bab 2 landasan teori dan pengembangan hipotesisthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2012-2-00538-ak...

31
10 BAB 2 LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Pemahaman Umum Perpajakan 2.1.1 Definisi Pajak Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan memberikan definisi pajak : “kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Sementara itu, Mardiasmo (2011:1) memberikan definisi pajak sebagai berikut : “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Ada beberapa definisi pajak yang diungkapkan oleh para ahli, antara lain: 1. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H., “Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

Upload: dolien

Post on 11-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

10

BAB 2

LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

2.1 Pemahaman Umum Perpajakan

2.1.1 Definisi Pajak

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum

dan Tata Cara Perpajakan memberikan definisi pajak : “kontribusi wajib

kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat

memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat”.

Sementara itu, Mardiasmo (2011:1) memberikan definisi pajak

sebagai berikut : “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan

undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal

(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk

membayar pengeluaran umum”.

Ada beberapa definisi pajak yang diungkapkan oleh para ahli, antara

lain:

1. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H., “Pajak adalah iuran

kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik

(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang

digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

11

2. Menurut S.I Djajadiningrat, “Pajak sebagai suatu kewajiban

menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang

disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang

memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman,

menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat

dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara

langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum”. (Resmi,

2011)

3. Sommerfeld Ray M. Anderson Herschel M. & Brock Horace R.,

“Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor

pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib

dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang sudah ditentukan dan

tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar

pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan

pemerintahan”.

4. Menurut Liberti Pandiangan SE., M.Si, “Pajak merupakan

pembayaran (pengalihan) sebagian harta kekayaan yang dimiliki

oleh masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan berdasarkan

undang-undang, namun pembayarnya tidak mendapatkan suatu

balas jasa secara langsung, untuk digunakan membiayai pengeluaran

negara guna meningkatkan kualitas masyarakatnya”.

12

2.1.2 Tarif Pajak

Tarif pajak merupakan angka atau persentase yang digunakan untuk

menghitung jumlah pajak yang terutang. Macam-macam tarif adalah sebagai

berikut (Mardiasmo, 2011:9) :

1. Tarif Pajak Tetap

Tarif berupa jumlah tetap (sama besarnya) terhadap berapapun

jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak. Oleh karena itu,

besarnya pajak yang terutang adalah tetap. Contohnya : Tarif Bea

Materai.

2. Tarif Pajak Proporsional

Tarif pajak berupa persentase tetap terhadap jumlah berapapun

yang menjadi dasar pengenaan pajak. Contoh : dikenakan Pajak

Pertambahan Nilai 10% atas penyerahan Barang Kena Pajak.

3. Tarif Pajak Progresif

Tarif pajak yang persentasenya menjadi lebih besar apabila jumlah

yang menjadi dasar pengenaannya semakin besar. Tarif progresif

dibagi menjadi :

• Tarif Progresif Progresif

Dalam hal ini kenaikan persentase pajaknya semakin besar.

• Tarif progresif Tetap

Kenaikan persentase pajaknya tetap.

• Tarif Progresif Degresif

Kenaikan persentasenya semakin kecil.

13

4. Tarif Pajak Degresif

Persentase tarif pajak yang semakin menurun apabila yang menjadi

dasar pengenaan pajak semakin besar.

2.1.3 Tata Cara Pemungutan Pajak

2.1.3.1 Stelsel Pajak

Menurut Mardiasmo (2011:6) pemungutan pajak dapat dilakukan

berdasarkan 3 stelsel, sebagai berikut :

1. Stelsel Nyata

Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang

nyata sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir

tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah

dapat diketahui.

- Kelebihan : pajak yang dikenakan lebih realistis yaitu

sesuai dengan besarnya pajak yang sesungguhnya terutang

karena pemungutan pajak dilakukan setelah tutup buku,

sehingga penghasilan yang sesungguhnya telah diketahui.

- Kelemahan : pajak baru dapat dikenakan pada akhir

periode (setelah penghasilan riil diketahui), padahal

pemerintah membutuhkan penerimaan pajak ini untuk

pengeluaran sepanjang tahun dan tidak hanya pada akhir

tahun.

2. Stelsel Anggapan

Sistem pengenaan pajak yang didasarkan pada suatu fiksi

(anggapan) yang diatur oleh undang-undang. Anggapan yang

14

dimaksud disini dapat bermacam-macam jalan pikirannya

tergantung peraturan perpajakan yang berlaku. Dengan

demikian, stelsel ini menerapkan sistem pemungutan pajak di

depan.

- Kelebihan : pemungutan pajak sudah dapat dilakukan pada

awal tahun sehingga pemerintah dapat menggunakan

penerimaan pajak untuk membiayai pengeluaran negara

sepanjang tahun dan uang hasil pajak segera dapat masuk

ke dalam kas negara

- Kelemahan : Besarnya pajak yang dipungut belum tentu

sesuai dengan besarnya pajak yang sesungguhnya terutang

sehingga akan merugikan negara maupun Wajib Pajak.

3. Stelsel Campuran

Merupakan perpaduan dari stelsel nyata dan stelsel anggapan.

Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu

anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak

disesuaikan dengan keadaan sebenarnya. Dengan kata lain

stelsel campuran merupakan upaya untuk menghilangkan

kelemahan-kelemahan dari kedua stelsel sebelumnya.

- Kelebihan : pemungutan pajak sudah dapat dilakukan pada

awal tahun pajak, dan pajak yang dipungut sesuai dengan

besarnya pajak yang sesungguhnya terutang.

- Kelemahan : adanya tambahan pekerjaan administrasi

karena penghitungan pajak dilakukan dua kali yaitu pada

awal dan akhir tahun.

15

2.1.3.2 Asas Pemungutan Pajak

Dalam pemungutan pajak, Waluyo (2011:13) membagi tiga macam

asas pemungutan yaitu :

1. Asas Domisili

Dalam asas domisili ini negara tempat tinggal seseorang berhak

mengenakan pajak terhadap seseorang tersebut tanpa melihat

darimana sumber penghasilan atau pendapatannya diperoleh

(dari sumber negara yang bersangkutan dimana dia tinggal atau

dari sumber luar negeri) dan tanpa melihat kebangsaan atau

kewarganegaraan wajib pajak tersebut. Jadi, pada prinsipnya

pengenaan pajak adalah pada seluruh penghasilan subjek pajak

dari manapun penghasilan tersebut diperoleh.

2. Asas Sumber

Menurut asas ini, negara yang menjadi tempat sumber

penghasilan seseorang berhak memungut pajak tanpa

memperhatikan domisili (apakah berdomisili di dalam atau di

luar negara tempat sumber penghasilan tersebut) dan

kewarganegaraan wajib pajak. Sasaran pengenaan pajaknya

adalah hanya penghasilan yang keluar dari sumber penghasilan

yang terletak di negara tersebut.

3. Asas Kebangsaan

Asas ini disebut juga asas nationalitiet. Dalam asas ini

pemungutan pajak didasarkan pada kebangsaan seseorang. Yang

berhak memungut pajak adalah negara yang menjadi

kebangsaan orang tersebut.

16

2.1.3.3 Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak adalah sistem yang digunakan dalam

mengenakan, menghitung, memungut dan membayar pajak. Mardiasmo

(2011:7) membagi sistem pemungutan pajak menjadi tiga yaitu :

1. Official Assessment System

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberikan

wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya

pajak yang terutang.

Ciri-ciri official assesment :

a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang

berada pada fiskus

b. Wajib pajak bersifat pasif

c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak

oleh fiskus

2. Self Assessment system

Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang,

kepercayaan, tanggungjawab kepada wajib pajak untuk menghitung,

membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus

dibayar.

3. With Holding System

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak memberi wewenang

kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak

yang terutang oleh wajib pajak.

17

2.1.4 Syarat Pemungutan Pajak

Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau

perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut

(Mardiasmo, 2011:2) :

1. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan)

Sesuai dengan tujuan hukum, yaitu mencapai keadilan, maka undang-

undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-

undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta

disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedangkan adil dalam

pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk

mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan

banding kepada majelis pertimbangan pajak.

2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat yuridis)

Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini

memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi

negara maupun warganya.

3. Tidak menggangu perekonomian (syarat ekonomis)

Pemungutan tidak boleh menggangu kelancaran kegiatan produksi

maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan

perekonomian masyarakat.

4. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansiil)

Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan

sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.

18

5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong

masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah

dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru.

Contoh :

• Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam

tarif.

• Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif,

yaitu 10%.

• Pajak perseroan untuk badan dan pajak pendapatan untuk

perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang

berlaku bagi badan maupun perseorangan (orang pribadi).

2.1.5 Hambatan Dalam Pemungutan Pajak

Hambatan pemungutan pajak di bedakan menjadi dua jenis, yaitu

(Mardiasmo, 2011:8):

1. Perlawanan Pasif Terhadap Pajak

Perlawanan pasif adalah perlawanan karena adanya keadaan di

sekitar wajib pajak itu sendiri. Perlawanan pasif berkaitan dengan

keadaan sosial ekonomi masyarakat di suatu negara, yaitu :

a. Struktur ekonomi

b. Perkembangan intelektual dan moral penduduk

c. Cara hidup masyarakat di suatu negara

d. Teknik pemungutan pajak itu sendiri

19

2. Perlawanan Aktif Terhadap Pajak

Perlawanan aktif adalah perlawanan yang berasal dari wajib pajak

itu sendiri. Perlawanan aktif dapat dilakukan melalui cara berikut :

a. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)

Tax avoidance merupakan usaha yang dilakukan oleh wajib

pajak dalam rangka upaya penghindaran pajak atau upaya

efisiensi beban pajak yang dilakukan dengan tidak melanggar

ketentuan perundang – undangan yang berlaku. Tax avoidance

ini memanfaatkan suatu celah dari suatu peraturan perundang-

undangan dalam hal memenuhi kewajiban perpajakan.

b. Pengelakan Pajak (Tax Evasion)

Tax evasion merupakan usaha penghindaran pajak yang

dilakukan secara ilegal atau melanggar ketentuan perundang –

undangan dengan cara tidak melaporkan penjualan atau

penghasilan yang sebenarnya atau juga dengan memperbesar

biaya yang terjadi.

c. Melalaikan Pajak

Perlawanan pajak yang dilakukan oleh wajib pajak untuk

menolak membayar pajak dan menolak untuk memenuhi

kewajiban perpajakan yang lainnya.

2.2 Surat Pemberitahuan

2.2.1 Definisi dan Fungsi Surat Pemberitahuan

Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak

digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak

20

objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT) dapat dilihat dari subjek pajaknya

yaitu Wajib Pajak pribadi, Pengusaha Kena Pajak atau pemotong/pemungut

pajak, antara lain (Mardiasmo, 2011) :

1. Fungsi Surat Pemberitahuan bagi Wajib Pajak Penghasilan adalah

sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan

penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk

melaporkan tentang :

a. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri

dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1

(satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.

b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek

pajak.

c. Harta dan kewajiban.

d. Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan

atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1

(satu) Masa Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan.

2. Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah

sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan

penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan

atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan

tentang :

21

1. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran.

2. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri

oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam 1

(satu) Masa Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan.

3. Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi Surat Pemberitahuan

adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan

mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan

disetorkannya.

2.2.2 Jenis Surat Pemberitahuan

Menurut Mardiasmo (2011) SPT dibedakan menjadi dua, yaitu :

a. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa

Pajak. Contohnya : SPT PPN, PPh pasal 21/26, PPh 23, PPh 25, PPh 4

ayat 2.

b. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu

Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak. Contohnya : SPT Tahunan PPh

Orang Pribadi dan SPT Tahunan Badan.

Ada 3 jenis formulir SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi

yang harus dipilih untuk diisi oleh wajib pajak yaitu formulir 1770 SS,

formulir 1770 S dan formulir 1770. Peruntukan formulir tersebut adalah

sebagai berikut (Mardiasmo, 2011) :

- Bagi orang pribadi yang sumber penghasilannya hanya dari satu

pemberi kerja termasuk pensiunan dengan jumlah penghasilan

22

bruto dari pekerjaan tersebut tidak melebihi Rp 60.000.000

setahun dan tidak terdapat penghasilan lainnya kecuali

penghasilan dari bunga bank dan bunga koperasi mengisi formulir

SPT Tahunan 1770 SS.

- Bagi orang pribadi yang sumber penghasilannya diperoleh dari

satu atau lebih pemberi kerja, mempunyai penghasilan dalam

negeri lainnya atau mempunyai penghasilan yang dikenakan PPh

final. Contohnya karyawan, PNS, TNI, Polri, pejabat negara, yang

memiliki penghasilan lainnya antara lain sewa rumah, honor

pembicara/pengajar/pelatih dan sebagainya, mengisi formulir

1770 S.

- Bagi orang pribadi yang penghasilannya bersumber antara lain

dari usaha dan/atau pekerjaan bebas, dan dari satu atau lebih

pemberi bekerja serta penghasilan lainnya, yang

menyelenggarakan pembukuan atau dengan norma penghitungan

penghasilan neto. Contohnya dokter praktek, pengacara,

pedagang, pengusaha, dan kegiatan ekonomi lainnya, mengisi

formulir 1770.

2.2.3 Batas Waktu dan Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT

Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) adalah sebagai

berikut (Mardiasmo, 2011) :

a. Untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari

setelah akhir masa pajak.

23

b. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib

Pajak Orang Pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun

pajak.

c. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib

Pajak Badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir tahun

pajak.

Wajib pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT

Tahunan sebagaimana dimaksud paling lama 2 (dua) bulan sejak batas waktu

penyampaian SPT Tahunan dengan cara menyampaikan Pemberitahuan

Perpanjangan SPT Tahunan.

Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan dibuat secara tertulis dan

disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak sebelum batas waktu penyampaian

SPT Tahunan berakhir, dengan dilampiri :

a. Penghitungan sementara pajak terutang dalam satu Tahun Pajak

yang batas waktu penyampaiannya diperpanjang.

b. Laporan keuangan sementara.

c. Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan

pembayaran pajak yang terutang.

Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan wajib ditandatangani oleh

wajib pajak atau kuasa wajib pajak. Dalam hal pemberitahuan perpanjangan

SPT Tahunan ditandatangani oleh kuasa wajib pajak, pemberitahuan

Perpanjangan SPT Tahunan harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus.

Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan dapat disampaikan secara

langsung, melalui pos dengan bukti pengiriman surat atau dengan cara lain

yaitu melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti

24

pengiriman surat atau e-filing melalui ASP. Pemberitahuan Perpanjangan

SPT Tahunan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dianggap bukan

merupakan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan.

2.3 Teori Atribusi (Atribution Theory)

Atribusi merupakan salah satu proses pembentukan kesan. Atribusi

mengacu pada bagaimana orang menjelaskan penyebab perilaku orang lain

atau dirinya sendiri. Atribusi adalah proses di mana orang menarik

kesimpulan mengenai faktor-faktor yang memengaruhi perilaku orang lain.

Teori Atribusi memandang individu sebagai psikologi amatir yang

mencoba memahami sebab-sebab yang terjadi pada berbagai peristiwa yang

dihadapinya. Teori atribusi mencoba menemukan apa yang menyebabkan apa

atau apa yang mendorong siapa melakukan apa. Respon yang kita berikan

pada suatu peristiwa bergantung pada interpretasi kita tentang peristiwa itu.

Pada dasarnya, teori atribusi menyatakan bahwa bila individu-

individu mengamati perilaku seseorang, mereka mencoba untuk menentukan

apakah itu ditimbulkan secara internal atau eksternal. Perilaku yang

disebabkan secara internal adalah perilaku yang diyakini berada di bawah

kendali pribadi individu itu sendiri atau berasal dari faktor internal seperti ciri

kepribadian, kesadaran, dan kemampuan. Hal ini merupakan atribusi internal.

Sedangkan perilaku yang disebabkan secara eksternal adalah perilaku yang

dipengaruhi dari luar atau dari faktor eksternal seperti peralatan atau

pengaruh sosial dari orang lain. Artinya, individu akan terpaksa berperilaku

karena situasi dan ini merupakan atribusi eksternal. Penentuan internal atau

eksternal tergantung pada tiga faktor. Pertama, kekhususan artinya seseorang

25

akan mempersepsikan perilaku individu lain secara berbeda dalam situasi

yang berlainan. Apabila perilaku seseorang dianggap suatu hal yang luar

biasa, maka individu lain yang bertindak sebagai pengamat akan

memberikan atribusi eksternal terhadap perilaku tersebut. Sebaliknya jika hal

itu dianggap hal yang biasa, maka akan dinilai sebagai atribusi internal.

Kedua, konsensus artinya jika semua orang mempunyai kesamaan pandangan

dalam merespon perilaku seseorang dalam situasi yang sama. Apabila

konsensusnya tinggi, maka termasuk atribusi internal. Sebaliknya jika

konsensusnya rendah, maka termasuk atribusi eksternal. Faktor terakhir

adalah konsistensi, yaitu jika seorang menilai perilaku-perilaku orang lain

dengan respon sama dari waktu ke waktu. Semakin konsisten perilaku itu,

orang akan menghubungkan hal tersebut dengan sebab-sebab internal.

Alasan pemilihan teori ini adalah kepatuhan wajib pajak untuk

memenuhi kewajiban pajaknya terkait dengan persepsi wajib pajak dalam

membuat penilaian terhadap pajak itu sendiri. Persepsi seseorang untuk

membuat penilaian mengenai sesuatu sangat dipengaruhi oleh kondisi

internal maupun eksternal dari orang tersebut. Jadi, teori atribusi sangat

relevan untuk menerangkan maksud tersebut.

2.4 Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ”Kepatuhan berarti tunduk

atau patuh pada ajaran atau aturan”. Kepatuhan adalah motivasi seseorang

kelompok atau organisasi untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu sesuai

dengan aturan yang telah ditetapkan. Kepatuhan perpajakan didefinisikan

sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban

26

perpajakan dan melaksanakan hak perpajakan. Perilaku kepatuhan seseorang

merupakan interaksi antara perilaku individu, kelompok dan organisasi.

Dengan demikian kepatuhan dapat didefinisikan sebagai memasukkan dan

melaporkan pada waktunya informasi yang diperlukan untuk mengisi secara

benar jumlah pajak terutang dan membayar pajak pada waktunya tanpa ada

tindakan pemaksaan.

Terdapat dua macam kepatuhan yaitu kepatuhan formal dan

kepatuhan material (Waluyo, 2011). Kepatuhan formal adalah suatu keadaan

dimana wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai

dengan ketentuan dalam undang-undang pepajakan. Contohnya adalah wajib

pajak yang menyampaikan SPT tepat waktu tetapi belum tentu isi SPT sesuai

dengan ketentuan materialnya sehingga wajib pajak hanya memenuhi

ketentuan penyampaian SPT sebelum batas waktu. Kepatuhan material adalah

suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif/hakikat memenuhi semua

ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang

perpajakan. Kepatuhan material bisa meliputi kepatuhan formal sehingga

wajib pajak yang memenuhi kepatuhan material adalah wajib pajak yang

mengisi dengan jujur, lengkap, dan benar Surat Pemberitahuan sesuai dengan

ketentuan dan menyampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak sebelum batas

waktu berakhir.

Kriteria wajib pajak patuh sesuai dengan UU 36 Tahun 2008 dan

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 192/PMK.03/2007

adalah sebagai berikut :

a. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan untuk

semua jenis pajak.

27

b. Tidak memiliki tunggakan pajak utuk semua jenis pajak, kecuali

tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau

menunda pembayaran pajak.

c. Laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau lembaga

pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapatan wajar tanpa

pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut.

d. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindakan pidana di

bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima)

tahun terakhir.

2.5 Kesadaran Membayar Pajak

Kesadaran merupakan unsur dalam diri manusia dalam memahami

realitas dan bagaimana cara bertindak atau menyikapi realitas tersebut.

Kesadaran yang dimiliki oleh manusia meliputi kesadaran dalam diri,

kesadaran akan sesama, masa silam, dan kemungkinan masa depannya. Pasal

1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum

dan Tata Cara Perpajakan menyebutkan bahwa pajak adalah kontribusi wajib

pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang

bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat

imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat.

Kesadaran membayar pajak merupakan keadaan dimana wajib pajak

mau membayar pajak karena merasa tidak dirugikan dari pembayaran pajak

yang dilakukannya. Rantung dan Priyono (2009) menguraikan beberapa

28

bentuk kesadaran membayar pajak yang mendorong wajib pajak untuk

membayar pajak yaitu :

1. Kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam

menunjang pembangunan negara. Dengan menyadari hal ini, wajib

pajak mau membayar pajak karena merasa tidak dirugikan dari

pemungutan pajak yang dilakukan. Pajak disadari digunakan untuk

pembangunan negara guna meningkatkan kesejahteraan warga negara.

2. Kesadaran bahwa penundaan pembayaran pajak sangat merugikan

negara. Wajib pajak mau membayar pajak karena memahami bahwa

penundaan pajak berdampak pada kurangnya sumber daya finansial

yang dapat mengakibatkan terhambatnya pembangunan negara.

3. Kesadaran bahwa pajak ditetapkan dengan undang-undang dan dapat

dipaksakan. Wajib pajak akan membayar karena pembayaran pajak

disadari memiliki landasan hukum yang kuat dan merupakan

kewajiban mutlak setiap warga negara.

Kesadaran masyarakat rendah dapat dikarenakan ketidaktahuan

mereka tentang wujud konkrit imbalan dari uang yang dikeluarkan untuk

membayar pajak. Hal ini seringkali menjadi kendala dalam masalah

pengumpulan pajak dari masyarakat. Kesadaran wajib pajak atas perpajakan

sangat diperlukan guna meningkatkan kemauan membayar pajak.

2.6 Pengetahuan dan Pemahaman Tentang Peraturan Perpajakan

Pengetahuan adalah hasil kerja pikir yang merubah tidak tahu menjadi

tahu dan menghilangkan keraguan terhadap suatu perkara (Widayati dan

Nurlis, 2010). Sedangkan Pemahaman merupakan kemampuan untuk

29

menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari. Pengetahuan dan

pemahaman peraturan perpajakan merupakan penalaran dan penangkapan

makna tentang peraturan perpajakan.

Dalam penelitian Widayati dan Nurlis (2010), untuk mengetahui

pengetahuan dan pemahaman wajib pajak terhadap peraturan perpajakan

dapat dilihat dari beberapa hal, yaitu pertama, kepemilikan NPWP. Pasal 1

ayat 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan, menyatakan bahwa Nomor Pokok Wajib Pajak

(NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana

dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal

diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban

perpajakaannya. Setiap wajib pajak yang memiliki penghasilan wajib untuk

mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP sebagai salah satu sarana untuk

pengadministrasian pajak. Pendaftaran NPWP dapat dilakukan secara

langsung. Untuk orang pribadi yaitu wajib pajak orang pribadi berdasarkan

domisili dengan cara mengisi formulir pendaftaran dengan melampirkan

persyaratan tertentu (foto copy KTP, foto copy Kartu Keluarga, dan surat

keterangan domisili dan untuk orang pribadi karyawan ditambah dengan surat

rekomendasi dari instansi yang bersangkutan). Setelah itu, wajib pajak akan

memperoleh NPWP dan Surat Keterangan Terdaftar (SKT). Pendaftaran

NPWP juga dapat dilakukan melalui internet yaitu dengan membuka situs

www.pajak.go.id pilih menu e-reg, kemudian isi formulirnya. Kemudian

wajib pajak akan memperoleh NPWP dan SKTS (jangka waktu 30 hari).

Sebelum jatuh tempo wajib pajak harus ke KPP terdaftar untuk meminta

SKT.

30

Kedua, pengetahuan dan pemahaman mengenai hak dan kewajiban

sebagai wajib pajak. Apabila wajib pajak telah mengetahui dan memahami

hak wajib pajak seperti penggunaan fasilitas umum, pemakaian jalan raya

yang halus, pembangunan sekolah-sekolah negeri dan lain-lain, dan

mengetahui kewajibannya sebagai wajib pajak seperti membayar pajak dan

melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) tepat waktu, maka mereka akan

melakukan kewajiban perpajakannya.

Ketiga, pengetahuan dan pemahaman mengenai sanksi perpajakan.

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum

dan Tata Cara Perpajakan, sanksi keterlambatan penyampaian Surat

Pemberitahuan Tahuanan wajib pajak orang pribadi adalah Rp.100.000,00.

Sedangkan sanksi untuk keterlambatan pembayaran pajak adalah berupa

bunga 2% per bulan yang dihitung dari berakhirnya batas waktu penyampaian

Surat Pemberitahuan Tahunan sampai tanggal pembayaran. Sanksi untuk

wajib pajak yang tidak memiliki NPWP adalah sanksi administrasi berupa

denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang

dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau

kurang dibayar. Sanksi pidana berupa penjara paling singkat 6 bulan dan

paling lama 6 tahun. Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahun Tahunan

wajib pajak orang pribadi, paling lama tiga bulan setelah akhir tahun pajak.

Sedangkan batas waktu pembayaran, paling lama sebelum Surat

Pemberitahuam Tahunan disampaikan. SPT harus diisi dengan benar,

lengkap, dan jelas. Semakin tahu dan paham wajib pajak terhadap peraturan

perpajakan, maka semakin tahu dan paham pula wajib pajak terhadap sanksi

yang akan diterima apabila melalaikan kewajiban perpajakan mereka. Hal ini

31

tentu akan mendorong setiap wajib pajak yang taat akan menjalankan

kewajibannnya dengan baik.

Keempat, pengetahuan dan pemahaman mengenai Penghasilan Tidak

Kena Pajak (PTKP), Penghasilan Kena Pajak (PKP), dan tarif pajak. Menurut

UndangUndang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan pada

pasal 7 ayat 1, PTKP per tahun paling sedikit sebesar:

a. Rp. 24.300.000,00 untuk diri wajib pajak orang pribadi.

b. Rp. 2.025.000,00 untuk wajib pajak yang kawin.

c. Rp. 24.300.000,00 untuk tambahan untuk seorang istri yang

penghasilannya digabung oleh suami.

d. Rp. 2.025.000,00 untuk anggota keluarga wajib pajak yang

menjadi tanggungan wajib pajak, dengan maksimal

tanggungan tiga orang.

Penghasilan Kena Pajak (PKP) adalah penghasilan yang melebihi

Penghasilan Tidak Kena Pajak dan tarif pajak. Tarif pajak orang pribadi

berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak

Penghasilan pada pasal 17 ayat 1(a) :

32

Tabel 2.1

Tarif Pajak

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp. 50.000.000,00 5%

Di atas Rp. 50.000.000,00 – Rp. 250.000.000,00 15%

Di atas Rp. 250.000.000,00 - Rp. 500.000.000,00 25%

Di atas Rp. 500.000.000,00 30%

Sumber: Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan

pasal 17 ayat 1(a).

Dengan mengetahui dan memahami mengenai tarif pajak yang

berlaku, maka akan dapat mendorong wajib pajak untuk dapat menghitung

kewajiban pajak sendiri secara benar.

Kelima adalah wajib pajak mengetahui dan memahami peraturan

perpajakan melalui sosialisasi yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak.

Masyarakat hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang

peraturan peraturan perpajakan, karena untuk memenuhi kewajiban

perpajakannya, pembayar pajak harus mengetahui tentang pajak terlebih

dahulu. Adanya pemahaman tentang perpajakan diharapkan dapat mendorong

kesadaran wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.

2.7 Pelayanan Fiskus

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan pelayanan sebagai

usaha melayani kebutuhan orang lain. Sedangkan melayani adalah membantu

33

menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan seseorang. Sementara itu fiskus

adalah petugas pajak. Pelayanan fiskus dapat diartikan sebagai cara petugas

pajak dalam membantu menyiapkan (mengurus) segala keperluan yang

dibutuhkan oleh wajib pajak. Dalam penelitian Rina Hakim (2009), untuk

mengetahui baik tidaknya pelayanan fiskus yang diberikan oleh wajib pajak,

dilakukan dengan memberikan beberapa pertanyaan kepada wajib pajak

yaitu, pertama apakah fiskus (aparat pajak) bekerja secara transparan. Kedua,

apakah fiskus sukarela membantu kesulitan wajib pajak (bersedia

memberikan penyuluhan). Ketiga, apakah fiskus senantiasa menjaga tutur

katanya dengan baik dan bersikap sopan. Keempat, apakah fiskus

memberikan pelayanan dengan cepat dan tangkas untuk membantu kesulitan

wajib pajak.

Pelayanan fiskus sangat berpengaruh terhadap wajib pajak dalam

membayar pajaknya. Oleh karena itu, fiskus dituntut untuk memberikan

pelayanan yang ramah, adil, dan tegas setiap saat kepada wajib pajak serta

dapat memupuk kesadaran masyarakat tentang tanggung jawab membayar

pajak. Pemberian jasa oleh aparat pajak kepada wajib pajak besar manfaatnya

sehingga dapat menimbulkan kesadaran wajib pajak dalam memenuhi

kewajiban perpajakannya. Kemampuan fiskus dalam berinteraksi yang baik

dengan wajib pajak adalah dasar yang harus dimiliki fiskus dalam melayani

wajib pajak sehingga diharapkan dapat meningkatkan kemauan wajib pajak

dalam membayar pajaknya.

34

2.8 Penelitian Terdahulu

Bebarapa peneliti terdahulu yang melakukan penelitian mengenai

kepatuhan pemenuhan kewajiban pajak dapat dilihat dalam tabel 2.2 sebagai

berikut :

Tabel 2.2

Penelitian Terdahulu

No Peneliti Variabel Alat Analisis Hasil Analisis

1. Supriyati dan

Nur Hayati

(2008)

Variabel bebas yang

digunakan adalah

Pengetahuan tentang

pajak, persepsi terhadap

petugas pajak, persepsi

terhadap kriteria wajib

pajak patuh. Variabel

terikat yang digunakan

adalah kepatuhan wajib

pajak.

Regresi

linier

berganda

Pengetahuan tentang

pajak berpengaruh

positif dan signifikan

terhadap kepatuhan

wajib pajak.

Sedangkan persepsi

tentang petugas pajak

dan persepsi kriteria

kepatuhan wajib

pajak tidak

berpengaruh

terhadap kepatuhan

wajib pajak.

2. Rantung,

Tatiana

Vanessa dan

Variabel bebas yang

digunakan adalah sunset

policy. Variabel terikat

Regresi

sederhana

Program sunset

policy berpengaruh

positif dan signifikan

35

Priyono Hari

Adi

(2009)

yang digunakan adalah

kesadaran membayar

pajak, pengetahuan dan

pemahaman terhadap

peraturan perpajakan,

persepsi yang baik

atas efektifitas sistem

perpajakan

terhadap kesadaran

membayar pajak,

pengetahuan dan

pemahaman terhadap

peraturan perpajakan,

dan persepsi yang

baik atas sistem

perpajakan

3. Lewa, Rina

Hakim

(2009)

Variabel bebas yang

digunakan adalah

persepsi wajib pajak

terhadap manfaat

pajak, persepsi wajib

pajak terhadap kualitas

pelayanan aparat

perpajakan, dan

pengetahuan teknis

perpajakan. Variabel

terikat yang digunakan

adalah kesadaran wajib

pajak orang pribadi

memiliki NPWP.

Regresi

berganda

Persepsi wajib pajak

terhadap manfaat

pajak, pesepsi wajib

pajak terhadap

kualitas pelayanan

aparat perpajakan,

dan pengetahuan

teknis perpajakan

berpengaruh

positif dan signifikan

terhadap kesadaran

wajib pajak orang

pribadi memiliki

NPWP.

4. Widayati

dan Nurlis

Variabel bebas yang

digunakan adalah

Regresi

berganda

Kesadaran

membayar pajak

36

(2010) kesadaran membayar

pajak, pengetahuan dan

pemahaman peraturan

perpajakan, dan perserpsi

yang baik atas efektifitas

sistem perpajakan.

Variabel terikat yang

digunakan adalah

kemauan membayar

pajak.

dan persepsi yang

baik atas efektivitas

sistem perpajakan

tidak berpengaruh

terhadap kemauan

membayar pajak.

Sedangkan

pengetahuan dan

pemahaman

peraturan perpajakan

berpengaruh positif

dan signifikan

terhadap kemauan

membayar pajak.

5. Arum,

Harjanti

Puspa

(2012)

Variabel bebas yang

digunakan yaitu,

kesadaran wajib pajak,

pelayanan fiskus, dan

sanksi pajak. Variabel

terikat yang digunakan

adalah kepatuhan wajib

pajak.

Regresi

berganda

Kesadaran wajib

pajak, pelayanan

fiskus, dan sanksi

pajak memiliki

pengaruh yang

positif dan signifikan

terhadap kepatuhan

wajib pajak.

Sumber: Penelitian Terdahulu

37

2.9 Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah tentang faktor-faktor

yang memengaruhi wajib pajak orang pribadi dalam memenuhi kewajiban

pajaknya. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak empat

variabel yaitu tiga variabel independen dan satu variabel dependen. Variabel

independen yang digunakan, yaitu kesadaran membayar pajak (X1),

pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan perpajakan (X2), dan

pelayanan fiskus (X3). Sedangkan variabel dependen yang digunakan yaitu

kepatuhan wajib pajak (Y). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar

2.1 berikut ini :

2.10 Pengembangan Hipotesis

Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran Teoritis

Kepatuhan

Wajib Pajak

Pelayanan fiskus

(X3)

Pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan perpajakan

(X2)

Kesadaran membayar pajak

(X1)

H1+

H2+

H3+

38

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis yang dapat

dikembangkan adalah sebagai berikut :

1. Pengaruh Kesadaran Membayar Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Kesadaran merupakan unsur dalam manusia dalam memahami realitas

dan bagaimana cara bertindak atau menyikapi terhadap realitas. Kesadaran

yang dimiliki oleh manusia meliputi kesadaran dalam diri, akan diri sesama,

masa silam, dan kemungkinan masa depannya.

Masyarakat yang memiliki kesadaran perpajakan berarti wajib pajak

mau membayar pajak karena merasa tidak dirugikan dari pemungutan pajak

yang dilakukan dan merasa adanya paksaan. Namun, kesadaran perpajakan

seringkali menjadi kendala dalam masalah pengumpulan pajak dari

masyarakat karena masyarakat tidak mengetahui wujud konkrit dari uang

yang dikeluarkan untuk membayar pajak. Dalam penelitian Arum (2012),

menunjukkan bahwa kesadaran perpajakan berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kepatuhan wajib pajak. Namun, dalam penelitian Widayati dan

Nurlis (2010) menunjukkan bahwa kesadaran membayar pajak tidak

berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak. Kesadaran wajib pajak atas

perpajakan sangatlah diperlukan agar dapat meningkatkan kemauan wajib

pajak untuk membayar pajaknya. Semakin tinggi kesadaran wajib pajak

dalam membayar pajak maka semakin tinggi pula kepatuhan wajib pajak

dalam membayar pajak. Berdasarkan hal tersebut, maka dirumuskan hipotesis

sebagai berikut :

Hipotesis 1 (Ho1) : Kesadaran membayar pajak secara parsial tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

39

(Ha1) : Kesadaran membayar pajak secara parsial berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

2. Pengaruh Pengetahuan dan Pemahaman Tentang Peraturan Perpajakan

Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan perpajakan

merupakan penalaran dan penangkapan makna tentang peraturan perpajakan.

Masyarakat hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang

peraturan peraturan perpajakan, karena untuk memenuhi kewajiban

perpajakannya, pembayar pajak harus mengetahui tentang pajak terlebih

dahulu. Tanpa adanya pengetahuan dan pemahaman peraturan perpajakan

yang dimiliki masyarakat, maka masyarakat tidak mungkin mau membayar

pajak.

Penelitian yang dilakukan Widayati dan Nurlis (2010), menunjukan

bukti bahwa pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan perpajakan

berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak. Adanya pemahaman

tentang perpajakan diharapkan dapat mendorong kesadaran wajib pajak untuk

mau membayar pajak terutangnya. Semakin tinggi pengetahuan dan

pemahaman tentang peraturan perpajakan maka semakin tinggi pula

kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak. Berdasarkan hal tersebut,

maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

Hipotesis 2 (Ho2) : Pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan perpajakan secara parsial tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. (Ha2) : Pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan perpajakan secara parsial berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

40

3. Pengaruh Pelayanan Fiskus Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Pelayanan fiskus dapat diartikan sebagai cara petugas pajak dalam

membantu mengurus atau menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan

wajib pajak. Pelayanan fiskus sangat berpengaruh terhadap wajib pajak dalam

membayar pajaknya, pelayanan fiskus yang baik, dapat mendorong seseorang

untuk memenuhi kewajiban perpajaknya salah satunya adalah membayar

pajaknya, begitu juga sebaliknya pelayanan fiskus yang buruk dapat membuat

wajib pajak malas memenuhi kewajiban perpajakannya. Penelitian Arum

(2012) menunjukkan bukti bahwa sikap wajib pajak terhadap pelayanan

fiskus berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Sedangkan, penelitian

Supriyati dan Nur Hayati (2008), menunjukkan bahwa persepsi tentang

petugas pajak tidak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan pajak. Fiskus

diharapkan dapat memberikan pelayanan yang baik terhadap wajib pajak,

agar wajib pajak mau membayar pajak terutangnya. Semakin baik pelayanan

yang diberikan fiskus terhadap wajib pajak maka semakin tinggi kepatuhan

wajib pajak dalam membayar pajak. Berdasarkan hal tersebut, maka

dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

Hipotesis 3 (Ho3) : Pelayanan fiskus secara parsial tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.

(Ha3) : Pelayanan fiskus secara parsial berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.