bab 2 landasan teori dan pengembangan hipotesisthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2012-2-00538-ak...
TRANSCRIPT
10
BAB 2
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1 Pemahaman Umum Perpajakan
2.1.1 Definisi Pajak
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan memberikan definisi pajak : “kontribusi wajib
kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”.
Sementara itu, Mardiasmo (2011:1) memberikan definisi pajak
sebagai berikut : “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan
undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum”.
Ada beberapa definisi pajak yang diungkapkan oleh para ahli, antara
lain:
1. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H., “Pajak adalah iuran
kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
11
2. Menurut S.I Djajadiningrat, “Pajak sebagai suatu kewajiban
menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang
disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang
memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman,
menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat
dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara
langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum”. (Resmi,
2011)
3. Sommerfeld Ray M. Anderson Herschel M. & Brock Horace R.,
“Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor
pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib
dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang sudah ditentukan dan
tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar
pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan
pemerintahan”.
4. Menurut Liberti Pandiangan SE., M.Si, “Pajak merupakan
pembayaran (pengalihan) sebagian harta kekayaan yang dimiliki
oleh masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan berdasarkan
undang-undang, namun pembayarnya tidak mendapatkan suatu
balas jasa secara langsung, untuk digunakan membiayai pengeluaran
negara guna meningkatkan kualitas masyarakatnya”.
12
2.1.2 Tarif Pajak
Tarif pajak merupakan angka atau persentase yang digunakan untuk
menghitung jumlah pajak yang terutang. Macam-macam tarif adalah sebagai
berikut (Mardiasmo, 2011:9) :
1. Tarif Pajak Tetap
Tarif berupa jumlah tetap (sama besarnya) terhadap berapapun
jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak. Oleh karena itu,
besarnya pajak yang terutang adalah tetap. Contohnya : Tarif Bea
Materai.
2. Tarif Pajak Proporsional
Tarif pajak berupa persentase tetap terhadap jumlah berapapun
yang menjadi dasar pengenaan pajak. Contoh : dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai 10% atas penyerahan Barang Kena Pajak.
3. Tarif Pajak Progresif
Tarif pajak yang persentasenya menjadi lebih besar apabila jumlah
yang menjadi dasar pengenaannya semakin besar. Tarif progresif
dibagi menjadi :
• Tarif Progresif Progresif
Dalam hal ini kenaikan persentase pajaknya semakin besar.
• Tarif progresif Tetap
Kenaikan persentase pajaknya tetap.
• Tarif Progresif Degresif
Kenaikan persentasenya semakin kecil.
13
4. Tarif Pajak Degresif
Persentase tarif pajak yang semakin menurun apabila yang menjadi
dasar pengenaan pajak semakin besar.
2.1.3 Tata Cara Pemungutan Pajak
2.1.3.1 Stelsel Pajak
Menurut Mardiasmo (2011:6) pemungutan pajak dapat dilakukan
berdasarkan 3 stelsel, sebagai berikut :
1. Stelsel Nyata
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang
nyata sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir
tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah
dapat diketahui.
- Kelebihan : pajak yang dikenakan lebih realistis yaitu
sesuai dengan besarnya pajak yang sesungguhnya terutang
karena pemungutan pajak dilakukan setelah tutup buku,
sehingga penghasilan yang sesungguhnya telah diketahui.
- Kelemahan : pajak baru dapat dikenakan pada akhir
periode (setelah penghasilan riil diketahui), padahal
pemerintah membutuhkan penerimaan pajak ini untuk
pengeluaran sepanjang tahun dan tidak hanya pada akhir
tahun.
2. Stelsel Anggapan
Sistem pengenaan pajak yang didasarkan pada suatu fiksi
(anggapan) yang diatur oleh undang-undang. Anggapan yang
14
dimaksud disini dapat bermacam-macam jalan pikirannya
tergantung peraturan perpajakan yang berlaku. Dengan
demikian, stelsel ini menerapkan sistem pemungutan pajak di
depan.
- Kelebihan : pemungutan pajak sudah dapat dilakukan pada
awal tahun sehingga pemerintah dapat menggunakan
penerimaan pajak untuk membiayai pengeluaran negara
sepanjang tahun dan uang hasil pajak segera dapat masuk
ke dalam kas negara
- Kelemahan : Besarnya pajak yang dipungut belum tentu
sesuai dengan besarnya pajak yang sesungguhnya terutang
sehingga akan merugikan negara maupun Wajib Pajak.
3. Stelsel Campuran
Merupakan perpaduan dari stelsel nyata dan stelsel anggapan.
Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu
anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak
disesuaikan dengan keadaan sebenarnya. Dengan kata lain
stelsel campuran merupakan upaya untuk menghilangkan
kelemahan-kelemahan dari kedua stelsel sebelumnya.
- Kelebihan : pemungutan pajak sudah dapat dilakukan pada
awal tahun pajak, dan pajak yang dipungut sesuai dengan
besarnya pajak yang sesungguhnya terutang.
- Kelemahan : adanya tambahan pekerjaan administrasi
karena penghitungan pajak dilakukan dua kali yaitu pada
awal dan akhir tahun.
15
2.1.3.2 Asas Pemungutan Pajak
Dalam pemungutan pajak, Waluyo (2011:13) membagi tiga macam
asas pemungutan yaitu :
1. Asas Domisili
Dalam asas domisili ini negara tempat tinggal seseorang berhak
mengenakan pajak terhadap seseorang tersebut tanpa melihat
darimana sumber penghasilan atau pendapatannya diperoleh
(dari sumber negara yang bersangkutan dimana dia tinggal atau
dari sumber luar negeri) dan tanpa melihat kebangsaan atau
kewarganegaraan wajib pajak tersebut. Jadi, pada prinsipnya
pengenaan pajak adalah pada seluruh penghasilan subjek pajak
dari manapun penghasilan tersebut diperoleh.
2. Asas Sumber
Menurut asas ini, negara yang menjadi tempat sumber
penghasilan seseorang berhak memungut pajak tanpa
memperhatikan domisili (apakah berdomisili di dalam atau di
luar negara tempat sumber penghasilan tersebut) dan
kewarganegaraan wajib pajak. Sasaran pengenaan pajaknya
adalah hanya penghasilan yang keluar dari sumber penghasilan
yang terletak di negara tersebut.
3. Asas Kebangsaan
Asas ini disebut juga asas nationalitiet. Dalam asas ini
pemungutan pajak didasarkan pada kebangsaan seseorang. Yang
berhak memungut pajak adalah negara yang menjadi
kebangsaan orang tersebut.
16
2.1.3.3 Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak adalah sistem yang digunakan dalam
mengenakan, menghitung, memungut dan membayar pajak. Mardiasmo
(2011:7) membagi sistem pemungutan pajak menjadi tiga yaitu :
1. Official Assessment System
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberikan
wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya
pajak yang terutang.
Ciri-ciri official assesment :
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
berada pada fiskus
b. Wajib pajak bersifat pasif
c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak
oleh fiskus
2. Self Assessment system
Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang,
kepercayaan, tanggungjawab kepada wajib pajak untuk menghitung,
membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus
dibayar.
3. With Holding System
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak memberi wewenang
kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak
yang terutang oleh wajib pajak.
17
2.1.4 Syarat Pemungutan Pajak
Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau
perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut
(Mardiasmo, 2011:2) :
1. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yaitu mencapai keadilan, maka undang-
undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-
undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta
disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedangkan adil dalam
pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk
mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan
banding kepada majelis pertimbangan pajak.
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat yuridis)
Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini
memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi
negara maupun warganya.
3. Tidak menggangu perekonomian (syarat ekonomis)
Pemungutan tidak boleh menggangu kelancaran kegiatan produksi
maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan
perekonomian masyarakat.
4. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansiil)
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan
sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
18
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong
masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah
dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru.
Contoh :
• Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam
tarif.
• Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif,
yaitu 10%.
• Pajak perseroan untuk badan dan pajak pendapatan untuk
perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang
berlaku bagi badan maupun perseorangan (orang pribadi).
2.1.5 Hambatan Dalam Pemungutan Pajak
Hambatan pemungutan pajak di bedakan menjadi dua jenis, yaitu
(Mardiasmo, 2011:8):
1. Perlawanan Pasif Terhadap Pajak
Perlawanan pasif adalah perlawanan karena adanya keadaan di
sekitar wajib pajak itu sendiri. Perlawanan pasif berkaitan dengan
keadaan sosial ekonomi masyarakat di suatu negara, yaitu :
a. Struktur ekonomi
b. Perkembangan intelektual dan moral penduduk
c. Cara hidup masyarakat di suatu negara
d. Teknik pemungutan pajak itu sendiri
19
2. Perlawanan Aktif Terhadap Pajak
Perlawanan aktif adalah perlawanan yang berasal dari wajib pajak
itu sendiri. Perlawanan aktif dapat dilakukan melalui cara berikut :
a. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)
Tax avoidance merupakan usaha yang dilakukan oleh wajib
pajak dalam rangka upaya penghindaran pajak atau upaya
efisiensi beban pajak yang dilakukan dengan tidak melanggar
ketentuan perundang – undangan yang berlaku. Tax avoidance
ini memanfaatkan suatu celah dari suatu peraturan perundang-
undangan dalam hal memenuhi kewajiban perpajakan.
b. Pengelakan Pajak (Tax Evasion)
Tax evasion merupakan usaha penghindaran pajak yang
dilakukan secara ilegal atau melanggar ketentuan perundang –
undangan dengan cara tidak melaporkan penjualan atau
penghasilan yang sebenarnya atau juga dengan memperbesar
biaya yang terjadi.
c. Melalaikan Pajak
Perlawanan pajak yang dilakukan oleh wajib pajak untuk
menolak membayar pajak dan menolak untuk memenuhi
kewajiban perpajakan yang lainnya.
2.2 Surat Pemberitahuan
2.2.1 Definisi dan Fungsi Surat Pemberitahuan
Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak
digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak
20
objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT) dapat dilihat dari subjek pajaknya
yaitu Wajib Pajak pribadi, Pengusaha Kena Pajak atau pemotong/pemungut
pajak, antara lain (Mardiasmo, 2011) :
1. Fungsi Surat Pemberitahuan bagi Wajib Pajak Penghasilan adalah
sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan
penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk
melaporkan tentang :
a. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri
dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1
(satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek
pajak.
c. Harta dan kewajiban.
d. Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan
atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1
(satu) Masa Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
2. Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah
sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan
penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan
tentang :
21
1. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran.
2. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri
oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam 1
(satu) Masa Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
3. Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi Surat Pemberitahuan
adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan
disetorkannya.
2.2.2 Jenis Surat Pemberitahuan
Menurut Mardiasmo (2011) SPT dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa
Pajak. Contohnya : SPT PPN, PPh pasal 21/26, PPh 23, PPh 25, PPh 4
ayat 2.
b. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu
Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak. Contohnya : SPT Tahunan PPh
Orang Pribadi dan SPT Tahunan Badan.
Ada 3 jenis formulir SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi
yang harus dipilih untuk diisi oleh wajib pajak yaitu formulir 1770 SS,
formulir 1770 S dan formulir 1770. Peruntukan formulir tersebut adalah
sebagai berikut (Mardiasmo, 2011) :
- Bagi orang pribadi yang sumber penghasilannya hanya dari satu
pemberi kerja termasuk pensiunan dengan jumlah penghasilan
22
bruto dari pekerjaan tersebut tidak melebihi Rp 60.000.000
setahun dan tidak terdapat penghasilan lainnya kecuali
penghasilan dari bunga bank dan bunga koperasi mengisi formulir
SPT Tahunan 1770 SS.
- Bagi orang pribadi yang sumber penghasilannya diperoleh dari
satu atau lebih pemberi kerja, mempunyai penghasilan dalam
negeri lainnya atau mempunyai penghasilan yang dikenakan PPh
final. Contohnya karyawan, PNS, TNI, Polri, pejabat negara, yang
memiliki penghasilan lainnya antara lain sewa rumah, honor
pembicara/pengajar/pelatih dan sebagainya, mengisi formulir
1770 S.
- Bagi orang pribadi yang penghasilannya bersumber antara lain
dari usaha dan/atau pekerjaan bebas, dan dari satu atau lebih
pemberi bekerja serta penghasilan lainnya, yang
menyelenggarakan pembukuan atau dengan norma penghitungan
penghasilan neto. Contohnya dokter praktek, pengacara,
pedagang, pengusaha, dan kegiatan ekonomi lainnya, mengisi
formulir 1770.
2.2.3 Batas Waktu dan Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT
Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) adalah sebagai
berikut (Mardiasmo, 2011) :
a. Untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari
setelah akhir masa pajak.
23
b. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak Orang Pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun
pajak.
c. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak Badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir tahun
pajak.
Wajib pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT
Tahunan sebagaimana dimaksud paling lama 2 (dua) bulan sejak batas waktu
penyampaian SPT Tahunan dengan cara menyampaikan Pemberitahuan
Perpanjangan SPT Tahunan.
Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan dibuat secara tertulis dan
disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak sebelum batas waktu penyampaian
SPT Tahunan berakhir, dengan dilampiri :
a. Penghitungan sementara pajak terutang dalam satu Tahun Pajak
yang batas waktu penyampaiannya diperpanjang.
b. Laporan keuangan sementara.
c. Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan
pembayaran pajak yang terutang.
Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan wajib ditandatangani oleh
wajib pajak atau kuasa wajib pajak. Dalam hal pemberitahuan perpanjangan
SPT Tahunan ditandatangani oleh kuasa wajib pajak, pemberitahuan
Perpanjangan SPT Tahunan harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus.
Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan dapat disampaikan secara
langsung, melalui pos dengan bukti pengiriman surat atau dengan cara lain
yaitu melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti
24
pengiriman surat atau e-filing melalui ASP. Pemberitahuan Perpanjangan
SPT Tahunan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dianggap bukan
merupakan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan.
2.3 Teori Atribusi (Atribution Theory)
Atribusi merupakan salah satu proses pembentukan kesan. Atribusi
mengacu pada bagaimana orang menjelaskan penyebab perilaku orang lain
atau dirinya sendiri. Atribusi adalah proses di mana orang menarik
kesimpulan mengenai faktor-faktor yang memengaruhi perilaku orang lain.
Teori Atribusi memandang individu sebagai psikologi amatir yang
mencoba memahami sebab-sebab yang terjadi pada berbagai peristiwa yang
dihadapinya. Teori atribusi mencoba menemukan apa yang menyebabkan apa
atau apa yang mendorong siapa melakukan apa. Respon yang kita berikan
pada suatu peristiwa bergantung pada interpretasi kita tentang peristiwa itu.
Pada dasarnya, teori atribusi menyatakan bahwa bila individu-
individu mengamati perilaku seseorang, mereka mencoba untuk menentukan
apakah itu ditimbulkan secara internal atau eksternal. Perilaku yang
disebabkan secara internal adalah perilaku yang diyakini berada di bawah
kendali pribadi individu itu sendiri atau berasal dari faktor internal seperti ciri
kepribadian, kesadaran, dan kemampuan. Hal ini merupakan atribusi internal.
Sedangkan perilaku yang disebabkan secara eksternal adalah perilaku yang
dipengaruhi dari luar atau dari faktor eksternal seperti peralatan atau
pengaruh sosial dari orang lain. Artinya, individu akan terpaksa berperilaku
karena situasi dan ini merupakan atribusi eksternal. Penentuan internal atau
eksternal tergantung pada tiga faktor. Pertama, kekhususan artinya seseorang
25
akan mempersepsikan perilaku individu lain secara berbeda dalam situasi
yang berlainan. Apabila perilaku seseorang dianggap suatu hal yang luar
biasa, maka individu lain yang bertindak sebagai pengamat akan
memberikan atribusi eksternal terhadap perilaku tersebut. Sebaliknya jika hal
itu dianggap hal yang biasa, maka akan dinilai sebagai atribusi internal.
Kedua, konsensus artinya jika semua orang mempunyai kesamaan pandangan
dalam merespon perilaku seseorang dalam situasi yang sama. Apabila
konsensusnya tinggi, maka termasuk atribusi internal. Sebaliknya jika
konsensusnya rendah, maka termasuk atribusi eksternal. Faktor terakhir
adalah konsistensi, yaitu jika seorang menilai perilaku-perilaku orang lain
dengan respon sama dari waktu ke waktu. Semakin konsisten perilaku itu,
orang akan menghubungkan hal tersebut dengan sebab-sebab internal.
Alasan pemilihan teori ini adalah kepatuhan wajib pajak untuk
memenuhi kewajiban pajaknya terkait dengan persepsi wajib pajak dalam
membuat penilaian terhadap pajak itu sendiri. Persepsi seseorang untuk
membuat penilaian mengenai sesuatu sangat dipengaruhi oleh kondisi
internal maupun eksternal dari orang tersebut. Jadi, teori atribusi sangat
relevan untuk menerangkan maksud tersebut.
2.4 Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ”Kepatuhan berarti tunduk
atau patuh pada ajaran atau aturan”. Kepatuhan adalah motivasi seseorang
kelompok atau organisasi untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu sesuai
dengan aturan yang telah ditetapkan. Kepatuhan perpajakan didefinisikan
sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban
26
perpajakan dan melaksanakan hak perpajakan. Perilaku kepatuhan seseorang
merupakan interaksi antara perilaku individu, kelompok dan organisasi.
Dengan demikian kepatuhan dapat didefinisikan sebagai memasukkan dan
melaporkan pada waktunya informasi yang diperlukan untuk mengisi secara
benar jumlah pajak terutang dan membayar pajak pada waktunya tanpa ada
tindakan pemaksaan.
Terdapat dua macam kepatuhan yaitu kepatuhan formal dan
kepatuhan material (Waluyo, 2011). Kepatuhan formal adalah suatu keadaan
dimana wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai
dengan ketentuan dalam undang-undang pepajakan. Contohnya adalah wajib
pajak yang menyampaikan SPT tepat waktu tetapi belum tentu isi SPT sesuai
dengan ketentuan materialnya sehingga wajib pajak hanya memenuhi
ketentuan penyampaian SPT sebelum batas waktu. Kepatuhan material adalah
suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif/hakikat memenuhi semua
ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang
perpajakan. Kepatuhan material bisa meliputi kepatuhan formal sehingga
wajib pajak yang memenuhi kepatuhan material adalah wajib pajak yang
mengisi dengan jujur, lengkap, dan benar Surat Pemberitahuan sesuai dengan
ketentuan dan menyampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak sebelum batas
waktu berakhir.
Kriteria wajib pajak patuh sesuai dengan UU 36 Tahun 2008 dan
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 192/PMK.03/2007
adalah sebagai berikut :
a. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan untuk
semua jenis pajak.
27
b. Tidak memiliki tunggakan pajak utuk semua jenis pajak, kecuali
tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau
menunda pembayaran pajak.
c. Laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau lembaga
pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapatan wajar tanpa
pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut.
d. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindakan pidana di
bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima)
tahun terakhir.
2.5 Kesadaran Membayar Pajak
Kesadaran merupakan unsur dalam diri manusia dalam memahami
realitas dan bagaimana cara bertindak atau menyikapi realitas tersebut.
Kesadaran yang dimiliki oleh manusia meliputi kesadaran dalam diri,
kesadaran akan sesama, masa silam, dan kemungkinan masa depannya. Pasal
1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan menyebutkan bahwa pajak adalah kontribusi wajib
pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.
Kesadaran membayar pajak merupakan keadaan dimana wajib pajak
mau membayar pajak karena merasa tidak dirugikan dari pembayaran pajak
yang dilakukannya. Rantung dan Priyono (2009) menguraikan beberapa
28
bentuk kesadaran membayar pajak yang mendorong wajib pajak untuk
membayar pajak yaitu :
1. Kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam
menunjang pembangunan negara. Dengan menyadari hal ini, wajib
pajak mau membayar pajak karena merasa tidak dirugikan dari
pemungutan pajak yang dilakukan. Pajak disadari digunakan untuk
pembangunan negara guna meningkatkan kesejahteraan warga negara.
2. Kesadaran bahwa penundaan pembayaran pajak sangat merugikan
negara. Wajib pajak mau membayar pajak karena memahami bahwa
penundaan pajak berdampak pada kurangnya sumber daya finansial
yang dapat mengakibatkan terhambatnya pembangunan negara.
3. Kesadaran bahwa pajak ditetapkan dengan undang-undang dan dapat
dipaksakan. Wajib pajak akan membayar karena pembayaran pajak
disadari memiliki landasan hukum yang kuat dan merupakan
kewajiban mutlak setiap warga negara.
Kesadaran masyarakat rendah dapat dikarenakan ketidaktahuan
mereka tentang wujud konkrit imbalan dari uang yang dikeluarkan untuk
membayar pajak. Hal ini seringkali menjadi kendala dalam masalah
pengumpulan pajak dari masyarakat. Kesadaran wajib pajak atas perpajakan
sangat diperlukan guna meningkatkan kemauan membayar pajak.
2.6 Pengetahuan dan Pemahaman Tentang Peraturan Perpajakan
Pengetahuan adalah hasil kerja pikir yang merubah tidak tahu menjadi
tahu dan menghilangkan keraguan terhadap suatu perkara (Widayati dan
Nurlis, 2010). Sedangkan Pemahaman merupakan kemampuan untuk
29
menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari. Pengetahuan dan
pemahaman peraturan perpajakan merupakan penalaran dan penangkapan
makna tentang peraturan perpajakan.
Dalam penelitian Widayati dan Nurlis (2010), untuk mengetahui
pengetahuan dan pemahaman wajib pajak terhadap peraturan perpajakan
dapat dilihat dari beberapa hal, yaitu pertama, kepemilikan NPWP. Pasal 1
ayat 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan, menyatakan bahwa Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana
dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal
diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakaannya. Setiap wajib pajak yang memiliki penghasilan wajib untuk
mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP sebagai salah satu sarana untuk
pengadministrasian pajak. Pendaftaran NPWP dapat dilakukan secara
langsung. Untuk orang pribadi yaitu wajib pajak orang pribadi berdasarkan
domisili dengan cara mengisi formulir pendaftaran dengan melampirkan
persyaratan tertentu (foto copy KTP, foto copy Kartu Keluarga, dan surat
keterangan domisili dan untuk orang pribadi karyawan ditambah dengan surat
rekomendasi dari instansi yang bersangkutan). Setelah itu, wajib pajak akan
memperoleh NPWP dan Surat Keterangan Terdaftar (SKT). Pendaftaran
NPWP juga dapat dilakukan melalui internet yaitu dengan membuka situs
www.pajak.go.id pilih menu e-reg, kemudian isi formulirnya. Kemudian
wajib pajak akan memperoleh NPWP dan SKTS (jangka waktu 30 hari).
Sebelum jatuh tempo wajib pajak harus ke KPP terdaftar untuk meminta
SKT.
30
Kedua, pengetahuan dan pemahaman mengenai hak dan kewajiban
sebagai wajib pajak. Apabila wajib pajak telah mengetahui dan memahami
hak wajib pajak seperti penggunaan fasilitas umum, pemakaian jalan raya
yang halus, pembangunan sekolah-sekolah negeri dan lain-lain, dan
mengetahui kewajibannya sebagai wajib pajak seperti membayar pajak dan
melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) tepat waktu, maka mereka akan
melakukan kewajiban perpajakannya.
Ketiga, pengetahuan dan pemahaman mengenai sanksi perpajakan.
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan, sanksi keterlambatan penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahuanan wajib pajak orang pribadi adalah Rp.100.000,00.
Sedangkan sanksi untuk keterlambatan pembayaran pajak adalah berupa
bunga 2% per bulan yang dihitung dari berakhirnya batas waktu penyampaian
Surat Pemberitahuan Tahunan sampai tanggal pembayaran. Sanksi untuk
wajib pajak yang tidak memiliki NPWP adalah sanksi administrasi berupa
denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar. Sanksi pidana berupa penjara paling singkat 6 bulan dan
paling lama 6 tahun. Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahun Tahunan
wajib pajak orang pribadi, paling lama tiga bulan setelah akhir tahun pajak.
Sedangkan batas waktu pembayaran, paling lama sebelum Surat
Pemberitahuam Tahunan disampaikan. SPT harus diisi dengan benar,
lengkap, dan jelas. Semakin tahu dan paham wajib pajak terhadap peraturan
perpajakan, maka semakin tahu dan paham pula wajib pajak terhadap sanksi
yang akan diterima apabila melalaikan kewajiban perpajakan mereka. Hal ini
31
tentu akan mendorong setiap wajib pajak yang taat akan menjalankan
kewajibannnya dengan baik.
Keempat, pengetahuan dan pemahaman mengenai Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP), Penghasilan Kena Pajak (PKP), dan tarif pajak. Menurut
UndangUndang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan pada
pasal 7 ayat 1, PTKP per tahun paling sedikit sebesar:
a. Rp. 24.300.000,00 untuk diri wajib pajak orang pribadi.
b. Rp. 2.025.000,00 untuk wajib pajak yang kawin.
c. Rp. 24.300.000,00 untuk tambahan untuk seorang istri yang
penghasilannya digabung oleh suami.
d. Rp. 2.025.000,00 untuk anggota keluarga wajib pajak yang
menjadi tanggungan wajib pajak, dengan maksimal
tanggungan tiga orang.
Penghasilan Kena Pajak (PKP) adalah penghasilan yang melebihi
Penghasilan Tidak Kena Pajak dan tarif pajak. Tarif pajak orang pribadi
berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan pada pasal 17 ayat 1(a) :
32
Tabel 2.1
Tarif Pajak
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000,00 5%
Di atas Rp. 50.000.000,00 – Rp. 250.000.000,00 15%
Di atas Rp. 250.000.000,00 - Rp. 500.000.000,00 25%
Di atas Rp. 500.000.000,00 30%
Sumber: Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
pasal 17 ayat 1(a).
Dengan mengetahui dan memahami mengenai tarif pajak yang
berlaku, maka akan dapat mendorong wajib pajak untuk dapat menghitung
kewajiban pajak sendiri secara benar.
Kelima adalah wajib pajak mengetahui dan memahami peraturan
perpajakan melalui sosialisasi yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak.
Masyarakat hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang
peraturan peraturan perpajakan, karena untuk memenuhi kewajiban
perpajakannya, pembayar pajak harus mengetahui tentang pajak terlebih
dahulu. Adanya pemahaman tentang perpajakan diharapkan dapat mendorong
kesadaran wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.
2.7 Pelayanan Fiskus
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan pelayanan sebagai
usaha melayani kebutuhan orang lain. Sedangkan melayani adalah membantu
33
menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan seseorang. Sementara itu fiskus
adalah petugas pajak. Pelayanan fiskus dapat diartikan sebagai cara petugas
pajak dalam membantu menyiapkan (mengurus) segala keperluan yang
dibutuhkan oleh wajib pajak. Dalam penelitian Rina Hakim (2009), untuk
mengetahui baik tidaknya pelayanan fiskus yang diberikan oleh wajib pajak,
dilakukan dengan memberikan beberapa pertanyaan kepada wajib pajak
yaitu, pertama apakah fiskus (aparat pajak) bekerja secara transparan. Kedua,
apakah fiskus sukarela membantu kesulitan wajib pajak (bersedia
memberikan penyuluhan). Ketiga, apakah fiskus senantiasa menjaga tutur
katanya dengan baik dan bersikap sopan. Keempat, apakah fiskus
memberikan pelayanan dengan cepat dan tangkas untuk membantu kesulitan
wajib pajak.
Pelayanan fiskus sangat berpengaruh terhadap wajib pajak dalam
membayar pajaknya. Oleh karena itu, fiskus dituntut untuk memberikan
pelayanan yang ramah, adil, dan tegas setiap saat kepada wajib pajak serta
dapat memupuk kesadaran masyarakat tentang tanggung jawab membayar
pajak. Pemberian jasa oleh aparat pajak kepada wajib pajak besar manfaatnya
sehingga dapat menimbulkan kesadaran wajib pajak dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya. Kemampuan fiskus dalam berinteraksi yang baik
dengan wajib pajak adalah dasar yang harus dimiliki fiskus dalam melayani
wajib pajak sehingga diharapkan dapat meningkatkan kemauan wajib pajak
dalam membayar pajaknya.
34
2.8 Penelitian Terdahulu
Bebarapa peneliti terdahulu yang melakukan penelitian mengenai
kepatuhan pemenuhan kewajiban pajak dapat dilihat dalam tabel 2.2 sebagai
berikut :
Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu
No Peneliti Variabel Alat Analisis Hasil Analisis
1. Supriyati dan
Nur Hayati
(2008)
Variabel bebas yang
digunakan adalah
Pengetahuan tentang
pajak, persepsi terhadap
petugas pajak, persepsi
terhadap kriteria wajib
pajak patuh. Variabel
terikat yang digunakan
adalah kepatuhan wajib
pajak.
Regresi
linier
berganda
Pengetahuan tentang
pajak berpengaruh
positif dan signifikan
terhadap kepatuhan
wajib pajak.
Sedangkan persepsi
tentang petugas pajak
dan persepsi kriteria
kepatuhan wajib
pajak tidak
berpengaruh
terhadap kepatuhan
wajib pajak.
2. Rantung,
Tatiana
Vanessa dan
Variabel bebas yang
digunakan adalah sunset
policy. Variabel terikat
Regresi
sederhana
Program sunset
policy berpengaruh
positif dan signifikan
35
Priyono Hari
Adi
(2009)
yang digunakan adalah
kesadaran membayar
pajak, pengetahuan dan
pemahaman terhadap
peraturan perpajakan,
persepsi yang baik
atas efektifitas sistem
perpajakan
terhadap kesadaran
membayar pajak,
pengetahuan dan
pemahaman terhadap
peraturan perpajakan,
dan persepsi yang
baik atas sistem
perpajakan
3. Lewa, Rina
Hakim
(2009)
Variabel bebas yang
digunakan adalah
persepsi wajib pajak
terhadap manfaat
pajak, persepsi wajib
pajak terhadap kualitas
pelayanan aparat
perpajakan, dan
pengetahuan teknis
perpajakan. Variabel
terikat yang digunakan
adalah kesadaran wajib
pajak orang pribadi
memiliki NPWP.
Regresi
berganda
Persepsi wajib pajak
terhadap manfaat
pajak, pesepsi wajib
pajak terhadap
kualitas pelayanan
aparat perpajakan,
dan pengetahuan
teknis perpajakan
berpengaruh
positif dan signifikan
terhadap kesadaran
wajib pajak orang
pribadi memiliki
NPWP.
4. Widayati
dan Nurlis
Variabel bebas yang
digunakan adalah
Regresi
berganda
Kesadaran
membayar pajak
36
(2010) kesadaran membayar
pajak, pengetahuan dan
pemahaman peraturan
perpajakan, dan perserpsi
yang baik atas efektifitas
sistem perpajakan.
Variabel terikat yang
digunakan adalah
kemauan membayar
pajak.
dan persepsi yang
baik atas efektivitas
sistem perpajakan
tidak berpengaruh
terhadap kemauan
membayar pajak.
Sedangkan
pengetahuan dan
pemahaman
peraturan perpajakan
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap kemauan
membayar pajak.
5. Arum,
Harjanti
Puspa
(2012)
Variabel bebas yang
digunakan yaitu,
kesadaran wajib pajak,
pelayanan fiskus, dan
sanksi pajak. Variabel
terikat yang digunakan
adalah kepatuhan wajib
pajak.
Regresi
berganda
Kesadaran wajib
pajak, pelayanan
fiskus, dan sanksi
pajak memiliki
pengaruh yang
positif dan signifikan
terhadap kepatuhan
wajib pajak.
Sumber: Penelitian Terdahulu
37
2.9 Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah tentang faktor-faktor
yang memengaruhi wajib pajak orang pribadi dalam memenuhi kewajiban
pajaknya. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak empat
variabel yaitu tiga variabel independen dan satu variabel dependen. Variabel
independen yang digunakan, yaitu kesadaran membayar pajak (X1),
pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan perpajakan (X2), dan
pelayanan fiskus (X3). Sedangkan variabel dependen yang digunakan yaitu
kepatuhan wajib pajak (Y). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar
2.1 berikut ini :
2.10 Pengembangan Hipotesis
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kepatuhan
Wajib Pajak
Pelayanan fiskus
(X3)
Pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan perpajakan
(X2)
Kesadaran membayar pajak
(X1)
H1+
H2+
H3+
38
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis yang dapat
dikembangkan adalah sebagai berikut :
1. Pengaruh Kesadaran Membayar Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Kesadaran merupakan unsur dalam manusia dalam memahami realitas
dan bagaimana cara bertindak atau menyikapi terhadap realitas. Kesadaran
yang dimiliki oleh manusia meliputi kesadaran dalam diri, akan diri sesama,
masa silam, dan kemungkinan masa depannya.
Masyarakat yang memiliki kesadaran perpajakan berarti wajib pajak
mau membayar pajak karena merasa tidak dirugikan dari pemungutan pajak
yang dilakukan dan merasa adanya paksaan. Namun, kesadaran perpajakan
seringkali menjadi kendala dalam masalah pengumpulan pajak dari
masyarakat karena masyarakat tidak mengetahui wujud konkrit dari uang
yang dikeluarkan untuk membayar pajak. Dalam penelitian Arum (2012),
menunjukkan bahwa kesadaran perpajakan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kepatuhan wajib pajak. Namun, dalam penelitian Widayati dan
Nurlis (2010) menunjukkan bahwa kesadaran membayar pajak tidak
berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak. Kesadaran wajib pajak atas
perpajakan sangatlah diperlukan agar dapat meningkatkan kemauan wajib
pajak untuk membayar pajaknya. Semakin tinggi kesadaran wajib pajak
dalam membayar pajak maka semakin tinggi pula kepatuhan wajib pajak
dalam membayar pajak. Berdasarkan hal tersebut, maka dirumuskan hipotesis
sebagai berikut :
Hipotesis 1 (Ho1) : Kesadaran membayar pajak secara parsial tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.
39
(Ha1) : Kesadaran membayar pajak secara parsial berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.
2. Pengaruh Pengetahuan dan Pemahaman Tentang Peraturan Perpajakan
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan perpajakan
merupakan penalaran dan penangkapan makna tentang peraturan perpajakan.
Masyarakat hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang
peraturan peraturan perpajakan, karena untuk memenuhi kewajiban
perpajakannya, pembayar pajak harus mengetahui tentang pajak terlebih
dahulu. Tanpa adanya pengetahuan dan pemahaman peraturan perpajakan
yang dimiliki masyarakat, maka masyarakat tidak mungkin mau membayar
pajak.
Penelitian yang dilakukan Widayati dan Nurlis (2010), menunjukan
bukti bahwa pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan perpajakan
berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak. Adanya pemahaman
tentang perpajakan diharapkan dapat mendorong kesadaran wajib pajak untuk
mau membayar pajak terutangnya. Semakin tinggi pengetahuan dan
pemahaman tentang peraturan perpajakan maka semakin tinggi pula
kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak. Berdasarkan hal tersebut,
maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis 2 (Ho2) : Pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan perpajakan secara parsial tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. (Ha2) : Pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan perpajakan secara parsial berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.
40
3. Pengaruh Pelayanan Fiskus Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Pelayanan fiskus dapat diartikan sebagai cara petugas pajak dalam
membantu mengurus atau menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan
wajib pajak. Pelayanan fiskus sangat berpengaruh terhadap wajib pajak dalam
membayar pajaknya, pelayanan fiskus yang baik, dapat mendorong seseorang
untuk memenuhi kewajiban perpajaknya salah satunya adalah membayar
pajaknya, begitu juga sebaliknya pelayanan fiskus yang buruk dapat membuat
wajib pajak malas memenuhi kewajiban perpajakannya. Penelitian Arum
(2012) menunjukkan bukti bahwa sikap wajib pajak terhadap pelayanan
fiskus berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Sedangkan, penelitian
Supriyati dan Nur Hayati (2008), menunjukkan bahwa persepsi tentang
petugas pajak tidak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan pajak. Fiskus
diharapkan dapat memberikan pelayanan yang baik terhadap wajib pajak,
agar wajib pajak mau membayar pajak terutangnya. Semakin baik pelayanan
yang diberikan fiskus terhadap wajib pajak maka semakin tinggi kepatuhan
wajib pajak dalam membayar pajak. Berdasarkan hal tersebut, maka
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis 3 (Ho3) : Pelayanan fiskus secara parsial tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.
(Ha3) : Pelayanan fiskus secara parsial berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.