paper obstructive jaundice

21
IKTERUS OBSTRUKTIF Definisi Ikterus (jaundice) berasal dari bahasa Perancis jaune yang berarti kuning. 1 Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau membran mukosa lain akibat peningkatan konsentrasi bilirubin dalam sirkulasi darah. 1,2 Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin heme pada metabolisme sel darah merah. Jaundice ringan dapat dinilai pada sclera yang menandakan kadar biliribin 2-2,5 mg/dL. Jaundice yang sudah dapat dilihat dengan jelas dan nyata menandakan kadar bilirubun sudah meningkat hingga 7 mg/dL. 1 Ikterus obstruksi (post hepatika) adalah ikterus yang disebabkan oleh gangguan aliran empedu antara hati dan duodenum yang terjadi akibat adanya sumbatan (obstruksi) pada saluran empedu. Ikterus obstruksi disebut juga ikterus kolestasis dimana terjadi stasis sebagian atau seluruh cairan empedu dan bilirubin ke dalam duodenum. 1,3 Pada ikterus obstruktif, kecepatan pembentukan bilirubin adalah

Upload: resizulyani

Post on 31-Jan-2016

25 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Obstructive Jaundice

TRANSCRIPT

Page 1: Paper Obstructive Jaundice

IKTERUS OBSTRUKTIF

Definisi

Ikterus (jaundice) berasal dari bahasa Perancis jaune yang berarti kuning.1

Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau membran mukosa lain

akibat peningkatan konsentrasi bilirubin dalam sirkulasi darah. 1,2 Bilirubin

dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin heme pada metabolisme sel darah merah.

Jaundice ringan dapat dinilai pada sclera yang menandakan kadar biliribin 2-2,5 mg/dL.

Jaundice yang sudah dapat dilihat dengan jelas dan nyata menandakan kadar bilirubun

sudah meningkat hingga 7 mg/dL.1

Ikterus obstruksi (post hepatika) adalah ikterus yang disebabkan oleh gangguan

aliran empedu antara hati dan duodenum yang terjadi akibat adanya sumbatan (obstruksi)

pada saluran empedu. Ikterus obstruksi disebut juga ikterus kolestasis dimana terjadi

stasis sebagian atau seluruh cairan empedu dan bilirubin ke dalam duodenum. 1,3 Pada

ikterus obstruktif, kecepatan pembentukan bilirubin adalah normal, tapi bilirubin yang

dibentuk tidak dapat lewat dari darah ke dalam usus akibat adanya suatu obstruksi.4

Kolestatis atau ikterus obstruktif terbagi menjadi dua, yaitu kolestatis intrahepatik

dan kolestatis ekstrahepatik. 1 Pada ikterus obstruksi intra hepatal terjadi kelainan di

dalam parenkim hati, kanalikuli atau kolangiola yang menyebabkan tanda-tanda stasis

empedu, sedangkan sedangkan ikterus obstruksi ekstra hepatal terjadi kelainan di luar

parenkim hati (saluran empedu di luar hati) yang juga menyebabkan tanda-tanda stasis

empedu.4

Anatomi

Page 2: Paper Obstructive Jaundice

Hati, kandung empedu, dan percabangan bilier berasal dari tunas ventral

(diverticulum hepatikum) dari bagian paling kaudal foregut diawal minggu keempat

kehidupan. Bagian ini terbagi menjadi dua bagian sebagaimana bagian tersebut tumbuh

diantara lapisan mesenterik ventral: bagian kranial lebih besar (pars hepatika) merupakan

asal mula hati/hepar, dan bagian kaudal yang lebih kecil (pars sistika) meluas membentuk

kandung empedu, tangkainya menjadi duktus sistikus. Hubungan awal antara

divertikulum hepatikum dan penyempitan foregut, nantinya membentuk duktus biliaris.

Sebagai akibat perubahan posisi duodenum, jalan masuk duktus biliaris berada disekitar

aspek dorsal duodenum.5

Sistem biliaris secara luas dibagi menjadi dua komponen, jalur intra-hepatik dan

ekstra-hepatik. Unit sekresi hati (hepatosit dan sel epitel bilier, termasuk kelenjar

peribilier), kanalikuli empedu, duktulus empedu (kanal Hearing), dan duktus biliaris

intrahepatik membentuk saluran intrahepatik dimana duktus biliaris ekstrahepatik (kanan

dan kiri), duktus hepatikus komunis,duktus sistikus, kandung empedu, dan duktus biliaris

komunis merupakan komponen ekstrahepatik percabangan biliaris.

Duktus sistikus dan hepatikus komunis bergabung membentuk duktus biliaris.

Duktus biliaris komunis kira-kira panjangnya 8-10 cm dan diameter 0,4-0,8 cm. Duktus

biliaris dapat dibagi menjadi tiga segmen anatomi: supraduodenal, retroduodenal, dan

intrapankreatik. Duktus biliaris komunis kemudian memasuki dinding medial duodenum,

mengalir secara tangensial melalui lapisan submukosa 1-2 cm, dan memotong papila

mayor pada bagian kedua duodenum. Bagian distal duktus dikelilingi oleh otot polos

yang membentuk sfingter Oddi. Duktus biliaris komunis dapat masuk ke duodenum

Page 3: Paper Obstructive Jaundice

secara langsung (25%) atau bergabung bersama duktus pankreatikus(75%) untuk

membentuk kanal biasa, yang disebut ampula Vater.6

Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah alpukat panjang 4-6 cm

berisi 30-60mL empedu. Kandung empedu seluruhnya tertutup oleh peritoneum visceral,

tetapi infundibulum kandung empedu tidak terfiksasi ke empedu. Bagian infundibulum

dalam kantung dinamakan kantong Hartmann.5

Duktus sistikus memiliki panjang 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. Dindingnya

mengandung katup berbentuk spiral dandisebut Katup Heisteryang memudahkan cairan

empedu mengalir ke kantung empedu.

Traktus biliaris dialiri vaskular kompleks pembuluh darah disebut pleksus

vaskular peribilier.Pembuluh aferen pleksus ini berasal dari cabang arteri hepatika, dan

pleksus ini mengalir ke dalam sistem vena porta atau langsung ke dalam sinusoid

hepatikum.

Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri hepatica

kanan. Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri

yang sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung

empedu.Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat

collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici

hepaticum sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi lymphatici

coeliacus.Saraf yang menuju ke kandung empedu berasal dari plexus coeliacus.

Page 4: Paper Obstructive Jaundice

Gambar 1. Anatomi Sistem Bilier

Metabolisme Bilirubin1

a.      Fase Prehepatik

1. Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg per

kg berat badan terbentuk setiap harinya; 70 – 80 % berasal dari pemecahan sel darah

merah yang matang, sedangkan sisanya datang dari protein heme lainnya yang

berada terutama di dalam sumsum tulang dan hati. Sebagian dari protein heme

dipecah menjadi besi dan produk antara biliverdin dengan perantaraan enzim

hemeoksidase. Enzim lain biliverdin oksiase mengubah biliverdin menjadi bilirubin.

Tahapan ini terjadi di system retikuloendotelial (mononuclear fagositosis).

Peningkatan hemolisis sel darah merah merupakan penyebab utama peningkatan

bilirubin.

2. Transport plasma. Bilirubin dalam plasma adalah dalam bentuk tak terkonjugasi

yang bersifat tidak larut air dan terikat oleh albumin dan tidak dapat melalui

Page 5: Paper Obstructive Jaundice

membrane glomerulus maka tidak dapat muncul di air seni. Ikatan melemah pada

beberapa keadaan seperti asidosis, dan beberapa bahan antibiotik tertentu, salisilat

berlomba pada tempat ikatan dengan albumin.

b.      Fase intra hepatic

3. Liver uptake. Proses pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati secara rinci dan

pentingnya protein pengikat seperti ligandin atau protein Y, belum jelas.

Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan lebih cepat, namun

tidak termasuk pengambilan albumin.

4. Konjugasi. Billirubin yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konjugasi

dengan asam glukronik membentuk bilirbin diglukoronad atau terkonjugasi (direk).

Reaks ini dikatalisasi oleh enzim mikrosomal glukoronil-transferase menghasilkan

bilirubin yang larut air. Dalam beberapa keadaan reaksi ini hanya menghasilkan

monoglukoronat sedangkan asam glukoronat kedua ditambahkan dalam saluran

empedu melalui system enzim yang berbeda.

c. Fase Pascahepatik

5. Ekskresi bilirubin. Bilirubin konjugasi dikeuarkan ke dalam kanalikulus bersama

bahan yang lainnya. Anion organic atau bahan yang lainnya atau obat dapat

mempengaruhi proses yang kompleks ini. Di dalam usus flora bakteri

mendekonjugasi dan mereduksi menjadi sterkobilinogen dan mengeluarkannya

sebagian besar melalui tinja dan member warna coklat. Sebagian diserap kembali dan

dikeluarkan melalu urin dalam jumlah kecil dalam bentuk urobilinogen.

Page 6: Paper Obstructive Jaundice

Etiologi

Kolestatis Intrahepatik

1. Hepatitis

Peradangan intrahepatik mengganggu transport bilirubin konyugasi dan

menyebabkan ikterus. Hepatitis A yang merupakan penyakit self limited dapat

menimbulkan ikterik yang bersifat akut, sedangkan hepatitis B dan C dapat

menimbulkan ikterik jika penyakitnya sudah berjalan kronik. 1

2. Alkohol

Alkohol mempengaruhi pengambilan empedu dan sekresinya, dan mengakibatkan

kolestatis. Pemakaian alcohol secara terus menerus menimbulkan perlemakan

(steatosis), hepatitis, dan sirosis dengan berbagai tingkat ikterus. Hepatitis karena

alcohol menimbulkan gejala ikterus yang akut, dengan gejala dan keluhan yang

berat.

3. Hepatitis autoimun

4. Kolangitis sclerosis primer

Kolestatis Ekstrahepatik

Penyebab tersering ikterus obstruktif ekstrahepatik adalah sumbatan batu empedu,

biasanya pada ujung bawah duktus koledokus; karsinoma kaput pankreas manyebabkan

tekanan pada duktus koledokus dari luar; demikian juga dengan karsinoma ampula vateri.

Penyebab yang lebih jarang adalah ikterus pasca perada ngan atau setelah operasi, dan

pembesaran kelenjar limfe pada porta hepatis.

1. Atresia bilier, ditandai dengan penghapusan atau diskontinuitas dari sistem

bilier ekstrahepatik, sehingga obstruksi aliran empedu. Atresia bilier

Page 7: Paper Obstructive Jaundice

merupakan penyebab kolestasis ekstrahepatik tersering pada bayi baru lahir.

Gangguan tersebut merupakan ikterus obstruktif yang paling sering dilakukan

pembedahan yang ditemukan selama periode baru lahir. Jika tidak dikoreksi

melalui pembedahan, akan bermanifestasi menjadi sirosis bilier sekunder.

Pasien dengan atresia bilier dapat dibagi lagi menjadi 2 kelompok yang

berbeda: mereka dengan atresia bilier terisolasi (bentuk postnatal), yang

menyumbang 65-90% kasus, dan pasien dengan asosiasi Situs inversus atau

polysplenia / asplenia dengan atau tanpa kelainan kongenital lain (janin /

embrio bentuk), yang terdiri dari 10-35% kasus.

2. Kolelitiasis, Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus,batu empedu) merupakan suatu

keadaan terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesika felea)

yang memiliki ukuran, dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis jarang

pada anak-anak, lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun

terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu : obesitas, usia

lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.

3. Kolesistitis, adalah peradangan dari dinding kandung empedu, biasanya

merupakan akibat dari adanya batu empedu didalam duktus sistikus, yang

secara tiba-tiba menyebabkan serangan nyeri yang luar biasa.

4. Kista duktus kholedokus, koledukus adalah dilatasi kongenital pada duktus

empedu yang dapat menyebabkan obstruksi bilier progresif dan sirosis bilier.

Kista silinder dan bulat dari duktus ekstrahepatik adalah jenis yang paling

sering. Sekitar 75% kasus muncul selama masa anak-anak.

Page 8: Paper Obstructive Jaundice

5. Tumor Pankreas, Sekitar 95% tumor yang bersifat kanker (malignant) pada

pankreas adalah adenocarcinoma. Adenocarcinoma biasanya berasal dari sel

kelenjar yang melapisi saluran pankreas. Kebanyakan adenocarcinoma terjadi

di dalam kepala pankreas, bagian  yang paling  dekat bagian pertama

duodenum.

Patofisiologi

Efek patofisiologis yang nyata terlihat pada ikterus obstruktif adalah tidak adanya

komponen garam empedu dan bilirubin dalam usus. Tidak adanya bilirubin dalam usus

menyebabkan tinja pasien dengan ikterus obstruksi berwarna pucat. Tidak adanya garam

empedu menimbulkan malabsorbsi lemak, sehingga timbul gejala steatorea dan defisiensi

vitamin larut lemak seperti vitamin A, K, dan D. Defisisensi vitamin K akan mengurangi

kadar protrombin, sehingga menimbulkan gangguan pembekuan darah. Pada ikterus

obstruktif yang berkepanjangan, yang disertai malabsorbsi vitamin D dan Ca, dapat

menyebabkan terjadinya osteoporosis atau osteomalacia. Kadang-kadang pruritus timbul

sebagai gejala awal, hal ini berkaitan dengan peningkatan kadar asam empedu dalam

plasma dan pengendapannya di jaringan perifer terutama kulit. Kadang-kadang terbentuk

xantoma kulit (penimbunan fokal kolesterol) akibat hiperlipidemia dan gangguan eksresi

kolesterol.3,5

Temuan laboratorium yan karakteristik adalah peningkatan kadar akali fosfatase

serum, suatu enzim yang terdapat di epitel duktus empedu dan membrane kanalikulus

hepatosit. Terdapat isozim yang secara normal ditemukan dalam banyak jaringan lain

seperti tulang, sehingga kadar yang meningkat tersebut perlu dipastikan berasal dari hati.3

Diagnosis

Page 9: Paper Obstructive Jaundice

Anamnesis

Jaundice, urin pekat, feses pucat dan pruritus general merupakan ciri ikterus

obstruktif. Dicolorisation (ikterus) atau riwayat ikterus yang terlihat dalam inspeksi bila

kadar bilirubin serum > 2,5 mg/dl. Perubahan warna urine, urine jadi gelap seperti warna

teh. Perubahan warna feses, menjadi pucat seperti dempul dalam minimal 3x

pemeriksaan berturut-turut. Pada pasien ini juga timbul gejala pruritus akibat

penumpukan bilirubin direk pada kolestasis. Terkadang kolelitiasis dapat disertai dengan

anemia hemolitik. Nyeri terutama di regio perut kanan atas, lebih sering diakibatkan oleh

obstruksi mekanis. Kolik bilier merupakan gejala yang umum terjadi berupa nyeri hilang

timbul pada area epigastrium (subxyphoid) yang menjalar ke subcostal dextra, scapula

dextra, dan leher. Waktu munculnya nyeri pada obstruksi bilier terutama dirasakan

setelah makan makanan berlemak yang diikuti mual, muntah. Gejala anoreksia dan

kaheksia lebih sering terjadi pada keganasan (Ca caput pankreas atau Ca hepar) daripada

obstruksi batu bilier.

 Riwayat demam, kolik bilier, dan jaundice intermiten mungkin diduga

kolangitis/koledokolitiasis. Hilangnya berat badan, massa abdomen, nyeri yang menjalar

ke punggung, jaundice yang semakin dalam, mungkin ditimbulkan karsinoma pankreas.

Jaundice yang dalam (dengan rona kehijauan) yang intensitasnya berfluktuasi mungkin

disebabkan karsinoma peri-ampula. Kandung empedu yang teraba membesar pada pasien

jaundice juga diduga sebuah malignansi ekstrahepatik (hukum Couvoissier).

Pemeriksaan Fisik

Page 10: Paper Obstructive Jaundice

Pemeriksaan fisik meliputi perabaan hati, kandung empedu, limpa, mencari tanda-

tanda stigmata sirosis hepatis, seperti spider naevi, eritema palmaris, bekas garukan di

kulit karena pruritus, tanda-tanda asites. Hpar membesar pada hepatitis, Ca hepar,

obstruksi bilier, bendungan hepar akibat kegagalan jantung. Hepar mengecil pada sirosis.

Anemi dan limpa yang membesar dapat dijumpai pada pasien dengan anemia hemolitik.

Kandung empedu yang membesar menunjukkan adanya sumbatan pada saluran empedu

bagian distal yang lebih sering disebabkan oleh tumor (dikenal hukum Courvoisier).

Hukum Courvoisier

“Kandung empedu yang teraba pada ikterus tidak mungkin disebabkan oleh batu kandung

empedu”. Hal ini biasanya menunjukkan adanya striktur neoplastik tumor (tumor

pankreas, ampula, duodenum, CBD), striktur pankreatitis kronis, atau limfadenopati

portal.

Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punctum maksimum di daerah

letak anatomik kandung empedu. Tanda murphy positif, apabila nyeri tekan bertambah

sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang

tersentuh ujung jari tangan pemeriksaan dan pasien berhenti menarik napas. Murphy’s

sign positif pada kolangitis, kolesistitis, koledokolelitiasis terinfeksi.

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Hematologi

Meningkatnya level serum bilirubin dengan kelebihan fraksi bilirubin

terkonjugasi. Serum gamma glutamyl transpeptidase (GGT) juga meningkat pada

kolestasis. Umumnya, pada pasien dengan penyakit batu kandung empedu

hiperbilirubinemia lebih rendah dibandingkan pasien dengan obstruksi maligna

Page 11: Paper Obstructive Jaundice

ekstra-hepatik. Serum bilirubin biasanya < 20 mg/dL. Alkali fosfatase meningkat

10 kali jumlah normal. Transaminase juga meningkat 10 kali nilai normal dan

menurun dengan cepat begitu penyebab obstruksi dihilangkan.

Meningkatnya leukosit terjadi pada kolangitis. Pada karsinoma pankreas

dan kanker obstruksi lainnya, bilirubin serum meningkat menjadi 35-40 mg/dL,

alkali fosfatase meningkat 10 kali nilai normal, namun transamin tetap normal.

Penanda tumor seperti CA 19-9, CEA dan CA-125 biasanya meningkat pada

karsinoma pankreas, kolangiokarsinoma, dan karsinoma peri-ampula, namun

penanda tersebut tidak spesifik dan mungkin saja meningkat pada penyakit jinak

percabangan hepatobilier lainnya.

2. Pencitraan

Tujuan: (1) memastikan adanya obstruksi ekstrahepatik (yaitu

membuktikan apakah jaundice akibat post-hepatik dibandingkan hepatik), (2)

untuk menentukan level obstruksi, (3) untuk mengidentifikasi penyebab spesifik

obstruksi, (4) memberikan informasi pelengkap sehubungan dengan diagnosa

yang mendasarinya (misal, informasi staging pada kasus malignansi).

USG (Ultra Sonografi) memperlihatkan ukuran duktus biliaris,

mendefinisikan level obstruksi, dan mengidentifikasi penyebab.USG ini dapat

mengidentifikasi obstruksi duktus dengan akurasi 95%, memperlihatkan batu

kandung empedu dan duktus biliaris yang berdilatasi, namun tidak dapat

diandalkan untuk batu kecil atau striktur. Juga dapat memperlihatkan tumor, kista

atau abses di pankreas, hepar dan struktur yang mengelilinginya.

Page 12: Paper Obstructive Jaundice

Computed Tomography (CT) memberi viasualisasi yang baik untuk hepar,

kandung empedu, pankreas, ginjal dan retroperitoneum; membandingkan antara

obstruksi intra- dan ekstrahepatik dengan akurasi 95%. CT dengan kontras

digunakan untuk menilai malignansi bilier.

ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography)

menyediakan visualisasi langsung level obstruksi. Dengan bantuan endoskopi

melalui muara papila Vater kontras dimasukkan kedalam saluran empedu dan

saluran pankreas. Keuntungan lain pada pemeriksaan ini ialah sekaligus dapat

menilai apakah ada kelainan pada muara papila Vater, tumor misalnya atau

adanya penyempitan. Keterbatasan yang mungkin timbul pada pemeriksaan ini

ialah bila muara papila tidak dapat dimasuki kanul. Namun prosedur ini invasif

dan bisa menyebabkan komplikasi seperti kolangitis, kebocoran bilier,

pankreatitis dan perdarahan.

Tatalaksana

Medikamentosa

Terapi medikamentosa digunakan sesuai dengan etiologi dari ikterus. Pada kasus

batu empedu, pasien dapat diberikan ursodeoycholic acid 10 mg/kg/hari untuk

mengurangi sekresi kolesterol bilier. Pada pasien dengan gejala pruritus dapat diberikan

bile acid-binding resins (cholestyramine atau colestipol) dan antihistamin.

Pembedahan

Pada dasarnya penatalaksanaan pasien dengan ikterus obstruktif bertujuan untuk

menghilangkan penyebab sumbatan atau mengalihkan aliran empedu. Tindakan tersebut

dapat berupa tindakan pembedahan misalnya pengangkatan batu atau reseksi tumor.

Page 13: Paper Obstructive Jaundice

Upaya untuk menghilangkan sumbatan dapat dengan tindakan endoskopi baik melalui

papila Vater atau dengan laparoskopi. Bila tindakan pembedahan tidak mungkin

dilakukan untuk menghilangkan penyebab sumbatan, dilakukan tindakan drainase yang

bertujuan agar empedu yang terhambat dapat dialirkan. Drainase dapat dilakukan keluar

tubuh misalnya dengan pemasangan pipa nasobilier, pipa T pada duktus koledokus atau

kolesistotomi. Drainase interna dapat dilakukan dengan membuat pintasan biliodigestif.

Drainase interna ini dapat berupa kolesisto-jejunostomi, koledoko-duodenostomi,

koledoko-jejunostomi atau hepatiko-jejunostomi.

Page 14: Paper Obstructive Jaundice

DAFTAR PUSTAKA

1. Sulaiman, Ali. 2007. Pendekatan Klinis pada Pasien Ikterus. Dalam : Aru W

Sudoyo et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta :

Penerbitan IPD FKUI.  h. 422-425.

2. Guyton, Arthur C dan John E hall. 1997. Fisiologi Gastrointestinal. Dalam :

Irawati Setiawan (Editor Bahasa Indonesia) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi

9. Jakarta: EGC. h. 1108-1109

3. Abdoerrachman, M.H. et al. 2007. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2.

Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

4. Robbins, Stanley L dan Vinay Kumar. 2007. Buku Ajar Patologi volume 2 edisi

7. Jakarta: EGC.

5. R . Sjamsuhidajat, Wim de Jong.Buku – Ajar Ilmu Bedah.Ed ke- 3.Jakarta:

Penerbit EGC. 2013.

6. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar, TR, Dunn DL. Schwartz principles of

surgery. Ed ke-9. Philadelphia: McGraw-Hills. 2010.