cholestasis jaundice
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
Salah satu fungsi utama dari hati adalah memproduksi dan mensekresi empedu.
Kolestasis terjadi bila terjadi hambatan aliran empedu dan bahan-bahan yang harus diekskresi
hati. Tiga penyebab utama kolestasis adalah sindroma hepatitis neonatal, obstruksi mekanik
dan sindroma paucity saluran empedu intrahepatal. Diagnosis dini kolestasis sangat penting
karena terapi dan prognosa dari masing-masing penyebab sangat berbeda. Pada atresia bilier,
bila pembedahan dilakukan pada usia lebih dari 8 minggu mempunyai prognosa buruk. Salah
satu tujuan diagnostik yang paling penting pada kasus kolestasis adalah menetapkan apakah
gangguan aliran empedu intrahepatik atau ekstrahepatik.1,2,3
Cholestasis adalah keadaan patologi dimana terdapatnya gangguan pada sekresi
maupun ekskresi dari empedu ke duodenum. Penyebab cholestasis ini seharusnya ditemukan
pada golden period age (< 10 minggu) untuk memberikan hasil yang lebih baik. Cholestasis
jaundice didefenisikan sebagai terdapatnya peningkatan bilirubin terkonjugasi, yang secara
umum mengindikasikan terdapatnya kelainan pada sistem hepatobilier. Deteksi dini dari
dokter umum serta diagnosis yang akurat dari spesialis anak sangat menentukan kesuksesan
terapi dan prognosa yang lebih baik.1,2,4
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum dalam jumlah
normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-basolateral dari hepatosit sampai
tempat masuk saluran empedu ke dalam duodenum. Dari segi klinis didefinisikan sebagai
akumulasi zat-zat yang diekskresi kedalam empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan
kolesterol didalam darah dan jaringan tubuh. Secara patologi-anatomi kolestasis adalah
terdapatnya timbunan trombus empedu pada sel hati dan sistem bilier.2,4
Kolestasis adalah suatu kondisi patologis akibat gangguan sekresi dan ekskresi
empedu ke duodenum. Etiologi penyakit ini sebaiknya ditemukan pada usia < 10 minggu
kehidupan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Atresia bilier ditandai dengan obstruksi
total sistem ekstrahepatik empedu dengan penyebab yang belum diketahui. Satu-satunya
pengobatan yang efektif pada saat ini yaitu dengan prosedur Kasai yang sebaiknya dilakukan
pada usia 8 minggu atau kurang. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran pola kasus
kolestasis pada bayi.2,4
B. EPIDEMIOLOGI
Kolestasis pada bayi terjadi pada ± 1:25000 kelahiran hidup. Insiden hepatitis
neonatal 1:5000 kelahiran hidup, atresia bilier 1:10000-1:13000, defisiensi α-1 antitripsin
1:20000. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1, sedang pada
hepatitis neonatal, rasionya terbalik.2
Di Kings College Hospital England antara tahun 1970-1990, atresia bilier 377
(34,7%), hepatitis neonatal 331 (30,5%), α-1 antitripsin defisiensi 189 (17,4%), hepatitis lain
94 (8,7%), sindroma Alagille 61 (5,6%), kista duktus koledokus 34 (3,1%).2
Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004 dari
19270 penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan neonatal kolestasis. Neonatal
2
hepatitis 68 (70,8%), atresia bilier 9 (9,4%), kista duktus koledukus 5 (5,2%), kista hati 1
(1,04%), dan sindroma inspissated-bile.2
C. METABOLISME BILIRUBIN
Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir
dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi. Bilirubin berasal
dari katabolisme protein heme, dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25%
berasal dari penghancuran eritrosit yang imatur dan protein heme lainnya seperti mioglobin,
sitokrom, katalase dan peroksidase. Metabolisme bilirubin meliputi pembentukan bilirubin,
transportasi bilirubin, asupan bilirubin, konjugasi bilirubin, dan ekskresi bilirubin.2,3,4
Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan
enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ
lain. Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim
biliverdin reduktase. Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen serta pada pH
normal bersifat tidak larut.2,3,4
Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya
dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bilirubin yang terikat dengan
albumin serum ini tidak larut dalam air dan kemudian akan ditransportasikan ke sel hepar.
Bilirubin yang terikat pada albumin bersifat nontoksik.2,3,4
Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit, albumin
akan terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, ditransfer melalui sel membran
yang berikatan dengan ligandin (protein Y), mungkin juga dengan protein ikatan sitotoksik
lainnya. Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin yang tak terkonjugasi akan
berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis. 2,3,4
Bilirubin yang tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang
larut dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate
glucoronosyl transferase (UDPG-T). Bilirubin ini kemudian diekskresikan ke dalam
kanalikulus empedu. Sedangkan satu molekul bilirubin yang tak terkonjugasi akan kembali
ke retikulum endoplasmik untuk rekonjugasi berikutnya. 2,3,4
3
Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresikan ke dalam kandung
empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui feces. Setelah berada
dalam usus halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali
dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta-glukoronidase
yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati
untuk dikonjugasi disebut sirkulasi enterohepatik. 2,3,4
Gambar 1. Metabolisme Bilirubin
D. KLASIFIKASI
Secara garis besar kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Kolestasis ekstrahepatik, obstruksi mekanis saluran empedu ekstrahepatik
Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat. Merupakan
kelainan nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan akhirnya pembuntuan saluran
empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan saluran empedu intrahepatik. Penyebab utama yang
pernah dilaporkan adalah proses imunologis, infeksi virus terutama CMV dan Retro virus tipe
3, asam empedu yang toksik, iskemia dan kelainan genetik. Biasanya penderita terkesan sehat
4
saat lahir dengan berat badan lahir, aktifitas dan minum normal. Ikterus baru terlihat setelah
berumur lebih dari 1 minggu. 10-20% penderita disertai kelainan kongenital yang lain seperti
asplenia, malrotasi dan gangguan kardiovaskuler. Deteksi dini dari kemungkinan adanya
atresia bilier sangat penting sebab efikasi pembedahan hepatik-portoenterostomi (Kasai) akan
menurun apabila dilakukan setelah umur 2 bulan. Pada pemeriksaan ultrasound terlihat
kandung empedu kecil dan atretik disebabkan adanya proses obliterasi, tidak jelas adanya
pelebaran saluran empedu intrahepatik. Gambaran ini tidak spesifik, kandung empedu yang
normal mungkin dijumpai pada penderita obstruksi saluran empedu ekstrahepatal sehingga
tidak menyingkirkan kemungkinan adanya atresi bilier.1,2,4
Gambaran histopatologis ditemukan adanya portal tract yang edematus dengan
proliferasi saluran empedu, kerusakan saluran dan adanya trombus empedu didalam duktuli.
Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif dilakukan dengan visualisasi langsung untuk
mengetahui patensi saluran bilier sebelum dilakukan operasi Kasai.1,2,4
2. Kolestasis intrahepatik
a. Saluran Empedu
Digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu: (a) Paucity saluran empedu, dan (b)
Disgenesis saluran empedu. Oleh karena secara embriologis saluran empedu
intrahepatik (hepatoblas) berbeda asalnya dari saluran empedu ekstrahepatik (foregut)
maka kelainan saluran empedu dapat mengenai hanya saluran intrahepatik atau hanya
saluran ekstrahepatik saja. Beberapa kelainan intrahepatik seperti ekstasia bilier dan
hepatik fibrosis kongenital, tidak mengenai saluran ekstrahepatik. Kelainan yang
disebabkan oleh infeksi virus CMV, sklerosing kolangitis, Caroli’s disease mengenai
kedua bagian saluran intra dan ekstra-hepatik. Karena primer tidak menyerang sel hati
maka secara umum tidak disertai dengan gangguan fungsi hepatoseluler. Serum
transaminase, albumin, faal koagulasi masih dalam batas normal. Serum alkali
fosfatase dan GGT akan meningkat. Apabila proses berlanjut terus dan mengenai
saluran empedu yang besar dapat timbul ikterus, hepatomegali, hepatosplenomegali,
dan tanda-tanda hipertensi portal.2,4
Paucity saluran empedu intrahepatik lebih sering ditemukan pada saat neonatal
dibanding disgenesis, dibagi menjadi sindromik dan nonsindromik. Dinamakan
paucity apabila didapatkan < 0,5 saluran empedu per portal tract. Contoh dari
5
sindromik adalah sindrom Alagille, suatu kelainan autosomal dominan disebabkan
haploinsufisiensi pada gene JAGGED 1. Sindroma ini ditemukan pada tahun 1975
merupakan penyakit multiorgan pada mata (posterior embryotoxin), tulang belakang
(butterfly vertebrae), kardiovaskuler (stenosis katup pulmonal), dan muka yang
spesifik (triangular facial yaitu frontal yang dominan, mata yang dalam, dan dagu
yang sempit). Nonsindromik adalah paucity saluran empedu tanpa disertai gejala
organ lain. Kelainan saluran empedu intrahepatik lainnya adalah sklerosing kolangitis
neonatal, sindroma hiper IgM, sindroma imunodefisiensi yang menyebabkan
kerusakan pada saluran empedu. 2,4
b. Kelainan hepatosit
Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkan gangguan pembentukan dan
aliran empedu. Hepatosit neonatus mempunyai cadangan asam empedu yang sedikit,
fungsi transport masih prematur, dan kemampuan sintesa asam empedu yang rendah
sehingga mudah terjadi kolestasis. Infeksi merupakan penyebab utama yakni virus,
bakteri, dan parasit. Pada sepsis misalnya kolestasis merupakan akibat dari respon
hepatosit terhadap sitokin yang dihasilkan pada sepsis. 2,4
Hepatitis neonatal adalah suatu deskripsi dari variasi yang luas dari neonatal
hepatopati, suatu inflamasi nonspesifik yang disebabkan oleh kelainan genetik,
endokrin, metabolik, dan infeksi intra-uterin. Mempunyai gambaran histologis yang
serupa yaitu adanya pembentukan multinucleated giant cell dengan gangguan lobuler
dan serbukan sel radang, disertai timbunan trombus empedu pada hepatosit dan
kanalikuli. Diagnosa hepatitis neonatal sebaiknya tidak dipakai sebagai diagnosa
akhir, hanya dipakai apabila penyebab virus, bakteri, parasit, gangguan metabolik
tidak dapat ditemukan. 2,4
E. PATOFISIOLOGI
Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan merupakan
kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung asam empedu,
kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin
terkonjugasi. Kolesterol dan asam empedu merupakan bagian terbesar dari empedu sedang
bilirubin terkonjugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu adalah
6
sirkulasi enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel epetelial dimana permukaan
basolateralnya berhubungan dengan darah portal sedang permukaan apikal (kanalikuler)
berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan
pompa bioaktif memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme dan detoksifikasi
intraseluler, mengeluarkan hasil proses tersebut kedalam empedu. Salah satu contoh adalah
penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin tidak terkonjugasi (bilirubin indirek). Bilirubin
tidak terkonjugasi yang larut dalam lemak diambil dari darah oleh transporter pada membran
basolateral, dikonjugasi intraseluler oleh enzim UDPGTa yang mengandung P450 menjadi
bilirubin terkonjugasi yang larut air dan dikeluarkan kedalam empedu oleh transporter mrp2.
mrp2 merupakan bagian yang bertanggungjawab terhadap aliran bebas asam empedu.
Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit kedalam empedu oleh transporter lain,
yaitu pompa aktif asam empedu. Pada keadaan dimana aliran asam empedu menurun, sekresi
dari bilirubin terkonjugasi juga terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia terkonjugasi.
Proses yang terjadi di hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia
menimbulkan gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan penurunan aliran empedu
dan hiperbilirubinemi terkonjugasi. 2,4
Perubahan fungsi hati pada kolestasis
Pada kolestasis yang berkepanjangan terjadi kerusakan fungsional dan struktural:
A. Proses transpor hati
Proses sekresi dari kanalikuli terganggu, terjadi inversi pada fungsi polaritas dari
hepatosit sehingga elminasi bahan seperti bilirubin terkonyugasi, asam empedu, dan lemak
kedalam empedu melalui plasma membran permukaan sinusoid terganggu. 2,4
B. Transformasi dan konyugasi dari obat dan zat toksik
Pada kolestasis berkepanjangan efek detergen dari asam empedu akan menyebabkan
gangguan sitokrom P-450. Fungsi oksidasi, glukoronidasi, sulfasi dan konyugasi akan
terganggu. 2,4
C. Sintesis protein
Sintesis protein seperti alkali fosfatase dan GGT, akan meningkat sedang produksi serum
protein albumin-globulin akan menurun. 2,4
D. Metabolisme asam empedu dan kolesterol
Kadar asam empedu intraseluler meningkat beberapa kali, sintesis asam empedu dan
kolesterol akan terhambat karena asam empedu yang tinggi menghambat HMG-CoA
7
reduktase dan 7 alfa-hydroxylase menyebabkan penurunan asam empedu primer sehingga
menurunkan rasio trihidroksi/dihidroksi bile acid sehingga aktifitas hidropopik dan
detergenik akan meningkat. Kadar kolesterol darah tinggi tetapi produksi di hati menurun
karena degradasi dan eliminasi di usus menurun. 2,4
E. Gangguan pada metabolisme logam
Terjadi penumpukan logam terutama Cu karena ekskresi bilier yang menurun. Bila kadar
ceruloplasmin normal maka tidak terjadi kerusakan hepatosit oleh Cu karena Cu mengalami
polimerisasi sehingga tidak toksik. 2,4
F. Metabolisme cysteinyl leukotrienes
Cysteinyl leukotrienes suatu zat bersifat proinflamatori dan vasoaktif dimetabolisir dan
dieliminasi dihati, pada kolestasis terjadi kegagalan proses sehingga kadarnya akan
meningkat menyebabkan edema, vasokonstriksi, dan progresifitas kolestasis. Oleh karena
diekskresi diurin maka dapat menyebabkan vaksokonstriksi pada ginjal. 2,4
G. Mekanisme kerusakan hati sekunder
1. Asam empedu, terutama litokolat merupakan zat yang menyebabkan kerusakan
hati melalui aktifitas detergen dari sifatnya yang hidrofobik. Zat ini akan
melarutkan kolesterol dan fosfolipid dari sistim membran sehingga intregritas
membran akan terganggu. Maka fungsi yang berhubungan dengan membran
seperti Na+, K+-ATPase, Mg++-ATPase, enzim-enzim lain dan fungsi transport
membran dapat terganggu, sehingga lalu lintas air dan bahan-bahan lain melalui
membran juga terganggu. Sistim transport kalsium dalam hepatosit juga
terganggu. Zat-zat lain yang mungkin berperan dalam kerusakan hati adalah
bilirubin, Cu, dan cysteinyl leukotrienes namun peran utama dalam kerusakan hati
pada kolestasis adalah asam empedu. 2,4
2. Proses imunologis
Pada kolestasis didapat molekul HLA I yang mengalami display secara abnormal
pada permukaan hepatosit, sedang HLA I dan II diekspresi pada saluran empedu
sehingga menyebabkan respon imun terhadap sel hepatosit dan sel kolangiosit.
Selanjutnya akan terjadi sirosis bilier. 2,4
8
F. MANIFESTASI KLINIS
Tanpa memandang etiologinya, gejala klinis utama pada kolestasis bayi adalah
ikterus, tinja akholik, dan urine yang berwarna gelap. Selanjutnya akan muncul manifestasis
klinis lainnya, sebagai akibat terganggunya aliran empedu dan bilirubin.3,4
Gambaran klinis pada kolestasis umumnya disebabkan karena keadaan-keadaan:
1. Terganggunya aliran empedu masuk ke dalam usus: 3,4
- Tinja akolis/hipokolis
- Urobilinogen/sterkobilinogen dalam tinja menurun/negatif
- Urobilinogen dalam air seni negatif
- Malabsorbsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak
- Steatore
- Hipoprotrombinemia
2. Akumulasi empedu dalam darah3,4
- Ikterus
- Gatal-gatal
- Hiperkolesterolemia
3. Kerusakan sel hepar karena menumpuknya komponen empedu3,4
Anatomis
- Akumulasi pigmen
- Reaksi peradangan dan nekrosis
Fungsional
- Gangguan eksresi (alkali fosfatase dan gama glutamin transpeptidase meningkat)
- Transaminase serum menigkat (ringan)
- Gangguan ekskresi sulfobromoftalein
- Asam empedu dalam serum meningkat
9
Gambar 2. Manifestasi Kolestasis
G. DIAGNOSIS
Tujuan utama evaluasi bayi dengan kolestasis adalah membedakan antara kolestasis
intrahepatik dengan ekstrahepatik sendini mungkin. Diagnosis dini obstruksi bilier
ekstrahepatik akan meningkatkan keberhasilan operasi. Kolestasis intrahepatik seperti sepsis,
galaktosemia atau endrokinopati dapat diatasi dengan medikamentosa.2,3,4,5
Anamnesis
a. Adanya ikterus pada bayi usia lebih dari 14 hari, tinja akolis yang persisten harus
dicurigai adanya penyakit hati dan saluran bilier.
b. Pada hepatitis neonatal sering terjadi pada anak laki-laki, lahir prematur atau berat
badan lahir rendah. Sedang pada atresia bilier sering terjadi pada anak perempuan
dengan berat badan lahir normal, dan memberi gejala ikterus dan tinja akolis lebih
awal.
c. Sepsis diduga sebagai penyebab kuning pada bayi bila ditemukan ibu yang demam atau
disertai tanda-tanda infeksi.
d. Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis, maka kemungkinan besar merupakan
suatu kelainan genetik/metabolik (fibro-kistik atau defisiensi α1-antitripsin). 2,3,4,5
10
Pemeriksaan fisik
Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila kadar bilirubin
sekitar 7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan pertama. Warna kehijauan bila kadar
bilirubin tinggi karena oksidasi bilirubin menjadi biliverdin. Jaringan sklera mengandung
banyak elastin yang mempunyai afinitas tinggi terhadap bilirubin, sehingga pemeriksaan
sklera lebih sensitif. 2,3,4,5
Dikatakan pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm dibawah arkus kosta
pada garis midklavikula kanan. Pada perabaan hati yang keras, tepi yang tajam dan
permukaan noduler diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis. Hati yang teraba pada
epigastrium mencerminkan sirosis atau lobus Riedel (pemanjangan lobus kanan yang
normal). Nyeri tekan pada palpasi hati diperkirakan adanya distensi kapsul Glisson karena
edema. Bila limpa membesar, satu dari beberapa penyebab seperti hipertensi portal, penyakit
storage, atau keganasan harus dicurigai. Hepatomegali yang besar tanpa pembesaran organ
lain dengan gangguan fungsi hati yang minimal mungkin suatu fibrosis hepar kongenital.
Perlu diperiksa adanya penyakit ginjal polikistik. Asites menandakan adanya peningkatan
tekanan vena portal dan fungsi hati yang memburuk. Pada neonatus dengan infeksi
kongenital, didapatkan bersamaan dengan mikrosefali, korioretinitis, purpura, berat badan
rendah, dan gangguan organ lain. 2,3,4,5
Alagille mengemukakan 4 keadaan klinis yang dapat menjadi patokan untuk
membedakan antara kolestasis ekstrahepatik dan intrahepatik. Dengan kriteria tersebut
kolestasis intrahepatik dapat dibedakan dengan kolestasis ekstrahepatik ± 82% dari 133
penderita. Moyer menambah satu kriteria lagi gambaran histopatologi hati. 2,3,4,5
11
Tabel 1. Kriteria Klinis Membedakan Intrahepatik dan Ekstrahepatik
Gambar 3. Algoritma Diagnosis Kolestasis
12
Pemeriksaan Penunjang
Pada bayi dengan kolestasis harus dibedakan antara kolestasis intra atau ekstrahepatal
dengan tujuan utama memperbaiki/mengobati keadaan-keadaan yang memang dapat
diperbaiki/diobati. Sebagai tahap pertama dalam pendekatan diagnosa, harus dibuktikan
apakah ada kelainan hepatobilier atau tidak. Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada tahap ini
adalah: 2,3,4,5
Hapusan darah tepi
Bilirubin dalam air seni
Sterkobilin dalam air seni
Tes fungsi hepar standar: SGOT, SGPT, alkali fosfatase serta serum protein.
Bila dari pemeriksaan tersebut masih meragukan, dilakukanpemeriksaan lanjutan yang
lebih sensitif seperti BSP/kadar asam empedu dalam serum. Bila fasilitas terbatas dapat
hanya dengan melihat pemeriksaan bilirubin air seni. Hasi positif menunjukkan adanya
kelainan hepatobilier. 2,3,4,5
Untuk pemeriksaan terhadap infeksi yang penting adalah: 2,3,4,5
1. Virus:
Virus hepatotropik : HAV, HBV, non A non B, virus delta
TORCH
Virus lain : EBV, Coxsackie’s B, varisela-zoster
2. Bakteri
Terutama bila klinis mencurigakan infeksi leptospira, abses piogenik
3. Parasit
Toksoplasma, amuba, leismania, penyakit hidatid
Bahan toksisk, terutama obat/makanan hepatotoksik
4. Pemeriksaan kelainan metabolik yang penting:
Galaktosemia, fruktosemia
Tirosinosis: asam amino dalam air seni
Fibrosis kistik
Penyakit wilson
Defisiensi alfa-1 antitripsin
5. Data tentang saluran empedu diperoleh melalui pemeriksaan
Rose Bengal Excretion (RBE)
Hida scan
13
USG
Biopsi hepar
H. PENATALAKSANAAN
Pengobatan paling rasional untuk kolestasis adalah perbaikan aliran empedu ke dalam
usus. Pada prinsipnya ada beberapa hal pokok yang menjadi pedoman dalam
penatalaksanaannya, yaitu: 2,3,4,5
1. Sedapat mungki mengadakan perbaikan terhadap adanya gangguan aliran empedu
2. Mengobati komplikasi yang telah terjadi akibat adanya kolestasis
3. Memantau sedapat mungkin untuk mencegah kemungkinan terjadinya keadaan fatal
yang dapat mengganggu proses regenerasi hepar
4. Melakukan usaha-usaha yang dapat mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan
5. Sedapat mungkin menghindari segala bahan/keadaan yang dapat
mengganggu/merusak hepar
Dalam hal ini pengobatan dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu: 2,3,4,5
1. Tindakan medis
Perbaikan aliran empedu: pemberian fenobarbital dan kolestiramin, asam
ursodioksikolik
Aspek gizi: lemak sebaiknya diberikan dalam bentuk MCT (medium chain
triglyceride) karena malabsorbsi lemak.
Diberikan tambahan vitamin larut lemak (A,D,E, dan K)
2. Tindakan bedah
Tujuan untuk mengadakan perbaikan langsung kelainan saluran empedu yang ada
Operasi Kasai (hepatoportoenterostomy procedure)
Diperlukan untuk mengalirkan empedu keluar dari hati, dengan menyambungkan usus
halus langsung dari hati untuk menggantikan saluran empedu. Untuk mencegah
terjadinya komplikasi sirosis, prosedur ini dianjurkan untuk dilakukan sesegera
mungkin, diupayakan sebelum anak berumur 90 hari. Perlu diketahui bahwa operasi
kasai bukanlah tatalaksana defenitif dari atresia biliaris, namun setidaknya tindakan
ini dapat memperbaiki prognosis anak dan memperlambat perjalanan menuju
kerusakan hati.
14
Gambar 4. Prosedur Operasi Kasai
15
BAB 3
KESIMPULAN
Deteksi dini dari kolestasis neonatal merupakan tantangan bagi dokter dan dokter
spesialis anak. Kunci utama adalah kesadaran adanya kolestasis pada bayi yang mengalami
ikterus pada usia diatas 2 minggu. Dengan ditemukannya peningkatan kadar bilirubin
terkonyugasi maka proses diagnosa untuk mencari penyebab harus segera dilakukan agar
mendapatkan hasil yang optimal dalam pengobatan maupun pembedahan. Kegagalan dalam
deteksi dini etiologi kolestasis menyebabkan terlambatnya tindakan sehingga mempengaruhi
prognosis.
16