2011-2-00363-ak bab2001.doc

61
BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS II.1 Landasan Teori II.1.1 Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan suatu sarana dimana sebuah perusahaan dapat mengkomunikasikan informasi keuangannya kepada pihak luar dari perusahaan (Kieso, Weygandt dan Warfield, 2011). Setiap perusahaan memiliki laporan keuangan yang bertujuan untuk menyediakan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan perusahaan yang berguna bagi para pengguna laporan keuangan dalam pengambilan keputusan ekonomi secara tepat. Menurut Kieso, Weygandt dan Warfield (2011) tujuan dari laporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi yang: 1) berguna untuk keputusan investasi dan pemberian kredit 11

Upload: alfan-fanani

Post on 18-Nov-2015

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

II.1 Landasan Teori

II.1.1 Laporan Keuangan

Laporan keuangan merupakan suatu sarana dimana sebuah perusahaan dapat mengkomunikasikan informasi keuangannya kepada pihak luar dari perusahaan (Kieso, Weygandt dan Warfield, 2011). Setiap perusahaan memiliki laporan keuangan yang bertujuan untuk menyediakan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan perusahaan yang berguna bagi para pengguna laporan keuangan dalam pengambilan keputusan ekonomi secara tepat.

Menurut Kieso, Weygandt dan Warfield (2011) tujuan dari laporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi yang:

1) berguna untuk keputusan investasi dan pemberian kredit

2) berguna untuk menilai prospek arus kas

3) meliputi sumber daya perusahaan, klaim atas sumber daya, dan perubahan atas sumber daya tersebut.

Menurut Lam dan Lau (2009) laporan keuangan harus memiliki suatu karakteristik kualitatif yang membuat informasi dalam laporan keuangan menjadi berguna bagi para pengguna laporan keuangan. Karakteristik kualitatif tersebut diantaranya:

1) Dapat dipahami

Suatu laporan keuangan harus dapat dipahami oleh para pengguna. Sehingga karakteristik dapat dipahami merupakan suatu kualitas penting atas informasi yang tersedia dalam laporan keuangan. Para pengguna laporan keuangan diasumsikan memiliki pengetahuan memadai mengenai aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, dan kemauan untuk mempelajari informasi tersebut dengan ketekunan yang wajar.

2) Relevan

Suatu informasi dikatakan relevan apabila informasi tersebut dapatmempengaruhi pengambilan keputusan ekonomi para penggunalaporan keuangan. Sehingga informasi tersebut dapat membantu parapengguna dalam mengevaluasi kejadian masa lalu, masa kini ataumasa depan serta dapat mengkoreksi hasil evaluasi mereka dimasalalu.

3) Keandalan

Informasi dikatakan andal ketika informasi tersebut bebas dari salah saji material dan bias, serta disajikan dengan tepat.

4) Dapat dibandingkan

Agar dapat mengevaluasi posisi keuangan dan kinerja suatuperusahaan, para pengguna wajib untuk membandingkan laporankeuangan dari waktu ke waktu dan diantara entitas.

II.1.2 Peraturan Penyampaian Laporan Keuangan di Indonesia

Ketentuan yang lebih spesifik mengenai pelaporan perusahaan publik diatur dalam Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.2, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor: KEP-38/PM/1996 tentang Laporan Tahunan. Tetapi Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-38/PM/1996 tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi sejak diberlakukannya Peraturan Bapepam dan Lembaga Keuangan (LK) Nomor X.K.6, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: KEP-134/BL/2006 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Tahunan bagi Emiten atau Perusahaan Publik.

Pada tahun 1996, Bapepam mengeluarkan Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor: KEP-80/PM/1996, yang mewajibkan bagi setiap emiten dan perusahaan publik untuk menyampaikan laporan keuangan tahunan perusahaan dan laporan auditor independennya kepada Bapepam selambatlambatnya pada akhir bulan keempat (120 hari) setelah tanggal laporan keuangan tahunan perusahaan. Tetapi sejak tanggal 30 September 2003, Bapepam-LK semakin memperketat peraturan dengan mengeluarkan Peraturan Bapepam Nomor X.K.2, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor: KEP-36/PM/2003 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Keuangan Berkala. Dalam Peraturan Bapepam Nomor X.K.2 tersebut menyatakan bahwa laporan keuangan tahunan harus disertai dengan laporan Akuntan dengan pendapat yang lazim dan disampaikan kepada Bapepam selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga (90 hari) setelah tanggal laporan keuangan tahunan.

Dalam Peraturan Bapepam Nomor X.K.2, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor: KEP-36/PM/2003 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Keuangan Berkala, laporan keuangan yang harus disampaikan ke Bapepam terdiri dari:

1) neraca

2) laporan laba rugi

3) laporan perubahan ekuitas

4) laporan arus kas

5) laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integraldari laporan keuangan jika dipersyaratkan oleh instansi yangberwenang sesuai dengan jenis industrinya; dan

6) catatan atas laporan keuangan

Setelah itu dalam rangka melaksanakan prinsip keterbukaan dan memberikan perlindungan kepada masyarakat pemodal, khususnya terhadap Emiten dan Perusahaan Publik yang Efeknya tercatat di Bursa Efek di Indonesia dan Bursa Efek di negara lain (dual listing), maka ditetapkanlah Keputusan Ketua Bapepam dan Lembaga Keuangan Nomor: KEP-40/BL/2007 tentang Jangka Waktu Penyampaian Laporan Keuangan Berkala dan Laporan Tahunan bagi Emiten atau Perusahaan Publik yang Efeknya Tercatat di Bursa Efek di Indonesia dan di Bursa Efek di negara lain. Dalam lampirannya, yaitu Peraturan Bapepam Nomor X.K.7 dinyatakan bahwa batas waktu penyampaian laporan keuangan berkala dan batas waktu penyampaian laporan tahunan kepada Bapepam dan LK dilakukan mengikuti ketentuan di negara lain tersebut. Dengan berlakunya keputusan tersebut maka ketentuan yang mengatur jangka waktu penyampaian:

1. laporan keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan BapepamNomor X.K.2, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor Kep36/PM/2003 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan KeuanganBerkala; dan

2. laporan tahunan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bapepam dan LKNomor X.K.6, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK NomorKep-134/BL/2006 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan TahunanBagi Emiten dan Perusahaan Publik,

menjadi tidak berlaku bagi Emiten atau Perusahaan Publik yang Efeknya tercatat di Bursa Efek di Indonesia dan di Bursa Efek di negara lain.

Namun karena adanya program konvergensi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) ke International Financial Reporting Standards (IFRS) sebagai bentuk penyempurnaan peraturan Nomor X.K.2 sebelumnya, maka dikeluarkanlah draft awal Peraturan Bapepam Nomor X.K.2, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor KEP-/BL/2011 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Keuangan Berkala Emiten dan Perusahaan Publik. Namun batas waktu penyampaian laporan keuangan tahunan dan laporan keuangan tengah tahunan tidak berubah.

Ketentuan yang diatur dalam peraturan Nomor X.K.2 yang baru ini terkait dengan laporan keuangan lengkap yang wajib disampaikan ke Bapepam dan LK terdiri dari: laporan posisi keuangan (neraca); laporan laba rugi komprehensif; laporan perubahan ekuitas; laporan arus kas; laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika Emiten dan Perusahaan Publik menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika Emiten dan Perusahaan Publik mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya; dan catatan atas laporan keuangan. Dalam peraturan itu juga ditambahkan satu ketentuan yang mengatur mengenai penyampaian laporan keuangan berkala bagi emiten atau perusahaan publik yang tercatat di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Efek di negara lain (dual listing).II.1.3 Ketepatan Waktu (Timeliness)

Ketepatan waktu laporan keuangan adalah salah satu aspek penting atas laporan keuangan terkait relevansinya yang merupakan salah satu karakteristik kualitatif atas laporan keuangan. Ketepatan waktu menghendaki suatu informasi tersedia bagi para pengguna laporan keuangan secepat mungkin (Carslaw dan Kaplan, 1991). Menurut Owusu Ansah (2000) pelaporan yang tepat waktu adalah suatu cara yang penting untuk mengurangi insider trading, kebocoran, dan rumor di pasar modal negara berkembang. Jaggi dan Tsui (1999) menyatakan bahwa investor membutuhkan informasi yang tepat waktu untuk mengurangi tersebarnya informasi keuangan yang asimetri dan untuk pertumbuhan investasi masyarakat secara keseluruhan.

Givoly dan Palmon (1982) menguji hubungan diantara isi informasi laporan akuntansi dan ketepatan waktu yang menghasilkan bahwa perusahaan yang mempunyai bad news cenderung untuk menunda pengumuman laporan keuangannya, sedangkan pasar bereaksi positif terhadap pengumuman laba yang lebih awal atas adanya suatu good news. Berita baik dan buruk dikaitkan dengan tingkat profitabilitas perusahaan. Al ajmi (2008) menguji faktor-faktor penentu ketepatan waktu pelaporan tahunan di Bahrain antara lain: ukuran perusahaan, profitabilitas, dan leverage yang menghasilkan bahwa faktor-faktor tersebut mempunyai pengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan tahunan. Al ajmi (2008) juga menyatakan bahwa pengguna laporan perusahaan menganggap ketepatan waktu sebagai salah satu penentu kualitas audit. Owusu Ansah (2000) menganalisis ketepatan waktu laporan tahunan di Zimbabwe yang menemukan bahwa 98% dari perusahaan dalam sampel melaporkan segera kepada publik.

Dyer dan McHugh (1975) meneliti ketepatan waktu pelaporan keuangan tahunan perusahaan-perusahaan di Australia. Mereka menemukan bahwa ukuran perusahaan dan akhir tahun tanggal penutupan secara signifikan terkait dengan total keterlambatan (total lag). Soltani (2002) meneliti ketepatan waktu perusahaan dan laporan audit dengan menggunakan data dari perusahaan yang terdaftar di Perancis untuk setiap tahun pada periode 1986-1995 yang menemukan bahwa keberadaan audit yang berkualitas cenderung memperpanjang penundaan (delay). Gilling (1977) menyatakan bahwa pelaporan yang tepat bergantung pada perusahaan yang menyiapkan laporan keuangan dan opini dari auditor. Penundaan yang terlalu lama dalam menerbitkan laporan keuangan akan meningkatkan ketidakpastian dalam pengambilan keputusan investasi (Ahmad dan Kamarudin, 2003; Ashton et al., 1987). Informasi yang tepat waktu akan mempengaruhi harga efek di pasar (Chambers dan Penman, 1984). Leventis dan Weetman (2004) menyatakan bahwa waktu pengungkapan perusahaan harus secara spesifik dirancang untuk meminimalkan kegiatan seperti rumor pasar yang tidak mencerminkan harga yang sebenarnya, dan insider trading yang merusak efektivitas pasar modal.

Berikut ini adalah tabel yang berisi hasil penelitian terdahulu terkait isu ketepatan waktu:

Tabel II.1

Hasil Penelitian Terdahulu

PenelitiSampelVariabel yang digunakanHasil Penelitian

Al ajmi (2008)231 perusahaan keuangan dan nonkeuangan yang terdaftar di Bursa Efek Bahrain.Ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, kompleksitas akuntansi, tipe auditor, klasifikasi industri, dan tata kelola perusahaan.Ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage berpengaruh terhadap ketepatan pelaporan tahunan, sedangkan untuk kompleksitas akuntansi dan tipe auditor tidak ditemukan bukti yang mendukung, dan untuk tata kelola perusahaan ditemukan sebagai faktor penentu audit delay.

Owusu Ansah (2000)47 perusahaan nonkeuangan yang terdaftar di Bursa Efek Zimbabwe.Ukuran perusahaan, profitabilitas, umur perusahaan, kecepatan (gearing), item luar biasa, bulan dari akhir tahun keuangan, dan kompleksitas operasi.Ukuran perusahaan, profitabilitas, umur perusahaan, dan bulan dari akhir tahun keuangan mempunyai pengaruh terhadap audit reporting lead time. Ukuran perusahaan, profitabilitas, umur perusahaan, dan audit reporting lead time berpengaruh terhadap kecepatan perusahaan dalam mengumumkan laba awalnya, tetapi hanya ukuran perusahaan yang mempengaruhi ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan akhir tahunan yang telah diaudit.

Yaacob dan Che-Ahmad (2011)Menggunakan lima tahun data terdiri dari pra dan pasca periode adopsi IFRS, dengan panel regresi data tersebut dilakukan dengan sampel 3050 perusahaan. Adopsi IFRS, ukuran perusahaan, leverage, loss, opini auditor, jumlah anak perusahaan, bulan akhir tahun keuangan, perubahan auditor, ukuran KAP, proporsi direktur independen, dualitas CEO, persentase saham yang dimiliki direktur non-independen, persentase saham yang dimiliki direktur independen, industri. Hasil utama penelitian ini adalah adopsi IFRS berpengaruh signifikan terhadap lamanya waktu untuk menerbitkan laporan audit.

Dyer dan McHugh (1975)120 perusahaan yang dipilih secara acak dari perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Australia (Sydney).Ukuran perusahaan, profitabilitas, dan akhir tahun tanggal penutupan.Ukuran perusahaan dan akhir tahun tanggal penutupan berpengaruh signifikan terhadap total lag, sedangkan profitabilitas tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap ketepatan pelaporan.

Givoly dan Palmon (1982)210 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Amerika (New York) selama periode 15 tahun dari tahun 1960 sampai 1974.Ukuran perusahaan, kompleksitas operasi, dan kualitas pengendalian internal.Hanya kompleksitas operasi berdasarkan rasio persediaan ke total asset yang signifikan terhadap audit delay hanya dalam satu tahun, sedangkan ukuran perusahaan yang berdasarkan jumlah penjualan berpengaruh negatif terhadap ketepatan waktu laporan tahunan.

Ahmad dan Kamarudin (2003)100 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Malaysia pada tahun 1996 2000.Ukuran perusahaan, klasifikasi industri, pendapatan, item luar biasa, opini audit, auditor, akhir tahun dan risiko keuangan.klasifikasi industri, opini audit, auditor, loss, akhir tahun dan risiko berpengaruh signifikan terhadap audit delay.

Rachmawati (2008)Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2003 2005.Profitabilitas, solvabilitas, auditor internal, ukuran perusahaan, dan ukuran KAP.ukuran perusahaan, dan solvabilitas, memiliki pengaruh terhadap ketepatan waktu, sedangkan profitabilitas, auditor internal, ukuran KAP tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ketepatan waktu (timeliness).

Margaretta (2011)120 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2008 2010. Penerapan IFRS, ukuran perusahaan, profitabilitas, ukuran KAP, dan kompleksitas operasi perusahaan.ukuran perusahaan, dan ukuran KAP berpengaruh signifikan terhadap keterlambatan waktu penyampaian laporan keuangan, sedangkan penerapan IFRS, profitabilitas, kompleksitas operasi perusahaan tidak berpengaruh signifikan.

Aryati dan Theresia (2005)50 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2002 2004.Ukuran perusahaan, profitabilitas, keberadaan divisi auditor internal, dan ukuran KAP.Ukuran perusahaan menunjukkan pengaruh signifikan terhadap timeliness, sedangkan profitabilitas, keberadaan divisi auditor internal, dan ukuran KAP tidak memberikan pengaruh signifikan.

II.1.4 Standar Audit

Standar audit merupakan pedoman bagi auditor dalam melaksanakan tanggung jawab profesionalnya. Menurut Boynton, Johnson dan Kell (2003) terdapat sepuluh standar yang terdiri dari tiga bagian besar yaitu:

1. Standar Umum

a. Audit harus dilakukan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis cukup sebagai auditor.

b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.

c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.

2. Standar Pekerjaan Lapangan

a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.

b. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.

c. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui prosedur audit sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.

3. Standar Pelaporan

a. Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telahdisusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum diIndonesia.

b. Laporan audit harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada,ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunanlaporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapanprinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.

c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandangmemadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan audit.

d. Laporan audit harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenailaporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwapernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secarakeseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan.Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, makalaporan audit harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifatpekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggungjawab yang dipikul oleh auditor.Dalam prakteknya, pelaksanaan audit yang makin sesuai dengan standar akan membutuhkan waktu makin lama. Demikian pula sebaliknya, waktu yang diperlukan akan makin pendek ketika pelaksanaan audit makin tidak sesuai dengan standar.

II.1.5 Audit DelayMenurut Generally Accepted Auditing Standards (GAAS) mengenai standar audit, khususnya standar umum ketiga menyatakan bahwa audit harus dilaksanakan dengan penuh kecermatan dan ketelitian, dimana menuntut auditor untuk melaksanakan sikap skeptisme profesional. Skeptisme profesional adalah sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis bukti audit. Selain itu, standar pekerjaan lapangan memuat pernyataan bahwa audit harus dilaksanakan dengan perencanaan yang matang dan diperolehnya bukti-bukti audit yang memadai guna mendukung hasil opini audit yang akan diterbitkan auditor.

Dengan adanya pemenuhan standar tersebut untuk meningkatkan kualitas audit oleh auditor yang pada akhirnya dapat menyebabkan auditor membutuhkan waktu yang lebih lama dalam proses penyelesaian auditnya. Sehingga dapat berdampak pada adanya keterlambatan laporan auditor, misal dikarenakan belum didapatkannya bukti-bukti audit yang cukup dan kompeten dalam mendukung kesimpulan opini audit yang akan diterbitkan oleh auditor. Hal tersebut yang dapat menyebabkan terjadinya audit delay. Menurut Lawrence dan Glover (1998) audit delay adalah the length of time between the fiscal year-end of a company and the date of the auditor's report. Senada dengan pernyataan Bamber at al., (1993) menyatakan bahwa audit delay adalah the number of days between the client's fiscal year-end and the audit report date. Audit delay ini diukur dari lamanya hari yang dilihat dari perbedaan antara akhir tahun fiskal perusahaan dengan tanggal laporan audit. Menurut Abdulla (1996) semakin pendek waktu antara akhir tahun buku dengan tanggal publikasi, maka semakin banyak manfaat yang dapat diperoleh dari laporan tahunan yang telah diaudit.

Ketepatan waktu audit merupakan refleksi dari jumlah jam yang dibutuhkan auditor untuk melaksanakan tugas-tugas yang dipengaruhi oleh sejumlah pekerjaan audit interim yang dilaksanakan, jumlah auditor yang diberikan penugasan, dan jumlah jam kerja lembur yang dibutuhkan (Lawrence dan Glover, 1998). Keterlambatan laporan audit akan membuat pemegang saham dan pemegang saham potensial untuk menunda transaksi saham mereka (Ng dan Tai, 1994). Sehingga audit delay sangat mempengaruhi ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit. Semakin lama audit delay, maka perusahaan akan semakin terlambat untuk menyampaikan laporan keuangan kepada publik, dan sebaliknya.

II.1.6 Penerapan IFRS di IndonesiaSeiring dengan perkembangan kegiatan ekonomi dan globalisasi menuntut adanya suatu standar akuntansi internasional yang dapat diterima dan dapat dipahami secara internasional, oleh karena itu muncullah suatu standar internasional yaitu International Financial Reporting Standards (IFRS). IFRS merupakan standar tunggal pelaporan akuntansi berkualitas tinggi dan kerangka akuntansi berbasiskan prinsip yang meliputi professional judgement yang kuat dengan disclosures yang jelas dan transparan mengenai substansi ekonomi transaksi, penjelasan hingga mencapai kesimpulan tertentu, dan akuntansi terkait transaksi tersebut. Dengan demikian, pengguna laporan keuangan dapat dengan mudah membandingkan informasi keuangan entitas antarnegara di berbagai belahan dunia. Laporan keuangan yang disusun berdasarkan standar internasional akan dapat meningkatkan kredibilitas laporan tersebut. Dengan kesiapan penerapan IFRS sebagai standar akuntansi global yang tunggal, perusahaan Indonesia akan siap dan mampu untuk bertransaksi, termasuk merger dan akuisisi, lintas negara. Pada tahun 2011 merupakan tahap kesiapan akhir bagi perusahaan di Indonesia dalam hal penerapan secara bertahap beberapa PSAK berbasis IFRS. Sehingga di tahun 2012 diharapkan Indonesia sudah menerapkan keseluruhan PSAK yang dikonvergensi kedalam IFRS. Berikut ini merupakan gambar roadmap penerapan IFRS:

Gambar II.1

Roadmap Penerapan IFRS:

Sumber: Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)

Menurut Choi dan Meek (2011) laporan keuangan yang disusun berdasarkan seperangkat standar akuntansi yang global (umum) akan dapat membantu investor untuk dapat memahami dengan lebih baik mengenai peluang investasi dibandingkan dengan laporan keuangan yang disusun berdasarkan standar akuntansi nasional. Tanpa standar global (umum), investor global harus mengeluarkan waktu dan usaha untuk memahami dan mengubah laporan keuangan sampai mereka yakin dapat membandingkan peluang investasi yang ada. Sehingga proses tersebut memakan waktu dan dapat sulit, yang terkadang menyebabkan investor untuk menggunakan dugaan dalam membandingkan suatu peluang investasi. Sehingga dalam menerapkan IFRS diperlukan pemahaman yang lebih dalam terkait adanya aturan baru tersebut, hal tersebut dapat dilakukan dengan cara adanya training yang diberikan kepada para praktisi akuntansi, orang-orang di departemen keuangan, pendidik akuntansi, serta manajer perusahaan.

Menurut Choi dan Meek (2011) atas suatu paper yang baru-baru ini ber-argumen mengenai global GAAP, adanya manfaat global GAAP sebagai berikut:

1) Meningkatnya kualitas standar pelaporan keuangan yang digunakansecara konsisten diseluruh dunia sehingga modal dapat dialokasikandengan efisien.

2) Investor akan dapat membuat suatu keputusan investasi yang lebihbaik. Adanya portfolio yang lebih beragam dan risiko keuangan dapatdikurangi. Sehingga timbulnya suatu transparansi dan perbandingandiantara para kompetitor dalam pasar global.

3) Memperbaiki strategi pembuatan keputusan suatu perusahaan dalamhal merger dan akuisisi.

4) Pengetahuan dan keahlian akuntansi dapat ditransfer ke seluruh dunia. 5) Munculnya pemikiran terbaik dalam hal mengembangkan standarglobal yang berkualitas tinggi.

Menurut Gamayuni (2009) tujuan IFRS adalah memastikan bahwa informasi-informasi yang dimasukkan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang dapat: 1) Meningkatkan adanya suatu transparansi bagi para pengguna danlaporan tersebut dapat dibandingkan sepenjang periode yangdisajikan,

2) Menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berbasispada IFRS, dan

3) Menghasilkan biaya yang tidak melebihi manfaatnya bagi parapengguna.

PricewaterhouseCoopers (2005) dalam publikasinya Making A change To IFRS mengatakan: Financial reporting that is not easily understood by global users is unlikely to bring new business or capital to a company. This is why so many are either voluntarily changing to IFRS, or being required to by their governments. Communicating in one language to global stakeholders enhances confidence in the business and improves finance-raising capabilities. It also allows multinational groups to apply common accounting across their subsidiaries, which can improve internal communications, and the quality of management reporting and group decision-making. At the same time, IFRS can ease acquisitions and divestments through greater certainty and consistency of accounting interpretation. In increasingly competitive markets, IFRS allows companies to benchmark themselves against their peers worldwide, and allows investors and others to compare the companys performance with competitors globally. Those companies that do not make themselves comparable (or cant, because national laws stand in the way) will be at a disadvantage and their ability to attract capital and create value going forward will be undermined.Berdasarkan publikasi tersebut, PricewaterhouseCoopers yang merupakan salah satu big four firm, menyatakan bahwa laporan keuangan dituntut untuk dapat menyajikan suatu informasi yang dapat dipahami oleh pengguna global, sehingga dapat membawa bisnis baru maupun modal ke dalam perusahaan. Hal tersebut menyebabkan adanya suatu kebutuhan untuk merubah peraturan akuntansi nasional ke arah standar internasional (IFRS). Dengan mengadopsi IFRS berarti laporan keuangan menyajikan suatu bahasa akuntansi global, yang membuat perusahaan multinasional menjadi lebih mudah dalam berkomunikasi dengan cabang-cabang perusahaannya yang berada dalam lintas negara yang berbeda, meningkatkan kualitas pelaporan manajemen dan proses pengambilan keputusan. IFRS juga dapat memberikan suatu keyakinan dan konsistensi yang lebih besar, sehingga memudahkan proses akuisisi dan divestasi. Dalam suatu persaingan global, dengan adanya adopsi IFRS membuat perusahaan dapat membandingkan kinerjanya dengan pesaing global lainnya. Merupakan suatu kerugian bagi suatu perusahaan apabila tidak dapat diperbandingkan secara global, yang berarti kurangnya kemampuan mereka dalam menarik modal dan menciptakan nilai dimasa yang akan datang.

Yaacob dan Che-Ahmad (2011) menguji pengaruh adopsi IFRS terhadap ketepatan waktu audit di Malaysia, yang menghasilkan rata-rata audit delay adalah 100 hari, yang menunjukkan bahwa adanya kenaikan signifikan atas audit delay setelah adopsi IFRS. Dalam penelitian tersebut membuktikan bahwa kompleksitas IFRS menyebabkan auditor membutuhkan lebih banyak waktu dalam melaksanakan penugasan audit mereka.

II.1.7 Opini Auditor

Menurut Boynton, Johnson dan Kell (2003) laporan audit adalah alat formal yang digunakan auditor dalam mengkomunikasikan kesimpulan atas laporan keuangan yang diaudit kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Didalam menerbitkan suatu laporan audit, auditor harus mematuhi keempat standar pelaporan dalam standar auditing. Pendapat auditor biasanya disampaikan dalam bentuk tertulis yang umumnya berupa laporan audit baku. Pendapat auditor sangatlah penting bagi perusahaan ataupun pihak-pihak lain yang membutuhkan hasil dari laporan keuangan auditan. Laporan auditor dapat menambah kredibilitas laporan keuangan. Auditor dapat memilih tipe pendapat yang akan dinyatakan atas laporan keuangan auditan.Tipe pendapat auditor tersebut diantaranya sebagai berikut:

1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (Unqualified Opinion)

Pendapat wajar tanpa pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (IAPI,2001).

Pendapat wajar tanpa pengecualian diterbitkan auditor apabila tidak terjadi pembatasan lingkup dan tidak ada pengecualian yang signifikan terkait kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi berterima umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsistensi penerapan prinsip akuntansi berterima umum, serta adanya pengungkapan yang memadai dalam laporan keuangan (Mulyadi, 2002).2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan (UnqualifiedOpinion with Explanatory Language)Keadaan tertentu mungkin mengharuskan auditor untuk menambahkan suatu paragraf penjelasan (atau bahasa penjelasan yang lain) dalam laporan auditnya (IAPI,2001).

Pendapat ini diberikan apabila audit telah dilaksanakan sesuai standar audit. Penyajian laporan keuangan sesuai prinsip akuntansi yang diterima umum, namun terdapat keadaan tertentu yang mengharuskan auditor menambahkan suatu paragraf penjelasan dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan (Mulyadi, 2002).Menurut Messier, Glover dan Prawitt (2008) terdapat lima kondisi yang memungkinkan auditor memodifikasi atau menambah bahasa penjelasan dalam laporan audit wajar tanpa pengecualian, antara lain:

1) Pendapat berdasarkan bagian dalam laporan auditor lain

2) Terkait keberlangsungan usaha

3) Pernyataan auditor terkait adanya penyimpangan dari GAAP

4) Kurangnya konsistensi dalam laporan keuangan karena adanya perubahan akuntansi

5) Penekanan atas masalah

3. Pendapat wajar dengan pengecualian (Qualified Opinion)Pendapat wajar dengan pengecualian, menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan (IAPI,2001).

Menurut Mulyadi (2002) auditor memberikan pendapat wajar dengan pengecualian dalam laporan audit apabila menemui kondisi seperti berikut:

1) Lingkup audit dibatasi klien

2) Prosedur audit yang penting tidak dapat dilaksanakan oleh auditor atau auditor tidak mampu memperoleh informasi penting karena adanya kondisi-kondisi yang berada diluar kekuasaan klien maupun auditor

3) Laporan keuangan tidak disusun berdasarkan prinsip akuntansi berterima umum

4) Prinsip akuntansi berterima umum dalam penyusunan laporan keuangan tidak diterapkan secara konsisten

4. Pendapat tidak wajar (adverse Opinion)

Pendapat tidak wajar berarti bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (IAPI,2001).

5. Pernyataan tidak memberikan pendapat (Disclaimer of Opinion)

Pernyataan tidak memberikan pendapat menyatakan bahwa auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan (IAPI,2001).

Menurut Mulyadi (2002) kondisi yang menyebabkan auditor menyatakan tidak memberikan pendapat adalah:

a. Adanya pembatasan yang luar biasa sifatnya terhadap lingkungan audit

b. Hubungan auditor dengan klien tidak independenLaporan penting sekali dalam suatu audit karena laporan menginformasikan pemakai informasi mengenai apa yang dilakukan auditor dan kesimpulan yang diperolehnya. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) mengharuskan dibuatnya laporan setiap kali Kantor Akuntan Publik (KAP) dikaitkan dengan audit atas laporan keuangan.

Bamber et al., (1993) menyatakan bahwa pendapat wajar dengan pengecualian (qualified) tidak mungkin diterbitkan sampai auditor telah menghabiskan waktu dan usaha dalam melakukan prosedur audit tambahan. Ashton et al., (1987) menyatakan bahwa dengan diterbitkannya pendapat wajar dengan pengecualian (qualified) memungkinkan meluasnya lingkup audit dan antara auditor dengan klien membutuhkan waktu untuk negosiasi yang menyebabkan meningkatnya audit delay, sehingga berdampak pada keterlambatan penyampaian laporan keuangan.

II.1.8 Kualitas Auditor

Kantor Akuntan Publik (KAP) adalah badan usaha yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan telah mendapatkan izin usaha dari Menteri Keuangan, sebagai wadah bagi Akuntan Publik dalam memberikan jasanya. Kualitas auditor dilihat dari besarnya perusahaan audit yang melaksanakan pengauditan laporan keuangan tahunan, yaitu berupa KAP the big four atau KAP non the big four. Adapun kategori the big four di Indonesia yaitu:

1. KAP PricewaterhouseCoopers (PWC), bekerjasama dengan KAPTanudiredja, Wibisana & Rekan.

2. KAP Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG), bekerjasama dengan KAPSiddharta & Widjaja.

3. KAP Ernst & Young (E & Y), bekerjasama dengan KAP Purwantono,Suherman & Surja.

4. KAP Deloitte Touche Tohmatsu (Deloitte), bekerjasama dengan KAP OsmanBing Satrio & Rekan.Afify (2009) menyatakan bahwa perusahaan audit yang besar memiliki motivasi yang kuat untuk menyelesaikan pekerjaan audit dengan tepat waktu guna menjaga reputasi dan nama mereka. Sehingga perusahaan audit yang merupakan the big four dianggap dapat melaksanakan auditnya dengan efisien dan tepat waktu.

II.1.9 Kompleksitas Operasi

Kompleksitas operasi perusahaan dapat dilihat berdasarkan jumlah dan lokasi unit operasi (cabang) serta diversifikasi atas lini produk dan pasar, yang dapat mempengaruhi lamanya waktu yang dibutuhkan auditor dalam menyelesaikan auditnya. Jaggi dan Tsui (1999) mengukur kompleksitas operasi dari jumlah anak perusahaan (subsidiaries) yang diperkirakan memiliki pengaruh terhadap audit delay. Bamber et al., (1993) menggunakan kompleksitas operasi perusahaan yang diukur dari sejumlah lini bisnis yang berbeda atas perusahaan sampel beroperasi. Givoly dan Palmon (1982) menggunakan rasio persediaan terhadap total aset sebagai ukuran kompleksitas.

II.1.10 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan dapat dilihat berdasarkan total asset maupun total pendapatan. Ashton et al., (1989) menyatakan bahwa perusahaan besar dapat melaksanakan suatu pengendalian internal yang lebih kuat yang memungkinkan auditor untuk menempatkan kepercayaan yang lebih atas pengujian kepatuhan daripada pengujian substantif atas saldo akhir tahun, sehingga dapat memfasilitasi terjadinya penyelesaian audit yang tepat waktu. Dan perusahaan besar biasanya dimiliki dan diawasi oleh pihak-pihak eksternal, sehingga manajemen akan memiliki insentif untuk meminimalkan keterlambatan audit. Hal ini juga senada dengan Dyer dan McHugh (1975) bahwa manajemen perusahaan besar memiliki insentif untuk mengurangi audit delay dan menghadapi tekanan eksternal yang lebih besar untuk melaporkan tepat waktu.

II.1.11 Solvabilitas

Solvabilitas seringkali disebut leverage ratio. Solvabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk membayar hutang jangka pendek dan jangka panjang. Solvabilitas dapat dilihat berdasarkan debt to asset ratio maupun debt to equity ratio. Tingginya debt to asset ratio menggambarkan bahwa perusahaan sedang mengalami kesulitan keuangan, sehingga mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki risiko yang tinggi. Proporsi hutang (debt proportion) pertama kali digunakan dalam penelitian audit delay oleh Carslaw dan Kaplan (1991) dalam Ahmad dan Kamarudin (2003). Hasil penelitian berpendapat bahwa proporsi debt to asset ratio mungkin mengindikasikan kesehatan keuangan perusahaan. Semakin tinggi debt to asset ratio dapat mengakibatkan meningkatnya kegagalan perusahaan yang membuat auditor memberi perhatian lebih terhadap laporan keuangan perusahaan, karena ada kemungkinan laporan keuangan perusahaan tersebut kurang dapat dipercaya (kurang reliable), sehingga auditor membutuhkan proses audit yang lebih panjang.

II.1.12 Kinerja Perusahaan

Kinerja perusahaan dapat dilihat dari terjadinya profit atau loss atas suatu kegiatan operasional suatu perusahaan. Perusahaan yang mengalami profit cenderung untuk segera melaporkan good news tersebut kepada publik, sehingga semakin kecil pula terjadinya keterlambatan penyampaian laporan keuangan. Namun sebaliknya untuk perusahaan yang mengalami loss, cenderung menunda untuk menerbitkan laporan keuangannya, karena mereka tidak ingin melaporkan bad news tersebut kepada publik yang dapat membahayakan reputasi dan kinerja perusahaaan tersebut di masa yang akan datang. Hal tersebut juga didukung oleh penelitian Givoly dan Palmon (1982) yang menemukan bahwa pasar bereaksi positif terhadap pengumuman laba yang lebih awal atas adanya suatu good news. Sehingga penyajian pengumuman laba secara tepat waktu kepada publik sangat penting dalam hal pengambilan keputusan ekonomi yang tepat dan akurat oleh para pengguna laporan keuangan.

II.2 Pengembangan HipotesisII.2.1 Kerangka Hipotesis

Berdasarkan pada literatur dan penelitian-penelitian terdahulu, hipotesis yang akan diuji dari penelitian ini antara lain penerapan IFRS, opini auditor, kualitas auditor, kompleksitas operasi, ukuran perusahaan, solvabilitas, dan kinerja perusahaan.

Penelitian ini mencoba untuk mengkaji kembali terkait kesiapan akhir perusahaan publik dalam menerapkan IFRS untuk tahun 2011 apakah terdapat kendala dalam penerapan IFRS tersebut yang dapat berdampak pada keterlambatan perusahaan dalam menyampaikan laporan keuangannya. Penelitian ini hanya dilakukan pada tahun 2011 saja, karena tahun 2011 merupakan tahap persiapan akhir bagi Indonesia berupa penerapan secara bertahap beberapa PSAK berbasis IFRS. Sedangkan opini auditor, kualitas auditor, kompleksitas operasi, ukuran perusahaan, solvabilitas, dan kinerja perusahaan menjadi faktor-faktor tambahan yang dapat mempengaruhi keterlambatan penyampaian laporan keuangan.

Kerangka pengujian hipotesis parsial penelitian ini dapat dijabarkan seperti format berikut ini:

IFRS (X1)

Opini Auditor (X2)

Kualitas Auditor (X3)

Kompleksitas Operasi (X4) Keterlambatan

penyampaian laporan

Ukuran Perusahaan (X5) keuangan (Y)

Solvabilitas (X6)

Kinerja Perusahaan (X7)

Keterangan: X: Variabel Independen

Y: Variabel Dependen

II.2.2 Perumusan Hipotesis

II.2.2.1 IFRS

Adopsi IFRS berarti melakukan suatu adopsi atas bahasa pelaporan keuangan global yang akan membuat suatu perusahaan dapat dimengerti oleh pasar global. Suatu perusahaan akan memiliki daya saing yang lebih besar ketika mengadopsi IFRS dalam laporan keuangannya. Sehingga auditor yang melakukan audit terhadap laporan keuangan perusahaan-perusahaan yang sudah menerapkan IFRS tersebut dalam pelaporan keuangannya harus dapat memahami dan menguasai aplikasi IFRS, dimana dalam IFRS ini berdasarkan pada principle based yang didalamnya terdapat konsep fair value dan diperlukannya professional judgement. Hoogendoorn (2006) menyatakan bahwa IFRS menghendaki adanya pengungkapan yang luas, sehingga menuntut upaya dan waktu yang lebih besar dalam melaksanakan audit. Carlin, Finch dan Laili (2009) juga menyatakan bahwa kompleksitas IFRS tidak hanya pada perlakuan akuntansi, tetapi juga pada kesulitan untuk mematuhi pelaporan rinci dan ketentuan pengungkapan (Griffin, Lont dan Sun, 2009). Menurut Gamayuni (2009) tantangan untuk mengadopsi IFRS seutuhnya pada tahun 2012 dihadapi oleh kalangan akademisi dan perusahaan di Indonesia.

Penerapan IFRS di Indonesia juga menjadi masalah tersendiri, dimana IFRS merupakan suatu standar yang kompleks. Masalah tersebut pertama kali datang dari urusan penerjemahan (Seputar Indonesia.com, 5 Mei 2011). Hal tersebut seperti para akuntan lokal yang mengalami kesulitan dalam penerjemahan IFRS ke bahasa Indonesia. Berikutnya biaya penerapan IFRS juga mahal, terkait biaya yang meliputi perubahan sistem dan infrastruktur bisa mencapai miliaran rupiah. Sehingga pemerintah perlu lebih cepat mensosialisasikan dan mempersiapkan sejumlah regulasi yang mendukung pelaksanaan IFRS. Kurikulum akuntansi di dunia pendidikan juga perlu segera disesuaikan. Serta sosialisasi bahwa implementasi IFRS bukan sekedar perubahan standar pelaporan, melainkan juga pembenahan sistem, dan perbaikan seluruh infrastruktur. Dalam PSAK No.1 (revisi 2009) paragraf 8 mengenai komponen laporan keuangan lengkap yang telah berbasis International Accounting Standard (IAS) 1 Presentation of Financial Statements terdapat penambahan laporan posisi keuangan yang menunjukkan saldo awal pada awal periode komparatif dalam hal adanya reklasifikasi atau penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas menerapkan kebijakan akuntansi secara retrospektif. Sehingga perusahaan harus menyajikan laporan posisi keuangan pada akhir periode berjalan, akhir periode sebelumnya (yang sama dengan awal periode berjalan), dan permulaan dari periode komparasi terawal.

Reklasifikasi pos laporan keuangan seperti perubahan penyajian kepentingan nonpengendali dari yang sebelumnya bukan bagian dari ekuitas menjadi bagian dari ekuitas, sehingga entitas harus menyajikan laporan posisi keuangan awal periode komparatif. Penyesuaian retrospektif dan penyajian kembali secara retrospektif merupakan penyesuaian atas saldo awal saldo laba. Dimana entitas akan menyesuaikan saldo awal setiap komponen ekuitas yang terpengaruh dalam periode sajian paling awal dan jumlah komparatif lainnya yang perlu diungkapkan untuk setiap periode sajian sehingga seolah-olah kebijakan akuntansi baru tersebut sudah diterapkan sebelumnya. Dan apabila terdapat kesalahan yang timbul dalam pengakuan, pengukuran, penyajian, atau pengungkapan dari periode lalu, maka dikoreksi dengan menyajikan kembali jumlah komparatif untuk periode lalu dimana kesalahan terjadi. Dengan adanya PSAK No.1 yang berbasis IFRS tersebut, dalam menyajikan laporan keuangannya perusahaan perlu memahami, menguasai, dan menerapkan standar akuntansi sesuai peraturan yang sudah berbasis IFRS tersebut. Sehingga dibutuhkan cukup waktu untuk menguasai konsep IFRS terutama oleh manajemen perusahaan yang dapat mempengaruhi ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan.

Yaacob dan Che-Ahmad (2011) menemukan adanya pengaruh signifikan adopsi IFRS terhadap audit delay. Dalam penelitian tersebut membuktikan bahwa kompleksitas IFRS menyebabkan auditor membutuhkan lebih banyak waktu dalam melaksanakan penugasan audit mereka. Sedangkan Margaretta (2011) tidak menemukan hubungan signifikan antara IFRS dengan keterlambatan penyampaian laporan keuangan.

Berdasarkan penjelasan penelitian terdahulu dan argumen di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis pertama penelitian ini (dinyatakan dalam hipotesis alternatif) sebagai berikut: Ha1: penerapan IFRS berpengaruh terhadap keterlambatan penyampaian laporan keuangan perusahaan ke Bapepam.II.2.2.2 Opini Auditor

Opini auditor atas laporan keuangan yang disajikan perusahaan akan mempengaruhi ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan. Soltani (2002) menyatakan bahwa perusahaan yang menerima qualified opinion, cenderung untuk menunda penyampaian laporan keuangan dibandingkan dengan perusahaan yang menerima unqualified opinion. Ahmad dan Kamarudin (2003) menyatakan qualified opinion dilihat sebagai bad news dan akan memperlambat proses audit.Beberapa penelitian menemukan adanya hubungan positif antara opini auditor terhadap audit delay, antara lain: Subekti dan Widiyanti (2004), Ahmad dan Kamarudin (2003), Yaacob dan Che-Ahmad (2011), Ashton et al., (1987), Carslaw dan Kaplan (1991), Bamber et al., (1993), Soltani (2002). Sedangkan Shukeri dan Nelson (2011) tidak menemukan adanya pengaruh jenis opini auditor terhadap audit delay. Dengan adanya audit delay tersebut juga berdampak pada keterlambatan penyampaian laporan keuangan kepada publik.

Berdasarkan penjelasan penelitian terdahulu dan argumen di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis kedua penelitian ini (dinyatakan dalam hipotesis alternatif) sebagai berikut: Ha2 : Opini auditor berpengaruh terhadap keterlambatan penyampaian laporan keuangan perusahaan ke Bapepam.

II.2.2.3 Kualitas Auditor

Kualitas KAP dilihat berdasarkan pada seberapa besar kualitas hasil jasa, yang akan berdampak pada jangka waktu penyelesaian audit. Dalam penelitian ini, kualitas audit diproksi dari besarnya perusahaan audit yang melaksanakan pengauditan laporan keuangan tahunan, mengacu pada apakah KAP bersangkutan merupakan the big four/bukan. Empat KAP yang disebut juga the big four terdiri dari PricewaterhouseCoopers (PWC), Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG), Ernst & Young (E & Y), dan Deloitte Touche Tohmatsu (Deloitte). Sedangkan KAP non the big four adalah KAP lokal. Gilling (1977) menyatakan bahwa perusahaan audit besar dapat melakukan audit dengan cepat dan memiliki tingkat fleksibilitas jadwal waktu untuk dapat menyelesaikan auditnya tepat waktu. Perusahaan audit yang besar seperti the big four dianggap memiliki kualitas yang baik karena terkait dengan kinerjanya dalam melaksanakan audit dengan efisien dan tepat waktu, sehingga dengan adanya pelaksanaan audit yang cepat, membuat perusahaan juga tepat waktu dalam menyampaikan laporan keuangan auditannya kepada publik. Sehingga perusahaan yang memakai jasa KAP yang memiliki kualitas baik akan dapat menyampaikan laporan keuangan perusahaan yang lebih tepat waktu jika dibandingkan dengan perusahaan yang diaudit oleh KAP yang kurang berkualitas.

Hasil penelitian Shukeri dan Nelson (2011), Ahmad dan Kamarudin (2003), Subekti dan Widiyanti (2004), Ashton et al., (1987), Gilling (1977), Rachmawati (2008), dan Lawrence dan Glover (1998) menemukan adanya pengaruh kualitas auditor terhadap audit delay, dan Margaretta (2011) juga menemukan hubungan signifikan antara kualitas auditor dengan keterlambatan penyampaian laporan keuangan. Sedangkan Prabandari dan Rustiana (2007), Al Ajmi (2008) tidak dapat menemukan bukti untuk mendukung pengaruh kualitas auditor terhadap audit delay, dan Aryati dan Theresia (2005) juga menyatakan bahwa kualitas auditor tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap timeliness.Berdasarkan penjelasan penelitian terdahulu dan argumen di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis ketiga penelitian ini (dinyatakan dalam hipotesis alternatif) sebagai berikut: Ha3 : Kualitas auditor berpengaruh terhadap keterlambatan penyampaian laporan keuangan perusahaan ke Bapepam.II.2.2.4 Kompleksitas operasi

Tingkat kompleksitas operasi perusahaan kemungkinan dapat mempengaruhi ketepatan waktu perusahaan dalam menyampaikan laporan keuangannya kepada publik. Kompleksitas operasi perusahaan dapat dilihat berdasarkan jumlah dan lokasi unit operasi (cabang) serta diversifikasi atas lini produk dan pasar, yang dapat mempengaruhi lamanya waktu yang dibutuhkan auditor dalam menyelesaikan auditnya. Owusu Ansah (2000) menemukan bahwa kompleksitas operasi perusahaan berpengaruh signifikan terhadap ketepatan waktu perusahaan dalam menyampaikan laporan keuangannya kepada publik. Dan Givoly dan Palmon (1982) juga menemukan hubungan signifikan antara kompleksitas operasi terhadap audit delay. Sedangkan Margaretta (2011) tidak menemukan hubungan signifikan kompleksitas operasi terhadap keterlambatan penyampaian laporan keuangan.Berdasarkan penjelasan penelitian terdahulu dan argumen di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis keempat penelitian ini (dinyatakan dalam hipotesis alternatif) sebagai berikut: Ha4: Kompleksitas operasi berpengaruh terhadap keterlambatan penyampaian laporan keuangan perusahaan ke Bapepam.

II.2.2.5 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan dalam penelitian ini dilihat berdasarkan total asset perusahaan. Perusahaan yang memiliki total asset yang besar memiliki hubungan dengan ketepatan waktu laporan keuangan. Perusahaan besar dapat melaporkan lebih cepat dibandingkan dengan perusahaan kecil. Hal ini dikarenakan perusahaan besar melaksanakan suatu pengendalian internal yang lebih kuat dan memiliki dorongan untuk mengurangi audit delay, yang memungkinkan proses audit yang dilakukan auditor berlangsung dengan cepat, sehingga tidak terjadi penundaan penyampaian laporan keuangan auditan. Hasil penelitian Aryati dan Theresia (2005), Al ajmi (2008), Rachmawati (2008), dan Margaretta (2011) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap keterlambatan penyampaian laporan keuangan. Sedangkan Givoly dan Palmon (1982) tidak menemukan pengaruh ukuran perusahaan terhadap ketepatan waktu laporan tahunan.

Berdasarkan penjelasan penelitian terdahulu dan argumen di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis kelima penelitian ini (dinyatakan dalam hipotesis alternatif) sebagai berikut: Ha5: Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap keterlambatan penyampaian laporan keuangan perusahaan ke Bapepam.

II.2.2.6 Solvabilitas

Solvabilitas perusahaan dilihat berdasarkan debt to asset ratio (DAR). Semakin tinggi debt to asset ratio, maka mengindikasikan buruknya kesehatan keuangan perusahaan, yang mengakibatkan semakin tingginya risiko finansial suatu perusahaan. Sehingga auditor perlu cukup waktu yang lebih panjang untuk memfokuskan perhatiannya terhadap laporan keuangan yang kurang realible, guna menilai going concern perusahaan kedepannya. Dengan panjangnya proses audit tersebut, dapat berpengaruh terhadap keterlambatan penyampaian laporan keuangan perusahaan kepada publik. Hasil penelitian Al ajmi (2008) dan Rachmawati (2008) menunjukkan bahwa solvabilitas memiliki pengaruh terhadap ketepatan pelaporan tahunan. Sementara Carslaw dan Kaplan (1991) menemukan pengaruh solvabilitas terhadap audit delay.

Berdasarkan penjelasan penelitian terdahulu dan argumen di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis keenam penelitian ini (dinyatakan dalam hipotesis alternatif) sebagai berikut: Ha6: Solvabilitas berpengaruh terhadap keterlambatan penyampaian laporan keuangan perusahaan ke Bapepam.

II.2.2.7 Kinerja Perusahaan

Kinerja perusahaan dilihat dari profit atau loss yang dialami oleh perusahaan. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa perusahaan yang mengalami kerugian (loss) cenderung untuk menunda menerbitkan laporan keuangannya, karena mereka tidak ingin melaporkan bad news tersebut kepada publik yang dapat membahayakan reputasi dan kinerja perusahaaan tersebut di masa yang akan datang. Namun sebaliknya untuk perusahaan yang mengalami profit cenderung untuk segera melaporkan good news tersebut kepada publik, sehingga semakin kecil pula terjadinya keterlambatan penyampaian laporan keuangan. Shukeri dan Nelson (2011) menemukan hubungan signifikan kinerja perusahaan terhadap audit report lag.

Berdasarkan penjelasan penelitian terdahulu dan argumen di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis ketujuh penelitian ini (dinyatakan dalam hipotesis alternatif) sebagai berikut: Ha7: Kinerja perusahaan berpengaruh terhadap keterlambatan penyampaian laporan keuangan perusahaan ke Bapepam.

1148