens

endoskopik. Namun, kurang berhasil sehingga batu di duktus harus dilakukan dengan

kolesistektomi.

Jika batu pada duktus empedu kecil, mungkin dapat dibilas ke dalam

duodenum dengan mengalirkan saline melalui kateter kolangiografi setelah sfingter

Oddi direlaksasikan dengan glukagon. Jika irigasi (pengaliran) tidak berhasil, dapat

dilakukan pemasangan kateter balon melalui duktus sistikus dan turun ke duktus

empedu.

25

Page 27: Obstructive jaundice ec choledocolithiasis

Keterangan Gambar :

I. Keranjang transistik dengan menggunakan fluoroskopi

A.    Keranjang digunakan sebagai tempat batu dan terbuka

B.     Batu ditempatkan dikeranjang kemudian dipindahkan dari duktus sistikus

II. Koledoskopi transistik dan pemindahan batu

C.   Keranjang dilewati oleh beberapa saluran pada skopik dan batu dapat

dilihat dibawahnya

D.    Batu entrapped

E.     Pernyataan dari koledoskopik

III. Koledoktomi dan pemindahan batu

F.      Insisi kecil dibuat pada duktus empedu

G.    Duktus empedu dibersihkan batunya dengan koledoskopik

H.    Pemasangan T. Tube dibagi kiri duktus empedu yang berhubungan

dengan dinding abdomen untuk dekompersi empedu

KOMPLIKASI

Beberapa komplikasi dari penyakit kolangitis terutama yang derajat tinggi

(kolangitis supuratif) adalah sebagai berikut:

A.    Abses hati piogenik

Abses hati piogenik merupakan 75% dari semua abses hati. Abses ini pada

anak dan dewasa muda terjadi akibat komplikasi apendisitis, dan pada orang tua

sebagai komplikasi penyakit saluran empedu seperti kolangitis. Infeksi pada saluran

empedu intrahepatik menyebabkan kolangitis yang menimbulkan kolangiolitis dengan

akibat abses multiple.

B.     Bakteremia , sepsis bakteri gram negatif Bakteremia adalah terdapatnya bakteri di dalam aliran darah (25-40%).

Komplikasi bakteremia pada kolangitis dapat terjadi oleh karena etiologi utama

penyebab terjadinya kolangitis adalah infeksi bakteri. Demam merupakan keluhan

utama sekitar 10-15%.

C. Peritonitis sistem bilier

27

Page 28: Obstructive jaundice ec choledocolithiasis

Kebocoran empedu dalam ruang peritoneal menyebabkan iritasi dan peritonitis.

Jika empedu terkena infeksi, maka akan menyebabkan peritonitis dan sepsis yang

mempunyai resiko tinggi yang sangat fatal.

D.     Kerusakan duktus empedu

Duktus empedu dapat dengan mudah rusak pada tindakan kolesistektomi atau

pada eksplorasi duktus empedu yang tidak sesuai dengan anatominya. Kesalahan yang

sangat fatal adalah tidak mengetahui cara melakukan transeksi atau ligasi pada duktus.

E.     Perdarahan

Arteri hepatik dan arteri sistikus serta vaskularisasi hepar lainnya dapat

mengalami trauma dan perdarahan pada saat melakukan operasi. Perdarahan yang

terjadi kadang susah untuk dikontrol.

G. Kolangitis asendens dan infeksi lain

Kolangitis asendens adalah komplikasi yang terjadinya lambat pada

pembedahan sistem bilier yang merupakan anastomosis yang dibentuk antara duktus

empedu dan usus besar bagian asendens. Refluks pada bagian intestinal dapat

berlanjut menjadi infeksi aktif sehingga terjadi stagnan empedu pada sistem duktus

yang menyebabkan drainase tidak adekuat.

Komplikasi lain yang harus diperhatikan pada pembedahan sistem bilier adalah

abses subprenikus. Hal ini harus dijaga pada pasien yang mengalami demam

beberapa hari setelah operasi.

Komplikasi yang berhubungan dengan pemakaian kateter pada pasien yang

diterapi dengan perkutaneus atau drainase endoskopik adalah:

* Perdarahan (intra-abdomen atau perkutaneus)

* Sepsis

PROGNOSIS

Tergantung berbagai faktor antara lain :

Pengenalan dan pengobatan diri

Pada kasus kolangitis dibutuhkan pengobatan antibiotik secara dini dan diikuti

dengan drainase yang tepat serta dekompresi traktus biliaris.

Respon terhadap terapi

Semakin baik respon penderita kolangitis terhadap terapi yang diberikan

(misalnya antibiotik) maka prognosisnya akan semakin baik. Namun sebaliknya,

respon yang jelek akan memperberat penyakit tersebut.

28

Page 29: Obstructive jaundice ec choledocolithiasis

Kondisi Kesehatan Penderita

Sistem pertahanan tubuh penderita merupakan salah satu faktor yang

menentukan prognosis penyakit ini. Biasanya penderita yang baru pertama

kali mengalaminya dan berespon baik terhadap terapi yang diberikan,

prognosisnya akan baik.

29

Page 30: Obstructive jaundice ec choledocolithiasis

BAB IV

KESIMPULAN

Pasien datang dengan keluhan utama penurunan kesadaran selama 2 hari. Dari

anamnesis didapatkan bahwa pasien juga mengalami demam selama 2 minggu dan

nyeri pada abdomen saat makan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien mengalami

demam, nyeri tekan abdomen regio hipokondrium kanan, sklera ikterik, hipotensi,

nadi lebih dari 90x/menit. Sedangkan pada hasil laboratorium ditemukan peningkatan

fungsi hati melalui hasil bilirubin direk dan indirek serta SGOT dan SGPT juga

terdapat leukositosis. Berdasarkan hasil pemeriksaan diatas pasien mengalami gejala

choledocholithiasi, cholangitis dan juga gejala sepsis. Maka dari itu diagnosis kerja

kami berdasarkan hasil pemeriksaan diatas adalah Obstruksi jaundice et causa

choledocholithiasis dengan tanda-tanda cholangitis.

30

Page 31: Obstructive jaundice ec choledocolithiasis

DAFTAR PUSTAKA

1. Henry MM, Thompson JN, 2005, Principles of Surgery, Second Edition, Elsevier

Saunders.

2. Latha G., S. Matthew, Matthwe S., 2003, First Aid for the Surgery Clerkship,

McGrawHill.

3. Norton, JA, et al: Surgery. Basic Science and Clinical Evidence. 2000. Springer.

4. F. Charles B., et al: Schwartz Principles of Surgery Ninth Edition, 2010,

McGrawHill

5. Lloyd M. Nyhus, dkk. Abdominal Pain a Guide to Rapid Diagnosis

31