asas- asas kurikulum

411
KATA PENGANTAR Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan suatu pendidikan. Tanpa kurikulum yang sesuai dan tepat akan sulit untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang diinginkan. Dalam sejarah pendidikan di Indonesia sudah beberapa kali diadakan perubahan dan perbaikan kurikulum yang tujuannya sudah tentu untuk menyesuaikannya dengan perkembangan dan kemajuan zaman, guna mencapai hasil yang maksimal. Mengembangkan kurikulum bukanlah pekerjaan yang mudah dan sederhana karena banyak sekali pertanyaan yang dapat dikemukakan untuk dipertimbangkan. Misalnya: Apakah yang ingin dicapai? Manusia yang bagaimana yang diharapkan akan dibentuk? Apakah yang diutamakan kebutuhan sekarang atau masa mendatang? Apakah hakikat anak harus dipertimbangkan atau diperlukan sebagai orang dewasa? Dan segudang pertanyaan lagi yang kesemuanya menyangkut asas-asas yang mendasari setiap kurikulum, yaitu asas filosotis, asas psikologis, asas sosiologis dan asas organisatoris. Dengan kurikulum yang sesuai dan tepat, maka dapat diharapkan sasaran dan tujuan pendidikan akan dapat tercapai secara maksimal.

Upload: d-fbuser-36724247

Post on 01-Jul-2015

30.297 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: asas- asas kurikulum

KATA PENGANTAR

Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan suatu

pendidikan. Tanpa kurikulum yang sesuai dan tepat akan sulit untuk mencapai

tujuan dan sasaran pendidikan yang diinginkan.

Dalam sejarah pendidikan di Indonesia sudah beberapa kali diadakan

perubahan dan perbaikan kurikulum yang tujuannya sudah tentu untuk

menyesuaikannya dengan perkembangan dan kemajuan zaman, guna mencapai

hasil yang maksimal.

Mengembangkan kurikulum bukanlah pekerjaan yang mudah dan

sederhana karena banyak sekali pertanyaan yang dapat dikemukakan untuk

dipertimbangkan. Misalnya: Apakah yang ingin dicapai? Manusia yang

bagaimana yang diharapkan akan dibentuk? Apakah yang diutamakan kebutuhan

sekarang atau masa mendatang? Apakah hakikat anak harus dipertimbangkan atau

diperlukan sebagai orang dewasa? Dan segudang pertanyaan lagi yang

kesemuanya menyangkut asas-asas yang mendasari setiap kurikulum, yaitu asas

filosotis, asas psikologis, asas sosiologis dan asas organisatoris.

Dengan kurikulum yang sesuai dan tepat, maka dapat diharapkan sasaran

dan tujuan pendidikan akan dapat tercapai secara maksimal.

Buku ini penting bagi para mahasiswa, para guru dan siapa saja yang

berminat dan berkecimpung di bidang pendidikan.

Page 2: asas- asas kurikulum

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Bab 1 : Pengertian Dan Asas-Asas Kurikulum

Bab 2 : Asas-Asas Fisiologi

Bab 3 : Asas Psikologis Anak

Bab 4 : Asas Psikologis Anak

Bab 5 : Proses Perubahan Dan Perbaikan Kurikulum

Bab 6 : Kurikulum Dan Masyarakat

Bab 7 : Organisasi Kurikulum

Bab 8 : Menentukan Scope Dan Sequence Dalam Pembinaan Kurikulum

Bab 9 : Mengubah Kurikulum

Bab 10 : Penutup

Daftar Buku

Page 3: asas- asas kurikulum

BAB 1

PENGERTIAN DAN ASAS-ASAS

KURIKULUM

Masa depan bangsa terletak dalam tangan generasi muda. Mutu bangsa di

kemudian hari bergantung pada pendidikan yang dikecap oleh anak-anak

sekarang, terutama melalui pendidikan formal yang diterima di sekolah. Apa yang

akan dicapai di sekolah, ditentukan oleh kurikulum sekolah itu. Jadi barang siapa

yang menguasai kurikulum memegang nasib bangsa dan negara. Maka dapat

dipahami bahwa kurikulum sebagai alat yang begitu vital bagi perkembangan

bangsa dipegang oleh pemerintah suatu negara. Dapat pula dipahami betapa

pentingnya usaha mengembangkan kurikulum itu. Oleh sebab setiap guru

merupakan kunci utama dalam pelaksanaan kurikulum, maka ia harus pula

memahami seluk-beluk kurikulum. Hingga batas tertentu, dalam skala mikro, guru

juga seorang pengembang kurikulum bagi kelasnya.

APA YANG DIMAKSUD DENGAN KURIKULUM

Perkataan kurikulum dikenal sebagai suatu istilah dalam dunia pendidikan

sejak kurang lebih satu abad yang lampau. Perkataan ini belum terdapat dalam

kamus Webster tahun 1812 dan baru timbul untuk pertama kalinya dalam kamus

tahun 1856. Artinya pada waktu itu ialah: "1. a race course; a place for running; a

chariot. 2. a course in general; applied particulary to the course of study in a

university". Jadi dengan "kurikulum" dimaksud suatu jarak yang harus ditempuh

oleh pelari atau kereta dalam perlombaan, dari awal sampai akhir. "Kurikulum"

juga berarti "chariot," semacam kereta pacu pada zaman dulu, yakni suatu alat

yang membawa seorang dari "start" sampai "finish".

Di samping penggunaan "kurikulum" semula dalam bidang olah raga,

kemudian dipakai dalam bidang pendidikan, yakni sejumlah mata kuliah di

perguruan tinggi.

Page 4: asas- asas kurikulum

Dalam kasus Webster tahun 1955 "kurikulum diberi arti "'a. A course esp.

a specified fixed course of study, as in a school or college, as one leading to a

degree. b. The whole body of courses offered in an educational institution, or

departme.nt thereof, -. the usual sense." Di sini "kurikulum" khusus digunakan

dalam pendidikan dan pengajaran, yakni sejumlah mata pelajaran di sekolah atau

mata kuliah di perguruan tinggi, yang harus ditempuh untuk mencapai suatu

ijazah atau tingkat. "Kurikulum" juga berarti keseluruhan pelajaran yang disajikan

oleh suatu lembaga pendidikan.

Di Indonesia istilah "kurikulum" boleh dikatakan baru menjadi populer

sejak tahun lima puluhan, yang dipopulerkan oleh mereka yang ,memperoleh

pendidikan di Amerika Serikat. Kini istilah itu telah dikenal orang di luar

pendidikan. Sebelumnya yang lazim digunakan ialah "rencana pelajaran". Pada

hakikatnya kurikulum sama artinya dengan rencana pelajaran. Hilda Taba dalam

bukunya Curriculum Development, Theory and Practice mengartikan sebagai "a

plan for learning", yakni sesuatu yang direncanakan untuk pelajaran anak.

Dalam buku ini kami gunakan istilah "kurikulum," karena pengertian

kurikulum banyak mengalami perkembangan, berkat pemikiran yang banyak oleh

tokoh-tokoh pendidikan mengenai kurikulum, sehingga dapat meliputi hal-hal

yang tidak direncanakan, namun turut mengubah kelakuan anak didik. Kurikulum

juga bukan lagi sekedar sejumlah mata pelajaran , akan tetapi mendapat liputan

yang jauh lebih luas. Maka karena itu istilah "rencana pelajaran" rasanya

terlampau sempit dan terikat oleh pengertian tradisional, yang sangat terbatas pada

bahan pelajaran dalam buku pelajaran.

Dalam teori, tetapi juga dalam praktik, pengertian kurikulum yang lama

sudah banyak ditinggalkan. Para ahli pendidikan kebanyakan memberi arti dan isi

yang lebih luas daripada semula. Selain itu pengertiannya pun senantiasa dapat

berkembang dan mengalami perubahan. Perubahan itu antara lain terjadi karena

orang tak kunjung puas dengan hasil pendidikan sekolah dan selalu ingin

memperbaikinya. Memang tak mungkin disusun suatu kurikulum yang baik serta

mantap sepanjang zaman. Suatu kurikulum hanya mungkin baik untuk suatu

masyarakat tertentu pada masa tertentu. Perkembangan ilmu pengetahuan dan

Page 5: asas- asas kurikulum

teknologi yang mengubah masyarakat dan dengan sendirinya kurikulum pun tak

dapat tiada harus disesuaikan dengan tuntutan zaman.

Di samping itu banyak timbul pendapat-pendapat baru tentang hakikat dan

perkembangan anak, caranya belajar, tentang masyarakat dan ilmu pengetahuan,

dan lain-lain, yang memaksa diadakannya perubahan dalam kurikulum.

Pengembangan kurikulum adalah proses yang tak henti-hentinya, yang harus

dilakukan secara kontinu. Jika tidak, maka kurikulum menjadi usang atau

ketinggalan zaman. Makin cepat perubahan dalam masyarakat, makin sering

diperlukan penyesuaian kurikulum.

Namun, mengubah kurikulum bukanlah pekerjaan yang mudah. Praktek

pendidikan di sekolah senantiasa jauh ketinggalan bila dibandingkan dengan teori

kurikulum. Bukan sesuatu yang aneh, bila suatu teori kurikulum baru menjadi

kenyataan setelah 50 sampai 75 tahun kemudian. Kelambanan ini terjadi antara

lain karena guru-guru banyak yang lebih ingin berpegang pada yang telah ada,

merasa lebih aman dengan praktik-praktik rutin dan tradisional daripada

mencobakan hal-hal baru, yang memerlukan pemikiran dan usaha yang lebih

banyak dan ada kalanya menuntut perubahan pada diri guru itu sendiri. Itu

sebabnya maka kurikulum masih banyak diartikan sebagai sejumlah mata

pelajaran yang harus disampaikan kepada anak.

BEBERAPA DEFINISI KURIKULUM

Seperti telah dikemukakan di atas, perubahan zaman menuntut kurikulum

baru dan sering juga pengertian baru mengenai makna kurikulum itu sendiri.

Perubahan zaman memberi tugas-tugas baru kepada sekolah, di antaranya tugas-

tugas yang sediakala dipikul oleh lembaga-lembaga lain seperti rumah tangga,

pemerintah, petugas agama, dan lain-lain. Misalnya, anak-anak gadis biasanya

belajar memasak, menjahit, mengurus rumah, dan pekerjaan lain dari ibunya.

Dunia modern sering mengharuskan ibu-ibu bekerja, dan tidak sempat lagi

mendidik anaknya dalam keterampilan rumah tangga. Maka tugas ibu itu

dipercayakan kepada sekolah dengan memberi pelajaran PKK. Ada pula ibu-ibu

yang tak puas dan merasa bosan hanya terikat oleh rutin rumah tangga dan ingin

Page 6: asas- asas kurikulum

menentukan karirnya sendiri. Demikian pula soal kesehatan jasmani anak,

keamanan lalu lintas, keterampilan vokasional, pendidikan seks, pencegahan

minum alkohol atau ganja, kepramukaan, pendidikan, agama, dan hal-hal lain

lambat laun digeser tanggung-jawab pendidikannya kepada sekolah. Dengan

demikian kurikulum sekolah tidak hanya meliputi mata pelajaran tradisional,

melainkan berbagai kegiatan lain yang bersifat edukatif, di dalam maupun di luar

sekolah.

Dengan bertambahnya tanggung jawab sekolah timbulah berbagai macam

definisi kurikulum, sehingga semakin sukar memastikan apakah sebenarnya

kurikulum itu. Akhirnya setiap pendidik, setiap guru harus menentukan sendiri

apakah kurikulum itu bagi dirinya. Pengertian yang dianut oleh seseorang akan

mempengaruhi kegiatan belajar-mengajar dalam kelas maupun di luar kelas.

Di bawah ini kami berikan sejumlah definisi kurikulum menurut beberapa

ahli kurikulum.

1. J. Galen Saylor dan William M. Alexander dalam buku Curriculum Planning

for Better Teaching and Learning (1956) menjelaskan arti kurikulum sebagai

berikut. " The Curriculum is the sum total of school's efforts to influence

learning, whether in the clasroom, on the playground, or out of school." Jadi

segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam

ruangan kelas, di halaman sekolah atau di luar sekolah termasuk kurikulum.

Kurikulum meliputi juga apa yang disebut kegiatan ekstra-kurikuler.

2. Harold B. Albertycs. dalam Reorganizing the High-School Curriculum (1965)

memandang kurikulum sebagai "all of the activities that are provided for

students by the school". Seperti halnya dengan definisi Saylor dan Alexander,

kurikulum tidak terbatas pada mata pelajaran, akan tetapi juga meliputi

kegiatan-kegiatan lain, di dalam dan luar kelas, yang berada di bawah

tanggung jawab sekolah. Definisi melihat manfaat kegiatan dan pengalaman

siswa di luar mata pelajaran tradisional.

Page 7: asas- asas kurikulum

3. B. Othanel Smith, W.O. Stanley, dan J. Harlan Shores memandang kurikulum

sebagai "a sequence of potential experiences set up in the school for the

purpose of disciplining children and youth in group ways of thinking and

acting". Mereka melihat kurikulum sebagai sejumlah pengalaman yang secara

potensial dapat diberikan kepada anak dan pemuda, agar mereka dapat

berpikir dan berbuat sesuai dengan masyarakatnya.

4. William B. Ragan, dalam buku Modern Elementary Curriculum (1966)

menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut: "The tendency in recent decades

has ben to use the term in a broader sense to refer to the whole life and

program of the school. The term is used ... to include all the experiences of

children for which the school accepts responsibility. It denotes the results of

efferorts on the part of the adults of the community, and the nation to bring to

the children the finest, most whole some influences that exist in the culture."

Ragan mengunakan kurikulum dalam arti yang luas, yang meliputi

seluruh program dan kehidupan dalam sekolah, yakni segala pengalaman anak

di bawah tanggung-jawab sekolah. Kurikulum tidak hanya meliputi bahan

pelajaran tetapi meliputi seluruh kehidupan dalam kelas. Jadi hubungan sosial

antara guru dan murid, metode mengajar, cara mengevaluasi termasuk

kurikulum.

5. J. Lloyd Trump dan Delmas F. Miller dalam buku Secondary School

lmprovemant (1973) juga menganut definisi kurikulum yang luas. Menurut

mereka dalam kurikulum juga termasuk metode mengajar dan belajar, cara

mengevaluasi murid dan seluruh program, perubahan tenaga mengajar,

bimbingan dan penyuluhan, supervisi dan administrasi dan hal-hal struktural

mengenai waktu, jumlah ruangan serta kemungkinan memilih mata pelajaran.

Ketiga aspek pokok, program, manusia dan fasilitas sangat erat hubungannya,

sehingga tak mungkin diadakan perbaikan kalau tidak diperhatikan ketiga-

tiganya.

Page 8: asas- asas kurikulum

6. Alice Miel juga menganut pendirian yang luas mengenai kurikulum. Dalam

bukunya Changing the Curriculum : a Social Process (1946) is

mengemukakan bahwa kurikulum juga meliputi keadaan gedung, suasana

sekolah, keinginan, keyakinan, pengetahuan dan sikap orang-orang melayani

dan dilayani sekolah, yakni anak didik, masyarakat, para pendidik dan

personalia (termasuk penjaga sekolah, pegawai administrasi dan orang lainnya

yang ada hubungannya dengan murid-murid ). Jadi kurikulum meliputi segala

pengalaman dan pengaruh yang bercorak pendidikan yang diperoleh anak di

sekolah. Definisi Miel tentang kurikulum sangat luas yang mencakup yang

meliputi bukan hanya pengetahuan, kecakapan, kebiasaan-kebiasaan, sikap,

apresiasi, cita-cita serta norma-norma, melainkan juga pribadi guru, kepala

sekolah serta seluruh pegawai sekolah.

Langeveld seorang ahli pendidikan Belanda dalam bukunya Leerboek der

Pedagogische Psychologie membedakan apa yang disebutnya

opvoedingsmiddelen dan opvoedingsfaktoren Istilah pertama berarti alat-alat

pendidikan, yaitu segala sesuatu yang dengan sengaja dilakukan oleh sipendidik

terhadap anak-didik guna mempengaruhi kelakuannya, seperti menjelaskan,

menganjurkan, memuji, melarang atau menghukum. Istilah kedua berarti faktor-

faktor pendidikan, meliputi keadaan lingkungan pendidikan seperti kebersihan

ruangan, keramahan pendidik, jadi tidak merupakan tindakan yang disengaja. Kita

lihat bahwa Alice Miel mencakup kedua hal itu dalam pengertian kurikulumnya

yakni alat pendidikan dan faktor pendidikan.

Tak semua ahli kurikulum menganut pendirian yang begitu luas. Hilda Taba

berpendapat bahwa definisi yang terlampau luas mengaburkan pengertian kurikulum

sehingga menghalangi pemikiran dan pengolahan yang tajam tentang kurikulum. Jika

kurikulum dirumuskan sebagai "segala usaha yang dilakukan oleh sekolah untuk

memperoleh hasil yang diharapkan dalam situasi di dalam maupun di luar sekolah"

atau sebagai" sejumlah pengalaman yang potensial dapat diberikan oleh sekolah

dengan tujuan agar anak dan pemuda dibiasakan berpikir dan berbuat menurut

kelompok atau masyarakat tempat ia hidup", maka definisi yang luas itu

membuatnya tidak fungsional. Maka Hilda Taba memilih posisi yang tidak

terlampau luas dan tidak pula terlampau sempit, karena definisi yang sempit tidak lagi

diterima oleh sekolah modern.

Page 9: asas- asas kurikulum

Hilda Taba mengemukakan, bahwa pada hakikatnya tiap kurikulum

merupakan suatu cara untuk mempersiapkan anak agar berparsitipasi sebagai anggota

yang produktif dalam masyrakatnya. Tiap kurikulum, bagaimanapun polanya, selalu

mempunyai komponen-komponen tertentu, yakni pernyataan tentang tujuan dan

sasaran, seleksi dan organisasi bahan dan isi pelajaran, bentuk dan kegiatan belajar

dan mengajar, dan akhirnya evaluasi hasil belajar. Perbedaan kurikulum terletak pada

penekanan pada unsur-unsur tertentu.

7. Edward A. Krug dalam The Secondary School Curriculum (1960)

menunjukkan pendirian yang terbatas tapi realistis tentang kurikulum.

Definisinya ialah "A Curriculum Consists of the means used to achieve or carry out

given purposes of schooling". Kurikulum dilihatnya sebagai cara-cara dan usaha

untuk mencapai tujuan persekolahan. Ia membedakan tugas sekolah mengenai

perkembangan anak dan tanggung jawab lembaga pendidikan lainnya seperti

rumah tangga, lembaga agama, masyarakat, dan lain-lain. Ia dengan sengaja

menggunakan istilah "schooling" untuk menjelaskan apa sebenarnya tugas

sekolah. Memborong segala tanggung jawab atas pendidikan anak akan

merupakan beban yang terlampau berat, sehingga tidak mungkin dilakukan

dengan baik.

Maka karena itu Krug membatasi kurikulum pada : 1. organized classroom

instruction, yaitu pengajaran di dalam kelas, 2. kegiatan-kegiatan tertentu di luar

pengajaran itu, seperti bimbingan dan penyuluhan, kegiatan pengabdian

masyarakat, pengalaman kerja yang bertalian dengan pelajaran, dan perkemahan

sekolah. Akan tetapi kegiatan-kegiatan akhir masih bersifat kontroversial.

Kurikulum adalah sesuatu yang direncanakan sebagai pegangan guna

mencapai tujuan pendidikan. Apa yang direncanakan biasanya bersifat idea, suatu

cita-cita tentang manusia atau warga negara yang akan dibentuk. Kurikulum ini

lazim mengandung harapan-harapan yang sering berbunyi muluk-muluk.

Apa yang dapat diwujudkan dalam kenyataan disebut kurikulum yang real.

Karena tak segala sesuatu yang direncanakan dapat direalisasikan, maka

terdapatlah kesenjangan antara idea dan real curriculum.

Page 10: asas- asas kurikulum

Smith dan kawan-kawan memandang kurikulum sebagai rangkaian

pengalaman yang secara potensial dapat diberikan kepada anak, jadi dapat disebut

potential curriculum. Namun apa yang benar-benar dapat diwujudkan pada anak

secara individual, misalnya bahan yang benar-benar diperolehnya, disebut actual

curriculum.

Berbagai tafsiran tentang kurikulum dapat kita tinjau dari segi lain,

sehingga kita peroleh penggolongan sebagai sebagai berikut :

1. Kurikulum dapat dilihat sabagai produk, yakni sebagai hasil karya para

pengembang kurikulum, biasanya dalam suatu panitia. Hasilnya dituangkan

dalam bentuk buku atau pedoman kurikulum, yang misalnya berisi sejumlah

mata pelajaran yang harus diajarkan.

2. Kurikulum dapat pula dipandang sebagai program, yakni alat yang dilakukan

oleh sekolah untuk mencapai tujuannya. Ini dapat berupa mengajarkan

berbagai mata pelajaran tetapi dapat juga meliputi segala kegiatan yang

dianggap dapat mempengaruhi perkembangan siswa misalnya perkumpulan

sekolah, pertandingan, pramuka, warung sekolah dan lain-lain.

3. Kurikulum dapat pula dipandang sebagai hal-hal yang diharapkan akan

dipelajari siswa, yakni pengetahuan, sikap, keterampilan tertentu. Apa yang

diharapkan akan dipelajari tidak selalu sama dengan apa yang benar-benar

dipelajari.

4. Kurikulum sebagi pengalaman siswa. Ketiga pandangan diatas berkenaan

dengan perencanaan kurikulum sedangkan pandangan ini mengenai apa yang

secara aktual menjadi kenyataan pada tiap siswa. Ada kemungkinan, bahwa

apa yang diwujudkan pada diri anak berbeda dengan apa yang diharapkan

menurut rencana.

Mengenai masalah kurikulum senantiasa terdapat pendirian yang berbeda-

beda, bahkan sering yang bertentangan. Ketidakpuasan dengan kurikulum yang

berlaku adalah sesuatu yang biasa dan memberi dorongan mencari kurikulum

baru. Akan tetapi mengajukan kurikulum yang ekstrim sering dilakukan dengan

mendiskreditkan kurikulum yang lama, pada hal kurikulum itu pun mengandung

Page 11: asas- asas kurikulum

kebaikan, sedangkan kurikulum pasti tidak akan sempurna dan akan tampil

kekurangannya setelah berjalan dalam beberapa waktu.

Dalam praktiknya biasanya tidak dapat pertentangan yang begitu tajam

seperti yang digambarkan dalam teorinya. Pada umumnya guru itu konservatif

dan cenderung berpegang pada cara-cara yang lama yang telah dikuasainya dan

menurut pengalamannya memberi hasil yang baik. Ia tidak mudah melepaskan

yang lama yang sudah terbukti kebaikannya, sebelum ia yakin bahwa yang baru

itu ternyata lebih baik lagi. Juga ada kemungkinan untuk mengawinkan yang baru

dengan yang lama. Maka karena itu jarang akan terdapat bahwa suatu teori

tentang kurikulam dilaksanakan secara murni. Selain itu berbagai jenis kurikulum

dapat hidup bersama tanpa menimbulkan konflik.

Adanya berbagai tafsiran tentang kurikulum tak perlu merisaukan, karena

justru dapat memberi dorongan untuk mengadakan inovasi mencari bentuk -

bentuk kurikulum baru. Pandangan yang berbeda-beda itu memberi dinamika

dalam pemikiran tentang kurikulum secara kontinu tanpa henti-hentinya.

Bila dalam buku ini kami uraikan kurikulum dalam bentuk murninya

menurut teori yang mendasarinya, jadi menonjolkannya dalam bentuk yang

ekstrim, perlu kita ketahui bahwa dalam praktik pendidikan sering terjadi

campuran atau adanya berbagai bentuk kurikulum yang hidup bersama secara

damai.

ASAS-ASAS KURIKULUM

Mengembangkan kurikulum bukan sesuatu yang mudah dan sederhana

karena banyak hal yang harus dipertimbangkan dan banyak pertanyaan yang dapat

diajukan untuk diperhitungkan. Misalnya : Apakah yang ingin dicapai, manusia

yang bagaimana yang diharapkan akan dibentuk? Apakah akan diutamakan

kebutuhan anak pada saat sekarang atau masa mendatang? Apakah hakikat anak

harus dipertimbangkan, ataukah ia diperlakukan sebagai orang dewasa? Apakah

kebutuhan anak itu? Apakah harus dipentingkan anak sebagai individu atau

sebagai anggota kelompok? Apakah yang harus dipentingkan, mengajarkan

kejujuran atau memberi pendidikan umum? Apakah pelajaran akan didasarkan

Page 12: asas- asas kurikulum

atas disiplin ilmu ataukah dipusatkan pada masalah sosial dan pribadi? Apakah

semua anak harus mengikuti pelajaran yang sama

taukah is diizinkan memilih pelajaran sesuai dengan minatnya? Apakah

seluruh kurikulum sama bagi semua sekolah secara uniform, atau diberi

kelonggaran untuk menyesuaikannya dengan keadaan daerah? Apakah hasil

belajar anak akan diuji secara uniform ataukah diserahkan pada penilaian guru

yang dapat mempelajari anak itu dalam segala aspek selama waktu yang panjang ?

Semua pertanyaan itu menyangkut asas-asas yang mendasari setiap

kurikulum, yakni :

1. Asas filosofis yang berkenaan dengan tujuan pendidikan yang sesuai dengan

filsafat negara.

2. Asas psikologis yang memperhitungkan faktor anak dalam kurikulum yakni a.

psikologi anak, perkembangan anak, b. psikologi belajar, bagaimana proses

belajar anak.

3. Asas sosiologis, yaitu keadaan masyarakat, perkembangan dan perubahannya,

kebudayaan manusia, hasil kerja manusia herupa pengetahuan, dan lain-lain.

4. Asas organisatoris yang mempertimbangkan bentuk dan organisasi bahan

pelajaran yang disajikan.

Walaupun dalam buku ini keempat asas itu akan dipaparkan lebih lanjut,

dirasa perlu memberikannya lebih dahulu secara singkat.

1. Asas Filosofis

Sekolah bertujuan mendidik anak agar menjadi manusia yang "baik".

Apakah yang dimaksud dengan "balk" pada hakikatnya ditentukan oleh nilai-nilai,

cita-cita atau filsafat yang dianut negara, tapi juga guru, orang tua, masyarakat

bahkan dunia. Perbedaan filsafat dengan sendirinya akan menimbulkan perbedaan

dalam tujuan pendidikan, jadi juga bahan pelajaran yang disajikan, mungkin juga

cara mengajar dan menilainya. Pendidikan di negara otokratis akan berbeda

dengan negara yang demokratis, pendidikan di negara yang menganut agama

Budha akan berlainan denagan pendidikan di negara yang memeluk agama Islam

Page 13: asas- asas kurikulum

atau Kristen. Kurikulum tak dapat tiada mempunyai hubungan yang erat dengan

filsafat bangsa dan negara terutama dalam menentukan manusia yang dicita-

citakan sebagai tujuan yang harus dicapai melalui pendidikan formal.

2. Asas Psikologis

a. Psikologi anak

Sekolah didirikan untuk anak, untuk kepentingan anak, yakni menciptakan

situasi-situasi di mana anak dapat belajar untuk mengembangkan bakatnya.

Selama berabad-abad anak tidak dipandang sebagai manusia yang lain daripada

orang dewasa dan karena itu mempunyai kebutuhan sendiri sesuai dengan

perkembangannya. Baru setelah Rousseau anak itu dikenal sebagai anak, dan

dilakukan penelitian ilmiah untuk lebih mengenalnya, dan sejak permulaan abad

ke-20 anak kian mendapat perhatian menjadi salah satu asas dalam pengembangan

kurikulum. Timbullah aliran yang disebut progresif, bahkan kurikulum yang

semata-mata didasarkan atas minat dan perkembangan anak, yaitu "Child centered

curriculum". Kurikulum ini dapat dipandang sebagai reaksi terhadap kurikulum

yang ditentukan oleh orang dewasa tanpa menghiraukan kebutuhan dan minat

anak. Tentu saja kurikulum yang begitu ekstrim mengutamakan salah satu dasar

akan mempunyai kekurangan-kekurangan. Namun gerakan ini tak dapat tiada

menarik perhatian para pendidik, khususnya para pengembang kurikulum, untuk

selalu menjadikan anak sebagai salah satu pokok pemikiran.

b. Psikologi belajar

Pendidikan di sekolah diberikan dengan kepercayaan dan keyakinan

bahwa anak-anak dapat dididik, dapat dipengaruhi kelakuannya. Anak-anak dapat

belajar, dapat menguasai sejumlah pengetahuan, dapat mengubah sikapnya, dapat

menerima norma-norma, dapat menguasai sejumlah keterampilan. Soal yang

penting ialah : bagaimanakah anak itu belajar? Kalau kita tahu betul, bagaimana

proses belajar itu berlangsung, dalam keadaan yang bagaimana belajar itu

memberi hasil yang sebaik-baiknya, maka kurikulum dapat direncanakan dan

dilaksanakan dengan cara yang seefektif-efektifnya.

Page 14: asas- asas kurikulum

Oleh sebab belajar itu ternyata suatu proses yang pelik dan kompleks,

maka timbullah berbagai teori belajar yang menunjukkan ketidaksesuaian satu

sama lain. Penelitian dilakukan untuk lebih mendalam memahami proses belajar

ini, banyak di antaranya dengan melakukan eksperimen.

Pada umumnya dapat dikatakan, bahwa tiap teori itu mengandung

kebenaran, akan tetapi tidak memberikan gambaran tentang keseluruhan proses

belajar itu, jadi yang mencakup segala gejala belajar, dari yang sederhana sampai

yang paling pelik.

Teori belajar dijadikan dasar bagi proses belajar-mengajar. Dengan

demikian ada hubungan yang erat antara kurikulum dan psikologi belajar dan

psikologi anak. Karena hubungan yang sangat erat itu maka psikologi menjadi

salah satu dasar kurikulum.

3. Asas Sosiologis

Anak tidak hidup sendiri terisolasi dari manusia lainnya, ia selalu hidup

dalam suatu masyarakat. Di situ ia harus memenuhi tugas-tugas yang harus

dilakukannya dengan penuh tanggung-jawab, baik sebagai anak, maupun sebagai

orang dewasa kelak. Ia banyak menerima jasa dari masyarakat dan ia sebaliknya

harus menyumbangkan baktinya bagi kemajuan masyarakat. Tuntutan masyarakat

tak dapat diabaikannya.

Tiap masyarakat mempunyai norma-norma, adat kebiasaan yang tak dapat

tiada harus dikenal dan diwujudkan anak dalam pribadinya lalu dinyatakannya

dalam kelakuannya. Tiap masyarakat berlainan corak nilai-nilai yang dianutnya.

Tiap anak akan berbeda latar belakang kebudayaannya. Perbedaan ini harus di-

pertimbangkan dalam kurikulum. Juga perubahan masyarakat akibat

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan faktor pertimbangan

dalam kurikulum.

Oleh sebab masyarakat suatu faktor yang begitu penting dalam

pengembangan kurikulum, maka masyarakat dijadikan salah satu asas. Dalam hal

ini pun harus kita jaga, agar asas ini jangan terlampau mendominasi sehingga

Page 15: asas- asas kurikulum

timbul kurikulum yang berpusat pada masyarakat atau "society-centered

curriculum".

4. Asas Organisatoris

Asas ini herkenaan dengan masalah, dalam bentuk yang bagaimana bahan

pelajaran akan disajikan? Apakah dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-

pisah, ataukah diusahakan adanya hubungan antara pelajaran yang diberikan,

misalnya dalam bentuk broad-field atau bidang studi seperti IPA, IPS, Bahasa,

dan lain-lain. Ataukah diusahakan hubungan secara lebih mendalam dengan

menghapuskan segala batas-batas mata pelajaran, jadi dalam bentuk kurikulum

yang terpadu. Ilmu jiwa asosiasi yang berpendirian bahwa keseluruhan sama

dengan jumlah bagianbagiannya cenderung memilih kurikulum yang subject-

centered, atau yang berpusat pada mata pelajaran, yang dengan sendirinya akan

terpisah-pisah. Sebaliknya ilmu jiwa Gestalt lebih mengutamakan keseluruhan,

karena keseluruhan itu bermakna dan lebih relevan dengan kebutuhan anak dan

masyarakat. Aliran psikologi ini lebih cenderung memilih kurikulum terpadu atau

integrated kurikulum.

Kembali perlu di ingatkan, bahwa tidak ada kurikulum yang baik dan tidak

baik. Setiap organisasi kurikulum mempunyai kebaikan akan tetapi tidak lepas

dari kektirangan ditinjau dari segi-segi tertentu. Selain itu, bermacam-macam

organisasi kurikulum dapat dijalankan secara bersama di satu sekolah, bahkan

yang satu dapat membantu atau melengkapi yang satu lagi.

Kurikulum yang bagaimana yang harus dipilih? Pertanyaan itu diajukan

karena macamnya kemungkinan. Dalam mengembangkan kurikulum harus

diadakan pilihan, jadi selalu hasil semacam kompromi antara anggota panitia

kurikulum. Sering dikatakan bahwa "curriculum is a matter of choice", kurikulurri

adalah soal pilihan. Dalam hal ini pilihan banyak bergantung pada pendirian atau

sikap seseorang tentang pendidikan. Pada umumnya dapat dibedakan dua

pendirian utama, yakni yang tradisional dan yang progresif.

KURIKULUM TRDISIONAL ATAU PROGRESIF

Page 16: asas- asas kurikulum

Kurikulum tradisional yang ingin mengawetkan yang lama tidak dengan

sendirinya buruk dan merugikan, oleh sebab apa yang diawetkan, selalu yang

baik, apakah itu nilai-nilai, barang seni, benda, dan sebagainya. Namun dalam

masa perubahan yang serba dinamis ini, menutup mata bagi perubahan akan

merugikan diri sendiri. Sebaliknya kurikulum modern - progresif juga tidak

dengan sendirinya baik dan luput dari, berbagai kekurangan.

Menjalankan kurikulum progresif akan banyak mendapat tentangan, antara

lain dari pihak guru yang terkenal karena sikap konservatifnya, juga orangitua

yang telah mengecap pendidikan tradisional dan merasakan manfaatnya. Kesulitan

yang dihadapi kurikulum progresif ialah, bahwa orang mengharapkan hasil-hasil

tradisional dari sekolah yang progresif. Sekolah progresif misalnya mementingkan

kemampuan memecahkan masalah dan menggunakan pengetahuan secara

fungsional untuk memecahkan masalah itu. Tidak diharapkan siswa mempunyai

pengetahuan yang uniform. Namun orang tua masih mengharapkan agar murid-

murid hafal akan nama-nama geografis, tahun-tahun dan tokoh-tokoh sejarah,

terampil dalam hitungan di luar kepala, dan lain-lain. Sekolah progresif harus

dinilai berdasarkan prinsip-prinsip sekolah itu. Kita inginkan agar anak-anak

kreatif, sanggup berpikir sendiri, walaupun kesimpulannya lain dari yang lain, kita

ingin agar anak sanggup mengadakan penelitian dan penemun, namun kita

mengadakan ujian nasional yang uniform yang tidak menghiraukan perbedaan

individual, dan terutama menonjolkan hafalan, tidak mengizinkan perbedaan

pendapat, menentukan lebih dahulu mana yang benar yang dicoba anak mencari

atau menerkanya bila menghadapi ujian bercorak objektif.

Di bawah ini kami cantumkan beberapa perbedaan antara pendirian

tradisional dan progresif.

Penganut kurikulum tradisional berpegang pada kurikulum yang

didasarkan atas subjek atau mata pelajaran, yang biasanya diberikan secara

terpisah-pisah. Bahan mata pelajaran diambil dari berbagai disiplin ilmu yang

dibina dan senantiasa dikembangkan para ilmuwan dan karena itu mendapat

penghargaan tinggi dari masyarakat. Kurikulum tradisional ini telah bertahan

selama beberapa abad dan diduga akan bertahan terus sepanjang masa. Dianggap

Page 17: asas- asas kurikulum

bahwa ilmu mempunyai nilai tersendiri dan karena itu dapat dipelajari demi ilmu

itu sendiri. Selain itu mempelajari ilmu akan mengembangkan kemampuan

intelektual anak.

Penganut kurikulum progresif atau modern tidak menolak ilmu, akan

tetapi tidak dipelajari demi ilmu sendiri, akan tetapi untuk digunakan dalam

memecahkan suatu masalah. Sambil memecahkan masalah siswa mengumpulkan

ilmu yang diperlukan. Mengumpulkan ilmu demi ilmu yang tidak fungsional

hanya membebani otak dengan hal-hal yang mubazir. Tujuan pendidikan bukan

hanya mengembangkan aspek intelektual saja melainkan keseluruhan pribadi anak

dalam segala aspek.

Dalam kurikulum tradisional diperlukan pengarahan, pengawasan, kontrol

dan disiplin yang ketat, agar siswa mempelajari bahan yang sama dan mencapai

tingkat penguasaan yang sama. Sebaliknya kurikulum yang progresif lebih banyak

memberi kebebasan kepada siswa untuk menentukan apa yang akan dipelajarinya,

sesuai dengan minat dan kesanggupannya dalam suasana yang mengizinkan

kebebasan.

Apa yang dipelajari dalam kurikulum tradisional dianggap akan berguna

kelak di kemudian hari anak, karena banyak pelajaran yang sebenarnya tidak ada

kaitannya dengan kehidupan anak dalam masyarakat. Di lain pihak, kurikulum

progresif memilih masalahmasalah yang nyata dalam kehidupan anak dan

masyarakat.

Kurikulum tradisional menyamaratakan semua siswa baik mengenai

bahan, metode belajar-mengajar, maupun evaluasi. Kurikulum progresif

memperhatikan bahkan membantu perkembangan keunikan individu.

Kurikulum tradisional menerima kenyataan dalam masyarakat

sebagaimana adanya, sedangkan kurikulum progresif berusaha untuk mengubah

lingkungan untuk membentuk dunia yang lebih baik.

Kalau diteliti lebih lanjut dapat lagi kita temui perbedaan lain antara kedua

pendekatan dalam pengembangan kurikulum. Dapat kita katakan, bahwa

kurikulum progresif merupakan reaksi dalam berbagai bentuk terhadap

Page 18: asas- asas kurikulum

kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam kurikulum tradisional. Namun

betapapun kritik terhadap kurikulum tradisional, kurikulum ini tetap bertahan.

Juga kurikulum progresif tidak bebas dari kritik yang tajam dari berbagai

pihak. Yang paling berpengaruh ialah kritik bahwa kurikulum ini kurang

mengembangkan kemampuan intelektual anak, sehingga setelah peluncuran

Sputnik, aliran progresif mengalami pukulan hebat, dengan ditonjolkannya

kembali kurikulum yang berdasarkan disiplin ilmu, akan tetapi akibatnya ialah,

bahwa faktor anak kembali dianaktirikan.

KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM

Ralph W.Tyler dalam bukunya Basic Principles of Curriculum and

Instruction (1949), salah satu buku yang paling berpengaruh dalam

pengembangan kurikulum, mengajukan 4 pertanyaan pokok, yakni :

1. Tujuan apa yang harus dicapai sekolah?

2. Bagaimanakah memilih bahan pelajaran guna mencapai tujuan itu?

3. Bagaimanakah bahan disajikan agar efektif diajarkan?

4. Bagaimanakah efektivitas belajar dapat dinilai?

Berdasarkan pertanyaan itu, maka diperoleh keempat komponen

kurikulum yakni, (1) tujuan, (2) bahan pelajaran, (3) proses belajar-mengajar, (4)

evaluasi atau penilaian. Keempat komponen itu dapat kita gambarkan dalam

bagan sebagai berikut:

TUJUAN

EVALUASI BAHAN

PBM

Keempat komponen itu saling berhubungan. Setiap komponen bertalian

erat dengan ketiga komponen lainnya. Tujuan menentukan bahan apa yang akan

dipelajari, bagaimana proses belajarnya, dan apa yang harus dinilai. Demikian

pula penilaian dapat mempengaruhi komponen lainnya. Pada saat dipentingkan-

Page 19: asas- asas kurikulum

nya evaluasi dalam bentuk ujian, misalnya Ebtanas, UMPTN, maka timbul

kecenderungan untuk menjadikan bahan ujian sebagai tujuan kurikulum, proses

belajar-mengajar cenderung mengutamakan latihan dan hafalan.

Bila salah satu komponen berubah, misalnya ditonjolkannya tujuan yang

baru, atau proses belajar-mengajar, misalnya metode baru, atau cara penilaian,

maka semua komponen lainnya turut mengalami perubahan. Kalau tujuannya

jelas, maka bahan pelajaran, PBM, maupun evaluasi pun lebih jelas.

Pola kurikulum yang dikemukakan oleh Tyler ini tampaknya sangat

sederhana, namun dalam kenyataannya lebih kompleks daripada yang diduga. Tak

mudah menentukan tujuan pendidikan atau pelajaran, tak mudah pula menentukan

bahan yang tepat guna mencapai tujuan itu, misalnya bahan untuk mendidik anak

agar menjadi manusia pembangun, jujur, kerja keras, dan sebagainya. Menentukan

PBM yang efektif tak kurang sulitnya, karena keberhaslannya baru diketahui

setelah dinilai.

Konsep tayle tentang komposisi kurikulum tentu mendapat kritik, namun

masih dipertimbangkan hingga sekarang.

RANGKUMAN

1. Kurikulum yang semula berarti jarak yang harus ditempuh, kemudian menjadi

sejumlah mata pelajaran yang harus dilalui untuk mendapat ijazah.

2. Para ahli kurikulum "modern" cenderung memberikan pengertian yang lebih

luas, sehingga meliputi kegiatan di luar kelas, bahkan juga mencakup segala

sesuatu yang dapat mempengaruhi kelakuan siswa, termasuk kebersihan kelas,

pribadi guru, sikap petugas sekolah, dan lain-lain.

3. Kurikulum dapat dipandang dari berbagai segi, yakni, curriculum as a product,

as a program, as intended learnings, as the experiences of the learner. Dapat

pula kita memandangnya sebagai formal curriculum, ideal, real, actual

curriculum atau potential learning experiences.

Page 20: asas- asas kurikulum

4. Ada kebaikan dan kelemahan pengertian kurikulum yang terlampau luas atau

terlampau sempit. Hilda Taba memandang kurikulum sebagai "a plan for

learning".

5. Ada kecenderungan pengertian kurikulum meluas, karena banyak tugas yang

sedianya oleh rumah tangga dan lembaga informal lainnya dibebankan kepada

sekolah.

6. Kurikulum senantiasa harus diubah karena perubahan masyarakat akibat

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan kurikulum berjalan

kontinu kalau tidak mau ketinggalan zaman.

7. Karena adanya macam-macam definisi kurikulum, tiap guru harus

menentukan tafsirannya sendiri. Pilihannya itu akan mempengaruhi

konsepsinya tentang tugasnya sebagai pendidik. Ia dapat menganut pendirian

yaang tradisional atau progresif.

PERTANYAAN DAN TUGAS

1. Jelaskan perkembangan pengertian kurikulum.

2. Jelaskan arti kurikulum sebagai product, program, intended learnings, the

experiences of the learner. Juga pengertian kurikulum formal, real, ideal,

potential, actual.

3. Bandingkan berbagai definisi yang tercantum dalam pelajaran, antara lain

mengenai luas cakupannya.

4. Bagaimanakah pengertian kurikulum di sekolah kita?

5. Dikatakan, bahwa praktik kurikulum jauh ketinggalan bila dibandingkan

dengan teorinya. Jelaskan.

6. Sebutkan asas-asas kurikulum. Selidiki azas-azas itu pada kurikulum yang

berlaku di sekolah kita.

7. Menurut Saudara siapakah yang mengembangkan kurikulum? Apakah

orangtua, begitu juga murid harus turut dalam pengembangan kurikulum?

8. Bagaimana pendapat Saudara tentang guru sebagai pengembang kurikulum?

9. Di antara asas-asas kurikulum, asas manakah yang paling banyak mengalami

perubahan? Mana yang paling sedikit atau tidak berubah?

10. Perbedaan apakah yang mungkin timbul di antara anggota panitia

pengembangan kurikulum?

Page 21: asas- asas kurikulum

11. Bila dibandingkan kurikulum sebelum dan sesudah kita merdeka perbedaan

apakah kiranya yang kita dapati?

12. Jelaskan adanya hubungan yang erat di antara komponenkomponen

kurikulum. Jelaskan bahwa perubahan dalam satu komponen mempengaruhi

komponen lainnya.

13. Ada kurikulum yang tidak direncanakan, yakni "hidden curriculum" atau

kurikulum yang tersembunyi. Tahukah Saudara apa maksudnya dan memberi

beberapa contoh?

Page 22: asas- asas kurikulum

BAB 2ASAS-ASAS FILOSOFIS

Filsafat sangat penting karena harus dipertimbangkan dalam mengambil

keputusan tentang setiap aspek kurikulum. Untuk tiap keputusan harus ada

dasarnya. Filsafat adalah cara berpikir yang sedalam-dalamnya, yakni sampai

akarnya tentang hakikat sesuatu.

Ada orang yang berpendapat bahwa guru tak perlu mempelajari filsafat,

karena sangat abstrak dan karena itu tak praktis dan tidak ada manfaatnya bagi

pekerjaannya. Pendirian itu terlampau picik, karena apa yang dilakukan guru

harus didasarkan pada apa yang dipercayai, diyakininya sebagai benar dan baik.

Filsafat itu antara lain menentukan kepercayaan kita tentang : apakah hakikat

manusia, khususnya hakikat anak dan sifat-sifatnya, apakah sumber kebenaran

dan nilai-nilai yang hendaknya menjadi pegangan hidup kita, tentang apakah yang

baik, apakah hidup yang baik, apakah yang sebaiknya diajarkan kepada anak-

didik, apakah peranan sekolah dalam masyarakat, apakah peranan guru dalam

proses belajar mengajar, dan lain-lain.

Para pengembang kurikulum harus mempunyai filsafat yang jelas tentang

apa yang mereka junjung tinggi. Filsafat yang kabur akan menimbulkan

kurikulum yang tidak menentu arahnya. Kini terdapat berbagai aliran filsafat,

masing-masing dengan dasar pemikiran tersendiri. Di sini akan kami bicarakan

dengan singkat beberapa buah yakni :

1. Aliran Perennialisme

Aliran ini bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui

pengetahuan yang "abadi, universal dan absolut" atau "perennial" yang ditemukan

dan diciptakan para pemikir unggul sepanjang masa, yang dihimpun dalam "the

Great Books" atau "Buku Agung". Kebenaran dalam buku itu bertahan teguh

terhadap segala perubahan zaman.

Kurikulum yang diinginkan oleh aliran ini terdiri atas subject atau mata

pelajaran yang terpisah sebagai disiplin ilmu dengan menolak penggabungan

Page 23: asas- asas kurikulum

seperti IPA atau IPS. Hanya mata pelajaran yang sungguh mereka anggap dapat

mengembangkan kemampuan intelektual seperti matematika, fisika, kimia,

biologi yang diajarkan, sedangkan yang berkenaan emosi dan jasmani seperti seni

rupa, olah raga sebaiknya dikesampingkan. Pelajaran yang diberikan termasuk

pelajaran yang sulit karena memerlukan inteligensi tinggi. Kurikulum ini memberi

persiapan yang sungguhsungguh bagi studi di perguruan tinggi.

2. Aliran Idealisme

Filsafat ini berpendapat bahwa kebenaran itu berasal dari "atas", dari dunia

supranatural dari Tuhan. Boleh dikatakan hampir semua agama menganut filsafat

idialisme. Kebenaran dipercayai datangnya dari Tuhan yang diterima melalui

wahyu. Kebenaran ini, termasuk dogma dan norma-normanya bersifat mutlak.

Apa yang datang dari Tuhan baik dan benar. Tujuan hidup ialah memenuhi

kehendak Tuhan.

Filsafat ini umumnya diterapkan di sekolah yang berorientasi religius.

Semua siswa diharuskan mengikuti pelajaran agama, menghadiri khotbah dan

membaca Kitab Suci. Biasanya disiplin termasuk ketat, pelanggaran diberi

hukuman yang setimpal bahkan dapat dikeluarkan dari sekolah. Namun

pendidikan intelektual juga sangat diutamakan dengan menentukan standar mutu

yang tinggi.

3. Aliran Realisme

Filsafat realisme mencari kebenaran di dunia ini sendiri. Melalui

pengamatan dan penelitian ilmiah dapat ditemukan hukumhukum alam. Mutu

kehidupan senatiasa dapat ditingkatkan melalui kemajuan dalam ilmu

pengetahuan dan teknologi. Tujuan hidup ialah memperbaiki kehidupan melalui

penelitian ilmiah.

Sekolah yang beraliran realisme mengutamakan pengetahuan yang sudah

mantap sebagai hasil penelitian ilmiah yang dituangkan secara sistemetis dalam

berbagai disiplin ilmu atau mata pelajaran. Di sekolah akan dimulai dengan teori-

teori dan prinsip-prinsip yang fundamental, kemudian praktik dan aplikasinya.

Page 24: asas- asas kurikulum

Karena mengutamakan pengetahuan yang esensial, maka pelajaran

"embel-embel" seperti keterampilan dan kesenian dianggap tidak perlu.

Kurikulum ini tidak memperhatikan minat anak, namun diharapkan agar

menaruh minat terhadap pelajaran akademis. Ia harus sungguh-sungguh

mempelajari buku-buku berbagai disiplin ilmu. Penguasaan ilmu yang banyak

berkat studi yang intensif adalah persiapan yang sebaik-baiknya bagi lanjutan

studi dan kehidupan dalam masyarakat. Dapat dibayangkan banyaknya murid

yang tidak mampu mengikuti studi akademis serupa ini.

4. Aliran Pragmatisme"

Aliran ini juga disebut aliran instrumentalisme atau utilitarianisme dan

berpendapat bahwa kebenaran adalah buatan manusia berdasarkan

pengalamannya. Tidak ada kebenaran mutlak, kebenaran adalah tentatif dan dapat

berubah. Yang baik, ialah yang berakibat baik bagi masyarakat. Tujuan hidup

ialah mengabdi kepada masyarakat dengan peningkatan kesejahteraan manusia.

Tugas guru bukan mengajar dalam arti menyampaikan pengetahuan,

melainkan memberi kesempatan kepada anak untuk melakukan berbagai kegiatan

guna memecahkan masalah, atas dasar kepercayaan bahwa belajar itu hanya dapat

di lakukan oleh anak sendiri, bukan karena "dipompakan ke dalam otaknya".

Yang penting ialah bukan "what to think" melainkan "how to think" yakni melalui

pemecahan masalah. Pengetahuan diperoleh bukan dengan mempelajari mata

pelajaran, melainkan karena digunakan secara fungsional dalam memecahkan

masalah.

Aliran pragmatisme sering sejalan dengan aliran rekonstruksionisme yang

berpendirian bahwa sekolah harus berada pada garis depan pembangunan dan

perubahan masyarakat. Sekolah ini menjauhi indoktrinasi dan mengajak siswa

secara kritis menganalisis isu-isu sosial.

Dalam perencanaan kurikulum orangtua dan masyarakat sering dilibatkan

agar dapat memadukan sumber-sumber pendidikan formal dengan sumber sosial,

Page 25: asas- asas kurikulum

politik dan ekonomi guna memperbaiki ekonomi kondisi hidup manusia. Banyak

di antara penganut aliran ini memandang sekolah sebagai masyarakat kecil.

5. Aliran Eksistensialisme

Filsafat ini mengutamakan individu sebagai faktor dalam menentukan apa

yang baik dan benar. Norma-norma hidup berbeda secara individual dan

ditentukan masing-masing secara bebas, namun dengan pertimbangan jangan

menyinggung perasaan orang lain. Tujuan hidup adalah menyempurnakan diri,

merealisasikan diri.

Sekolah yang berdasarkan eksistensialisme mendidik anak agar is

menentukan pilihan dan keputusan sendiri dengan menolak otoritas orang lain. Ia

hrus bebas berpikir dan mengambil keputusan sendiri secara bertanggungjawab.

Sekolah ini menolak segala kurikulum, pedoman, instruksi, buku wajib, dan lain-

lain dari pihak luar. Anak harus mencari identitasnya sendiri, menentukan

standardnya sendiri dan kurikulumnya sendiri. Dengan sendirinya mereka tidak

dipersiapkan untuk menempuh ujian nasional.

Dari segala mata pelajaran, mungkin ilmu-ilmu sosial yang paling menarik

mereka Pendidikan moral tidak diajarkan kepada mereka, juga tidak ditetapkan

aturan-aturan yang harus mereka patuhi. Bimbingan yang diberikan sering bersifat

non-directive, di mana guru banyak mendengarkan dan mengajukan pertanyaan

tanpa mengingatkan apa yang harus dilakukan anak.

Cicero memandang filsafat sebagai ilmu tentang hal-hal yang semuluk-

muluknya. Filsafat ialah "induk segala ilmu". Tujuan filsafat ialah membentuk

suatu pandangan yang sistematis tantang keseluruhan ilmu. Ini berarti bahwa

seorang ahli filsafat harus dapat mencernakannya dan mengasimilasikannya

berkat proses yang disebut berpikir. Pekerjaan ini sangat sulit dan tak mungkin

dilakukan oleh setiap orang biasa. Ilmu pengetahuan dewasa ini sangat luas dan

pelik dan tak mungkin lagi bagi seorang untuk menguasainya, bahkan satu cabang

disiplin ilmu sekalipun sulit dikuasai sepenuhnya. Dalam arti ini, tak mungkin

setiap orang mempunyai filsafat. Dan bila dikatakan bahwa tiap guru harus

mempunyai filsafat, maka kata itu digunakan dalam arti yang berlainan, yakni

Page 26: asas- asas kurikulum

sebagai "suatu sistem nilai-nilai", suatu pandangan hidup. Manusia telah

menemukan tenaga atom berkat kemajuan ilmu pengetahuan, akan tetapi bila

ditanya, untuk apakah tenaga itu digunakan, untuk perang yang dapat

menghancurkan umat manusia atau untuk peningkatan kehidupan manusia, maka

kita memasuki lapangan nilai-nilai atau filsafat. Ilmu menemukan pengetahuan

dan teknologi, akan tetapi penggunaannya ditentukan oleh filsafat atau nilai-nilai.

Kalau filsafat di tafsirkan sebagai sistem nila-nilai, apakah setiap orang

dapat mempunyai suatu filsafat sendiri? Filsafat dengan pengertian ini telah ada

sejak ada manusia di bumi ini, sejak Adam dan Hawa. Dalam arti ini filsafat

bukanlah sesuatu yang maha-sulit dan pelik, melainkan sesuatu yang biasa yang

dapat dimiliki setiap orang yang berpikir dan mencoba menafsirkan makna dan

nilai hidup bagi dirinya, dan mencari suatu sistem nilai-nilai yang menjadi

pegangannya dalam menghadapi masalah-masalah dalam hidupnya dan dengan

demikian memberi corak tertentu kepada kelakuannya. Filsafat ialah pendapat

yang sejujur-jujurnya tentang makna hidup baginya.

Walaupun tiap orang pernah berpikir tentang apa arti hidup ini baginya,

belum tentulis dikatakan mempunyai suatu filsafat hidup. Sering seorang kurang

sadar dan kurang jelas mengetahui nilai-nilai apa yang dianutnya. Pandangan

hidup kabur, tak konsisten, tak berakar prinsip-prinsip yang jelas. Kelakuannya

tidak menunjukkan corak tertentu.

Filsafat ialah sesuatu yang menunjukan suatu sistem, yang dapat

menentukan arah hidup dan serta menggambarkan nilai-nilai apa yang paling

dihargai dalam hidup seseorang. Filsafat serupa inilah yang harus dimiliki setiap

guru, setiap pendidik, agar dapat membantu anak membentuk pandangan hidup

yang sehat. Dalam filsafat gurulah terkandung gambaran tentang masyarakat yang

akan dibangun, manusia apakah yang harus dibentuk, kurikulum apakah yang

akan digunakan. Tujuan, metode, alat pendidikan, pandangan tentang anak,

ditentukan oleh filsafat yang dianutnya. Pendidikan yang diberikan berdasarkan

filsafat tidak merupakan rangkaian perbuatan mekanis yang lepas-lepas akan

tetapi merupakan suatu kebulatan mengarah kepada tujuan tertentu.

Page 27: asas- asas kurikulum

Sekolah tanpa filsafat laksana kapal tanpa kemudi. Filsafat yang berbeda

atau bertentangan di kalangan pendidik tak akan membawa bahtera pendidikan ke

arah tujuan tertentu.

Segala keputusan yang diambil mengenai pendidikan atau kurikulum, bila

ditelusuri secara lebih mendalam, mempunyai dasar filosofis. Sering filsafat yang

mendasarinya tidak dinyatakan secara eksplisit. Keputusan tentang PPSI, CBSA,

muatan lokal, pendidikan dasar 9 tahun, tentu ada dasar falsafahnya. Demikian

pula di dalam kelas, bila guru menghukum atau memuji anak, menjalankan

disiplin keras atau lunak, mendorong atau melarang anak menjadi penyanyi,

membolehkan anak-anak bekerja sama, menyuruh anak mencari data dari

lapangan, di belakang tindakan itu ada falsafahnya. Tentu diharapkan agar

tindakan itu mempunyai dasar filosofis yang konsisten.

APAKAH GUNA FILSAFAT PENDIDIKAN?

Pentingnya filsafat bagi pendidikan nyata bila kita ketahui besar

manfaatnya bagi kurikulum yakni :

1. Filsafat pendidikan menentukan arah ke mana anak-anak harus dibimbing.

Sekolah ialah suatu lembaga yang didirikan oleh masyarakat untuk mendidik

anak menjadi manusia dan warga negara yang dicita-citakan oleh masyarakat

itu. Jadi filsafat menentukan tujuan pendidikan.

2. Dengan adanya tujuan pendidikan ada gambaran yang jelas tentang hasil

pendidikan yang harus dicapai, manusia yang bagaimana yang harus dibentuk.

3. Filsafat juga menentukan cara dan proses yang harus dijalankan untuk

mencapai tujuan itu.

4. Filsafat memberi kebulatan kepada usaha pendidikan, sehingga tidak lepas-

lepas. Dengan demikian terdapat kontinuitas dalam perkembangan anak.

5. Tujuan pendidikan memberi petunjuk apa yang harus dinilai dan hingga mana

tujuan itu telah tercapai.

6. Tujuan pendidikan memberi motivasi dalam proses belajar mengajar, bila jelas

diketahui apa yang ingin dicapai.

FILSAFAT PENDIDIKAN DI INDONESIA

Page 28: asas- asas kurikulum

Tujuan pendidikan, yang ingin dicapai dengan pendidikan ditentukan oleh

filsafat yang dianut oleh pemerintah, atau penguasa dalam suatu negara. Kalau

pemerintahan bertukar, dengan sendirinya tujuan pendidikan pun berubah sama

sekali.

Pemerintah Belanda yang menguasai Indonesia selama tiga setengah abad

menganut paham imperialisme dan kolonialisme yang bertujuan untuk

mempertahankan agar lebih lama dapat memperoleh keuntungan dari tanah

jajahannya antara lain dengan menghalangi, memperlambat, atau sangat

membatasi pendidikan bagi orang Indonesia. Kebanyakan anak yang bersekolah

hanya di sekolah desa yang boleh dikatakan tak mendapat kesempatan untuk

melanjutkan pelajaran. Segelintir anak dibolehkan memasuki sekolah yang

berbahasa Belanda akan tetapi jalan ke sekolah lanjutan sangat dipersempit.

Bahasa Belanda digunakan untuk menahan orang lolos ke sekolah yang lebih

tinggi. Adanya sekolah lanjutan hanya karena keperluan mereka akan pegawai di

kantor pemerintah atau swasta. Kurikulum di sekolah yang berbahasa Belanda

sama dengan yang apa yang berlaku di negeri Belanda sendiri. Untung masih bisa

lolos beberapa anak Indonesia untuk mengecap pendidikan tinggi, antara lain

Soekarno, Hatta dan lain-lain yang berhasil menghentikan penjajahan dari bumi

Indonesia ini.

Jepang yang kemudian menduduki negara kita, segera menghapus segala

sisa-sisa pendidikan yang berbau Belanda. Bahasa Jepang di ajarkan sebagai

pengganti bahasa Belanda dan mujurnya bahasa Indonesia menjadi bahasa

pengantar di semua tingkatan sekolah. Latihan militer diberikan untuk membantu

mereka dalam mempertahankan jajahannya. Hormat terhadap kaisar Jepang di

tanamkan dalam upacara-upacara.

Kemerdekaan Indonesia yang kita rebut dari tangan penjajah, merombak

sistem pendidikan secara radikal dengan mendasarkannya atas filsafat bangsa kita,

yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Garis-garis Besar Haluan

Negara.

PANCASILA SEBAGAI DASAR PENDIDIKAN

Page 29: asas- asas kurikulum

Pancasila yang kita akui dan terima sebagai filsafat dan pandangan hidup

bangsa kita, yang dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari, dijadikan pula

filsafat pendidikan kita.

Seperti dinyatakan dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1968, Pancasila

adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia dan negara kita. Di samping itu, bagi kita

Pancasila sekaligus menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia. Kesadaran dan cita-

cita moral Pancasila sudah berurat berakar dalam kebudayaan bangsa Indonesia,

yang

mengajarkan bahwa hidup manusia akan mencapai kebahagiaan, jika dapat

dikembangkan keselarasan dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia secara

pribadi, dalam hubungan dengan alam, dalam hubungan manusia dengan

Tuhannya, maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah, dan kebahagiaan rohaniah.

Seperti kita ketahui, Pancasila terdiri atas :

1. Ketuhanan yang Maha Esa.

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.

3. Persatuan Indonesia.

4. Kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan / perwakilan.

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Walaupun Pancasila dirumuskan menjelang kemerdekaan kita, pada

hakikatnya ia telah hidup dalam masyarakat Indonesia sejak dahulu kala dalam

moral, adat istiadat, dan kebiasaan bangsa kita. " Dengan adanya kemerdekaan

Indonesia, maka Pancasila itu bukanlah lahir, atau baru dijelmakan, tetapi sebe-

narnya, dengan adanya kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia, Pancasila itu

bangkit kembali " ( M. Nasroen, dalam Pantjasila Pusaka Lama , 1954 )

Oleh sebab Pancasila diakui sebagai pandangan hidup bangsa, maka sudah

seharusnya prinsip-prinsip itu di sampaikan kepada generasi muda melalui

pendidikan dan pengajaran.

Page 30: asas- asas kurikulum

Dalam undang-undang tentang dasar pendidikan dan pengajaran di

sekolah, bab III, pasal 4, tercantum :

" Pendidikan dan pengajaran berdasarkan asas-asas yang termaktub dalam

Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan atas

kebudayaan kebangsaan Indonesia" .

Asas-asas itu seyogianya diwujudkan dalam pendidikan di sekolah

maupun di luar rumah. Asas-asas yang masih bersifat umum itu masih perlu

diuraikan agar lebih jelas untuk dijadikan pedoman dalam pendidikan.

Sila Ke-Tuhanan Yang Maha Esa

Agama sering merupakan pokok persengketaan antara manusia dengan

sesamanya, bahkan sejak berabad-abad hingga sekarang bangsa-bangsa

bersengketa karena perbedaan agama dan menimbulkan banyak penderitaan,

walaupun tiap agama pada prinsipnya tidak menganjurkan penganutnya untuk

menyakiti orang lain.

Perbedaan agama juga terdapat di Indonesia, namun senantiasa hidup

damai berdampingan. Perang agama seperti terdapat di benua lain tidak pernah

kita kenal di Tanah air kita. Bahkan saling membantu mendirikan mesjid atau

gereja oleh orang sekampung yang berbeda agama bisa terjadi. Agama tidak

menimbulkan keretakan dalam agama dan adat-istiadat.

Pancasila menjamin hak setiap warga Indonesia memuja Tuhan dan

memeluk agamanya masing-masing. Bahwa agama dipentingkan oleh pemerintah

nyata dengan diwajibkannya pelajaran agama di sekolah, dari SD sampai

Perguruan Tinggi. Sekolah berkewajiban membantu anak-anak hidup menurut

agamanya sambil memupuk rasa toleransi, pengertian dan rasa hormat terhadap

penganut agama lain.

Ketetapan MPR No. II/MPR/1978, yang juga dinamakan "Ekaprasetia

Pancakarsa", memberi petunjuk nyata dan jelas tentang wujud kelima sila dalam

Pancasila.

Page 31: asas- asas kurikulum

Mengenai sila ke-Tuhanan Yang Maha Esa diberi uraian sebagai berikut :

(1) Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan

kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan

beradab.

(2) Hormat-menghormati dan bekerja-sama antara pemeluk agama dan penganut-

penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.

(3) Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan

kepercayaannya.

(4) Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.

Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

Nasionalisme yang melewati batas, yakni " chauvinisme" dapat

mengandung bahaya, karena mendewakan negara sendiri sambil memandang

rendah terhadap bangsa-bangsa lain. Nasionalisme yang berlebihan sering

menimbulkan peperangan dan karena itu harus dibatasi. Kerja sama antar bangsa

menjadi syarat mutlak bila kita ingin mencegah pemusnahan umat manusia dari

permukaan bumi ini. Sila Kemanusiaan dalam Pancasila menghargai manusia dan

menghormati setiap bangsa. Atas dasar Kemanusiaan kita turut berusaha

memelihara perdamaian dunia.

Soal dunia adalah soal tiap negara. Kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi menciutkan segala jarak dan membuat dunia ini relatif kecil, sehingga

apa yang terjadi di suatu negara mempengaruhi bagian-bagian lain di dunia.

Masalah ledakan penduduk, populasi udara dan lautan, percobaan bom atom,

menipisnya lapisan ozon, menjadi masalah bagi semua negara, termasuk kita di

Indonesia.

Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab diuraikan sebagai berikut :

(1) Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban antara

sesama manusia.

(2) Saling mencintai sesama manusia.

(3) Mengembangkan sikap tenggang rasa.

(4) (Tak) semena-mena terhadap orang lain.

Page 32: asas- asas kurikulum

(5) Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.

(6) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.

(7) Berani membela kebenaran dan keadilan.

(8) Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia,

karena itu dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan

bangsa lain.

Sila Persatuan Indonesia

Sila ini merupakan dorongan yang kuat dalam membebaskan Tanah Air

kita dari belenggu penjajahan dan kolonialisme. Sila ini dianggap sangat penting

dalam menciptakan pendidikan nasional. Kesatuan Bangsa dan Negara merupakan

syarat mutlak dalam pembangunan negara kita. Telah sering kesatuan negara kita

diancam oleh perpecahan, namun tetap tegak teguh dengan perkasa. Sekolah

berkewajiban untuk memupuk rasa kebangsaan, rasa kesatuan dan persatuan

dalam hati sanubari tiap anak. Mereka harus dengan rasa bangga dapat

mengatakan ''Saya anak Indonesia" dari daerah mana pun mereka berasal.

Memupuk rasa persatuan sangat mutlak diperlukan, karena keadaan

geografis Indonesia, yang terdiri atas ribuan pulau, tersebar dalam jarak

seperdelapan khatulistiwa, dihuni oleh penduduk yang mempunyai ratusan macam

bahasa dan adat istiadat yang terbentuk selama berabad-abad dalam keadaan

isolasi alamiah. Terbentuknya kesatuan dan persatuan sungguh merupakan suatu

prestasi nasional yang luar biasa, bila kita pikirkan bahwa negara lain yang kecil

namun dilanda oleh perpecahan yang menjerumuskan penduduk ke dalam jurang

kesengsaraan. Kesatuan Indonesia dibantu oleh alat komunikasi yang kian

canggih dan mendekatkan apa yang semula jauh.

Kesatuan bukanlah tujuan akan tetapi suatu jalan atau alat untuk mencapai

kesejahteraan dan kemakmuran bagi segenap bangsa Indonesia.

Sila Persatuan Indonesia selanjutnya diuraikan sebagai berikut :

Page 33: asas- asas kurikulum

(1) Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan

negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.

(2) Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.

(3) Cinta Tanah Air dan Bangsa.

(4) Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia.

(5) Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhineka

Tunggal Ika.

Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam

Permusyawaratan/ Perwakilan.

Kerakyatan atau demokrasi sering ditafsirkan sebagai hak setiap warga

negara untuk memilih pemerintahan sendiri. Dasar ini mengakui, bahwa manusia

mempunyai hak yang sama untuk menentukan politik negara. Negara itu bukan

untuk dinikmati oleh hanya segelintir manusia yang berkuasa politis atau ekono-

mis, melainkan untuk kepentingan seluruh rakyat. Keputusan diambil berdasarkan

musyawarah, dengan jalan perundingan oleh wakil-wakil yang dipilih rakyat dan

tidak didiktekan oleh pihak atasan. Agar rakyat dapat mengeluarkan pendapat

secara bertanggung jawab, perlulah pendidikan.

Demokrasi dikatakan mempunyai tiga prinsip utama, yakni:

(1) Rasa hormat terhadap pribadi dan harkat manusia.

(2) Kepercayaan, bahwa setiap manusia biasa mempunyai pikiran yang sehat dan

dapat berpikir inteligen.

(3) Kerelaan berbakti kepada kesejahteraan bersama.

Demokrasi menjamin hak setiap warga negara, tanpa menghiraukan

kesukuan, agama, jenis kelamin, atau kedudukan. Hal ini antara lain dinyatakan

dalam Undang-Undang Dasar yang menyatakan, bahwa "Tidak seorang pun boleh

diperbudak, diperulur, atau diperhamba"

Asas ini mempunyai pengaruh penting dalam pendidikan, antara lain

dalam huhungan orang tua atau guru terhadap anak. Anak pun manusia penuh dan

harus dihormati pendapatnya, harus diberi kesempatan mengeluarkan pendapatnya

secara bebas, diturutsertakan dalam diskusi dalam hal-hal yang menyangkut

Page 34: asas- asas kurikulum

dirinya. Sikap demokrasi menghapuskan sisa-sisa sikap feodalisme dan

kolonialisme yang bertindak otokratis dan otoriter. Dalam metode mengajar pun

lebih banyak diadakan diskusi dalam suasana bebas namun berdisiplin. Anak

wanita diberi kesempatan yang sama untuk menempuh pendidikan apa pun

sampai tingkat yang setinggi-tingginya.

Sila ini selanjutnya diuraikan sebagai berikut :

(1) Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.

(2) Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.

(3) Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan

bersama.

(4) Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.

(5) Dengan itikad baik dan tanggung-jawab menerima dan melaksanakan.

(6) Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang

luhur.

(7) Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral

kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat

manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Mempunyai hak yang sama dalam memilih wakil rakyat belum cukup.

Setiap orang ingin agar kebutuhannya sehari-hari dipenuhi, seperti makan yang

cukup, pakaian, kesempatan berekreasi, memiliki rumah sendiri, menyekolahkan

anak sampai tingkat yang setinggi-tingginya, mendapatkan pekerjaan, dan

menikmati hari tua yang tenang.

Rakyat.kita masih banyak tergolong miskin, walaupun negara kita terkenal

sebagai negara yang kaya raya. Kekayaan melimpah, ekspor kita meningkat

secara drastis, namun pembagiannya belum merata, sehingga jurang kaya-miskin

kian melebar. Sila keadilan sosial menuntut agar kekayaan dan kemakmuran itu

Page 35: asas- asas kurikulum

merata bagi segenap rakyat kita. Akan tetapi di samping itu kita tidak boleh

enggan menyingsing lengan dan bekerja keras. Anak-anak dididik agar

menghormati setiap pekerjaan yang jujur dan tidak memandang rendah terhadap

pekerjaan dengan tangan. Anak juga harus diajar hidup hemat dengan menabung

untuk hari depan.

Akhirnya sila diuraikan lagi sebagai berikut :

(1) Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap

dan suasana kekeluargaan dan kegotong-royongan.

(2) Bersikap adil.

(3) Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.

(4) Menghormati hak-hak orang lain.

(5) Suka memberi pertolongan kepada orang lain.

(6) Menjauhkan sikap pemerasan terhadap orang lain.

(7) Tidak bersikap boros.

(8) Tidak bergaya hidup mewah.

(9) Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.

(10) Suka bekerja keras.

(11) Menghargai hasil karya orang lain.

(12) Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan

berkeadilan sosial.

Agar Pancasila daya yang dinamis yang mewarnai seluruh tindakan kita,

kita masing-masing harus merenungkan, memahami, menghayatinya dengan

berpegang pada "Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila" atau " Eka

Prasetia Pancakarsa ".

TUJUAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

Dalam Tap. MPR No.II / MPR / 1988 tentang GBHN tercantum :

Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila bertujuan untuk meningkatkan kualitas

manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

Page 36: asas- asas kurikulum

Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras,

bertanggung jawab, mandiri, cerdas, dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.

Pendidikan nasional harus juga mampu menumbuhkan dan memperdalam

rasa cinta kesetiakawanan sosial. Sejalan dengan itu dikembangkan iklim belajar

dan mengajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya pada diri sendiri serta sikap

serta perilaku yang inovatif. Dengan demikian pendidikan nasional akan mampu

mewujudkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun diri sendiri

serta bersama-sama bertanggungjawab atas pembangunan bangsa.

Dalam Undang-undang No. 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan

Nasional (pasal 4), tertera :

Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan

mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan

bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan yang berbudi luhur, memiliki

pengetahuan dan keterampilan, kesehatan rohani dan jasmani, berkepribadian

yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Sesuai dengan Garis-garis Besar Haluan Negara, dasar pendidikan

Nasional adalah Falsafah Negara Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945.

Pasal 3 mengatakan:

(1) Tujuan pendidikan Nasional adalah membentuk manusia pembangunan yang

berpancasila dan membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohaninya,

memiliki pengetahuan dan keterthripilan, dapat mengembangkan kreativitas

dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh

tenggang rasa dapat mengembangkan kecerdasän yang tinggi dan disertai

budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya, dan sesama manusia

sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar

1945.

(2) Seluruh program pendidikan terutama Pendidikan Umum dan bidang

studi Ilmu Pengetahuan Sosial, harus berisikan Pendidikan Moral

Pancasila dan unsur-unsur yang cukup untuk meneruskan jiwa nilai-nilai

1945 kepada Generasi Muda.

Page 37: asas- asas kurikulum

Tujuan Pendidikan Nasional yang sangat umum itu diuraikan lebih lanjut

dalam tujuan institusional yakni tujuan yang harus dicapai oleh suatu jenis

sekolah tertentu. Bagi SMA misalnya tujuan institusional umum ialah agar

lulusannya:

a. Menjamin warga negara yang baik sebagai manusia yang utuh sehat, kuat lahir

dan batin.

b. Menguasai hasil-hasil pendidikan umum yang merupakan kelanjutan dari

pendidikan di Sekolah Menengah Umum tingkat Pertama.

c. Memiliki bekal untuk melanjutkan studinya ke lembaga pendidikan yang lebih

tinggi dengan menempuh :

1. program umum yang sama bagi semua siswa.

2. program pilihan bagi mereka yang mempersiapkan dirinya untuk studi di

lembaga pendidikan yang lebih tinggi.

d. memiliki bekál untuk terjun ke masyarakat dengan mengambil keterampilan

untuk bekerja yang dapat dipilih oleh siswa sesuai dengan minatnya dan

kebutuhan masyarakat.

Tujuan khusus pendidikan SMA adalah agar lulusan :

a. Di bidang pengetahuan :

1. Memiliki pengetahuan tentang agama atau kepercayaan kepada Tuhan

Yang Maha Esa.

2. Memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar kenegaraan dan Pemerintahan

sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.

3. Memiliki pengetahuan yang fungsional tentang fakta dan kejadian penting

yang aktual, baik lokal, regional, nasional, maupun internasional.

4. Menguasai pengetahuan dasar dalam bidang matematika, ilmu

pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, dan bahasa (khususnya

bahasa Indonesia dan bahasa Inggris) serta menguasai pengetahuan yang

cukup lanjut dalam satu atau beberapa dari bidang pengetahuan tersebut di

atas.

5. Memiliki pengetahuan tentang berbagai jenis dan jenjang pekerjaan yang

ada di masyrakat serta syarat-syaratnya.

Page 38: asas- asas kurikulum

6. Memiliki pengetahuan tentang berbagai unsur kebudayaan dan tradisi

nasional.

7. Memiliki pengetahuan dasar tentang kependudukan, kesejahteraan

keluarga, dan kesehatan.

b. Di bidang keterampilan :

1. Menguasai cara belajar yang baik.

2. Memiliki keterampilan memecahkan masalah dengan sistematis.

3. Mampu membawa/memahami isi bacaan yang agak lanjut dalam bahasa

Indonesia dan bacaan sederhana dalam bahasa Inggris yang berguna

baginya.

4. Memiliki keterampilan mengadakan komunikasi sosial dengan orang lain,

lisan maupun tulisan dan keterampilan mengekspresi diri sendiri, lisan

maupun tertulis.

5. Memiliki keterampilan olah raga dan kebiasaan olah raga.

6. Memiliki keterampilan sekurang-kurangnya dalam satu cabang kesenian.

7. Memiliki keterampilan dalam segi kesejahteraan keluarga dan segi

kesehatan.

8. Memiliki keterampilan dalam bidang administrasi dan kepemimpinan.

9. menguasai sekurang-kurangnya satu jenis keterampilan untuk bekerja

sesuai dengan minat dan kebutuhan lingkungan.

c. Di bidang nilai dan sikap :

1. Menerima dan melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

2. Menerima dan melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan terhadap

Tuhan Yang Maha Esa yang dianutnya, serta menghormati dan

kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa yang dianut orang lain.

3. Mencintai sesama manusia, bangsa, dan lingkungan sekitarnya.

4. Memilki sikap demokratis dan tenggang rasa.

5. Memiliki rasa tanggung jawab dalam pekerjaan dan masyarakat.

6. Dapat mengapresiasi kebudayaan dan tradisi nasional.

7. Percaya pada diri sendiri dan bersikap makarya.

8. Memiliki minat dan sikap positif terhadap ilmu pengetahuan.

Page 39: asas- asas kurikulum

9. Memiliki kesadaran akan disiplin dan patuh pada peraturan yang berlaku,

bebas dan jujur.

10. Memiliki inisiatif, daya kreatif, sikap kritis, rasional dan obyektif dalam

memecahkan persoalan.

11. Memiliki sikap hemat dan produktif.

12. Memiliki minat dan sikap yang positif dalam konstruktif terhadap olah

raga dan hidup sehat.

13. Menghargai setiap jenis pekerjaan dan prestasi kerja di masyarakat tanpa

memandang tinggi rendahnya nilai sosial/ekonomi masing-masing jenis

pekerjaan tersebut dan berjiwa pengabdian kepada masyarakat.

14. Memiliki kesadaran menghargai waktu.

Demikianlah secara lengkap tujuan institusional yang harus diwujudkan

kepada murid-murid SMA. Tujuan itu pun masih bersifat umum dan perlu

diuraikan lagi menjadi tujuan yang terperinci yakni : Tujuan kurikuler yaitu tujuan

yang harus dicapai oleh suatu program bidang studi, dan tujuan instruksional,

yang harus dicapai oleh suatu pelajaran.

Tujuan pendidikan nasional, yaitu membentuk manusia pembangunan

yang ber-Pancasila, yang kemudian diuraikan dalam sejumlah butir-butir sebagai

penjelasan makna tiap sila, diuraikan selanjutnya dalam tujuan-tujuan yang lebih

kongkrit berupa tujuan-tujuan institusional, antara lain yang harus dicapai oleh

tiap tingkatan dan jenis sekolah. Tujuan-tujuan ini pun masih terlampau umum

untuk dapat diwujudkan dalam situasi kelas. Karena itu tiap tujuan institusional

masih perlu diuraikan dalam tujuan tiap bidang studi yang mempunyai tujuan

yang lebih spesifik, namun masih perlu lagi diperinci dalam tujuan-tujuan yang

dapat direalisasikan dalam kelas, yang masih dapat bersifat umum, yang disebut

Tujuan Instruksional Umum (TIU) dan Tujuan Instruksional Khusus (TIK). Di

bawah ini kami berikan beberapa contoh TIU dan TIK.

Contoh 1.

Bidang Studi : Ilmu pengetahuan sosial

Mata Pelajaran : Ekonomi dan koperasi

Page 40: asas- asas kurikulum

Topik : Produksi nasional dan pendapatan Nasional

Kelas : I (satu)

Semester : 1 (pertama)

Waktu : 3 x45 menit

Tujuan Instruksional

1. Tujuan Instruksional Umum

Agar siswa mengetahui serta memahami Produksi Nasional dan Pendapatan

Nasional.

2. Tujuan Instruksional Khusus

1.1. Agar siswa dapat menjelaskan perbedaan dan persamaan antara Produksi

Nasional dan Pendapat Nasional.

1.2. Agar siswa dapat menyebutkan unsur dari Produksi Nasional dan

Pendapatan Nasional.

1.3. Agar siswa dapat menghitung Pendapatan Nasional.

1.4. Agar siswa dapat menyebutkan kegunaan pengetahuan besarnya

Pendapatan Nasional.

1.5. Agar siswa dapat mengukur tingkat kemakmuran suatu negara.

1.6. Agar siswa dapat menyebutkan akibat dari Pendapatan Nasional yang

konstan dari tahun ke tahun.

(Dikutip dari: Kurikulum Sekolah Menengah Atas (SMA) 1975. Pedoman

Pelaksanaan Kurikulum, uku : III. A. 2, Model Satuan Pelajaran, Departemen

Pendidikan Dan Kebudayaan, PN Balai Pustaka, Jakarta, 1976, h. 156).

Contoh 2.

Bidang Studi : IPA

Mata Pelajaran : Biologi

Page 41: asas- asas kurikulum

Topik : Konsep tentang hidup, teori-teori tentang asal-usukl

kehidupan.

Kelas : I (satu)

Semester : 1 (pertama)

Waktu : 6 jam Pelajaran

Jumlah jam pelajaran yang 6 jam itu dialokasikan sebagai berikut : 3 jam

untuk pendahuluan dan 2 jam untuk sub pokok bahasan :

1. Asal kehidupan

2. Ciri-ciri mahluk hidup

3. Pembedaan antara biotik dan abiotik; sedang I jam pelajaran untuk

mengadakan evaluasi pokok bahasan tersebut di atas.

Tujuan Instruksional Khusus

1. Dihadapkan pada sejumlah perubahan situasi, siswa dapat menyebutkan sifat-

sifat tertentu yang merupakan sifat khas dari mahluk hidup.

2. Dihadapkan kepada sejumlah pernyataan, siswa memilih pernyataan tertentu

yang dikemukakan oleh Teori Generatio Spontanea.

3. Dihadapkan kepada sejumlah usaha untuk perkembangan teori tentang asal-

usul kehidupan, siswa dapat memilih usaha tertentu yang dicapai oleh

percobaan Pasteur.

4. Dihadapkan kepada sifat-sifat zat, siswa dapat memilih zat tertentu menjadi

alasan mengapa Stenley Miller menggunakan campuran air, amoniak„ dan

metan dalam eksperimennya.

5. Dihadapkan kepada sejumlah perubahan teori-teori asal-usul kehidupan, siswa

dapat menyebutkan perubahan tertentu yang diakibatkan oleh percobaan

Stenley Miller.

6. Dihadapkan kepada sejumlah nama orang yang berjasa dalam asal-usul

kehidupan, siswa dapat menunjukkan dengan tepat hasil penemuan tertentu

dari orang tersebut.

7. Dihadapkan kepada sejumlah kegiatan hidup, siswa dapat menunjukan dengan

tepat proses proses yang terganggu akibat kegiatan hidup tertentu.

(Kurikulum SMA, pedoman Pelaksanaan, hlm. 184).

Page 42: asas- asas kurikulum

Dalam contoh-contoh di atas kita lihat usaha untuk menguraikan tujuan

instruksional umum menjadi sejumlah tujuan instruksional khusus yang

diharapkan dapat mencapai apa yang terkandung dalam tujuan instruksional

umum, atau dalam topik bahasan. Selanjutnya diharapkan, bahwa tujuan

instruksional umum ini merupakan bagian dari tujuan bidang studi yang memberi

sumbangan kepada tujuan yang lebih tinggi yaitu pembentukan manusia

pembangunan yang ber-Pancasila. Walupun jauh jarak antara tujuan instruksional

khusus dengan tujuan pendidikan nasional, namun diharapkan bahwa setiap

tujuan, betapapun spesifiknya selalu merupakan bagian dan sumbangan kepada

tercapainya tujuan pendidikan nasional itu. Tiap tujuan kegiatan mengajar-belajar

di sekolah memperoleh maknanya dalam rangka tujuan pendidikan nasional itu.

Kita lihat di sini dari suatu usaha untuk memperoleh tujuan yang spesifik,

yang dirumuskan sebagai tujuan instruksional khusus. Dasar pikiran ialah bahwa

makin spesifik tujuan itu makin jelas diketahui metode untuk mencapainya dan

makin mudah pula hasil belajar dinilai sebagai umpan-balik atau feedback untuk

membantu anak memperbaiki kekurangannya.

Dengan sendirinya semua tujuan yang lebih khusus bertalian erat dengan

tujuan yang lebih umum, bahkan merupakan analisis yang makin terinci dari

tujuan yang lebih umum. Semua tujuan-tujuan yang khusus merupakan usaha

kearah tercapainya tujuan umum yang akhirnya menuju kepada wujudnya tujuan

pendidikan nasional.

MENGKHUSUSKAN TUJUAN

Sejak semula para ahli kurikulum menyadari perlunya merinci tujuan yang

bersifat umum menjadi tujuan yang lebih khusus. Tujuan pendidikan nasional

dikhususkan menjadi tujuan institusional, yaitu tujuan tiap lembaga pendidikan

dari SD sampai Perguruan Tinggi. Tujuan pendidikan institusional yang masih

sangat umum ini masih perlu diuraikan menjadi tujuan kurikuler dan selanjutnya

dalam tujuan instruksional umum lazim dikenal sebagai TIU dan tujuan

instruksional khusus atau TIK.

Page 43: asas- asas kurikulum

Buku pedoman kurikulum yang diterbitkan Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan menguraikan tujuan sampai tingkat TIU, sehingga guru mendapat

kesempatan untuk merumuskan TIK. Di sini kita harus hati-hati dan jangan

memandang TIK sebagai tujuan yang terpenting yang harus dicapai. Kita keliru

bila menganggap bahwa tujuan yang harus dikejar guru adalah TIK. Tujuan

pendidikan apa yang ditentukan sebagai tujuan pendidikan nasional. Jadi TIK

harus dipandang sebagai langkah untuk mencapai TIU, dan TIU suatu langkah

pula guna mencapai tujuan kurikuler dan seterusnya sehingga segala usaha

sekolah akhirnya bermuara pada tujuan pendidikan nasional.

Tujuan Pendidikan Nasional

Tujuan Institusional

Tujuan Kurikuler

Tujuan Instruksional Umum (TIU)

Tujuan Instruksional Khusus (TIK)

Untuk merumuskan TIK kita dapat memperhatikan beberapa petunjuk

yang diberikan Robert F. Mager dalam buku Preparing Instructional Objectives

Pertama : Rumuskan TIK dalam bentuk kelakuan siswa. Ia harus dapat

memperlihatkan penguasaannya dalam kelakuan atau perbuatan yang dapat kita

amati, yang "observable" tapi juga yang "measurable" atau dapat diukur

keberhasilanya. Untuk itu kita harus menggunakan kata kerja tertentu yang

memungkinkan kita mengamati keberhasilannya belajar. Misalnya kata kerja

seperti dapat mengatakan, menggambarkan, menguraikan, memperdengarkan,

menunjukkan, dan sebagainya. Kata kerja seperti memahami, memikirkan,

mengerti, merasakan, dan lain-lain tak dapat dilihat sebab terjadi dalam diri siswa.

Page 44: asas- asas kurikulum

Kedua : Rumuskan pula kondisi-kondisi di mana kelakuan itu akan nyata,

misalnya dengan menggunakan kalkulator, mesin tulis, atlas, kamus, dan

sebagainya.

Ketiga : Rumuskan pula secara spesifik kriteria tentang tingkat

keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan itu. Misalnya dapat menyebut 9 dari

sepuluh butir, mengetik satu halaman dalam waktu tertentu dengan sebanyak-

banyaknya 2 salah.

Merumuskan tujuan secara spesifik sangat banyak faedahnya. Guru tahu

dengan jelas tujuan apa yang harus dicapainya, ia dapat menentukan bahan apa

yang harus diberikannya, ia juga dapat memilih metode mengajar yang lebih tepat,

dan ia dapat mengetahui hasil belajar siswa. Di lain pihak siswa pun tahu apa yang

harus dikuasainya. Karena penilain dapat dilakukan dengan segera, guru dapat

memberi balikan guna membantu siswa mengadakan perbaikan.

Namun demikian banyak pula kelemahanya. TIK sering berupa fakta,

informasi, pengetahuan, yakni tujuan kognitif yang paling rendah menurut

taksonomi Bloom. Hasil belajar banyak merupakan hafalan, sehingga kemampuan

berpikir kurang dikembangkan. Selain itu apa yang dipelajari berupa pengetahuan

yang lepas. Uraian TIU menjadi TIK dapat memecah kebulatan bahan pelajaran,

sehingga terjadi atomosasi pengetahuan. Selain itu hal-hal yang bersifat kognitif

seperti sikap tidak observable dan measitreable, dan karena itu akan diabaikan.

TIK berupa fakta dan informasi tidak mempunyai nilai transfer artinya tidak dapat

digunakan menghadapi situasi-situasi yang belum pernah dipelajari. Sistem ujian

kita sangat menyuburkan TIK dan oleh sebab hasil belajar berdasarkan TIK dapat

diamati dan diukur maka TIK digunakan untuk mengetahui prestasi sekolah,

kegiatan guru. Dengan ini guru dan kepala sekolah dapat di minta

pertanggungjawaban (accountability).

PERUMUSAN TUJUAN MENURUT HILDA TABA

Page 45: asas- asas kurikulum

Hilda Taba dalam Curriculum Development memberikan petunjuk-

petunjuk yang berikut dalam merumuskan tujuan, sebagai berikut:

Rumusan tujuan harus meliputi :

1. proses mental, yaitu metode untuk melakukan sesuatu

2. produk, bahan yang bertalian dengan itu.

Contoh : `"Memperoleh keterampilan menggunakan peta (proses) untuk

mencari ibukota negara-negara di Amerika Selatan (produk)". Memiliki

kesanggupan untuk membedakan (proses) fakta dan opini" (produk).

Sering rumusan tujuan itu kurang lengkap dan hanya mengemukakan satu

aspek, misalnya " keterampilan mengguna-kan peta", atau " kesanggupan

berpikir kritis". Jadi dalam merumuskan tujuan hendaknya sekaligus kita

cakup "mental process" dan "product of learning". Sering dipersoalkan, yang

manakah lebih penting, proses atau produk belajar.

Tujuan yang hanya berisi produk, akan mengutamakan penguasaan fakta,

informasi, atau pengetahuan. Proses mental seperti kesanggupan menganalisis,

menafsirkan, membandingkan, memecahkan masalah, atau berpikir logis

diabaikan. Ujian termasuk Ebtanas, sebagian besar mengenai produk dan

sangat minimal mengenai proses. Membuat butir-butir ujian dalam bentuk test

objektif lebih sukar dan penilaiannya juga lebih sulit.

3. Tujuan yang kompleks harus lebih dispesifikkan, sehingga lebih jelas bentuk

kelakuan yang diharapkan. Misalnya, "mengapresiasi kesenian" yang

terlampau umum dapat lebih dikhususkan menjadi " mengapresiasi tari Bali".

4. Dalam merumuskan tujuan harus dinyatakan bentuk kelakuan yang

diharapkan dari kegiatan belajar itu. Mempelajari agama-agama lain tidak

dengan sendirinya memupuk sikap toleransi sebagai basil belajar sampingan

atau apa disebut "concomitant learning". Kita harus secara khusus menye-

butkan toleransi sebagai tujuan yang ingin kita capai dan memberikan

kegiatan-kegiatan belajar yang serasi untuk menimbulkan sikap itu.

5. Tujuan sering bersifat " development", yaitu tidak dapat dicapai sekaligus,

akan tetapi harus dikembangkan secara kontinu. Misalnya, " berpikir kritis"

Page 46: asas- asas kurikulum

atau " kesanggupan memecahkan masalah" memerlukan waktu yang lama agar

tercapai. Ada tujuan yang sangat spesifik yang dapat tercapai dalam waktu

singkat. Akan tetapi kita keliru bila kita anggap bahwa semua tujuan bersifat

terminal dan segera terpenuhi. Ada tujuan yang mungkin tidak tercapai selama

belajar di sekolah, bahkan ada pula yang tak dapat tercapai sepenuhnya selama

hidup, seperti kerelaan berkorban untuk sesama manusia, menyerahkan diri

sepenuhnya kepada kehendak Tuhan, demikian pula prinsip-prinsip ideal

lainnya.

6. Tujuan hendaknya realistis, dalam arti bahwa tujuan itu benar-benar dapat

dicapai anak pada tingkat dan usia tertentu, atau selama jam pelajaran, atau

selama belajar di sekolah itu. Tujuan yang sangat indah kedengaran, akan

tetapi tidak mungkin terwujudkan, sebaiknya jangan dijadikan tujuan

pelajaran. Karena itu kita harus tahu batas-batas kemampuan anak berdasarkan

studi tentang anak dan pengalaman. Adakalanya terlampau tinggi kita perk

irakan kesanggupan anak, akan tetapi sering pula terlampau rendah.

Adakalanya anak-anak telah pandai membaca sebelum masuk sekolah, akan

tetapi ia masih harus mengikuti pclajaran membaca permulaan, yang sangat

membosankannya.

7. Tujuan harus meliputi segala aspek perkembangan anak yang menjadi

tanggung jawab sekolah. Pada umumnya tujuan itu meliputi aspek kognitif,

nilai dan sikap serta keterampilan psikomotoris.

PENGKHUSUSAN TUJUAN MENURUT BENYAMIN BLOOM

Dalam perumusan tujuan, para penyusun kurikulum banyak memperoleh bantuan

dari buku Taxonomy of Educational Objectives (1956) oleh Benjamin Bloom,

cs,. Mereka membagi tujuan-tujuan pendidikan dalam tiga ranah (domain), dan

tiap ranah dirinci lagi dalam tujuan-tujuan yang lebih spesifik yang hierarkis.

A. Tujuan-tujuan Kognitif

Ranah kognitif atau cognitive domain meliputi segi intelektual dan proses

kognitif, yakni :

Page 47: asas- asas kurikulum

1. Mengetahui, yakni mempelajari dan mengingat fakta, kata-kata, istilah,

peristiwa, konsep, prinsip, aturan, kategori, metodologi, teori, dan sebagainya.

2. Memahami, yakni menafsirkan sesuatu, menterjemahkannya dalam bentuk

lain, menyatakannya dengan kata-kata sendiri, mengambil kesimpulan

berdasarkan apa yang diketahui, menduga akibat sesuatu berdasarkan

pengetahuan yang dimiliki, dan sebagainya.

3. Menerapkan, yaitu menggunakan apa yang dipelajari dalam situasi baru,

mentransfer.

4. Menganalisis, yaitu menguraikan suatu keseluruhan dalam bagian-bagian

untuk melihat hakikat bagian-bagiannya serta hubungan antara bagian-bagian

itu.

5. Mensintesis, yaitu menggabungkan bagian-bagian dan secara kreatif

membentuk sesuatu yang baru.

6. Mengevaluasi, yakn menggunakan kriteria untuk menilai sesuatu.

B. Tujuan-tujuan Afektif

Ranah afektif atau, affective domain, berkenaan dengan kesadaran akan

sesuatu, perasaan, dan penilaian tentang sesuatu.

1. Memperhatikan, menunjukkan minat, sadar akan adanya suatu gejala, kondisi,

situasi, atau masalah tertentu, misalnya keindahan dalam musik gamelan, atau

arsitektur gedung lama. Ia menunjukkan kesediaannya untuk mendengarnya

atau melihatnya dan tidak mengelakkannya.

2. Merespons atau memberi reaksi terhadap gejala, situasi, atau kegiatan itu

sambil merasa kepuasan.

3. Menghargai, menerima suatu nilai, mengutamakannya, bahkan menaruh

komitmen terhadap nilai itu. Ia percaya akan kebaikan nilai itu dan rela untuk

mempertahankannya.

4. Mengorganisasi nilai dengan mengkonsepsualisasi dan mensistematisasinya

dalam pikirannya.

5. Mengkarakterisasi nilai-nilai, menginternalisasinya, menjadikannya bagian

dari pribadinya dan menerimanya sebagai falsafah hidupnya.

Page 48: asas- asas kurikulum

C. Tujuan-tujuan Psikomotor

Ranah psikomotor atau psycho-motor domain, meliputi tingkat kegiatan

yang berikut:

1. Melakukan gerakan fisik seperti berjalan, melompat, berlari, menarik,

mendorong, dan memanipulasi.

2. Menunjukan kemampuan perseptual secara visual, auditif, taktial, kinestetik,

serta mengkordinasi seluruhnya.

3. Memperlihatkan kemampuan fisik yang mengandung ketahanan kekutan,

kelenturan, kelincahan dan kecepatan bereaksi.

4. Melakukan gerakan yang terampil serta terkordinasi dalam permainan, olah

raga, dan kesenian.

5. Mengadakan komunikasi non-verbal, yakni dapat menyampaikan pesan

melalui gerak muka, gerakan tangan, penampilan, dan ekspresi kreatif seperti

tarian.

Buah pikiran Bloom cs menjadi populer setelah timbul aliran dalam

pendidikan ke arah pengkhususan tujuan, sehingga hasil belajar dapat diamati dan

diukur.

Ketiga ranah itu saling berhubungan sebagai aspek kelakuan manusia.

Pengetahuan selalu memerlukan keterampilan misalnya keterampilan membaca,

berpikir, dan lain-lain dan disamping itu juga minat dan penghargaan (afektif)

tentang apa yang dipelajari. Demikian pula apresiasi musik tak lepas dari

pengetahuan dan keterampilan berkenaan dengan musik. Dalam pengajaran ketiga

aspek itu perlu mendapat perhatian. Selain memberi pengetahuan tentang suatu

bidang studi sebaiknya juga dipupuk sikap positif terhadap bidang studi itu serta

keterampilan yang terkait. Sering ketiga ranah itu dipisah-pisahkan dalam

merumuskan tujuan instruksional khusus.

Rincian tiap ranah mempunyai hierarki. Misalnya dalam ranah koqnitif,

pemahaman lebih "tinggi" daripada pengetahuan penerapan, lebih tinggi dari pada

pemahaman, dan seterusnya. Demikian pula halnya dengan rincian ranah-ranah

lainnya .

Page 49: asas- asas kurikulum

BEBERAPA TUJUAN PENDIDIKAN LAINNYA

Pada tahun 1859 seorang yang bernamaa Herbert Spencer yang pada

dasarnya bukan pendidik dan juga tidak mengecap pendidikan formal secara

teratur jadi lebih merupakan otodidak, mengajukan pertanyaan yang sangat

penting, yang hingga sekarang masih harus dipertimbangkan oleh setiap

pengembangan kurikulum: " What knowledge is of most worth?". Pengetahuan

apa yang paling berharga? Apa yang harus diajarkan yang paling berharga bagi

kehidupan seseorang? Ia menganjurkan hal-hal yang berikut:

1. Self-preservation, hal-hal yang bertalian dengan usaha melangsungkan hidup,

seperti hidup sehat, mencegah penyakit, hidup teratur, melindungi diri

terhadap gangguan yang datang dari alam, dari manusia lainnya, dari berbagai

situasi hidup, dan lain-lain.

2. Securing the necessities of life, mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan

hidup dengan melakukan pekerjaan.

3. Rearing a family, mengurus dan memelihara rumah tangga, bertanggung

jawab atas pendidikan anak dan kesejahteraan keluarga.

4. Maintaining proper social and political relationship yaitu memelihara

hubungan baik dengan masyarakat dan memenuhi kewajibannya terhadap

negara.

6. Enjoying leisure time yaitu memanfaatkan waktu senggang untuk

menikmatinya dengan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan.

Hal-hal yang dikemukakan Herbert Spencer ini kira-kira satu setengah

abad yang lalu, masih berlaku sampai sekarang dan sering dipertimbangkan dalam

pengembangan kurikulum. Di sini Herbert Spencer sangat mengutamakan

relevansi pendidikan. Banyak yang diajarkan di sekolah yang tidak jelas apa

kaitannya dengan kehidupan anak sehari-hari. Alasan memberinya ialah bahwa

pelajaran itu berguna kelak bila melanjutkan pelajaran.

Tujuan pendidikan yang juga cukup terkenal ialah The Seven Cardinal

Principles yaitu tujuh prinsip yang pokok, sebagai berikut :

1. Health (kesehatan),

Page 50: asas- asas kurikulum

2. Command of fundamental processes (penguasaan keterampilan fundamental

seperti membaca, menulis, berhitung).

3. Worthy home membership (menjadi anggota keluarga yang berharga).

4. Vocational efficiency (efisiensi dalam pekerjaan).

5. Citizenshop (kewarganegaraan).

6. Worthy use of leisure (penggunaan waktu senggang secara bermanfaat),

7. Satisfaction of relegious needs (pemuasan kebutuhan keagamaan) (1918).

Kita lihat banyak persamaannya dengan apa yang dianjurkan oleh Herbert

Spencer sebelumnya.

Selanjutnya akan kami berikan tujuan-tujuan pendidikan menurut

Educational Policies Commission (1938), yaitu :

1. Self-realization, perwujudan pribadi.

2. Human relationship, hubungan antar-manusia

3. Economic efficciency, efisiensi ekonomi.

4. Civic responsibility, tanggung jawab warga negara.

Setiap tujuan masih diuraikan lebih lanjut. Misalnya “economic

efficiency" dirinci sebagai berikut. Produsen yang terdidik merasakann kepuasan

atas pekerjaan yang baik, mengetahui syarat-syarat dan kesempatan kerja,

memilih jabatan yang tepat, mencapai kemajuan dalam jabatan yang dipilih,

memelihara dan mempertinggi tingkat efisiensi kerja, menghargai nilai sosial

pekerjaan. Sebagai konsumen yang terdidik is merencanakan ekonomi hidupnya

sendiri, membentuk norma-norma guna mengatur pengeluarannya, merupakan

pembeli yang tahu dan cakap, mengambil tindakan yang tepat untuk menjaga

kepentingannya.

Tujuan-tujuan yang dikemukakan di atas hanya sekadar bahan

perbandingan dengan kurikulum kita.

RANGKUMAN

Page 51: asas- asas kurikulum

1. Filsafat ialah ilmu yang mencari kebenaran sampai akar- akarnya, jadi suatu

kegiatan intelektual. Dalam pengembangan kurikulum biasanya

dipandang sebagai sistem nilai-nilai.

2. Tujuan pendidikan ditentukan oleh filsafat suatu bangsa.

3. Walapun setiap orang mengenal nilai-nilai, agar dapat dikatakan is

mempunyai filsafat nilai-nilainya itu harus merupakan suatu sistem, jadi

konsisten dan saling berhubungan.

4. Dalam kurikulum sering tercantum tujuan-tujuan yang muluk-muluk tetapi

belum tentu dapat direalisasikan. Jadi keadaan sekolah tidak memberi

gambaran tentang keadaan yang sebenarnya.

5. Filsafat bangsa dan negara dengan sendirinya menjadi tujuan pendidikan

nasional serta harus pula menjadi filsafat para pengembang kurikulum

dan juga guru dalam pelaksanaannya.

6. Filsafat pendidikan harus menjadi "way of life" yang diterapkan dalam

lingkungan sekolah.

7. Tujuan pendidikan nasional sangat umum dan masih perlu diuraikan

menjadi tujuan institusional, kurikuler, tujuan instruksional umum

dan khusus.

8. Tujuan pendidikan kita didasarkan atas Pancasila, UUD 1945, dan

GBHN. Setiap guru harus mempunyai gambaran yang jelas tentang

dasar-dasar pendidikan nasional itu, agar semua pelajaran diarahkan

guna membentuk manusia yang dicita-citakan.

9. Untuk membentuk manusia seutuhnya harus diperhatikan aspek

kognitif, afektif, dan psikomotor dalam segala tingkatannya.

10. Benjamin Bloom membantu dalam merumuskan tujuan yang lebih

spesifik dalam ketiga ranah.

11. Hilda Taba mempersyaratkan agar dalam rumusan tujuan tercakup

proses dan produk.

12. Herbert Spencer menganjurkan tujuan-tujuan yang relevan dengan

kehidupan manusia sehari-hari. Buah pikirannya itu masih berpengaruh

Page 52: asas- asas kurikulum

sampai sekarang.

PERTANYAAN DAN TUGAS

1. Apakah pengertian Saudara tentang filsafat?

2. Apakah menurut Saudara setiap orang mempunyai filsafat? Coba

selidiki pada orang-orang di sekitar Saudara apakah mereka dapat

dikatakan mempunyai suatu filsafat?

3. Norma-norma biasanya diperoleh dari berbagai sumber, seperti agama,

falsafah negara, adat-istiadat, pengalaman pribadi, dan lain-lain. Coba

tuliskan norma-norma yang Saudara junjung tinggi. Diskusikan

dengan teman.

4. Apakah guna filsafat bagi pendidikan. Tunjukkan bagaimana filsafat itu

diterapkan dalam kurikulum kita.

5. Tunjukkan perbedaan kurikulum berhubungan dengan peredaan filsafat

pendidikan sebelum dan sesudah kemerdekaan.

6. Bagaimana gambaran Saudara tentang manusia yang demokratis?

Apakah sifat-sifat itu telah nyata di sekolah? Masih adakah pengaruh

feodalisme dalam masyarakat kita?

7. Bagaimana pendapat Saudara tentang tujuan-tujuan yang dikemukakan

Herbert Spencer, the Seven Cardinal Principles, dan Educational

Policies Commission? Adakah yang dapat atau tidak dapat Saudara

terima? Apa alasan Saudara.

8. Bagaimanakah pandangan Saudara tentang manusia Pancasila?

Apakah telah melihatnya dalam kenyataan?

9. Diskusikan tujuan pendidikan nasional dalam Kurikulum SMA.

10. Bandingkan tujuan institusional bagi SD, SMP, dan SMA. Perhatikan

persamaan dan perbedaannya. Selidiki hingga mana tujuan-tujuan itu

telah di liputi oleh bidang studi yang diberikan di berbagai tingkatan sekolah.

Page 53: asas- asas kurikulum

11. Hingga manakah TIK harus dikhususkan, misalnya " agar anak dapat

mengatakan beberapa tugas wall kota, agar anak dapat menyebut nama wall

kota, agar anak mengenal gambar wali kota, agar anak dapat men gatakan usia

wali kota, agar anak dapat mengatakan alamat wall kota. Apakah pengkhu-

susan TIK tidak dapat berlebihan?

12. Apakah kebaikan dan kelemahan TIK? Manakah lebih pen- ting, TIK atau

TIU? Bagaimana hubungan timbal balik antara TIK dan TIU?

13. Berikan sejumlah petunjuk tentang perumusan TIK.

14. Bagaimana syarat yang diajukan Hilda Taba dalam merumuskan tujuan

pelajaran. Beri pendapat Saudara.

15. Pilih satu TIU, lalu rumuskan TIK-nya. Minta teman lain juga melakukannya.

Diskusikan.

16. Selidiki tujuan-tujuan pelajaran, lalu tinjau dari segi taksonomi Bloom, baik

mengenai ranahnya maupun tentang tingkatannya.

17. Bagaimanakah dapat Saudara ketahui ada tidaknya kesamaan antara tujuan

guru dan tujuan siswa. Diskusikan bila ada persamaan dan perbedaannya.

Page 54: asas- asas kurikulum

BAB 3

ASAS PSIKOLOGIS KURIKULUM

DAN PSIKOLOGIS BELAJAR

PENDAHULUAN

Dalam mengambil keputusan tentang kurikulum pengetahuan tentang

psikologi anak dan bagaimana anak belajar, sangat diperlukan, antara lain dalam

1. seleksi dan organisasi bahan pelajaran,

2. menentukan kegiatan belajar yang paling serasi,

3. merencanakan kondisi belajar yang optimal agar tujuan belajar tercapai.

Apa yang akan dipelajari memerlukan pengenalan perkembangan anak,

akan tetapi bagaimana anak belajar membutuhkan pengetahuan tentang berbagai

teori belajar. Walaupun telah banyak diketahui tentang belajar, namun masih

banyak yang belum diketahui, masih belum jelas betul secara terinci apa yang

harus dilakukan agar anak belajar. Hal ini antara lain disebabkan penelitian dan

eksperimen tentang belajar yang dilakukan dalam laboratorium yang terbatas

jumlah variabelnya, yang sering dilakukan terhadap binatang, jadi jauh berbeda

dengan situasi belajar di dalam kelas. Selain itu yang diselidiki kebanyakan ialah

belajar pada tingkatan mental rendah, sedangkan belajar pada tingkatan mental

tinggi masih memerlukan penelitian yang lebih banyak.

Belajar itu ternyata sangat kompleks. Apa yang dipelajari bermacam-

macam. Ada bedanya belajar fakta atau informasi, lain belajar memecahkan

masalah, lain pula mempelajari nilai-nilai. Tak ada satu teori belajar yang dapat

mencakup segala macam jenis belajar. Banyak macam teori belajar seperti teori

ilmu jiwa atau daya atau mental disiplin, teori S-R yang behavioristik, teori

Gestalt atau teori lapangan, dan lain-lain dan belum ada teori belajar yang dapat

mempertemukannya.

Guru-guru sering tidak menyadari asas teori belajar yang digunakannya.

PPSI menggunakan teori belajar yang berbeda dengan pendekatan proses. Guru

Page 55: asas- asas kurikulum

mengajar menurut apa yang diperkirakannya akan memberi hasil yang baik dan

ini sering dilakukan dengan menggunakan berbagai teori belajar.

Dalam bab ini akan kita bicarakan teori belajar menurut ilmu jiwa daya

(mental disipline), teori asosiasi (S-R), conditioning, teori Gestalt, teori lapangan,

dan pendapat berbagai tokoh psikologi seperti Gagne, Bandura, dan Bruner.

APA YANG DIMAKSUD DENGAN BELAJAR

Apakah sebenarnya belajar itu, belum diketahui sepenuhnya, sama dengan

proses psikis lainnya. Bermacam-macam teori mencoba menjelaskannya ditinjau

dari segi tertentu, dengan dasar filosofis yang berbeda tentang hakikat manusia.

Suatu teori belajar ialah suatu pandangan terpadu yang sistematis tentang cara

manusia berinteraksi dengan lingkungan sehingga terjadi suatu perubahan

kelakuan. Tiap guru mengajar dapat diketahui teori yang mendasarinya, walaupun

guru itu sendiri kurang atau tidak menyadarinya. Mengenal teori kiranya dapat

membantu guru memahami atas dasar apa ia melakukannya.

Sejak ada manusia di dunia ini ia belajar dan ada yang mengajarnya. Tiap

orang tua mendidik anaknya, mengajarnya berbagai pengetahuan, keterampilan,

norma-norma, dan sebagainya. Rasanya semua lancar walaupun tak seorang pun

memikirkan atau menghiraukan ada tidaknya dasar teorinya belajar dan mengajar

dan semua belajar secara wajar. Namun orang mendirikan sekolah belajar itu

dijadikan masalah, dan ternyata sangat kompleks dan pelik. Apa yang dipelajari di

sekolah berbeda sekali di rumah atau di ladang.

Definisi belajar berbeda menurut teori yang dianut. Secara tradisional

belajar dianggap sebagai menambah pengetahuan. Yang diutamakan ialah aspek

intelektual. Anak-anak disuruh mempelajari berbagai macam mata pelajaran yang

memberinya berbagai pengetahuan yang menjadi miliknya, kebanyakan dengan

menghafalnya.

Pendapat lain yang lebih populer ialah memandang belajar sebagai

perubahan kelakuan, suatu "change of behavior". Suatu definisi yang sering

dikutip ialah yang diberikan oleh Ernest R. Hilgard, sebagai berikut :

Page 56: asas- asas kurikulum

Learning is the process, by which an activity originates or is changed

through training procedures (Whether in the laboratory on in the natural

environment) as distinguishe from changes by factors not atributable to training.

Seorang belajar bila ia ingin melakukan suatu kegiatan sehingga

kelakuannya berubah. Ia dapat melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak dapat

dilakukannya. Ia menghadapi situasi dengan cara lain. Kelakuan harus kita

pandang dalam arti yang luas yang meliputi pengamatan, pengenalan, perbuatan,

keterampilan, minat, penghargaan, sikap, dan lain-lain. Jadi belajar tidak hanya

mengenai bidang intelektual saja, akan tetapi seluruh pribadi anak, kognitif,

efektif, maupun psikomotor. Bila• guru mengajar matematika, sejarah, biologi,

dan lain-lain. Ia hendaknya jangan merasa puas bila pengetahuan anak bertambah,

akan tetapi juga agar anak mempunyai sikap anak yang positif dan menyukai mata

pelajaran itu. Perubahan karena mabuk atau keletihan bukan hasil belajar karena

tidak diperoleh melalui kegiatan belajar. Demikian pula kemampuan binatang

karena pertumbuhan instink, seperti membuat sarang, bukan hasil belajar.

Bila kita terima belajar sebagai perubahan kelakuan, maka pendidik

menghadapi tiga soal :

1. Ia harus mengetahui kelakuan apa yang diharapkan dari anak. Hal ini

berkenaan dengan tujuan yang akhirnya ditentukan oleh falsafah pendidikan.

2. Ia mengetahui hingga manakah taraf perkembangan anak, agar bahan

pelajaran dapat dikuasai anak.

3. Ia harus tahu bagaimana anak belajar, bagaimana guru mengajarkannya,

kondisi apa yang harus dipenuhi agar terjacti proses belajar yang berlfasil.

Seperti yang telah dikemukakan di atas, kita akan lebih lanjut

membicarakan beberapa teori belajar yang banyak diterapkan dalam proses

belajar-mengajar.

TEORI ILMU JIWA DAYA ATAU MENTAL DISIPLIN

Teori pelajar yang paling tua ini beranggapan, bahwa "otak" atau mental

manusia terdiri atas sejumlah "faculties" atau daya- day a. Tiap daya mempunyai

fungsi tertentu, maka ada daya-ingat, daya-pikir, daya tanggap, daya-fantasi, dan

Page 57: asas- asas kurikulum

lain-lain. Tujuan pendidikan ialah memperkuat daya-daya itu dan ini dilakukan

dengan latihan untuk mendisiplinnya. Daya-ingat misalnya dapat dilatih dengan

menghafal nama-nama kota, nama pahlawan, tahun-tahun sejarah, kata-kata asing,

bahkan juga kata atau suku-kata yang tidak mengandung arti. Daya-pikir dilatih

dengan menghadapkan anak dengan berbagai soal, makin sulit makin baik, karena

nilai latihnya makin tinggi. Mata pelajaran yang dianggap paling ampuh untuk

mendisplin daya-pikir ialah matematika, dahulu juga bahasa Latin yang cukup

pelik. Seperti pada daya-ingat, juga pada daya-pikir ini tak dihiraukan apa yang

dipelajari, bukan penguasaan bahan yang dipentingkan. Itu semua boleh

dilupakan. Akan tetapi yang tinggal ialah daya-ingat, daya-pikir. Daya-pikir yang

telah terlatih akan dapat digunakan untuk memikirkan apa saja. Siswa yang telah

terlatih daya-pikirnya melalui matematika akan mudah melanjutkan pelajarannya

untuk menjadi ahli hukum, insinyur, akuntan, ahli manajemen, apa saja. Jadi

melatih daya-daya mental itu banyak persamaannya dengan melatih otot. Otot

terlatih dapat mengerjakan apa saja. Demikian pula "otak" yang sudah diasah

sampai tajam dapat "menyayat" segala masalah. Ini berarti bahwa transfer

menurut teori ini bersifat mutlak. Daya yang terlatih dapat digunakan untuk apa

saja. Kesanggupan berpikir yang terlatih dianggap dengan sendirinya dapat

dipakai, dapat dipindahkan atau ditransfer dalam bidang-bidang lain dalam

kehidupan. Di sini yang diutamakan bukan penguasaan bahan, peningkatan

kemampuan berbagai daya mental itu. Teori ini lazim juga disebut teori mental

disiplin, juga teori berdasarkan "faculty psychology".

Teori "mental disipline" ini sekarang tidak dapat diterima oleh kebanyakan

ahli psikologi dan pendidik profesional. Penelitian eksperimental membuktikan,

bahwa daya ingatan tidak bertambah meningkat kemampuannya dengan

menghafal sajak-sajak. Demikian pula latihan mental dengan matematika tidak

dengan sendirinya meningkatkan kemampuan belajar politik atau bahasa.

Walaupun telah dianggap tak berlaku lagi, namun di sekolah teori ini masih

dianut. Ada pula sejumlah ilmuwan, pendidik, dan orang tua merasa yakin akan

nilai fisika, matematika untuk meningkatkan kemampuan anak berpikir.

Page 58: asas- asas kurikulum

Teori ini didasarkan atas anggapan, bahwa manusia terdiri atas dua bagian,

yakni bagian rohaniah (dalam istilah psikologi ini "mind") dan bagian jasmaniah

(substance, matter, body). Substansi fisik ada persamaannya dengan benda lain

seperti batu, gunung, binatang, tanaman, mempunyai ukuran panjang, lebar, berat.

Akan tetapi "mind" tidak mempunyai ukuran namun sesuatu yang nyata ada.

Kepercayaan akan dualisme pada manusia, jiwa- raga, rohaniah-jasmaniah, masih

banyak dianut. Lokasi "mind" tak dapat ditentukan dengan pasti, namun dianggap

dalam "otak" yang dianggap alat untuk berbagai kegiatan mental.

Untuk mendidik anak, perlu "mind"nya dikembangkan dan ini dilakukan

dengan latihan. Dianggap makin keras latihannya, makin berkembang "mind" itu.

Salah satu fungsi mental ialah berpikir yang dapat dikembangkan dengan bahan

pelajaran seperti matematika, karena sulitnya. Tujuan latihan ini yang utama

bukan untuk menguasai bahan matematika. Yang paling berharga ialah latihan

yang diberikan pelajaran itu. Bahannya dapat dilupakan, akan tetapi kemampuan

berpikir itu sebagai akibat latihan itulah yang penting, karena kemampuan ini

akan memungkinkan anak memikirkan segala hal lain. "Mind substance"

dianggap sama dengan otot, yang dapat dilatih menjadi kuat dan dapat digunakan

untuk berbagai pekerjaan. Makin keras latihan, makin kuat otot itu.

Salah satu pendirian dalam aliran ini ialah faculty psychology, yang

menganggap bahwa "mind" itu terdiri atas sejumlah bagian atau "faculty", yang

masing-masing mempunyai fungsi atau daya tertentu. Yang utama ialah daya-

pengenalan, perasaan dan kemauan. Daya pengenalan terbagi dalam daya

persepsi, imajinasi, ingatan, dan berpikir atau penalaran. Daya-pikir memberi

kemampuan untuk memecahkan berbagai masalah untuk mengambil keputusan.

Daya-kemauan juga dianggap sangat penting. Tanpa kemauan yang baik, manusia

tidak dapat memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya dalam tnasyarakat. Kalau

manusia dianggap tidak intrinsik jahat sejak lahir, maka perlulah dilatih kemauan

anak kearah yang baik. Kemauan yang baik dapat menaklukkan hawa nafsu jahat

dan memberi kekuatan untuk memilih dan melakukan yang baik. Kemauan adalah

kunci keberhasilan. Seperti halnya dengan latihan otot, kemauan juga harus diheri

latihan keras dengan memberi pekerjaan yang herat, sulit dan membosankan.

Page 59: asas- asas kurikulum

Kalau perlu guru tak perlu segan memberi kecaman, celaan, hukuman, bahkan

menggunakan camhuk untuk memaksa anak menyelesaikan pekerjaannya.

Pendidikan serupa ini tidak menghiraukan keinginan atau minat anak, juga tidak

memperhitungkan tingkat perkembangan anak.

Pendirian "mental disipline" ini banyak mendapat kritik dan dibantah

kebenarannya secara ilmiah. Thorndike dan Woodworth melakukan berbagai

eksperimen untuk menguji kebenaran teori ini dan memperoleh kesimpulan,

bahwa teori ini tak dapat dipertahankan secara ilmiah. Latihan daya mental dalam

suatu bidang tidak dengan sendirinya meningkatkan kemampuan dalam bidang

lain. Melatih kebersihan dalam bidang tertentu, misalnya pakaian, tidak dengan

sendirinya mempengaruhi kebersihan tulisan anak. Demikian pula dibuktikannya

bahwa peningkatan kemampuan mental umum hanya sedikit akibat pelajaran di

sekolah. Peneliti lain membuktikan bahwa dalam peningkatan kemampuan mental

tidak ada kelebihan satu mata pelajaran dibanding dengan pelajaran lain,

misalnya, matematika tidak lebih unggul dalam melatih anak berpikir dibanding

dengan sejarah atau ilmu bumi. Anak yang pintar sering mengambil matematika

di mana ia dapat menunjukkan kepintarannya dan ia akan banyak memperoleh

manfaat dari pelajaran itu. Akan tetapi anak yang tidak pintar, tidak akan banyak

mendapat keuntungan dari pelajaran itu.

Sekolah yang menjalankan teori mental disipline ini cenderung disebut

sebagai sekolah yang baik, karena mengutamakan pelajaran yang sulit seperti

matematika dan fisika, akan tetapi dapat disangsikan kebenarannya, karena

banyak anak yang tak tahan akan keluar atau dikeluarkan dari sekolah, sehingga

yang tinggal hanya anak yang pandai. Jadi sekolah itu baik bukan karena

keunggulan pengajaran dalam matematika, fisika, kimia, dan lain- lain, melainkan

karena keunggulan siswa yang masih bertahan.

Kini teori mental disipline ini sudah tidak diterima lagi di kalangan

kebanyakan ahli psikologi. Namun masih ada lagi ilmuwan, orangtua dan guru

yang yakin akan kebaikan latihan mental ini dan mempraktikkannya di sekolah

maupun dalam lingkungan keluarga. Dari segi penelitian ilmiah telah dibuktikan

bahwa latihan daya-daya mental tidak otomatis dapat ditransferkan dalam bidang-

Page 60: asas- asas kurikulum

bidang lain. Transfer memang ada, tetapi bukan dengan cara mendisiplin daya

mental.

ILMU JIWA ASOSIASI, TEORI S-R

Dari semua teori belajar lainnya, barangkali teori inilah yang paling

banyak diterapkan di sekolah. Bila sekolah dipandang sebagai tempat memperoleh

pengetahuan, maka metode yang paling ampuh ialah metode S-R yaitu

menghubungkan stimulus dan respon. Dengan stimulus dimaksud rangsangan dari

dalam, tapi kebanyakan dari luar, berupa pertanyaan, soal, situasi atau keada- an

yang dihadapi. Bila guru mengajarkan hitungan 2 + 3 = (Stimulus) maka

diharapkan jawaban 5 (Respons). Demikian pula "ibu kota Kolumbia" (Stimulus)

ialah "Bogota" (Respons). Demikianlah banyak pengetahuan yang dapat dikuasai

anak melalui S-R. Mereka yang menghadapi ujian Ebtanas atau UMPTN dan lain-

lain, juga yang menghadapi kuis "Cepat Tepat" menggunakan teori S-R ini.

Dengan mengadakan hubungan antara S-R siswa memberi jawaban yang cepat

dan tepat bila menghadapi tes.

Teori ini mulai bangkit setelah karya J.B. Watson (1878- 1958) bapak aliran

Behaviorisme dan Throndike, aliran Connectionisme, yang pada dasarnya

termasuk behaviorisme. Tokoh- tokoh lain dalan aliran behaviorisme ini antara

lain Albert Bandura, Robert M. Gagne, Robert Glasser, B. F. Skinner, yang

mementingkan behavior atau kelakuan yang dapat diamati. Itu sebabnya maka

aliran ini dapat mengadakan eksperimen untuk membuktikan kebenaran teorinya.

Hal-hal yang terjadi dalam din i manusia, yang tidak dapat dilihat dan diabaikan.

Ide asosiasi telah terdapat pada John Locke dan Herbart akan tetapi baru

kemudian teori ini didukung oleh penelitian ilmiah.

Tokoh yang sangat mempengaruhi aliran ini ialah Ivan P. Pavlov (1849-

1936). Dalam eksperimennya i6 memberi makanan kapada anjing dan pada saat

yang sama ia membunyikan lonceng. Dengan pembedahan ia dapat mengukur air

liur yang dikeluarkan anjing itu sewaktu melihat makanan. Setelah beberapa kali

ini dilakukan, lonceng dibunyikan tanpa diberi makanan, namun demikian air liur

anjing keluar juga. Bahwa air liur keluar bila disodorkan makanan pada anjing

Page 61: asas- asas kurikulum

yang lapar, sesuatu yang wajar. Hal itu tidak akan terjadi bila lonceng dibunyikan.

Akan tetapi dalam kondisi seperti di atas, yakni membunyikan lonceng bersamaan

dengan makanan, sifat bunyi lonceng itu berubah menjadi stimulus yang telah

dikondisi, atau conditioned stimulus, dan respon yang diberikan menjadi

conditioned response. Apa yang terjadi dapat kita gambarkan sebagai berikut

makanan (S) …………………………… air liur keluar (R)

lonceng berbunyi (S) ……….tidak terjadi apa-apa

makanan (S) ……. air liur (R)

bunyi lonceng

bunyi lonceng (CS) …………….. air liur (CR)

Di sini terjadi suatu proses belajar-mengajar. Anjing dapat diajar

mengeluarkan air liur dengan cara mengkondisi, atau conditioning. Cara belajar

ini banyak terdapat dalam kehidupan sehari- hari. Lampu lalu lintas merah - mobil

berhenti, lonceng sekolah berbunyi anak berkumpul, kita pulang dari sekolah -

ingin segera makan, jam menunjuk pukul delapan - anak kecil tidur.

Tokoh yang banyak pengaruhnya terhadap pengajaran di sekolah ialah

Edward L. Thorndike, yang menganut aliran connectionisme, yaitu hubungan

antara dua hal yang dikenal sebagai S-R bond. Ia melakukan penelitian dan

percobaan dengan binatang, dan berkat penelitian yang banyak itu yang jauh

melebihi jumlah percobaan oleh Pavlov, ia menemukan sejumlah "hukum

belajar", antara lain

1. The Law of Exercise or Repetition. Makin sering S-R dilatih makin lama

hubungan itu bertahan, jadi latihan memperkmat hubungan S-R.

2. The Law of Effect. Hubungan S-R dipererat bila disertai rasa senang.

Masih ada lagi sejumlah hukum belajar lainnya, akan tetapi yang tersebut di

atas kiranya yang paling berguna bagi prose belajar.

Dalam proses belajar itu kita lihat pentingnya ulangan, disertai pujian untuk

membangkitkan semangat anak belajar. Mendapat pujian, merasa sukses, memberi

Page 62: asas- asas kurikulum

dorongan belajar. Proses belajar rasanya mekanistis yang diatur oleh guru. Tak

ada tempat untuk "insight" atau tujuan yang bermakna. Manusia dipandang

sebagai kumpulan S-R. Makin banyak S-R dimilikinya, makin mampu ia

menghadapi berbagai situasi dalam hidupnya.

Dari pihak penganut behaviorisme lainnya ia mendapat kritik karena rasa

puas, rasa senang bukan kelakuan yang "observable" dan "measurable".

Apa yang dilakukan Pavlov disebut "classical conditioning ", mungkin

inilah bentuk conditioning yang paling tua. Conditioning oleh Thorndike disebut

"instrumental conditioning" karena S-R yang berhasil disertai oleh pujian sebagai

upah atau reinforcement. Memberikan respons yang tepat merupakan instrumental

untuk memperoleh pujian.

Seorang behavioris lain yang juga sangat berpengaruh ialah B.F. Skinner.

Ialah yang pertama membuat belajar berprograma dan mesin belajar. Pengaruhnya

sangat besar dalam perkembangan teknologi pendidikan dan di Indonesia PPSI,

prosedur pengembangan sistem instruksional. Alirannnya dikenal sebagai

"operant conditioning" yang sangat efektif melatih binatang dan juga bagi anak-

anak. Ia memandang guru sebagai arsitek dan pembangun kelakuan siswa.

Baginya psikologi adalah ilmu atau science kelakuan yang dapat diamati dan

banyak kelakuan yang terlihat. Belajar ialah perubahan kelakuan atau kemungkin-

an kelakuan dan ini tercapai melalui "operant conditioning"

"Operant conditioning" adalah proses belajar yang mengusahakan

mempertinggi kemungkinan timbulnya kelakuan tertentu. Dalam "operant

conditioning" organisme, termasuk manusia, harus melakukan sesuatu. Semua

kelakuan manusia adalah hasil "operant conditioning" atau "operant

reinforcement". Seorang berbuat sesuatu, karena diberi reinforcement. Misalkan

seekor anjing mengangkat kaki depannya dan sesaat kemudian diberi makanan

(menjadi reinforcement) maka timbul kemungkinan ia akan melakukannya kelak.

Apa sebab anjing itu mengangkat kaki tak dapat dipastikan sebelumnya. Akan

tetapi sewaktu kita bersiul, atau bertepuk tangan atau batuk, dan pada salah satu

stimulus itu anjing itu mengangkat kaki depannya seakan-akan memberi salam,

Page 63: asas- asas kurikulum

maka kesempatan itu digunakan untuk memantapkannya dengan memberi

"reinforcement".

Jadi "reinforcement" tidak serentak dengan Respon, akan tetapi sesudahnya.

Mula-mula organisme, dalam hal ini anjing, membuat Respon yang diinginkan,

lalu diberi "reinforcement" berupa "upah atau "reward". "Reward" ini

"mereinforce" Respon, yang menyebabkan akan besar kemungkinan timbulnya

Respon ini. Respons itu menjadi alat atau instrumental guna memperoleh

Reinforcement itu. Apa yang dilakukan anjing itu disebut operan karena

beroperasi terhadap lingkungan dan menimbulkan konsekuensi tertentu, dalam hal

ini mendapat upah. Maka karena itu aliran Skinner ini disebut aliran "operant

conditioning" yaitu mengkondisi operant, juga dapat disebut "reinforcement

conditioning" atau mengkondisi "reinforcement".

Tujuan dapat dipecah menjadi bagian-bagian kecil. Tiap bagian, tiap

langkah dapat dicapai melalui "operant conditioning".

Skinner sangat berhasil dalam melatih binatang. Melalui langkah-langkah ia

dapat melatih binatang sampai tercapai kelakuan yang diinginkan. Bila dalam

langkah-langkah itu timbul yang tidak sesuai maka diabaikan saja, akan tetapi bila

timbul kelakuan yang cocok, maka dimantapkan dengan "reinforcement". Dengan

"operant conditioning" ini Skinner dapat membentuk kelakuan. Katanya "operant

conditioning shapes behavior as the sculptor shapes a lump of clay", "operant

conditioning" membentuk kelakuan seperti pematung membentuk segumpal tanah

liat.

Manusia, menurut pendapatnya adalah mesin, sekalipun sangat kompleks,

dan tak mungkin dapat diciptakan manusia - kecuali dengan cara biologis. Akhir-

akhir ini mesin makin merupakan manusia dan dibentuk sesuai dengan manusia,

akan tetapi di lain pihak manusia ternyata lebih merupakan mesin, misalnya otak

dibandingkan komputer yang berisi modul.

Demikian pula kelakuan manusia dapat dikendalikan sehingga melakukan

apa yang telah dicondition.

Page 64: asas- asas kurikulum

Mengenai pelajaran disekolah, Skinner melihat bahwa guru mengajar sangat

tidak efisien dan efektif. Bila binatang dapat dilatih dengan cara ilmiah apa sebab

cara itu tak dapat dimanfaatkan bagi pengajaran di sekolah. Maka ia menciptakan

belajar berprogamma. Bahan pelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang

dilatih langkah demi langkah dengan memberikan reinforcement langsung setelah

setelah tiap respons. Anak dapat melakukannya menurut kecepatan masing-

masing. Kritik Skinner tentang pengajaran di sekolah antara lain bahwa pelajaran

tidak disukai, jarak antara kelakuan dan reinforcement terlampau jauh, tidak ada

langkah-langkah yang sistematis menuju tujuan, dan reinforcement terlampau

langka.

Teori Skinner ini sesuai dengan teknologi pendidikan, belajar kompetensi,

dan akuntabilitas pendidikan.

TEORI GESTALT

Dasar pokok aliran psikologi ini pertama kalinya dirumuskan Max

Wertheimer pada tahun 1912 yang berbunyi, " keseluruhan lebih dari jumlah

bagian-bagiannya." Kelebihan itu terjadi karena manusia cenderung melihat suatu

pola, organisasi, integrasi atau konfigurasi dalam apa yang dilihatnya. Konfigurasi

yang membentuk kebulatan keseluruhan itu disebut dalam bahasa Jerman Gestalt,

suatu istilah yang sukar diterjemahkan dan karena itu dipertahankan dalam semua

bahasa. Demikianlah lahir teori Gestalt, juga disebut teori organismik, dan teori

psikologi lapangan (field psychology).

Wolfgang Kohler dan Kurt Koffka dalam buku " The Mentality of Apes"

(1925) dalam eksperimen menguji hipotesis Thorndike tentang "Trial-and-error",

yaitu bahwa dalam memecahkan suatu masalah, individu atau binatang akan

melakukan perbuatan-perbuatan secara acakan dan akhirnya secara kebetulan

akan dapat memecahkannya. Dalam percobaan dengan simpanse ternyata, bahwa

binatang itu memecahkan masalah secara tiba- tiba, karena, menurut Kohler, ia

mendapat "insight", pemecahan dalam hubungan unsur-unsur situasi itu.

Salah satu anggapan psikologi behaviorisma yang paling merusak ialah

bahwa dalam belajar, individu itu pasif, ia menerima stimulus dan memberi

Page 65: asas- asas kurikulum

respons secara sereotip dan otomatis. Stimulus dianggap sebab dan respons

dianggap sebagai akibat. Manusia seperti mesin yang sangat baik desainnya yang

dapat dikendalikan. Siswa dapat dikendalikan oleh guru dengan bahan yang

dipilih pengembang kurikulum. Manusia dapat dikondisi menurut kemauan

penguasa atau masyarakat.

Kunci dalam psikologi Gestalt, ialah "insight". Belajar ialah

mengembangkan insight pada anak dengan melihat hubungan antara unsur-unsur

situasi problematis dan dengan demikian melihat makna baru dalam situasi itu.

Belajar bukan sesuatu yang pasif, dalam belajar siswa mempunyai tujuan,

mengadakan eksplorasi, menggunakan imajinasi dan bersifat kreatif, jadi jauh

berbeda dengan psikologi behavioristik yang memandang belajar sebagai

mekanistik dan deterministik.

"Insight" ialah mula-mula adanya perasaan, "hunches" petunjuk yang samar-

samar tentang adanya pola, hubungan antara unsur-unsur suatu masalah, pada

suatu saat tiba-tiba menjadi terang. Bagaimana timbulnya " insight tak selalu, dan

sering dapat diverbalisasikan, dinyatakan dengan kata-kata, karena terjadinya

dalam lompatan pikiran dan intuisi. Simpanse memperoleh "insight" dan tentu tak

dapat membahasakannya. "Insight" adalah jawaban atau hipotesis sementara, yang

mungkin benar atau tidak. Kebenarannya masih perlu diuji.

Guru tak dapat memberi " insight", walaupun dapat membantu, murid

sendirilah yang harus menemukannya sendiri menurut pikirannya sendiri, menurut

makna yang dilihatnya dalam situasi itu. "Insight" belum berarti memahami suatu

masalah sepenuhnya, akan tetapi hingga batas tertentu. “Insight" juga belum dapat

digeneralisasi. Untuk itu jumlahnya harus cukup banyak dengan pengalaman yang

kaya. Generalisasi yang diperoleh sering dirumuskan dalam bentuk " Jika maka

Bila tercapai generalisasi maka dapat digunakan atau ditransfer dalam situasi lain

yang pada prinsipnya menunjukkan persamaan. Namun transfer tidak dengan

sendirinya akan terjadi, walaupun prinsip itu telah dipahami sepenuhnya. Seorang

sarjana dapat bersifat ilmiah dalam bidangnya, misalnya fisika, akan tetapi dalam

bidang sosial yang tidak bertindak ilmiah, bahkan percaya akan mistik dan

superstisi. Atau ia tidak mengenal situasi dalam hubungannya dengan prinsip itu,

Page 66: asas- asas kurikulum

atau ia tak mau, atau tak sanggup menerapkannya, misalnya ia tahu harus

berkorban untuk sesama manusia, namun ia lebih memperhatikan kepentingannya

sendiri.

Transfer dapat terjadi bila terbuka kesempatan untuk menerapkannya dalam

situasi yang dilihatnya sebagai kesempatan dan ada hasrat untuk

menggunakannya.

Membantu siswa memperoleh generalisasi dapat dilakukan dengan tiga cara.

Pertama: Guru merumuskannya, menjelaskannya dan kemudian menyuruh siswa

menerapkannya. Kedua : Guru memberi latar belakang secukupnya, dan segera

bila siswa merasakan ia memahaminya, ia disuruh mengaplikasikannya. Ketiga :

Guru memberi latar belakangnya, siswa disuruh menemukan generalisasinya, lalu

merumuskannya. Ternyata, bahwa metode kedua lebih efektif dalam transfer.

Kurt Lewin (1890-1947), juga penganut teori keseluruhan, adalah pionir

psikologi lapangan atau field psychology. Untuk memahami seseorang, kita harus

mengetahui segala sesuatu tentang dirinya, buah pikirannya, prinsip-prinsipnya,

konsep diri dan apa saja yang dapat mengidentifikasi dirinya. Dengan lapangan

psikologis dimaksud situasi psikologis di mana ia berada. Psikologi ini disebut

juga psikologi lapangan kognitif. Kognitif berasal dari " cognoscere" (Latin)

artinya mengenal tentang bagaimana cara orang memahami dirinya dan

lingkungannya, dan bagaimana ia menggunakan kognisinya dalam tindakannnya

terhadap lingkungan atau "life-space"nya dengan segala faktor yang terdapat

didalamnya.

Menurut teori lapangan, belajar adalah proses interaksional, dalam mana

individu memperoleh "insight" baru atau modifikasi yang lama. Belajar ialah

modifikasi life-space, yang meliputi tujuan seseorang, hal-hal yang ingin

dielakkannya, halangan antara dirinya dengan tujuan, jalan yang mungkin

ditempuhnya dan sebagainya. Bagi guru, makin dikenalnya life-space siswa,

makin dapat ia meramalkan kelakuan siswa itu dan dengan demikian makin dapat

ia memberi bantuan.

Page 67: asas- asas kurikulum

John Dewey yang juga termasuk penganut teori Gestalt, organismik atau

teori lapangan kognitif, memandang berpikir sebagai proses reflektif yang pada

dasarnya tak berbeda dengan berpikir ilmiah. Dalam cara berpikir ini digabungkan

proses induktif, pengumpulan data, dan proses deduktif, mencari, menganalisis,

dan menguji hipotesis. Bedanya dengan proses ilmiah ialah, bahwa dalam

pemikiran reflektif tidak digunakan laboratorium sehingga dapat digunakan dalam

pemecahan segala macam masalah termasuk masalah sosial. Langkah-langkah

dalam pemecahan masalah menurut Dewey telah cukup terkenal :

1. Mengenal dan merumuskan masalah. Masalah timbul bila terdapat perbedaan

atau pertentangan antara tujuan-tujuan, antara data, dan sebagainya.

2. Merumuskan hipotesis itu, yaitu kemungkinan jawaban dalam bentuk

generalisasi yang ditemukan sendiri, yang harus diuji kebenarannya. Pada

dasarnya, semua generalisasi merupakan hipotesis yang senantiasa perlu diuji

kebenarannya. Hipotesis itu berkisar antara dugaan berdasarkan informasi

minimal sampai prinsip atau hukum dengan verifikasi yang tinggi tarafaya.

3. Menyelidiki implikasi hipotesis dengan mengumpulkan data atau

pengetahuan.

4. Mentes hipotesis dengan menguji implikasi atau konsekuensi hipotesis

berdasarkan data atau pengalaman.

5. Mengambil kesimpulan, yakni menerima hipotesis, menolaknya,

memodifikasinya, atau menyatakan bahwa berdasarkan data yang ada belum

dapat diambil kesimpulan.

Prinsip-prinsip belajar menurut teori Gestalt.

1. Belajar itu berdasarkan keseluruhan

Keseluruhan lebih dari jumlah-jumlah bagian. Bagian-bagian hanya

mengandung arti dalam hubungannya dengan keseluruhan. Mengubah bagian

akan mengubah juga keseluruhannya. Sebuah kalimat lebih berarti daripada

jumlah kata-kata atau hurufnya.

Kata-kata dalam kalimat dapat dipahami dalam hubungannya dalam kalimat

itu. Mengubah atau menghilangkan suatu kata akan mengubah arti seluruh kalimat

itu. Kalimat itu sendiri baru diketahui artinya dalam hubungannya dengan

Page 68: asas- asas kurikulum

keseluruhan karangan atau cerita. Musik yang dimainkan oleh suatu orkes berbeda

sekali dengan jumlah lagu-lagu yang dimainkan .oleh setiap pemain satu per satu.

Bagian-bagian hanya berarti dalam hubungannya dengan keseluruhan.

Fakta-fakta yang lepas tidak mengandung arti dan karena itu mudah dilupakan.

Menghapal peristiwa-peristiwa atau tahun-tahun dalam sejarah atau nama-nama

dan hasil bumi dalam mata pelajaran IPS tak berapa faedahnya, bila kita tidak

memahami hubungannya dengan keseluruhan yang lebih luas.

Demikian pula pendidik-pendidik modern berpendapat bahwa mata

pelajaran-mata pelajaran yang lepas-lepas kurang manfaatnya sebab tidak

berdasarkan atas keseluruhan ini. Itu sebabnya maka orang berusaha untuk

mengadakan hubungan antara berbagai mata pelajaran yang disebut korelasi

antara mata pelajaran, malahan dapat juga meniadakan segala batas-batas antara

mata pelajaran- mata pelajaran dengan meng-integrasi-kannya.

Yang diberikan ialah masalah atau pokok yang luas yang harus dpecahkan

oleh anak-anak. Dalam menyelesaikannya mungkin sekali anak-anak mempelajari

hal-hal berkenaan dengan sejarah, ilmu hayat, kesenian dan sebagainya, akan

tetapi apa saja yang dipelajari, tidak merupakan fakta-fakta terlepas, melainkan

senantiasa sebagai bagian dalam hubungan yang lebih luas. Pengajaran serupa ini

lazim disebut pengajaran "unit" atau pengajaran proyek. Prinsip keseluruhan ini

ternyata mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kurikulum, baik

mengenai isinya maupun mengenai organisasinya.

2. Anak yang belajar merapakan keseluruhan

Sekolah yang tradisional bertujuan : menyampaikan kultur atau kebudayaan

kepada murid-murid dengan jalan menumpukan sejumlah pengetahuan ke dalam

ingatan anak dengan harapan, bahwa ia akan menggunakannya kelak bila ia telah

dewasa Pengajaran serupa ini sering disebut intelektualistis, sebab dititik-beratkan

pada pendidikan intelek atau dalam kebanyakan hal sebenarnya pada pendidikan

ingatan saja. Tetapi anak itu tidak hanya mempunyai intelek saja, ia seorang

pribadi, suatu keseluruhan yang menghadapi situasi-situasi bukan hanya secara

intelektual, melainkan juga secara emosional, sosial, dan jasmaniah. Bila Icita

Page 69: asas- asas kurikulum

mengajarkan IPS misalnya, kita dapat berusaha, sehingga anak itu mengerti akan

bahan pelajaran itu. Akan tetapi di samping.itu murid itu mungkin juga belajar

benci akan gurunya atail kepada pelajaran itu atau kepada segala sesuatu yang

berbau pelajaran sekolah. Mengenai pendidikan intelektual mungkin kita

mencapai hasil yang baik, akan tetapi dalam pendidikan emosinya kita gagal.

Sebab itu, dalam pengajaran modern, orang bukan hanya mengajarkan

berbagai mata pelajaran, akan tetapi mengutamakan tujuan mendidik si anak,

membentuk seluruh pribadinya anak seutuhnya.

Dalam pada itu, anak itu tidak hanya dipandang sebagai murid sekolah saja;

pribadi anak tidak dapat dilepaskan dari kehidupannya di luar sekolah, di rumah,

dan di lingkungan sekitarnya. Suasana sekolah sedapat-dapatnya diselaraskan

dengan suasana rumah. Sekolah hendaknya dijadikan bukan hanya tempat anak

mempelajari berbagai-bagai ilmu, akan tetapi juga tempat mereka hidup dan

belajar hidup. Kurikulum di sekolah disesuaikan dengan apa yang diperlukan anak

bagi kehidupannya sehari-hari. Dengan demikian dicegah adanya jurang yang

sering terdapat antara sekolah dengan kehidupan di luar sekolah untuk mencapai

integrasi pribadi murid.

3. Belajar berkat "insight"

Teori asosiasi mementingkan ulangan dan pembiasaan dalam proses belajar.

Belajar serupa ini bersifat mekanis. Teori organisme. memandang "insight",

pemahaman atau tilikan sebagai syarat mutlak dalam hal belajar. Dengan "insight"

dimaksud suatu saat dalam proses belajar, sewaktu seseorang melihat atau

mendapat pengertian tentang seluk-beluk sesuatu, atau melihat hubungan tertentu

antara unsur-unsur dalam suatu situasi yang mengandung suatu problema atau

kepelikan. Dalam percobaan oleh Kohler dengan simpansi, binatang itu berhasil

menyambungkan dua kerat bambu untuk meraih pisang yang diletakkan di luar

kandangnya. Pada saat kera itu melihat hubungan antara unsur-unsur dalam situasi

yang problematis itu, (yakni antara unsur-unsur bambu, dirinya, jeruji, pisang) ia

memperoleh "insight" atau suatu "Aha Erlebnis".

Page 70: asas- asas kurikulum

Hal yang demikian terjadi juga pada manusia yang menghadapi situasi yang

mengandung kesulitan dan sering secara tiba-tiba memahami seluk-beluk situasi

itu, setelah ia mendapat "insight". Pemahaman tidak diperoleh semata-mata

dengan jalan mengulangulangi dan latihan-latihan seperti pada teori asosiasi. Apa

sebenarnya "insight" ini belum dapat dijelaskan sepenuhnya.

Bagi pembinaan kurikulum, prinsip "insight" ini berarti bahwa anak-anak

harus dihadapkan kepada masalah-masalah, dalam bentuk proyek atau unit yang

mengandung problema-problema yang harus dipecahkan.

4. Belajar berdasarkan pengalaman

Belajar memberi hasil yang sebaiknya-baiknya bila didasarkan pada

pengalaman. Pengalaman ialah suatu interaksi, yakni aksi dan reaksi, antara

individu dengan lingkungan. Individu menjalani pengaruh lingkungan, jadi ada

aksi dari lingkungan terhadap individu, akan tetapi sebaliknya individu juga

bereaksi terhadap pengaruh lingkungan itu. la berbuat sesuatu, yakni memper-

timbangkan, mengolah, memikirkan pengaruh lingkungan itu. Bila seorang anak

kena api, maka hal itu suatu kejadian atau peristiwa dan belum merupakan suatu

pengalaman. Kejadian itu akan menjadi pengalaman, apabila anak itu

mengolahnya, menghubungkannya dengan pengalaman yang sudah,

mentafsirkannya, dan mengambil kesimpulan, bahwa api itu sesuatu yang

berbahaya yang dapat menimbulkan rasa sakit, sehingga ia dapat menentukan

sikapnya dan dapat menjaga diri terhadap api kelak. Berkat pengalaman itu ia

belajar, kelakuannya berubah, artinyä bahwa ia bertindak lebih efektif dan serasi

dalam menghadapi situasi-situasi hidupnya.

Anak itu mula-mula akan memandang api sebagai sesuatu yang berbahaya,

akan tetapi berdasarkan pengalaman-pengalaman lain ternyata bahwa api itu tidak

selalu berbahaya, akan tetapi banyak sekali manfaatnya dan memberi kesenangan

kepada manusia. Pengalaman pertama rupanya tidak benar seluruhnya dan .karena

itu harus dirombak, direorganisasi atau disusun kembali. Belajar ialah reorganisasi

pengalaman-pengalaman yang lampau yang ternyata tidak Iengkap, tidak

sempurna. Oleh sebab tidak ada pengetahuan dan pengalaman kita yang

Page 71: asas- asas kurikulum

sempurna, kita harus senantiasa mereorganisasi pengalaman kita selama kita

hidup.

Pendapat lama dan teori-teori yang lampau sering harus disempurnakan atau

diganti dengan yang baru ternyata lebih balk daripada yang sudah-sudah. Manusia

senantiasa membuat penemuan baru dan mereorganisasi pengetahuan yang lama

dan dengan demikian memperluas kebudayaan dunia. Manusia terus belajar dan

tak akan kunjung selesai meningkatkan pengetahuannya.

Belajar itu baru timbul bila seseorang menemui suatu situasi baru, suatu

soal, kesulitan atau problema. Dalam menghadapinya ia akan menggunakan

segala pengalamannya yang sudah-sudah. Jika dengan pengalaman-pengalaman

itu ia sanggup mengatasinya, tidak akan timbul proses belajar. Ia sekedar

menggunakan pengalaman yang lampau itu. Tetapi bila ternyata bahwa penga

lamannya yang ada tidak cukup untuk mengatasinya, ia akar, mengalami semacam

frustrasi. keseimbangannya terganggu, lalu ia mencoba mencari jalan untuk

memecahkan soal itu. Di antara percobaaan itu ada yang tak berhasil, itu

dikesampingkannya. Percobaan itu dilanjutkannya jadi proses belajar berlangsung

tertr sarapai kesulitan itu diatasinya.

Di sini pun kita lihat, seperti dianjurkan oleh penganut-penganut prinsip-

prinsip belajar yang telah tersebut di atas betapa perlunya diusahakan, agar

kurikulum itu berupa problema-problema yang dihadapkan kepada anak-anak

untuk dipecahkannya agar ia belajar.

5. Belajar ialah suatu proses perkembangan

Manusia ialah suatu organisme yang tumbuh dan berkembang menurut cara-

cara tertentu. Kita tak dapat mengajarkan segala sesuatu yang kita kehendaki.

Anak-anak baru dapat mempelajarinya dan mencernakannya, bila ia telah matang

untuk bahan pelajaran itu. Kita ketahui, bahwa kepada anak-anak kelas satu SD

belum dapat diberikan teori-teori tentang listrik atau tata negara, karena mereka

belum matang untuk itu.

Kesiapan anak untuk mempelajari sesuatu tidak hanya ditentukan oleh

kematangan atau taraf pertumbuhan batiniah, tetapi juga dipengaruhi oleh

Page 72: asas- asas kurikulum

lingkungan, yakni oleh pengalaman-pengalaman yang telah diperoleh anak itu.

Misalnya kesiapan untuk membaca akan lebih cepat terdapat pada anak-anak yang

telah berkenalan dengan buku-buku bergambar di rumah atau yang sering

dibacakan cerita-cerita dari buku oleh ibu bapaknya, sebelum ia menginjak

sekolah, daripada anak-anak yang tidak pernah memperoleh pengalaman-

pengalaman dengan buku. Jadi tak perlu kita hanya menunggu-nunggu saja. Kita

dapat menciptakan situasi- situasi dan lingkungan bagi anak yang dapat

mempercepat atau membangkitkan kesiapannya untuk mempelajari sesuatu.

Dalam hal ini tak semua anak sama. Anak-anak berbeda pengalaman dan

kematangannya, sekalipun umurnya sama. Perbedaan individual ialah suatu

prinsip yang harus dipikirkan dalam pembinaan kurikulum. Memaksakan semua

anak mempelajari bahan yang sama tidak dapat dipertahankan. Karena itu

kurikulum harus disusun sedemikian, sehingga sedapat mungkin dapat

disesuaikan dengan perbedaan individual, baik mengenai kuantitas maupun

kualitasnya. Anak yang pandai harus diberi kemungkinan menyelesaikan lebih

banyak pelajaran daripada anak yang kurang pandai dan anak-anak harus dapat

mengembangkan bakatnya dalam berbagai lapangan.

6. Belajar ialah proses yang kontinu

Anak-anak tidak hanya belajar di sekolah, akan tetapi juga di luar sekolah.

Mereka memperoleh juga pengalaman-pengalaman berkat radio, surat kabar,

majalah, pergaulan di rumah, perkumpulan pemuda, kepanduan, bioskop,

permainan, dan sebagainya. Malahan kerapkali hal-hal yang dipelajari dengan tak

sengaja di luar sekolah dan sebelum bersekolah lebih mendalam lagi, oleh sebab

tujuan- tujuan yang mereka kejar di situ lebih menarik, lebih memuaskan, lebih

menyenangkan dan sesuai dengan kebutuhannya daripada tujuan-tujuan yang

ditentukan dan sering dipaksakan oleh sekolah. Lagi pula di luar mereka banyak

memperoleh pengalaman- pengalaman langsung atau first-hand experiences.

Mereka tidak bicara tentang padi, ikan, layang-layang dan sebagainya, akan

tetapi mereka turut memotong padi, mereka menangkap ikan di sungai, mereka

membuat dan bermain layang- layang dan sebagainya. Di sekolah mereka

kebanyakan membaca dan mendengarkan saja. Kurikulum yang modern

Page 73: asas- asas kurikulum

menyesuaikan pelajaran sekolah dengan kehidupan, permainan, kesukaan, dan

minat anak di luar sekolah. Apa yang dahulu dianggap sebagai aktivitas

extrakurikuler, yakni aktivitas anak di luar pelajaran seperti perkumpulan sekolah,

hobby anak-anak, kepanduan dan lain-lain, dimasukkan oleh sekolah ke dalam

kurikulum, jadi menjadi tanggung jawab sekolah.

Kontinuitas juga diusahakan dengan meniadakan tinggal kelas. Anak yang

tinggal kelas tidak kontinu pelajarannya oleh sebab ia harus mengulangi bahan

yang sama selama satu tahun. Kurikulum hendaknya disusun sedemikian,

sehingga tiap anak terus maju sesuai dengan kecepatannya masing-masing.

Kontinuitas harus pula ada dalam pelajaran sekolah rendah, menengah, dan

tinggi. Seperti anak main dari kelas yang satu ke kelas berikutnya, demikian pula

anak itu harus pula maju dari sekolah rendah ke sekolah menengah dan

seterusnya. Pertanyaan timbul, apakah Sekolah Dasar harus terpisah benar-benar

dari SMP dan sekolah ini harus terpisah pula dari SMA ? Apakah tidak dapat

disatukan sekolah-sekolah itu seluruhnya menjadi sekolah dari kelas 1 sarnpai

kelas 12 ?

Kontinuitas akan terganggu pula apabila pelajaran di sekolah berlainan atau

bertentangan dengan norma-norma yang diajarkan di rumah. Maka timbullah

konflik dalam diri si murid. Ia harus berpegang pada dua macam norma. Apa yang

dipelajarinya di sekolah tidak dapat dilangsungkan dan dipraktikkan di rumah. ltu

sebabnya sekolah harus mengenal keadaan, kebiasaan, adat-istiadat di rumah

anak. Sekolah harus bekerja sama dengan rumah dan badan-badan lain dalam

masyarakat sehingga sêmuanya turut serta membantu perkembangan anak yang

harmonis.

Sekolah modern mengajak orang tua agar turut serta dalam menentukan

kurikulum. Dari orang tua sungguh dapat diterima saran-saran yang baik sekali

untuk dipertimbangkan oleh staf guru-guru agar dimasukkan ke dalam kurikulum.

Sering pula orang tua diminta bantuannya untuk turut melaksanakan kurikulum.

7. Belajar lebih berhasil bila dihuhungkan dengan minat keinginan dan tujuan

anak.

Page 74: asas- asas kurikulum

Hal ini tercapai apabila pelajaran itu langsung berhubungan dengan apa

yang diperlukan murid-murid dalam kehidupannya sehari-hari atau apabila

mereka tahu dan menerima tujuannya. Seorang murid yang berbakat dan ingin

menjadi penyanyi akan giat mempelajari teori musik, oleh sebab sesuai dengan

tujuannya, sekalipun teori musik itu sendiri kurang menarik. Akan tetapi dalam

hubungannya dengan cita-cita anak itu, usaha itu mengandung arti baginya. Ia

memahami tujuan pelajaran itu, ia yakin akan ada faedahnya bagi kehidupannya

dan karena itu ia giat belajar. Dikatakan bahwa anak itu didorong oleh motivasi

yang intrinsik, sebab ia ingin mencapai tujuan yang terkandung dalam pelajaran

itu sendiri.

Kita dapat mengajarkan kepada anak-anak hal-hal tentang bermacam-

macam penyakit yang kemudian ditanyakan pada ulangan. Tujuan anak ialah

mencapai angka yang baik. Atau barangkali ia belajar karena takut kepada guru,

takut tinggal kelas, atau ingin menyenangkan hati orang tuanya. Anak seperti ini

didorong oleh motivasi yang ekstrinsik sebab ia mengejar tujuan, yang sebenarnya

letak di luar pelajaran itu. Lain halnya kalau di suatu daerah berjangkit penyakit,

lalu anak-anak belajar betul-betul untuk mengetahui seluk-beluk penyakit itu agar

dapat menjaga diri terhadap penyakit itu. Motivasi yang intrinsik ini tentu lebih

baik hasilnya. Di sekolah yang menginsafi hal ini, kurikulum sedapat mungkin

disesuaikan dengan minat kebutuhan dan tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh

anak-anak.

Pelajaran diberikan dalam bentuk unit atau proyek yang berkenaan dengan

masalah-masalah yang dihadapi oleh anak-anak. Proyek itu dibicarakan dan

dirundingkan bersama oleh guru dan murid-murid agar mereka lebih jelas

memahami tujuan dan faedahnya. Di sini anak-anak turut serta menentukan

kurikulum.

Kurikulum di sekolah yang tradisional sepenuhnya ditetapkan oleh pihak

atasan. Murid-murid tidak diajak berunding dan mereka harus menerimanya,

kerap kali tanpa melihat faedah yang langsung bertalian dengan tujuan dan

minatnya. Di sini kebanyakan digunakan motivasi ekstrinsik; anak-anak dipaksa

Page 75: asas- asas kurikulum

belajar dengan macam-macam hukuman dan pujian dengan angka-angka dan

ujian-ujian.

Kalau di atas dikatakan, bahwa anak-anak diajak turut berunding, bahwa

kurikulum disesuaikan dengan minat dan tujuan anak, ini sekali-kali tidak berarti

bahwa seluruh kurikulum semata-mata ditentukan oleh keinginan anak saja. Cara

ini memang pernah diadakan pada sekolah progresif yang child-centered, atau

berpusat pada keinginan anak melulu dan mengalami kesulitan-kesulitan. Ada hal-

hal yang mungk in kurang disukai oleh anak-anak namun hams mereka pelajari

karena tuntutan masyarakat. Anak-anak tidak mengenal tujuan pendidikan dan

karena itu tidak mungk in mengetahui apakah yang juga perlu bagi mereka.

Memperturut keinginan anak saja tidak menjamin usaha yang efektif ke arah

tujuan pendidikan. Akan tetapi ini tidak berarti pula bahwa keinginan dan

kebutuhan anak harus diabaikan begitu saja. Membina kurikulum yang baik ialah

suatu hasil usaha bersama antara pihak atasan dengan guru-guru, murid-murid

orang tua serta badan-badan lain dalam masyarakat.

Di sini akan kami berikan lagi beberapa teori belajar yang terkenal, yang

turut mempengaruhi kurikulum dan proses belajar mengajar, antara lain apersepsi

Herbart, belajar sosial Bandura, konseptualisme Bruner, dan konsis belajar Gagne.

TEORI APERSEPSI HERBART

J.F. Herbart (1776-1841) pengganti filsuf Jerman terkenal Immanuel Kant

tahun 1841, dapat dipandang sebagai tokoh pertama psikologi belajar modern

yang menyimpang dari teori ilmu jiwa daya. Pengaruh Herbart dalam abad dua

puluh sangat besar. Buah pikirannya mendominasi pendidikan guru dan

pendidikan umumnya di Amerika Serikat dan bagian lain dunia ini dan hingga

sekarang idenya masih banyak digunakan, walaupun tidak di bawah namanya.

Secara teoretis namanya telah lenyap dari dunia psikologi dewasa ini, namun

dalam praktik apa yang dikemukakannya masih berlaku.

Herbart terkenal karena konsep appersepsi yang dikemukakannya.

Apersepsi ialah proses asosiasi antara ide atau Vorstellung yang baru dengan yang

lama yang tersimpan dalam bawah sadar individu. Setiap ada masuk persepsi baru

Page 76: asas- asas kurikulum

maka ia disambut oleh yang lama. Ide yang lama berlomba kekuatan untuk

memasuki alam sadar untuk menyambut ide baru. Bila seorang melihat kapal

terbang misalnya, maka mungkin akan timbul ide burung, atau perjalanan yang

pernah diIakukan ke luar negeri, atau kemajuan teknologi, entah yang mana

bergantung pada kekuatan ide yang disimpan atau bahan persepsi yang tersedia.

Persepsi atau pengamatan diperoleh dari lingkungan melalui alat-dria. Melalui

asosiasi diperoleh ide yang sederhana, yang menjadi lebih kompleks melalui

asosiasi selanjutnya. Penggabungan ide-ide dapat dibandingkan dengan proses

kimiawi atau "mental chemistry".

Sebelumnya, John Locke (1632-1704) telah mengemukakan teori "tabula

rasa" yang mengatakan bahwa "otak" (mind) manusia semulanya waktu lahir,

masih kosong seperti papan tulis bersih. Akan tetapi perangsang, pengalaman dari

luar, mengisi mind itu. Apa saja yang diketahui manusia datangnya dari luar diri

orang itu. Dalam "otak" itu terjadi hubungan atau asosiasi antara ide-ide.

Masalah asosiasi telah dikemukakan Aristoteles pada abad ke-4 SM.

Dikatakannya bahwa asosiasi cenderung terjadi antara hal-hal yang tampil

bersamaan (kontiguitas), yang datang berurutan (suksesi), yang mempunyai

persamaan anti (similaritas) dan yang berlawanan (kontras).

Menurut Locke ide-ide itu pasif. Herbart sebaliknya, berpendapat bahwa

ide-ide itu aktif, dinamis, mempunyai kekuatan untuk bergabung, jadi berlomba

untuk bergabung dengan ide baru yang masuk. Akan tetapi manusia itu sendiri

pasif, dan hanya merupakan wadah tempat asosiasi itu berlangsung. Jadi "mind"

itu adalah isinya. Ide mempunyai kekuatan bergabung atau menolak bergabung,

ada afinitas menarik atau menolak, misalnya "murid" dan "guru" akan saling

menarik, akan tetapi "murid" dan "ramalan cuaca" mungkin tidak.

Bagi Herbart semua persepsi pada hakikatnya apersepsi, oleh setiap persepsi

cenderung akan bergabung dengan bahan yang telah ada. Tanpa pengalaman yang

ada, suatu pengamatan atau ide tak ada artinya dan tak akan diperdulikan.

Sebaliknya ide yang telah tersimpan, akan tetapi tak mempunyai kesempatan

bergabung lambat laun akan lenyap dengan sendirinya.

Page 77: asas- asas kurikulum

Herbart percaya, bahwa ide yang baik akan menghasilkan kemauan yang

baik dan perbuatan yang baik. Jadi kemauan bergantung pada pikiran. Tugas guru

ialah memberikan buah pikiran yang baik agar anak berbuat yang baik. Tujuan

pendidikan, menurut Herbart ialah mendidik anak menjadi manusia yang bermoral

baik. Seni mengajar ialah menyajikan buah pikiran yang dapat digunakan siswa

sepanjang hidupnya. Guru dapat dipandang sebagai "arsitek" dan pembangunan

"mind" dan demikian pula watak siswa.

Minat sangat dipentingkan, pelajaran harus dibuat menarik dan ini tercapai

dengan metode mengajar yang baik, didukung oleh bahan apersepsi yang banyak.

Apa yang disebut apersepsi, sekarang diberi nama "entry behavior".

Walaupun teori Herbart ini menunjukkan kelemahan karena terlampau

menonjolkan peranan guru, banyak pula sumbangannya kepada pendidikan, antara

lain :

- Ia telah mengecam teori ilmu-jiwa daya.

- Ia menekankan pendekatan psikologis dalam belajar-mengajar dan

mengemukakan metode mengajar yang dapat dipertanggungjawabkan.

- Pendidikan guru menjadi usaha yang penting.

- Ia mengemukakan pentingnya minat siswa dalam proses belajar.

- Ia juga membuka jalan untuk mengadakan penelitian dan eksperimen ilmiah

mengenai proses belajar-mengajar.

Metode mengajar yang dikemukakan oleh Herbart dan kawan-kawan yaitu

kelima langkah itu, sudah cukup terkenal, yakni :

1. Persiapan. Guru mengingatkan siswa tentang pengalaman atau pelajaran yang

lampau agar ide-ide yang relevan timbul dalam kesadaran siswa.

2. Penyajian. Guru menyajikan fakta baru, mungkin melalui demontrasi tentang

pokok yang dibicarakan.

3. Berbandingan dan abstraksi. Jika guru melakukan kedua langkah di atas

dengan baik, siswa akan melihat kesamaan ide yang baru dengan yang telah

diketahui, maka terjadi asosiasi antara yang baru dengan yang lama. Dengan

abstraksi dimaksud melihat unsur-unsur persamaan.

Page 78: asas- asas kurikulum

4. Generalisasi. Pada langkah ini siswa mencoba memberi nama kepada kedua

pasangan fakta atau ide sebagai suatu prinsip.

5. Aplikasi. Prinsip yang baru ditemukan itu diterapkan untuk menjelaskan fakta

lain untuk memecahkan soal lain. Guru dapat meminta siswa untuk

menjelaskan gejala, fakta, atau masalah lain.

Walaupun metode ini telah kolot, belum banyak guru yang menerapkannya

sepenuhnya. Sering guru hanya menjelaskan sesuatu, kadang-kadang ada yang

membangkitkan pengetahuan yang relevan yang telah dimiliki siswa, atau dengan

istilah sekarang, mengadakan pre-test. Tak banyak pula guru yang memberi ke-

sempatan kepada siswa untuk merumuskan generalisasi dalam bentuk suatu

prinsip dan seterusnya menyuruh siswa untuk menerapkannya dalam situasi lain.

Jika pendidikan kita masih berpusat pada guru, maka metode Herbart masih dapat

membantu guru.

PSIKOLOGI KOGNITIF JEROME BRUNER

Jerome Bruner (1915- ) menjadi sangat terkenal dalam dunia pendidikan,

setelah Sputnik, sewaktu Amerika Serikat mencari kurikulum baru untuk

mengejar ketinggalan dalam pendidikan dibanding dengan Uni Sovyet. Bruner

mengumpulkan ilmuwan yang paling terkemuka yang bersama dengan ahli

pendidikan menyusun buku pelajaran baru dengan proses belajar-mengajar yang

baru pula.

Ada dua prinsip penting yang dikemukakan dalam tulisannya, yakni

1. perolehan pengetahuan adalah proses aktif.

2. individu secara aktif merekonstruksi pengalamannya dengan menghubungkan

pengetahuan baru dengan "internal modal" atau struktur kognitif yang telah

dimilikinya.

Dalam proses belajar, anak itu partisipan aktif, ia memilih dan

mentransformasi informasi. Tiap orang membentuk suatu model berstruktur

tentang dunia. Ia melihat dunia dengan caranya sendiri. Model itu

memungkinkannya untuk meramalkan, menginterpolasi, mengekstrapolasi.

Dengan intrapolasi dimaksud mengubah pandangan dengan mengaplikasi

Page 79: asas- asas kurikulum

pengetahuan baru. Ekstrapolasi ialah mengangkat informasi pada taraf yang

melebihi taraf sekadar informasi.

Menurut Bruner, kita melihat dunia ini bukan seperti melihatnya pada

cermin, akan tetapi sebagai konstruk atau model dengan mengorganisasi informasi

dalam bentuk yang lebih umum, sehingga dapat digunakan untuk berbagai tujuan.

Model itu bukan sekadar kumpulan informasi, akan tetapi jauh melebihinya.

Adanya model itu timbul karena adanya kemampuan manusia untuk

mendiskriminasi, melihat persamaan dan membentuk konsep atau kategori.

Belajar ialah memperoleh informasi, yang bersamaan atau yang

bertentangan dengan yang ada, mentransformasinya, yaitu memanipulasinya

dengan intrapolasi dan ekstrapolasi, agar sesuai dengan tugas yang dihadapi, dan

mengecek keserasiannya dengan tugas. Untuk ini diperlukan pertimbangan dan

penilaian.

Pendekatan Bruner disebutnya "konseptualisme instrumental" berdasarkan

dua segi proses kognitif, yakni .

1. manusia mengkonstruksi model pada dirinya tentang dunia realitas, dan ia

mengenal dunia berdasarkan model itu.

2. model itu semula diadopsi, diterima dari kebudayaannya, kemudian

mengadopsi, menyesuaikannya bagi keperluan dirinya. Persepsi pada

hakikatnya proses konstruktif, mengkategorisasi informasi atau mengangkat

informasi pada taraf kategori. Karena itu manusia tidak pasif, juga tidak

reaktif, melainkan aktif.

Perkembangan menurut Bruner melalui tiga fase, yakni fase "enactive,

iconic, dan symbolic". Anak menjelaskan sesuatu melalui perbuatan (ia bergeser

ke depan atau ke belakang di papan mainan untuk menyesuaikan beratnya dengan

berat temannya bermain), ini fase "enactive". Kemudian pada fase "iconic", ia

menjelaskan keseimbangan pada gambar atau bagan, dan akhirnya ia menggu-

nakan bahasa untuk menjelaskan prinsip keseimbangan. Ini fase "symbolic".

Page 80: asas- asas kurikulum

Menurut Bruner, sekolah didirikan masyarakat sebagai alat untuk

meningkatkan kemampuan intelektual anak. Bagaimanakah pendidikan

melakukan tugas itu ?

1. Menerjemahkan teori menjadi struktur yang dapat dipahami anak melalui

dialog antara guru dan anak.

2. Mengembangkan rasa kepercayaan pada siswa akan kemampuannya

memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan mentalnya.

3. Membimbing siswa agar ia sendiri dapat mempelajari berbagai macam bahan

pelajaran atau memecahkan masalah yang dirumuskannya sendiri.

4. Menggunakan kemampuan mentalnya secara ekonomis dengan mencari

relevansi dan memahami struktur bahan yang dipelajarinya.

5. Memupuk kejujuran intelektual.

Dalam mempelajari ilmu pengetahuan ialah mempelajari disiplin ilmu.

Walaupun isinya berguna, namun yang lebih penting ialah mempelajari cara

berpikir dalam disiplin ilmu itu, cara ilmu itu memecahkan masalah.

Mengenai proses belajar-mengajar Bruner memberikan beberapa petunjuk :

1. Memberi pengalaman agar siswa belajar bagaimana cara belajar, bagaimana

cara memecahkan masalah.

2. Menstruktur pengetahuan, mengusahakan agar siswa memahami struktur

pelajaran. Memahami berarti dapat menghubungkannya dengan berbagai hal

lain. Kita tak dapat mengajarkan segala sesuatu, namun kita dapat menga-

jarkan prinsip-prinsipnya yang pokok, yang disebut strukturnya.

3. Urutan penyajian bahan dapat dilakukan dari yang sederhana sampai yang

lebih abstrak. Tiap pengetahuan dapat disajikan dalam bentuk yang sederhana

yang dapat dipahami anak pada tingkat usianya. Kepada anak dapat diajarkan

tentang komputer, statistik, dalam bentuk yang benar dan jujur, misalnya

dengan taraf enactive, kemudian iconic, dan akhirnya symbolic.

Suatu konsep, prinsip, atau masalah pokok tidak dapat dipahami segera,

bahkan ada yang tidak kunjung dipahami sepenuhnya, akan tetapi berangsur-

angsur makin dipahami. Bahan serupa itu dapat diajarkan di SD, SMP, SMA,

bahkan selanjutnya di Perguruan Tinggi. Kurikulum yang membicarakan

Page 81: asas- asas kurikulum

pokok yang sama pada tingkatan yang senantiasa bertambah tinggi, disebut

kurikulum spiral. Pancasila misalnya, dapat dibicarakan pada berbagai tingkat

pendidikan. Keuntungan kurikulum spiral ialah bahwa bahan dapat diajarkan

lebih awal dan dengan demikian mempercepat kesiapan atau "readiness" tanpa

menunggunya secara pasif. Itu sebabnya, Bruner tidak merasa terikat oleh

perkembangan menurut fase perkembangan seperti dikemukakan oleh Piaget.

Pengaruhnya sangat besar bagi pengembangan kurikulum dengan memberikan

sejumlah mata pelajaran jauh lebih awal daripada sediakala.

4. Motivasi belajar. Bruner menganjurkan untuk mengurangi motivasi ekstrinsik,

sering berupa pujian, hadiah, angka baik, dan lain-lain dan mengutamakan

motivasi intrinsik. Motivasi intrinsik ialah bila siswa menguasai pelajaran,

sanggup memecahkan masalah yang sulit, menaruh minat, merasa turut

terlibat, merasa diri kompeten. Keberhasilan dan kegagalan bertalian dengan

tugas dapat menjadi motivasi intrinsik. Keberhasilan tak perlu lagi diberi

hadiah atau pujian, ada kemungkinan siswa belajar untuk memperolehnya.

Hadiah yang paling berharga terdapat dalam keberhasilan melakukan tugas.

Kegagalan dapat menjadi motivasi intrinsik bila menjadi cambuk untuk

mengeluarkan usaha yang lebih banyak. Akan tetapi kegagalan yang disertai

hukuman akan merusak.

5. Pemecahan masalah dilakukan dengan merumuskan hipotesis yang dicek

kebenarannya berdasarkan data yang relevan. Pemecahan masalah dapat juga

tercapai dengan menggunakan intuisi, yaitu proses berpikir yang tidak dapat

diverbalisasi. Diharapkan siswa dididik agar dapat menemukan jawaban atas

masalah dengan usaha sendiri. Apa yang ditemukan sendiri lebih mantap dan

mempunyai nilai transfer tinggi.

PRINSIP-PRINSIP UMUM

Walaupun belum ada satu teori belajar yang berlaku bagi semua jenis

belajar, menurut Hilgard, telah ada sejumlah prinsip yang umum dapat diakui

kebenarannya.

Page 82: asas- asas kurikulum

1. Ada perbedaan individual mengenai kesanggupan belajar. Apa yang dapat

dipahami oleh anak pandai, belum dapat dipahami oleh anak yang kurang

pandai.

2. Motivasi mempertinggi hasil belajar.

3. Motivasi yang berlebih-lebihan dapat menimbulkan gangguan emosional.dan

mengurangi efektivitas belajar.

4. Pada umumnya hadiah, pujian, dan sukses lebih menggiatkan orang belajar

daripada hukuman, celaan, dan kegagalan.

5. Motivasi intrinsik memberi hasil yang lebih baik daripada tnotivasi ekstrinsik.

6. Kegagalan dalam belajar sebaiknya diatasi dengan adanya keberhasilan pada

masa yang lampau.

7. Tujuan hendaknya realistis, jangan terlampau tinggi atau rendah agar

menimbulkan kegiatan belajar yang tinggi.

8. Hubungan tidak baik dengan guru dapat menghalangi prestasi belajar yang

tinggi.

9. Hasil belajar yang sebaik-baiknya dicapai bila murid turut akttf mengolah dan

mencernakan bahan pelajaran dan tidak sekedar mendengarkan saja.

10. Bahan dan tugas yang bermakna bagi murid lebih diterima dan dipelajari

murid daripada bahan dan tugas yang tak dipahami maksudnya.

11. Untuk menguasai sesuatu sepenuhnya, misalnya memainkan lagu pada piano,

diperlukan latihan yang banyak sehingga tercapai "overlearning".

12. Keterangan tentang hasil yang baik atau kesalahan yang dibuat, membantu

murid belajar.

13. Transfer hal yang dipelajari kepada situasi atau problema baru, akan lebih

terjamin bila murid itu sendiri menemukan hubungan antara kedua hal itu dan

selama belajar mendapat kesempatan menerapkannya dalam berbagai macam

situasi.

14. Ulangan sebaiknya dilakukan secara berkala agar lebih lama dapat diingat.

PENGARUH TEORI BELAJAR TERHADAP KURIKULUM

Teori ilmu jiwa daya bertujuan mencapai mental disiplin, yakni melatih

daya mental terutama daya pikir. Tujuan ini sangat sempit. Bahan pelajaran dapat

uniform bagi anak. Bahan pelajaran yang melatih daya pikir menduduki tempat

Page 83: asas- asas kurikulum

yang penting. Dalam penentuan bahan, faktor anak tak berapa dihiraukan. Bahan

itu disusun menurut urutan yang logis sesuai dengan sistematik mata pelajaran itu,

jadi biasanya dimulai dengan definisi atau klasifikasi ilmiah baru kemudian

obyek-obyek atau contoh-contoh yang konkrit.

Teori asosiasi mengutamakan bahan pelajaran yang spesifik, yang terdiri

atas sejumlah S-R dan dikuasai melalui penyajian yang cermat, hafalan, dan

ulangan. Yang disajikan adalah unsur-unsur yang atomistis, bukan ide-ide yang

prinsipiil. Penyajian hal-hal yang spesifik dengan cara yang sangat teliti itu

tampak dalam pengajaran berprograma (programmed instruction) dan "teaching

machines". Juga "job analysis" seperti dilakukan untuk pertama kalinya oleh

Charters didasarkan atas teori itu.

Teori Gestalt atau field theory mempunyai tujuan yang luas, yakni bukan

hanya memberikan pengetahuan tapi juga proses menghadapi dan memecahkan

masalah, pengembangan pribadi, dan sikap terhadap dunia. Dalam menentukan

bahan pelajaran dipertimbangkan minat dan perkembangan anak, lingkungan

masyarakat anak dan bahan dari berbagai matapelajaran. Kurikulum meliputi

perkembangan sosial, emosional, dan intelektual. Organisasi bahan pelajaran dan

metode mengajar mengutamakan hubungan dan integrasi serta pemahaman.

Fakta-fakta atau informasi spesifik diperlukan untuk memperoleh pemahaman itu.

Berbeda dengan teori asosiasi, yang banyak memberi peranan "pasif" kepada

anak, teori Gestalt ini memandang belajar sebagai proses yang memerlukan

aktivitas anak. Karena itu digunakan metode problem-solving dan inquiry-

approach. Anak sendiri harus menemukan jawaban masalah, dengan bimbingan

serta bantuan guru sejauh diperlukan.

TEORI BELAJAR DAN ILMU MENGAJAR

Mengenai proses belajar itu seridiri kita hadapi berbagai-bagai kesulitan.

Banyak macam-macam teori tentang belajar yang di- pakai secara campur-aduk

dalam praktek. Teori belajar menurut "mental discipline" atau ilmu jiwa daya

digunakan bersama dengan teori belajar menurut teori stimulus dan response serta

teori conditioning. Lagi pula banyak jenis-jenis belajar, seperti belajar ketrampilan

motoris, mengingat fakta-fakta dan informasi, ketrampilan intelektual seperti

Page 84: asas- asas kurikulum

membentuk konsep, belajar menurut "inquiry approach" memecahkan masalah,

dan belajar sikap, emosi, nilai-nilai, hubungan sosial, dan sebagainya. Karena itu

tidak ada satu teori umum sebagai pegangan untuk segala jenis belajar itu.

Kebanyakan teori itu tidak didukung oleh eksperimen-eksperimen.

Penelitian hanya dilakukan mengenai bentuk belajar yang sederhana dengan

binatang. Kita dapat menyaksikan apakah hasil penelitian itu berlaku pula bagi

manusia dalam belajar halhal yang jauh lebih kompleks. Penelitian mengenai

belajar dalam situasi belajar dalam kelas bersifat penelitian jangka pendek, bukan

mengenai hal-hal jangka panjang. Variabel dalam situasi belajar dalam kelas tidak

dapat dikuasai sepenuhnya karena banyaknya variabel itu. Lingkungan tempat

anak belajar perlu pula diperhatikan, karena anak itu senantiasa merupakan

organisme dalam lingkungan yang turut mempengaruhinya dalam belajar.

Lagi pula arti istilah-istilah dan pengertian pokok dalam berbagai teori

belajar sebenarnya masih kabur, misalnya "insight" dalam teori Gestalt,

"reinforcement" "trial-and-error" dan pengaruh pujian dan hukuman dalam belajar

menurut teori asosiasi.

Pada umumnya dapat kita katakan bahwa teori asosiasi lebih serasi untuk

mempelajari hal-hal yang sederhana, akan tetapi kurang sesuai untuk soal-soal

yang memerlukan proses mental yang kompleks seperti berpikir atau memecahkan

suatu masalah dan untuk mempelajari sikap, minat, atau emosi. Akan tetapi cara

belajar menurut teori ini lebih mudah dikuasai, hasilnya segera dapat diketahui

dan dinilai. Bahkan untuk belajar serupa ini Thorndike telah merumuskan

sejumlah "laws of learning", misalnya bahwa hubungan S-R bertambah erat bila

sering diulangi, bila hubungan itu disertai rasa senang atau puas, dan sebagainya.

Di lain pihak teori Gestalt atau field theory lebih sesuai untuk mempelajari

hal-hal yang kompleks, yang mengandung masalah. Akan tetapi kelemahannya

ialah, bahwa teori ini terlampau banyak variabelnya, terlampau kompleks dan

tidak dapat dituangkan dalam bentuk prinsip-prinsip dan hukum-hukum yang

cepat dan cermat. Hanya petunjuk-petunjuk umum yang dapat diberikan.

Page 85: asas- asas kurikulum

Oleh sebab belum ditemukan teori belajar yang pasti, maka sebenarnya

belum dapat disusun suatu ilmu mengajar atau "science of teaching" yang dapat

meramalkan dengan pasti hasil suatu kegiatan mengajar.

RANGKUMAN

1. Belajar pada umumnya diartikan sebagai perubahan dalam kelakuan seseorang

sebagai akibat pengaruh usaha pendidikan.

2. Ada berbagai-bagai teori belajar yang masing-masing mempunyai kebaikan

dan kekurangan. Adanya kekurangan suatu teori belajar tidak berarti kita harus

mengabaikan seluruhnya.

3. Beberapa teori belajar yang terkenal ialah teori belajar menurut ilmu jiwa

daya, teori asosiasi (termasuk conditioning), dan teori organismic (Gestalt atau

Field theory).

4. Tiap teori belajar mempunyai anggapan tertentu mengenai transfer belajar.

5. Teori asosiasi dike mbangkann oleh Skinner dalam "belajar berprograma" dan

"teaching machines".

6. Teori Gestalt mengutamakan prinsip keseluruhan, "insight" masalah, tujuan,

pengalaman, minat.

7. Walaupun teori belajar berbeda-beda, namun ada prinsip-prinsip yang pada

umumnya dapat diterima.

8. Teori belajar yang dianut berpengaruh terhadap kurikulum yang dibina. Teori

ilmu jiwa daya mengutamakan latihan mental yang diperoleh melalui bahan

pelajaran, teori asosiasi mengutamakan penguasaan bahan pelajaran sendiri,

sedangkan teori Gestalt mementingkan perkembangan pribadi anak dalam

usahan memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya dalam hidupnya.

9. Teori belajar juga mempengaruhi proses dan kegiatan mengajar-belajar.

Namun mengajar belum didukung oleh psikologi belajar yang diperkuat oleh

eksperimentasi. Karena belajar dalam kelas banyak variabel yang tidak dapat

dikuasai, maka percobaan kebanyakan dapat dilakukan tentang belajar

menurut asosiasi.

PERTANYAAN DAN TUGAS

1. Apakah yang dimaksud dengan belajar ? Berikan beberapa definisi.

Page 86: asas- asas kurikulum

2. Bagaimanakah teori belajar menurut ilmu jiwa daya ?

3. Apakah pengaruh teori belajar itu terhadap kurikulum ?

4. Bagaimana belajar itu menurut teori asosiasi ?

5. Apakah pengaruhnya terhadap kurikulum ?

6. Bagaimana pendirian teori Gestalt atau "organismic" tentang belajar.

7. Apakah pengaruh teori belajar terakhir ini terhadap kurikulum ?

8. Bagaimanakah pendapat teori-teori belajar itu tentang transfer?

9. Dan i ketiga teori yang dibicarakan teori manakah menurut pendapat saudara

paling besar pengaruhnya terhadap kurikulum kita sekarang ? Berikan alasan-

alasan saudara ?

10. Dalam praktek pengajaran suatu teori dapat melengkapi yang satu lagi.

Benarkah pendapat ini ?

11. Sebutkan beberapa prinsip yang secara umum dapat diterima oleh semua teori.

12. Apakah orang yang mempelajari matematika akan lebih sanggup berpikir

logis-sistematis daripada orang yang tidak mempelajarinya ?

13. Apakah ahli matematika dengan sendirinya sanggup me- mecahkan masalah-

masalah politik, sosial, dan ekonomi ?

14. Coba cari alasan-alasan untuk mengatakan bahwa dalam matapelajaran sosial

anak-anak juga dapat dididik berpikir.

15. Cari bukti-bukti bahwa anak-anak pra-sekolah juga dapat berpikir.

16. Apa sebab belajar menurut teori asosiasi masih sangat banyak diterapkan ?

Apakah pengaruh ujian, test masuk, dan sebagainya ?

17. Bagaimanakah pendapat J. Piaget tentang perkembangan kesanggupan

berpikir pada anak?

18. Selidiki soal belajar di luar sekolah ? Apakah belajar di luar sekolah itu

kurang pentingnya ?

Page 87: asas- asas kurikulum

BAB 4

ASAS PSIKOLOGIS ANAK

PENDAHULUAN

Fungsi sekolah ialah (1) menyampaikan kebudayaan kepada generasi muda

demi kelanjutan bangsa dan negara, (2) memberi sumbangan kepada perhaikan

dan pembangunan masyarakat, dan (3) mengembangkan pribadi anak seutuhnya.

Untuk melakukan tugas itu dengan baik, khususnya fungsi ketiga, harus

diperhitungkan anak sebagai faktor penting dalam pengembangan kurikulum.

Pada umumnya faktor anak masih belum mcndapat perhatian yang

selayaknya. Salah satu sebabnya ialah bahwa bahan pelajaran terlampau

diutarnakan, dengan mengharuskan anak menyesuaikan diri dengan bahan itu

dengan segala kesulitannya. Namun "apa" yang diajarkan erat kaitannya dengan

pertanyaan kepada "siapa" diajarkan, untuk lebih mengetahui "bagaimana"

mengajarkannya.

Ada masanya dahulu anak disamakan .dengan orang dewasa dalam

miniatur. Anak dituntut berkelakuan seperti orang dewasa, ia dinilai menurut

ukuran orang dewasa, bahkan dalam pakaian pun ia mengikuti orang dewasa.

Tokoh pertama yang membuka mata dunia untuk melihat dan

memperlakukan anak sebagai anak, bahwa anak itu lain daripada orang dewasa,

namun manusia penuh sebagai individu, ialah J.J. Rousseau (1712-1778). Dalam

bukunya yang terkenal Etnile ia menguraikan fase-fase perkembangan anak, dari

kecil sampai dewasa, perubahan-perubahan yang terjadi pada anak yang menuntut

perlakuan sesuai dengan sifat perkembangannya.

Rousseau antara lain mengatakan bahwa segala sesuatu yang datang dari

Tuhan adalah baik, akan tetapi dapat menjadi rusak dalam tangan manusia yang

telah dipengaruhi kebudayaan. Ia menganjurkan agar anak diberi kesempatan

untuk berkembang menurut kodrat alam masing-masing. Ki Hajar Dewantara me-

nyatakan sebagai Tut wuri handayani.

Page 88: asas- asas kurikulum

Banyak tokoh-tokoh pendidikan yang membaca buku karangan Rousseau

sangat terpengaruh, seperti J.H. Pestalozzi (1746 - 1826), F. Froebel (1776 -

1841), Maria Montessori ( ), dan banyak tokoh lain seperti Ki Hajar Dewantara,

juga John Dewey.

Ada mengatakan, bahwa perubahan yang paling besar dalam pendidikan

dalam abad ke-20 ini ialah menonjolnya kedudukan peranan anak dalam

kurikulum. John Dewey memandangnya sebagai "suatu revolusi" yang

menjadikan anak sebagai pusat pendidikan, seperti perubahan yang dicetuskan

Cpernicus yang menjadi matahari dan bukan bumi sebagai pusat jagat raya. Bila

selama ini anak harus menyesuaikan diri dengan kurikulum yang ditentukan oleh

orang dewasa, kini kurikulumlah yang harus disesuaikan dengan kebutuhan,

minat, dan taraf perkembangan anak. Sekarang tak mungkin lagi kurikulum

dikembangkan tanpa memperhitungkan anak dan perkembangannya.

PERKEMBANGAN ANAK

Perkembangan anak - fisik, emosional, sosial, dan mental- intelektual -

faktor yang sangat penting untuk diperhitungkan dalam pengembangan

kurikulum. Banyak peneliti yang telah mempelajari anak secara ilmiah, ada yang

mengadakan studi cross- sectional, yakni mempelajari sejumlah besar anak pada

usia tertentu, ada pula studi longitudinal, yang mengikuti perkembangan anak

selama bertahun-tahun, bahkan sampai dewasa. Penelitian perkembangan anak

Indonesia masih menunggu ilmuwan yang berminat.

Berdasarkan berbagai penelitian itu, maka diperoleh sejumlah antara lain :

- Anak berkembang melalui tahap-tahap tertentu, ada masa bayi, masa kanak-

kanak permulaan, masa kanak-kanak lanjutan, masa transesensi menjelang

adolesensi. Pada tiap taraf anak menunjukkan sifat-sifat dan kebutuhan

tertentu. Antara tahap-tahap itu sehenarnya tidak ada batas tertentu yang tegas,

karena perkembangan itu berjalan secara berangsur-angsur.

- Kecepatan perkembangan itu tidak merata. Ada saat-saat cepat atau akselerasi,

ada masa tenang seakan-akan tidak ada perubahan yang disebut "plateau" atau

dataran, ada pula saat yang lambat perkembangannya atau retardasi.

Page 89: asas- asas kurikulum

Terdapat hubungan antara perkembangan aspek satu dengan satu lagi.

Perkembangan fisik yang cepat mempengaruhi aspek sosial dan emosional.

Karena cepat perkembangannya, ia lebih besar dan tinggi daripada teman

sekelasnya dan ini dapat mengganggu hubungannya dengan murid-murid lain.

Juga dapat timbul rasa ketegangan dan kegelisahan. Selain itu dapat timbul

minat, sikap dan masalah-masalah baru. Pelajarannya pun mungkin

terpengaruh. Banyak kesulitan yang dihadapi anak karena perkembangan fisik

yang tidak normal.

- Ada perbedaan pola perkembangan antara anak-anak. Ada anak yang pada

awalnya lamban belajar, atau tak dapat mengikuti pelajaran, akan tetapi pada

usia yang lebih lanjut seakan-akan mekar dan menunjukkan prestasi yang luar

biasa. Hal ini bertalian dengan soal kematangan. Ada saatnya anak belum

dapat mempelajari sesuatu, misalnya membaca permulaan, karena belum siap,

belum matang, akan tetapi setelah tercapai kematangan, maka ia cepat dan

mudah menguasainya. Memaksa anak mempelajari sesuatu sebelum saat

kematangan hanya menimbulkan frustrasi yang menyulitkan hidup anak serta

menimbulkan rasa benci terhadap sekolah selain memberi konsep-diri rendah

pada anak.

Karena ada perbedaan pola perkembangan anak, maka kurikulum harus

memperhatikan perbedaan individual itu. Kurikulum kebanyakan didasarkan

atas asumsi bahwa perkembangan anak semuanya sama. Maka ditentukan ba-

han pelajaran yang sama, digunakan metode yang sama dalam proses belajar-

mengajar. Mengizinkan variasi dalam pelajaraan berhubung dengan perbedaan

individual akan sangat menguntungkan bagi anak. Banyak macam usaha untuk

memperhatikan perbedaan individual pada anak. Akan tetapi pelaksanaannya

memerlukan guru yang lebih kompeten daripada mengajar bahan yang

uniform dalam segala aspeknya.

- Adanya pola umum dalam perkembangan anak memungkinkan

pengembangan kurikulum untuk memperkirakan bahan apa yang akan sesuai

kepada kelompok umur tertentu.

Mengenai perkembangan anak dipersoalkan, apakah perbedaan pada anak

disebabkan oleh faktor genetis atau pembawaan, atau faktor lingkungan. Apakah

Page 90: asas- asas kurikulum

misalnya kematangan membaca dapat dipengaruhi oleh keluarga yang

menyediakan bacaan, majalah, gambar-gambar, TV, dan lain-lain, ataukah kita

harus menunggu secara pasif sampai saat kematangan itu tiba dengan sendirinya'?

Apakah I.Q. anak konstan, ataukah dapat ditekan atau ditingkatkan melalui mutu

lingkungan? Ternyata lingkungan dapat mempengaruhinya. Anak-anak dari

lingkungan sosial-ekonomi yang haik lebih mengikuti pelajaran daripada anak-

anak dari rumah tangga miskin.

Pengetahuan tentang perkembangan anak, masih kurang jelas penerapannya dalam

kurikulum, walaupun selalu menjadi pokok pertimbangan. Salah satu sebabnya

ialah, bahwa penelitian sering hanya meliputi salah satu aspek, misalnya aspek

jasmani, aspek inteligensi, dan lain-lain. Kesulitan bagi pengembang kurikulum

ialah melihat perkembangan anak sebagai keseluruhan yang bulat.

ANAK SEBAGAI KESELURUHAN

Sekolah tradisional terutama bertugas menyampaikan sejumlah pengetahuan

melalui berbagai mata pelajaran. Pendidikan serupa ini mengutamakan aspek

intelektual Orangtua mengirimkan anaknya ke sekolah agar menjadi pandai dalam

arti mengumpulkan pengetahuan yang banyak. Juga anak giat belajar demi ilmu

yang akan diperolehnya. Dengan ilmu yang banyak lebih terjamin masa depannya

untuk melanjutkan pelajarannya yang hanya dimungkinkan bila lulus dalam ujian

yang justru menguji pengetahuannya. Aspek kepribadian lainnya tidak mendapat

pertimbangan.

Karena aspek intelektual diutamakan, maka segi pendidikan lainnya

cenderung diabaikan, seperti kepandaiannya bergaul, minatnya terhadap kesenian

atau olahraga. Lambat laun konsep tentang pendidikan mengalami perubahan dan

sekolah modern menaruh perhatian kepada perkembangan seluruh pribadi anak,

baik mengenai segi jasmani, emosi, sosial maupun intelektual. Anak dinilai bukan

hanya berdasarkan prestasi intelektualnya, akan tetapi dalam segala segi

kepribadiannya secara komprehensif. Sebenarnya pribadi anak selalu merupakan

suatu kebulatan dan tak dapat dipisah-pisah dalam bagian-bagian yang lepas-

lepas. Anak yang terganggu kesehatannya, sakit, lapar atau lelah, anak yang

mengalami kesulitan emosional karena frustrasi, anak yang terisolasi dalam kelas

Page 91: asas- asas kurikulum

tanpa teman, anak yang merasa dibenci oleh guru, dengan atau tanpa alasan, anak

yang merasa dirinya rendah karena konsep-diri yang rendah, anak-anak serupa itu

akan terganggu dalam pelajarannya .

Anak menerima pelajaran bukan hanya dengan "kepalanya", akan tetapi

juga dengan "hatinya" . Guru sebagai pelaksana kurikulum hendaknya jangan

melihat dirinya hanya sebagai pengajar yang menyampaikan bahan pelajaran, ia

juga pendidik yang berusaha mengembangkan segala potensi anak agar menjadi

manusia seutuhnya. Guru harus pandai, harus banyak tahu, harus menguasai

disiplin ilmu, itu benar dan sangat diinginkan, akan tetapi ia juga pendidik dan

tugas ini memerlukan kompetensi dan pribadi yang jauh lebih luas daripada

sekadar pengetahuan.

ANAK SEBAGAI PRIBADI TERSENDIRI

Tak ada dua orang yang sama dalam segala hal di dunia ini. Selalu terdapat

perbedaan antara dua individu karena pengaruh pembawaan dan lingkungan. Dari

segi pembawaan hanya anak kembar identik yang sama, akan tetapi bila mereka

ditempatkan dalam lingkungan yang jauh berbeda, maka akan tampak berbagai

perbedaan di antara mereka.

Anak-anak saling berbeda, jasmaniah, rohaniah, emosional, dan sosial.

Mereka juga berbeda dalam segi inteligensi, tinggi dan berat badan, tekanan

darah, minat stabilitas emosional, kesehatan, kecepatan bereaksi, kecepatan

membaca, keterampilan berhitung, latar belakang, sosial-ekonomi, pendidikan di

ramah, kesukuan, agama, keterampilan motoris, cita-cita dan dalam banyak hal

lain, sehingga tak mungkin dua orang sama. Ada pula perbedaan jenis kelamin

yang perlu mendapat perhatian agar mereka dapat melakukan tugasnya sesuai

dengan tuntutan masyarakat. Usia anak-anakpun ada perbedaannya walaupun

duduk di kelas yang sama. Bila Saudara memperhatikan suatu kelas, atau

mengamati sekelompok anak bermain, dalam waktu lima menit Saudara akan

melihat berbagai perbedaan antara anak-anak.

Juga pada diri anak sendiri terdapat perbedaan dalam perkembangannya

dalam berbagai bidang. Anak berbakat mungkin cepat perkembangan

Page 92: asas- asas kurikulum

intelektualnya akan tetapi ketinggalan dalam aspek sosial emosionalnya. Anak

yang cepat berkembang secara fisik, mungkin sulit mengikuti pelajaran akademis

Kepandaian anak dalam suatu bidang studi mungkin berbeda dengan penguasaan

bidang lain.

Apakah sekolah harus berusaha melenyapkan perbedaan individual itu atau

setidaknya memperkecilnya? Di sekolah tradisional, dalam pendidikan masal

umumnya, perbedaan individual kurang dapat diperhatikan, malah sering tidak

diacuhkan. Kurikulum uniform, pelajaran sama bagi semua, metode belajar-

mengajar juga sama demikian juga penilaiannya. Pada jam yang sama semua anak

melakukan pekerjaan yang sama membuat hitungan yang sama, menulis kalimat

yang sama, menggambar barang yang sama. Pelajaran diresapi oleh

keserbasamaan. Pada saat tertentu semua akan dihadapkan kepada ujian akhir

yang sama pula yang dapat dinilai dengan menggunakan komputer untuk memberi

cara penilaian yang sama. Tampaknya pendidikan demikian berusaha menempa

anak-anak yang pada hakikatnya serba-ragam menjadi manusia yang serba-sama.

Kurikulum yang ditentukan oleh pihak atasan uniform bagi jenis pendidikan

yang sama. Untuk lebih menjamin kesamaan, maka tujuan diuraikan sampai taraf

spesifik termasuk bahan pelajaran yang terkait dan juga proses belajar-mengajar

dan buku pelajarannya. Dengan sendirinya guru sebagai pelaksana kurikulum

akan patuh berpegang pada ketentuan itu. Apakah masih ada kemungkinan bagi

guru memandang dirinya sebagai pengembang kurikulum dalam arti mikro untuk

menyesuaikan pelajaran dengan perbcdaan anak dan keadaan lingkungan sekolah?

juga di tingkat Perguruan Tinggi terdapat gejala yang sama dengan menentukan

mata kuliah untuk tiap jurusan, sering tanpa kesempatan untuk mengadakan

pilihan.

Dari segi hakikat individu yang berbeda-beda, memaksa pelajar mengikuti

pelajaran yang sama akan merugikannya. Ada kurikulum yang fleksibel yang

memungkinkan siswa mengadakan pilihan. Ada sistem semester pada hakikatnya

bertujuan memberi pilihan itu, dan walaupun pelajaran yang diikuti berbeda-beda,

jumlah kredit akan menentukan apakah telah dipenuhi syarat untuk lulus. Dengan

sistem kredit, mahasiswa tidak terbatas lagi perkuliahannya pada apa yang

Page 93: asas- asas kurikulum

disediakannya dalam satu jurusan, akan tetapi semua mata kuliah di universitas

terbuka baginya. Dengan demikian universitas akan sungguh-sungguh menjadi

universitas dan bukan kumpulan fakultas atau jurusan.

Memperhatikan perbedaan individual tidak berarti bahwa semua pelajaran

harus berbeda. Ada hal-hal yang termasuk pengetahuan umum yang harus dimiliki

oleh setiap siswa yang diharapkan dari setiap warga negara. la harus mengenal

falsafah negara, harus menguasai bahasa nasional, sejarah, bangsa mempunyai

badan yang sehat, dan sebagainya. Akan di samping itu ia hendaknya dapat

menikmati pendidikan sesuai dengan bakat dan minatnya.

Perbedaan individual sangat besar nilainya. Kemajuan-kemajuan dalam

banyak lapangan hidup justru diperoleh berkat orang-orang yang mempunyai

pendirian, kemampuan dan pikiran yang orisinal, yang lain daripada yang lain.

Inisiatif orang-orang yang mencari jalan-jalan baru sering membawa kemakmuran

dan kemudahan bagi umat manusia, walaupun mereka pada awalnya mendapat

kecaman, tantangan, bahkan celaan. Kreativitas dan inisiatif ini sering dibunuh

atau tidak dipupuk di sekolah tradisional. Ini berarti kerugian besar bagi bangsa

dan negara, karena dengan demikian banyak bakat disia-siakan. Pendapat modern

menginginkan program sekolah yang memberi kesempatan yang seluas-luasnya

bagi perkembangan bakat anak. Kurikulum yang uniform pasti tidak akan

memenuhi keinginan itu.

Tiap anak berbeda dengan anak lain. Untuk mendapat gambaran yang lebih

jelas tentang perbedaan itu dalam pengajaran, perlu kita perhatikan hal-hal

berikut:

a. Walaupun tiap anak unik, persamaan antara manusia lebih besar daripada

perbedaannya.

b. Namun demikian perbedaan itu lebih besar daripada uang diduga si pendidik.

c. Perbedaan itu sebagian besar bersifat kuantitatif, bukan kualitatif, misalnya,

semua anak mempunyai inteligensi, akan tetapi tarafnya berbeda-beda, ada

yang tinggi, ada yang rendah.

d. Kesanggupan yang luar biasa pada umumnya bukanlah akibat kompensasi,

yakni ditimbulkan oleh kekurangan di bidang lain. Kelemahan di bidang

Page 94: asas- asas kurikulum

tertentu, tidak dengan sendirinya membangkitkan kesanggupan istimewa di

bidang lain.

e. Perbedaan individual tidak hanya dalam bidang inteligensi, akan tetapi juga

dalam bidang emosional, sosial, fisik, sikap, dan lain-lain yang harus

dipertimbangkan dalam pendidikan.

f. Sifat-sifat seseorang harus ditinjau dalam rangka keseluruhan pribadinya.

Menyesuaikan kurikulum dan pengajaran dengan perbedaan individual

adalah usaha yang memerlukan pemikiran, kreativitas, pengertian, serta hasrat

untuk memberikan yang sebaik-baiknya kepada tiap anak. Selain itu perlu usaha

untuk mengenal anak secara individual.

KEBUTUHAN ANAK

Kurikulum harus mempertimbangkan kebutuhan anak. Ada kurikulum yang

secara ekstrem mendasarkan kurikulum semata-mata pada kebutuhan anak, yang

disehut child-cebtered curriculum. Ditinjau dari segi pshikologis-didaktis banyak

kebaikannya. Pelajaran didasarkan atas minat anak, anak turut serta merencanakan

apa yang ingin dipelajarinya. Akan tetapi banyak pula kelemahannya, antara lain:

a. Anak-anak sering tidak mengetahui apa yang sebenarnya dibutuhkannya.

b. Pelajaran tidak dapat lebih dahulu direncanakan guru, karena baru lahir dalam

rundingan dengan anak. Tiap tahun pelajaran berlainan karena anaknya

berganti. Jadi tidak ada pegangan bagi guru dan murid tentang pelajaran yang

akan datang. Tidak ada pula kontinuitas dalam pelajaran dari tahun ke tahun.

c. Memperturutkan anak belum menjamin kesesuaiannya dengan tujuan

pendidikan.

d. Sebenarnya tak ada pelajaran yang sepenuhnya individual, sebab selalu

berlangsung dalam konteks sosial. Anak berada dalam masyarakat dan apa

yang dipelajari harus juga memenuhi tuntutan masyarakat.

Karena keberatan-keberatan itu kurikulum serupa itu hanya dilakukan pada

sekolah-sekolah eksperimen. Namun demikian eksperimen itu besar pengaruhnya

terhadap kurikulum selanjutnya. Bermacam-macam cara yang dijalankan untuk

memperhatikan perbedaan individual dalam proses belajar-mengajar.

Page 95: asas- asas kurikulum

Kebutuhan anak dapat digolongkan dengan berbagai cara. Salah satu cara

ialah membaginya atas : kebutuhan jasmani, kebutuhan pribadi, dan sosial.

KEBUTUHAN JASMANIAH

Setiap anak ingin bergerak dan menggunakan badannya. Anak-anak suka

berlari-lari melompat-lompat, memanjat-manjat dan melakukan aktivitas-aktivitas

jasmaniah. Kebutuhan ini dipenuhi dengan memberikan pendidikan jasmani.

Dalam arti modern pendidikan jasmani bertujuan mendidik manusia, yakni

mewujudkan tujuan pendidikan dengan menggunakan kejasmanian sebagai titik

bertolak, akan tetapi tujuan khusus yaitu membentuk manusia yang sehat dan kuat

merupakan aspek yang penting pula. Bangsa kita pada umumnya belum cukup

sehat dan kuat menurut normanorma tertentu.

Di samping pendidikan jasmani harus diusahakan adanya keseimbangan

antara bekerja dengan istirahat, harus diperhatikan agar anak-anak cukup tidur,

cukup bermain serta mendapat makanan yang sehat.

Kesehatan dan pertumbuhan jasmani hendaknya senantiasa di bawah asuhan

dokter dan juru rawat sekolah.

KEBUTUHAN PRIBADI

Anak-anak mempunyai dorongan untuk memuaskan keinginan untuk

mengetahui sesuatu, untuk menyatakan pikiran dan perasaannya dengan jalan

bahasa, pekerjaan, lukisan, seni, suara, atau gerak. Mereka ingin menguasai suatu

keterampilan, ingin merasai kepuasan atas hasil atau sukses yang mereka capai.

Mereka ingin dipuji atas usaha mereka, sekalipun hasil mereka itu jauh di bawah

norma-norma orang dewasa. Setiap anak ingin diakui dan dihormati sebagai

individu yang mempunyai tempat dan hak dalam masyarakat sekolah, rumah

tangga, dan dunia sekitarnya. Anak-anak ingin mempunyai harga diri dan ,harkat

sebagai manusia. Anak-anak ingin ingin aktif. Dorongan ini mudah kita lihat pada

setiap anak. Di sekolah dorongan ini sering dikekang dan ditekan agar murid-

murid tidak melanggar disiplin yang tegang yang menginginkan, agar anak diam

duduk diam di bangku sambil mendengarkan ucapan-ucapan guru dan ia dituduh

anak nakal bila ditunjukkannya keaktifannya.

Page 96: asas- asas kurikulum

Sekolah zaman sekarang berusaha memenuhi kebutuhankebutuhan itu

dengan memberi anak-anak kebebasan bergerak, bekerja, mengadakan percobaan-

percobaan dan melakukan tugas-tugas lain, asal saja jangan menganggu orang

lain. Kebebasannya dibatasi oleh hak-hak orang lain yang juga merupakan haknya

sendiri. kelas itu dijadikan semacam laboratorium atau ruang kerja di tempat

anak-anak belajar dalam suasana yang lebih leluasa.

KEBUTUHAN SOSIAL

Tak mungkin manusia itu hidup lepas dari masyarakat. Seorang bayi tidak

akan mungkin hidup serta mengembangkan pembawaannya tanpa bantuan orang

tuanya dan banyak orang lain yang tak terhitung jumlahnya. Setiap manusia harus

hidup dalam hubungan yang erat dengan orang lain untuk mencapai

kebahagiaannya. Mencari hubungan dengan orang lain ialah dorongan yang wajar

pada tiap anak.

Membimbing anak agar ia menjadi mahluk sosial ialah suatu fungsi sekolah

yang amat penting. Bila ini kita akui, maka kita menyangsikan manfaat cara yang

dipakai sekolah yang memaksa murid-murid duduk diam, melarang mereka

membicarakan pelajaran serta bantu-membantu dalam memecahkan suatu soal. Di

sekolah lebih diutamakan persaingan daripada gotong-royong.

Kurikulum modern memberi murid-murid lebih banyak kebebasan bekerja

sama dalam kelompok untuk melakukan tugas-tugas. Murid-murid diajak

berunding untuk menentukan apa yang akan dipelajari dan bagaimana langkah-

langkah untuk mencapai tujuan itu. Dalam hal ini pendapat setiap anak dihargai

dan dipertimbangkan. Dengan demikian sekolah dijadikan suatu masyarakat

tempat murid-murid mempraktikkan hak dan kewajihan anggota-anggota

masyarakat yang demokratis. Human relationship atau hubungan antar-manusia

hendaknya lebih dipentingkan di sekolah. Dari penyelidikan-penyelidikan ternyata

bahwa kebahagiaan seseorang dalam kehidupan dan jabatannya bukanlah

ditentukan oleh pengetahuan intelektualnya, melainkan terutama oleh

kesanggupannya untuk bergaul dan bekerja sama dengan orang lain.

Page 97: asas- asas kurikulum

Seperti dikatakan di atas, ada bermacam-macam cara untuk membagi

kebutuhan anak. Saudara dapat mempelajarinya lebih lanjut dalam buku-buku

tentang psikologi anak.

KEBUTUHAN MENURUT BEBERAPA TOKOH

Salah satu daftar kebutuhan manusia yang pokok yang cukup terkenal ialah

yang dihasilkan oleh Abraham Maslow atas dasar penelitian yang luas dan

mendalam, yakni kebutuhan akan:

1. survival, kebutuhan fisiologis, untuk hidup, survival.

2. security, atau rasa aman

3. love and belonging, kebutuhan akan cinta-kasih

4. self-esteem, kebutuhan akan harga-diri

5. self-actualization, kebutuhan untuk merealisasikan kepribadian yang penuh.

Agar dapat merealisasikan diri, agar dapat mengembangkan potensi yang

dimiliki sepenuhnya, harus dipenuhi segala kebutuhan yang dibawanya, oleh

sebab kebutuhan itu bersifat hierarkis. Tak dapat anak merasa aman, bila ia

merasa kelaparan, tak mungkin mempunyai harga-diri bila tidak dicintai, tidak

merasa aman dan mendapat kecukupan dalam keperluan makanan, pakaian, dan

lain- lain.

Kebutuhan yang tertinggi yang harus dicapai ialah self- realization, yakni

menemukan identitasnya, siapa dia, apa yang diinginkannya, akan menjadi apa ia.

Agar ini tercapai ia harus dibantu untuk mengetahui apa yang dapat dilakukannya

dan diberi kesempatan untuk agar ia berhasil melakukannya dengan baik. Rasa

berhasil, sukses dalam pekerjaan dan pelajaran, termasuk pelajaran sekolah,

membantu anak ke arah self-actualization. Dalam kurikulum perlu diusahakan

keseimbangan antara kebutuhan institusional dan kebutuhan pribadi anak.

Lingkungan, termasuk guru dan orangtua, dapat membantu, dapat pula

menghalangi anak mentiju self-realization.

Louis Raths mengembangkan teorinya tentang kebutuhan pokok yang

menunjukkan sejumlah persamaan dengan Maslow. Ia membedakan delapan

macam kebutuhan, yakni:

Page 98: asas- asas kurikulum

1. The need for love and affection (cinta kasih)

2. The need for achievement (Keberhasilan)

3. The need for belonging (diterima dalam kelompok)

4. The need for self-respect (harga-diri)

5. The need to be free from deep feelings of guilt (bebas dari rasa berdosa yang

mendalam)

6. The need to be free from deep feelings of fear (bebas dari rasa takut yang

mendalam)

7. The need for economic security (rasa aman dalam keuangan, dan lain-lain)

8. The need for understanding of self (pengenalan diri).

Menurut Raths guru dapat mempelajari cara-cara memenuhi kebutuhan itu

dalam rangka pelajaran di sekolah. Guru dapat mengidentifikasi kelakuan anak

yang tak-sosial, walaupun ia bukan ahli psikologi atau psikiatri. Tujuan Raths

ialah agar guru herusaha menciptakan lingkungan belajar yang memberi rasaaman

kepada anak-anak. Ia meminta perhatian guru yang lebih banyak terhadap

kebutuhan emosional anak dengan keyakinan, bahwa bila kebutuhan ini dipenuhi,

maka anak akan lebih berhasil melakukan tugas-tugas sekolah lainnya.

PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN MENURUT EARL KELLEY

Earl Kelley mengemukakan pendirian bahwa kepribadian seluruhnya atau

hampir seluruhnya dibina dalam hubungan atau interaksi dengan manusia lainnya,

jadi dalam hubungan sosial seorang bayi telah memiliki perlengkapan untuk

berkembang, akan tetapi ia tidak akan dapat mengembangkan dirinya bila tidak

dalam kehadiran orang lain: Anak-anak perlu senantiasa meng adakan interaksi

positif dengan anak-anak maupun orang dewasa, sehingga memiliki kepribadian

yang dapat berfungsi sepenuhnya, "a fully functioning self". Int dapat dilakukan

dalam kegiatan belajar dan kegiatan lainnya di sekolah. Menurut Earl Kelley

pribadi yang berfungsi penuh, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut

- Ia berpikir baik tentang dirinya, demikian pula tentang orang lain serta

mengetahui bahwa orang lain penting baginya.

Page 99: asas- asas kurikulum

- Ia melihat dirinya sebagai pribadi yang senantiasa dalam proses

perkembangan secara dinamis, dan dalam penycmpurnaan diri melihat nilai

membuat kesalahan.

- Ia melihat pentingnya manusia baginya, mengembangkan dan menghormati

nilai-nilai kemanusiaan. Ia tahu, tak ada jalan dalam hidupnya selain

berpegang pada nilai-nilai.

- Oleh sebab hidup ini senantiasa berubah dan berkembang, ia akan senantiasa

kreatif dalam peranannya.

Guru-guru dapat menggunakan prinsip-prinsip di atas sebagai pegangan

untuk mencapai tujuan kurikulum di sekolah. Mengembangkan kepribadian anak

juga akan membantunya mencapai tujuan-tujuan lain.

DEVELOPMENTAL TASKS

Seperti kami katakan, kebutuhan anak ditinjau dari segi psiko-biologis, tak

perlu bertentangan dengan kebutuhannya ditinjau dari segi masyarakat.

Berbarengan dengan pertumbuhan anak, masyarakat mempunyai tuntutan tentang

kelakuannya. Tiap individu mempunyai tugas-tugas tertentu, yang diharapkan

masyarakat dapat dan harus dilaksanakannya. Sewaktu masih bayi ibu mengganti

bajunya, akan pada usia tertentu ibu mengharapkan ia dapat melakukannya

sendiri. Makin tambah usianya, makin banyak hal-hal yang diharapkan orang tua

dan masyarakat umum daripadanya.

Gejala ini dituangkan Erikson dan yang lebih terkenal R. J. Havighurst

dalam konsep developmental tasks yakni tugas-tugas yang harus dipenuhi oleh

seseorang, sesuai dengan taraf perkembangannya. Ini diharapkan, bahkan dituntut

oleh lingkungannya. Bila ia dapat memenuhinya, ia akan merasa senang, dan ia

akan berhasil melakukan tugas-tugas selanjutnya. Akan tetapi bila ia tidak dapat

memenuhinya ia akan mendapat celaan dan kecaman, maka ia tidak merasa

bahagia dan tidak akan sanggup melakukan tugas berikutnya dengan berhasil

baik.

Developmental tasks ini meningkat dengan bertambah usianya, dari anak

sekolah, pemuda, dan seterusnya. Developmental tasks ini tak ada akhirnya,

Page 100: asas- asas kurikulum

dihadapi oleh anak, pemuda, orang dewasa, masa tua, masa pensiun, sampai akhir

hayat.

Developmental tasks berbeda menurut kebudayaan tempat anak itu hidup,

misalnya berbeda di berbagai daerah di Tanah Air kita, berbeda dengan negara

lain.

Adanya developmental tasks ini memberi gambaran lain tentang kebutuhan

anak. Dalam arti psikologis kebutuhan itu bersifat individual, sedangkan dari segi

"developmental tasks" mengandung aspek sosial. Ditinjau dari segi ini kurikulum

yang "child-centered" yang ekstrim tak dapat dipertahankan.

Implikasi "developmental tasks" bagi kurikulum ialah, bahwa kurikulum

yang didasarkan atas konsep itu akan mempertemukan kebutuhan perkembangan

fisik, sosial, motivasi, emosi, dan lain-lain secara terpadu. Selanjutnya dapat

memperjelas tujuan pendidikan dan saat yang lebih tepat untuk mengajarkannya.

Sukses dalam "developmental tasks" memberi pengaruh positif terhadap prestasi

sekolah. Selanjutnya kami berikan "developmental tasks" bagi anak sekolah dan

pemuda.

Kita harus menyelidiki hingga manakah pokok-pokok yang di atas

merupakan masalah-masalah bagi anak-anak Indonesia. Penelitian serupa ini perlu

diadakan, kalau kita ingin membantu murid-murid memecahkan kesukaran

pribadinya dengan membicarakannya di sekolah. Dengan memasukkannya ke

dalam kurikulum, kita memberikan bimbingan kepada anak untuk menyesuaikan

diri dengan dunia dan dengan dirinya sendiri yang sedang mengalami persoalan

itu.

Seperti telah dikatakan, kebutuhan anak, ditinjau dari psikobiologis tidak

perlu bertentangan dengan kebutuhannya ditinjau dari sudut masyarakat. Salah

satu usaha untuk mempertemukan kedua aspek itu dilakukan oleh R.J. Havighurst

yang menggunakan pengertian "developmental tasks" yakni tugas-tugas yang tak

dapat tiada harus dipenuhi oleh setiap anak sesuai dengan setiap taraf

perkembangannya yang dituntut oleh lingkungan atau masyarakat. Memenuhi

tugas itu berarti kebahagiaan dan sukses dalam melakukan tugas-tugas berikutnya.

Page 101: asas- asas kurikulum

Kegagalan memenuhinya berarti kesusahan bagi individu, celaan oleh masyarakat

dan kesulitan untuk tugas-tugas selanjutnya.

Developmental tasks" untuk anak-anak ialah :

1. Mempelajari kecekatan jasmani yang perlu untuk permainan-permainan biasa.

2. Membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sebagai organisme yang hidup.

3. Belajar bergaul dengan teman-temannya sebaya.

4. Mempelajari peranan sosial sebagai anak laki-laki atau perempuan.

5. Memperoleh kecakapan-kecakapan fundamental dalam membaca, menulis,

dan berhitung.

6. Membentuk pengertian-pengertian yang perlu untuk kehidupan sehari-hari.

7. Membentuk kata-hati, kesusilaan, dan skala norma-norma.

8. Mencapai kemerdekaan pribadi.

9. Memupuk sikap terhadap golongan dan lembaga-lembaga sosial.

"Developmental tasks" bagi pemuda menurut Havighurst sebagai berikut :

1. Mencapai hubungan sosial yang lebih memuaskan dan lebih matang dengan

anggota jenis kelamin lain.

2. Menerima dan mempelajari tugas atau peranan menurut jenis kelamin masing-

masing sesuai dengan norma-norma masyarakat. Anak gadis menerima dan

mempelajari tugasnya wanita dan anak laki-laki sebagai bakal bapak yang

akan bertanggung jawab atas rumah tangganya.

3. Menerima baik keadaan badannya dan menggunakannya dengan efektif.

Pemuda-pemuda ada yang bercita-cita mempunyai tampan seperti bintang film

akan tetapi keadaan jasmaninya mungkin kurang sesuai dengan idamannya itu.

Tugasnya ialah menerima bentuk badannya itu sebagaimana adanya dan

menggunakan sebaik-baiknya.

4. Memperoleh kemerdekaan emosional lepas dari kebergantungannya dari orang

tua dan orang dewasa lain, membebaskan dirinya dari sifat-sifat yang

kekanak-kanakan. Tugas ini harus telah dimulai sejak kecil. Tugas ini sering

dipersulit oleh adat istiadat, sikap orang tua, dan faktor-faktor lain.

Page 102: asas- asas kurikulum

5. Memperoleh kemerdekaan ekonomi. tugas ini terutama berlaku bagi anak pria

akan tetapi berangsur-angsur bertambah penting bagi anak-anak wanita.

6. Memilih dan mempersiapkan diri untuk suatu jabatan. Jabatan itu penting

dalam masyarakat dan menjamin kemerdekaan ekonomi serta memberi

kedudukan sosial.

7. Mempersiapkan diri untuk perkawinan dan kehidupan rumah tangga.

Tujuannya ialah memperoleh sikap yang positif terhadap kehidupan keluarga

dan pendidikan anak-anak.

8. Memperoleh kecakapan dan pengertian yang diperlukan untuk menjadi warga

negara yang baik, yakni pengertian tentang undang-undang pemerintah,

ekonomi, politik, lembaga-lembaga sosial, dan lain-lain.

9. Memupuk kelakuan yang secara sosial dapat dipertanggung jawabkan, yakni

dengan turut serta dalam kehidupan masyarakat dan negara sebagai orang

dewasa dan memperhitungkan norma-norma masyarakat dan kelakuannya.

10. Memperoleh sejumlah norma sebagai pegangan untuk kelakuannya yang

digunakannya sebagai pandangan hidup untuk memahami kedudukannya di

dunia ini serta hubungannya dengan manusia lain.

"Developmental tasks" yang dikemukakan oleh Havighurst harus pula kita

selidiki kebenarannya bagi anak-anak Indonesia dan menyesuaikannya dengan

keadaan yang dihadapi oleh pemuda-pemuda dalam masyarakat kita.

Tugas-tugas yang dihadapi mereka ditentukan oleh pertumbuhan psiko-

biologis yang mungkin mempunyai dasar persamaan bagi seluruh pemuda di

seluruh dunia, tetapi juga menunjukkan perbedaan karena tuntutan masyarakat

yang berlainan di berbagai tempat.

PERKEMBANGAN INTELEKTUAL

Seorang ahli psikologi Swiss, Jean Piaget selama 40 tahun mengadakan

penelitian tentang perkembangan intelektual atau proses berpikir anak, dari bayi

sampai masa pemuda. Ia antara lain menemukan bahwa anak-anak pada mulanya

masih berpikir

Page 103: asas- asas kurikulum

menurut apa yang dilihatnya, misalnya bahwa gelas yang lebih tinggi lebih

banyak isinya daripada gelas yang pendek, walaupun sebenarnya isinya sarna,

karena isi gelas tinggi dipindahkan ke dalam gelas pendek. Anak-anak haru dapat

memusatkan perhatiannya kepada satu variabel. Ia belum dapat melihat hubungan

antara dua variabel, tinggi dan lebar gelas, yang diperhatikannya hanya tingginya.

la juga belum dapat memahami bahwa satu objek dapat mempunyai lebih dari satu

ciri yang dapat dimasukkan dalam klasifikasi yang berbeda-beda, misalnya bahwa

seorang dapat tinggal sekaligus di Bandung dan di Jawa.

Akan tetapi proses berpikir anak berkembang terus berkat bertambahnya

pengalaman daan pengetahuannya. Pada usia sekitar 7 tahun telah tampak

pemikiran logis pada anak. Ia telah dapat melihat hubungan antara bagian dengan

keseluruhan, juga dapat melihat analogi. Akan tetapi pada fase pertama

pemikirannya terutama mengenai data yang konkrit. Kegiatan mentalnya ditu-

jukannya kepada objek dan kejadian yang kongkret yang langsung di hadapannya.

Pada fase berikut, sekitar usia 12 tahun ia mulai herpikir secara abstrak

dengan menggunakan generalisasi dan konsep-konsep.

Perkembangan intelektual menurut Piaget dalam garis besarnya adalah

sebagai berikut :

1. Fuse senso-motoris (bayi - 2 tahun)

- gerak refleks, koordinasi tangan - mulut, koordinasi tangan - mata,

koordinasi pengamatan alat - dria (sensory) dan gerakan (motoris),

mencari benda yang diambil dari penglihatannya, mengadakan berbagai

usaha untuk mencapai tujuan.

2. Fase pra-operasional (2 - 7 tahun)

- masalah dipecahkan dengan memikirkannya, perkembangan bahasa dan

persepsi yang cepat (2 - 4 tahun), pikiran dan bahasa bersifat ego-sentris,

subjektif, hanya dari pandangannya sendiri, orientasi menurut bagaimana

ia melihat sesuatu, mengetahui tangan kanannya, akan tetapi bukan tangan

kanan orang yang menghadapinya, pandangan animistis, memandang

benda mati seperti makhluk hidup, misalnya matahari tidur, mengacaukan

khayal dan kenyataan.

Page 104: asas- asas kurikulum

3. Fase operasional konkrit (7 - 11 tahun)

- memahami reversibilitas, misalnya volume air tetap, walaupun bentuk

bejana berbeda; mulai dapat berpikir mengenai masalah konkrit, berpikir

sambil memanipulasi benda; masih belum dapat memecahkan masalah

verbal yang agak kompleks.

4. Fase operasi formal (11 - 15 tahun)

- semua jenis masalah logis, termasuk mengemukakan dan menguji

hipotesis dapat dipecahkan; telah dapat menganalisis validitas cara-cara

berpikir; pemikiran formal masih egosentris dalam arti masih ada

kesukaran untuk menyesuaikan yang ideal dengan kenyataan.

Dengan operasi mental dimaksud mengoperasionalkan pikiran, atau pendek

kata berpikir. Adanya pembagian dalam fase-fase tidak berarti bahwa ada batas

yang tegas antara fase-fase itu. Perkembangan intelektual berjalan secara kontinu.

Faktor-faktor yang dapat membantu perkembangan intelektual antara lain :

a. kematangan, terutama pertumbuhan, namun dapat dipengaruhi.

b. pengalaman, pengaruh lingkungan.

c. transmisi sosial, apa yang diperolehnya dari lingkungan kebudayaannya,

namun perlu diolah secara mental.

d. keseimbangan, artinya bahwa bila dihadapkan dengan masalah akan

mengalami gangguan keseimbangan dan tidak akan puas sebelum masalah

dipecahkan untuk mengembalikan keseimbangannya pada taraf yang lebih

tinggi. Jika ia menghadapi sesuatu yang tidak sesuai dengan struktur

mentalnya, ia harus mengadaptasikannya dengan membentuk struktur mental

yang lebih tinggi. Setelah itu dapat mengasimilasi hal-hal yang tercakup oleh

struktur mentalnya. Proses adaptasi dan asimilasi berjalan terus demikian

mengembangkan kemampuan intelektualnya.

PERKEMBANGAN SOSIAL-EMOSIONAL

Dalam garis besarnya perkembangan emosional bergerak dari kedudukaan

kebergantungan ke taraf ketidak-bergantungan atau kemandirian, dan dari

perhatian untuk diri-sendiri ke orientasi kepada orang lain.

Page 105: asas- asas kurikulum

Pada mulanya anak sangat bergantung terutama kepada orang tuanya,

khususnya ibunya, oleh sebab ia masih serba-lemah, serba tak tahu. Untuk segala

kebutuhannya ia memerlukan bantuan lingkungannya. Dengan berkembangnya

dalam bidang fisik, intelektual, dengan bertambahnya pengalamannya, lambat

laun ia lebih mampu mengurus diri sendiri. Dan akhirnya, menjelang kedewasaan

dalam banyak hal ia telah mandiri dan tak lagi banyak bergantung kepada orang

tua sampai ia dewasa dengan kemandirian penuh.

Dalam perkembangan sosialnya, ia mula-mula hanya menaruh perhatian

kepada kepentingan dan perasaannya saja. Pada usia sekolah dan sepanjang di SD,

ia berangsur-angsur menaruh perhatian kepada orang lain. Ia dapat mengikat tali

persahabatan dengan teman lain, ia mulai dapat mempengaruhi kelakuan orang

lain dan senantiasa memperluas lingkaran pesahabatannya. Perhatiannya masih

banyak terhadap orang-orang yang dekat padanya dalam keluarga.

Lambat laun, menjelang dan selama masa pubertas, ikatannya dengan teman

sebaya bertambah erat, bahkan pengaruh teman melebihi pengaruh orangtua, yang

makin merosot. Anak itu, yang mencari identitasnya sendiri serta kemandirian

mulai berkonflik dengan orangtua, apalagi bila orangtua ingin memperlakukannya

seperti sediakala. Pada scat inilah terjadi krisis identitas. Ia mulai bertanya, "Siapa

saya?" Siapa dia, bagaimana konsep dirinya banyak diperolehnya dari feedback

atau reaksi orang lain terhadap kelakuannya.

Ia selanjutnya berkembang sebagai anggota masyarakat yang lebih luas,

seperti anggota masyarakat negara dan dunia.

Ia juga harus mengembangkan diri dalam hubungannya dengan anggota

jenis kelamin lain, mengembangkan kemampuan untuk mengadakan hubungan

intim dan akrab dengan seseorang sebagai persiapan untuk membentuk rumah

tangga sendiri.

Kurikulum sekolah hendaknya membantu anak dalam transisi sosial untuk

melepaskan diri dari ikatan keluarga dan pengaruh temah sebaya, untuk mencari

identitasnya sendiri serta kemandirian yang diperlukan bagi setiap orang yang

dewasa.

Page 106: asas- asas kurikulum

Perkembangan moral

Tokoh yang paling terkenal yang telah ineneliti perkembangan moral anak

ialah Lawrence Kohlberg. la memilih 50 orang, berusia antara 10-28 tahun, lalu

mewawancarai mereka tiap tiga tahun selama 18 tahun. Dalam wawancara itu

anak itu dihadapkan kepada situasi yang mengandung dilemma moral yang

metnberi kemungkinan macam-macam jawaban. Peneliti ingin mengetahui apa

alasan atau sebab anak memilih jawaban tertentu. Berdasarkan penelitian ternyata

bahwa perkembangan moral anak melalui tahap-tahap tertentu, menurut urutan

tertentu. Tak mungkin seorang melompati salah satu tahap.

Kohlberg menemukan enam tingkatan dalam perkembangan moral yakni

tingkatan pra-konvensional, konvensional, pascakonvensional dan masing-masing

tingkatan terbagi dalam dua bagian.

Tingkatan pra-konvensional

Pada tingkatan ini anak telah dapat merenspons terhadap aturan dan akan

tetapi baik dan buruk diukur dari konsekuensi fisiknya berupa hukuman atau

ganjaran dan pujian yang ditentukan oleh orang yang memegang otoritas.

1. Orientasi hukuman dan kepatuhan

Sesuatu dianggap baik bergantung pada hukuman atau akibat fisik baginya

yang menyakitkan atau menyenangkan. Hukuman harus dihindari dengan

menunjukkan kepatuhan. Kepatuhan baik, karena tidak menimbulkan konsekuensi

fisik yang merugikan.

2. Orientasi instrumental

Tindakan baik bila memberi kepuasan bagi diri atau juga bagi orang lain.

Bahkan kita berbuat baik agar orang lain baik pula kepada kita. Berhuat baik

merupakan instrumen atau alat untuk menerima kebaikan dari orang lain. Kita

menolong orang lain agar ia kelak akan menolong kita.

Tingkatan konvensional

Pada tahap ini anak ingin memelihara hubungan baik dengan orang lain,

keluarga, masyarakat, negara, menurut apa yang diharapkan, tanpa mementingkan

konsekuensinya. Apa yang diharapkan oleh orang yang dianggap sebagai sesuatu

Page 107: asas- asas kurikulum

yang berharga. Karena itu ia ingin menyesuaikan diri dengan harapanharapan itu

dengan menunjukkan kesetiaannya kepada ketentuan-ketentuan demi ketertiban

masyarakat.

3. Orientasi kerukunan antar individu

Kelakuan yang baik ialah yang menyenangkan orang lain, yang dilakukan

dengan itikad baik. Ia berkelakuan baik bukan untuk memperoleh keuntungan

bagi dirinya akan tetapi karena kebaikan itu diharapkan oleh masyarakat

daripadanya.

4. Orientasi hukum dan aturan

Kelakuan yang baik ialah mematuhi dan menghormati aturan, undang-

undang dan hukum yang telah ditentukan oleh yang yang berkuasa demi

ketertiban masyarakat. Mematuhi peraturan adalah kewajiban baginya.

Tingkatan pasca-konvensional atau tingkat otonom, tingkat berprinsip.

Pada tingkatan ini individu merumuskan nilai-nilai atau prinsip-prinsip

moralnya atas pemikiran kritis serta mendalam.

5. Orientasi kontrak-sosial legalistik

Suatu tindakan dianggap baik sesuai dengan hak individu atas pemikiran

yang luas serta mendalam serta diterima baik oleh seluruh masyarakat. Bila ada

kesepakatan masyarakat mengenai prinsip tertentu, maka secara legal undang-

undang dapat diubah berdasarkan pertimbangan rasional demi kepentingan

masyarakat.

6. Orientasi prinsip etis yang universal

Tindakan dianggap benar bila dilakukan berdasarkan keputusan hati-nurani

atau kata-hati, sesuai dengan prinsip-prinsip etis yang universal seperti keadilan

sosial, kesamaan hak manusia, dan harkat manusia sebagai individu.

Tidak semua orang akan dapat mencapai tingkat moral tertinggi ini.

Kebanyakan orang hanya dapat mencapai tingkat keempat.

Page 108: asas- asas kurikulum

Secara sederhana tingkat perkembangan moral (Kohlberg) dapat

digambarkan sebagai berikut :

1. Mematuhi peraturan untuk menghindari hukuman.

2. Sesuaikan diri agar memperoleh pujian atau ganjaran dan agar kebaikan itu

mendapat balasan.

3. Sesuaikan diri agar mengelakkan kecaman atau kebencian orang.

4. Sesuaikan diri untuk mencegah tindakan dari orang yang berkuasa.

5. Seuaikan diri agar mendapat penghargaan dari orang yang memandangnya

dari segi kepentingan umum.

6. Sesuaikan diri agar jangan mengutuk diri sendiri. (Shaver, J.P dan Strong, W.

h.149)

Ada berbagai cara untuk mempelajari anak, antara lain :

a) mengamati dalam berbagai situasi dan lingkungan, bukan saja dalam situasi

kelas melainkan juga sewaktu bermain-main, berkaryawisata, bersandiwara

dan lain-lain, bukan di sekolah saja, melainkan juga di luar sekolah.

b) mengadakan percakapan dengan anak, dengan orang tuanya dan dengan

orang-orang lain yang ada hubungannya dengan anak itu.

c) menggunakan test dan angket. Pada masa yang akan datang diharapkan akan

ada bermacam-macam test untuk mengenal inteligensi anak Indonesia dan

segi-segi kepribadian lainnya.

d) mempelajari anak dalam hubunganya dengan anak-anak lain dengan metode

sosiometri.

e) mengadakan catatan berkala atau anecdotal record mengenai kelakuan anak itu

dalam situasi-situasi tertentu.

f) menyelidiki hasil-hasil pekerjaan anak.

g) menyuruh anak membuat huku harian.

h) mengumpulkan segala keterangan mengenai anak itu dalam bentuk

"cumulative record" yakni pengumpulan segala keterangan mengenai anak itu,

yang dimulai pada saat ia masuk ke Taman Kanak-kanak dan terus-menerus

ditambah dari tahun ke tahun dan "menyertai" anak ke sekolah mana saja pun

ia pindah.

Page 109: asas- asas kurikulum

i) mengadakan penyelidikan yang mendalam mengenai riwayat hidup dan

kelakuan anak (case study), biasanya mengenai anak yang sukar dididik.

j) mempelajari buku-buku tentang anak-anak.

RANGKUMAN

1. Pandangan tentang anak berubah secara radikal oleh Jean Jacques Rousseau.

Sejak itu anak menjadi faktor yang harus dipertimbangkan dalam kurikulum.

Banyak tokoh pendidikan yang dipengaruhi olehnya.

2. Pendidikan harmonis mencakup perkembangan kognitif, afektif dan

psikomotor, atau perkembangan intelektual, emosional, social dan fisik.

3. Anak merupakan keseluruhan dan bereaksi sebagai keseluruhan terhadap

lingkungannya.

4. Tiap anak unik, mempunyai ciri-ciri tersendiri, lain daripada yang lain.

Kurikulum hendaknya memperhitungkan keunikan anak agar ia sedapat

mungkin dapat berkembang sesuai dengan bakatnya.

5. Walaupun tiap anak berbeda dengan anak lain, banyak pula persamaan antara

mereka. Maka sebagian dari kurikulum dapat sama bagi semua.

6. Kurikulum yang semata-mata didasarkan atas kebutuhan dan minat anak yakni

child-centered curriculum dikatakan ekstrem karena anak selalu berada dalam

masyarakatnya dan tak dapatmelepaskan diri dari tuntutan masyarakat.

7. Kebutuhan anak dapat ditinjau dari segi anak dan dari segi masyarakat. Kedua

segi ini harus dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum.

8. Abraham Maslow, Louis Raths, Earl Kelly mempunyai pandangan tertentu

tentang kebutuhan anak.

9. Robert Havighurst mempertemukan perkembangan individu dengan tuntutan

atau harapan masyarakat dalam konsep " developmental tasks".

10. Jean Piaget mengadakan studi yang mendalam tentang perkembangan

intelektual anak. Ia membedakan fase sensomotoris, fase pra-operasional., fase

operasional kongkret, dan fase operasional formal.

11. Lawrence Kohlberg menggunakan pola Piaget untuk mempelajari

perkembangan moral pada anak.

12. Ada berbagai cara bagi guru untuk mempelajari anak.

Page 110: asas- asas kurikulum

PERTANYAAN DAN TUGAS

1. Perhatikan sekelompok anak bermain atau berkumpul. Catat perbedaan-

perbedaan yang Saudara observasi.

2. Apakah jasa Rousseau bagi pendidikan. Bandingkan pendapat Rousseau

dengan semboyan pendidikan kita "Tut Wuri Handayani".

3. Pilih salah satu anak yang tinggal dekat Saudara.

4. Apa tafsiran Saudara bahwa anak itu suatu keseluruhan. Adakah bukti

Saudara.

5. Selidiki hingga mana perbedaan individual diperhatikan di sekolah kita. Cuba

pikirkan apa sebab demikian halnya.

6. Andaikata Saudara ingin memperhatikan perbedaan individual bagaimanakah

dapat melakukannya dalam pelajaran yang Saudara berikan. Kesulitan apakah

Saudara hadapi?

7. Bandingkan kebutuhan anak menurut Abraham Maslow dengan apa yang

dikemukakan Raths, dan Kelly. Adakah persamaan antara ketiga pendapat itu?

yang manakah yang paling menarik bagi Saudara? Alasannya ?.

8. Bila diperhatikan kebutuhan anak yang disebut oleh Maslow, Ratsh dan Kelly,

yang manakah yang Saudara rasa perlu diberi perhatian dalam pendidikan

kita?

9. Yang manakah di antara "The Ten Imperative Needs" yang menarik bagi

Saudara yang menurut pendapat Saudara perlu dipertimbangkan dalam

kurikulum kita?

10. Sesuaikah kebutuhan pemuda seperti dikemukakan Donald Doane dengan

kebutuhan pemuda kita?

11. Bandingkan "developmental tasks" di desa dan di kota. Adakah

perbedaannya? Dalam hal apa, dan apa sebabnya?

12. Adakah Saudara lihat perbedaan "developmental tasks" dahulu dan sekarang?

Apa sebab terjadi perubahan itu?

13. Coba terapkan beberapa cara guru untuk mengenal anak.

Page 111: asas- asas kurikulum

BAB 5 PROSES PERUBAHAN DAN PERBAIKAN

KURIKULUM

MAKNA PERUBAHAN KURIKULUM

Bila kita bicara tentang perubahan kurikulum, kita dapat hertanya dalam arti

apa kurikulum digunakan. Kurikulum dapat dipandang sebagai buku atau

dokumen yang dijadikan guru sebagai pegangan dalam proses belajar-mengajar.

Kurikulum dapat juga dilihat sebagai produk yaitu apa yang diharapkan dapat

dicapai siswa dan sebagai proses untuk mencapainya. Keduanya saling berkaitan.

Kurikulum dapat juga diartikan sebagai sesuatu yang hidup dan berlaku selama

jangka waktu tertentu dan perlu direvisi secara berkala agar tetap relevan dengan

perkembangan zaman. Selanjutnya kurikulum dapat ditafsirkan sebagai apa yang

dalam kenyataan terjadi dengan murid dalam kelas. Kurikulum dalam arti ini tak

mungkin direncanakan sepenuhnya betapapun rincinya direncanakan, karena

dala:n interaksi dalam kelas selalu timbul hal-hal yang spontan dan kreatif yang

tak dapat diramalkan sebelumnya. Dalam hal ini guru lebih besar kesempatannya

merjadi pengembang kurikulum dalam kelasnya. Akhirnya kurikulum dapat

dipandang sebagai cetusan jiwa pendidik yang berusaha untuk mewujudkan cita-

cita, nilai-nilai yang tertinggi dalam kelakuan anak-didiknya. Kurikulum ini

sangat erat hubungariya dengan kepribadian guru.

Kurikulum yang formal, mengubah pedoman kurikulum, relatif lebih

terbatas daripada kurikulum yang riil. Kurikulum yang riil,bukan sekadar buku

pedoman, melainkan segala sesuatu yang dialami ailak dalam kelas, ruang olah

raga, warung sekolah, tempat bermain, karyawisata, dan banyak kegiatan lainnya,

pendek kata mengenai seluruh kehidupan anak sepanjang bersekolah. Mengubah

kurikulum dalam arti yang luas ini jauh lebih luas dan dengan demikian lebih

pelik, sebab menyangkut banyak variabel. Perubahan kurikulum di sini berarti

mengubah semua yang terlibat di dalamnya, yaitu guru sendiri, murid, kepala

sekolah, penilik sekolah, juga orang tua dan masyarakat umumnya yang ber-

kepentingan dalam pendidikan sekolah. Dalam hal ini dikatakan, bahwa

perubahan kurikulum adalah perubahan social, curriculum change is social

change.

Page 112: asas- asas kurikulum

PERUBAHAN DAN PERBAIKAN

Perubahan tak selalu sama dengan perbaikan, akan tetapi perbaikan selalu

mengandung perubahan. Perbaikan berarti meningkatkan nilai atau mutu.

Perubahan adalah pergeseran posisi, kedudukan atau keadaan yang mungkin

membawa perbaikan, akan tetapi dapat juga memperburuk keadaan. Anak yang

mula-mula tak mengenal ganja, dapat berubah menjadi anak yang mengenalnya

lalu terlibat dalam kejahatan. Perubahan di sini tidak membawa perbaikan. Namun

demikian sering diadakan perubahan dengan maksud terjadinya perbaikan.

Perbaikan selalu dikaitkan dengan penilaian. Perbaikan diadakan untuk

meningkatkan nilai, dan untuk mengetahuinya digunakan kriteria tertentu.

Perbedaan kriteria akan memberi perbedaan pendapat tentang baik-buruknya

perubahan itu. Perubahan, sekalipun memberi perbaikan dalam segala hal bagi

semua orang. Dalam bidang kurikulum kita lihat betapa banyaknya ide dan usaha

perbaikan kurikulum yang dicetuskan oleh berbagai tokoh pendidikan yang

terkenal. Macam-macam kurikulum telah diciptakan dan banyak di antaranya

telah dijalankan. Apa yang mula-mula diharapkan, akhirnya ternyata

menimbulkan masalah lain, sehingga kurikulum itu ditinggalkan atau diubah. Ada

masanya pelajaran akademis yang diutamakan, kemudian tampil anak sebagai

pusat kurikulum, sesudah itu yang dipentingkan ialah masyarakat, akan tetapi

timbul pula perhatian baru terhadap pengetahuan akademis. Namun demikian,

dalam sejarah pendidikan, tak pernah sesuatu kembali dalam bentuk aslinya.

Biasanya yang lama itu timbul dalam bentuk yang agak lain, pada taraf yang lebih

tinggi. Misalnya, bila dalam pelajaran akademis diutamakan hafalan fakta dan

informasi, kemudian diutamakan prinsip-prinsip utama. Bila pada ketika

kurikulum sepenuhnya dipusatkan pada anak, kemudian disadari bahwa tak dapat

anak hidup di luar masyarakat. Disadari bahwa dalam kurikulum tak dapat

diutamakan hanya satu aspek saja, akan tetapi semua aspek : anak, masyarakat,

maupun pengetahuan secara berimbang.

BAGAIMANA TERJADINYA PERUBAHAN

Menurut para ahli sosiologi, perubahan terjadi dalam tiga fase, yakni fase

inisiasi, yaitu taraf permulaan ide perubahan itu dilancarkan, dengan menjelaskan

Page 113: asas- asas kurikulum

sifatnya, tujuan, dan luas perubahan yang ingin dicapai, fase legitimasi, saatnya

orang menerima ide itu dan fase kongruensi, saat orang mengadopsinya, me-

nyamakan pendapat sehingga selaras dengan pikiran para pencetus, sehingga tidak

terdapat perbedaan nilai lagi antara penerima dan pencetus perubahan.

Untuk mencapai kesamaan pendapat, berbagai cara yang dapat digunakan,

misalnya motivasi intrinsik dengan janji kenaikan gaji atau pangkat, memperoleh

kredit, dapat juga, paksaan keras atau halus, dengan menggunakan otoritas atau

indoktrinasi. Dapat juga dengan membangkitkan motivasi intrinsik dengan

menjalankan sikap ramah, akrab, penuh kesabaran dan pengertian, mengajak turut

berpatisipasi, mengemukakan perubahan sebagai masalah yang dipecahkan

bersama. Perubahan akan lebih berhasil, bila dari pihak guru dirasakan

kekurangan dalam keadaan, sehingga timbul hasrat untuk memperbaikinya demi

kepentingan bersama. Perubahan yang terjadi atas paksaan dari pihak atasan,

biasanya tidak dapat bertahan lama, segera luntur dan hanya diikuti secara formal

dan lahiriah. Menjadikan perubahan sebagai masalah, melibatkan semua yang

terlibat dalam perumusan masalah, pengumpulan data, menguji alternatif, dan

selanjutnya mengambil kesimpulan berdasarkan percobaan, dianggap akan lebih

mantap dan meresap dalam hati guru. Akan tetapi karena prosedur ini makan

waktu dan tenaga yang banyak, dan selain itu diinginkan perubahan yang uniform

di semua sekolah, maka sering dijalankan cara otoriter, indoktrinatif, tanpa

mengakui kemampuan guru untuk berpikir sendiri dan hanya diharuskan

menerima saja. Cara ini efisien, namun dalam jangka panjang tidak efektif. Dan

bila ada perubahan atau perbaikan baru, yang lama ditinggalkan saja tanpa

membekas.

PERUBAHAN GURU

Perubahan kurikulum tak akan dapat dilaksanakan tanpa perubahan pada

guru sendiri. Seperti manusia lainnya, guru juga sering tidak mudah berubah,

karena telah biasa dengan cara-cara yang lama. Setiap perubahan akan dapat

mengganggu ketenteramannya. Guru cenderung bersifat konservatif, sebab

tugasnya terutama untuk melestarikan kebudayaan dengan menyampaikannya

kepada generasi muda.

Page 114: asas- asas kurikulum

Namun apabila ia merasa ketidakpuasan dengan keadaan, maka ia mencari

cara baru untuk mengatasi kekurangan yang dirasakannya pada dirinya dan dalam

situasi pendidikan. Pada saat itu ia terbuka bagi perubahan. Bila ia memperoleh

informasi melalui ceramah atau bacaan, maka ia dapat memperoleh pandangan

baru tentang pendidikan. Ia melihat situasi dengan mata lain. Timbul padanya

kebutuhan dan motivasi untuk menerima perubahan yang dapat memberi

perbaikan. Seorang yang ingin melancarkan perubahan, harus berusaha

menimbulkan kebutuhan itu pada guru-guru. Selain itu ia jangan bertindak

sebagai orang yang serba tahu yang akan mengubah kelakuan guru. Hendaknya ia

sebanyak mungkin melibatkan guru dalam proses perubahan itu. Ia dapat bersama

guru merumuskan masalah yang dihadapi yang akan dipecahkan bersama,

mencari hipotesis atau alternatif, mengumpulkan data, mengambil keputusan,

menguji-cobakannya dan mengevaluasinya. Perubahan hendaknya disertai

pengalaman yang kongkret. Dalam proses itu hendaknya selalu diusahakan

komunikasi terbuka, sehingga guru-guru bebas mengemukakan pendapatnya.

Walaupun petugas itu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi, hendaknya ia

hati-hati menggunakan kekuasaan dan kewibawaannya.

Ia juga menentukan bagaimana memandang guru, apakah sebagai orang

yang kurang terdidik yang memerlukan latihan, atau makhluk psikologis yang

dapat dibujuk, atau sebagai makhluk ekonomis yang harus diberi insentif, uang,

atau sebagai pegawai yang dapat dipaksa agar patuh, ataukah sebagai seorang

profesional yang bertanggung jawab atas mutu profesinya, atau sebagai makhluk

rasional yang dapat diajak berpikir dalam memecahkan masalah bersama. Sikap

petugas pembaharu banyak berpengaruh atas kemantapan perubahan yang

diinginkan.

Guru adalah tokoh utama dalam kelasnya. Ia akan menentang perubahan

yang akan mengurangi kedudukannya. Metode yang meniadakan peranan guru

dan terutama didasarkan atas bahan yang telah tersusun, tidak akan diterima guru

dengan senang hati. Juga perubahan yang meminta pengorbanan tenaga, waktu,

dan pikiran akan menemui pertentangan. Ia hendaknya diakui sebagai manusia.

Page 115: asas- asas kurikulum

Orang yang berperan sebagai pengubah kurikulum harus dapat bekerja-

sama, harus dapat mempengaruhi orang dan memberi inspirasi. Ia harus

mempunyai sensitivitas sosial, terbuka bagi pikiran orang lain dan terbuka bagi

perubahan. Akan tetapi ia harus seorang profesional, namun rendah hati dan tidak

memamerkan pengetahuannya.

MENGUBAH LEMBAGA ATAU ORGANISASI

Mengubah lembaga atau organisasi menghadapi kesulitan lain. Tiap

organisasi mempunyai struktur sosial tertentu. Tiap orang mempunyai status

tertentu dan menjalanakan peranan tertentu yang memberinya harga diri atau

kekuasaan. Mengadakan dalam struktur itu dapat mengancam kedudukan

seseorang. Sering pula organisasi itu mempunyai hierarki yang ketat, mengikuti

prosedur yang tetap. Untuk mengadakan perubahan, harus diketahui dan

dipertimbangkan keadaan yang ada.

Menurut para ahli dalam "social engineering" dalam usaha mengadakan

perubahan dapat dilalui empat Iangkah, yakni 1, menganalisis situasi, 2.

menentukan perubahan yang perlu diadakan, 3. mengadakan perubahan itu, dan 4.

memantapkan perubahan itu.

Sikap orang terhadap perubahan berbeda-beda. Ada yang bersedia

menerimanya, ada yang menentangnya terang-terangan atau diam-diam, ada pula

yang acuh-tak-acuh. Ada yang ikut-ikutan tanpa komitmen, ada yang ikut sekadar

mengamankan diri karena takut bila ia mendapat tindakan. Hendaknya dicegah

timbulnya popularisasi, yaitu dua pihak yang bertentangan. Perubahan hanya

dapat berhasil bila semua bekerja-sama. Diusahakan mengenal daya-daya yang

membantu dan menghalangi perubahan itu dan diadakan usaha untuk memperkuat

daya-daya yang menyokong sambil melemahkan, melumpuhkan bahkan meniada-

kan daya-daya yang menghambat. Untuk itu diperlukan kebijaksanaan dan

kepekaan sosial.

Semua harus menyadari adanya masalah yang dihadapi serta kemungkinan

untuk mengadakan perubahan. Diusahakan agar semua menaruh minat terhadap

usaha itu. Diberi waktu untuk membicarakan dan memikirkan makna perubahan

Page 116: asas- asas kurikulum

itu bagi lembaga atau organisasi dan dengan percobaan itu bagi lembaga atau

organisasi dan dengan percobaan mempraktikkannya memperIihatkan manfaat

perubahan itu. Bila timbul keyakinan akan kebaikan perubahan itu, maka besar

harapan akan diterima dan digunakan untuk masa selanjutnya.

KELAMBANAN PERUBAHAN DALAM PENDIDIKAN

Dibandingkan dengan bidang pertanian, perubahan dalam pendidikan

berjalan dengan lamban sekali. Praktik-praktik yang telah dijalankan ratusan

tahun yang lalu masih berlaku, sedangkan cara-cara yang baru sangat sukar

diterima dan membudaya. Dapat disebut beberapa sebab kelambanan itu. Pertama,

pendidikan, termasuk kurikulum belum cukup mempunyai dasar ilmiah. Belum

dapat diramalkan dengan pasti apa yang akan terjadi bila dijalankan metode

tertentu. Terlampau banyak variabel yang mempengaruhi hasil suatu tindakan

pendidikan. Setiap metode, demikian pula tiap kurikulum, betapapun banyak

kebaikannya, mempunyai sejumlah kelemahan. Kedua, pendidikan, termasuk

kurikulum, tidak mempunyai petugas tertentu, yang bersedia memberi bantuan

kapan saja diperlukan, seperti halnya dalam bidang pertanian yang menyediakan

petugas lapangan. Juga Kanwil tidak menyediakan petugas yang bersedia

dipanggil kapan saja guru atau sekolah memerlukan bantuannya guna mengatasi

kesulitan yang dihadapi berkenaan dengan pelaksanaan kurikulum. Ketiga, guru

atau siapa saja yang mengadakan perbaikan, tidak mendapat insentif dan hanya

menerima penghargaan finansial berupa gaji seperti guru lain yang hanya

mengikuti tradisi. Keempat, kebanyakan guru mempertahankan cara-cara lama

yang telah teruji dan telah dikenalnya dengan baik dan dijalankan secara rutin.

Kelima, kurikulum yang uniform menghambat ruang gerak guru untuk

mengadakan perubahan dan menimbulkan kesan, seakanakan tiap penyimpangan

dari apa yang telah ditentukan dalam pedoman kurikulum akan dianggap sebagai

pelanggaran. Akan tetapi seperti telah dikemukakan di atas, betapapun rincinya

kurikulum ditentukan oleh pusat, selalu cukup banyak kesempatan bagi guru

untuk berperan sebagai pengembang kurikulum. Tentu saja diharapkan agar guru-

guru lebih banyak diberi peluang untuk mencari cara-cara baru atau lebih

menyesuaikan kurikulum dengan kebutuhan murid dan lingkungan. Pengawasan

yang terlampau ketat dari atasan akan menghambat berkembangnya inisiatif dan

Page 117: asas- asas kurikulum

kreativitas guru dan merendahkannya menjadi sekadar tukang yang banyak

bekerja secara otomatis dan rutin, padahal mengajar itu selalu merupakan

"adventure" penuh rahasia yang menarik untuk dipikirkan.

TINGKAT PERUBAHAN

Peruhahan kurikulum dapat kecil dan sangat terbatas, dapat pula luas dan

mendasar. Perubahan itu dapat berupa : I . substitusi, 2. alterasi, 3. variasi, 4.

restrukturiSasi, dan 5. orientasi baru.

Substitusi dapat berupa mengganti buku pelajaran, misalnya IPS dengan

buku karangan orang lain yang dianggap lebih baik. Jadi di sini perubahan itu

sangat kecil hanya mengganti atau menukar buku pelajaran. Alterasi juga berarti

perubahan, dalam hal ini misalnya menambah atau mengurangi jam pelajaran

untuk bidang studi tertentu, yang dapat mempengaruhi jam pelajaran bidang studi

lain.. Perubahan ini lebih sulit diadakan dibanding dengan substitusi, karena perlu

diyakini apa sebab perlu jam pelajaran ditambah, sedangkan di pihak lain

dikurangi waktunya. Dengan variasi dimaksud menerima metode yang berhasil di

sekolah lain untuk dijalankan di sekolah sendiri, dengan meniadakan yang lama.

Perubahan serupa ini memerlukan perubahan pada guru yang harus mempelajari

dan menguasai cara baru itu. Perubahan ini lebih sulit lagi dibandingkan dengan

perubahan sebelumnya. Lebih banyak risikonya ialah restrukturisasi, misalnya

menjalankan team teaching, yang memberi peranan baru kepada guru dan

memerlukan tenaga dan fasilitas baru. Dan akhirnya, perubahan yang paling besar

risikonya ialah bila dituntut orientasi nilai-nilai baru, misalnya peralihan dari

kurikulum . yang "subject-centered" menjadi "unit approach", atau kurikulum

yang berpusat pada pengetahuan akademis menjadi kurikulum yang berpusat pada

anak atau macam-macam pendekatan lain dalam kurikulum.

STUDI TENTANG KEBERHASILAN PERUBAHAN KURIKULUM

Othanel Smith dan D. Orlosky mempelajari berbagai perubahan dan

pembaruan kurikulum dalam 80 tahun akhir-akhir ini di Amerika Serikat, yakni

yang terjadi sebelum dan sesudah 1950. Keberhasilan perubahan atau pembaruan

mereka beda penilaian 1 sampai 4. Nilai 1 berarti bahwa ide pembaruan itu tidak

dilaksanakan di sekolah dan sukar dicari realisasinya di sekolah. Nilai 2 artinya,

Page 118: asas- asas kurikulum

bahwa perubahan itu tidak diterima secara meluas, namun mempunyai pengaruh

terhadap pendidikan. Nilai 3 artinya perubahan dan nilai 4 menunjukkan bahwa

perubahan itu telah berhasil memasuki semua sekolah, jadi telah membudaya.

Ternyata bahwa kurikulum seperti Core curriculum, Creative education,

Thirty school experiment, hanya berupa ide akan tetapi tidak ada perwujudannya

di sekolah. Juga Activitiy Curriculum, Community school, Sex education dan

Unit method kurang mendapat "pasaran". Sebaliknya Driver education, Elective

System, Environmental education, Safety education dan Vocational and technical

education pada umumnya diterima baik oleh kebanyakan sekolah.

Apa sebab ada yang diterima sedangkan ada pula yang kebanyakan ditolak?

Ternyata menambah atau mengurangi mata pelajaran lebih mudah diterima

daripada reorganisasi seluruh kurikulum. Misalnya Driver education,

Environmental education, Vocational and technical education dapat diterima

dengan mudah, sedangkan Thirty school experiment yang mengharuskan perom-

bakan kurikulum secara menyeluruh hanya tinggal cita-cita yang tak berwujud.

Merombak kurikulum mengandung banyak risiko tanpa jaminan akan berhasil

baik.

Perubahan tidak akan diterima atau bertahan lama, bila kurang dukungan

dari masyarakat, seperti halnya dengan Sex education, atau mendapat tantangan

dari pihak guru, karena mengurangi .atau menghilangkan kekuasaan guru, atau

mengubah peranannya. Atau, bila terlampau banyak tuntutan, pikiran, tenaga,

waktu dan pengorbanan dari pihak guru, seperti Activity curriculum, Community

school, Creative education atau Core curriculum.

Selain itu, perubahan kurikulum hendaknya menyesuaikan diri dengan

"kebudayaan" guru, yaitu cara mereka lazimnya berpikir dan berbuat, selain

dengan kebudayaan masyarakat. Penelitian dan perkembangan ternyata tidak

efektif dalam perubahan kurikulum. Perubahan harus responsif terhadap kebu-

tuhan dan kemampuan guru.

Dalam perubahan kurikulum kepala sekolah memainkan peranan yang

sangat penting, karena dialah yang mempunyai kekuasaan dan kewibawaan dan

Page 119: asas- asas kurikulum

kepemimpinan untuk melancarkan, melanjutkan, dan memantapkan perubahan.

Juga bahan pelajaran seperti paket pelajaran, pusat alat instruksional dapat mem-

beri sumbangan dalam perubahan kurikulum. Selain itu penataran atau mengikuti

kuliah di perguruan tinggi untuk mengikuti perkembangan pengetahuan dalam

disiplin tertentu, demikian juga inservice education dan pengembangan staf, dapat

memberi bantuan masing-masing dalam perubahan kurikulum.

BEBERAPA PETUNJUK TENTANG PROSES PERUBAHAN

KURIKULUM

Di bawah ini diberi sejumlah saran-saran singkat tentang Iangkah-langkah

dalam proses mengubah kurikulum :

1. Pupuklah suasana dan kondisi kerja yang serasi. Suasana kerja harus memberi

kesempatan bagi peserta untuk mengeluarkan buah pikirannya secara bebas.

Saran-saran mereka harus diperhatikan. Mereka harus diikutsertakan dalam

merumuskan dan memecahkan masalah yang dihadapi bersama.

Keberhasilan perubahan bergantung pada kualitas dan kuantitas para peserta.

Ada kalanya diperlukan bantuan dari orang lain, misalnya dari Kanwil atau

Perguruan Tinggi Perlu disediakan sumber dan bahan yang diperlukan. Hen-

daknya dijauhi hal-hal yang dapat mengganggu.

2. Berikan waktu yang cukup, jangan terlampau cepat, jangan pula terlampau

lambat. Mendesak agar cepat bekerja akan cepat menghasilkan pekerjaan yang

tergesa-gesa dan tidak cermat. Pelaksanaan perubahan memerlukan waktu.

Ada kalanya untuk suatu program, misalnya perbaikan pengajaran bahasa,

diperlukan waktu 3-4 tahun.

3. Tentukan kegiatan yang sesuai, misalnya ada yang lebih serasi bila dilakukan

oleh panitia, kelompok studi, workshop, konperensi, seminar, dapat pula

mengadakan wawancara, observasi, demonstrasi, atau menggunakan alat-alat

seperti tape-recorder, TV, dan lain-lain.

4. Tentukan prosedur penilaian dalam tiap usaha perubahan. Evaluasi dimaksud

untuk memperoleh gambaran tentang taraf tercapainya tujuan. Setelah

dirumuskan tujuan perubahan, harus segera ditentukan cara menilai hingga

mana tercapainya tujuan itu. Baru kemudian ditentukan kegiatan-kegiatan

untuk mencapai tujuan itu.

Page 120: asas- asas kurikulum

PROSES PERBAIKAN KURIKULUM

Seperti telah dikemukakan, kurikulum bermacam-macam tafsirannya. Pada

satu pihak, kurikulum dipandang sebagai buku pedoman dan wewenang untuk

mengembangkannya ialah pusat, kementerian Depdikbud. Yang dihasilkan ialah

suatu kurikulum nasional yang menentukan garis-garis besar apa yang harus di-

ajarkan kepada murid-murid. Di pihak lain, kurikulum dapat ditafsirkan sebagai

segala sesuatu yang terjadi dalam kelas dan sekolah yang mempengaruhi

perubahan kelakuan para siswa dengan berpedoman pada kurikulum yang

ditentukan oleh Pemerintah. Dalam arti terakhir ini, perbaikan kurikulum terutama

tergantung pada guru. Dialah menentukan apa yang sesungguhnya terjadi dalam

kelasnya. Dalam posisi itu boleh dikatakan ialah pengembang kurikulum, dan ada

tidaknya perbaikan pengajaran dalam kelasnya bergantung pada ada tidaknya

usaha guru.

Tak semua guru sadar akan peranannya sebagai pengembang kurikulum,

karena ia memandang dirinya sekadar sebagai pelaksana kurikulum, yang

berusaha jangan menyimpang sedikit pun dari ketentuan dari atasan. Apa yang

ditentukan oleh atasanya sebenarnya masih jauh dari lengkap. Yang diberikan

terutama garis-garis besarnya, dan kalaupun dirincikan, mustahil meliputi

kegiatan guru-siswa sampai hal yang sekecil-kecilnya. Kurikulum sekolah kita,

menentukan hanya sampai tujuan instruksional umum, TIU. Yang merumuskan

TIK-nya ialah guru. Bahan pelajaran juga hanya pokok-pokoknya, masih banyak

yang harus dilengkapi guru. Demikian pula, metode yang dianjurkan sangat

terbatas dan tidak spesifik. Banyak lagi kesempatan bagi guru untuk secara kreatif

memilih dari sejumlah besar metode, strategi, atau model mengajar yang tersedia.

Penilaian formatif dan sumatif untuk pelajaran yang diajarkan guru, sepenuhnya

dalam tangan guru. Ia tidak terikat pada test tertulis, akan tetapi dapat men-

jalankan penilaian yang lebih komprehensif yang meliputi aspek emosional,

moral, sosial, sikap dan aspek afektif lainnya. Ia dapat menilai kemampuan

kognitif pada tingkat mental yang jauh lebih tinggi daripada yang dapat diukur

dengan Ebtanas. Dialah yang dapat menilai aspek-aspek kepribadian anak. Ialah

yang berada dalam posisi strategis untuk mengenal perkembangan anak, fisik,

mental, etis, estetis, sosilal, dan lain-lain.

Page 121: asas- asas kurikulum

Antara kurikulum nasional yang dijadikan pedoman sampai perubahan

kelakuan anak, masih terdapat jarak yang cukup luas, yang memerlukan

pemikiran, kreativitas, dan kegiatan guru. Dalam hal inilah ia harus sadar akan

fungsinya sebagai pengembang kurikulum. Fungsi ini tentu harus lebih disadari

kepala sekolah yang bertanggung-jawab atas pendidikan di seluruh sekolahnya

dan seyogianya berusaha sedapat mungkin mengadakan perbaikan kurikulum

sekolahnya Tiap sekolah berbeda dengan sekolah lain, walaupun berada di kota

yang sama,apalagi sekolah di daerah lain yang berbeda sifat geografi dan sosial-

ekonominya. Dan tiap guru berbeda pribadinya dengan guru lain. Juga muridnya

menunjukkan ciri-ciri khas yang mungkin bertukar dari tahun ke tahun.

Pada umumnya guru kita masih belum menyadari peranannya sebagai

pengembang kurikulum. Kurikulum kita uniform di samping usaha untuk sedapat

mungkin mengatur apa yang harus dilakukan oleh guru sampai yang sekecil-

kecilnya. Meningkatkan mutu pendidikan dapat dilakukan dengan dua macam

pendekatan. Pertama, menyusun paket pelajaran sedemikian rupa, sehingga guru

hanya berperan untuk mengatur distribusi bahan itu menurut kecepatan anak.

Pelajaran itu dapat berupa modul atau pelajaran berprograma. Pendekatan kedua

ialah meningkatkan mutu guru sehingga mampu menjalankan bahkan

memperbaikinya bila ada kelemahannya. Pendekatan pertama sangat mahal selain

banyak kekurangannya. Pendekatan kedua memerlukan guru yang profesional,

berkompetensi tinggi, guru yang berjiwa dinamis dan terbuka bagi pembaruan.

Pendekatan ini pun tak mudah dijalankan karena menuntut kualitas guru yang

tinggi yang masih belum terpenuhi pada saat ini.

Kurikulum yang uniform dapat menjadi alasan bagi guru untuk menjauhi

inisiatif perbaikan dan hanya menunggu instruksi dari pihak atasan. Sebaliknya

atasan yang tidak merangsang guru untuk bersifat dinamis dan memberi

kesempatan serta dorongan untuk mencobakan perbaikan atas pemikiran sendiri

dan tidak turut serta dalam usaha perbaikan dan penyesuaian dengan keadaan

setempat, cenderung mematikan kreativitas guru.

Kurikulum tak kunjung sempurna dan senantiasa dapat diperbaiki. Bahan

segera usang karena kemajuan zaman, pelajaran harus memperhatikan perbedaan

Page 122: asas- asas kurikulum

individu dan mencari relevansi dengan kebutuhan setempat, dan sebagainya. Bila

kita ingin memperbaiki kurikulum sekolah, kita harus memperhatikan sejumlah

dasar-dasar pertimbangan, agar usaha itu berhasil baik, antara lain :

Mengetahui tujuan perbaikan

Mengenal situasi sekolah

Mengetahui kebutuhan siswa dan guru

Mengenal masalah yang dihadapi sekolah

Mengenal kompetensi guru

Mengetahui gejala sosial

Mengetahui perkembangan dan aliran dalam kurikulum.

Mengetahui Tujuan Perbaikan.

Langkah pertama ialah mengetahui dengan jelas apa yang sebenarnya ingin

dicapai, bagaimana cara mencapainya, bagaimana melaksanakannya, apakah perlu

dicari proses belajar-mengajar baru, sumber belajar apa yang diperlukan,

bagaimana mengorganisasi bahan itu, bagaimana menilainya, bagaimana me-

manfaatkan balikannya. Ada kemungkinan, tujuannya harus diperjelas atau

diubah, demikian pula desain perbaikan atau implementasinya dan metode

penilaiannya. Jadi perbaikan kurikulum tak kunjung berakhir dan bergerak terus.

Kurikulum bukan benda mati akan tetapi sesuatu yang hidup mengikuti

perkembangan zaman.

Mengenal Keadaan Sekolah.

Sering guru-guru tidak mengenal betul situasi sekolah yang sebenarnya,

misalnya kurang mengenal potensi guru, sumber belajar yang tersedia di sekolah

atau lingkungan, kurang mengenal keadaan masyarakat lingkungan, tidak

mengenal sejarah perkembangan sekolah atau memahami kurikulum sekolah

sebagai keseluruhan serta hubungannya dengan instansi lain, atau bantuan yang

dapat diperoleh, misalnya dari staf perguruan tinggi, termasuk IKIP.

Mempelajari Kebutuhan Murid Dan Guru.

Agar ada dorongan untuk memperbaiki kurikulum harus disadari adanya

kesenjangan antara keadaan yang nyata dengan apa yang diharapkan oleh

kurikulum resmi atau apa yang diinginkan siswa dan guru. Mengetahui kebutuhan

Page 123: asas- asas kurikulum

itu merupakan titik tolak bagi usaha perbaikan. Tujuan pendidikan seperti

diharapkan Pemerintah dapat memberi dorongan untuk mengadakan perubahan

dalam keadaan sekarang yang dirasa tidak memuaskan. Untuk melaksanakan

perbaikan itu perlu diadakan studi yang lebih luas guna memperoleh data lain

yang dirasa perlu. Data tentang siswa, keadaan siswa secara keseluruhan, macam-

macam golongan etnis, jumlah penerimaan, lulusan dan putus sekolah, hasil

belajar, perkembangan fisik, sosial, moral, intelektual, keadaan rumah tangga,

kebudayaan masyarakat anak, nilai-nilai dan harapan masa depan, cara murid

belajar, konsep-diri anak, bahan pelajaran, proses belajar-mengajar, relevansi

kurikulum, dan sebagainya. Dalam semua hal itu mungkin terdapat kekurangan-

kekurangan yang perlu mendapat perhatian.

Untuk memperoleh data dapat digunakan test tertutup dan terbuka,

wawancara, angket, sosiometri, analisis pekerjaan murid, observasi, dan lain-lain.

Juga dapat diadakan brainstorming dengan guru, orangtua atau murid untuk

mengetahui kelemahan-kelemahan dalam pendidikan di sekolah. Untuk

mengetahui kebutuhan mana yang dirasa paling penting untuk diatasi, dapat

diminta guru mengadakan ranking untuk kemudian didiskusikan selanjutnya dan

memilih yang dirasa paling urgen. Suatu masalah ialah, apakah guru-guru

memang ingin mengadakan perbaikan yang dianjurkan, bagaimanakah

menyisipkan perbaikan itu kedalam kurikulum resmi, apakah perbaikan itu

sungguh-sungguh mengenai inti persoalan ataukah hanya menyinggung gejalanya.

Mengenal Masalah Yang Dihadapi Sekolah.

Sebaliknya yang dijadikan fokus perbaikan ialah masalah-masalah yang

dihadapi guru dalam pekerjaannya sehari-hari, yang sering berkenaan dengan

metode mengajar, memperhatikan perbedaan individual, memilih bahan pelajaran

yang lebih serasi, organisasi kelas, fasilitas yang membantu proses belajar-menga-

jar, cara meningkatkan motivasi siswa belajar, dan lain-lain. Masalah juga dapat

berasal dari murid, orangtua, masyarakat atau pemerintah.

Masalah yang dipilih hendaknya jangan terlampau luas sehingga sukar

dikendalikan. Sebaliknya jangan pula terlampau sempit sehingga tak bermakna.

Page 124: asas- asas kurikulum

Masalah yang dianjurkan oleh pihak luar, mungkin tidak dirasa relevan, tidak

prakis oleh guru dan tidak akan mendapat dukungan.

Jika telah ditentukan dan disetujui masalah perbaikan yang akan dikerjakan,

masalah itu dapat diperlukan sebagai cara pemecahan masalah pada umumnya,

yakni merumuskan masalahnya, menentukan hipotesis, mengumpulkan data,

mencobakannya apakah benar hipotesis itu, mengambil kesimpulan,

mengimplementasikannya, menilai untuk mcmperoleh balikan, mengadakan pe-

rubahan, dan seterusnya sampai tercapai hasil yang memuaskan.

Mengenal Kompetensi Guru.

Untuk memperbaiki kurikulum perlu diketahui kompetensi guru sebagai

partisipan dalam pengembangannya, pengetahuan mereka tentang seluk-beluk

kurikulum, bahan pelajaran, proses mengajar-belajar, psikologi anak, sosiologi,

dan sebagainya, selain kompetensi umum, seperti kemampuan membuat

perencanaan, kemampuan untuk mencetuskan ide-ide baru, kemampuan mem-

pertemukan pandangan yang bertentangan, serta memupuk suasana yang

menyenangkan, kemampuan bekerja-sama untuk menghasilkan pekerjaan yang

bermutu, kemampuan untuk mengarahkan dan mengkoordinasi, kemampuan

menganalisis situasi dan menafsirkan perbuatan, kemampuan memilih dari

sejumlah alternatif, kemampuan mengadakaan eksperimen dan penelitian,

kemampuan untuk menanyakan pertanyaan yang relevan, kemampuan

menyatakan pikiran secara lisan dan tulisan, serta menggunakan alat, seperti

komputer.

Mengenal Gejala Sosial.

Perbaikan kurikulum dapat berasal dari desakan dari dalam dunia

pendidikan, maupun dari luarnya. Dari dalam pendidikan dorongan ke arah

perbaikan dapat bersumber dari guru, kepala sekolah, murid, dapat juga dari

penilik sekolah atau dari kementerian. Tiap guru mengalami hal-hal yang tidak

memuaskan yang perlu diperbaikinya. Murid-murid pun mempunyai sejumlah

keluhan tentang kekurangan yang dirasakannya tentang sekolah. Kepala sekolah

sudah sewajarnya mencita-citakan sekolah yang baik. Pemilik sekolah dalam

kunjungannya tentu akan memberi sejumlah saran ke arah perbaikan kurikulum.

Page 125: asas- asas kurikulum

Juga dari pihak luar datang usul-usul perbaikan sekolah, karena tiap

orangtua mengharapkan pendidikan yang sebaik-baiknya bagi anaknya. Orangtua

pada umumnya belum menyadari sepenuhnya peran mereka dalam perbaikan

sekolah. Namun suara masyarakat tentang pendidikan sering dicetuskan melalui

koran dan mass media lainnya. Perguruan tinggi juga dapat menunjukkan

keluhannya tentang mutu lulusan SMA dan konsumer para lulusan lembaga

pendidikan merasakan kekurangan dalam tenaga kerja.

Tak semua keluhan itu dapat dipenuhi. Lagi pula keluhan itu perlu

dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh oleh sebab tidak tiap keluhan

mempunyai dasar yang kuat yang didukung oleh fakta. Namun adanya keluhan itu

seharusnya mendorong para pendidik untuk menilai diri sendiri dan berusaha

memperbaikinya. Hingga kini, pada umumnya para pendidik, khususnya guru-

guru belum berani mengambil inisiatif mengadakan perbaikan sendiri, lalu

membiarkan keadaan berlangsung, sampai pada suatu saat lahir kurikulum baru,

yang belum tentu memberi perbaikan. Kurikulum yang barn sama sekali

cenderung melenyapkan segala kebaikan kurikulum yang lampau. Bila kurikulum

diperbaiki secara kontinu, tak perlu diambil risiko besar untuk mengadakan

pembaruan total yang dapat menimbulkan goncangan besar di kalangan guru-

guru. Kurikulum yang baik tidak diperoleh sekaligus dengan adanya kurikulum

yang baru sama sekali. Kurikulum harus dibangun terus menerus, sedikit demi

sedikit yang lazim disebut sebagai "broken front". Tak dapat kurikulum serentak

diperbaiki dalam segala "front". Misalnya, guru suatu bidang studi yang dinamis

dapat memperbaiki pengajaran hidang studinya, yang mungkin tidak dilakukan

guru bidang studi lainnya. Demikian juga suatu sekolah yang "favorit" karena

mutunya, dapat lebih meningkatkannya lagi, tanpa menunggu kemajuan sekolah

lain yang ketinggalan. Masing-masing sekolah dapat berusaha mencapai

"excellence", keunggulan dan tiap guru dapat mengusahakan tercapainya mutu

yang senantiasa meningkat. Perlombaan sehat antara sekolah dalam peningkatan

mutu hendaknya jangan dihalangi. Sekolah yang ketinggalan dalam hal tertentu

dapat belajar dari sekolah yang telah maju. Kurikulum yang uniform mengenal

standard minimal tidak menghambat mencapai mutu yang setinggi-tingginya.

Page 126: asas- asas kurikulum

Mengetahui Aliran-aliran Dalam Pengembangan Kurikulum.

Kurikulum adalah bidang yang subur bagi penelitian. Banyak buku dan

karangan terbit berkenaan dengan studi tentang kurikulum. Berbagai aliran timbul

untuk mencari alternatif baru sebagai reaksi terhadap praktik kurikulum yang

berlaku sekarang. Tiap aliran mengandung hal-hal yang positif yang dapat

memperluas pandangan guru tentang kurikulum yang dapat mendorongnya untuk

menerapkannya sejauh itu mungkin. Ide-ide baru dapat menjadi pokok diskusi di

kalangan guru, asal diadakan waktu khusus oleh kepala sekolah untuk

membicarakan kurikulum sekolah secara berkala.

Tak semua aliran baru dalam kurikulum dapat diterapkan. Banyak di

antaranya yang hanya berupa ide saja tanpa direalisasikan. Namun ada saja

kemungkinan mengambil aspek-aspek tertentu yang dapat memberikan perbaikan

dalam rangka kurikulum yang berlaku. Biasanya guru tidak berpegang secara

ketat pada satu pola kurikulum tertentu. Biasanya ia bersifat eklektik, memilih apa

yang dirasanya bermanfaat bagi tujuan tertentu. Ia dapat pada suatu saat

menggunakan teori belajar S-R mematuhi PPSI dan sesaat lagi menerapkan

pendekatan proses yang berdasarkan teori belajar Gestalt. Maka karena itu guru

dapat membukakan diri terhadap berbagai aliran dalam pengembangan kurikulum.

LANGKAH-LANGKAH DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM DI

SEKOLAH

Agar usaha perbaikan kurikulum di sekolah dapat berhasil baik hendaknya

diperhatikan langkah-langkah yang berikut :

- Adakan penilaian umum tentang sekolah, dalam hal apa sekolah itu lebih baik

atau lebih rendah mutunya daripada sekolah lain, adanya diskrepansi antara

kenyataan dengan apa yang diharapkan berbagai pihak, sumber-sumber yang

tersedia atau tidak tersedia, dan lain-lain.

- Selidiki berbagai kebutuhan, antara lain kebutuhan siswa, kebutuhan guru, dan

kebutuhan akan perubahan dan perbaikan.

- Mengidentifikasi masalah serta merumuskannya, yang timbul berdasarkan

studi tentang berbagai kebutuhan yang tersebut di atas lalu memilih salah satu

yang dianggap paling mendesak.

Page 127: asas- asas kurikulum

- Mengajukan saran perbaikan, sebaiknya dalam bentuk tertulis, yang dapat

didiskusikan bersama, apakah sesuai dengan tuntutan kurikulum yang berlaku,

menilai maknanya bagi perbaikan sekolah dan menjelaskan makna serta im-

plikasinya.

- Menyiapkan desain perencanaannya yang mencakup tujuan, cara

mengevaluasi, menentukan bahan pelajaran, metode penyampaiannya,

percobaan, penilaian, balikan, perbaikan, pelaksanaan, dan seterusnya.

- Memilih anggota panitia, sedapat mungkin sesuai dengan kompetensi masing-

masing.

- Mengawasi pekerjaan panitia, biasanya oleh kepala sekolah.

- Melaksanakan hasil panitia oleh guru dalam kelas. Oleh sebab pekerjaan ini

tidak mudah, kepala sekolah hendaknya senantiasa menyatakan

penghargaannya atas pekerjaan semua yang terlibat dalam usaha perbaikan ini.

- Menerapkan cara-cara evaluasi, apakah yang direncanakan itu dapat

direalisasikan. Apa yang indah di atas kertas, belum tentu dapat diwujudkan.

- Memantapkan perbaikan, bila ternyata usaha itu berhasil baik dan dijadikan

pedoman selanjutnya.

Pada taraf permulaan hendaknya diambil suatu proyek yang sederhana, yang

besar harapannya dapat dilaksanakan dengan baik. Ketidakberhasilan akan

menimbulkan kekecewaan dan keengganan untuk mengadakan perbaikan di masa

mendatang. Perlu pula memilih orang-orang yang benar-benar bermotivasi untuk

mengadakan perbaikan dan mempunyai kompetensi yang memadai. Perlu pula

ditentukan batas waktu perencanaan dan pelaksanaan proyek ini. Perbaikan

kurikulum memerlukan waktu lama sebelum membudaya, kadang-kadang 2

sampai 5 tahun, bergantung pada luas perbaikan yang akan diadakan. Jadi jangan

didesak melakukannya dengan tergesa-gesa. Ada perbaikan kurikulum yang

fundamental yang makan waktu puluhan tahun. Sering kurikulum yang dijalankan

masih mirip dengan yang terdapat puluhan bahkan ratusan tahun yang silam.

Perubahan kurikulum senantiasa melibatkan perubahan manusia yang

melaksanakannya. Agar kurikulum berubah demi perbaikan, guru sendiri harus

berubah atau diizinkan, bahkan didorong untuk berubah.

Page 128: asas- asas kurikulum

PESERTA DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM

Siapakah yang diikut-sertakan dalam pengembangan kurikulum merupakan

suatu masalah. Apakah hanya pejabat Depdikbud ataukah masih diperlukan

peserta lain? Setelah Jeomr Bruner yang mengutamakan struktur disiplin ilmu,

para ahli disiplin ilmu dari universitas banyak dilibatkan dalam pengembangan

kurikulum, oleh dianggap kurikulum adalah terutama menyampaikan ilmu

pengetahuan. Di belakangnya terkandung asumsi bahwa kurikulum menyusun

suatu dokumen yang menjadi pegangan apa yang harus dipelajari siswa. Akan

tetapi kurikulum yang sesungguhnya ialah apa yang terjadi dalam kelas dalam

interaksi siswa dengan guru dan siswa lainnya dan dengan lingkungan. Dalam

kelas, kurikulum adalah benda hidup yang dinamis, bukan hanya sekumpulan

halaman cetakan belaka. Dalam kelas kurikulum resmi itu memperoleh bentuk

yang tersendiri bila diterjemahkan dalam interaksi hidup antara guru dan siswa.

Untuk melaksanakan kurikulum itu dan juga dalam usaha untuk mengubahnya

agar sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan anak dalam masyarakat tertentu

diperlukan peserta lain. Dalam proses perbaikan kurikulum seperti ini diperlukan

partisipasi dari semua yang tiap hari terlibat dalam kurikulum yakni guru, murid,

kepala sekolah dan pemilik sekolah dari Kanwil. Bila pendidikan mendapat

sorotan dan kritik, merekalah yang pertama-tama yang harus berusaha

mengadakan perbaikan. Dalam arti yang luas, banyak lagi yang turut terlibat

dalam mutu kurikulum, seperti Pemerintah, perguruan tinggi, khususnya IKIP,

orangtua, para ahli kurikulum dan berbagai lapisan masyarakat umumnya, seperti

golongan agama, industri, politik, dan lain-lain.

Dalam garis besarnya kita dapat membaginya dalam dua golongan, yaitu

daya-daya dari dalam sekolah dan dari luar sekolah. Kritik dan saran dari pihak

luar biasanya bersifat umum, sedangkan sekolah harus menerjemahkannya dalam

kegiatan yang lebih spesifik dan operasional. Yang memegang peranan dalam

proses perbaikan kurikulum ialah guru oleh sebab dialah yang paling

bertanggung-jawab atas mutu pendidikan anak-didiknya. Guru menghadapi

kesulitan tersendiri, oleh sebab pada hakikatnya ia bekerja dalam dunia

terisolisasi. Apa yang dikerjakan dalam kelasnya tertutup bagi dunia luar. Jarang

sekali pelajarannya dihadiri oleh orang luar, sehingga ia tidak memperoleh input

Page 129: asas- asas kurikulum

tentang proses belajar-mengajar dalam kelasnya. Ia cenderung masuk

cengkeraman rutin, mengulangi caranya mengajar dari tahun ke tahun sampai

akhir jabatannya. Pengalamannya selama puluhan tahun dapat merupakan

pengalaman yang sama diulangi puluhan kali dan tidak tumbuh dalam profesinya.

Ia hanya dapat berkembang, bila ia membiasakan diri (1) berunding dan bertukar

pikiran dengan siswa, terbuka bagi pendapat mereka, (2) belajar terus dengan

membaca literatur profesional, (3) bertukar pikiran dan pengalaman dengan teman

guru-guru lainnya atau dengan kepala sekolah. Sikap keterbukaan ini

memungkinkannya belajar dari murid, dari buku dan dari orang lain.

Pertumbuhannya ini dapat dibantu, bila sekolah secara berkala mengadakan rapat

khusus untuk membicarakan hal-hal berkenaan dengan kurikulum serta

perbaikannya. Sebagian dari waktu libur sekolah dapat dimanfaatkan untuk

membicarakan kekurangan-kekurangan dalam penyelenggaraan kurikulum dan

secara bersama mencari usaha perbaikan. Hasil pembicaraan akan diterapkan

dalam kelas masing-masing lalu didiskusikan kemudian untuk menilai

pengalaman guru masing-masing. Dengan demikian guru-guru lebih memahami

seluk-beluk kurikulum dan menyadari peranannya sebagai pengembang

kurikulum, atau pelaksana kurikulum yang kreatif evaluatif. Mereka akan lebih

memahami bahwa gurulah unsur utama dalam kurikulum.

Pada saat ini guru belum menganggap dirinya seorang yang boleh bicara,

bahkan yang mempunyai keahlian dalam bidang kurikulum, khususnya dalam hal

kurikulum kelas atau bidang studinya. la menganggap dirinya hanya sebagai

pelaksana, ibarat tukang yang harus melaksanakan pekerjaan menurut instruksi.

Jadi ia hanya terlibat dalam praktik, tanpa memikirkan dan merenungkan apa yang

dilakukannya. Semboyan "learning by doing" mempunyai satu syarat. Orang tidak

belajar dengan sekadar berbuat; melakukan pekerjaan berkali-kali tidak memberi

pelajaran. Berbuat hanya menghasilkan pelajaran, bila direnungkan apa yang

dilakukan dan meningkatkannya pada taraf yang lebih abstrak, konseptual, dan

teoritis. Perkembangan profesional guru juga terhambat karena tidak adanya

perkumpulan profesional hagi berbagai golongan guru, seperti guru SD, SMP,

SMA, dan lain-lain., juga perkumpulan guru dalam bidang studi tertentu yang

tidak terbatas pada tingkatan sekolah. Adanya perkumpulan profesional dengan

Page 130: asas- asas kurikulum

terbitannya dapat merangsang guru untuk senantiasa melihat profesinya sebagai

masalah yang secara kontinu mendorongnya untuk berpikir tentang kurikulum dan

dengan demikian mempercepat perbaikan dan modernisasi pendidikan kita.

PARTISIPASI GURU

Tiap guru mempunyai reaksi individual terhadap perbaikan kurikulum. Pada

umumnya guru akan bersifat kritis dan menilainya, apakah perbaikan itu hanya

bersifat teori, apakah dapat dilakukan dalam kelasnya, atau menganggap bahwa

cara yang lama lebih bermanfaat dan yang baru terlampau banyak menuntut waktu

dan tenaga. Jika ia menyaksikan pelaksanaan, atau mengalami sendiri

kegunaannya, maka ia akan lebih mudah menerimanyl karena instruksi atau

paksaan, maka perbaikan itu tidak akan lama bertahan.

Dalam usaha untuk mengadakan perubahan kurikulum, hendaknya diselidiki

sikap dan reaksi guru terhadap perubahan itu dan mempertimbangkannya.

Perubahan harus diterima dengan rasa komitmen agar berhasil baik. Guru

mempunyai pandangan sendiri tentang kurikulum dan keberhasilan perubahan

bergantung pada kesesuaiannya dengan nilai-nilai guru dan taraf partisipasinya

dalam perubahan itu.

PARTISIPASI MURID

Pada umumnya kita belum mempertimbangkan peranan siswa dalam

pengembangan kurikulum dan mereka memang tidak mempunyai kompetensi

dalam bidang itu. Namun pada tingkat kegiatan kelas, bila guru bertanya,

bagaimana pendapatnya tentang , pelajaran, apa yang ingin dipelajarinya tentang

suatu topik, atau bila guru mengajak siswa turut-serta dalam perencanaan suatu

kegiatan belajar, pada pokoknya mereka sudah dilibatkan dalam kurikulum. Di

sekolah progresif kepada murid diberikan peranan yang lebih besar lagi tentang

apa yang mereka harapkan dari pelajaran. Partisipasi murid sama sekali tidak

berarti bahwa keinginan mereka harus diperturut akan tetapi pandangan mereka

dapat dimanfaatkan, sekalipun keputusan selalu di tangan guru. Memaksakan

kurikulum yang tidak mereka sukai, yang tidak disesuaikan dengan kebutuhan

mereka, akan menimbulkan rasa benci bahkan protes, sekalipun tersembunyi

Page 131: asas- asas kurikulum

terhadap pelajaran dan sekolah yang mereka nyatakan dalam perbuatan yang tidak

diinginkan.

PARTISIPASI KEPALA SEKOLAH

Kepala sekolah mempunyai kedudukan strategis dalam perbaikan kurikulum

dan berbeda di garis depan perubahan kurikulum. Sebagai pemimpin profesional

ia menerjemahkan perubahan masyarakat dan kebudayaan ke dalam kurikulum.

Perubahan dalam sikap pemuda-pemudi akibat dinamika masyarakat tidak dapat

diabaikannya. Ialah tokoh utama yang mendorong guru agar senantiasa mencari

perbaikan dan mengembangkan diri. la sendiri harus mempunyai latar belakang

yang mendalarn tentang teori dan praktik kurikulum. Perubahan kurikulum hanya

akan berjalan dengan dukungan dan dorongan kepala sekolah. ia dapat mem-

bangkitkan atau mematikan perubahan kurikulum di sekolahnya.

Masih ada lagi golongan lain yang dapat membantu perbaikan kurikulum

antara lain para inspeksi di Kanwil dan juga para orangtua dan tokoh-tokoh

masyarakat. Walaupun banyak orang yang dapat memberi sumbangan kepada

perbaikan kurikulum, hendaknya kepala sekolah dan guru-guru selalu rnemegang

peranan utama untuk menerima, mempertimbangkan, dan memutuskan apa yang

akan dimasukkan dalam kurikulum sekolah. Kepala sekolah dan stafnya tak dapat

tiada harus bekerja dalam kerangka patokan yang ditetapkan oleh Depdikbud.

KEPEMIMPINAN DALAM PENDIDIKAN

Telah banyak diadakan penelitian untuk mengetahui apakah sebenarnya

kepemimpinan itu, namun tidak ada yang dapat memberi jawaban yang

memuaskan. Rupanya kepemimpinan itu lebih kompleks daripada yang diduga

semula dan timbul beberapa teori tentang hakikat kepemimpinan ini.

Ada kalanya dianggap bahwa seorang lahir sebagai pemimpin jadi bukan

karena pengalaman. Pemimpin dianggap sebagai orang yang jauh lebih banyak

tahu dan lebih kompeten daripada pengikutnya. Pemimpin ialah orang yang

menentukan sedangkan yang lain harus mematuhinya. Anggapan demikian

menganut konsep yang otokratis tentang kepemimpinan. Dalam organisasi yang

demokratis pemimpin dianggap sebagai orang yang dapat membantu anggota lain

Page 132: asas- asas kurikulum

untuk mengidentifikasi tujuan yang bermakna bagi kelompok dan membantu

dalam mencapai tujuan itu. Sebagai pembantu, kepemimpinan dianggap sebagai

layanan kepada kelompok. Apa yang dilakukan pemimpin sama pentingnya

dengan bagaimana caranya melakukannya.

Berbagai teori telah dipikirkan untuk menjelaskan hakikat kepemimpinan,

akan tetapi tak ada yang dapat menjelaskan semua gejala kepemimpinan itu

dengan memuaskan.

Salah satu teori memandang kepemimpinan sebagai orang yang memiliki

sejumlah sifat yang membuatnya seorang pemimpin, antara lain empat yaitu

identifikasi dengan kebutuhan orang lain, kemampuan menyesuaikan diri dengan

norma kelompok, kesediaan memberi bantuan, pengendalian emosi, inteligensi

tinggi : sosial, verbal maupun akademis, berminat untuk memimpin, bersemangat.

Daftar ini rasanya masih dapat diperluas, menurut pengalaman dan pendapat

seseorang. Kita tidak tahu yang mana di antara sifat-sifat itu yang paling penting.

Ada pula yang memandang kepemimpinan sebagai sesuatu yang dibagi

bersama antara anggota kelompok guna mencapai tujuan-tujuan yang ditentukan

bersama. Pemimpin ditunjuk oleh kelompok untuk tujuan tertentu untuk jangka

waktu yang tertentu, karena dialah yang dianggap paling kompeten untuk tugas

itu. Jadi kepemimpinan bergantung pada tugas yang dihadapi.

Teori ketiga ialah memandang kepemimpinan sebagai fungsi suatu situasi.

Dalam segala situasi tertentu tampil pemimpin tertentu. Situasi itu membutuhkan

seorang pemimpin yang dianggap mampu mengatasi masalah yang ditimbulkan

situasi itu secara efektif. Jadi pemimpin yang cocok untuk suatu situasi tidak akan

cocok untuk situasi lain, dan seorang tidak akan menjadi pemimpin yang efektif

dalam segala situasi.

Ketiga teori itu ada kebenarannya, namun tidak dapat berlaku dalam segala

situasi kepemimpinan. Mungkin kepemimpinan bertalian dengan faktor-faktor

pribadi, sikap dan kebutuhan "pengikut" atau anggota kelompok pada saat

tertentu, timbul dalam situasi tertentu, bangkit dalam struktur suatu kelompok.

Kepemimpinan mungkin fungsi interaksi antara berbagai variabel itu yang

Page 133: asas- asas kurikulum

membuka kesempatan timbulnya pemimpin yang sentral tanpa menghalangi orang

lain untuk menjalankan kepemimpinan bersama. dalam berbagai situasi pada

waktu-waktu tertentu.

Pemimpin tidak memiliki sejumlah ciri yang sama, namun selalu

menunjukkan kualitas tinggi dalam hal tertentu. Kepemimpinan berbeda menurut

sifat lingkungan, sifat tugas, distribusi kekuasaan, dan prioritas tujuan.

Efektivitas kepemimpian antara lain bergantung pada kualitas hubungan

antara pemimpin dan anggota kelompok, adanya saling percaya, saling

menghormati, kekompakan, semangat atau moral tinggi, pemanfatan buah pikiran

anggota.

Dalam kepemimpinan dapat dibedakan dua corak, yaitu yang berorientasi

pada tugas, dan yang berorientasi pada hubungan manusiawi. Yang berorientasi

pada tugas ingin agar pekerjaan selesai, mengutamakan hasil dengan menentukan

standar, menetapkan waktu penyelesaian pekerjaan, mengeritik pekerjaan yang

tak bermutu, mendorong anggota bekerja dengan tenaga penuh agar mencapai

kemajuan.

Di lain pihak, kepemimpinan yang mengutamakan hubungan manusiawi,

berusaha agar ia disenangi, memelihara hubungan antar manusia yang baik,

memupuk rasa hormat-menghormati, percaya-mempercayai, berusaha agar

pekerjaan menyenangkan, bersedia mendengarkan buah pikiran orang, namun

tidak memberi hasil seperti kepemimpinan yang berorientasi pada tugas.

Masalahnya ialah bagaimana mempertemukan kedua pendekatan itu, yaitu

menjadi pemimpin yang disukai dan mencapai hasil yang diinginkan, atau

menjadi pemimpin yang tidak hanya disenangi akan tetapi juga berhasil dan

efektif.

Kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dapat menyeleweng menjadi

kepemimpinan yang otokratis yang dapat bersifat paternalistik, demokratis semu,

menggunakan ancaman atau rasa takut.

Page 134: asas- asas kurikulum

Kepemimpinan sering memerlukan otoritas atau kekuasaan. Tanggung

jawab tanpa diberi kekuasaan tertentu cenderung tidak memberi hasil. Dalam

perubahan kurikulum pemilik sekolah, kepala sekolah atau guru harus diberi

kekuasaan atau wewenang agar dapat menjalankan tanggung jawabnya untuk

membuat rencana guna perbaikan.

Kepemimpinan juga ditentukan oleh pandangan pemimpin terhadap

manusia. Ia dapat memandang manusia sebagai makhluk yang pada hakikatnya

baik dan dapat diberi kepercayaan akan berkembang dan melakukan tugasnya

dengan baik. Sebaliknya ia dapat memandang manusia yang pada hakikatnya

buruk, egoistis dan kerena itu perlu dididik, diorientasi kearah perbaikan. Dapat

pula manusia dipandang netral, tidak baik atau buruk akan tetapi mempunyai

kebebasan untuk memilih dan memerlukan kesempatan dan hantuan

menggunakan kehebasannya untuk memilih yang baik.

STRATEGI KEPEMIMPINAN DALAM PERUBAHAN KURIKULUM

Dengan strategi dimaksud rencana serangkaian usaha untuk mencapai

tujuan, dalam hal ini perubahan atau perbaikan kurikulum. Untuk mengubah

kurikulum dapat diikuti strategi yang berikut :

1. Mengubah seluruh sistem pendidikan yang hanya dapat dilakukan oleh

pusat yakni Depdikbud karena mempunyai wewenang penuh untuk mengadakan

perubahan kurikulum secara total. Perubahan ini menyeluruh dan dijalankan

secara uniform di seluruh negara. Usaha besar-hesaran ini hanya dapat dikordinasi

oleh pusat dengan memberikan pernyataan kebijaksanaan, petunjuk-petunjuk

pelaksanaan dan hukum pedoman. Strategi ini sangat ekonomis mengenai waktu

dan tenaga bila mengadakan perubahan kurikulum secara uniform dan

menyeluruh.

Dianggap bahwa di kantor pusat telah dihimpun personalia profesional yang

paling unggul yang diberi fasilitas yang seluas-luasnya untuk merencanakan

perubahan kurikulum itu sebaik-baiknya.

Ada sejumlah kelemahan yang terdapat dalam pendekatan ini. Memusatkan

perubahan kurikulum di kantor pusat tidak cukup melibatkan semua pakar

Page 135: asas- asas kurikulum

kurikulum profesional yang tersebar di seluruh negara. Cara ini cenderung bersifat

birokratis yang dikatakan menyusun kurikulum "di belakang meja tulis" oleh

tokoh-tokoh yang tidak atau kurang menceburkan diri dalam praktik sekolah yang

sebenarnya. Bila semua perubahan kurikulum hanya datang dari pusat, dalam

jangka panjang ini dapat mengekang dan membatasi perbaikan kurikulum secara

kreatif oleh guru-guru di seluruh negara. Memperbaiki kurikulum berarti hanya

menerima kebijaksanaan orang-orang yang secara resmi diberi status sebagai pe-

mimpin urusan kurikulum.

2. Mengubah kurikulum tingkat lokal.

Kurikulum yang nyata, yang riil, hanya terdapat di mana guru dan murid

berada, yakni di sekolah dan dalam kelas. Di sinilah dihadapi masalah kurikulum

yang sesungguhnya. Dalam kelas kurikulum menjadi hidup, bukan hanya secarik

kertas. Dalam menghadapi anak, mau tak mau setiap guru akan menghadapi

masalah yang harus diatasinya. Dalam pelaksanaan kurikulum dalam kelas

terhadap murid yang berbeda-beda, tak dapat tiada guru harus mengadakan

penyesuaian. Bagaimanapun ketatnya perincian kurikulum, guru selalu mendapat

kesempatan untuk mencobakan pikirannya sendiri. Pedoman kurikulum hanya

dapat dijiwai oleh guru dan pribadi guru terjalin erat dengan cara ia melaksanakan

kurikulum itu. Kelaslah yang menjadi garis depan perubahan dan perbaikan

kurikulum.

Di bawah pimpinan kepala sekolah dapat diadakan rapat seluruh staf, atau

setiap tingkatan atau bidang studi. Rapat-rapat mengenai perbaikan kurikulum

sebaiknya dilakukan secara kontinu oleh sebab tujuannya tidak diperoleh

sekaligus. Perbaikan yang sesungguhnya akan terjadi bila guru sendiri menyadari

kekurangannya, ada kalanya atas pemikirannya sendiri, atau interaksinya dengan

siswa dan dalam diskusi dengan teman guru lainnya. Usaha perbaikan yang

dijalankan oleh guru-guru memerlukan kordinasi kepala sekolah.

Perubahan kurikulum di sekolah tidak berarti bahwa sekolah itu menyendiri

dan melepaskan diri dari kurikulum resmi. Sekolah itu tetap bergerak dalam

rangka kurikulum resmi yang berlaku akan tetapi berusaha untuk

Page 136: asas- asas kurikulum

menyesuaikannya dengan kebutuhan anak dan lingkungannya serta berusaha

untuk meningkatkannya. Ada menyebutnya "kurikulum plus". Kurikulum resmi

hanya memberikan kurikulum minimal yang diharapkan harus dicapai oleh

segenap siswa di seluruh Indonesia. Sama sekali tidak dilarang memberi bahan

yang lebih mendalam dan luas bagi anak-anak yang berbakat. Adanya perbedaan

antara apa yang diajarkan di suatu sekolah tidak perlu mempersulit anak pindah

sekolah, selama sekolah itu mengajarkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip atau

struktur ilmu, sedangkan isinya secara detail tidak esensial.

3. Memberikan pendidikan in-service dan pengembangan staf.

Dianggap bahwa kurikulum sekolah akan mengalami perbaikan jika mutu

guru ditingkatkan. In-service training dianggap lebih formal, dengan rencana yang

lebih ketat dan diselenggarakan atas instruksi pihak atasan. Pengembangan staf

atau staff development lebih tak-formaal, lebih bebas disesuaikan dengan

kebutuhan guru. Guru misalnya dapat disuruh mengobservasi dan menilai dirinya

mengajar yang telah divideo-tape. Apa yang dipelajari dalam inservice dan

pengembangan staf hendaknya dipraktikkan.

4. Supervisi.

Dahulu pemilik sekolah mengunjungi sekolah untuk mengadakan inspeksi

dan memberi penilaian terhadap guru dan sekolah. Kedatangannya dipandang

sebagai hari mendung penuh rasa takut yang dihadapi guru dengan segala macam

tipu muslihat. Kini pengertian supervisi sudah berubah. Tujuannya ialah

membantu guru mengadakan perbaikan dalam pengajaran. Supervisi adalah

memberi pelayanan kepada guru untuk memperoleh proses belajar-mengajar yang

lebih efektif. Bila dirasa perlu penilik sekolah dapat memberikan demonstrasi

bagaimana melaksanakan suatu metode baru. Seorang pemilik sekolah harus

senantiasa mempelajari perkembangan kurikulum dan metode mengajar modern

dan dapat pula menerapkannya. Ialah sebenarnya menjadi hulubalang dalam

modernisasi pendidikan.

5. Reorganisasi sekolah.

Page 137: asas- asas kurikulum

Reorganisasi diadakan bila sekolah itu ingin merombak seluruh cara

mendidik di sekolah itu dengan menerima cara yang baru sama sekali. Hal ini

antara lain dapat terjadi bila sekolah itu akan menjalankan misalnya team

teaching, non-grading, metode unit, open school, dan lain-lain yang memerlukan

perubahan dalam semua aspek pengajaran, seperti bentuk ruangan, fasilitas,

penjadwalan, tugas guru, kegiatan siswa, administrasi, dan sebagainya. Hal serupa

ini akan jarang terdapat di negara kita dewasa ini, kecuali bila diadakan

eksperimen dengan metode baru, misalnya pengajaran modul.

6. Eksperimentasi dan penelitian.

Negara kita tidak tertutup bagi macam-macam pembaruan dalam

pendidikan. Kemajuan komunikasi dan transpor membuka pendidikan kita bagi

berbagai pengaruh di bagian lain dunia ini. Ciri kemajuan ialah perubahan dan

perbaikan, juga dalam bidang pendidikan di sekolah. Penelitian atau research

pendidikan belum cukup dilakukan di negara kita ini. Biasanya penelitian tidak

langsung dapat ditetapkan dan melalui fase yang lama sebelum diterima secara

umum.

Yang lebih mungkin dilaksanakan ialah eksperimentasi, yakni mencobakan

metode atau bahan baru. Pada dasarnya setiap kurikulum baru harus diujicobakan

lebih dahulu sebelum disebarkan di semua sekolah. Risiko pembaruan kurikulum

tanpa ujicoba sangat besar, dapat menghamburkan biaya dan tenaga yang banyak,

tanpa jaminan bahwa pembaruan itu akan membawa perbaikan.

Percobaan metode baru dilakukan secara berkala, antara lain sekolah

pembangunan yang kemudian menjadi PPSI cukup dikenal, sayang tidak berbekas

selanjutnya. Demikian pula CBSA dan "muatan lokal" diujicobakan selain

percobaan lainnya.

Secara kecil-kecilan yang tidak sistematis, sebenarnya tiap guru pernah

mengadakan eksperimentasi. Bila misalnya ada murid yang suka ribut dalam

kelas, guru menempatkannya di bangku paling depan, dengan hipotesis, bahwa

dengan pengawasan yang lebih ketat murid itu akan berubah kelakuannya. Ada

guru yang menganjurkan anak yang ketinggalan agar belajar bersama dengan

Page 138: asas- asas kurikulum

murid yang pandai, atau guru memberi tanggungiawab kepada murid yang nakal.

Bila diselidiki boleh dikatakan bahwa tiap guru pernah melakukan percobaan

kecil-kecilan seperti ini, bila ia menghadapi suatu kesulitan dan mencari jalan

untuk mengatasinya.

Penelitian adalah cara yang secara sistematis mengikuti langkah-langkah

tertentu untuk memecahkan suatu masalah. Biasanya guru jarang melakukannya.

Yang banyak dilakukan guru ialah percobaan kecil-kecilan yang kurang

sistematis bila is menyadari adanya masalah yang dihadapinya dan berniat untuk

mengatasinya. Masalah akan timbul, bila guru itu mengadakan evaluasi tentang

pekerjaannya sendiri, dan selain itu peka terhadap kritik dari dunia luar, melihat

kekurangan pendidikan berdasarkan Ebtanas atau evaluasi lainnya, dan umumnya

bila merasa kurang puas dengan apa yang dilakukannya.

Perbaikan kurikulum pada hakikatnya terjadi dalam kelas dan dalam hal ini

guru memegang peranan yang paling utama. Maka guru harus lebih menyadari

peranannya sebagai pengembang kurikulum.

Page 139: asas- asas kurikulum

BAB 6KURIKULUM DAN MASYARAKAT

PENDIDIKAN DAN KEHIDUPAN

Pada zaman dahulu, waktu manusia masih hidup dalam rombongan-

rombongan masyarakat kecil, terpencil dan sederhana, pendidikan anak-anak

untuk kehidupannya dalam masyarakat itu diselenggarakan di luar sekolah, tanpa

sekolah. Segala sesuatu yang perlu bagi pendidikannya, diperoleh anak dari

orang-orang di lingkungannya tanpa pendidikan formal di sekolah. Anak-anak

meniru dan mengikuti kelakuan dan pekerjaan orang dewasa, sehingga mereka

pandai mengolah tanah, menanam padi, memancing ikan atau berburu. Dengan

jalan demikian mereka dapat mengurus diri sendiri dan mencari nafkahnya dalam

masyarakat itu. Di samping itu ia mempelajari adat istiadat yang turun temurun

dari nenek moyangnya, sehingga ia dapat mengatur kelakuannya sesuai dengan

norma-norma yang berlaku di lingkungannya itu. Demikianlah anak-anak

memperoleh pendidikan yang lengkap serta fungsional dalam masyarakat yang

statis itu.

Akan tetapi pendidikan itu tidak serasi lagi apabila terjadi perubahan-

perubahan dalam masyarakat, yang menuntut syarat-syarat yang lebih tinggi dan

lebih berat dari tiap warga negara. Anak-anak harus memiliki bermacam-macam

ketrampilan dan sejumlah besar pengetahuan agar hidupnya terjamin. Orang tua

pada umumnya tidak mampu lagi memberikan pendidikan yang layak untuk

mempersiapkan anak-anak untuk memenuhi syarat-syarat yang dituntut oleh

masyarakat. Yang mendidik anak-anak ialah orang-orang yang mendapat latihan

khusus untuk tugas itu. Makin maju masyarakat, makin banyak yang harus

diperoleh anak-anak, makin banyak mata pelajaran yang harus dikuasai oleh anak-

anak dan karena itu bertambah lamalah mereka harus bersekolah.

Perubahan dalam masyarakat, terutama akhir-akhir ini sangat cepatnya,

sehingga sering sekolah tidak sanggup mengikuti jejak kemajuan masyarakat.

Akibatnya: sekolah bertambah lama bertambah jauh ketinggalan dan dicap

konservatif, tradisional. Sekolah tidak dapat bergerak secepat masyarakat, dan

Page 140: asas- asas kurikulum

sering sekolah berpegang teguh pada mata pelajaran yang dahulu memang fungsi-

onal, akan tetapi dalam masa modern ini sudah tidak lagi memenuhi tuntutan

zaman. Timbullah kecaman bahwa sekolah itu kolot, mengasingkan diri dari

masyarakat dan karena itu tidak mampu dan serasi lagi untuk mempersiapkan

anak-anak bagi kehidupan mereka dalam dunia modem ini. Kritik serupa ini akan

selalu timbul dan mengharuskan sekolah untuk meninjau kurikulumnya kembali

agar lebih relevan dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat.

MASYARAKAT KITA DEWASA INI

Mendidik anak dengan baik hanya mungkin jika kita memahami masyarakat

tempat ia hidup. Karena itu setiap pembina kurikulum harus senantiasa

mempelajari keadaan, perkembangan, kegiatan, dan aspirasi masyarakat.

Salah satu ciri masyarakat ialah perubahannya yang cepat akibat

perkembangan ilmu pengetahuan yang diterapkan dalam teknologi, yang sering

tidak dapat kita ramalkan akibatnya. Produksi mobil yang berjumlah ratusan juta

menimbulkan masalah jalan raya, keamanan, kecelakaan, kejahatan, mobilitas,

dan sebagainya yang banyak merepotkan karena kita tidak sanggup mengatasinya

pada waktunya.

Perubahan-perubahan yang hebat dan cepat dalam masyarakat memberikan

tugas yang lebih luas dan lebih berat kepada sekolah. Sekolah yang tradisional,

yang hanya menoleh ke belakang pasti tidak dapat memberikan pendidikan yang

relevan. Bagaimana menghadapi perubahan ini bukan sesuatu yang gampang.

Anak-anak yang kini memasuki SD akan menghadapi dunia yang sangat berbeda

dengan masyarakat 15 atau 20 tahun lagi bila ia menyelesaikan studinya di

universitas. Segala sesuatu mudah menjadi usang, karena cepatnya segala sesuatu

berubah. Seorang pengarang bernama Norman Cousins menulis buku "Modern

Man is Obsolete" untuk memberi peringatan bahwa kita akan segera terbelakang

bila kita tidak senantiasa menyesuaikan diri dengan perkembangan sosial, politik,

ekonomi.

Perkembangan ini menyebabkan lenyapnya jenis pekerjaan tertentu dan

timbulnya berbagai macam pekerjaan lain. Pekerjaan kasar semakin lama semakin

Page 141: asas- asas kurikulum

berkurang, sedangkan pekerjaan baru memerlukan pendidikan yang lebih lama.

Fleksibilitas untuk mempelajari pekerjaan barn perlu dalam zaman modem ini.

Anak-anak harus belajar berpikir sendiri untuk menghadapi berbagai persoalan

baru dan jangan hanya disuruh menghafal jawaban atas pertanyaan yang telah

usang. Perubahan masyarakat mengharuskan kurikulum senantiasa ditinjau

kembali. Kurikulum yang baik pada suatu saat, sudah tidak lagi sesuai dalam

keadaan yang berubah.

Kemajuan teknologi memperbesar kebergantungan manusia pada manusia

yang lainnya. Tidak ada lagi zaman sekarang yang dapat memenuhi keperluan

keluarganya. Di kota manusia menjadi semata-mata konsumtif. Makanan,

minuman, pakaian, pembuangan sampah, rekreasi, dan seribu satu macam

kebutuhan lainya hanya diperolehnya berkat jasa orang lain. Pemogokan buruh

lapangan terbang, pengangkut sampah, pegawai pos, dan sebagainya akan sangat

mengganggu kehidupan masyarakat Maka perlulah anak-anak dididik untuk

menghargai jasa orang lain dan memberikan jasanya kepada masyarakat.

Juga negara makin lama makin bergantung pada negara-negara lain. Maka

pentinglah anak-anak juga dididik dalam hubungan manusia dengan dunia

internasional. Permusuhan dan peperangan dapat menimbulkan bahaya

kemusnahan umat manusia karena tidak berhasil memupuk kerja sama antar

bangsa-bangsa.

Peranan keluarga berubah bila dibandingkan dengan dahulu. Keluarga

masih merupakan lembaga yang paling besar pengaruhnya terhadap

perkembangan pribadi anak. Kurangnya rasa kasih sayang orang tua dapat

menimbulkan sikap agresif atau kelainan lain dalam watak seseorang.

Akan tetapi keluarga sudah banyak melepaskan fungsinya yang dahulu.

Rekreasi yang dulu berpusat dalam keluarga kini sudah berpindah ke hioskop,

lapangan olah raga atau pusat rekreasi lainnya. Anak tidak lagi mempelajari suatu

pekerjaan dari ayahnya, akan tetapi ia memperolehnya dari sekolah kejuruan.

Seorang gadis tidak lagi belajar menjahit dan ibunya, ia mengikuti suatu kursus.

Page 142: asas- asas kurikulum

Banyak fungsi keluarga sudah harus dibebankan kepada sekolah. Ada

pendidik yang mengeluh bahwa kurikulum sekolah terlampau berat bebannya, dan

menginginkan agar tugas sekolah dibatasi pada pendidikan akadeinis, sedangkan

kesehatan misalnya diserahkan kepada dokter. Namun anak itu merupakan suatu

keseluruhan dan mau tak mau sekolah harus pula memperhatikan segala aspek

perkembangan anak. Maka karena itu di sekolah-sekolah yang maju juga

disediakan fasilitas untuk kesehatan, pemeriksaan gigi, makan siang, bimbingan

penyuluhan, dan sebagainya.

Masalah lain yang dihadapi dalam masyarakat ialah pertambahan penduduk

yang cepat. Sekalipun dengan giat diusahakan keluarga berencana, namun

penduduk Indonesia bertambah sekitar 3 juta tiap tahun atau satu orang tiap 7,5

detik. Eksplosi penduduk itu dengan sendirinya mempengaruhi soal persediaan

makanan, air bersih, perumahan, transport, rumah sakit, keamanan, pendeknya

semua aspek kehidupan, termasuk pendidikan. .Hanya menambah fasilitas

pendidikan serta tenaga pengajar untuk pertambahan penduduk 3 juta tiap tahun ia

sudah merupakan pekerjaan raksasa, apalagi menjalankan kewajiban belajar bagi

semua anak berusia 7-12 tahun yang berjumlah sekitar 25 juta orang. Anak-anak

berusia 13-18 tahun jumlahnya sekitar 17 juta pada tahun 1974 hanya 4 juta yang

bersekolah sedangkan yang belajar di universitas hanya sekitar seperempat juta

atau 2,5% dari pemuda berusia 18-28 tahun.

Jumlah anak yang putus sekolah juga sangat mengkhawatirkan. Sekitar 63%

dan anak-anak yang memasuki SD tidak dapat menyelesaikannya. Dalam zaman

modern dengan teknologi yang maju masyarakat kita memerlukan rakyat yang

terdidik. Kalau negara yang maju sudah sekurang-kurangnya memberikan pen-

didikan menengah atas, dan bahkan berusaha memberikan pedidikan tinggi

kepada semua warga-negaranya, maka dalam perjuangan hidup, bangsa yang

rendah pendidikannya pasti akan menderita kerugian.

Maka perlulah kurikulum sekolah ditinjau kembali dengan tujuan agar

hendaknya kurikulum itu jangan menjadi sebab maka demikian banyaknya anak

yang putus sekolah.

Page 143: asas- asas kurikulum

Kemajuan teknolologi dalam bentuk alat transpor memungkinkan manusia

bepindah tempat dari pulau ke pulau, dari desa ke kota. Urbanisasi merupakan

gejala yang umum di seluruh dunia dengan segala problema yang berkaitan

dengan itu. Perpindahan penduduk melenyapkan isolasi suku-bangsa. Pendidikan

untuk memupuk saling pengertian antar suku bangsa yang beraneka ragam dengan

menghilangkan prasangka atau buruk sangka perlu mendapat perhatian untuk

memperkuat rasa kesatuan bangsa kita.

Tidak setiap kemajuan dalam ilmu pengetahuan teknologi membawa

keuntungan dan kebahagiaan bagi umat manusia, bahkan sering justru membawa

masalah-masalah yang lebih pelik lagi. Demikian pula tidak tiap perubahan atau

pembaharuan berarti kemajuan. Hanya sering kita terlambat mengenal akibat-

akibat perkembangan itu. Maka perlu pulalah anak-anak diajak menilai secara

kritis perubahan-perubahan dalam masyarakat sekitarnya dan dalam dunia

umumnya.

Di atas telah dikemukakan beberapa masalah bertalian dengan masyarakat.

Masih banyak lagi masalah lain, dan tiap masalah menimbulkan masalah-masalah

baru.

Sekolah tak dapat tiada hams memperhatikannya bila kita ingin mendidik

anak yang serasi untuk masyarakat sekarang. Bagaimana mempertimbangkannya

dalam kurikulum adalah tugas yang terusmenerus akan dihadapi oleh guru,

pendidik, dan pembina kurikulum.

FUNGSI SEKOLAH DAN KURIKULUM

Kurikulum sekolah banyak ditentukan oleh tanggapan orang tentang apakah

sebenarnya fungsi sekolah bagi masyarakat. Tidak mudah memperoleh pendapat

yang sama mengenai tugas sekolah.

Pada satu pihak kita lihat sekolah itu sebagai lembaga yang harus

mengawetkan kebudayaan yang diwariskan oleh nenek moyang dengan

menyampaikan kepada generasi muda. Akan tetapi tidak ada kepastian apakah

dari kebudayaan itu yang harus dimasukkan ke dalam kurikulum. Apakah

kebudayaan daerah, adat istiadat, kesenian daerah harus disampaikan kepada

Page 144: asas- asas kurikulum

semua anak di daerah itu, bahkan kepada anak-anak di luar daerah itu? Apakah

kebudayaan lama itu masih sesuai dengan keadaan sekarang? Apakah kebudayaan

itu tak dapat menghalangi kemajuan dan perkembangan rasa nasional yang kuat?

Haruskah kepada anak-anak diajarkan apa yang dipelajari orang tua mereka

dahulu? Bahwa sekolah hams menyampaikan unsur-unsur yang baik dan

berfaedah tak dapat disangkal, namun bahan apa yang harus dipilih masih dapat

menjadi persoalan.

Di lain pihak ada anggapan bahwa fungsi sekolah adalah memajukan

masyarakat dan bertindak sebagai "agent of change". Banyak yang pernah

diharapkan dari sekolah. Ada masanya dengan pengajaran dapat dilenyapkan

kemiskinan, kemelaratan, kejahatan dan macam-macam penyakit masyarakat

lainnya.

John Dewey memandang sekolah sebagai alat yang paling efektif untuk

merekonstruksi dan memperbaiki masyarakat melalui pendidikan individu.

Sekolah percobaan yang didirikannya merupakan masyarakat kecil tempat anak-

anak belajar dengan melakukan berbagai kegiatan yang terdapat dalam kehidupan

sehari-hari.

G.S. Counts mempunyai pendirian yang lebih jauh lagi. Ia tidak hanya

mengharapkan bahwa pendidikan harus membawa perubahan dalam masyarakat

akan tetapi mengubah tata-sosial, dan mengatur perubahan sosial.

Juga B. Othanel Smith bicara tentang pendidikan sebagai management and

control of social change and as social engineering, and of educators as statesmen.

Ia mengatakan bahwa kita telah cukup memiliki pengetahuan tentang "social

engineering" dan dapat memanfaatkannya untuk menguasai dan mengatur per-

kembangan masyarakat. Kalau kita tidak rnengendalikannya, maka perkembangan

masyarakat karena kemajuan teknik dan ilmu pengetahuan akan menghancurkan

umat manusia sendiri. Ia menganjurkan, agar kebudayaan yang diwariskan harus

senantiasa ditinjau secara kritis dari segi keadaan dan problema zaman sekarang.

Tak semua orang akan dapat menerima fungsi sekolah yang demikian,

apalagi dalam masyarakat yang kompleks sekarang ini. Para ahli sosiologi

Page 145: asas- asas kurikulum

berpendapat bahwa sekolah sebagai lembaga yang didirikan oleh masyarakat,

hanya dapat mencapai tujuan menurut norma-norma ynag ada dalam masyarakat

itu. Maka tidaklah rnungkin sekolah itu mendahului peruhahan dalam masyarakat,

akan tetapi hanya dapat mengikuti dan menyesuaikan diri dengan perkembangan

masyarakat. jadi fungsi sekolah selalu konservatif. Kurikulum sekolah selalu

ditentukan oleh rnasyarakat dan kebudayaannya tempat sekolah itu berada.

Namun kita jangan meremehkan peranan sekolah dalam perubahan

masyarakat, sekalipun tidak pula terlampau membesar-besarkannya.

Fungsi lain yang telah dikemukakan oleh John Dewey ialah fungsi sekolah

untuk mengembangkan individu. sekolah yang ekstrim dalam hal ini adalah

sekolah yang child-centered. Akan tetapi tidak ada sekolah yang mengabaikan

fungsi ini dengan berusaha merealisasikan potensi-potensi yang ada pada anak

secara optimal. Dalam undang-undang dasar kita juga dikemukakan agar setiap

anak dapat dikembangkan sesuai dengan bakat masingmasing.

Dengan mengemukakan berhagai fungsi sekolah itu jangan kita anggap

bahwa fungsi yang satu bertentangan dengan yang lain. Kita jangan membuat

kesalahan memandang sekolah masyarakat sebagai lawan sekolah yang berpusat

pada anak, atau kebutuhan masyarakat sebagai lawan kebutuhan individu.

Mengembangkan masyarakat hanya mungkin dengan mengembangkan

individu. Demikian pula perkembangan dan kemajuan individu juga berarti

kemajuan bagi masyarakat. Maka dalam pembinaan kurikulum tak mungkin

kebutuhan individu dipisahkan dari kebutuhan masyarakat.

KONSERVATISME SEKOLAH.

Pada hakekatnya sekolah itu tak dapat tiada hares bersifat konservatif, bila

kita berpendirian, bahwa tugas sekolah ialah menyampaikan kultur atau

kebudayaan kepada anak-anak. Kebudayaan ialah hasil pengalaman manusia pada

masa yang lampau. Dari warisan itu dipilih hal-hal yang dianggap perlu bagi

pendidikan anak-anak yang di sajikan dalam bentuk mata pelajaran.

Page 146: asas- asas kurikulum

Kebudayaan, hasil pengalaman manusia yang lampau, memang sangat

banyak mengandung hal-hal yang sangat berguna bagi kehidupan sekarang.

Manusia tidak hidup dalam suatu vocuum, suatu kekosongan, ia hasil masa

lampau dan menuju kemasa yang akan datang. Kebudayaan disampaikan kepada

anak-anak karena dianggap betul-betul berfaedah dan mengandung arti bagi masa

kini dan masa depan.

Sekolah ialah suatu lembaga sosial untuk mewujudkan tujuantujuan sosial.

Sekolah didirikan oleh masyarakat untuk anak-anak agar mereka

mempertahankan, memelihara, dan menjamin kelangsungan hidup masyarakat itu.

Sekolah ialah alas utama yang digunakan masyarakat agar generasi muda

menerima cara-cara hidup yang dianggap baik oleh masyarakat itu. Dengan me-

nyampaikan kebudayaan itu tercapailah kesamaan norma, sikap, nilai-nilai pada

semua warga negara. Itu sebabnya maka pada suatu pihak sekolah itu harus

konservatif. Akan tetapi ini hanya salah satu aspek dari tugasnya. Kalau sekolah

hanya berpegang pada tugas ini saja, maka mungkin sekalilah sekolah itu

ketinggalan zaman. Di samping peranan konservatif sekolah mempunyai juga

peranan evaluatif dan kreatif

Dengan peranan evaluatif dimaksud, bahwa anak-anak tidak hanya

menerima begitu saja apa yang mereka peroleh dari generasi yang lama. Mereka

hendaknya diberi kesempatan untuk menilainya secara kritis berhubung dengan

dinamika masyarakat. Kadang-kadang perlu meninjau kembali kesesuaian nilai-

nilai yang lama dalam keadaan yang baru. Ini tidak berarti bahwa segala yang

lama itu tidak berguna, atau segala yang baru itu baik. Akan tetapi kalau yang

lama itu ternyata tidak sesuai lagi, maka haruslah dicari jalan-jalan baru. Di

sinilah hendaknya sekolah memberi kesempatan kepada murid-murid yang

berbakat untuk menciptakan sesuatu yang baru untuk kepentingan masyarakat

seluruhnya. Ini tidak berarti, bahwa murid akan menciptakannya selama

bersekolah, akan tetapi sekolah jangan mematikan inisiatif dan kreati ,itas murid-

murid. Inilah peranan kreatif dari sekolah.

Faktor lain yang menyebabkan sekolah itu konservatif terletak dalam diri

manusia sendiri. Manusia mempunyai sifat konservatif dalam arti cenderung

Page 147: asas- asas kurikulum

untuk mempertahankan yang ada. Manusia sukar menyimpang dari kebiasaan atau

adat istiadat. Ia lamban dan enggan berubah, malahan sering menentang

perubahan, kalau yang lama itu memuaskannya. Ia lebih senang mengikuti jejak-

jejak tradisi, karena perubahan dan pembaruan meminta tenaga dan pikiran.

Demikian pula halnya di sekolah. Sekali suatu mata pelajaran dimasukkan

ke sekolah, sukar mengubah atau mengeluarkannya walaupun tidak cocok lagi

dengan perkembangan masyarakat. Dan guru sulit melepaskan diri dari cara-cara

ia dahulu diajar dan dari jenis-jenis mata pelajaran yang diperolehnya waktu ia

masih murid. Itulah salah satu sebab, maka kurikulum yang baru sukar meng-

gantikan kurikulum yang tradisional yang telah berpuluh-puluh tahun lamanya

diikuti oleh guru-guru. Karena itu pembaruan pengajaran harus dimulai dalam diri

guru sendiri. Tanpa perubahan pada diri guru, segala usaha ke arah pembaruan

akan menemui kegagalan. Bahwa sifat inertia atau kelambanan itu banyak ter-

dapat justru di kalangan guru, terbukti dari kenyataan, bahwa desakan untuk

pembaruan pendidikan kebanyakan datang dari tokoh-tokoh yang asalnya bekerja

di luar lapangan persekolahan seperti Rousseau, Decroly, Montessori, Herbert

Spencer, dan lain- lain.

Sifat konservatisme ini ada juga faedahnya. Karena sifat ini, maka orang

berhati-hati menerima pembaharuan-pembaharuan yang belum diuji dan

dicobakan lebih dahulu dengan hasil yang memuaskan. Pembaruan yang tergesa-

gesa dicegah dengan adanya sifat konservatisme ini sebagai faktor pengontrol.

Hanya saja sifat ini hendaknya jangan terlalu berkuasa, sehingga pintu sekolah

tertutup rapi untuk segala sesuatu yang berbau pembaruan pendidikan.

KURIKULUM DAN MASYARAKAT YANG DINAMIS

Masyarakat senantiasa berubah dan terus-menerus akan berubah.

Masyarakat kita sekarang jauh berlainan daripada masyarakat nenek moyang kita

dan berlainan pula dengan masyarakat yang akan dihadapi oleh anak cucu kita

pada masa mendatang. Ilmu pengetahuan dan teknologi ialah daya-daya yang

sangat mempercepat perubahan dalam masyarakat, sehingga merupakan suatu

revolusi. Perubahan teknologi dalam beberapa tahun akhir-akhir ini saja lebih

hebat dan lebih banyak daripada yang pernah dialami nenek kita sepanjang

Page 148: asas- asas kurikulum

hidupnya. Segala perubahan itu sedikit banyak mempengaruhi cara hidup dan cara

berpikir manusia: Karena kemajuan clalam lapangan pengangkutan dan

perhubungan, dunia ini telah menjadi suatu kesatuan. Tak ada lagi daerah atau

negara yang terpencil. Segala sesuatu yang penting yang terjadi di suatu daerah,

segera diketahui di semua pelosok di dunia. Ketegangan di suatu negara, apakah

itu Zaire, Laos atau Timur Tengah, menimbulkan ketegangan pula di seluruh

dunia. Dunia ini rasanya bertambah kecil. Pendapatan-pendapatan baru segera

tersebar di seluruh dunia dan mempengaruhi hidup manusia seperti listrik, radio,

TV, kapal terbang, makanan kaleng, telepon, dan sebagainya.

Di samping membawa kebahagiaan, kemajuan ilmu pengetahun dan teknik

banyak juga mengandung bahaya apabila disalah gunakan. Bahaya kehancuran

dengan born atom memberi tugas baru kepada umat manusia, untuk bekerjasama

agar dapat hidup damai berdampingan di dunia ini. Sekolah tidak dapat menutup

mata untuk masalah-masalah internasional seperti polusi, eksplosi penduduk, dan

sebagainya yang juga mengenai diri setiap orang. Sekolah hendaknya turut serta

memberi sumbangan ke arah terciptanya dunia yang bahagia dan aman bagi

seluruh umat manusia.

Masyarakat kita sekarang ini sangat dinamis dan senantiasa akan berubah.

Berdasarkan kenyataan ini, dapatkah dipertahankan kurikulum yang statis, kolot,

dan membatu? Misalnya rencana pelajaran yang bercorak kolonial tidak dapat

dipertahankan dalam negara yang telah merdeka. Bila diterima sebagai prinsip,

bahwa sekolah harus mendidik untuk kehidupan, bahwa sekolah harus

mempersiapkan anak-anak untuk masyarakat, maka kurikulum seharusnya

disesuaikan dengan gerak-gerik dan perubahanperubahan masyarakat itu. Isi

kurikulum harus senantiasa dapat berubah sesuai dengan perubahan masyarakat.

Karena kurikulum harus dinamis dan ini hanya mungkin dengan bentuk

kurikulum yang fleksibel, yakni yang dapat diubah menurut kebutuhan dan

keadaan. Dengan demikian kurikulum itu cukup elastis, sehingga senantiasa

terbuka untuk memberikan hahan pelajaran yang penting dan perlu bagi murid-

murid pada saat dan tempat tertentu. Karena kurikulum tidak dapat ditentukan

secara mutlak dan uniform untuk semua sekolah dalam bentuk suatu rencana

pelajaran terurai yang harus diikuti oleh guru hingga detail yang sekecil-kecilnya.

Page 149: asas- asas kurikulum

Kurikulum yang uniform mematikan inisiatif guru, mengekang

kebebasannya dan menutup kemungkinan untuk menyesuaikan kurikulum dengan

keadaan masyarakat dan kebutuhan murid-murid setempat. Kurikulum yang

uniform juga bertentangan dengan prinsip untuk menyesuaikan pelajaran dengan

perbedaan inidividual. Keadaan dan kebutuhan yang serba ragam di berbagai

daerah di Tanah Air kita memerlukan kurikulum yang fleksibel, sehingga

keperluan-keperluan masyarakat itu dapat dimasukkan ke dalam kurikulum

sekolah. Hanya dengan jalan demikian sekolah dapat memberikan pendidikan

yang fungsional, sehingga anak-anak benar-benar dipersiapkan untuk menghadapi

masalah-masalah di dalam masyarakat tempat is hidup.

SEKOLAII MASYARAKAT

Menurut Olsen*) perkembangan persekolahan di Amerika Serikat melalui tiga

fase.

1. Sekolah akademis atau Sekolah Tradisional.

Sekolah ini bersifat "book-centered" atau berpusat pada buku pelajaran.

Kurikulum bersifat subject-sentered yang memberikan pengetahuan yang logic

sistematis. Anak-anak dalam kelas kebanyakan duduk di bangku sambil

menghafal, mendengarkan atau melamun. Pendidikan ini kurang

memperhatikan perbedaan individual, minat dan kebutuhan anak-anak.

Pelajaran-pelajaran terlepas dari kehidupan masyarakat. Hubungan dengan

lingkungan sangat sedikit. Walaupun disebut tradisional, sistem ini masih

sangat umum terdapat di sekolah-sekolah kita.

2. Sekolah progresif

Sekolah ini bersifat child-centered. Kurikulum didasarkan atas minat dan

kebutuhan anak-anak dan pemuda, sedangkan kebutuhan mereka sebagai orang

dewasa dalam masyarakat sering diabaikan. Di sekolah ini disiplin lebih lunak,

anak-anak diberi lebih banyak kebebasan; rundingan antara guru dengan murid

sangat diutamakan dalam merencanakan apa yang akan dipelajari di sekolah.

Walaupun sekolah yang semata-mata child-centered boleh dikatakan tidak ada

lagi, prinsip-prinsip aliran ini sangat berharga bagi perbaikan pengajaran.

Page 150: asas- asas kurikulum

3. Sekolah masyarakat atau community school.

Sekolah ini bersifat life-centered. Yang menjadi pokok pelajaran ialah

kebutuhan manusia, masalah-masalah dan proses-proses sosial dengan tujuan

untuk memperbaiki kehidupan dalam masyarakat. Masyarakat dipandang

sebagai laboratorium tempat anak belajar, menyelidiki dan turut serta dalam

usaha-usaha masyarakat yang mengandung unsur pendidikan. Sekolah ini

menurut sertakan orang banyak dalam proses pendidikan untuk mempelajari

problema-problema sosial. Sekolah ini merupakan pusat masyarakat untuk

melakukan pertemuanpertemuan, upacara-upacara dan usaha-usaha lain.

Dengan jalan demikian terbukalah pintu antara sekolah dengan masyarakat,

sehingga sekolah dapat memasuki masyarakat dan masyarakat dapat memasuki

sekolah.

CIRI-CIRI SEKOLAH MASYARAKAT *)

Menurut Olsen ciri-ciri Community School ialah sebagai berikut:

1. Sekolah itu memperbaiki mutu kehidupan setempat pada saat sekarang

Berkat sekolah maka orang dalam masyarakat menjadi manusia yang lebih

baik, jasmaniah, emosional, sosial, material. Hubungan antar-suku bertambah

erat, kejahatan pemuda, penyakit menular berkurang dengan adanya usaha

sekolah kearah itu. Sekolah ini mendidik anak-anak menjadi manusia yang

lebih baik dalam dunia yang lebih baik.

2. Sekolah itu menggunakan masyarakat sebagai laboratorium tempat belajar.

Belajar tidak hanya terbatas antara empat dinding kelas. Kalau kita ingin

memupuk pengertian, minat, dan ketrampilan yang penting guna perbaikan

kehidupan masyarakat, talc dapat tiada anak-anak harus diberi kesempatan

sebanyak-banyaknya untuk mempelajari masyarakat berkat pengalaman

langsung. Buku-buku dan bacaan-bacaan lain memang penting juga, akan

tetapi tidak memadai. Sekolah membuka pintu untuk mengadakan hubungan

Page 151: asas- asas kurikulum

timbal balik dengan masyarakat. Orang-orang diundang ke sekolah untuk

memberi keterangan-keterangan mengenai bidang keahliannya. Murid-murid

pergi ke luar melakukan karyawisata untuk menyelidiki usaha pertanian,

perindustrian, perumahan, dan sebagainya. Di samping bukubuku, sekolah

masyarakat menggunakan lingkungan sebagai sumber pelajaran yang sangat

penting.

3. Gedung sekolah itu menjadi pusat kegiatan masyarakat.

Sekolah itu tidak hanya untuk kepentingan anak-anak melainkan juga untuk

orang dewasa. Gedung sekolah dapat digunakan untuk pertemuan dan rapat-

rapat, untuk perayaanperayaan dalam lingkungan itu. Pemberantasan buta

huruf, kursus-kursus untuk wanita, pertandingan-pertandingan olahraga dan

lain-lain dapat dilakukan di sekolah, karena sekolah itu kepunyaan bersama

seluruh masyarakat.

4. Sekolah itu mendasarkan kurikulum pada proses-proses dan problema-

problema kehidupan dalam masyarakat.

Inti kurikulum terdiri atas kebutuhan manusia dalam masyarakat sekarang dan

masa depan, seperti soal mencari nafkah, kewajiban warganegara, menjaga

kesehatan, memperbaiki kehidupan kekeluargaan, bergaul dengan orang-orang

lain, dan sebagainya. Dengan jalan demikian terdapat hubungan erat antara

pelajaran di sekolah dengan tuntutan-tuntutan kehidupan masyarakat yang

mengandung arti bagi murid dan karena itu lebih merangsang kegiatan anak-

anak untuk belajar.

5. Sekolah itu menurut sertakan orang tua dalam urusan-urusan sekolah.

Sekolah bukan hanya urusan guru, akan tetapi juga termasuk tanggung jawab

seluruh masyarakat. Orang tua, dalam bentuk POMG atau sejenis turut

membantu sekolah, bukan hanya dalam bidang material, tetapi juga dalam

lapangan pendidikan. Mengenai hal-hal tertentu sering diadakan perundingan

antara guru dengan orang tua dan pemimpin-pemimpin dalam masyarakat guna

perbaikan sekolah.

6. Sekolah itu turut mengkoordinasikan masyarakat.

Page 152: asas- asas kurikulum

Untuk memperbaiki taraf kehidupan dalam suatu masyarakat segala lembaga-

lembaga dan badan-badan dalam masyarakat itu harus bekerjasama, seperti

dalam hal pemeliharaan kebersihan dan kesehatan, penyelenggaraan rekreasi,

memberantas prasangka dan takhayul, dan lain-lain. Dalam hal ini sekolah

dapat menjalankan peranan yang penting dengan bekerjasama atau

menggembleng semua tenaga yang terdapat di lingkungan itu.

7. Sekolah itu dapat melaksanakan dan menyebarkan filsafat negara dalam

segala hubungan antar-manusia.

Sekolah itu suatu lembaga yang tidak hanya memberi penjelasan saja tentang

filsafat negara, melainkan juga mempraktekkannya di sekolah itu sendiri dan

dalam hubungannya dengan masyarakat.

MASYARAKAT SEBAGAI SUMBER PELAJARAN

Pengajaran mencapai hasil sebaik-baiknya, apabila didasarkan atas interaksi

antara murid-murid dengan sekitarnya. Apa yang dipelajari anak hendaknya hal-

hal yang juga terdapat dalam masyarakat dan karena itu berguna bagi hidup anak

sehari-hari. Bila masalah-masalah yang dihadapinya dalam hidupnya di luar

sekolah dijadikan pokok-pokok untuk dipelajari di sekolah, maka ia lebih paham

akan masalah-masalah itu dan lebih sanggup mengatasinya, seperti:

Bagaimanakah cara-cara bergaul yang baik? Bagaimanakah sikap pemuda

terhadap orang tua, terhadap adat, bioskop, bacaan cabul, propaganda, perbedaan

agama, dan suku bangsa? Apakah yang harus dilakukan dalam waktu senggang?

Bagaimanakah pemuda-pemudi harus menjaga diri dalam masa modern ini?

Bagaimanakah harus menghadapi pengaruh kebudayaan asing? Apakah

kekurangan-kekurangan di kampung atau kota yang perlu diperbaiki? Banyak lagi

masalah-masalah lain yang dapat dijadikan bahan pelajaran selama kurikulum itu

bersifat fleksibel. Hal yang demikian boleh dikatakan tidak mungkin, kalau

kurikulum itu uniform dan statis. Kurikulum ialah sesuatu yang hidup, yang

dinamis, yang mengikuti - dan bila mungkin - turut menentukan atau

membimbing perkembangan masyarakat di lingkungan sekolah itu. Karena itu

kurikulum tidak boleh lepas dari masyarakat. Oleh sebab masyarakat di berbagai

tempat di Tanah Air kita berbeda-beda, maka sekolah-sekolah setempat

Page 153: asas- asas kurikulum

hendaknya diberikan kebebasan hingga batas-batas tertentu, untuk menentukan

kurikulum sendiri dengan menyesuaikannya dengan keadaan dan kebutuhan

masyarakat itu. Untuk itu harus diselidiki keadaan masyarakat. Antara lain dapat

diselidiki:

1. Keadaan fisis lingkungan, yang mempengaruhi corak kehidupan dan

kebudayaan masyarakat itu, yaitu:

a) Iklim suatu daerah. Mata pencaharian ditentukan oleh suhu, hujan dan

angin, tetapi juga aspek-aspek lain daripada kehidupan atau masyarakat.

b) Luas daerah. Kehidupan kampung kecil berlainan dengan kota besar,

demikian pula suasana kekeluargaannya.

c) Topografi daerah. Apakah daerah itu letak di pegunungan atau dekat

pantai, apakah pulau terpencil atau jauh di pedalaman ataukah daerah itu

banyak hubungannya dengan dunia luar. Topografi turut menentukan

matapencarian, adat istiadat dan lain-lain.

d) Keadaan tanah. Tanah kering atau banyak air, tanah gersang atau subur

berpengaruh sekali terhadap kehidupan masyarakat.

e) Kekayaan alam. Kehidupan dan corak masyarakat turut ditentukan oleh

kekayaan alam berupa hutan, barang tambang, danau-danau, dan

sebagainya.

2. Penduduk. Selain dan kekayaan geografis daerah, harus juga dipelajari hal-hal

tentang manusia yang menghuninya. Antara lain dapat dipelajari:

a) Jumlahnya. Kampung kecil berbeda masyarakatnya dengan kota besar.

Kota menjadi besar karena faktor-faktor tertentu.

b) Mata pencarian. Apakah yang dilakukan orang untuk mencari nafkahnya.

Bagaimanakah tingkat kehidupan orang di lingkungan itu? Usaha apakah

yang dapat dijalankan untuk mempertinggi taraf kehidupan itu? Siapa-

siapakah yang kaya dan siapakah yang lemah ekonominya.

c) Susunan penduduk. Bagaimanakah perbandingan jumlah penduduk dari

berbagai golongan? Bagaimanakah kedudukan tiap golongan?

d) Pendidikan. Berapa banyakkah yang buta huruf, tamatan SD, SL dan

Perguruan Tinggi? Berapa banyakkah yang tidak melanjutkan

pelajarannya? Banyakkah anak-anak yang tidak bersekolah?

Page 154: asas- asas kurikulum

3. Organisasi-organisasi masyarakat. Manusia dalam masyarakat tidak hidup

sendiri-sendiri, melainkan membentuk kelompok, badan-badan atau organisasi

yang mempunyai tujuan tertentu yang berhubungan dengan kebutuhan dan

problema-problema tiap-tiap kelompok.

Antara lain dapat dipelajari:

Organisasi-organisasi dan perkumpulan-perkumpulan seperti perkumpulan

dagang, politik, olah raga, kepanduan, organisasi wanita, pemuda, buruh, dan

sebagainya. Lembaga-lembaga seperti keluarga, sekolah, pemerintah.

Badan yang terpenting dalam pendidikan anak ialah rumah tangga. Di

situlah anak itu mula-mula mempelajari bahasa. Di situlah ia mempelajari

hubungan-hubungan sosial serta menerima norma-norma tentang yang buruk dan

yang baik. Pengaruh rumah tangga tidak terhenti, walaupun anak itu telah

bersekolah. Setiap anak telah memperoleh sejumlah pendidikan dan pengalaman-

pengalaman tertentu sebelum ia menduduki bangku sekolah. Pendidikan di

sekolah tak mungkin dilakukan dengan baik, tanpa kerjasama yang erat dengan

orang tua.

Selain dari rumah tangga juga dari badan-badan lain diperlukan bantuan,

seperti dari badan-badan pemerintahan, kepolisian, jawatan pertanian, organisasi

keagamaan, badan-badan rekreasi, perkumpulan-perkumpulan pemuda,

pemimpin-pemimpin perusahaan, dan lain-lain.

Yang bertanggung jawab atas pendidikan anak bukan hanya guru-guru dan

orang tua, melainkan seluruh masyarakat. Toko buku yang dengan diam-diam

menjual bacaan cabul, bioskop yang membolehkan anak-anak di bawah umur

menonton film yang tak sesuai dengan usianya, pemerintahan kota yang tidak

menyediakan lapangan olah raga tetapi menggunakannya untuk mendirikan

gedung-gedung, mereka semua tidak luput dari tanggung jawab itu.

Itu sebabnya harus ada kerjasama yang erat antara badan-badan masyarakat,

supaya di luar sekolah dan rumah tangga, anak-anak senantiasa mendapat

pengaruh yang sebaik-baiknya. Itu pula sebabnya maka ada sekolah yang turut

Page 155: asas- asas kurikulum

mencampuri perkumpulanperkumpulan dan usaha-usaha pemuda dan anak-anak

di luar sekolah dan memandangnya sebagat bagian daripada kurikulum.

Garis-garis besar yang diberikan di atas memberikan gambaran sepintas

lalu, bahwa masyarakat atau lingkungan sungguh-sungguh merupakan sumber

bahan pelajaran yang sangat kaya dan luas, yang tidak dapat diabaikan begitu saja,

lalu berpegang saja pada suatu buku pelajaran.

Agar lingkungan dapat menjadi sumber dan laboratorium pelajaran, guru

sendiri harus lebih dahulu menyelidiki lingkungan sekolah. Kalau guru itu betul-

betul melakukannya, ia akan terperanjat, betapa banyaknya yang dapat dijadikan

pelajaran dalam radius 1 km. saja sekeliling sekolahnya. Yang dapat diselidiki

ialah hal-hal mengenai pertanian, industri, perniagaan, rekreasi, transport, lalu

lintas, lembaga-lembaga pendidikan, gedung-gedung perumahan, tumbuh-

tumbuhan, binatang, juga kebutuhan-kebutuhan masyarakat, kebaikan dan

kekurangan-kekurangan, norma-norma, takhyul, adat istiadat, peraturan-peraturan,

sejarah, kesehatan, pemerintahan, kesenian, kehidupan keluarga, kepolisian,

kegiatan pemuda, wanita, dan lain-lain. Sungguh banyak bahan dari masyarakat

yang dapat dijadikan pelajaran bagi murid-murid.

CARA-CARA MENGGUNAKAN MASYARAKAT DALAM PELAJARAN

a. Karyawisata atau field trip.

Murid-murid dapat kita bawa ke luar kelas untuk mempelajari berbagai-

bagai hal. Karyawisata selalu .mempunyai tujuan belajar, jadi berbeda dengan

piknik atau bertamasya untuk menikmati keindahan alam atau untuk gerak badan.

Karyawisata mungkin hanya memakan waktu beberapa menit saja, kalau anak-

anak pergi ke luar kelas untuk melihat burung yang hinggap di atap sekolah atau

memakan beberapa jam atau beberapa minggu kalau harus pergi ke tempat yang

jauh, malahan juga beberapa bulan, kalau

murid membuat perjalanan keliling dunia, andaikan ada uang untuk itu. Seperti

telah kita bicarakan di atas, banyak yang dapat dipelajari anak-anak dengan

karyawisata seperti ke sawah, kebun, pabrik, kantor pos, gedung arca, taman

bunga, jalan raya, lapangan terbang, dan sebagainya.

Page 156: asas- asas kurikulum

Sering karyawisata hanya dapat dilakukan dengan bantuan masyarakat.

Yang empunya pabrik, direktur rumah sakit, inspektur polisi, dan sebagainya

harus mempunyai pengertian tentang makna karyawisata hagi pendidikan dan

memberikan bantuan dan kesempatan sepenuhnya kepada murid-murid untuk

meninjau tempat-tempat itu. Dengan demikian mereka turut serta menjadikan

masyarakat suatu laboratorium tempat anak-anak mengadakan penyelidikan dan

belajar. Di sini tidak dibicarakan lebih lanjut cara-cara menyelenggarakan

karyawisata agar berhasil baik.

b. Menggunakan orang sebagai sumber.

Dalam tiap masyarakat betapapun kecilnya, terdapat orang-orang yang

mempunyai pengalaman, kecakapan, atau pengetahuan yang khusus mengenai

satu lapangan. Petani banyak pengetahuannya tentang menanam dan memelihara

padi, tukang kayu dapat berbicara tentang pembuatan rumah. Demikian pula

dokter, saudagar, tukang becak, pembesar dalam pemerintahan, polisi, tentara,

bidan, pendeta, haji, wartawan, pemain bola, dan lain-lain masing-masing dapat

mempunyai pengetahuan dan keahlian yang khusus yang dapat digunakan oleh

sekolah. Mereka dapat diundang ke sekolah untuk memberi keterangan-

keterangan mengenai suatu pokok yang sedang dipelajari oleh anak-anak. Seorang

pengurus PMI berbicara tentang usaha-usaha yang dijalankan untuk meringankan

penderitaan umat manusia, tukang becak dapat menceritakan pahit getir dan

kegembiraan penghidupannya, seorang camat dapat menjelaskan hal berhubungan

dengan urusan kampung, seorang inspektur polisi memberi penerangan betapa

perlunya orang taat kepada peraturan-peraturan

lintas, seorang Arab atau India memberikan penjelasan tentang negaranya masing-

masing dan seterusnya. Contoh-contoh dapat kita tambah lagi, sumber ini sangat

luas dan kaya. Akan tetapi sayang ssekali, sumber ini masih belum cukup

dimanfaatkan untuk memperkaya kurikulum di sekolah.

c. Pengabdian masyarakat.

Dari murid diharapkan, agar mereka tidak hanya memperhatikan dan

mempelajari apa yang ada dan yang terjadi dalam masyarakat. Mereka tidak boleh

menjadi penonton saja, akan tetapi dalam pelbagai hal mereka dapat turut serta

Page 157: asas- asas kurikulum

dalam usaha-usaha masyarakat. Malahan ada kalanya sekolah menjadi pendorong

dan turut aktif memperbaiki keadaan masyarakat. Terutama di daerah-daerah yang

terbelakang, sekolah dapat memelopori masyarakat ke arah perbaikan dan

pembaharuan. Misalnya murid-murid dapat turut membersihkan dan

memperindah kampung, memberantas tikus dan nyamuk, membuat kakus,

menanam buah-buahan, sayur-sayuran atau bunga-bungaan yang baru.

Pengalaman serupa ini memberi pelajaran kepada murid-murid, bahwa mereka

dapat membantu masyarakat dan dapat mengubah dan memperbaiki keadaan

sekitarnya. Dengan turut serta dalam usaha-usaha perbaikan masyarakat anak-

anak mendapat pengertian yang lebih mendalam tentang masyarakat itu.

d. Pengalaman kerja dalam masyarakat.

Cara lain untuk memanfaatkan masyarakat untuk kepentingan pendidikan

para pemuda ialah memberi kepada mereka pengalaman-pengalaman bekerja di

samping pelajaran di sekolah. Pada suatu masa setiap orang harus menjabat suatu

pekerjaan untuk mencari nafkahnya. Besar faedahnya, kalau pemuda-pemuda

diberi kesempatan untuk mengenal pekerjaan di berbagai perusahaan, pabrik-

pabrik, dan kantor-kantor, di bawah pimpinan orang yang kompeten. Tujuannya

ialah menambah pengertian pemuda-pemuda tentang pekerjaan dan memupuk

sikap yang sehat terhadap dunia pekerjaan. Pekerjaan yang dipelajari anak

hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan minatnya.

CARA MEMANFAATKAN MASYARAKAT

Untuk menjadikan suatu sekolah life-centered, tak dapat tiada harus

diselidiki sumber-sumber pelajaran apakah yang terdapat dalam masyarakat itu,

apakah yang dapat disumbangkan oleh masyarakat itu untuk pendidikan anak-

anak. Di samping buku-buku pelajaran, masyarakat memberi bahan pelajaran

yang penting sekali. Bagaimanakah cara-cara mengumpulkan bahan-bahan itu?

a. Guru-guru bersama-sama berusaha menyelidiki masyarakat itu dan

mengumpulkan hal-hal yang kiranya dapat memperkaya kurikulum sekolah itu.

Masyarakat itu dibagi atas beberapa aspek seperti: keadaan alam, sejarah,

penduduk, transpor dan perhubungan, kehidupan kekeluargaan, industri dan

jabatan-jabatan, kesehatan, pendidikan, agama, rekreasi, pemerintahan, dan seba-

Page 158: asas- asas kurikulum

gainya. Guru-guru masing-masing menyelidiki hal-hal manakah dalam

masyarakat itu yang dapat dipelajari berkenaan dengan tiap kategori. Bahan-bahan

mengenai tiap kategori dimasukkan ke dalam map tersendiri dan dapat senantiasa

diperlengkap.

b. Kepada orang tua murid dan kepada orang-orang lain dapat dikirimkan daftar

pertanyaan dalam bidang manakah mereka dapat bertindak sebagai manusia

sumber, atau mempunyai barang-barang atau alat-alat yang kiranya dapat

dipergunakan untuk pendidikan anak-anak. Diminta pula keterangan waktu mana

ia dapat datang ke sekolah, atau apabila ia dapat menerima murid, berapa jumlah

murid yang dapat datang, dan sebagainya. Dapat juga ditanyakan hal-hal apa yang

diketahuinya yang dapat membantu memperkaya pendidikan anak-anak.

c. Dapat juga dikirim daftar pertanyaan kepada perusahaan-perusahaan, apakah

mereka bersedia menerima murid-murid berkunjung ke sana dengan tujuan

pendidikan. Diminta keterangan anak-anak berusia berapakah mereka bersedia

menerimanya, berapa jumlah murid yang baik berkunjung ke sana, pada hari-hari

apa dan pukul berapa.

Segala keterangan mengenai masyarakat yang dapat memberi bahan untuk

pelajaran hendaknya disusun secara sistematis, sebaiknya dengan menggunakan

sistem kartu. Bahan ini senantiasa dapat diperluas. Pada kartu itu harus pula

dicatat keterangan-keterangan mengenai pokok itu, misalnya setelah mengadakan

field- trip atau setelah mengundang seorang manusia sumber ke sekolah. Juga

harus diadakan administrasi yang cermat, supaya misalnya suatu perusahaan tidak

terlampau sering dikunjungi, sehingga mengganggu pekerjaan mereka, sedangkan

perusahaan-perusahaan lain hampir tak pernah dijadikan obyek pelajaran.

Guru maupun masyarakat harus menyadari, bahwa pengalaman-pengalaman

yang terpimpin yang diperoleh murid-murid dalam masyarakat merupakan bagian

yang hakiki dan pendidikan modern yang efektif. Untuk itu harus ada kerjasama

yang erat antara sekolah dengan masyarakat demi kepentingan sang anak. Orang

tua dapat diturut sertakan dalam usaha-usaha sekolah sebagai anggota POMG,

Page 159: asas- asas kurikulum

atau badan sejenis, sebagai manusia sumber, sebagai anggota panitia, antara lain

dalam pembinaan kurikulum.

Akan tetapi bukan hanya masyarakat dapat membantu sekolah, sekolah pun

dapat berjasa kepada masyarakat. Sekolah dapat dijadikan tempat untuk

mengadakan rapat-rapat, untuk pertunjukan-pertunjukan, pameran, kursus-kursus.

Sekolah dapat menyediakan perpustakaan dan alat-alat sekolah untuk digunakan

oleh masyarakat. Dengan jalan demikian sekolah menjadi pusat masyarakat.

RANGKUMAN

1. Dalam masyarakat yang sederhana anak-anak banyak mempelajari hal-hal

yang diperlukannya sebagai orang dewasa dalam masyarakat itu sendiri secara

informal.

2. Dalam masa modern tugas pendidikan untuk mempersiapkan anak agar dapat

berdiri sendiri, dibebankan kepada sekolah.

3. Masyarakat modern cepat berubah, sehingga banyak hal segera menjadi usang.

Pembaharuan kurikulum harus dilakukan secara kontinu.

4. Kurikulum bergantung pada fungsi sekolah dalam masyarakat, yakni apakah

untuk mengawetkan kehudayaan dengan menyampaikannya kepada generasi

muda, mengubah masyarakat, ataukah mengembangkan individu. Ketiga

fungsi itu sebenarnya tak perlu dipertentangkan, akan tetapi dapat

dipertemukan. Namun selalu akan ada perbedaan tekanan.

5. Sekolah masyarakat sangat mengutamakan faktor masyarakat dalam

kurikulumnya.

6. Sekolah tak boleh berdiri terpisah dari masyarakat. Berbagai cara dapat

dilakukan untuk membawa sekolah ke masyarakat dan scbaliknya.

7. Masyarakat merupakan sumber yang kaya bagi pengajaran di sekolah.

PERTANYAAN DAN TUGAS

1. Bandingkan pendidikan anak di desa dan di kota.

2. Masalah-masalah pokok apakah yang dihadapi umat manusia pada saat ini?

Hingga manakah masalah-masalah itu dimasukkan ke dalam kurikulum?

3. Sekolah itu konservatif. Apa sebab sekolah harus konservatif?

Page 160: asas- asas kurikulum

4. Menurut pendapat saudara, dapatkah sekolah mengubah masyarakat?

Dapatkah sekolah mendahului perkembangan masyarakat atau hanya

mengikuti perkembangan masyarakat?

5. Perbedaan apakah yang tampak bagi saudara dalam pendidikan sewaktu

saudara masih kecil dengan pendidikan dewasa ini? Dapatkah saudara

sebutkan sebab-sebab perubahan itu?

6. Dikatakan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mengubah

kehidupan masyarakat. Dapatkah saudara menunjukkan contoh-contoh

berdasarkan observasi dan pengalaman sendiri? Apakah implikasinya bagi

kurikulum?

7. Peranan keluarga modern sudah berlainan dengan zaman dahulu, satu-dua

generasi yang lalu. Peranan apakah yang tak dapat dilakukan lagi oleh

keluarga yang dibebankan kepada sekolah?

8. Bagaimana pandangan John Dewey tentang fungsi sekolah?

9. Apa dimaksud dengan "social engineering"?

10. Bandingkan kurikulum SD pada zaman penjajahan Belanda dengan kurikulum

sekarang. Can perbedaan-perbedaan yang disebabkan oleh perubahan

masyarakat.

11. Sebutkan ciri-ciri sekolah masyarakat. Apa sebab ide sekolah masyarakat

demikian tidak dijadikan pola sekolah kita sekarang? Adakah keberatan-

keberatannya?

12. Coba selidiki lingkungan sekolah dengan radius 1 km. sumber-sumber

pelajaran apa yang terdapat di situ?

13. Bagaimanakah cara-cara memanfaatkan masyarakat dan lingkungan untuk

kepentingan masyarakat? Apa sebab sumber yang kaya ini kurang digarap

oleh sekolah-sekolah kita?

14. Menurut penilaian saudara, apakah sekolah kita telah cukup disesuaikan

dengan kebutuhan masyarakat, atau dengan kata lain apakah kurikulum telah

relevan dengan kebutuhan masyarakat? Jelaskan dengan contoh-contoh.

15. Relevansi kurikulum dengan kebutuhan masyarakat harus senantiasa ditinjau

kembali. Apa sebabnya?

Page 161: asas- asas kurikulum

16. Diskusikan apakah di daerah pertanian pelajaran bertani selalu relevan bagi

semua murid.

17. Diskusikan apakah orang tua baik diturut sertakan dalam urusan sekolah

termasuk kurikulumnya.

Page 162: asas- asas kurikulum

BAB 7

ORGANISASI KURIKULUM

Organisasi kurikulum yaknii pola atau bentuk bahan pelajaran disusun dan

dismapaikan kepada murid-murid, merupakan suatu dasar yang penting sekali

dalam pembinaan kurikulum dan bertalian erat dengan tujuan program pendidikan

yang hendak dicapai, karena bentuk kurikulum turut menentukan bahan pelajaran,

urutannya dan cara menyajikan kepada murid-murid. Tujuan-tujuan yang dicapai

dengan kurikulum berdasarkan mata pelajaran yang terpisah-pisah. Demikian pula

berlainan cara penyampaiannya dan isi pelajarannya. Tujuan-tujuan pendidikan

yang mengenai seluruh pribadi anak dihalang-halangi oleh kurikulum yang

disusun untuk memupuk segi intelektual. Tentu saja subject-curriculum dapat juga

membentuk segi-segi lain dari pribadi anak, akan tetapi organisasi kurikulum

tertentu sangat mempengaruhi bentuk-bentuk pengalaman apakah yang akan

disajikan kepada anak-anak. Kurikulum berdasarkan proyek atau unit dengan

sendirinya misalnya menyuruh anak-anak menyelidiki sendiri, mengadakan

karyawisata, mengadakan interview, menggunakan berbagai-bagai sumber, dan

sebagainya dan tidak terikat pada satu buku pelajaran tertentu. Selain itu

organisasi kurikulum menentukan juga peranan guru dan murid dalam pembinaan

kurikulum.

JENIS-JENIS KURIKULUM

Kurikulum bermacam-macam bentuknya. Bentuk yang paling dikenal dan

sangat meluas pemakaiannya ialah subject curriculum. Subject berarti mata

pelajaran. Subject jangan dikacaukan dengan subject matter, yang berarti bahan

pelajaran. Setiap kurikulum, juga integrated curriculum mempunyai subject

matter, yaitu mempunyai bahan pelajaran tertentu. Jadi subject curriculum berarti

kurikulum yang terdiri atas sejumlah mata pelajaran, disebut juga subject-

centered curriculum yang artinya kurikulum yang berpusat pada mata pelajaran.

Karena mata pelajaran itu pada umumnya diajarkan secara terpisah-pisah, maka

disebut juga separate subject-curriculum.

Page 163: asas- asas kurikulum

Kurikulum ini banyak mempunyai ciri-ciri yang menguntungkan, namun

juga banyak mempunyai kelemahan. Karena kelemahan itu banyak timbul kritik

dari para ahli kurikulum yang menganjurkan bentuk kurikulum lain.

Maka timbullah berbagai bentuk kurikulum lain yang dianggap sebagai

reaksi terhadap subject curriculum itu. Mereka yang menganggap bahwa subject

curriculum memberi pengetahuan yang lepas-lepas, atomistis, atau fragmentaris

menganjurkan kurikulum yang integrated atau dipadukan, yang tidak mengenal

batas-batas antara mata pelajaran. Para ahli yang mengecam subject curriculum

karena dalam proses belajar anak itu hanya pasif, menganjurkan suatu bentuk

kurikulum yang lebih mengaktifkan anak-anak dalam proses belajar, yang mereka

sebut activity curriculum. Ada pula yang menganggap bahwa subject curriculum

terlampau mengutamakan pengalaman umat manusia yang lampau, yakni

kebudayaan yang diwariskan oleh nenek moyang, yang dituangkan dalam bentuk

mata pelajaran, sehingga pengetahuan anak menjadi verbalistis. Mereka ini

menginginkan kurikulum yang didasarkan atas pengalaman langsung agar

pelajaran lebih bermanfaat. Kurikulum yang mereka anjurkan disebut experience

curriculum.

Demikian pula subject curriculum dikecam karena kurang memberi

pelajaran yang bertalian dengan kehidupan anak seharihari dalam lingkungan

masyarakatnya. Mereka ini menganjurkan life curriculum. Ada pula yang

berusaha mencakup segala kebaikan bentuk kurikulum yang mengadakan reaksi

terhadap subject curriculum, yakni core curriculum.

Kita akan bicarakan berbagai bentuk kurikulum itu. Perlu kami berikan

peringatan yang berikut. Setiap kurikulum mempunyai ciri-ciri yang baik, akan

tetapi juga mempunyai kelemahan-kelemahan, ditinjau dari segi tertentu. Kritik-

kritik terhadap bentuk kurikulum tertentu adalah kritik-kritik yang diajukan oleh

orang-orang yang tidak menyetujui bentuk kurikulum tersebut. Kita harus

meninjau kecaman itu secara kritis. Orang yang menganjurkan sesuatu yang baru,

biasanya berusaha memberi kecaman yang tajam untuk mendiskreditkannya. Ada

kalanya kecaman itu obyektif, akan tetapi kadang-kadang agak dilebih-lebihkan.

Page 164: asas- asas kurikulum

Selanjutnya perlu kita perhatikan, bahwa pertentangan yang tajam itu

biasanya terdapat pada taraf teoretis. Dalam praktik tidak tampak pertentangan

serupa itu.

Juga harus kita ketahui bahwa berbagai bentuk kurikulum yang `baru' itu

jarang terdapat dalam kenyataan dalam bentuknya yang murni. Ada kalanya

bentuk kurikulum itu hanya terdapat dalam teori raja. Namun berbagai bentuk

kurikulum ada pengaruhnya terhadap pemikiran tentang kurikulum dan sering

pula dalam pelaksanaannya. Demikian pula subject curriculum tidak selalu tampil

dalam bentuknya yang buruk. Kurikulum ini dapat dimodifikasi, diperkaya, dan

disesuaikan dengan pemikiran-pemikiran baru tentang kurikulum. Selanjutnya

akan kita bicarakan berbagai bentuk atau organisasi kurikulum.

I. SEPARATE-SUBJECT CURRICULUM

Kurikulum ini disebut demikian, oleh sebab segala bahan pelajaran

disajikan dalam subject atau mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang satu lepas

dari yang lain. Organisasi subject curriculum dianggap berasal dari zaman Yunani

kuno. Orang Yunani telah mengajarkan berbagai bidang studi seperti

kesusasteraan, matematika, filsafat dan ilmu pengetahuan ditambah dengan musik

dan atletik. Orang Romawi menerimanya dari orang Yunani sambil mengadakan

perobahan. Mereka mengadakan dua kategori utama yakni trivium (gramatika,

retorika, dan logika) dan quadrivium (arithmetika, geometri, astronomi, dan

musik), yang kemudian dikenel sebagai " the seven liberal arts " yang

memberikan pendidikan umum.

Pada abad pertengahan tujuan pendidikan menjadi praktis dan vokasional.

Di universitas misalnya dipelajari tiga bidang utama, yakni teologi, kedokteran,

dan hukum. Tidak jelas apa yang terjadi dengan " the seven liberal arts " itu. Yang

diketahui ialah bahwa bahasa Latin menjadi matapelajaran yang sangat penting.

Baru pada abad ke-19 mulai berkembang matapelajaran-matapelajaran

dengan pesatnya. Setiap mata pelajaran harus lebih (lulu berjuang sebelum diakaui

dan diterima sebagai mata pelajaran di sekolah seperti bahasa ibu, bahasa asing,

fisika, biologi, dan sebagainya. Juga timbul berbagai matapelajaran yang dianggap

Page 165: asas- asas kurikulum

nonakademis seperti tata buku, pekerjaan tangan, pertanian, pendidikan jasmani,

pendidikan kesejahteraan keluarga, dan sebagainya. Kini terdapat ratusan mata

pelajaran di sekolah maupun universitas. Inilah jenis kurikulum yang umumnya

terdapat di kebanyakan negara, juga di Indonesia, baik di SD maupun di Sekolah

Menengah sampai Universitas.

Apakah sebenarnya subject atau mata pelajaran itu? Subject itu ialah hasil

pengalaman umat manusia sepanjang masa, atau kebudayaan dan pengetahuan

yang dikumpulkan oleh umat manusia sejak dulu kala. Bahan ini lalu disusun

secara logis dan sistematis, disederhanakan dan disajikan kepada anak-anak di

sekolah sebagai mata pelajaran setelah disesuaikan dengan usia dan kematangan

murid-murid. Untuk itu bahan pelajaran dibagi-bagi untuk tiap-tiap kelas. Batas-

batas bahan pelajaran itu dihormati benar dan biasanya tidak dilampaui. Dikelas I

SD dahulu anak-anak berhitung dengan bilangan 1 sampai 20. Kalau ia

menghadapi soal-soal di atas 20, biasanya ia harus menunggu pemecahannya

sampai ia naik kelas 2. Jadi dalam mata pelajaran itu sendiri terdapat batas-batas

yang memisahkan bahan pelajaran untuk tiap kelas, seakan-akan terbagi atas

petak-petak. Batas-batas terdapat pula antar mata pelajaran yang satu dengan yang

satu lagi. Tiap mata pelajaran diberikan tersendiri lepas dari mata pelajaran lain

pada jam pelajaran tertentu. Biasanya sejarah diberikan terpisah dari ilmu bumi,

walaupun kedua mata pelajaran itu erat hubungannya.

Dengan demikian sukarlah terdapat suatu kebulatan dalam pengetahuan

anak-anak. Mereka sering hanya menumpukkan bermacam-macam pengetahuan.

Tentu ini juga disebabkan oleh metode mengajarnya.

Jelaslah bahwa pada pokoknya kurikulum serupa ini berdasarkan ilmu jiwa

assosiasi yang mengharapkan timbulnya pribadi yang bulat sebagai hasil jumlah

pengetahuan yang diperoleh anak.

Dengan suatu kurikulum, sekolah memberikan kepada anak-anak

pengalaman-pengalaman untuk mengembangkan pribadinya sesuai dengan tujuan

pendidikan. Anak-anak (dan manusia umumnya) belajar berkat pengalaman.

Sebelum anak bersekolah, telah banyak sekali ia belajar dan pengalaman dalam

Page 166: asas- asas kurikulum

kehidupannya sehari-hari. Hasil pelajaran serupa itu dianggap permanen dan tidak

dilupakan. Karena itu sekolah modern menggunakan pengalaman-pengalaman

anak itu sendiri sebagai bahan pelajaran. Yang dipelajari ialah hal-hal yang

berhubungan langsung dengan kehidupan anak. Dalam subject curriculum anak-

anak dipaksakan mempelajari pengalaman umat manusia yang lampau, yang tidak

selalu bertalian erat dengan pengalaman anak itu sendiri. Oleh sebab itu banyak

yang tidak dapat diselami oleh anak itu sendiri, lalu dihafal untuk diingat dan

kemudian dilupakan. Kurikulum yang subject-centered ini terutama ditujukan

kepada pembentukan intelektual dan kurang mengutamakan pembentukan pribadi

anak sebagai keseluruhan.

Kurikulum serupa ini biasanya ditentukan terlebih dahulu oleh ahli-ahli atau

para pembina pendidikan. Hal ini mungkin, oleh sebab luas atau scope bahan

pelajaran dapat ditentukan. Biasanya yang menentukannya ialah suatu panitia

yang terdiri atas tokoh-tokoh dan ahli-ahli pendidikan lain dan para ahli dalam

disiplin tertentu. Mereka inilah menetapkan apakah diperlukan anak-anak kelak

dalam kehidupannya dalam masyarakat. Jadi dalam kurikulum ini sudah lebih

dahulu ditentukan pengalaman-pengalaman apakah yang akan diterima anak

selama ia bersekolah. Oleh sebab bahan pelajaran itu biasanya telah ditetapkan

oleh buku, maka besarlah pengaruh buku pelajaran. Bahkan sering kurikulum itu

semata-mata ditentukan oleh buku pelajaran itu, sehingga tujuan pendidikan

menyempit menjadi menguasai sejumlah pengetahuan yang tercantum dalam

buku. Tentu saja guru yang baik tidak akan sudi diperhamba oleh buku dan

mencari berbagai jalan untuk memperkaya kurikulum itu dan menyesuaikan

sedapat mungkin dengan kebutuhan anak-anak setempat.

Oleh karena pengetahuan yang harus dikuasai anak tertentu banyaknya,

maka kurikulum ini mudah dijadikan uniform atau seragam di seluruh negara,

dengan maksud agar pendidikan di mana saja sama tarafnya. Untuk memperkuat

keseragaman itu diberikan pula rencana pelajaran terurai yang menentukan dalam

garis-garis kecil apa yang harus disajikan kepada murid-murid setiap minggu,

setiap jam. Kurikulum yang seragam ini memudahkan anak-anak pindah sekolah.

Pada akhir sekolah dapat diadakan ujian negara yang uniform pula. Keseragaman

Page 167: asas- asas kurikulum

bahan pelajaran yang diberikan kepada semua anak dalam suatu kelas

menimbulkan kesalahan didaktis untuk menyamaratakan semua murid, yang

pandai, maupun yang kurang pandai. Untuk mencari jalan tengah biasanya guru

menyesuaikan pelajaran dengan anak-anak yang " sedang " kepandaiannya. Tentu

saja cara ini tidak memuaskan bagi anak-anak yang pandai karena pelajaran itu

dianggapnya terlampau mudah dan tidak merangsangnya untuk mengeluarkan

segenap tenaga dan pikirannya. Sebaliknya bagi anak yang kurang pandai,

pelajaran itu terlampau cepat dan ia makin lama makin jauh ketinggalan.

Menyesuaikan pelajaran dengan kebutuhan minat, kesanggupan, dan pengalaman

anak secara individual merupakan suatu hal yang sukar dan karena itu tidak sering

dilakukan dalam kurikulum yang berdasarkan susunan mata pelajaran yang

terpisah-pisah ini. Kurikulum yang berpusatkan mata pelajaran ini masih sangat

banyak dipakai, karena banyak mengandung hal yang menguntungkan.

MANFAAT SEPARATE-SUBJECT CURRICULUM

1. Bahan pelajaran dapat disajikan secara logis dan sciternuas.

Menurut pengertiannya subject itu ialah hasil pengalaman umat manusia

pada masa yang lampau yang tersusun logis sistematis. Tiap mata pelajaran

mengandung sistematik tertentu. Berhitung dimulai dengan bilangan-bilangan

kecil dan kemudian meningkat kepada bilangan-bilangan besar. Ilmu pasti mulai

dengan pengertian-pengertian dasar, kemudian diberikan bentuk-bentuk yang

lebih kompleks. Geografi dimulai dengan daerah yang dekat, kemudian

dibicarakan daerah-daerah yang makin jauh. Sejarah disusun dari masa purba

sampai kepada zaman sekarang. Demikian dapat kita lihat, bahwa setiap mata

pelajaran atau disiplin mempunyai sistematik tertentu. Dengan mengikuti

sistematik itu anak-anak juga terlatih berpikir menurut struktur disiplin, misalnya

dengan mempelajari matematik, anak dapat berpikir secara matematis, dan

sebagainya. Logika dan sistematik setiap cabang berpikir secara matematis, dan

sebagainya. Logika dan sistematik setiap cabang pengetahuan ini tidak akan dapat

ditemukan anak itu sendiri. Oleh sebab itu jalan yang efisien ialah memberikan

saja kepada anak-anak ilmu pengetahuan itu dalam susunan yang logis seperti

telah dipikirkan oleh ahli-ahli.

Page 168: asas- asas kurikulum

Diharapkan pula agar pengetahuan, pengertian, kecakapan-kecakapan yang

diperoleh anak-anak dalam mata pelajaran itu dapat juga digunakannya dalam

kehidupannya sehari-hari.

2. Organisasi kurikulum ini sederhana, mudah direncanakan dan dilaksanakan.

Dari segala macam kurikulum, kurikulum inilah yang paling mudah

disusun, direorganisasi, ditambah, atau dikurangi. Masalah scope dan sequence

tidak berapa menimbulkan kesulitan. Scope terutama soal menentukan jumlah dan

jenis mata pelajaran yang harus disajikan oleh sekolah. Sequence adalah soal

menentukan urutan mata pelajaran yang harus diberikan dalam tiap kelas.

Dalam menentukan kurikulum ini banyak pula bantuan diperoleh dan buku-

buku pelajaran yang telah diakui baik, sehingga lebih memudahkan luas (scope)

dan urutan (sequence) bahan pelajaran di tiap kelas.

Melaksanakan kurikulum ini pun tidak menimbulkan kesulitan. Guru-guru

pada umumnya dapat berpegang pada buku pelajaran yang telah ditentukan, yang

diajarkannya bab demi bab. Apa yang akan diajarkan sudah ditentukan lebih

dahulu, sehingga guru dapat menyesuaikan jumlah waktu dengan jumlah bahan

pelajaran yang harus diberikan setiap kali. Lagi pula guru-guru terutama di SM

telah terlatih dalam matapelajaran-matapelajaran tertentu.

3. Kurikulum ini mudah dinilai.

Kurikulum ini terutama bertujuan menyampaikan sejumlah pengetahuan,

pengertian, dan kecakapan-kecakapan tertentu yang mudah dinilai dengan ujian

atau tes. Ada kalanya bahan pelajaran ditentukan dengan menetapkan buku-buku

pelajaran yang harus dikuasai untuk suatu daerah, malahan untuk seluruh negara,

sehingga dapat diadakan ujian umum yang uniform di seluruh negara.

4. Kurikulum ini juga dipakai di pendidikan tinggi.

SD masih dianggap oleh kebanyakan orang sebagai persiapan untuk SM dan

SM sebagai sekolah persiapan untuk Pendidikan Tinggi. Boleh dikatakan, pada

saat ini setiap perguruan tinggi menggunakan organisasi kurikulum yang bersifat

mata pelajaran yang terpisah-pisah. Oleh sebab itu maka SM pun cenderung

mempunyai organisasi kurikulum yang sama, demikian pula SD.

Page 169: asas- asas kurikulum

Kebanyakan orang tua menginginkan agar anak-anaknya kelak melanjutkan

pelajarannya di fakultas. Karena itu kurikulum yang berbentuk subject diterima

baik dan dipertahankan di SD dan SM.

5. Kurikulum ini telah dipakai berabad-ubad lamanya dan sudah menjadi

tradisi.

Kurikulum ini telah digunakan dan diterima baik oleh generasi-generasi

yang lalu, sehingga mendapat dukungan dari orang tua dan para pengajar. Sukar

orang menerima perubahan dalam organisasi kurikulum yang telah bertahan

begitu lama. Orang tua yang mengitimkan anak-anaknya ke sekolah menganggap

sewajarnya, bahwa anak itu mempelajari bermacam-macam mata pelajaran seperti

yang mereka pelajari.

6. Kurikulum ini lebih memudahkan guru.

Kebanyakan guru SL mendapat didikan untuk mengajarkan mata pelajaran

tertentu di SMP dan SMA. Dengan sendirinya mereka lebih senang bekerja di

sekolah yang mempunyai kurikulum yang sesuai dengan pendidikannya di IKIP.

Mereka merasa aman dan tenteram dalam organisasi kurikulum yang subject-

centered ini. Lagi pula, kalau mereka telah mengajar selama beberapa tahun dan

telah menguasai bahan pelajaran (atau buku pelajaran) sepenuhnya, pekerjaan

selanjutnya merupakan rutin yang tidak lagi meminta usaha dan jerih payah. Tiap

tahun ia mengulang-ulangi pelajaran tanpa membutuhkan banyak pikiran dan

kreativitas seperti halnya dalam pengajaran proyek atau unit. Terlebih-lebih

apabila guru itu harus mengajar pagi sore, maka kurikulum ini sesuai benar

dengan kemampuan guru.

7. Kurikulum ini mudah diubah.

Segala perubahan atau perbaikan kurikulum kita hingga saat ini senantiasa

didasarkan pada organisasi berbentuk subject. Perubahan atau perbaikan

kurikulum dicapai dengan menambah atau mengurangi jumlah, isi atau jenis mata

pelajaran sesuai dengan permintaan zaman. Kalau dirasa perlu anak-anak

mengetahui tentang lalu lintas, mengetik, kewargaan negara, pendidikan

kependudukan, dan lain-lain, maka mata pelajaran itu mudah ditambahkan.

Demikian pula mata pelajaran yang dirasa tidak sesuai lagi, dapat ditiadakan.

Page 170: asas- asas kurikulum

8. Organisasi kurikulum yang sistematis seperti yang dimiliki oleh subject-

curriculum esensial untuk menafsirkan pengalaman. Organisasi serupa ini sangat

menghemat waktu dan tenaga dan memberi kemungkinan mempelajari sesuatu

dalam waktu singkat apa yang ditemukan dengan susah payah oleh para sarjana

pada masa lampau.

BERATAN-KEBERATAN TERHADAP SEPARATE-SUBJECT

IRRICULUM

Walaupun kurikulum ini masih sangat umum dipakai di mana-mana karena

banyak mengandung kebaikan-kebaikan, namun banyak pula kelemahan-

kelemahannya dititik dari sudut pendidikan modern. Keberatan-keberatan yang

sering diajukan tentu saja bertalian erat dengan pandangan seseorang mengenai

pendidikan dan pengajaran. Kelemahan-kelemahan kurikulum ini ialah:

1. Kurikulum ini memberikan matapelajaran yang lepas-lepas, yang tidak

berhubungan satu dengan yang lain.

Salah satu keberatan yang paling serius ialah bahwa kurikulum ini membagi

pengalaman dan pelajaran anak atas bagian-bagian yang lepas-lepas, secara

fragmentaris yang sebenarnya tak ada dalam dunia kenyataan. Apabila seorang

menghadapi suatu situasi kehidupan, ia mencoba mengatasinya dengan

menggunakan segala pengalaman dan pengetahuannya yang ada padanya

berkenaan dengan situasi itu, tanpa mengindahkan batas-batas pengetahuan seperti

diadakan oleh kurikulum ini. Mata pelajaran yang terpisah-pisah yang dijadikan

pengalaman anak bertentangan dengan dunia kenyataan.

Kurikulum berbentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah tidak mendidik

anak-anak menghadapi situasi-situasi dalam kehidupannya. Matapelajaran-

matapelajaran memberikan kepada anak-anak pengetahuan yang lepas-lepas. Hal

ini diperkuat lagi apabila tiap mata pelajaran diberikan oleh guru yang berlainan

seperti halnya di Sekolah Menengah tanpa mengetahui apa yang diberikan pada

pelajaran lain.

Page 171: asas- asas kurikulum

Organisasi kurikulum ini tidak mendorong guru-guru mengadakan integrasi

dalam berbagai mata pelajaran. Bila kita perhatikan Rencana Pelajaran untuk

Sekolah Rakyat yang diterbitkan oleh KPPK. Yogyakarta 1950 misalnya untuk

Ilmu Hayat di kelas V, nyatalah, bahwa Ilmu Hewan, Ilmu Tumbuh-tumbuhan

dan Tubuh Manusia - Kesehatan boleh dikatakan tidak ada hubungannya. Padahal

sudah sewajarnya ada hubungan antara matapelajaran-matapelajaran itu.

Sebagai contoh di sini kami kutip bahan pelajaran Ilmu Hayat untuk kelas

V.

a. Ilmu Tumbuh-tumbuhan:

Cempaka kuning, mangga, ketela pohon (singkong), jagung, teh; ubi jalar,

tebu, padi, cengkeh, turi, petai, bunga matahari, puspaindra (bunga tasbih),

cosmea, vinka, dan sebagainya.

b. Ilmu Hewan:

Cecak, kodok, ular, babi, keong, kelelawar, buaya, lipan (kelabang), labah-

labah, ikan, kupu-kupu, badak, rusa, burung hantu, kumbang, dan sebagainya.

c. Tubuh Manusia - Kesehatan:

Dari hal rangka, daging, makanan, bernafas, peredaran darah, urat saraf, kulit,

lidah, hidung, mata, telinga, pengeluaran kotoran, beberapa penyakit.

Kalau guru (dan pengarang buku pelajaran) berpegang pada daftar yang di

atas, maka pada minggu pertama anak-anak akan mempelajari "Cempaka Kuning"

dalam pelajaran Ilmu Tumbuh-tumbuhan, "Cecak" dalam Ilmu Hewan dan "Dari

hal rangka" dalam pelajaran Tubuh Manusia. Jelaslah, bahwa ketiga pokok itu

tidak ada pertaliannya. Setiap mata pelajaran berdiri sendiri, dan anak-anak

disuruh mengumpulkan sejumlah pengetahuan yang lepas-lepas. Inilah salah satu

kelemahan yang paling besar dari kurikulum yang subject-centered ini.

Dalam kurikulum 1975 yang menggunakan broadfield atau bidang studi

seperti IPA, IPS, matematika, dan sebagainya. Integrasi telah dicapai dalam

matapelajaran yang saling berkaitan.

Page 172: asas- asas kurikulum

2. Kurikulum ini tidak memperhatikan masalah-masalah sosial yang dihadapi

anak-anak dalam kehidupannya sehari-hari.

Dalam praktik, kurikulum ini bertujuan menyampaikan sejumlah

pengetahuan yang terdapat dalam buku-buku pelajaran yang ditentukan. Sering

kali bahan pelajaran itu tidak ada hubungannya dengan masalah-masalah yang

dihadapi anak-anak dalam kehidupannya.

Anggapan, ialah bahwa anak-anak telah terlatih dalarn memecahkan

masalah-masalah pelajaran di sekolah, dan karena itu dapat juga memecahkan

soal-soal yang dihadapinya dalam kehidupanya. Tentu saja perlu sekali bagi setiap

orang untuk memiliki pengetahuan. Akan tetapi anak-anak juga harus diberi

pengalaman untuk menggunakan pengetahuan itu secara fungsional dalam

kehidupannya. Untuk itu ia harus diberi kesempatan di sekolah untuk

memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya dalarn kehidupan sehari-hari.

Dengan demikian pelajaran di sekolah dihubungkan dengan pengalaman langsung

anak-anak itu. Pelajaran serupa itu lebih mengandung arti bagi anak-anak dan

karena itu lebih menarik dan berrnanfaat. Tak jarang anak-anak lebih tahu tentang

perang Napoleon daripada tentang perkembangan daerahnya sendiri, atau anak-

anak lebih mengetahui tentang susunan urat saraf cacing tanah daripada tentang

cara menjaga kesehatannya sendiri. Oleh sebab bahan pelajaran terutama

didasarkan atas buku pelajaran, maka banyak masalah yang dihadapi anak dalam

hidupnya tidak mendapat tempat dalam kurikulum. Kepada anak-anak jarang

diajarkan tentang cara bergaul cara menggunakan waktu senggang, tentang

memahami dirt sendiri terutama bagi pemuda, tentang jabatan-jabatan dalam

masyarakat, tentang kehidupan keluarga, dan sebagainya. Tentu saja, guru yang

merasakan kekurangan kurikulum ini, dapat menutupi kekurangan ini sedapat

mungkin.

3. Kurikulum ini menyampaikan pengalaman umat manusia yang lampau dalam

bentuk yang sistematis dan logis. Sesuatu yang logis tidak selalu psikologis

ditinjau dari segi minat dan perkembangan anak.

Berhubung dengan apa yang diketahui mengenai pertumbuhan dan

perkembangan anak dan mengenai psikologi belajar, maka kurikulum ini banyak

Page 173: asas- asas kurikulum

mengandung kekurangan ditinjau dari sudut psikologis. Hal ini lebih-lebih berlaku

bagi anak-anak di SD oleh sebab mereka terutama menambah pêngetahuannya

berdasarkan pengalaman-pengalaman langsung yang mengandung arti baginya,

karena bertalian erat dengan kehidupannya dan kebutuhannya sehari-hari.

Anak-anak kecil sukar melihat tujuan mata pelajaran yang terpisah-pisah

itu. Mereka mempelajarinya atau pada umumnya menghafalnya untuk mendapat

angka yang baik, atau menghindarkan kecaman dan hukuman dari guru dan orang

tua, jadi dengan motivasi yang ekstrinsik. Oleh sebab mereka tidak melihat makna

pelajaran, hasil pelajaran itu dangkal dan verbalistic dan sebagian besar segera

pula dilupakan. Verbalisme ini juga timbul oleh sebab mata pelajaran itu tidak

berurat berakar dalam pengalaman anak itu sendiri. Dalam hal ini pun guru yang

baik dapat berusaha untuk menghubungkan mata pelajaran dengan pengalaman

anak.

Murid-murid SM lebih sanggup melihat tujuan mata pelajaran. Mereka tahu

bahwa mata pelajaran itu berguna baginya, kalau ia melanjutkan pelajarannya di

universitas dan ada pula kemungkinan mempunyai minat yang khusus untuk

memperdalam pengetahuannya dalam suatu mata pelajaran tertentu.

4. Tujuan kurikulum ini terlampau terbatas.

Kurikulum ini mengabaikan atau kurang memperhatikan pertumbuhan

jasmaniah, perkembangan sosial dan emosional, karena terutama memusatkan

tujuannya pada perkembangan intelektual. Tentu saja perkembangan intelektual

tujuan yang penting bagi sekolah, akan tetapi konsepsi modern tentang pendidikan

juga menekankan perkembangan aspek-aspek lain dari pribadi anak. Malahan ada

ahli-ahli mental hygiene yang mengemukakan bahwa kurikulum ini dapat

merusak pribadi anak-anak karena mereka dihadapkan kepada situasi-situasi yang

tidak mengandung arti baginya sehingga mereka menghadapi frustrasi yang

mengganggu kesejahteraan rohaninya. Atau mereka meninggalkan sekolah,

karena pelajaran tak sesuai dengan mentalnya dengan kemungkinan besar anak-

anak itu menjadi nakal.

Page 174: asas- asas kurikulum

Tentu saja guru yang baik dapat juga memperhatikan perkembangan segi-

segi pribadi anak sebagai keseluruhan dan tidak hanya mementingkan segi

intelektual saja.

Guru yang mengajarkan geografi dapat menyampaikan nilai-nilai sosial,

emosional, estetis dan sebagainya kepada anak-anak. Guru yang baik mengetahui,

bahwa setiap pengajaran harus bersifat mendidik. Akan tetapi karena organisasi

kurikulum bersifat subject- centered, maka dalam praktik banyak guru terutama

mementingkan aspek intelektual saja.

5. Kurikulum ini kurang mengembangkan kemampuan berpikir.

Demokrasi dalam rangka Pancasila sebaiknya dipupuk dengan memberi

kesempatan kepada murid-murid untuk menyelidik, berpikir, berbuat, bekerja

sendiri, baik secara perorangan, maupun secara kelompok. Demokrasi

menginginkan warganegara-warganegara yang dapat mengambil keputusan atas

tanggungjawab sendiri. Perbuatannya tidak ditentukan semata-mata oleh orang

lain. Ia mengumpulkan keterangan-keterangan dan fakta-fakta untuk memecahkan

masalah-masalah. Ia tidak begitu saja menerima baik apa yang dikatakan orang

lain, akan tetapi memikirkannya secara kritis.

Kurikulum ini mengutamakan penguasaan pengetahuan dengan jalan

ulangan dan hafalan, dan kurang mengajak anak-anak berpikir sendiri.

Pertanyaan-pertanyaan dan soal-soal yang mereka hadapi telah mempunyai

jawab-jawab tertentu, sehingga tidak ada kebebasan menemukan jawaban sendiri.

Anak-anak biasanya menerima segala sesuatu atas otoritas guru atau buku

pelajaran.

Selain dari itu bahan pelajaran biasanya lebih dahulu ditetapkan secara

"otoktratis" oleh pihak atasan. Anak-anak tidak diturut sertakan dalam

merencanakan dan membicarakan apa yang akan dipelajari seperti halnya dalam

pengajaran unit.

Page 175: asas- asas kurikulum

Walaupun dalam kurikulum ini ada juga yang merangsang anak-anak

berpikir sendiri secara kritis dan dalam batas-batas yang sangat terbatas turut

merencanakan bahan. pelajaran, tetapi organisasi kurikulum ini pada hakekatnya

tidak merangsang kegiatan-kegiatan serupa itu.

6. Kurikulum ini cenderung menjadi stasis dan ketinggalan zaman.

Bahan pelajaran dalam kurikulum ini terutama didasarkan pada pengetahuan

yang telah tercantum dalam buku. Adakalanya suatu buku digunakan dari tahun

ke tahun tanpa peruhahan dan penyesuaian dengan keadaan masyarakat yang

dinamis yang terus-menerus berkembang dengan pesatnya. Itu sebabnya maka

pelajaran di sekolah sering ketinggalan zaman. Apa yang benar pada suatu saat

mungkin tidak sesuai lagi pada zaman yang berikutnya. Dalam pengajaran proyek

anak-anak menghadapi masalah-masalah yang aktual dengan menggunakan bahan

dari sumber-sumber yang up-to- date. Pada zaman atom dan satelit ini murid-

murid masih mempelajari pemadam api yang tidak terpakai lagi, karena

berpegang pada kurikulum yang subject-centered.

Tak semua keberatan terhadap subject curriculum dapat diterima begitu saja.

Fragmentasi, pengajaran sedikit demi sedikit tak dapat dielakkan karena tak

mungkin dipelajari segala sesuatu sekaligus. Walaupun mata pelajaran diberikan

secara terpisah-pisah integrasi akan terjadi juga dalam diri setiap orang. Juga tak

dapat diterima bahwa subject curriculum tidak mendidik anak-anak berpikir.

Bahkan diharapkan agar anak dapat berpikir menurut struktural suatu disiplin,

menurut cara berpikir sarjana dalam bidang ilmu tertentu. Kalaupun anak disuruh

menghafal dan menumpukkan sejumlah pengetahuan yang lepas-lepas, maka itu

bukan salah bentuk organisasi kurikulum, melainkan salah metode mengajarnya.

Juga untuk mata pelajaran dapat dipupuk minat, dan makin banyak pengetahuan

anak tentang suatu mata pelajaran makin besar pula minatnya untuk

mempelajarinya lebih lanjut. Juga tak perlu kurikulum yang subject centered

menjadi terbelakang asal guru senantiasa memperluas ilmunya sesuai dengan

perkembangan disiplin itu.

Separate subject curriculum banyak diserang dari berbagai pihak. Akan

tetapi sekalipun tidak ada tokoh atau aliran tertentu yang mempertahankannya,

Page 176: asas- asas kurikulum

namun bentuk kurikulum ini masih hidup dengan subur di mana-mana di dunia.

Hal ini tak perlu mengherankan, karena kebaikannya, sedangkan alternatif yang

diberikan, seperti misalnya integrated curriculum sangat banyak menimbulkan

kesulitan dalam penerapannya oleh guru dalam kelas.

Setelah diluncurkannya Sputnik oleh Rusia, maka timbul kritik yang pedas

dan tajam terhadap integrated curriculum sambil menonjolkan pengajaran mata

pelajaran atau disiplin-disiplin ilmu. Para ahli giat mempelajari stuktur setiap

disiplin. Diinginkan agar anak didik menurut struktur disiplin itu, sehingga dalam

pelajaran sejarah ia belajar berpikir seperti ahli sejarah, dalam pelajaran

matematika is belajar berpikir secara matematis. Jutaan dollar dikeluarkan kepada

sarjana-sarjana dalam ilmu pengetahuan alam dan ilmu pendidik untuk

menghasilkan buku pelajaran menurut disiplin ilmu itu.

Akan tetapi dalam bidang kurikulum tak akan kunjung tercapai sesuatu yang

sempurna. Senantiasa kita lihat pendapat-pendapat yang bertentangan, yang ingin

saling menghancurkan. Karena setiap bentuk kurikulum mempunyai kebaikan dan

kelemahan, maka memilih suatu bentuk yang ekstrim dengan sendirinya

mengabaikan kebaikan kurikulum yang ditentang itu .

Maka karena itu hams kita elakkan cara berpikir ekstrim dan sepihak

mengenai aliran-aliran dalam kurikulum. Tak ada kurikulum yang hanya

mengutamakan masyarakat dengan mengabaikan sama sekali kepentingan anak.

Demikian pula kurikulum yang semata-mata memberikan mata pelajaran yang

terpisah-pisah. Setiap guru yang baik dengan sendirinya akan mengadakan

korelasi dengan mata pelajaran lain yang dianggapnya perlu untuk memperdalam

pengertian anak.

Sikap yang ekstrem menyebabkan kritik yang sering berlebih-lebihan. Kita

harus mencoba melihatnya dalam proporsi yang sebenarnya.

II. CORRELATED CURRICULUM

Para pendidik yang melihat kelemahan-kelemahan separate-subject

curriculum dan merasa tidak puas dengan kurikulum itu berikhtiar mencari jalan

untuk memberikan kepada murid pengalaman-pengalaman yang ada

Page 177: asas- asas kurikulum

hubungannya. Ada yang menghubungkan mata pelajaran yang satu dengan yang

lain dengan memelihara identitas mata pelajaran, ada pula yang menyatu padukan

mata pelajaran dengan menghilangkan identitas mata pelajaran dalam bidang studi

tertentu.

Korelasi dapat dilakukan dengan bermacam-macam cara :

a. Antara dua mata pelajaran diadakan hubungan secara insidental, yakni kalau

kebetulan ada pertaliannya dengan mata pelajaran lain. Misalnya pada

pelajaran geografi dapat disinggung soal sejarah, ilmu hewan, dan sebagainya.

b. Hubungan yang Iebih erat terdapat, apabila suatu pokok atau masalah tertentu

diperbincangkan dalam berbagai-bagai mata pelajaran, misalnya soal sawah

dibicarakan dalam pelajaran geografi, ilmu tumbuh-tumbuhan, pekerjaan

tangan, menggambar, bernyanyi, dan sebagainya. Setiap mata pelajaran

diberikan pada jam-jam tertentu, jadi berdiri sendiri, akan tetapi memberi

sumbangan masing-masing untuk menyoroti masalah yang dihadapi.

c. Dapat pula beberapa mata pelajaran disatukan, di-fusi-kan dengan

menghilangkan batas masing-masing, misalnya sejarah, ekonomi, sosiologi,

antropologi, geografi, kewargaan negara menjadi IPS atau Ilmu Pengetahuan

Sosial. Demikian pula ilmu alam, kimia, biologi, disatukan menjadi IPA atau

Ilmu Pengetahuan Alam. Dalam pelajaran bahasa dimasukkan bagian-bagian

seperti membaca, mengarang, ejaan, tata bahasa, kesusasteraan, bercakap-

cakap dan lain-lain. Paduan atau fusi antara beberapa mata pelajaran itu

disebut "broad-field". Broad-field lain ialah matematika yang menyatukan

ilmu ukur, aljabar, dan berhitung. Kesenian melingkapi seni suara, seni lukis,

seni pahat, seni tari, drama dan sebagian dari pendidikan jasmani. Broad-field

itu sendiri merupakan kesatuan yang tidak terbagi-bagi atas bagian-bagian.

Walaupun telah tercapai perpaduan yang erat antara beberapa mata pelajaran,

dasarnya sebenamya masih bersifat subject curriculum, hanya jumlah

pelajaran sangat dikurangi. Jadi broad-field dapat dianggap sebagai modifikasi

subject curriculum yang tradisional.

Page 178: asas- asas kurikulum

Biasanya pokok yang dibicarakan berupa problema-problema. Buku ilmu

pengetahuan sosial yang dikarang oleh Lavone A. Hanna berjudul: "Facing Life's

Problems" isinya :

Problem - Solving

Part I. Making the Most of Our Lives

Understanding Ourselves

Making and Keeping Friends

Establishing a Sucessful Marriage

Getting Along with People Who Differ

Acquiring an Education

Using Our Leisure Time

Developing a Philosophy of Life.

Part II. Becoming Economically Independent

Choosing an Occupation

Becoming .a Wise Consumer

Using Our Resources Wisely

Understanding Our Economic Relations.

Part III. Assuming Citizenship Responsiblities

Participating in Local Community Affairs

Understanding the Functions of Government

Maintaining Our Civil Liberties.

Part IV. Understanding Our World

Democrary Challenges Totalitarianism

Our World Is Interdependent

War Is Not Inevitable.

Buku pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial untuk SD kelas IV yang

diterbitkan oleh Departemen P dan K, berisi

1. Lingkungan Alamiah

- Mengendalikan banjir

2. Tata Pemerintahan Daerah

Page 179: asas- asas kurikulum

- Bapak Gubernur meninjau desa

- Pemilihan umum

3. Pendidikan

- Semua orang belajar

- Pengalaman sekolah dr. Herman

4. Perhubungan

- Kendaraan dulu dan sekarang, pengangkutan penumpang dan barang

- Jarak yang kian pendek

5. Peninggalan Sejarah

- Mengunjungi Candi Borobudur

- Berziarah ke makam Ibu Kartini

6. Hidup bermasyarakat

- Bermain sepak bola

- Pramuka berkemah

Dalam pelajaran ilmu pengetahuan sosial ini masalah yang di atas

dibicarakan dengan menggunakan bahan dari sejarah, geografi, ekonomi, dan lain-

lain.

BEBERAPA KEUNTUNGAN BROAD FIELD CURRICULUM

1. Korelasi memajukan Integrasi pengetahuan pada murid-murid. Mereka

mendapat informasi mengenai suatu pokok tertentu tidak secara terpisah-pisah

dalam berbagai matapelajaran pada waktu yang berbeda-beda, akan tetapi

dalam satu pelajaran, di mana pokok itu disoroti dari berbagai disiplin mata

pelajaran terentu. Dengan demikian pengetahuan mereka tidak lepas-lepas,

melainkan bertautan, berpadu.

2. Minat murid bertambah apabila ia melihat hubungan antara matapelajaran-

matapelajaran.

3. Pengertian murid-murid tentang sesuatu lebih mendalam, bila didapat

penjelasan dari berbagai matapelajaran.

4. Korelasi memberikan pengertian yang lebih luas karena diperoleh pandangan

dari berbagai-bagai sudut dan tidak hanya dari satu mata pelajaran saja.

Page 180: asas- asas kurikulum

5. Korelasi memungkinkan murid-murid menggunakan pengetahuannya lebih

fungsional. Mereka mendapat kesempatan menggunakan pengetahuan dari

berbagai matapelajaran guna memecahkan suatu masalah.

6. Korelasi antara mata pelajaran lebih mengutamakan pengertian dan prinsip-

prinsip daripada pengetahuan dan penguasaan fakta-fakta.

KEKURANGAN-KEKURANGAN KURIKULUM INI

Seperti telah dikatakan, correlated curriculum ialah suatu modifikasi subject

curriculum dan karena itu juga hingga batasbatas tertentu mempunyai kelemahan-

kelemahannya. Kurikulum ia memang memberikan pengetahuan yang lebih bulat

daripada separate-subject curriculum. Akan tetapi orang-orang yang progresif

maupun yang tradisional mempunyai keberatan-keberatan terhadap kurikulum ini.

1. Kurikulum ini pada hakikatnya kurikulum yang subject- centered dan tidak

menggunakan bahan yang Iangsung berhubungan dengan kebutuhan dan

minat anak-anak serta dengan masalah-masalah yang hangat yang dihadapi

murid-murid dalam kehidupannya sehari-hari.

2. Broad-field tidak memberi pengetahuan yang sistematis serta mendalam

mengenai berbagai mata pelajaran. Pengetahuan yang diperoleh tentang suatu

disiplin sewaktu membicarakan bermacam-macam pokok, tidak berhubungan

erat satu sama "dengan" lain, sehingga tidak merupakan suatu keseluruhan

yang tersusun logic dan sistematis. Pengetahuan anak tentang mata pelajaran

itu bersifat umum dan dangkal dan hanya dapat dipandang sebagai pengantar

ke dalam berbagai mata pelajaran, akan tetapi tidak mencukupi sebagai

persiapan untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi.

3. Guru sering tidak menguasai pendekatan inter-disipliner. Jika spesialisasinya

geografi, ia akan mengutamakan geografi dan menjadikan sejarah,

kewarganegaraan atau ekonomi sebagai pelajaran pembantu.

III. INTEGRATED CURRICULUM

Integrasi berasal dari kata "integer" yang berarti unit. Dengan integrasi

dimaksud perpaduan, koordinasi, harmoni, kebulatan keseluruhan.

Integrated curriculum meniadakan batas-batas antara berbagai-bagai mata

pelajaran dan menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk unit atau keseluruhan.

Page 181: asas- asas kurikulum

Yang penting bukan hanya bentuk kurikulum ini, akan tetapi juga tujuannya.

Dengan kebulatan bahan pelajaran diharapkan kita membentuk anak-anak menjadi

pribadi yang integrated, yakni manusia yang sesuai atau selaras hidupnya dengan

sekitarnya. Orang yang "integrated" hidup dan harmoni dengan lingkungannya.

Kelakuannya harmonis dan ia tidak senantiasa terbentur pada situasi-situasi yang

dihadapinya dalam hidupnya. Apa yang diajarkan sekolah disesuaikan dengan

kehidupan anak di luar sekolah. Pelajaran membantu anak dalam menghadapi

masalahmasalah kehidupan di luar sekolah.

Di sekolah ia belajar bekerja sama dan bergaul dengan murid-murid lain

dengan tujuan agar ia pandai bergaul dan bekerjasama dengan orang-orang lain di

luar sekolah. Integrasi sosial ini lebih diutamakan dalam integrated curriculum

daripada dalam curriculum yang subject centered. Menilik tujuannya kurikulum

ini juga dapat disebut "integrating" curriculum, karena bermaksud untuk

mengintegrasikan pribadi anak.

Integrated curiculum dilaksanakan melalui pengajaran unit. Menurut

Caswell unit ialah 'a series of related activities engaged in by children in the

process of realizing a dominating purpose which is compatible with the aims of

education". Suatu unit mempunyai tujuan yang bermakna bagi anak yang biasnaya

dituangkan dalam bentuk masalah. Untuk memecahkan masalah itu anak-anak

melakukan serangkaian kegiatan yang saling herkaitan. Menghadapkan anak

kepada masalah berarti merangsangnya untuk berpikir dan ia merasa tidak akan

merasa puas dan tenang sebelum memecahkan masalah itu.

Dalam pengajaran unit dengan sengaja anak-anak dididik untuk berpikir

secara ilmiah menurut langkah-langkah yang disebut Dewey "the method of

intelligence."

(1) Seorang berpikir bila ia menghadapi masalah. Masalah itu harus dirumuskan

setajam-tajamnya dan sering pula menganalisanya dalam sejumlah sub-

masalah.

(2) Ia memikirkan hipotesis-hipotesis, yaitu cara-cara yang mungkin memberi

jawaban atau penyelesaian masalah itu. Hipotesis-hipotesis itu harus lagi

dicobakan untuk membuktikan benar tidaknya.

Page 182: asas- asas kurikulum

(3) Untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis itu ia perlu mengumpulkan

keterangan atau data sebanyak-banyaknya dengan berbagai cara dan dari

berbagai sumber sesuai dengan sifat masalah itu.

(4) Dengan keterangan-keterangan yang diperoleh itu ia menguji kebenaran

hipotesis-hipotesis. Setiap hipotesa dianggap scbagai suatu kemungkinan

jawaban yang harus disangsikan, sampai kebenarannya dibuktikan

berdasarkan data. Ada kemungkinan di antara hipotesa itu ada yang benar.

Maka masalah itu terpecahkan. Akan tetapi mungkin juga tak satupun yang

ternyata benar, dan masalah itu tetap tidak terpecahkan. Maka harus dicari di

mana kekurangannya. Mungkin masalah itu kurang tepat rumusannya, atau

masih harus dicari hipotesis-hipotesis lain, atau mungkin tidak cukup

keterangan yang diperlukan untuk memecahkan masalah itu. Ada kalanya

langkah ini meminta waktu dan tenaga yang banyak, bergantung pada sifat

masalahnya. Mungkin suatu masalah baru dapat dipecahkan setelah puluhan

tahun, atau hingga sekarang masih belum terpecahkan.

(5) Jika diperoleh jawaban berdasarkan pemikiran yang dibenarkan oleh bukti-

bukti yang faktual, maka kesempatan itu dapat dijadikan pegangan bagi

perbuatan atau tindakan kita. Maka kita bertindak secara rasional.

Kalau kita menjalankan integrated curriculum, jelaslah bahwa yang

diutamakan ialah berpikir sendiri atas fakta-fakta yang dicari sendiri dan bukan

menghafal fakta-fakta belaka.

Unit dan ciri-cirinya.

Sekolah-sekolah yang " progresif " berangsur-angsur meninggalkan kurikulum

yang subject-centered, karena dianggap tidak menghasilkan pribadi yang

harmonis. Karena itu pelajaran disusun sebagai keseluruhan yang luas yang

disebut "broad unit". Unit ini mengandung suatu soal atau masalah yang dipelajari

anak selama beberapa minggu atau beberapa bulan.

Ciri-ciri unit:

1. Unit merupakan suatu keseluruhan yang bulat.

Menurut definisinya unit itu merupakan suatu keseluruhan bahan pelajaran.

Faktor yang menyatukan ialah masalah atau problema yang terkandung dalam

Page 183: asas- asas kurikulum

pokok yang akan diselidiki oleh murid-murid. Guru harus menjaga agar pelajaran

tidak menyimpang dari pokok itu. Segala sesuatu yang dilakukan oleh murid-

murid harus senantiasa bertalian erat dengan pokok tersebut dan merupakan

sumbangan guna mencapai tujuan unit itu.

2. Unit menerobos batas-batas mata pelajaran.

Unit tidak terbatas pada suatu atau beberapa mata pelajaran, melainkan

menggunakan segala macam bahan untuk memecahkan soal-soal yang terkandung

dalam unit itu. Batas-batas antara mata pelajaran sebenarnya diadakan oleh

sarjana-sarjana dalam usaha mereka untuk menyusun ilmu pengetahuan. Dalam

kehidupan sehari-hari tak terdapat batas-batas itu. Oleh karena itu dalam suatu

unit murid-murid menggunakan berhitung, sejarah, geografi, ilmu alam, musik,

menggambar, bahasa, dan sebagainya, pendek kata apa saja asal memberikan

bahan dan keterangan untuk memahami pokok yang dipelajari itu. Jadi masalah

itu dipecahkan secara interdisipliner. Bahan-bahan dicari dari pelbagai sumber

seperti:

a. dari lingkungan sekitar: toko, arca, kebun binatang, kantor pos, taman-taman,

lapangan terbang, sawah, stasion, dan sebagainya.

b. dari orang-orang yang dapat memberikan keterangan: tukang kayu, tukang

becak, kepala kantor, saudagar, dan sebagainya.

c. dari alat-alat peraga: globe, peta, daftar-daftar, gambar, jika mungkin film,

radio, dan sebagainya.

d. dari bacaan: buku, majalah, surat kabar, ensiklopedi, dan sebagainya.

3. Unit didasarkan atas kebutuhan anak.

Kebutuhan itu bersifat pribadi dan social. Ada kebutuhan anak yang timbul

berkenaan dengan pertumbuhan jasmaniah dan perkembangan rohaniah. Di

samping itu ada pula kebutuhan yang ditentukan oleh masyarakat dan kebudayaan

tempat ia hidup. Dalam merancang unit, guru harus mengenal keadaan sosial-

ekonomi anak-anak. Ia hendaknya menganalisis kebutuhan mereka sebagai per-

orangan dan sebagai kelompok. Dengan demikian guru lebih mengetahui dalam

hal manakah mereka perlu dibantu agar lebih sanggup menghadapi masalah-

masalah dalam kehidupan sehari-hari. Bila murid melihat faedah dan tujuan

Page 184: asas- asas kurikulum

pekerjaan dan pelajaran, maka minat akan bertambah dan pelajaran akan lebih

besar hasilnya.

4. Unit didasarkan pada pendapat-pendapat modern mengenai cara belajar.

Belajar menurut cara unit sesuai dengan teori-teori yang pada saatnya

modern tentang belajar, yakni berdasarkan minat dan kebutuhan anak. Masalah-

masalah yang terkandung dalam unit itu mempunyai arti baginya dan karena itu

mereka dirangsang untuk menelaah dan memecahkan soal itu. Bila murid-murid

yakin akan kebaikan, faedah, dan tujuan pelajaran bagi dirinya, maka tidaklah

perlu dipakai paksaan dan desakan dari luar berupakan hukuman, pujian, angka-

angka atau ancaman.

Apa yang dipelajari dalam unit merupakan keseluruhan, yang saling

bertalian erat dan karena itu lebih dipahami.

Unit senantiasa dihubungkan dengan pengalaman-pengalaman anak. Anak-

anak diberi kesempatan sebanyak-banyaknya untuk menghayati, mengadakan

penyelidikan dan percobaan, mengumpulkan bahan dari berbagai-bagai sumber,

merumuskan dan menganalisis problema-problems, mencari sendiri jawaban atas

masalah-masalah lalu mengambil kesimpulan yang dijadikannya dasar

perbuatannya. Dengan sendirinya verbalisme dicegah.

Mengenai kebutuhan, minat, kematangan, dan kesanggupan anak prinsip

individualistis lebih mudah dilaksanakan dalam pengajaran unit.

5. Unit memerlukan waktu yang panjang.

Dalam organisasi kurikulum yang tradisional anak-anak menerima

bermacam-macam pelajaran yang tak berhubungan satu dengan yang lain masing-

masing pada jam-jam tertentu. Untuk suatu unit diperlukan beberapa jam sehari,

kalau perlu malahan sepanjang hari. Kegiatan-kegiatan dalam unit banyak

memerlukan waktu seperti untuk berkaryawisata, mengumpulkan bahan dari

berbagai-bagai sumber, mengadakan percobaan-percobaan, membuat gambar atau

konstruksi, bekerja sama dalam kelompok, dan sebagainya.

Page 185: asas- asas kurikulum

Waktu yang cukup banyak diperlukan benar, bila kita ingin memperdalam

pengertian dalam suatu hal. Pendirian ialah, bahwa lebih baik diberikan waktu

secukupnya untuk mempelajari suatu hal secara mendalam dari pada mempelajari

bermacam-macam hal secara mendangkal yang segera dilupakan pula. Itu

sebabnya maka suatu unit memakan waktu beberapa minggu, dan bila perlu

beberapa bulan.

6. Unit itu life-centered.

Dalam unit digunakan setiap kesempatan untuk menghubungkan pelajaran

di sekolah dengan kehidupan sehari-hari, dengan pengalaman-pengalaman anak.

Tentu saja masalah-masalah itu disesuaikan dengan kematangan anak dan

kesanggupannya untuk memahaminya.

Masyarakat dijadikan laboratorium tempat anak mengadakan penyelidikan

dan mengumpulkan bahan-bahan yang tak dapat diperoleh dari buku-buku

pelajaran.

7. Unit menggunakan dorongan-dorongan yang sewajarnya pada anak-anak.

Dalam unit anak-anak diberi kesempatan untuk berbuat, membentuk,

bergerak, menyatakan perasaan dan pikirannya dengan bebas dengan perantaraan

bahasa, musik, lukisan, bekerja dalam kelompok, menyelidiki hal-hal yang sesuai

dengan dorongan yang wajar, sehingga mereka belajar dengan gembira dan penuh

minat. Kelas yang diselenggarakan secara ini, berlainan sekali suasananya dengan

kelas yang pasif, di mana anak-anak duduk diam sambil mendengarkan saja, tanpa

kegairahan.

8. Dalam unit anak-anak dihadapkan kepada situasi-situasi yang mengandung

problema.

Dalam unit anak-anak harus memecahkan masalah-masalah dengan

menggunakan metode ilmiah seperti telah diuraikan di atas, yakni merumuskan

masalah, menganalisisnya, mencari hipotesis-hipotesis kemudian mengumpulkan

keterangan dari buku-buku, pengamatan sendiri atau dari percobaan-percobaan,

mengujui hipotesis-hipotesis dengan menggunakan bahan-bahan yang

diperolehnya, mengambil kesimpulan dan akhirnya bertindak atau berbuat atas

Page 186: asas- asas kurikulum

hasil yang diperolehnya. Salah satu tugas sekolah yang penting sekali bukanlah

menyampaikan sejumlah pengetahuan yang harus dihafalnya, melainkan

membantu anak-anak untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya

secara ilmiah. Problem solving menurut scientific method merupakan suatu unsur

yang utama dalam pengajaran unit.

9. Unit dengan sengaja memajukan perkembangan sosial pada anak-anak.

Dalam unit anak-anak mendapat banyak kesempatan untuk bekerjasama

dalam kelompok, misalnya dalam diskusi, membuat rencana, mengumpulkan

bahan, berdramatisasi, dan sebagainya. Mereka belajar menerima dan memberi

kecaman dalam suasan hormat-menghormati, memikul tanggung jawab, dan

harga-menghargai sumbangan masing-masing. Dalam kelompok anak itu merasa

dirinya sebagai anggota yang dihargai dan disukai.

10. Unit direncanakan bersama oleh guru dengan murid.

Guru-guru yang terlalu progresid berpendapat, bahwa di sekolah modern

seharusnya anak-anaklah yang menentukan apa yang harus dipelajari. Bukankah

mereka lebih tahu apa yang menarik minat mereka dan apa yang mereka

butuhkan? Akan tetapi kita jangan lupa, bahwa anak-anak sendiri kerap kali tidak

tahu apa yang sebenarnya perlu bagi mereka. Mereka harus mendapat bimbingan

dari guru yang lebih berpengalaman daripada mereka.

Guru yang tradisional berpendapat, bahwa guru sendirilah yang harus

menetapkan segala sesuatu yang akan diajarkan dalam unit

itu. Guru merencanakan dan menyodorkan rencana itu kepada murid-muridnya.

Murid hanya menerima apa yang telah ditentukan oleh guru.

Dalam pengajaran unit biasanya terdapat kerja sama antara guru dengan

murid dalam menentukan pokok untuk unit itu. Mereka berunding untuk

menentukan rencana pekerjaan berhubung dengan unit itu. Tentu saja pokok

untuk itu senantiasa harus sesuai dengan tujuan pendidikan. Sering pula orang tua

diminta bantuannya dalam menentukan pokok-pokok yang dipandang penting

bagi anak-anak dan bantuan mereka diharapkan pula dalam melaksanakan unit itu.

Page 187: asas- asas kurikulum

KEBERATAN TERHADAP INTEGRATED CURRICULUM

1. Guru-guru tidak dididik untuk menjalankan kurikulum seperti ini.

Kurikulum sekolah guru dewasa ini kebanyakan didasarkan atas mata

pelajaraan yang terpisah-pisah, jadi bercorak separate subject atau berdasarkan

broad field (IPS, IPA, Matematika, Bahasa Indonesia), sesuai dengan kurikulum

yang terdapat pada SD dan SM. Memasukkan kurikulum yang baru akan

menimbulkan kesukaran bagi murid-murid dan guru.

2. Kurikulum ini dianggap tidak mempunyai organisasi yang logissistematis.

Karena bahan pelajaran tidak ditetapkan lebih dahulu, akan tetapi

direncanakan dengan mengadakan rundingan dengan murid-murid, maka tidak

akan terdapat di dalamnya susunan yang logis sistematis. Malahan besar

bahayanya anak-anak mendapat bahan yang sama pada kelas lain.

3. Kurikulum ini memberatkan tugas guru.

Bahan pelajaran mungkin sekali tiap tahun berlainan dengan tahun yang

sudah-sudah, baik mengenai pokok-pokok yang dibicarakan, maupun mengenai

isinya. Tiap tahun guru itu boleh dikatakan menghadapi bahan yang barn, dan

karena itu memerlukan lebih banyak inisiatif dan usaha dari guru. Hal ini

merupakan suatu keberatan bagi guru yang lebih suka bekerja menurut rutin

dengan mengikuti buku pelajaran tertentu untuk tiap matapelajaran.

4. Kurikulum ini tidak memungkinkan ujian umum.

Oleh sebab bahan pelajaran boleh dikatakan berlainan setiap tahun, dan

tentu pula berbeda sekali di berbagai sekolah, maka pengetahuan anak-anak pada

waktu tamat tidak sama pula. Kurikulum ini tidak mengharapkan pengetahuan

yang sama untuk semua murid, malahan sedapat mungkin menyesuaikan pelajaran

dengan bakat dan kesanggupan tiap anak dengan keadaan lingkungan anak itu.

Karena itu kurikulum ini tidak menginginkan ujian yang uniform di seluruh

negara atau daerah.

Perbedaan bahan pelajaran di berbagai sekolah di berbagai tempat dianggap

pula suatu keberatan bagi anak-anak yang pindah ke sekolah lain.

Page 188: asas- asas kurikulum

5. Anak-anak dianggap tidak sanggup menentukan kurikulum.

Dalam organisasi kurikulum ini anak-anak turut serta diajak berunding

untuk menentukan hal-hal yang akan dipelajari. Orang beranggapan, bahwa

murid-murid terlampau muda dan karena itu tak sanggup dan tak cukup

berpengalaman untuk menentukan apa yang perlu bagi pendidikan mereka. Oleh

sebab itu pihak atasan, orang dewasalah yang selayaknya menetapkan sepenuhnya

apa yang harus diajarkan.

6. Alat-alat sangat kurang untuk menjalankan kurikulum

Untuk melaksanakan kurikulum ini diperlukan ruangan-ruangan dan alat-

alat yang khusus. Setidak-tidaknya harus ada perpustakaan yang agak lengkap

sebagai suatu sumber yang penting guna mengadakan penyelidikan-penyelidikan

oleh anak-anak. Gedung-gedung sekolah kita sekarang masih terikat pada filsafat

pendidikan yang tradisional. Lagi pula tiap kelas penuh sesak dengan murid-

murid, sehingga kurikulum modern tak dapat dijalankan dengan efektif.

JAWABAN INTEGRATED CURRICULUM ATAS KEBERATAN-

KEBERATAN YANG DIAJUKAN

Semua keberatan yang di atas ada mengandung kebenaran. Menjalankan

sesuatu yang baru tidak mudah, apalagi kalau yang lama itu didukung oleh tradisi

yang berabad-abad. Mengenai keberatan-keberatan itu kami ingin mengajukan

beberapa catatan.

ad. I. Semua pembaruan harus mulai pada diri guru, pada diri sang pendidik.

Syarat pertama bagi pembaruan ialah, bahwa guru itu harus mengubah

dirinya, dan ini harus dimulai pada pendidikan guru. Itu sebabnya maka

pendidikan guru merupakan faktor yang penting dalam pembaruan

pendidikan, oleh sebab guru itu cenderung mengajar seperti ia sendiri

dahulu diajar.

ad.2. Memang dalam kurikulum ini bahan pelajaran tidak tersusun secara logis-

sistematis seperti yang lazim terdapat dalam suatu buku pelajaran.

Kurikulum ini tidak berpegang pada satu buku, akan tetapi menggunakan

segala macam sumber. Akan tetapi hal ini tidak berarti bahwa organisasi

Page 189: asas- asas kurikulum

sama sekali tidak ada. Biasanya sekolah telah mempunyai suatu kerangka

yang berisi bidang-bidang yang kirangnya dapat dijadikan pokok pelajaran.

Dalam kerangka itu banyak kebebasan bergerak bagi guru dan murid untuk

memilih pokok-pokok yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Jadi

kurikulum ini lebih fleksibel. Untuk mencegah berulangnya suatu pokok,

guru harus mencatat apa-apa yang telah dibicarakan untuk diketahui oleh

guru- guru lain.

ad.3. Guru yang dinamis, yang ingin terus berkembang dan turut mengikuti aliran

zaman, yang ingin menyesuaikan pelajaran dengan keadaan masyarakat

anak, justru akan berikhtiar, agar ia jangan dikuasai oleh pekerjaan rutin

yang membosankan.

ad.4. Banyak orang di kalangan pendidikan yang mengakui, bahwa ujian itu

merupakan suatu "penyakit" yang sering menghalang-halangi pembaharuan

dalam pendidikan. Untuk memenuhi tuntutan ujian, maka anak-anak dilatih

menghafal sejumlah pengetahuan yang diharapkan akan "keluar" dalam

ujian. Ujian yang uniform ini seakan-akan tidak memungkinkan guru

menyesuaikan pelajaran dengan kebutuhan individu serta keadaan

masyarakat setempat. Ujian yang uniform ini memang merupakan suatu

halangan ke arah pembaruan. Akan tetapi janganlah ujian itu dipakai

sebagai alasan untuk membenarkan din tidak menjalankan inisiatif ke arah

perbaikan pendidikan. Ada tidaknya ujian, bagi guru yang dinamis tetap ada

kesempatan untuk mengadakan pembaruan.

ad.5. Penentuan bahan pelajaran tidak semata-mata diserahkan kepada kehendak

murid-murid. Dalam kurikulum yang "child- centered", yaitu yang berpusat

pada anak, anak-anaklah yang menentukannya, akan tetapi praktik serupa

ini sudah ditinggalkan. Dalam menentukan bahan pelajaran peranan guru

tetap penting. Dialah yang tahu tujuan pendidikan dan nilai suatu pelajaran

untuk mencapai tujuan itu. Dalam rangka tujuan pendidikan itu, anak-anak

diturut-sertakan memilih dan merencanakan, dengan maksud agar anak-anak

menerima dan memahami makna serta tujuan pokok itu.

Page 190: asas- asas kurikulum

ad.6. Tanpa alat-alat tak dapat dijalankan kurikulum apa pun dengan efektif. Kita

tahu manfaat alat-alat pelajaran modem seperti film, tape recorder, radio,

televisi, dan sebagainya. Alatalat itu belum dimiliki oleh sekolah-sekolah

kita. Gedung sekolah kita belum memenuhi syarat-syarat pendidikan

modem

Akan tetapi kekurangan-kekurangan itu tak perlu menghalangi pembaruan.

Banyak alat pelajaran yang dapat dibuat sendiri tanpa menelan biaya yang banyak

antara lain garnbar-gambar dun rnajalah, alat-alat pengukur dan botol, peta timbul.

Lingkungan merupakan sumber pelajaran yang tak ternilai harganya.

Perpustakaan dapat dibentuk lambat laun. Kalau kurikulum ini dijalankan, dengan

sendirinya akan tampil pengarang-pengarang buku yang sesuai dengan keperluan

pengajaran unit, sehingga perpustakaan anak-anak bertambah lengkap.

MANFAAT KURIKULUM UNIT

1. Segala sesuatu yang dipelajari dalam unit bertalian erat. Anak-anak tidak lagi

mempelajari fakta-fakta lepas yang segera dilupakan, karena tidak digunakan

secara fungsional untuk memecahkan masalah-masalah yang mengandung arti

bagi murid. Untuk memecahkan suatu pokok digunakan bahan dan semua

mata pelajaran. Sebenarnya tidak mungkin diajarkan sejarah dengan baik

tanpa ilmu bumi. Dalam ilmu bumi sering diperlukan ilmu alam, ilmu hayat,

dan mata pelajaran lain. Mengadakan batas-batas yang tegas antara berbagai

mata pelajaran sering merugikan pembentukan pengertian yang luas serta

mendalam.

2. Kurikulum ini sesuai dengan pendapat-pendapat modern tentang belajar.

Murid-murid dihadapkan kepada masalah, yang benarbenar berarti bagi

kehidupan mereka, jadi bertalian erat dengan pengalaman mereka. Mereka

memecahkannya dengan pikiran dan penyelidikan sendiri, jadi anak-anak aktif

dengan bermacammacam cara dan tidak pasif menerima apa yang disajikan

oleh guru untuk dihafal.

3. Kurikulum ini memungkinkan hubungan yang erat antara sekolah dengan

masyarakat. Masyarakat dijadikan laboratorium tempat anak-anak

Page 191: asas- asas kurikulum

mengumpulkan bahan untuk menyelidiki suatu problema. Masyarakat dapat

diturut sertakan dalam usaha-usaha sekolah.

4. Kurikulum ini sesuai dengan paham demokrasi. Murid-murid dirangsang

untuk berpikir sendiri, bekerja sendiri, memikul tanggung jawab, bekerja sama

dalam kelompok. Mereka diajak turut serta berunding dan merancangkan

pelajaran. Mereka tidak hanya menerima saja apa yang dikatakan guru atau

yang tercantum dalam buku, melainkan dengan kritis membandingkan

keterangan-keterangan dari berbagai sumber.

5. Kurikulum ini mudah disesuaikan dengan minat, kesanggupan dan

kematangan murid, sebagai kelompok maupun sebagai individu.

Menentukan pokok untuk unit.

Dalam menentukan, pokok manakah yang hendaknya dipilih untuk suatu

unit senantiasa harus dipikirkan, bahwa kita harus bekerja dalam rangka tujuan

sekolah. Di samping itu kita harus memperhatikan kebutuhan anak dalam

lingkungan itu. Pokok-pokok untuk unit mungkin sekali berlainan di berbagai

sekolah. Malahan di suatu sekolah pun mungkin pokok untuk unit berbeda dan

tahun ke tahun.

Untuk menentukan, pokok-pokok manakah yang sebaiknya dijadikan unit

yang akan dipelajari anak-anak, kita dapat memajukan pertanyaan-pertanyaan

yang berikut:

1. Apakah pokok itu dibangkitkan oleh minat, kebutuhan dan, pengalaman

murid-murid dalam kelas itu? Bila ternyata tidak atau kurang ada minat yang

khusus untuk pokok itu, sedangkan guru merasa pentingnya pokok itu bagi

perkembangan murid-murid, ia dapat berikhtiar untuk membangkitkan minat

itu.

2. Apakah bahan pelajaran itu sesuai dengan taraf kematangan murid?

a. Inikah saat yang sebaik-baiknya bagi murid-murid untuk memperoleh

manfaat yang sebesar-besarnya dari pokok yang akan dipelajari itu,

ataukah lebih baik pelajaran itu diundurkan saja dulu?

Page 192: asas- asas kurikulum

b. Apakah bahan pelajaran itu tidak melampaui batas kesanggupan anak dan

lagi pula cukup merangsang mereka untuk mempelajarinya dengan

segenap tenaga?

c. Apakah pokok lain pada saat ini barangkali lebih berfaedah dan

mengandung arti bagi murid-murid, namun tidak kurang nilainya bagi

perkembangan anak?

d. Telah adakah pengalaman-pengalaman pada murid yang dapat digunakan

sebagai landasan bagi pelajaran baru ini?

3. Cukupkah kesempatan dalam pelajaran ini untuk merangsang murid-murid

berpikir dan berbuat sebanyak mungkin?

a. Apakah bahan pelajaran itu akan menimbulkan situasi-situasi di mana

murid-murid harus merencanakan, berdiskusi, merumuskan masalah,

menganalisnya, mengumpulkan bahan dari berbagai sumber, bekerja sama

berpikir untuk memecahkan problema?

b. Apakah bahan pelajaran itu mengandung masalah-masalah sosial yang

penting artinya bagi kehidupan anak-anak sehari-hari?

c. Apakah bahan pelajaran itu menjamin bertambah luasnya pengetahuan

murid-murid yang berguna untuk memenuhi tuntutan-tuntutan hidup yang

kian hari kian meningkat?

d. Apakah bahan pelajaran itu herisi buah pikiran dan soal-soal yang dapat

menimbulkan diskusi yang akan memperluas alam pikiran dan pandangan

anak?

e. Apakah bahan pelajaran itu cukup memberi kesempatan untuk

mengeluarkan dan menyatakan perasaan dalam berbagai-hagai bentuk?

4. Dapatkah disediakan hal-hal yang berikut untuk melaksanakan unit itu:

a. buku-buku, majalah, gambar, dan alat-alat pelajaran

b. kesempatan berkaryawisata

c. pengalaman-pengalamaan langsung berhubung dengan unit

d. bahan-bahan untuk bermacam-macam bentuk ekspresi.

Dua pendapat.

Pokok-pokok apakah yang harus dipilih untuk dipelajari anak-anak dalam

bentuk unit? Dalam hal ini terdapat dua pendapat yang utama. Yang pertama ialah

Page 193: asas- asas kurikulum

berdasarkan kurikulum itu pada "social functions", yakni lapangan-lapangan

hidup sebagai pusat perhuatan-perbuatan manusia. Stratemeyer menyebutnya

"persistent life situations", yakni situasi-situasi atau masalah-masalah hidup yang

terus menerus dihadapi manusia, jadi yang bersifat universal bagi semua

kebudayaan di dunia ini pada yang lampau maupun masa sekarang maupun masa

mendatang.

Pendapat kedua ialah mengambil pokok-pokok unit dari kebutuhan anak-

anak, dari problema-problema yang dihadapi anakanak dalam hidupnya.

A. UNIT BERDASARKAN "SOCIAL FUNCTIONS"

Dasar pikiran di sini ialah, bahwa pelajaran harus berdasarkan aktivitas

dalam masyarakat dan kebudayaannya. Tujuan pendidikan yang utama ialah

membantu anak-anak memperoleh kehidupan yang baik dalam lingkungan

sosialnya. Karena kurikulum harus memberikan pelajaran, yang mempunyai arti

dan nilai kehidupannya sehari-hari sehingga ia kelak dapat menyesuaikan diri

dengan efektif sebagai orang dewasa.

Untuk mengetahui, social functions apakah yang terdapat dalam hidup

manusia, banyak digunakan sosiologi dan antropologi kebudayaan.

Baik kelompok yang primitif maupun yang modern dianalisis untuk

menyelidiki social functions apakah kiranya yang terdapat dalam kehidupan

manusia.

Sebenarnya jalan pikiran itu bukan sesuatu yang baru. Herbert Spencer pada

tahun 1859 telah mengemukakannya sebagai tujuan pendidikan, yakni aktivitas-

aktivitas yang berkenaan dengan:

1. Self-preservation.

2. Securing necessaries of life.

3. Rearing and disciplining of offspring.

4. Maintenance of proper social and political relations.

5. Miscellaneous activities which make up the leasure part of life, devoted to the

gratification of the tastes and feelings.

Page 194: asas- asas kurikulum

Orang yang pertama-tama menjadikan social functions sebagai dasar

kurikulum ialah H.L. Caswell. la mengemukakan social functions yang berikut:

1. Protection and conservation of life, property, and natural resources.

2. Productions of goods and services and distribution of the returns of

production.

3. Comsumption of goods and services.

4. Communication and transportation of goods and people.

5. Recreation.

6. Expression of aesthetic impulses.

7. Expression of religious impulses.

8. Education.

9. Extension of freedom.

10. Integration of the individual.

11. Exploration.

Salah satu usaha lain untuk menggolongkan lapangan-lapangan hidup ini

ialah Stratemeyer, Forkner dan Mc. Kim.

Mereka menyebutnya "persistent life situations". Dalam garis besarnya

mereka memperoleh lapangan-lapangan sebagai berikut:

I. Situations calling for growth in individual capacities.

a. Health.

1. Satisfying physiological needs.

2. Satisfying emotional and social needs.

3. Avoiding and caring for illness and injury.

b. Intellectual power.

1. Making ideas clear.

2. Understanding the ideas others.

3. Dealing with quantitive relationships.

4. Using effective methods of work.

c. Responsibility for moral choices

1. Determining the nature and extent of individual freedom.

2. Determining responsibility to self and others.

Page 195: asas- asas kurikulum

d. Aesthetic expression and appreciation.

1. Finding sources of aesthetic satisfactions in oneself.

2. Achieving aesthetic satisfactions through the environment.

II. Situations calling for growth in social participation.

a. Person to person relationships.

1. Establishing effective social relations with others.

2. Establishing effective working relations with others,

b. Group membership.

1. Deciding when to join a group.

2. Participating as a group member.

3. Taking leadership responsibilities.

c. Intergroup relationships.

1. Working with racial and religious groups.

2. Working with socio-economic groups.

3. Dealing with groups organized for specific action

III. Situations calling for growth in ability to deal with environmentaal

factors and forces.

a. Natural phenomena.

1. Dealing with physical phenomena.

2. Dealing with plant, animal, and insect life.

3. Using physical and chemical forces.

b. Technological resources.

1. Using technological resources.

2. Contributing to technological advance.

c. Economic-social-political structures and forces.

1. Earning a living.

2. Securing goods and services.

3. Providing for social welfare.

4. Molding public opinion.

5. Participating in local and national government.*)

Keuntungan kurikulum berdasarkan lapangan hidup.

Page 196: asas- asas kurikulum

1. Dalam kurikulum ini terdapat hubungan erat antara pelajaran dengan

kehidupan sehari-hari. Kurikulum ini dengan sengaja berusaha mengatasi

jurang antara pelajaran sekolah dengan apa yang diperlukan dalam kehidupan.

Dalam subject curriculum anak-anak sukar melihat hubungan itu.

2. Kurikulum berdasarkan social functions atau lapangan hidup memberikan

kepada anak hal-hal yang diperlukannya untuk menghadapi situasi-situasi

hidupnya sebagai warga negara. Kurikulum ini lebih bermanfaat dan

mengandung arti bagi murid-murid. Sebenarnya ini telah tersimpul dalam

nomor 1, akan tetapi perlu juga disebut. Tujuan kurikulum ini lebih mudah

dipahami oleh murid-murid, karena untuk melaksanakannya mereka

menggunakan pengalaman-pengalaman langsung. Mereka banyak

mengumpulkan keterangan-keterangan dari masyarakat serta lingkungan

sendiri dengan mengadakan karyawisata dan penyelidikan-penyelidikan lain.

Dengan demikian mereka lebih mudah melihat manfaat dan makna pelajaran

itu bagi dirinya.

3. Kurikulum ini sesuai dengan tugas sekolah, yakni mempersiapkan murid

untuk kehidupan dalam masyarakat. Dengan mempelajari lapangan-lapangan

hidup diharapkan anak-anak juga lebih sanggup menyesuaikan diri dengan

situasi-situasi hidup.

4. Kurikulum ini menyajikan bahan pelajaran yang bulat. Pelajaran di sekolah

yang diberikan herpusatkan unit ini bertalian erat, tidak lepas-lepas seperti

halnya dalam separate-subject curriculum.

Keberatan-keberatan terhadap kurikulum ini.

1. Kurikulum ini membagi kehidupan dalam bagian-bagian. Kehidupan

sebenarnya merupakan suatu keseluruhan dan tidak merupakan sepuluh atau

sebelas lapangan kehidupan. Batas-batas itu tidak ada dalam kehidupan. Ada

bahayanya, lapangan-lapangan hidup menjadi matapelajaran-matapelajaran

tersendiri sehingga menjadi semacam subject curriculum yang justru hendak

diberantas oleh kurikulum ini.

2. Kurikulum ini sulit dijalankan. Guru-guru tidak mendapat latihan untuk

menjalankan kurikulum serupa ini. Juga buku-buku dan alat-alat pelajaran lain

menimbulkan kesukaran-kesukaran.

Page 197: asas- asas kurikulum

3. Kurikulum ini tidak memberikan pengetahuan, yang tersusun logis sistematis.

Kurikulum ini terutama memberikan bahan yang sesuai dengan keadaan

masyarakat pada masa sekarang dan kurang menyampaikan pengetahuan yang

sistematis seperti yang diperoleh dengan mempelajari subjects atau mata

pelajaran.

B. UNIT BERDASARKAN KEBUTUHAN MURID

Dasar pikiran kurikulum ini ialah memberikan pelajaran kepada anak-anak

yang timbul dari kebutuhan anak-anak. Sesuatu dipelajari sebaik-baiknya kalau

hal itu memuaskan kebutuhan kita. Tujuannya ialah agar anak-anak belajar

memecahkan masalah-masalah yang bertalian dengan kebutuhannya dalam

kehidupannya sehari-hari. Bedanya dengan kurikulum berdasarkan social

functions ialah, bahwa dalam social functions diutamakan pendidikan anak-anak

untuk menghadapi situasi-situasi hidup dengan efektif sebagai warga negara yang

dewasa, sedangkan kurikulum yang berpusat pada kebutuhan murid

mementingkan masalah-masalah yang dihadapi anak pada saat ini. Tentu saja

sukar diadakan batas yang tegas. Apa yang penting bagi waktu sekarang mungkin

sekali berharga juga untuk masa depan. Kebutuhan anak pada setiap saat tidak

lepas dari social functions atau lapangan-lapangan hidup, yakni selalu terdapat di

dalam lapangan-lapangan hidup itu. Lagi pula boleh dikatakan tidak ada lagi

sekolah yang semata-mata mendasarkan kurikulum pada kebutuhan anak tanpa

memperhatikan manfaatnya bagi kehidupan anak di dalam masyarakat.

Kebutuhan-kebutuhan anak dapat dibagi sebagai berikut:

1. Kehidupan pribadi.

a. Kebutuhan akan kesehatan pribadi.

b. Kebutuhan akan harga-diri.

c. Kebutuhan akan pandangan dunia dan filsafat hidup.

d. Kebutuhan akan pelbagai minat pribadi.

e. Kebutuhan akan kepuasan estetis.

2. Hubungan sosial yang dekat.

a. Kebutuhan akan hubungan yang lebih matang dengan anggota rumah

tangga dan dengan orang dewasa di luar keluarga.

Page 198: asas- asas kurikulum

b. Kebutuhan akan hubungan baik yang lebih matang dengan teman jenis

kelamin yang sama dan yang berlainan.

3. Hubungan sosial-kewarganegaraan.

a. Kebutuhan untuk turut serta bertanggung jawab dalam aktivitas-aktivitas

yang penting.

b. Kebutuhan untuk mendapat penghargaan sosial.

4. Hubungan ekonomi.

a. Kebutuhan untuk merasa kemajuan ke arah status orang dewasa.

b. Kebutuhan untuk mendapat bimbingan dalam memilih jabatan dan

mendapat persiapan untuk suatu pekerjaan.

c. Kebutuhan untuk memilih dan menggunakan barang-barang dan jasa-jasa

dengan bijaksana.

d. Kebutuhan untuk dapat bertindak efektif guna memecahkan masalah-

masalah ekonomi.*)

Apakah kebaikan kurikulum ini?

Kurikulum ini mengandung kebaikan-kebaikan seperti terdapat pada

pengajaran unit umumnya.

Walaupun demikian baik kami sebut beberapa buah:

1. Kurikulum ini menjamin integrasi bahan pelajaran, jadi tidak terdiri atas mata

pelajaran yang lepas-lepas, yang tidak saling berhubungan.

2. Kurikulum ini menyajikan bahan pelajaran yang bertalian erat dengan

pengalaman anak dalam hidupnya. Apa yang dipelajari dapat digunakan

secara fungsional dalam menghadapi situasi dan masalah-masalah hidup anak

itu.

3. Kurikulum ini dapat dipertanggungjawabkan secara psikologis. Karena

program sekolah sesuai dengan minat dan kebutuhan anak mereka didorong

oleh motivasi intrinsik untuk mempelajarinya. Anak-anak tahu akan tujuan,

makna dan manfaat pelajaran itu, karena itu ia rela mengeluarkan segenap

tenaga kepada pelajaran ini.

4. Kurikulum ini membentuk pribadi anak. Yang diutamakan bukan hanya

pembentukan intelektual, melainkan seluruh pribadi anak. Selain pengetahuan,

kurikulum ini juga memupuk sikap, norma, penghargaan, dan sebagainya.

Page 199: asas- asas kurikulum

5. Kurikulum ini tertuju kepada perkembangan anak. Yang diutamakan ialah

justru hal-hal yang membantu perkembangan anak. Titik berat diletakkan pada

anak dan bukan pada bahan pelajaran. Dalam kurikulum ini diberi perhatian

sepenuhnya kepada perkembangan anak sebagai keseluruhan, yakni

jasmaniah, emosional, sosial, dan juga intelektual.

6. Kurikulum ini berdasarkan pendirian "mental hygiene" atau kesejahteraan

rohani, karena membantu anak-anak mengatasi problema-problema yang

dihadapinya dalam kehidupan. Dalam kurikulum tidak dipaksakan anak-anak

mempelajari yang tidak dipahaminya maknanya, sehingga dapat dicegah

frustrasi dan kegagalan.

KEBERATAN-KEBERATAN TERHADAP KURIKULUM INI

1. Kurikulum ini tidak memberikan pengetahuan yang logis sistematis seperti

yang diperoleh murid-murid dengan mempelajari berbagai mata pelajaran

yang terpisah-pisah.

2. Dengan kurikulum ini tak dapat ditentukan lebih dahulu bahan pelajaran untuk

tiap kelas karena kebutuhan dan problema anak tak sama dan tahun ke tahun.

Dalam kurikulum ini diperlukan administrasi yang teliti yang mencatat apa-

apa yang telah dipelajari oleh anak-anak. Kesukaran juga dialami anak-anak

yang pindah sekolah.

3. Kurikulum ini sukar untuk dijalankan, karena guru-guru tidak dipersiapkan

untuk kurikulum serupa ini. Lagi pula masyarakat pun rasanya tak akan

mudah menerima kurikulum ini.

4. Kurikulum ini kurang mementingkan masa lampau dan masa depan, karena

terutama membicarakan masalah-masalah yang dihadapi anak-anak pada masa

sekarang.

5. Kurikulum yang terlampau mengutamakan kebutuhan anak, mengabaikan

tugas sosialnya. Sekolah-sekolah yang child-centered yang terlampau

progresif sangat mengutamakan anak itu sendiri, dengan melupakan, bahwa

Page 200: asas- asas kurikulum

anak-anak harus juga mengenal masyarakat dan harus hidup dalam hubungan

sosial dalam masyarakat itu.

6. Sukar untuk menentukan, apakah sebenarnya kebutuhan anak-anak. Anak-

anak sering tidak mengetahui apa yang perlu bagi mereka dalam hidupnya.

Sesuatu yang dibutuhkan oleh seorang anak belum tentu merupakan

kebutuhan bagi seluruh kelas. Guru dapat menentukan kebutuhan itu dengan

mempelajari buku-buku tentang pertumbuhan dan kebutuhan anak, akan tetapi

belum tentu pilihan guru itu betul-betul dirasakan anak-anak sebagai

kebutuhannya.

LANGKAH-LANGKAH DALAM MELAKSANAKAN SUATU UNIT

Biasanya suatu unit dilakukan menurut fase-fase yang berikut:

a. Memilih suatu pokok.

Pokok untuk suatu unit mungkin timbul atas anjuran guru kepada murid-

murid untuk memilih salah satu dari beberapa pokok yang dianggap penting oleh

guru dan juga dipandang murid-murid sebagai sesuatu yang sangat berharga bagi

mereka.

Pokok untuk unit dapat juga diperoleh dengan menyuruh anak-anak

menuliskan masalah-masalah yang mereka anggap sangat penting baginya.

Kemudian pokok-pokok itu disusun menurut kategori-kategori tertentu, sehingga

diperoleh beberapa pokok yang meliputi seluruh problema-problema yang

dikemukakaan oleh murid-murid. Kemudian diadakan kriteria-kriteria untuk unit

yang dipakai sebagai pegangan agar dapat dilakukan pilihan yang bijaksana. Di

sini pun anak-anak diberi kesempatan memilih pokok apakah yang paling

berharga bagi mereka dan pokok-pokok yang mereka usulkan. Diusahakan agar

semua anak akhirnya menerima baik hasil pilihan kelas itu.

Selanjutnya suatu pokok dapat juga diperoleh berhubung dengan suatu

peristiwa yang aktual dan penting.

b. Merencanakannya.

Dalam fase ini murid menganalisis pokok itu lebih lanjut, sehingga

diperoleh problema-problema yang lebih spesifik. Mereka menentukan tujuan-

Page 201: asas- asas kurikulum

tujuan dan faedah apakah yang dapat diberikan oleh unit itu. Setelah diperoleh

sejumlah topik, maka murid-murid dibagi atas kelompok-kelompok. Sedapat

mungkin setiap murid menerima suatu topik yang sesuai dengan kesanggupan dan

minatnya. Setiap kelompok menentukan ketua dan penulis.

c. Mengerjakan unit.

Setelah diketahui dengan jelas problema yang mereka hadapi dan tujuan-

tujuan apa yang dapat dicapai dengan unit itu, maka kelompok-kelompok mulai

mengumpulkan bahan dari perpustakaan, majalah, surat kabar. Kadang-kadang

perlu diadakan wawancara, penyelidikan atau percobaan-percohaan, bila

diperlukan untuk memecahkan masalah kelompok masing-masing.

d. Mengakhiri unit.

Unit itu diakhiri dengan berbagai cara, misalnya dengan memberi laporan

lisan, laporan tertulis, panel disscussion, sandiwara, pameran, dann lain-lain. Fase

ini juga disebut fase kulminasi, yakni puncak unit, dimana murid-murid

memperlihatkan hasil-hasil yang mereka capai selama mengerjakan unit.

e. Menilai unit.

Dalam fase ini diselidiki apakah unit itu benar-benar memberi manfaat

kepada setiap peserta, apakah mereka betul-betul belajar, yakni mengalami

perubahan kelakuan berkat unit itu. Apakah tujuan-tujuan semula betul-betul

tercapai dalam unit.

Tujuan-tujuan itu tidak hanya berupa pengetahuan yang bertambah, atau

mencapai meliputi juga segi-segi lain dari pada pribadi anak-anak.

Selanjutnya murid-murid mengemukakan kekurangan-kekurangan dan

kesulitan-kesulitan dalam pelaksanaan unit untuk dipertimbangkan dalam

melakukan unit yang lain pada hari kemudian.

f. Menuju unit-unit baru.

Dan unit ini mungkin sekali timbul problema-problema baru yang dapat

dijadikan pokok untuk unit-unit baru yang akan dikerjakan oleh anak-anak

selanjutnya.

Page 202: asas- asas kurikulum

HUBUNGAN ANTAR KETIGA JENIS KURIKULUM

Ketiga macam kurikulum itu tak usah dipandang bertentangan yang satu

dengan yang lain. Yang satu dapat membantu yang lain. Kita dapat memberikan

unit dan di samping itu matapelajaran-matapelajaran yang khusus yang

tradisional.

Untuk permulaan, tidak diharapkan seluruh kurikulum diberikan dalam

bentuk unit. Sebaiknya kita masih mengajarkan subjects dan disamping itu

memberikan dua atau tiga kali seminggu pelajaran dalam bentuk unit. Dalam pada

itu tentu sangat menguntungkan apabila untuk mata pelajaran biasa diambil bahan

yang berhubungan dengan unit itu. Pengajaran unit dapat dan perlu pula dibantu

oleh subjects. Apabila dalam unit itu timbul soal-soal yang bersifat matematis,

sudah sewajarnya mata pelajaran ilmu pasti digunakan untuk memecahkan

problema. Demikianlah setiap matapelajaran dapat memberikan sumbangannya

untuk menyelesaikan suatu unit. Dengan menerima pengajaran unit, tidak perlu

semua mata pelajaran dihapuskan. Hal ini malahan akan merugikan.

Sebaliknya mata pelajaran biasa juga mungkin sekali memperoleh manfaat

dari pengajaran unit, oleh sebab dalam unit itu murid-murid banyak mendapat hal-

hal yang bertalian dengan berbagai mata pelajaran dalam situasi yang bermakna.

Mereka lebih fasih berbicara, lebih lancar mengarang laporan, lebih sanggup

menggunakan pengetahuan dari geografi, sejarah, ilmu hayat secara fungsional,

lebih jelas menyadari arti ilmu pasti dalam kehidupan sehari-hari. Jadi pengajaran

unit tidak merugikan, malahan sangat menguntungkan mata pelajaran biasa.

Apa yang dikatakan mengenai separate subjects juga berlaku bagi broad-

fields yakni paduan antara beberapa matapelajaran seperti IPS, IPA, Bahasa,

Matematika, dan Kesenian. Ketiga macam kurikulum dapat berjalan

berdampingan dan bantu-membantu.

Untuk memperlihatkan hubungan antara ketiga jenis kurikulum itu kami

berikan bagan berikut.

Dalam bagan ini dirangkumkan ketiga jenis organisasi kurikulum itu.

Gambar panah dalam bagan itu menunjukkan inter-relasi antara jenis-jenis

Page 203: asas- asas kurikulum

kurikulum itu. Pada unit kita lihat kebulatan bahan pelajaran tanpa batas-batas

antara macam-macam mata pelajaran. Broad fields kita lihat sebagai paduan

antara beberapa mata pelajaran. Pada bagan ini kita lihat pula bahwa subjects

maupun broad-fields dapat membantu pengajaran unit, tetapi sehaliknya

pengajaran unit juga menambah penguasaan anak mengenai subjects ataupun

broad-fields.

ACTIVITY CURRICULUM

"Activity curriculum" juga disebut "experience curriculum", atau proyek.

Bentuk kurikulum ini terkenal oleh Laboratory School yang didirikan oleh John

Dewey di University of Chicago, 1896, Meriam's Laboratory School di University

of Missouri, 1904 dan oleh Ellsworth Colling yang mengadakan percobaan

dengan "project curriculum" sebagai penerapan buah pikiran W.H. Kilpatrick

dengan brosurnya "The Project Method", 1918.

Di sekolah percobaan J. Dewey anak-anak tidak mempelajari mata pelajaran

yang konvensional. Kegiatan mereka berpusat pada pekerjaan memasak, menjahit

dan bertukang kayu. Melalui kegiatan ini mereka mengenal hubungan manusia

yang fundamental dengan dunia seperti kegiatan manusia memperoleh makanan,

perlindungan, dan pakaian serta norma-norma hidup. Mereka mengadakan ke-

giatan intelektual maupun manual. Dalam pada itu mereka belajar merencanakan

dan mengadakan percobaan. Pelajaran dasar seperti membaca, menulis, dan

berhitung timbul karena kebutuhan akibat kegiatan-kegiatan itu.

Page 204: asas- asas kurikulum

Di sekolah percobaan Meriam juga tidak diajarkan mata pelajaran yang

konvensional. Kegiatan dibagi dalam empat golongan yakni : observasi,

permainan, bercerita, dan pekerjaan tangan. Observasi misalnya meliputi

pengamatan kehidupan tanaman, binatang, manusia, bumi, langit, pabrik dan

berbagai pekerjaan. Permainan terdiri atas permainan dengan alam, listrik, mesin,

air, udara dan sebagainya. Bercerita antara lain meliputi membaca,

dramatisasi,bernyanyi, dan sebagainya. Pekerjaan tangan menggunakan bahan

kertas, tali, benang, tekstil, rafia, kayu, logam dan sebagainya. Meriam berusaha

agar sekolah merupakan bagian dan kehidupan masyarakat.

Activity curriculum baru mulai diterapkan secara lebih luas setelah buku

W.H Kilpatrick, " The Project Method", 1918. Ide itu telah mulai diterapkan oleh

E. Collings pada tahun 1917, jadi sebelum buku itu diterbitkan. Kegiatan-kegiatan

di sekolahnya banyak mirip dengan Meriam yakni (1) proyek mainan yang terdiri

atas kegiatan kelompok seperti permainan, tarian rakyat, dramatisasi, dan

kumpulan social, (2) proyek ekskursi atau karyawisata yang mempelajari

masalah-masalah yang berhubungan dengan lingkungan dan kehidupan manusia,

(3) proyek cerita yang bertujuan menikmati cerita dalam berbagai bentuk-lisan,

nyanyian, gambar, piringan hitam, atau piano (4) proyek tangan yang bertujuan

menyatakan buah pikiran dalam bentuk yang kongkrit seperti menyiapkan

minuman, menanam buah-buahan, dan sebagainya.

Activity curriculum tidak pernah mendapat popularitas seperti subjects

curriculum dan di sekolah menengah tidak pernah mendapat kedudukan yang

kokoh.

Dasar pikiran activity curriculum adalah sebagai berikut : Orang hanya

belajar berkat pengalaman. Belajar atau perubahan kelakuan hanya terjadi, bila

bertalian dengan suatu tujuan yang bermakna bagi individu, dengan kebutuhan

atau minatnya. Belajar hanya terjadi dalam proses interaksi yang aktif. Berpikir

hanya dapat dikembangakan dengan berpikir untuk memecahkan suatu masalah,

atau memecahkan suatu kesulitan. Kegiatan utama dalam activity curriculum ialah

kegiatan yang digunakan dalam metode problem-solving, yaitu masalah-masalah

yang ditentukan sendiri oleh anak-anak. Dalam memecahkan masalah itu

Page 205: asas- asas kurikulum

diperoleh pengetahuan dari berbagai disiplin dalam bentuk yang terintegrasi.

Kegiatan anak didorong oleh motivasi intristik. Karena kurikulum ini diutamakan

situasi yang riil serta minat yang spontan, maka tidak dapat diadakan perencanaan

terlebih dahulu. Rencana timbul dengan berkembangnya minat dan buah pikiran

anak. Jam pelajaran yang ketat tidak ada. Dalam bentuk yang ekstrem disiplin

diserahkan kepada kemampuan anak untuk mengatur diri sendiri dan campur

tangan orang dewasa hendaknya dihindarkan. Dalam activity curriculum juga

menonjol kegiatan lahiriah seperti menggambar, membangun, bersandiwara, dan

sebagainya.

Dalam perkembangan kurikulum ini selanjutnya pengalaman langsung dan

minat yang spontan lebih-lebih digunakan sebagai bantuan dalam proses belajar

dan bukan sebagai pokok untuk menyusun unit. Minat anak lebih banyak

ditentukan berdasarkan studi, pengalaman atau penelitian.

Yang dianggap menarik minat anak kelas rendah ialah kegiatan-kegiatan

yang berkenaan dengan:

- kehidupan dalam rumah tangga

- alam sekitar

- lingkungan masyarakat yang dekat

- makanan, produksi, dan distribusinya

- transpor dan komunikasi

- kehidupan orang dahulu kala

- kehidupan orang di negara lain

- kehidupan sosial

Kurikulum ini memerlukan guru yang mempunyai pendidikan umum yang

luas, yang mendapat latihan yang mendalam tentang perkembangan anak serta

bimbingan dan penyuluhan, dan menguasai metode pengajaran proyek. Juga

diperlukan gedung, lapangan bermain dan ruang kelas yang besar serta fleksibel

yang memungkinkan berbagai ragam kegiatan. Selanjutnya harus ada alat-alat dan

bahan yang diperlukan oleh anak sesuai dengan minatnya.

Sebagai kesimpulan kami cantumkan beberapa ciri activity curriculum:

Page 206: asas- asas kurikulum

1. Kurikulum ini ditentukan programnya oleh minat dan tujuan anak.

2. Sambil melakukan kegiatan-kegiatan untuk memecahkan suatu masalah anak-

anak memperoleh berbagai pengetahuan dan keterampilan.

3. Kurikulum ini tidak direncanakan lebih dahulu. Rencana itu berkembang

sambil menjalankan kegiatan. Perencanaan dilakukan bersama oleh murid dan

guru.

4. Metode utama yang digunakan ialah metode pemecahan masalah. Yang

dipentingkan bukan hanya hasilnya, melainkan juga proses untuk

memecahkan masalah itu.

Core Curriculum.

Dengan core curriculum dimaksud bagian dari seluruh program pendidikan

yang dianggap penting, fundamental dan esensial yang hams diberikan kepada

setiap murid agar ia menjadi warganegara yang berharga, berguna, serta efektif.

Jadi core curriculum mempunyai arti yang sama dengan pendidikan umum. Atas

dasar itu maka H. Alberty berpendirian bahwa setiap bentuk pendidikan umum

dapat dipandang sebagai core curriculum atau kurikulum inti, apakah disajikan

sebagai matapelajaran yang terpisah-pisah, dikorelasikan, ataupun dalam bentuk

broad unit atau unifield courses. Jadi setiap program pendidikan umum, sekalipun

berupakan daftar matapelajaran wajib menurut pandangan ini harus dianggap

sebagai core curriculum.

Namun banyak ahli kurikulum lain yang merasa perlu untuk membedakan

'core' dengan pendidikan umum. Mereka memandang core curriculum sebagai

kurikulum yang mempunyai cara atau metode tertentu dalam penyajiannya,

sekalipun core curriculum itu juga mengenai pendidikan umum. Jadi dapat

dikatakan bahwa setiap core curriculum termasuk pendidikan umum, akan tetapi

tidak setiap program pendidikan umum berbentuk core curriculum.

Menurut B.O. Smith dkk. core program ini merupakan suatu reaksi terhadap

kurikulum yang terdiri atas mata pelajaran yang terpisah-pisah untuk memperoleh

lebih banyak integrasi dalam pelajaran. Akan tetapi di samping itu kurikulum ini

juga bermaksud untuk memenuhi kebutuhan siswa, memberikan aktivitas yang

lebih banyak dalam proses belajar dan mengadakan hubungan yang lebih erat

Page 207: asas- asas kurikulum

antara pelajaran di sekolah dengan kehidupan dalam masyarakat. Maka kurikulum

ini mempunyai tujuan yang agak luas yang meliputi ide-ide yang terdapat dalam

berbagai bentuk kurikulum lainnya yang menyimpang dari subject curriculum.

Ciri-ciri Core Curriculum.

Kurikulum itu mengadakan integrasi dalam bahan pelajaran. Ini dilakukan

dengan menggabungkan atau mengkorelasikan beberapa matapelajaran seperti

ilmu pengetahuan sosial dan bahasa. Akan tetapi banyak pula disajikan dalam

bentuk broad unit.

Sebagai pokok untuk unit dapat digunakan topik-topik dad social functions,

atau masalah-masalah yang berkenaan dengan kehidupan atau yang bertalian

dengan minat dan kebutuhan pemuda.

Dengan demikian maka diperoleh beberapa macam program untuk core

curriculum, yakni:

(1) paduan heberapa mata pelajaran, sering antara IPS dan Bahasa Inggris. Pokok-

pokok yang dapat dibicarakan antara lain:

- Negara kita

- Negara-negara lain

- Dunia lama dan dunia barn

- Masa kolonial

Atau dalam bentuk masalah atau pertanyaan:

- Bagaimanakah suatu bangsa dapat meningkatkan mutu penghidupan?

- Bagaimanakah dapat kita hadapi masalah-masalah yang ditimbulkan oleh

perkembangan teknologi?

(2) Mengambil pokok-pokok dari "Social functions" atau "major areas of living",

seperti:

- Pengawetan sumber alarn

- Matapencarian

- Pandangan kita terhadap dunia

- Mencegah kecelakaan dan penyakit

- Dunia kita yang kian menciut

- Pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap kehidupan kita.

Page 208: asas- asas kurikulum

(3) Mengambil pokok dari Masalah-masalah kehidupan seperti :

- masalah pekerjaan

- masalah kewargaan negara

- masalah kehidupan rumah tangga

- masalah waktu senggang

(4) Memilih topik berhubungan dengan minat murid:

- masalah pergaulan

- masalah hubungan dengan anggota jenis kelamin lain

- masalah agama dan kepercayaan.

Dengan demikian core curriculum mengandung ciri-ciri integrated

curriculum. Metode yang diutamakan ialah problem solving. Murid-murid

didorong untuk berpikir kritis dan menggunakan ketrampilan intelektual lainnya

menghadapi masalah-masalah yang bermakna bagi mereka.

Seperti unit lainnya dalam memecahkan pelajaran dimanfaatkan bahan dari

semua mata pelajaran yang diperlukan, karena suatu unit menerobos batas-batas

mata pelajaran. Kegiatan belajar lebih banyak ragamnya jika dibandingkan

dengan subject curriculum.

Kurikulum inti ini mengadakan hubungan yang lebih erat antara pelajaran

dengan kehidupan sehari-hari serta dengan minat dan kebutuhan pemuda.

Metode mengajar lebih fleksibel. Merencanakan bersama dan kerja

kelompok dalam kegiatan belajar banyak dilakukan.

Perbedaan individual diperhatikan dan bimbingan merupakan unsur yang

esensial dalam kurikulum inti ini.

Keberatan-keberatan terhadap core curriculum.

Core curriculum ini mendapat kritik seperti yang diajukan terhadap

pengajaran unit pada umumnya. Salah satu keberatan yang paling dirasakan ialah

bahwa kurikulum tidak berhasil memberikan pengetahuan yang sistematis, seperti

juga dikemukakan terhadap tiap bentuk kurikulum yang menyimpang dari bentuk

subject curriculum. Hal ini disebabkan oleh kegagalan menyusun suatu disain

Page 209: asas- asas kurikulum

yang menjamin bahan pelajaran yang sistematis. Kurikulum ini hanya

memberikan kesatuan waktu belajar yang lebih panjang, misalnya dua jam

pelajaran berturut-turut akan tetapi bahan pelajaran sendiri dalam praktik sering

tidak memberikan bahan yang diintegrasikan akan tetapi bahan dari sejumlah

mata pelajaran secara terpisah. Kerap kali satu di antaranya yang paling menonjol,

biasanya yang paling dikuasai oleh guru. Karena guru-guru pada SM pada

umumnya mengadakan spesialisasi tertentu, maka mereka tidak menguasai cara

mengajar secara inter-disipliner. Dan memang pendekatan secara inter-disipliner

belum cukup berkembang untuk diterapkan di sekolah. Itu sebabnya mengajarkan

program yang integrated sangat sukar. Sekalipun digunakan team teaching masih

belum terjamin tercapainya integrasi bahan pelajaran, jika guru-guru masih

berpegang pada disiplin masing-masing. Untuk itu diperlukan orientasi barn.

Sebelum ini tercapai maka pelaksanaan core curriculum biasanya hanya berbentuk

kombinasi beberapa mata pelajaran yang seharusnya harus dipadukan oleh

"integrating ideas".

Kesulitan yang dihadapi dalam penerapan kurikulum ini ialah soal guru

yang tidak kompeten. Kurikulum serupa ini memerlukan guru yang mempunyai

pendidikan umum yang luas, sedangkan guru-guru SM mengkhususkan studinya

pada bidang tertentu.

Kesulitan juga timbul karena kurikulum inti ini belum mempunyai buku

pedoman yang memuaskan, sehingga masih banyak yang diserahkan kepada

pemikiran guru masing-masing.

Tentu saja kurikulum yang berbeda dengan subject curriculum akan

mengalami kesulitan dalam lanjutannya ke perguruan tinggi yang dalam

persyaratan masuk dan kurikulumnya masih berpegang pada kurikulum yang

berpusat pada mata pelajaran.

RANGKUMAN

1. Organisasi kurikulum menentukan bahan pelajaran, urutannya, dan cara

menyajikannya.

Page 210: asas- asas kurikulum

2. Bentuk kurikulum yang lebih "tua" dari yang lain ialah subject curriculum

yang berpusat pada mata pelajaran yang tersendiri-sendiri.

3. Sebagai reaksi terhadap apa yang dianggap kekurangan-kekurangan kurikulum

ini timbul organisasi kurikulum yang lain seperti correlated curriculum dan

integrated curriculum. Integrated curriculum dapat berbentuk activity

curriculum, project curriculum atau experience curriculum, life curriculum,

atau core curriculum.

4. Subject curriculum telah ada sejak zaman Yunani yang dilanjutkan oleh orang

Rumawi dalam bentuk trivium (gramatika, retorikam dan logika) dan

quadrivium (arithmatika, geometri, astronomi, dan musik), keduanya dikenal

sebagai "the Seven Liberal Arts".

5. Pada abad pertengahan timbul mata pelajaran yang vokasional (teologi,

kedokteran, hukum) dan kini telah terdapat ratusan macam mata pelajaran,

termasuk yang dianggap non-akademis.

6. Subject sebenarnya pengalaman umat manusia yang disusun secara logis

sistematis.

7. Setiap bentuk kurikulum mempunyai kebaikan dan kekurangan. Kekurangan-

kekurangan suatu kurikulum sering ditonjolkan oleh para penentangnya

ditinjau dari segi pendirian masing-masing.

8. Walaupun subject curriculum banyak dikecam, dan boleh dikatakan hampir

tak ada yang memperjuangkannya, namun bentuk kurikulum masih sangat

populer di mana-mana di dunia, terutama di Perguruan Tinggi.

9. Bentuk kurikulum yang lebih baru, yang juga banyak keuntungannya dan

mempunyai ciri-ciri yang dapat mengatasi kelemahan subject curriculum,

namun tidak mendapat popularitas yang luas, antara lain, karena tidak dapat

memberikan pengetahuan yang sistematis yang masih merupakan syarat bagi

universitas dan karena guru tidak dipersiapkan untuk itu.

10. Metode yang diutamakan dalam integrated curriculum ialah metode "problem

solving" atau metode ilmiah dengan menghadapkan siswa kepada masalah-

masalah yang bermakna baginya.

Page 211: asas- asas kurikulum

11. Menjalankan integrated curriculum tidak berarti menyampingkan subject sama

sekali, melainkan memanfaatkannya secara fungsional dalam pemecahan

masalah.

12. Subject curriculum dapat mengatasi kelemahannya dengan memanfaatkan

kebaikan-kebaikan bentuk kurikulum lainnya.

13. Core curriculum selalu mengenai pendidikan umum, walaupun tidak setiap

bentuk pendidikan umum dapat diterima sebagai core curriculum. Core

curriculum lebih mirip kepada kurikulum yang mengusahakan integrasi serta

menyesuaikan bahan pelajaran dengan kebutuhan murid atau masyarakat.

PERTANYAAN DAN TUGAS

1. Apakah beda subject curriculum dengan integrated curriculum?

2. Banyak timbul reaksi terhadap subject curriculum karena kelemahan-

kelemahannya. Sebutkan kekurangan-kekurangan subject curriculum.

3. Dapatkah saudara menerima semua kecaman itu? Tinjau kecaman itu secara

kritis.

4. Apakah beda subject dan subject matter? Adakah subject matter pada

integrated curriculum?

5. Ada mengatakan bahwa trivium mirip dengan jurusan Sosial, Budaya,

sedangkan quadrivium dengan Pasti-Alam. Bagaimana pendapat saudara?

6. Apa sebab subject curriculum tetap bertahan dan terus populer, sekalipun

banyak dikecam?

7. Apakah prinsip-prinsip integrated curriculum? Apa sebab kurikulum ini tidak

meluas, sekalipun banyak mengandung kebaikan?

8. Bagaimanakah langkah-langkah menjalankan suatu broad unit atau pengajaran

unit?

9. Pilih suatu topik dan coba kembangkan menjadi suatu resource unit.

10. Apa dimaksud dengan "social functions" atau pusat-pusat kegiatan manusia?

Sebutkan social functions itu.

11. Apa dimaksud dengan "persistent life situations". Sebutkan.

12. Hingga manakah ada persamaan antara tujuan pendidikan menurut Herbert

Spencer dengan "social functions"?

Page 212: asas- asas kurikulum

13. Correlated curriculum menjadi lebih populer dan juga telah menjadi kenyataan

dalam Kurikulum SD dan SM 1975. Jelaskan prinsip-prinsip yang

mendasarinya.

14. Apakah kekurangan-kekurangan correlated curriculum? Bagaimana saran

saudara untuk mengatasinya

15. Sebutkan beberapa tokoh memelopori activity, curriculum atau experience

curriculum. Sebutkan ciri-cirinya.

16. Apakah persamaan dan perbedaan antara Kurikulum Laboratory School

(Dewey), Meriam's Laboratory School, dan proyek (E. Collings).

17. Apakah dimaksud dengan core curriculum. Apa sebab pendapat H. Alberty

tentang core curriculum tidak dapat diterima pihak tertentu?

18. Adakah persamaan antara core curriculum dan activity curriculum?

19. Adakah diskusi antara orang yang menyetujui subject curriculum dengan

orang yang pro integrated curriculum.

20. Bagaimanakah saudara dapat memanfaatkan bentuk kurikulum yang

integrated untuk memperbaiki subject curriculum?

Page 213: asas- asas kurikulum

BAB 8

MENENTUKAN SCOPE DAN SEQUENCE DALAM

PEMBINAAN KURIKULUM

PELAJARAN

Menentukan scope, yakni apa yang harus diajarkan merupakan suatu

masalah yang makin lama makin bertambah sulit. Sebabnya ialah:

1) bahan pelajaran cepat bertambah luas karena eksplosi ilmu pengetahun. Tak

ada lagi manusia yang mungkin menguasai seluruh pengetahuan yang ada

sekarang. Spesialisasi dalam pendidikan makin meluas dan tiap spesialisasi

memerlukan bahan pelajaran tambahan. Di samping itu waktu belajar terbatas,

demikian pula kemampuan anak untuk menguasai bahan pelajaran. Maka

perlulah diadakan pilihan tentang apa yang perlu diajarkan.

2) belum ada kriteria yang pasti tentang bahan apa yang perlu diajarkan. Juga

belum ada cara tentang mengorganisasi kurikulum yang dapat diterima oleh

semua.

3) Mata pelajaran yang tradisional tidak lagi memadai. Timbul pula tujuan-tujuan

yang baru seperti berpikir kritis dan kreatif, memahami lingkungan sosial,

memahami dunia internasional dan sebagainya yang dianggap perlu

dimasukkan dalam kurikulum. Sering mata pelajaran baru ditambahkan

sedangkan mata pelajaran lama bercokol terus, sehingga beban belajar bagi

anak bertambah berat. Menambah mata pelajaran dalam masa belajar yang

sama sering berarti makin dangkalnya pengetahuan anak tentang aneka ragam

bidang. Mata pelajaran yang sebenarnya telah usang dipertahankan karena

"vested interest" golongan-golongan tertentu. Demikian pula penambahan

mata pelajaran sering terjadi oleh tekanan golongan tertentu, bukan atas

pertimbangan rasional yang obyektif.

BAHAN PELAJARAN

Bahan pelajaran atau subject matter terdiri atas pengetahuan, nilai-nilai, dan

ketrampilan. Sawah bukan bahan pelajaran akan tetapi yang menjadi bahan

Page 214: asas- asas kurikulum

pelajaran ialah pengetahuan tentang sawah itu. Bahan pelajaran adalah sebagian

dari kebudayaan.

Pengetahuan manusia disusun oleh para ahli dalam sejumlah kategori yang

disebut disiplin ilmu. Penyusunan ini dilakukan secara rasional, logis, sistematis

sehingga menjadi suatu sistem yang bulat. Tiap disiplin mempunyai bahan atau isi

tertentu berupa fakta, data, konsep, dan prinsip, akan tetapi juga cara berpikir atau

disiplin berpikir tertentu, yakni cara mengajukan pertanyaan dalam mengadakan

penelitian untuk menghasilkan pengetehuan baru. Misalnya cara berpikir

matematis berbeda dengan cara berpikir historis atau ekonomis.

Disiplin ilmu banyak digunakan sebagai dasar penyusunan kurikulum yang

berbentuk mata pelajaran seperti fisika, biologi, sejarah dan sebagainya.

Kurikulum serupa ini dikatakan mempunyai organisasi yang logis. Bahan

pelajaran disajikan dalam urutan yang logis, misalnya dalam biologi dimulai

dengan binatang yang bersel satu, kemudian bersel banyak dan selanjutnya

meningkat kepada binatang yang berangsur-angsur lebih kompleks strukturnya.

Kurikulum yang logis ini sering tidak ada kaitannya dengan pengalaman anak

dalam hidupnya, sehingga apa yang dipelajari anak sering hanya hafalan kata-kata

tanpa makna dan karena itu tidak memperkaya pribadinya.

Kurikulum yang dianggap lebih bermakna ialah bila bahan pelajaran

dihubungkan atau didasarkan atas pengalaman anak dalam kehidupannya sehari-

hari, misalnya bila dibicarakan masalah yang nyata seperti soal kesehatan,

kecelakaan lalu-lintas, dan sebagainya. Topik ini dapat diajarkan dengan

menggunakan bahan dari berbagai disiplin ilmu seperti biologi, fisika, kimia,

matematika, geografi, dan sebagainya. Dalam hal ini pengetahuan dan disiplin

ilmu itu dipakai secara fungsional untuk memahami suatu masalah. Karena ilmu

itu digunakan secara bermakna, lebih banyak harapan bahan itu akan dipahami

dan diingat. Setelah anak mencapai tingkat perkembangan tertentu, maka mereka

dapat mempelajari disiplin ilmu itu sebagai mata pelajaran. Organisasi bahan

serupa ini disebut psikologis, karena memperhitungkan minat dan tingkat

perkembangan jiwa anak. Perlu dikemukakan, bahwa organisasi yang psikologis

tidak dengan sendirinya bersifat tak-logis.

Page 215: asas- asas kurikulum

Yang dijadikan bahan kurikulum bukan hanya isi disiplin ilmu berupa

pengetahuan, melainkan juga prosesnya. Anak-anak harus dengan sengaja

diajarkan proses berpikir kritis, proses penemuan, proses pemecahan masalah, dan

sebagainya. Aspek proses ini masih kurang mendapat perhatian.

Bahan pelajaran yang dituangkan dalam sejumlah besar mata pelajaran

demikian banyaknya sehingga tak mungkin seseorang dapat mempelajari

keseluruhannya selama hidupnya. Ada mata pelajaran yang dianggap perlu

dipelajari oleh semua warga negara seperti membaca, menulis dan berhitung, yang

sudah dapat dilakukan pada tingkat SD. Selanjutnya masih ada mata pelajaran

yang diwajibkan bagi semua siswa seperti bahasa nasional, pendidikan

kewarganegaraan, sejarah nasional, dan lain-lain. Mata pelajaran ini termasuk

pendidikan umum. Tujuannya ialah agar semua warga negara mempunyai dasar

pemikiran yang sama untuk menjamin keutuhan negara.

Pengetahuan umum juga diartikan sebagai pendidikan yang luas, yang

memberitahukan pengetahuan yang banyak tentang segala macam hal, sehingga ia

dapat berkomunikasi dengan manusia di mana saja di dunia, dapat bertukar

pikiran dengan "the worldwide community of civilized human beings". Menyusun

kurikulum untuk pendidikan umum serupa ini jauh lebih sulit karena sukarnya

mengadakan pilihan dari bahan yang terhingga banyaknya.

Selain pendidikan yang bersifat umum kurikulum juga menyediakan

pelajaran yang membarikan pendidikan khusus yang tidak diharuskan bagi semua

pelajar akan tetapi hanya diikuti siswa yang memilihnya. Pendidikan khusus ini

dapat misalnya mengenai pendidikan kejuruan atau vokasional, dapat pula

memberi pendalaman dalam bidang studi tertentu.

Dalam menyusun kurikulum harus pula dipertimbangkan soal luas dan

kedalaman bahan mata pelajaran. Biasanya makin luas bahan pelajaran makin

kurang mendalam pengetahuan yang diperoleh dalam jangka waktu yang sama.

Ada bahan pelajaran yang umum, yakni hal-hal yang hams dimiliki oleh

semua warga negara, misalnya yang mengenai pemerintahan, norma-norma dalam

kelakuan yang baik, dan sebagainya. Ada pula bahan pelajaran yang khusus, yaitu

Page 216: asas- asas kurikulum

diperlukan untuk kepentingan tertentu, misalnya bersipat vokasional, yang hanya

diperlukan oleh orang-orang tertentu.

Dapat pula bahan pelajaran itu dibagi dalam bagian yang deskriptif, yakni

yang mengenai fakta-fakta dan prinsip-prinsip, dan yang normatif, yaitu bertalian

dengan norma-norma, peraturan, moral, estetika, dan nilai-nilai.

Subject matter atau bahan mata pelajaran, dipilih dari persediaan yang

sangat luas yang dapat disajikan kepada anak-anak untuk dipelajari. Pilihan itu

harus dilakukan karena luasnya bahan yang ada, sedangkan apa yang dapat

dipelajari dalam jangka waktu tertentu yang sangat terbatas. Maka perlulah

diadakan kriteria agar memilih bahan itu dapat dilakukan secara lebih rasional.

KRITERIA PENENTUAN BAHAN PELAJARAN

Ada sejumlah kriteria yang digunakan untuk memilih bahan pelajaran.

Kesulitannya ialah bahwa setiap kriterium mempunyai kelemahannya. Kriteria itu

ialah :

1. Bahan pelajaran harus dipilih berdasarkan tujuan yang hendak dicapai. Setiap

penyusunaan kurikulum dimulai dengan merumuskan tujuan, yang umum

sampai yang khusus. Setelah itu baru ditentukan bahan pelajaran yang

dianggap paling serasi untuk mencapai tujuan-tujuan itu. Untuk tujuan-tujuan

yang khusus lebih mudah ditentukan bahan pelajarannya dan dapat segera

dinilai keserasiannya. Untuk tujuan-tujuan yang umum keadaannya lebih

sukar. Lagi pula belum ada alai yang dapat mengukur hasil-hasil pendidikan,

apalagi yang mengenai kepribadian seseorang, secara ilmiah.

2. Bahan pelajaran dipilih karena dianggap berharga sebagai warisan generasi

yang lampau. Salah satu fungsi pendidikan ialah menyampaikan kebudayaan

bangsa kepada generasi muda. Banyak di antaranya yang sangat bernilai.

Namun belum tentu apa yang berguna pada masa yang lampau masih berguna

pada zaman sekarang atau untuk masa mendatang. Karena perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang menimbulkan perubahan yang cepat dalam

segala aspek hidup sehingga pengetahuan, norma-norma, dan keterampilan

masa lalu harus senantiasa disesuaikan dengan keadaan baru agar jangan

menjadi usang.

Page 217: asas- asas kurikulum

3. Bahan pelajaran dipilih karena berguna untuk menguasai suatu disiplin.

Penguasaan disiplin diperlukan sebagai prasyarat untuk melanjutkan pelajaran

sampai perguruan tinggi. Karena kebanyakan anak demikian pula orang tua

mengharapkan, agar anak itu memasuki perguruan tinggi maka pengaruh

perguruan tinggi terhadap SM bahkan SD sangat besar. Ada yang mengatakan

bahwa pada hakikatnya perguruan tinggi menguasai seluruh sistem pendidikan

dan SD - SM merupakan perguruan tinggi dalam embrio. Usaha-usaha

perubahan dan pembaharuan kurikulum ke arah penyesuaiannya dengan

kebutuhan anak pemuda sering mengalami kesulitan atau kegagalan, karena

dianggap kurang sesuai dengan syarat-syarat masuk ke perguruan tinggi.

Kurikulum yang terlampau mementingkan bahan pelajaran disiplin tertentu

dianggap kurang memenuhi kebutuhan pemuda dan kurang memperhatikan

kebutuhan sosial dalam masyarakat modern yang dinamis.

4. Bahan pelajaran dipilih karena dianggap berharga bagi manusia dalam

hidupnya. Herbert Spencer pada tahun 1859 mengajukan pertanyaan: '"What

knowledge is of most worth". Pengetahuan apa yang paling besar manfaatnya,

yang paling berguna bagi manusia dalam kehidupannya sehari-hari?

Dasar pikiran di sini ialah, bahwa sekolah yang didirikan oleh masyarakat,

harus memberikan pendidikan dalam bidang-bidang yang diperlukan oleh

anak-anak dalam kehidupan mereka dalam masyarakat. Jadi pendidikan harus

relevan dengan kebutuhaan masyarakat.

Franklin Bobhitt menganalisis kegiatan-kegiatan orang dewasa dalam

masyarakat dengan maksud agar kegiatan-kegiatan itulah diajarkan kepada

anak-anak agar menjadi warga masyarakat yang serasi.

Keberatan yang diajukan terhadap pendirian itu ialah, bahwa apa yang baik

dilakukan untuk zaman sekarang belum tentu baik pula untuk masa depan.

Mengharuskan anak-anak meniru perbuatan generasi tua, berarti

mempertahankan keadaan sekarang, sedangkan keadaan senantiasa berubah.

Lagi pula, karena yang dipakai sebagai ukuran kelakuan orang dewasa, maka

kebutuhan dan sifat perkembangan anak kurang mendapat perhatian utama.

Akhirnya apa yang dilakukan orang dewasa belum tentu sesuai dengan apa

yang seharusnya mereka lakukan.

Page 218: asas- asas kurikulum

5. Bahan pelajaran dipilih karena sesuai dengan kebutuhan dan minat anak.

Seperti telah pernah kami kemukakan dengan kebutuhan anak dapat dimaksud

(a) kebutuhan menurut tafsiran, orang dewasa, misalnya bahwa setiap anak

harus belajar menulis, membaca, sejarah, dan sebagainya, atau (b) kebutuhan

berdasarkan perkembangan anak, apa yang benar-benar dirasakan perlu.

Memperturutkan salah satu di antaranya rnembawa kepincangan. Apa yang

dibutuhkan oleh anak menurut pendapatnya tidak selalu baik, sehingga perlu

dipilih berdasarkan antara lain kepentingannya ditinjau dan segi sosial. Lagi pula

banyak hal-hal yang penting sekali bagi anak, yang tidak dengan sendirinya

dirasakannya sebagai kebutuhan. Tentu saja kebutuhan dan minat anak dapat

diperluas, sehingga meliputi hal-hal yang semula tidak menarik minatnya.

Di lain pihak, bila kebutuhan dan minat anak diabaikan, maka kita

menyalahi prinsip-prinsip proses belajar.

Dalam memilih bahan pelajaran perlu kita perhatikan pendapat Hilda Taba

yakni bahwa untuk mencapai suatu tujuan pendidikan kita tidak cukup hanya

memperhatikan isi atau bahan pelajaran akan tetapi juga proses pelajaran atau

pengalaman belajar. Tujuan pendidikan merupakan pengetahuan dapat dicapai

dengan menentukan bahan pelajaran, akan tetapi keterampilan mental seperti

berpikir kritis, demikian pula sikap dan norma-norma hanya dapat dipelajari

melalui pengalaman-pengalaman untuk menerapkannya.

Ia berpendirian bahwa bahan pelajaran tidak boleh dipisahkan dari

pengalaman belajar. Karena itu lebih baik pelajaran dipusatkan pada sejumlah

pokok yang terbatas yang dapat mengembangkan keterampilan mental, daripada

berusaha meliputi sejumlah bahan yang luas yang hanya dihafal secara

mendangkal, tetapi tidak mengembangkan kesanggupan mental itu. Ketrampilan

mental itu dapat ditransfer dalam situasi-situasi lain yang memerlukan

ketrampilan berpikir kritis dan kreatif untuk memecahkan masalah-masalah

dengan menggunakan metode penemuan (discovery). Juga dianjurkannya ialah

agar bahan pelajaran hendaknya fundamental yang dapat mengembangkan

kesanggupan berpikir secara konsepsional.

Page 219: asas- asas kurikulum

Dalam penentuan bahan pelajaran para penyusun kurikulum dipengaruhi

oleh aliran yang dianutnya. Mereka yang mengutamakan subject curriculum akan

mementingkan bahan yang terkandung dalam disiplin. Penganut aliran "progresif '

akan menentukan bahan pelajaran terutama berdasarkan minat anak atau pemuda.

Mereka yang mengutamakan fungsi sosial sekolah mengambil aspek-aspek

kehidupan sosial sebagai dasar untuk menentukan bahan pelajaran. Seperti telah

pernah kami utarakan, setiap pendirian yang ekstrim mempunyai kelemahan.

Dalam pembinaan kurikulum hendaknya kita perhatikan semua faktor yang turut

mempengaruhinya, yaitu faktor anak, masyarakat, maupun disiplin ilmu

pengetahuan. Dalam kenyataan hal ini tidak mudah melakukannya, oleh sebab

manusia senantiasa berpijak pada dasar-dasar tertentu. Mereka yang yakin pada

kebaikan "activity curriculum" tentu akan bertolak dari prinsip-prinsip yang

berbeda dengan penganut "subject curriculum", sekalipun kedua pendirian itu

dapat dipertemukan hingga batas-batas tertentu.

PROSEDUR MENENTUKAN BAHAN PELAJARAN

Berbagai cara dapat diikuti untuk menentukan bahan pelajaran. Cara yang

dipilih banyak bergantung pada nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh mereka yang

menentukan kurikulum. Jika mereka berpendirian bahwa sekolah harus

menyampaikan kebudayaan masa lampau yang diwariskan oleh nenek moyang,

maka mereka akan mencari unsur-unsur dari kebudayaan itu yang dianggap

penting bagi perkembangan anak-anak. Jika mereka menganggap, bahwa sekolah

harus mempersiapkan anak, agar dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan

dalam masyarakat, maka bahan yang penting ialah kegiatan-kegiatan yang

dilakukan orang dewasa dalam kehidupannya. Bahan pelajaran akan berbeda pula

bila yang diutamakan ialah perkembangan mental atau intelek, atau pembangunan

masyarakat barn.

Jadi serasi tidaknya bahan pelajaran bergantung pada tujuan yang ingin

dicapai. Di bawah ini kami berikan beberapa prosedur yang diikuti dalam

penentuan bahan pelajaran.

Prosedur penentuan bahan pelajaran.

1. Prosedur menerima otoritas para ahli.

Page 220: asas- asas kurikulum

Bahan pelajaran ditentukan berdasarkan pendapat seseorang atau suatu

kelompok, yang dianggap mempunyai otoritas, kemampuan, dan keahlian. Lebih

dahulu dirumuskan tujuan pendidikan agar dapat ditentukan bahan pelajaran yang

kirangnya paling serasi untuk mencapainya. Tujuan pendidikan dapat diselidiki

berdasarkan undang-undang dan dokumen-dokumen resmi, dapat juga

berdasarkan studi tentang sosiologi, politik, sejarah dan sebagainya. Kemudian

diadakan diskusi untuk merumuskan dengan jelas tujuan-tujuan pendidikan itu.

Menentukan bahan pelajaran yang serasi berhubung dengan tujuan itu tidak

mudah, karena tidak ada jaminan apakah dan hinggga manakah bahan itu

sungguh-sungguh membawa anak kepada tujuan itu. Suing para penyusun

kurikulum itu dipengaruhi oleh tradisi, prasangka atau keinginan pribadi.

Dalam praktik sering yang menentukan bahan pelajaran ialah pengarang

buku pelajaran. Tentu saja pengarang itu menggunakan berbagai sumber dalam

penulisan itu. Ia akan mempelajari kurikulum yang diakui, hasil-hasil lokakarya

atau konferensi, hasil penelitian tentang perkembangan anak, perbendaharaan kata

anak, psikologi belajar, metode mengajar, dan sebagainya. Ada kalanya buku

pelajaran disusun oleh panitia penulisan buku. Buku ini dapat disebarluaskan

secara nasional. Untuk menjamin mutu buku itu, sering diikutsertkan para ahli

dalam cahang ilmu pengetahuan tertentu dan ahli pendidikan.

Prosedur ini banyak diikuti, karena banyak keuntungannya. Buku pelajaran

mempunyai scope dan sequence tertentu, jadi telah jelas apa yang hams diajarkan

dan bagaimana urutannya. Ini memberikan rasa tenteram kepada guru karena ia

tak perlu lagi mencari-cari. Akan tetapi prosedur ini juga tidak membangkitkan

kreativitas guru.

2. Prosedur eksperimental.

Bahan pelajaran dapat ditentukan secara eksperimental dengan mengadakan

penelitian hingga manakah bahan itu memang serasi untuk mencapai sasarannya.

Biasanya metode ini digunakan untuk menyelidiki keserasian bahan yang khusus

untuk tujuan yang spesifik, agar dapat dikuasai faktor-faktor yang mempengaruhi,

agar keilmiahannya dapat dipertahankan. Misalnya dapat diselidiki cerita-cerita

apakah yang paling disukai anak-anak pada usia tertentu. Kalau percobaan ini

Page 221: asas- asas kurikulum

dilakukan pada sejumlah besar anak, maka ada pegangan yang lebih kokoh dalam

pemilihan cerita yang sesuai dengan keinginan anak, daripada hanya bergantung

pada pendapat guru atau pengarang.

Untuk tujuan-tujuan yang lebih umum, metode ini kurang sesuai, karena

sulitnya menguasai semua faktor, termasuk pribadi guru dan pengalaman anak.

Juga perlu dipikirkan, hingga manakah hasil penelitian sekarang berlaku untuk

masa datang, karena misalnya selera anak terhadap cerita-cerita tertentu dapat

berubah karena perkembangan zaman.

3. Prosedur ilmiah atau analitis.

Bahan pelajaran dapat ditentukan dengan menganalisis situasi-situasi di

mana bahan pelajaran itu diperlukan. Dapat dianalisis kegiatan manusia dewasa

dalam kehidupannya sehari-hari seperti yang dilakukan oleh Franklin Bobbitt,

dapat pula dianalisis berbagai jabatan, misalnya jabatan jururawat, guru

penerbang, sekretaresse, dan sebagainya seperti yang mula-mula dilakukan oleh

Charters. Dengan mengetahui kegiatan, ketrampilan, sikap, pengetahuan dan

kompetensi-kompetensi yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan itu dengan

baik, dapat pula ditentukan bahan pelajaran yang serasi untuk itu.

Analisis pekerjaan atau kegiatan dapat dilakukan dengan berbagai cara,

antara lain mengadakan wawancara tentang segala macam tugas seorang pekerja,

melakukan pekerjaan itu sendiri, atau mengobservasi pekerja melakukan

tugasnya. Analisis ini akan menghasilkan daftar sejumlah kegiatan yang dapat

disusun menurut pentingnyaa dan frekuensinya.

Analisis memecahkan keseluruhan tugas dalam kegiatan-kegiatan yang

lebih terinci, sehingga identitas keseluruhan lenyap. Yang dianalisis ialah keadaan

sekarang yang tidak menunjukkan keadaan seharusnya. Namun metode analisis

ini sangat berfaedah untuk menentukan bahan pelajaran bagi tugas dan jabatan

yang jelas dan terbatas unsur-unsurnya.

4. Prosedur konsensus.

Cara keempat ialah memperoleh konsensus dengan meminta pendapat

orang-orang yang dianggap berwewenang, antara lain ahli-ahli dalam bidang studi

Page 222: asas- asas kurikulum

tertentu, tokoh-tokoh masyarakat, perusahaan, dan sebagainya. Pendapat-pendapat

itu dapat dikumpulkan dengan daftar pertanyaan yang kemudian ditabulasi dan

diinterpretasi.

Metode ini mudah dilaksanakan, namun konsensus berdasarkan tabulasi dan

suara terbanyak belum menjamin keserasian bahan pelajaran. Ada pula

kemungkinan bahwa pendapat orang yang ditanyai itu dipengaruhi oleh

prasangka, tradisi, keinginan pribadi atau faktor-faktor subyektif lainnya. Sesudah

ditabulasi tidak lagi diadakan diskusi antara mereka yang mengisi daftar

pertanyaan itu dan interpretasinya terserah pada para pengolahnya.

5. Prosedur-prosedur lainnya.

Prosedur-prosedur lain yakni (a) social functions procedure, (b) persistent

life situation procedure dan (c) adolescent needs or problems procedure,

menentukan bahan pelajaran menurut prinsip-prinsip utama yang mendasari

kurikulum itu.

(a) Prosedur fungsi-fungsi sosial.

Seperti telah dibicarakan sebelumnya dengan "social functions" atau "major

areas of living": dimaksud pusat-pusat kegiatan manusia dalam masyarakat.

Dengan mempelajari pusat-pusat kegiatan manusia ini anak-anak diharapkan

mengenal kehidupan dan masalah-masalah masyarakat dewasa ini. Fungsi-fungsi

sosial itu seperti: perlindungan dan pengawetan hidup, milik, dan suber alam,

produksi, konsumsi, komonikasi dan transpor, dan sebagainya adalah pokok-

pokok sebagai pegangan untuk menentukan kegiatan-kegiatan belajar. Pokok-

pokok ini sangat umum dan masih perlu diuraikan lebih lanjut oleh para pendidik

secara lokal, agar pelajaran itu sesuai dengan keadaan setempat. Program ini

fleksibel dan mungkin sekali mengalami perubahan dari tahun ke tahun apalagi

karena dalam pelaksanaannya diadakan perencanaan bersama dengan murid

seperti lazimnya dilakukan dalam pengajaran broad unit.

Kurikulum ini mengutamakan aspek sosial dan tidak begitu menonjolkan

soal kebutuhan dan minat pelajar, sekalipun tidak mengabaikannya.

Page 223: asas- asas kurikulum

(b) Prosedur "persisten life situations".

Prosedur ini memperhatikan kebutuhan, masalah, dan minat anak dan

pemuda menurut taraf perkembangan dalam dunia yang kompleks dan dinamis

ini. Masalah-masalah pokok yang dihadapi itu "persistent" yakni senantiasa pada

hakikatnya sama, dulu, sekarang maupun di masa mendatang di mana saja di

dunia ini, akan tetapi situasinya berbeda-beda dan berubah-ubah. Dengan

mengikuti kurikulum ini murid-murid dipersiapkan untuk menghadapi masalah-

masalah itu dalam hidupnya di masyarakat.

Stratemeyer cs menganalisis situasi-situasi itu sejauh mungkin, namun para

pendidik masih harus mengadakan perencanaan yang lebih terperinci dan

kongkret untuk dilaksanakan dalam kelas. Tentu saja kurikulum serupa ini

fleksibel dan bahan pelajaran harus disesuaikan setiap kali dengan perubahan-

perubahan yang terjadi di dunia maupun setempat. Jadi cara menentukan scope

atau ruang lingkup pelajaran banyak persamaannya dengan prosedur fungsi-fungsi

sosial. Seperti halnya dengan kurikulum fungsi-fungsi sosial kurikulum ini pun

dapat memanfaatkan bahan dari berbagai disiplin atau mata pelajaran, sejauh

bahan itu diperlukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Ada

kemungkinan pengetahuan murid tentang berbagai subject atau mata pelajaran

bahkan lebih luas lagi daripada yang diperoleh melalui kurikulum yang subject-

centered hanya tidak dalam susunan logis sistematis yang lazim.

(c) Prosedur kebutuhan atau masalah pemuda.

Prosedur ini bertitik tolak dan kebutuhan pemuda atau masalah-masalah

yang mereka hadapi. Oleh sebab kebutuhan atau masalah itu selalu timbul dalam

lingkungan masyarakat tempat mereka hidup maka dengan sendirinya masalah-

masalah masyarakat juga mendapat perhatian.

Prosedur ini diterapkan dalam "the Eight Year Study" (1932-40) yang

mengadakan percobaan dengan kurikulum ini di 30 sekolah menengah di Amerika

Serikat. Waktu itu ide ini sangat progresif. Percobaan ini merupakan suatu sukses,

akan tetapi karena pecahnya Perang Dunia II hasilnya tidak mendanqt cambutan

selayaknya.

Page 224: asas- asas kurikulum

Untuk menentukan bahan pelajaran diselidiki buku-buku psikologi,

diadakan questionnaires, checklist, observasi dan sebagainya. Ross Mooney

mengumpulkan 132 masalah pemuda yang digolongkannya dalam 11 bidang,

yakni: (1) Kesehatan dan perkembangan jasmani, (2) Keuangan, kondisi hidup

dan pekerjaan, (3) Kegiatan sosial dan rekreasi, (4) Berpacaran, seks dan

perkawinan, (5) Hubungan sosial-psikologis (6) Hubungan pribadi-psikologis, (7)

Moral dan agama, (8) Rumah tangga dan keluarga, (9) Masa depan: Pekerjaan dan

pendidikan, (10) Penyesuaian dengan pelajaran sekolah, (11) Kurikulum dan

pengajaran.

Di samping klasifikasi Ross Mooney ini ada lagi cara penggolongan lain. Ini

bergantung pada bahan yang diterima dari orang-orang yang diminta pendapatnya

dan cara menggolongkannya.

Setiap bidang dapat lagi diuraikan lebih lanjut. Dan seperti halnya dengan

prosedur fungsi-fungsi sosial dan "persistent life situation" guru-guru setempat

harus lagi merencanakan bersama, sering dengan murid, juga dengan orang tua,

untuk menyesuaikan kurikulum itu dengan kebutuhan dan masalah pemuda di

sekolah itu. Perubahan senantiasa ada dari tahun ke tahun seperti halnya dengan

kurikulum yang fleksibel lainnya yang berusaha menyesuaikannya dengan

tuntutan murid dan masyarakat.

Untuk membantu guru-guru dalam perencanaan broad unit maka dapat

disusun suatu, resource unit. Resource unit ini merupakan suatu sumber yang

dapat membantu guru untuk merencanakan, mengembangkan, dan menilai suatu

unit. Resource unit menguraikan secara komprehensif dan sistematis tujuan, ruang

lingkup bahan pelajaran berupa konsep-konsep, pokok-pokok, masalah-masalah,

dan sebagainya, berbagai-bagai saran tentang kegiatan-kegiatan mengajar-belajar,

daftar buku, dan alat-alat pengajaran serta cara-cara mengevaluasi unit itu.

MENENTUKAN SEQUENCE DALAM KURIKULUM

"Scope" mengenai apa yang akan diajarkan, yaitu ruang lingkup atau luas

bahan pelajaran, jenis dan bentuk pengalaman-pengalaman belajar, pada berbagai

tingkat perkembangan anak guna mencapai tujuan-tujuan pendidikan.

Page 225: asas- asas kurikulum

Dengan "sequence" (baca: si-kuens) dimaksud urutan pengalaman belajar

itu diberikan. Sering ini diartikan sebagai kapan pengalaman belajar atau bahan

pelajaran itu harus diberikan, atau disempitkan menjadi di kelas berapa bahan

pelajaran tertentu harus diajarkan.

Scope dan sequence erat hubungannya dalam penyusunan kurikulum, oleh

sebab tiap bahan harus diberikan pada waktu yang setepat-tepatnya. Akan tetapi

waktu yang tepat itu tidak selalu mudah ditentukan. Sering ini dilakukan

berdasarkan tradisi. Pembanian pendidikan dapat mengubah kebiasaan lama dan

masalah urutan atau sequence turut mengalami perubahan.

Pada zaman sebelum perang dunia II dirasakan sudah tepat mengajarkan

hitungan dari 1 - 20 di kelas SD, 1- 100 di kelas II, sedangkan pecahan baru boleh

dibicarakan di kelas III. Aljabar dan ilmu ukur baru boleh diajarkan di kelas I

SMA, Ilmu Bumi dimulai di kelas III, ilmu alam baru diajarkan di kelas V, Ilmu

Bumi dunia diberikan di kelas VI, membicarakannya sebelumnya dianggap me-

langgar peraturan dan dirasa terlampau sulit bagi anak karena tidak sesuai dengan

perkembangan dan kemampuannya.

Urutan itu rupanya tidak seketat yang diduga dan mengalami perubahan

total akhir-akhir ini. Matematika modern yang diajarkan di kelas I SD sudah

memberikan aljabar dan ilmu ukur, padahal matematika dianggap suatu disiplin

yang tersusun paling logis dan sistematis mengenai urutannya. Ilmu alam atau

fisika, kini dalam bentuk ilmu pengetahuan alam sudah diberikan sejak kelas I

SD, bahkan tidak ada keberatan untuk mengajarkan di Taman Kanak-kanak.

J. Bruner mengatakan bahwa prinsip-prinsip tiap mata pelajaran dapat

diajarkan kepada setiap orang pada setiap usaha dalam suatu bentuk tertentu oleh

sebab ide-ide pokok yang mendasari setiap ilmu sebenarnya sederhana.

Juga J. Piaget membuktikan bahwa anak-anak lebih cepat dapat berpikir

secara formal daripada yang diduga semula. Dahulu orang menyangka bahwa

anak-anak belum dapat berpikir logis. Itu sebab mereka disuruh menghafal.

Berpikir dengan konsep-konsep dianggap baru dapat dilakukan pada usia yang

lebih lanjut yaitu pada tingkat sekolah lanjutan. Menurut J. Piaget anak umur

Page 226: asas- asas kurikulum

tujuh tahun sudah dapat berpikir formal dan logis, jadi dapat dikembangkan

dengan bahan pelajaran yang sesuai. Tidak mengembangkan kemampuan berpikir

ini akan berarti merugikan anak.

Pendapat Bruner dan Piaget yang makin banyak diakui oleh para pendidik

dan pembina kurikulum tak dapat tiada akan mempengaruhi sequence atau urutan

bahan pelajaran.

Dua pendekatan.

Dalam penentuan urutan bahan pelajaran dapat diikuti dua macam

pendekatan. Yang pertama ialah lebih dahulu menentukan bahan pelajaran untuk

kelas-kelas tertentu. Kemudian diusahakan dengan berbagai cara agar anak dapat

mencernakan bahan pelajaran itu. Diselidiki kesulitan-kesulitan yang dihadapi

anak, diciptakan alat-alat peraga dan diterapkan metode mengajar-belajar yang

serasi untuk membantu anak mempelajari bahan pelajaran itu. Jadi dalam

pendekatan ini yang dipentingkan ialah bahan pelajaran dan anak harus

menyesuaikan diri dengan bahan pelajaran untuk kelasnya.

Pendekatan kedua ialah menyesuaikan bahan pelajaran dengan taraf

perkembangan anak. Untuk itu perlu diselidiki tingkat pengetahuan dan

kemampuan anak agar dapat ditentukan bahan yang sesuai.

Beberapa kesulitan yang dihadapi ialah bahwa kemampuan anak-anak

sangat berbeda walaupun usia mereka sama, dalam segala ciri-ciri yang dapat

diukur.

Dianggap bahwa bahan pelajaran mempunyai struktur tertentu yang harus

diikuti untuk mempelajarinya. Struktur disiplin itulah yang menentukan urutan

bahan pelajaran dan demikian pula langkah-langkah dalam proses belajar.

Ternyata bahwa bahan disiplin dapat disusun dengan berbagai cara, jadi

mempunyai tidak hanya satu macam struktur. Dengan demikian urutan bahan

pelajaran tidak semantap yang diduga semula.

Faktor-faktor dalam penempatan bahan pelajaran.

Page 227: asas- asas kurikulum

Dalam menentukan kapan atau di kelas berapa bahan pelajaran sebaiknya

diajarkan biasanya orang berpegang pada sejumlah faktor. Seperti telah

dikemukakan tidak ada patokan yang pasti mengenai sequence ini, namun dalam

penyusunan kurikulum tak dapat tiada harus kita putuskan kapan sesuatu harus

diajarkan. Faktor-faktor itu ialah antara lain:

1. Taraf kesulitan bahan pelajaran.

Pada umumnya bahan yang mudah dan sederhana lebih dahulu diberikan

daripada yang sukar dan kompleks. Anak-anak mulai diajarkan bilangan kecil

sebelum angka-angka yang besar. Mereka lebih dahulu mempelajari lingkungan

dekat yang dikenalnya secara langsung baru kemudian daerah yang jauh letaknya.

Lagu kanak-kanak jauh lebih sederhana daripada lagu-lagu untuk orang yang

lebih lanjut usianya.

Tak selalu mudah menentukan yang manakah yang mudah dan yang sukar.

Membaca permulaan dengan huruf ternyata lebih sukar daripada memulainya

dengan kata-kata.

Namun bahan pelajaran memang mempunyai tingkat-tingkat kesukaran.

Kalimat panjang lebih sukar daripada kalimat pendek. Menghitung sejumlah

benda lebih mudah daripada menghitung daya tahan suatu jembatan. Makin

banyak unsur yang terlibat dalam suatu masalah, makin kompleks problema itu

makin tinggi taraf kesulitannya. Karena kenyataan itu maka dalam penempatan

bahan pelajaran perlu dipertimbangkan taraf kesulitannya.

2. Apersepsi atau pengalaman lampau.

Sesuatu yang baru hanya dapat dipahami berdasarkan pengetahuan atau

pengalaman yang telah dimiliki. Karena itu diusahakan adanya kontinuitas dalam

bahan pelajaran. Pelajaran yang lampau menjadi syarat untuk memahami

pelajaran yang baru.

Dalam sejarah salah satu cara ialah memberikannya mulai dan zaman purba

kala dan berangsur-angsur maju sampai zaman sekarang. Hal ini juga kita dapat

dalam pelajaran lain. Pada suatu ketika kemampuan berhitung dianggap syarat

Page 228: asas- asas kurikulum

untuk aljabar. Matematika, fisika, biologi dianggap prasyarat untuk fakultas

kedokteran.

Prinsip apersepsi atau 'entry behavior" ini bertahan erat dengan prinsip

kesukaran. Dianggap bahwa kontinuitas akan tercapai bila kita mulai dengan yang

dianggap mudah untuk kemudian meningkat kepada yang lebih sulit. Dalam

pengajaran berprograma suatu pelajaran dipecah-pecah menjadi bagian-bagian

kecil yang mudah dipelajari. Bagian-bagian ini merupakan langkah-langkah

menuju kepada penguasaan pelajaran.

3. Kematangan anak.

Kematangan diakibatkan oleh perkembangan intern, pertumbuhan syarat

atau fisiologis dan dianggap tak dapat dipengaruhi banyak oleh faktor-faktor luar.

Pada suatu ketika anak mulai belajar berbicara atau berjalan. Sebelum waktu itu

usaha mempercepatnya akan gagal.

Akan tetapi setelah masa kematangan itu anak mulai belajar. Proses belajar dapat

banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor luar.

Pada umumnya soal kematangan ini hanya diketahui berkenaan dengan

anak-anak kecil. Mengenai kematangan anak untuk mempelajari kewargaan

negara, ilmu ukur ruang, psikologi, filsafaat, dan sebagainya tak banyak yang kita

ketahui. Dalam teori sering kita katakan bahwa bahan pelajaran harus disesuaikan

dengan kematangan anak, tanpa sebenarnya mengetahuinya dengan jelas.

4. Usia mental anak.

Demikian pula kita menginginkan agar bahan pelajaran harus sesuai dengan

usia mental anak. Kita ketahui bahwa anak-anak berlainan kemampuan

mentalnya. Memberikan bahan yang sama kepada anak yang tinggi dan rendah

inteligensinya pasti merugikan anak. Berbagai usaha dijalankan untuk memenuhi

tuntutan perbedaan individual ini, sehingga bahan pelajaran diberikan menurut

sequence yang sesuai dengan kesanggupan anak.

5. Minat anak.

Minat anak menjadi faktor utama dalam pcnentuan bahan dan urutannya di

sekolah yang "child centered". Minat anak dapat berubah-ubah. Ada minat yang

Page 229: asas- asas kurikulum

timbul karena perkembangan anak, misalnya minat untuk alam sekitar, untuk

keadaan sosial, untuk agama dan ide-ide filosofis atau untuk pergaulan dengan

anggota jenis kelamin lain. Ada pula minat yang dipengaruhi oleh lingkungan,

seperti minat untuk radio, motor, naik gunung dan sebagainya.

Dalam penempatan bahan pelajaran minat anak sudah sewajarnya perlu

diperhatikan, apalagi minat yang timbul sebagai akibat perkembangan anak. Ini

banyak sedikit dapat diperhitungkan lebih dahulu.

Untuk hal-hal lain selalu dapat diusahakan dengan metode mengajar yang

baik untuk membangkitkan minat anak. Minat dapat timbul berdasarkan

pengetahuan yang diperoleh dari pelajaran-pelajaran lampau.

SEQUENCE PROSES BELAJAR

Masalah urutan atau sequence sering hanya dihubungkan dengan soal

penempatan bahan pelajaran, yakni menentukan kapan bahan itu harus diajarkan.

Maka diberilah pedoman seperti dari yang mudah kepada yang sulit, yang dekat

kepada yang jauh yang sederhana kepada yang kompleks, dari bagian kepada

keseluruhan atau sebaliknya.

Akan tetapi menurut Hilda Taba kita jangan lupakan urutan dalam proses

belajar. Kurikulum biasanya hanya menentukan urutan bahan pelajaran,

sedangkan soal urutan proses belajar diserahkan kepada guru.

Urutan proses belajar antara lain mengenai langkah-langkah untuk

mengembangkan konsep-konsep, sikap dan kesanggupan berpikir. Petunjuk "dari

kongkret kepada yang abstrak" kurang memadai. Kita tak tahu misalnya berapa

hal yang kongkrit harus diberikan agar anak dapat menangkap pengertian yang

abstrak.

Juga belum cukup pengetahuan kita bagaimana langkah-langkah atau urutan

untuk memahami suatu konsep atau berpikir kritis dan kreatif. Kita tahu bahwa

cara-cara membentuk konsep berbeda-beda, tergantung pada konsep yang akan

diajarkan. Misalnya konsep "perang kemerdekaan" dan "pemuaian logam" tidak

sama cara mengembangkannya. "Pemuaian logam" dapat diberikan konsepnya

Page 230: asas- asas kurikulum

dengan metode demonstrasi. Pengertian perang kemerdekaan memerlukan cara

yang berbeda sekali.

Menurut Hilda Taba, bukan hanya urutan mengenai bahan pelajaran saja

yang penting, melainkan juga urutan dalam proses belajar atau pengalaman-

pengalamaan belajar.

RANGKUMAN

1. Dengan scope dimaksud luas atau ruang lingkup bahan pelajaran.

2. Kesulitan dalam menentukan scope ialah (1) sangat cepat bertambahnya

pengetahuan, (2) tidak adanya kriteria yang pasti tentang bahan pelajaran yang

harus diberikan, (3) tidak memadainya mata pelajaran tradisional.

3. Sering matapelajaraan baru, sedangkan matapelajaran yang ada bercokol terus.

4. Dalam menentukan bahan pelajaran harus diadakan pilihan, atau seleksi,

karena luasnya bahan yang tersedia dan terbatasnya waktu belajar serta

kemampuan anak.

5. Kriteria dalam penentuan bahan ialah (1) tujuan, (2) nilai sebagai warisan, (3)

penguasaan disiplin, (4) nilainya bagi kehidupan dalam masyarakat (5)

kebutuhan dan minat anak.

6. Bahan pelajaran hendaknya jangan hanya meliputi pengetahuan melainkan

juga keterampilan mental.

7. Aliran yang dianut oleh pembina kurikulum merupakan suatu faktor dalam

penentuan bahan pelajaran.

Beberapa prosedur penentuan bahan pelajaran ialah (1) menerima otoritas para

ahli, (2) eksperimen (3) analisis kegiatan, (4) konsensus, (5) fungsi social, (6)

persistent life situations, (7) kebutuhan pemuda.

8. Menentukan scope kurikulum yang subject centered lebih mudah daripada

yang integrated. Yang terakhir ini lebih fleksibel.

9. Dengan "sequence" dalam pembinaan kurikulum dimaksud urutan

pengalaman belajar, yakni apabila bahan itu harus diajarkan.

10. Penempatan bahan pelajaran berupa matapelajaran sudah jauh berbeda dengan

sebelum Perang Dunia II. Matematika yang dulu diajarkan di SMP, kini sudah

mulai diberikan di kelas I SD.

Page 231: asas- asas kurikulum

11. Menurut J. Bruner prinsip-prinsip tiap mata pelajaran dapat diajarkan kepada

setiap anak pada setiap usia dalam suatu bentuk tertentu. Pendapat ini dapat

menimbulkan perobahan besar mengenai penempatan mata pelajaran.

12. J. Piaget berpendapat berdasarkan penelitiannya bahwa anak berusia tujuh

tahun telah dapat berpikir logis dan formal.

13. Dalam penentuan sequence dapat diikuti dua pendekatan yaitu (1)

menyesuaikan bahan dengan anak, atau (2) menyesuaikan anak dengan bahan.

14. Faktor-faktor dalam penentuan "sequence" ialah (1) taraf kesulitan bahan

pelajaran (2) apersepsi atau pengalaman yang telah ada, (3) kematangan anak,

(4) usia mental anak (5) minat anak.

15. Sequence tidak hanya mengenai bahan pelajaran tetapi juga dalam proses

belajar, yaitu langkah-langkah untuk mengembangkan konsep-konsep, sikap,

kesanggupan berpikir.

PERTANYAAN DAN TUGAS

1. Apa yang dimaksud dengan scope dan sequence?

2. Kesulitan apakah dihadapi dalam menentukan scope?

3. Apa sebab lebih mudah menambahkan matapelajaran baru daripada

mengurangi yang ada?

4. Apakah yang termasuk subject matter atau bahan pelajaran?

5. Sebutkan berapa kriteria untuk menentukan bahan pelajaran.

6. Sekalipun telah diketahui tujuan pelajaran, apa sebab masih sulit untuk

menentukan bahan pelajaran yang serasi?

7. Coba sebutkan suatu tujuan. Tentukan bahan yang saudara anggap serasi

untuk mencapai tujuan itu.

8. Apakah kelemahan bahan pelajaran yang merupakan warisan dari generasi

lampau?

9. Pada hakekatnya perguruan tinggilah yang menentukan kurikulum SMA

bahkan SD. Berikan komentar saudara.

10. Apakah dasar Herbert Spencer menentukan bahan pelajaran?

11. Bagaimanakah cara Franklin Bobbitt menentukan scope kurikulum?

12. Kelemahan apakah terdapat dalam prosedur yang diikuti oleh Franklin

Bobbitt?

Page 232: asas- asas kurikulum

13. Apakah kelemahan scope kurikulum yang ditentukan herdasarkan minat dan

kebutuhan anak?

14. Scope tidak hanya meliputi materi tetapi juga proses belajar. Apa maksudnya?

Yang manakah yang lebih penting menurut pendapat saudara?

15. Dalam penentuan bahan pelajaran aliran yang dianut sangat berpengaruh.

Berikan penjelasan dan contoh-contoh.

16. Sebutkan prosedur-prosedur untuk menentukan scope kurikulum. Beri

penjelasan tentang tiap prosedur.

17. Tinjau setiap prosedur. Cari segi kebaikan dan kekurangannya.

18. Apakah keberatan jika buku pelajaran menentukan scope kurikulum? Adakah

keuntungan dan kebaikannya?

19. Apakah kurikulum 1975 disusun berdasarkan eksperimen? Prosedur apakah

yang digunakan?

20. Dari berbagai macam prosedur itu, yang manakah paling menarik bagi

saudara? Berikan alasan.

21. Berikaan contoh-contoh bahwa sequence mengalami perubahan besar.

22. Bagaimanakah pendapat Bruner dan Piaget, yang mempengaruhi soal

sequence dalam kurikulum.

23. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi sequence bahan pelajaran.

Jelaskan setiap faktor dan bicarakan baik buruknya.

24. Apa yang dimaksud dengan sequence proses belajar, yang perlu diperhatikan

di samping sequence bahan pelajaran sendiri?

Page 233: asas- asas kurikulum

BAB 9MENGUBAH KURIKULUM

SEBAB-SEBAB KURIKULUM DIUBAH

Kurikulum itu selalu dinamis dan senantiasa dipengaruhi oleh perubahan-

perubahan dalam faktor-faktor yang mendasarinya. Tujuan pendidikan dapat

berubah secara fundamental, bila suatu negara beralih dari negara yang dijajah

menjadi negara yang merdeka. Dengan sendirinya kurikulum pun harus

mengalami perubahan yang menyeluruh.

Kurikulum juga diubah bila tekanan dalam tujuan mengalami pergeseran.

Misalnya pada tahun 30-an sebagai pengaruh golongan progresif di USA tekanan

kurikulum adalah pada anak, sehingga kurikulum mengarah kepada child-centered

curriculum sebagai reaksi terhadap subject-centered curriculum yang dianggap

terlalu bersifat adult dan society-centered. Pada tahun 40-an, sebagai akibat

perang, asas masyarakatlah yang diutamakan dan kurikulum menjadi lebih

society-centered. Pada tahun 50-an dan 60-an, sebagai akibat Sputnik yang

menyadarkan Amerika Serikat akan ketinggalan dalam ilmu pengetahuan, para

pendidik lebih cenderung kepada kurikulum yang discipline-centered, yang mirip

kepada subject-centered curriculum. Tampaknya seakan-akan orang kembali lagi

kepada titik tolak semula. Akan tetapi lebih tepat, bila kita katakan, bahwa

perkembangan kurikulum seperti spiral, tidak sebagai lingkaran, jadi kita tidak

kembali kepada yang lama, tetapi pada suatu titik di atas yang lama.

Kurikulum dapat pula mengalami perubahan bila terdapat pendirian baru

mengenai proses belajar, sehingga timbul bentuk-bentuk kurikulum seperti

activity atau experience curriculum, programmed instruction, pengajaran modul,

dan sebagainya.

Perubahan dalam masyarakat, eksplosi ilmu pengetahuan, dan lain-lain

mengharuskan adanya perubahan kurikulum. Perubahan-perubahan itu

menyebabkan kurikulum yang berlaku tidak lagi relevan, dan ancaman serupa ini

akan senantiasa dihadapi oleh setiap kurikulum, betapapun relevannya pada suatu

saat.

Page 234: asas- asas kurikulum

Maka karena itu perubahan kurikulum merupakan hal biasa. Malahan

mempertahankan kurikulum yang ada akan merugikar anak-anak dan dengan

demikian fungsi kurikulum itu sendiri. Biasanya perubahan satu asas akan

memerlukan perubahan keseluruhan kurikulum itu.

PERUBAHAN ATAU PERBAIKAN KURIKULUM

Perbaikan kurikulum biasanya hanya mengenai satu atau beberapa aspek

dari kurikulum, misalnya metode mengajar, alat peraga, buku pelajaran dengan

tetap menggunakan kurikulum yang berlaku.

Perubahan kurikulum mengenai perubahan dasar-dasarnya, baik mengenai

tujuan maupun alat-alat atau cara-cara untuk mencapai tujuan itu. Mengubah

kurikulum sering berarti turut mengubah manusia, yaitu guru, pembina

pendidikan dan merek-mereka yang mengasuh pendidikan. Itu sebab perubahan

kurikulum dianggap sebagai perubahan sosial, suatu social change. Perubahan

kurikulum, juga disebut pembaruan atau inovasi kurikulum, tentu saja dimaksud

untuk mencapai perbaikan, sekalipun perubahan itu tidak dengan sendirinya

membawa perbaikan. Perbaikan yang diperoleh mungkin membawa hasil

sampingan yang kurang baik menurut penilaian pihak tertentu.

PENILAIAN KURIKULUM

Sebelum mengubah kurikulum hendaknya diadakan penilaian tentang

kurikulum yang sedang dijalankan. Penilaian juga perlu untuk mengetahui hingga

manakah kurikulum mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan seperti yang

tercantum dalam kurikulum itu. Penilaian kurikulum tidak mudah. Baik tidaknya

suatu kurikulum pada hakekatnya dapat dinilai dan hasilnya, yakni dari

kedudukan, kehidupan, atau prestasi pada lulusannya. Bila lulusannya menduduki

tempat yang penting dalam pemerintahan, perusahaan, dan masyarakat, maka

lembaga pendidikan itu mendapat nama baik dan kurikulumnya dianggap efektif.

Namun kita dapat menyangsikan kebenaran anggapan itu, karena yang diandalkan

hanya mereka yang sangat menonjol prestasinya, sedangkan mereka yang tidak

menduduki tempat yang berarti dalam masyarakat, bahkan yang gagal, tidak

mendapat perhatian. Penilaian itu terlampau kasar dan tidak didasarkan atas

penelitian yang sistematis. Dan kita dapat bertanya, apakah masalah itu dapat di-

Page 235: asas- asas kurikulum

selidiki sepenuhnya, karena banyaknya faktor lain di luar mata pelajaran yang

turut mempengaruhi perkembangan pribadi seseorang.

Kalau kita menilai kurikulum, kita harus menilai komponen-komponennya

yaitu (1) tujuan kurikulum, (2) pengalaman-pengalaman belajar untuk

mengembangkan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan murid, (3) organisasi

pengalaman belajar itu, urutan pengalaman itu, hubungannya dengan pengalaman

lain, (4) caracara mengevaluasi hasil belajar murid.

Jadi penilaian kurikulum harus dimulai dengan hakikat dan tujuan

kurikulum. Kurikulum adalah alat untuk mengubah kelakuan anak-didik.

Efektivitas kurikulum berwujud dalam perubahan pengetahuan sikap dan

keterampilan murid. Tentu saja, tanpa pendidikan formal, setiap anak akan

menjalani perubahan menuju ke kedewasaan. Akan tetapi tanpa pendidikan

sekolah, perubahan-perubahan tertentu yang diinginkan tidak akan terjadi.

Kurikulum sekolah bukan satu-satunya alat untuk mengubah kelakuan

manusia. Dengan adanya kurikulum juga kita belum dapat meramalkan, apakah

akan tercapai hasil yang diharapkan. Kita belum memiliki suatu teori belajar yang

menjamin akan tercapainya tujuan yang ditentukan dengan kegiatan mengajar-

belajar tertentu. Dengan psikologi sosial juga tidak dapat kita ramalkan kelakuan

dan prestasi seseorang dalam jangka panjang kelak dalam masyarakat. Hasil

angka-angka ujian akhir, misalnya tidak dapat dijadikan patokan untuk

meramalkan masa depan seorang lulusan.

Untuk menilai suatu kurikulurn perlu tujuan itu jelas dirumuskan. Ada yang

menginginkan, agar tujuan itu spesifik, dalam bentuk kelakuan yang dapat dilihat

dan diukur. Bloom memberikan suatu pegangan tentang cara melakukannya.

Dengan rumusan tujuan yang spesifik, penilaian dapat dilakukan dengan lebih

cermat. Namun apakah dengan taksonomi Bloom itu dapat misalnya dihasilkan

manusia Pancasila yang sejati, masih dapat diragukan.

Demikian pula dapat diragukan hasil semua mata pelajaran, apakah dapat

mencapai tujuan seperti yang dirumuskan dalam kurikulum itu. Apakah dengan

pelajaran civics atau IPS terbentuk warga negara yang taat kepada undang-undang

Page 236: asas- asas kurikulum

dan peraturan negara serta mengabdi kepada kepentingan masyarakat? Apakah

matematika menghasilkan manusia yang lebih sanggup herpikir logic sistematis,

pelajaran agama membentuk manusia yang lebih taat kepada perintah Tuhan, dan

sebagainya? Sanggupkah kurikulum mencapai tujuan-tujuan menurut apa yang

tercantum dalam kurikulum itu? Ataukah tujuan itu hanya muluk-muluk

tampaknya dan hanya merupakan impian yang tak akan dapat diwujudkan?

Apakah kurikulum hanya mempunyai pengaruh yang terbatas dengan mengakui

bahwa watak atau pribadi seseorang banyak ditentukan oleh faktor-faktor di luar

kurikulum?

Berdasarkan penelitian. Havighurst menemukan, bahwa nilai-nilai atau

norma-norma seseorang kebanyakan diperolehnya dari keluarga, khususnya dari

ibunya. Maka kita dapat bertanya apakah mata pelajaran sejarah atau IPS sanggup

mernupuk norma-norma yang berkenan dengan toleransi, perdamaian dunia,

persaudaraan bangsa-bangsa dan sebagainya.

Penelitian tentang hasil kurikulum atau suatu mata pelajaran sangat sulit.

Hasil kurikulum diperoleh melalui interaksi antara anak dengan kurikulum. Olch

sebab tiap anak mempunyai kepribadian yang berbeda-beda, maka hasilnya pun

akan berlainan pula. Tiap murid memperoleh hal yang berbeda dari kurikulum

yang sama.

Tidak selalu jelas, apakah sebenarnya tujuan kurikulum suatu lembaga

pendidikan. Biasanya tertampau banyak yang diharapkan dan kurikulum itu yang

tidak dapat dipenuhi, suatu yang sebenarnya di luar kesanggupan, atau tidak

termasuk tujuannya yang utama. Misalnya biologi dianggap dapat menimbulkan

keharuan akan kebesaran Tuhan. Namun soal keTuhanan tak dapat dipakai

sebagai alat untuk menilai keberhasilan pelajaran biologi. Soal keTuhanan

sebenarnya lebih merupakan tugas pelajaran agama.

Banyak kesulitan yang dihadapi untuk menilai suatu kurikulum secara

ilmiah. Alat-alat untuk menilainya pun tak tersedia. Maka sering suatu kurikulum

diubah, bukan berdasarkan penilaian atas hasil kurikulum itu, akan tetapi atas

pengaruh berbagai hal lain.

Page 237: asas- asas kurikulum

Sering suatu kurikulum sudah diubah sebelum dinilai hasilnya. Kurikulum

baru biasanya dimasukkan sambil mengeritik kurikulum lama, seakan-akan yang

lama itu tidak mengandung kebaikan-kebaikan, yang dengan sendirinya akan turut

terbuang. Maka sebaiknya setiap perubahan kurikulum sekaligus juga merupakan

perbaikan kurikulum secara menyeluruh.

KESULITAN-KESULITAN DALAM PERUBAHAN KURIKULUM

Sejarah menunjukkan bahwa sekolah itu sangat sukar menerima pembaruan.

Ide yang baru tentang pendidikan memerlukan waktu sekitar sekitar 75 tahun

sebelum dipraktikan secara umum di sekolah-sekolah.

Manusia itu pada umumnya bersifat konservatif dan guru termasuk

golongan itu juga. Guru-guru lebih senang mengikuti jejak-jejak yang lama secara

rutin. Ada kalanya karena cara yang demikianlah yang paling mudah dilakukan.

Mengadakan pembaharuan memerlukan pemikiran dan tenaga yang lebih banyak.

Tak semua orang suka bekerja lebih banyak daripada yang diperlukan. Akan

tetapi ada pula kalanya, bahwa guru-guru tidak mendapat kesempatan atau

wewenang untuk mengadakan perubahan karena peraturan-peraturan

administratif. Guru itu hanya diharapkan mengikuti instruksi atasan.

Pembaharuan kurikulum kadang-kadang terikat pada tokoh yang

mencetuskannya. Dengan meninggalnya tokoh itu lenyap pula pembaruan yang

telah dimulainya itu.

Dalam pembaruan kurikulum ternyata bahwa mencetuskan ide-ide baru

lebih "mudah" daripada menerapkannya dalam praktik. Dan sekalipun telah

dilaksanakan sebagai percobaan, masih banyak mengalami rintangan dalam

penyebarluasannya, oleh sebab harus melibatkan banyak orang dan mungkin

memerlukan perubahan struktur organisasi dan administrasi sistem pendidikan.

Pembaharuan kurikulum sering pula memerlukan biaya yang lebih banyak

untuk fasilitas dan alat-alat pendidikan haru, yang tidak selalu dapat dipenuhi.

Tak jarang pula pembaharuan ditentang oleh mereka yang ingin berpegang

pada yang sudah lazim dilakukan atau yang kurang percaya akan yang baru

Page 238: asas- asas kurikulum

sebelum terbukti kelebihannya. Bersifat kritis terhadap pembaharuan kurikulum

adalah sifat yang sehat, karena pembaharuan itu jangan hanya sekedar mode yang

timbul pada suatu saat untuk lenyap lagi dalam waktu yang tidak lama.

PROSEDUR PEMBARUAN KURIKULUM

Pada pokoknya ada dua prosedur utama untuk mengubah kurikulum yaitu

apa yang disebut "administrative approach" yaitu yang direncanakan oleh pihak

atasan untuk kemudian diturunkan kepada instansi-instansi bawahan sampai

kepada guru-guru, jadi 'from the top down", dari atas ke bawah, atas inisiatif para

administrator.

Yang kedua ialah "grass roots approach", yaitu yang dimulai dari "akar"

"from the bottom up" atau dari bawah, yakni dari pihak guru atau sekolah secara

individual dengan harapan agar meluas ke sekolah-sekolah lain.

Prosedur manakah yang dilaksanakan banyak bergantung pada sistem

pendidikan serta organisasi dan struktur organisasinya. Di negara-negara yang

mempunyai pemerintah pusat yang memegang kekuasaan yang kuat, yang diikuti

biasanya pendekatan administratif. Di kebanyakan negara cara inilah yang

dilakukan, termasuk Indonesia. Ada juga negara, antara lain Inggris yang mem-

berikan wewenang penuh kepada kepala sekolah beserta stafnya untuk

menentukan kurikulum sekolah. Dalam hal ini pembaharuan kurikulum diadakan

atas inisiatif kepala sekolah dan guru-gurunya. Setiap pendekatan mempunyai

kebaikan dan kekurangannya.

Pendekatan administratif banyak menggunakan panitia-panitia untuk

merencanakan kurikulum baru, menyusun buku pelajaran, menyebarluaskannya,

dan sebagainya. Partisipasi diusahakan seluas mungkin agar tercapai konsensus

dan keterlibatan pribadi dan instansi dalam usaha pembaruan kurikulum. Para ahli

pendidikan dan ahli dalam berbagai bidang studi atau disiplin dari perguruan

tinggi diminta bantuannya untuk menghasilkan kurikulurn yang sebaik-baiknya.

Berbagai konsultan dapat dimanfaatkan untuk hal-hal yang diperlukan. Peranan

konsultan hukanlah sebagai "agent of change" akan tetapi sebagai manusia

sumber. Lokakarya, kelompok studi banyak dilakukan untuk membicarakan dan

menghasilkan kurikulum barn itu. Penataran merupakan syarat mutlak untuk

Page 239: asas- asas kurikulum

memberikan ketrampilan kepada guru dalam pelaksanaannya. Seluruh aparat

administrasi pendidikan dikerahkan untuk mengkomunikasikan pembaruan ini

kepada guru-guru dan segenap lapisan masyarakat. Peraturan-peraturan resmi di

keluarkan untuk menjamin terlaksananya kurikulum baru itu. Jadi dalam

pendekatan administratif ini dapat dikerahkan sejumlah besar ahli dan tenaga

edukatif maupun administratif, dengan cara yang terkoordinasi dan terorganisasi.

Untuk usaha yang luas ini dapat disediakan biaya yang diperlukan, yang biasanya

cukup besar jumlahnya.

Pembaruan kurikulum serupa ini dapat dilakukan serentak dan uniform di

seluruh negara dengan melibatkan seluruh aparat kementerian pendidikan. Usaha

pemerintah ini biasanya tidak menemukan tentangan dari pihak guru yang sudah

biaya menerima dan melaksanakan instruksi dan perintah dari atasannya.

Kerja kelompok sangat esensial dalam pengembangan kurikulum.

Kerjasama dan partisipasi semua unsur diperlukan untuk mencapai produktivitas

dan efektivitas optimal. Kerja kelompok memperluas keterlibatan dan komitmen

dalam kurikulum baru. Kerja kelompok merupakan tempat yang subur untuk

berpikir, melahirkan ide-ide baru, dan membicarakan setiap buah pikiran secara

kritis. Setiap peserta dapat melengkapi buah pikiran peserta lainnya menurut

keahlian masing-masing.

Akan tetapi kerja kelompok dapat juga merupakan penghamburan waktu

jika komponen-komponennya tidak dipilih dengan rasional. Anggota kelompok

hendaknya dipilih berdasarkan kompetensi, bukan berdasarkan kedudukan atau

pangkat.

Kerja kelompok memerlukan kepemimpinan yang paham akan proses

dinamika kelompok dan mampu mendorong kelompok ke arah produktivitas

dengan memadukan segala keahlian dalam kelompok itu.

Walaupun pendekatan administratif mempunyai banyak kebaikan, namun

ditinjau dari segi tertentu mempunyai juga kelemahan. Antara lain dikemukakan

bahwa cara ini otoriter dan kurang demokratis dan merupakan keputusan atasan

yang hams dilaksanakan oleh guru-guru. Guru sendiri kurang dilibatkan dalam

Page 240: asas- asas kurikulum

permulaan dan perencanaannya. Karena itu guru-guru kurang berusaha untuk

mendalaminya dan karena kurang memahaminya akan mudah kembali kepada

praktik-praktik yang lama. Maka pembaruan itu menjadi semu belaka dan akan

mengalami kegagalan. Tanpa perubahan pada guru tak akan terjadi perubahan

dalam kurikulum. Pembaharuan yang tidak tumbuh dan berakar dalam pribadi

guru dan hanya melaksanakannya atas dasar kepatuhan akan perintah, akan gagal

dan lenyap jika pengawasan tidak senantiasa diperketat.

Perubahan kurikulum dengan pendekatan "grass roots approach" mulai dari

sekolah secara sendiri-sendiri. Kepala sekolah serta guru menginginkan suatu

perubahan, karena melihat kekurangan-kekurangan dalam kurikulum yang

berlaku. Mereka tertarik oleh ide-ide barn mengenai kurikulum dan bersedia

untuk menerapkannya di sekolah mereka untuk meningkatkan mutu pelajaran.

Semua gum turut berpartisipasi dalam segala aspek pembinaan kurikulum baru.

Dengan demikian mereka terlibat secara pribadi. Mereka berusaha mengatasi

kesulitan sendiri.

Dalam usaha itu mereka dapat meminta bantuan orang tua, tokoh-tokoh di

sekitar, akan tetapi juga dari pihak atasan merupakan bahan, konsultan, bimbingan

dan mungkin juga biaya.

Kurikulum yang mereka susun relevan dengan keadaan riil yang mereka

hadapi, jadi tidak dibuat "di belakang meja tulis" seperti sering terjadi dalam

pendekatan administratif. Mereka bersama menyusun satuan-satuan pelajaran,

kemudian dicobakan sendiri, dinilai untuk diperbaiki.

Di Inggris, usaha ini didukung oleh "Teachers' Centres" yang dihentuk

secara lokal sebagai tempat guru-guru bertemu dan berdiskusi tentang

pembaharuan pendidikan. Ke tempat itu juga datang para pembina pendidikan,

staf pengajar perguruan tinggi, kadangkadang juga pengusaha dan para konsumen

lulusan sekolah.

Inisiatif dan kepemimpinan pembaharuan kurikulum terletak dalam tangan

guru setempat. Tentu saja guru setempat juga mempertimbangkan berbagai faktor

Page 241: asas- asas kurikulum

lainnya seperti peraturan yang berlaku, syarat masuk perguruan tinggi, keinginan

pemerintah dan sebagainya.

Pembaruan kurikulum oleh guru untuk kepentingan anak di sekolah dalam

lingkungan tertentu yang mempunyai kebutuhan tersendiri akan lebih mantap.

Guru-guru mendapat tanggungjawab penuh atas mutu pendidikan yang

merupakan dorongan untuk menjadi kreatif, untuk senantiasa memperhatikan

perkembangan mengenai pembinaan kurikulum.

Kelemahan pendekatan ini ialah bahwa usaha-usaha ini bersifat lokal, tidak

mempunyai koordinasi dan organisasi sehingga tidak dapat disebarkan secara

nasional. Pembaruan bergantung kebanyakan kepada kepala sekolah, yang

mungkin otoriter dan kurang terbuka bagi pembaruan, tetapi juga pada

kemampuan dan kesediaan guru. Mungkin juga perubahan hanya mengenai aspek-

aspek tertentu dari kurikulum dan tidak menyeluruh. Perubahan sektoral akhirnya

akan mengalami kesukaran yang tak dapat diatasi oleh sekolah itu sendiri.

Pembaruan kurikulum adalah usaha yang luas dan kompleks yang memerlukan

pemikiran dan partisipasi dari semua pihak. Sekolah tidak mampu untuk

memperoleh bantuan ini dengan tenaga sendiri. Mungkin pula pembaruan

kurikulum menyangkut peraturan-peraturan pemerintah pusat dan daerah yang

hanya dapat diuhah bila usaha pembaruan bersifat nasional.

Jadi kedua pendekatan itu masing-masing mempunyai kebaikan dan

kekurangannya. Kita tak perlu memandangnya sebagai dua cara yang

bertentangan. Dalam pendekatan administratif dapat diusahakan partisipasi guru-

guru, misalnya dengan menurut sertakan mereka dalam mencobakan kurikulum

baru, meminta pendapat dan penilaian mereka sebagai umpan balik serta

memberikan kebebasan untuk menyesuaikannya dengan keadaan setempat.

Perubahan kurikulum pada hakekatnya berarti mengubah manusia dan

lembaga-lembaga. Menentang perubahan adalah sesuatu yang normal. Namun

menggunakan kekuasaan untuk memaksakan perubahan hanya melahirkan

kepatuhan semu akan tetapi menimbulkan penentangan batin yang akhirnya

menggagalkan usaha perubahan itu. Perencanaan perubahan kurikulum harus me-

Page 242: asas- asas kurikulum

rupakan dialog antara "atasan" dan "bawahan" dalam suasana sating menghargai

pendapat. Perubahan kurikulum adalah sesuatu yang wajar karena perubahan yang

terus-menerus dalam masyarakat dan kehidupan.

Demikian pula pendekatan perubahan dari bawah dapat dibantu oleh

pemerintah dengan mempublikasikan usaha-usaha pembaharuan di sekolah-

sekolah agar secara umum dapat dikenal dan ditiru, sehingga pembaruan itu lebih

terarah dan menyeluruh.

Beberapa cara praktis.

Berbagai jalan praktis ditempuh untuk mengadakan pembaharuan

kurikulum.

1. Pilot project.

Dalam rangka suatu pilot project seorang guru dapat mengadakan percobaan

dengan suatu kurikulum baru dalam suatu bidang studi tertentu. Karena percobaan

ini terbatas, penyelenggaraan, pengawasan, dan penilaiannya relatif mudah diatur.

Andaikan pilot project ini berhasil, masih banyak kesukaran untuk menyebar-

luaskannya, karena menghadapi situasi yang berbeda dan mendapat hambatan dari

ketentuan-ketentuan yang berlaku.

2. Membina kader.

Dapat dididik sejumlah kader yang menguasai seluk-beluk pembaharuan

kurikulum yang ditempatkan di berbagai sekolah untuk mengadakan

pembaharuan-pembaharuan. Kader ini merupakan agen-agen pembaharuan,

pemimpin-pemimpin yang kompeten dan mereka dapat memberi hasil yang baik.

Kelemahannya ialah bahwa ada kemungkinan mereka dianggap sebagai

orang luar yang diberi bayaran khusus untuk mengadakan, bahkan memaksakan

perubahan tanpa meminta keinginan guru-guru di sekolah itu. Jika timbul reaksi

yang negatif dari pihak guru, maka kader ini akan mengalami banyak kesukaran.

3. Memanfaatkan guru.

Page 243: asas- asas kurikulum

Guru dan sekolah yang telah menjalankan kurikulum baru, dapat diminta

bekerja pada sekolah yang belum melakukannya, sehingga dapat disaksikan

bagaimana pelaksanaan pembaharuan itu.

Pelaksanaan ini akan menghadapi kesulitan administratif dalam penempatan

guru di sekolah lain untuk beberapa waktu. Sekolah yang terpencil akan

mengalami kesukaran khusus dalam hal ini.

4. Menyediakan alat pengajaran.

Memberikan laboratorium fisika atau laboratorium bahasa akan mendorong

guru untuk menggunakan metode-metode dan bahan pelajaran baru. Akan tetapi

ada kalanya tenaga pengajar tidak sanggup memanfaatkannya.

5. Memperbarui buku pelajaran.

Buku pelajaran memegang peranan yang penting dalam setiap kurikulum,

juga dalam melancarkan kurikulum yang baru. Buku pelajaran baru dapat

memberikan bahan baru dan juga metode mengajar serta proses belajar yang baru.

Akan tetapi guru-guru sendiri harus mempunyai kesanggupan untuk

menggunakannya.

6. Kerjasama antara sekolah dan universitas.

Universitas yang senantiasa berada di garis depan kemajuan dalam

penelitian dan ilmu pengetahuan dapat membantu sekolah-sekolah untuk

menyesuaikan kurikulum dengan ide-ide baru tentang pendidikan dan

perkembangan baru dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Dapat diusahakan

secara teratur pertemuan-pertemuan antara dosen perguruan tinggi dengan guru-

guru bidang studi di SM untuk keperluan itu.

Universitas dapat pula menyediakan ahli dalam berbagai aspek kurikulum

yang bertindak sebagai konsultan, sedangkan sekolah atau guru dapat memberikan

bahan tentang keadaan yang riil mengenai murid, dan sekolah, sehingga

kurikulum tidak merupakan hasil "di belakang meja tulis".

7. Pembaruan kurikulum pendidikan guru.

Kurikulum pendidikan guru tak dapat tiada harus disesuaikan dengan

perubahan kurikulum di SD - SM, bahkan sebenarnya harus mendahuluinya.

Page 244: asas- asas kurikulum

Pendidikan guru dalam pembaruan akan lebih efektif daripada penataran. Guru-

guru yang sejak mulanya terdidik dalam pelaksanaan kurikulum baru akan lebih

menjamin keherhasilan pembaruan itu. Namun penataran akan tetap diperlukan,

karena pada suatu ketika setiap kurikulum akan memerlukan pembaruan.

8. Mendemonstrasikan suatu pembaruan.

Suatu kelompok kecil, dengan persetujuan kepala sekolah, mengadakan

pembaruan satu mata pelajaran atau lebih dalam satu dua kelas. Mereka

mencobakan suatu unit pelajaran dan setelah ternyata berhasil,

mendemonstrasikannya kepada guru-guru lain. Harapan ialah agar pembaruan ini

diterima baik dan disebarluaskan. Kelompok kecil itu dapat memperoleh bantuan

dan kepala sekolah atau atasan. Namun, sering timbul tentangan dan guru-guru

yang tidak terlibat dalam usaha ini.

9. Memulai dari satuan pelajaran.

Hilda Taba menganjurkan agar pembaruan dimulai dengan satuan pelajaran

yang dapat diterapkan dalam kelas. Pada permulaan ini merupakan percobaan.

Umpan balik digunakan untuk menyempurnakan satuan pelajaran itu.

Perubahan tak mungkin dilakukan dalam seluruh program sekolah, jadi

harus mulai dengan bagian yang kecil dan terbatas. Dari satuan pelajaran yang

eksperimenal ini kemudian dikembangkan suatu kerangka yang lebih luas,

berdasarkan prinsip-prinsip, dasar-dasar teoretis, cara menentukan bahan,

mengevaluasi, dan sebagainya.

Pelaksanaan satuan pelajaran merupakan pelajaran dan latihan bagi guru.

Lamanya latihan itu bergantung pada bcsarnya perbedaan antara cara lama dan

baru. Perubahan kurikulum mengharuskan guru berubah pula. Demikian pula

hams dikembangkan administrasi yang sesuai dengan perubahan kurikulum itu.

Perubahan kurikulum yang berarti mengubah guru, cara belajar murid,

administrasi sekolah, sikap orang tua, dan sebagainya memakan waktu yang lama,

sering bertahun-tahun.

Page 245: asas- asas kurikulum

POLA KURIKULUM

Dalam perubahan kurikulum, demikian pula dalam pembinaan setiap

kurikulum, kita hendaknya bekerja dalam suatu kerangka atau pola yang terdiri

atas komponen-komponen kurikulum itu. Suatu pola yang sederhana adalah

sebagai berikut:

gambar

Bagan 1.

Setiap kurikulum mempunyai keempat komponen utama itu yakni: (1)

tujuan, (2) kegiatan atau pengalaman belajar untuk mencapai tujuan itu, (3)

pengetahuan, yaitu isi atau bahan pelajaran yang diperoleh dan digunakan dalam

proses belajar, (4) penilaian atau evaluasi hasil belajar, untuk mengetahui hingga

mana tujuan itu tercapai.

Keempat komponen itu saling berhubungan. Tujuan menentukan

pengalaman belajar apa yang diperlukan dan pengetahuan yang harus dipilih yang

dapat membawa pelajar kepada tujuan yang ditentukan. Bahan pelajaran

ditentukan oleh tujuan. Jadi lebih dahulu harus dirumuskan tujuan, barulah

kemudian bahan pelajaran dan kegiatan belajar, bukan sebaliknya. Acap kali

dalam pembinaan kurikulum lebih dahulu ditentukan bahan pelajaran yang

disusun menurut buku pelajaran tertentu, barulah dirumuskan tujuan sesuai

dengan bahan itu. Tujuan juga menentukan penilaian, apa yang dinilai dan

bagaimana cara menilainya. Menilai sikap tak sama caranya dengan menilai

keterampilan atau pengetahuan. Yang dinilai bukan hanya tujuan, melainkan juga

pengetahuan dan kegiatan atau proses belajar, seperti tampak pada diagram itu.

Jika tujuan tidak tcrcapai, mungkin kesalahannya terletak pada komponen

pengetahuan, proses belajar, atau pada tujuan itu sendiri.

Page 246: asas- asas kurikulum

Pola kurikulum yang jelas menunjukkan hubungan antara unsur-unsur

kurikulum. Dengan adanya pola itu dapat dijaga keseimbangan antara unsur-

unsurnya. Experience atau activity curriculum misalnya terlampau mengutamakan

kegiatan atau pengalaman belajar dan kurang mementingkan unsur pengetahuan,

sedangkan subject curriculum mengutamakan aspek pengetahuan dan kurang me-

mentingkan kegiatan atau pengalaman belajar. Banyak kurikulum kurang menaruh

perhatian kepada tujuan dan penilaian.

Setiap komponen dapat diolah lebih lanjut misalnya: (Perhatikan, bahwa

bagan 2, 3, 4, dan 5 adalah komponen-komponen yang tampak pada bagan 1,

yang diuraikan lebih lanjut).

Dalam bagan 2 kita lihat sumber-sumber tujuan. Di sini pun dapat kita

usahakan adanya keseimbangan, agar kurikulum itu tidak berat sebelah, yakni

child-centered atau pupil-centered, society-centered, atau subject-centered. Ketiga

sumber itu harus dipertimbangkan dalam kurikulum. Demikian pula tujuannya

harus mengandung aspek kognitif, afektif, dan psikomotor untuk memberikan

pendidikan yang harmonis.

gambar

Bagan 2

Selanjutnya komponen pengetahuan dapat diperlengkapi sebagai berikut

Page 247: asas- asas kurikulum

gambar

Bagan 3

Pengetahuan atau bahan pelajaran diambil dan berbagai disiplin. Karena

banyaknya ilmu yang telah terkumpul yang tak mungkin diajarkan seluruhnya,

haruslah diadakan seleksi atau pilihan yang akan disajikan dalam bentuk atau

organisasi tertentu, bergantung pada bentuk kurikulum yang dijalankan. Pada saat

sekarang diutamakan konsep-konsep dan prinsip-prinsip daripada hanya faktor-

faktor. Konsep-konsep inilah yang dianggap memberikan struktur pengetahuan,

the structure of knowledge. Dengan memahami struktur atau konsep dapat

dipahami gejala-gejala spesifik lainnya, dan dapat dilihat hubungan antara fakta-

fakta. Konsep-konsep bersifat abstrak dan karena itu memungkinkan pemahaman

akan sejumlah besar informasi atau fakta yang spesifik. Informasi atau fakta-fakta

yang ,lepas-lepas mudah dilupakan. Lagi pula pengetahuan serupa itu lekas

menjadi usang sedangkan prinsip dan konsep, sekali dipahami,lebih mantap, tidak

lekas out-dated, dan dapat digunakan untuk mentafsirkan informasi baru.

Selanjutnya harus ditentukan scope dan sequence bahan pelajaran, untuk

mencegah 'gaps" dan "overlappings". Agar bahan itu jangan lepas-lepas,

diusahakan adanya integrasi, dengan korelasi, pengajaran unit, broad field, dan

sebagainya. Sekalipun pelajar itu sendiri akan selalu berusaha mengadakan

integrasi dalam pengetahuan yang diperolehnya, pembina kurikulum hendaknya

juga berusaha mengadakan integrasi dalam bahan pelajaran yang disajikan.

Page 248: asas- asas kurikulum

gambar

Bagan 4

Pengalaman atau kegiatan belajar adalah usaha yang dijalankan, agar tujuan

yang ditentukan dicapai dengan menggunakan pengetahuan yang sangat

kompleks, yang dipengaruhi oleh berbagai-bagai faktor seperti metode mengajar,

kesulitan isi pelajaran, taraf kematangan, kesanggupan dan perkembangan anak,

hubungan antara guru dan murid, penggunaan berbagai sumber dan alat pelajaran

di dalam maupun di luar sekolah, perbedaan individual, dan sebagainya. Proses

belajar tak kurang pentingnya daripada hasil belajar. Proses belajar yang baik

memungkinkan tercapainya hasil belajar lebih tinggi.

Evaluasi diperlukan untuk mengadakan perbaikan dalam kurikulum.

Evaluasi bergantung pada tujuan yang hendak dicapai. Jika tujuan tidak tercapai,

maka perlu dicari di mana letak kekurangannya melalui evaluasi. Penilaian

kurikulum harus berjalan terus. Tak ada kurikulum nasional yang sesuai bagi

semua daerah, dan karena itu perlu disesuaikan dengan keadaan setempat.

Mengumpulkan informasi

sebagai umpan balik

untuk memperbaiki kurikulum

gambar

Page 249: asas- asas kurikulum

Bagan 5

ARAH PERKEMBANGAN PEMBARUAN KURIKULUM

Perubahan kurikulum sering merupakan reaksi terhadap kurikulum yang

berlaku, sehingga tampaknya kurikulum baru seakan-akan kembali kepada bentuk

yang lama. Hal serupa ini akan terjadi bila kurikulum baru hanya melihat

kelemahan dan kekurangan kurikulum yang lama ditinjau dari pandangannya

sendiri, tanpa secara obyektif mengakui kebaikan-kebaikannya. Pentingnya inte-

grasi pengetahuan dan pengalaman anak menjadi dasar untuk menjalankan

kurikulum yang dipadukan atau yang diintegrasikan dengan melancarkan

kecaman yang tajam terhadap subject atau dicipline-oriented curriculum. Kritik-

kritik yang dikemukakan biasanya terlampau dilebih-lebihkan, seperti biasa

dilakukan untuk memenangkan perjuangan. Kurikulum yang integrated sangat

memerlukan bahan dari subjects dan bahan pelajaran subject curriculum dapat

diintegrasikan. Jadi pertentangan antara berbagai bentuk kurikulum tak setajam

yang digambarkan oleh para penganutnya.

Dalam pembaruan kurikulum di masa mendatang diharapkan:

- pembinaan kurikulum yang berdasarkan pandangan yang menyeluruh yang

meliputi asas-asas kurikulum yang berfokus pada anak, masyarakat, dan

disiplin.

- menyusun kurikulum yang diselidiki kebaikannya melalui eksperimen,

- menyusun kurikulum yang memperhatikan semua anak, yang normal, maupun

yang berbakat tinggi dan rendah, jadi yang memungkinkan setiap anak maju

menurut kecepatan masing-masing.

- memperbaharui kurikulum secara integral dari SD - SM sampai Perguruan

Tinggi.

- menyusun kurikulum yang lebih mengutamakan inguiry approach daripada

hafalan dan penguasaan sejumlah pengetahuan.

- menyusun kurikulum yang menggairahlcan anak untuk belajar.

- menyusun kurikulum yang tidak membagi-bagi sekolah dalam kelas-kelas,

akan tetapi menghilangkan batas-batas antara kelas.

Page 250: asas- asas kurikulum

- menyusun kurikulum yang tidak terikat pada jadwal pelajaran yang ketat, akan

tetapi lebih mendorong murid-murid untuk belajar sendiri berdasarkan tugas-

tugas.

menyusun kurikulum yang mengubah peranan guru dari pengajar selama jam

sekolah menjadi pembimbing dalam proses belajar, peneliti, perencana, dan

pengembang kurikulum.

RANGKUMAN

1. Kurikulum berubah jika satu atau beberapa asas kurikulum berubah.

Perubahan salah satu asas dapat membawa perubahan dalam keseluruhannya.

2. Menilai kurikulum dalam keseluruhannya sangat kompleks karena banyak

faktor yang mempengaruhi anak.

3. Untuk menilai kurikulum harus dinilai komponen-komponennya yaitu (1)

tujuan, (2) bahan pelajaran, (3) pengalaman dan kegiatan belajar, (4)

organisasi kurikulum, (5) cara-cara evaluasi hasil belajar.

4. Tidak ada satu cara yang pasti untuk menjamin keserasian bahan pelajaran

guna mencapai tujuan tertentu.

5. Tujuan mata pelajaran yang terlampau luas sukar dinilai.

6. Mengubah kurikulum banyak menemui rintangan karena melibatkan banyak

manusia yang terikat oleh tradisi dan juga mempunyai "vested interest".

Dikatakan bahwa perubahaan kurikulum berarti perubahan sosial.

7. Pada umumnya ada dua prosedur utama dalam perubahan kurikulum, yaitu

apa yang disebut ''administrative approach" dan "grass roots approach".

8. Tiap pendekatan mempunyai kebaikan clan kekurangannya. Administrative

approach didukung oleh seluruh aparatur pendidikan, biaya yang cukup,

mengerahkan setiap tenaga ahli yang diperlukan, dan sebagainya. Dalam

"grass roots approach" tidak ada koordinasi, karena bersifat tersendiri-

tersendiri.

9. Beberapa cara yang khusus dalam perubahan kurikulum secara praktis ialah,

(1) pilot project, (2) mernbina kader (3) memanfaatkan guru yang telah

menguasai cara baru, (4) menyelialcan alat pengajaran, (5) memperbarui buku

pelajaran, (6) kerjasama antara sekolah dan universitas, (7) pembaharuan kuri-

Page 251: asas- asas kurikulum

kulum pendidikan guru, (8) mendemonstrasikan suatu pembaharuan, (9)

memulai pembaruan dengan satuan pelajaran.

10. Setiap kurikulum mempunyai keempat komponen yang berikut: (1) tujuan, (2)

pengetahuan, (3) kegiatan atau pengalaman belajar, (4) penilaian. Keempat

komponen itu saling berhubungan.

11. Perubahan kurikulum sering merupakan suatu reaksi terhadap kurikulum yang

ada.

12. Dalam pembaharuan kurikulum hendaknya sedapat-dapatnya dimanfaatkan

kebaikan-kebaikan bentuk-bentuk kurikulum lainnya.

PERTANYAAN DAN TUGAS

1. Sebutkan alasan-alasan pada umumnya maka suatu kurikulum perlu

diperbarui.

2. Dapatkah Saudara sebut alasan-alasan untuk menggantikan kurikulum 1968

dengan kurikulum SD 1975?

3. Sebutkan berapa bentuk kurikulum yang dapat dipandang sebagai reaksi

terhadap subject curriculum?

4. Adakah titik-titik pertemuan antara berbagai bentuk kurikulum itu?

5. Apakah perbedaan antara perubahan, pembaruan, inovasi, dan perbaikan

kurikulum?

6. Bagaimanakah cara menilai kurikulum? Kesulitan apakah yang dihadapi?

7. Tinjau tujuan-tujuan kurikulum 1975, SD, SMP maupun SMA. Adakah di

antaranya yang saudara anggap terlampau idealistic yang tidak akan tercapai?

8. Tinjau tujuan-tujuan beberapa mata pelajaran. Adakah di antaranya yang

saudara anggap kurang relevan dengan tujuan matapelajaran yang sebenarnya?

9. Kesulitan-kesulitan apakah yang dihadapi dengan perubahan kurikulum?

Kesulitan manakah menurut pendapat saudara yang sulit diatasi? Usaha

apakah saudara sarankan untuk mengatasinya?

10. Berikan contoh-contoh tentang usaha pembaharuan yang lenyap karena

pencetusnya meninggal dunia. Apa sebab demikian halnya?

11. Bandingkan prosedur administratif dan "grass roots approach" dalam

pembaruan kurikulum.

12. Bagaimanakah prosedur pembaruan kurikulum di Indonesia?

Page 252: asas- asas kurikulum

13. Bagaimanakah saran saudara agar dapat memanfaatkan kedua macam

pendekatan itu.

14. Apa dimaksud dengan "curriculum change is social change?"

15. Usaha-usaha praktis apakah yang dapat dijalankan untuk memasukkan

pembaruan dalam kurikulum? Usaha manakah yang rasanya paling efektif di

Indonesia, menurut pendapat saudara?

16. Peranan apakah yang dapat dipegang IKIP dalam usaha pembaruan

kurikulum?

17. Menurut pendapat saudara, apakah Universitas mendukung atau menghambat

usaha pembaruan kurikulum? Jelaskan alasan saudara.

18. Susun suatu pola kurikulum yang lengkap dengan gunakan bagan 1 sampai

dengan 5.

19. Jelaskan bahwa semua komponen kurikulum saling berhubungan dan saling

mempengaruhi.

20. Dalam buku ini tercantum arah perkembangan kurikulum. Hingga manakah

saudara dapat menerimanya.

Page 253: asas- asas kurikulum

BAB 10 PENUTUP

Dalam bab-bab yang lalu telah kita perbincangkan beberapa asas dalam

pembinaan kurikulum. Kita lihat bahwa kurikulum dalam praktik pengajaran di

sekolah-sekolah sering masih jauh ketinggalan jikalau dibandingkan dengan teori-

teori yang ada mengenai kurikulum. Sebenarnya teori-teori itu telah dilaksanakan

pada sekolah-sekolah modern di luar negeri. Juga di Indonesia perubahan-

perubahan telah dijalankan, walaupun jalannya lambat dan berangsur-angsur

seperti yang lazim terdapat dalam setiap perkembangan kurikulum. Kita tidak

mengharapkan perubahan yang revolusioner, akan tetapi yang berangsur-angsur,

melalui eksperimentasi dengan metode-metode modern pada sekolah-sekolah

percobaan.

Sebenarnya kita tidak perlu menunggu perintah dari atasan. Seperti kita

ketahui perubahan kurikulum mulai dengan perubahan guru itu sendiri. Perbaikan

kurikulum dengan sendirinya akan diperoleh, jikalau guru mempunyai konsepsi

Baru tentang kurikulum. Oleh sebab kurikulum itu sangat banyak aspek-aspeknya,

kita dapat mengadakan perbaikan dalam berbagai aspek, asal saja kita tidak

berpegang dengan gigih kepada tradisi dan rutin yang kolot.

Dalam bab penutup ini kami ingin mengemukakan beherapa aspek

kurikulum, supaya kita dapat mengadakan perbaikan. Kami percaya saudara juga

dapat mencari aspek-aspek lain jikalau saudara telaah buku ini dengan teliti. Inilah

beherapa saran:

1. Kurikulum itu hendaknya disusun sedemikian, sehingga ada pertalian yang

erat antara matapelajaran-matapelajaran. Kalau kita mengajar di SD misalnya,

janganlah kita ikuti setiap buku menurut urutan bab di dalam buku itu. Kalau kita

mengajarkan ilmu bumi misalnya dan di situ dibicarakan hal-hal tentang rawa-

rawa, kita dapat memilih pelajaran tentang malaria dari buku ilmu hayat, atau

tentang buaya, dan untuk ilmu tumbuh-tumbuhan pohon bakau atau nipah.

Page 254: asas- asas kurikulum

Di sekolah menengah cara ini lebih sulit diadakan, karena setiap mata

pelajaran diberikan oleh guru yang berlainan. Akan tetapi apabila ada rundingan

antara guru-guru yang mempunyai pengertian akan prinsip korelasi, maka untuk

beberapa pelajaran hal ini dapat dilakukan. ini berarti, bahwa senantiasa harus ada

curriculum planning di sekolah itu.

Sebaiknya dicoba pula memberikan pelajaran "unit" secara okasional

dengan kerja sama antara beberapa orang guru.

2. Kurikulum itu harus "fleksibel", artinya dapat diubah, bila keadaan

memerlukan. Kalau kita akui bahwa anak-anak di suatu kelas setiap tahun

berbeda, dan keadaan masyarakat pun senantiasa berubah, tak dapat tiada

kurikulum itu harus fleksibel, agar kita jangan ketinggalan zaman. Ini tidak

berarti, bahwa setiap sekolah bebas sepenuhnya melakukan sekehendak hatinya.

Dalam tujuan dan garis-garis besarnya, harus ada persamaan dalam kurikulum,

akan tetapi dalam pelaksanaan dan bahannya harus diberi kebebasan untuk

menyesuaikannya dengan kebutuhan anak dan masyarakat.

3. Kurikulum untuk tiap sekolah hendaknya disusun bersama oleh para guru.

Walaupun rencana pelajaran ditetapkan oleh pihak atasan, hendaknya diberi

kebebasan kepada guru-guru untuk menelaahnya, mengubahnya dan

menyesuaikannya dengan keperluan anak kelas itu. Dalam pelajaran ilmu hayat

misalnya, ada binatang-binatang yang tercantum dalam rencana pelajaran, tetapi

tidak terdapat di suatu daerah, sedangkan binatang yang penting di daerah itu

tidak disebutkan. Dalam hal ini guru-gum hendaknya bebas mengubah rencana

pelajaran itu. Wewenang itu akan mendorong para guru untuk lebih banyak

memikirkan soal kurikulum sebagai keseluruhan dan bukan hanya tentang

pelajarannya sendiri. Dengan jalan demikian dapat dicapai kebulatan yang lebih

besar antara berbagai-bagai mata pelajaran seperti di SM.

4. Di sekolah modern anak-anak juga diajak turut serta menentukan apa yang

ingiri mereka pelajari. Tentu saja anak-anak tidak diberikan kebebasan

sepenuhnya, karena mereka kurang atau tidak mengetahui tujuan pendidikan.

Akan tetapi hingga batas-batas tertentu, menurut kemampuan anak-anak

rundingan tentang apa yang akan dipelajari memang dapat dilakukan bukan hanya

Page 255: asas- asas kurikulum

dalam "unit" akan tetapi dalam tiap pelajaran. Mengajak anak turut serta dalam

menentukan bahan pelajaran dilakukan dengan pertimbangan-pertimbangan yang

berikut:

Pertama: Bahan pelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan, minat dan

kesanggupan anak. Dalam rundingan itu anak-anak mengemukakan hal-hal yang

ingin dipelajarinya.

Kedua: Karena pertukaran pikiran maka anak-anak mendapat gambaran

yang lebih jelas tentang masalah yang dihadapi, mereka lebih memahami dan

menginsafi makna pelajaran itu baginya.

Lagi pula rundingan itu mempererat hubungan antara guru dengan murid,

serta antara murid dengan murid. Anak-anak mempelajari prosedur-prosedur

demokratis; kita mengajak anak turut berpikir dan memupuk keberanian untuk

mengeluarkan buah pikirannya.

5. Kurikulum hendaknya sedapat-dapatnya meliputi segala pengalaman anak di

bawah pimpinan sekolah. Menurut pendapat modern, kurikulum tidak hanya

terdiri atas mata pelajaran yang diberikan di dalam kelas, melainkan juga segala

kegiatan-kegiatan yang mengandung unsur pendidikan seperti kepanduan,

sandiwara, perkumpulan sekolah, macam-macam bentuk rekreasi, hobby, olah-

raga, dan sebagainya. Itu sebabnya kegiatan-kegiatan itu harus dicampuri oleh

guru-guru, malahan memasukkan ke dalam kurikulum, artinya menggunakannya

sebagai alat pendidikan.

6. Kurikulum hendaknya dipusatkan pada masalah-masalah sosial dan pribadi

yang penting artinya bagi anak dalam kehidupannya sehari-hari. Sekolah

berkewajiban membantu anak, agar ia lebih mampu menghadapi situasi-situasi

dalam hidupnya. Sekolah berdiri di tengah-tengah masyarakat dan sudah

selayaknya sekolah mendidik anak-anak mengenal masyarakat dan menunjukkan

baktinya kepada masyarakat itu.

7. Kurikulum harus dipakai untuk mewujudkan cita-cita nasional sesuai dengan

filsafat negara. Sekolah turut bertanggung jawab untuk membentuk masyarakat

Page 256: asas- asas kurikulum

Indonesia yang bersatu yang sanggup menempatkan kepentingan negara di atas

kepentingan diri sendiri, golongan atau daerah. Di sekolah anak-anak mendapat

kesempatan untuk bergaul dengan anak-anak lain yang berbeda agama dan suku

bangsanya. Mereka harus mengenal dan menghormati suku bangsa lain serta adat

istiadatnya dan menginsyafi, bahwa suku-suku bangsa lain pun termasuk

bangsanya sendiri. Banyak prasangka hams diatasi untuk menghargai orang-orang

lain yang berbeda dari kita.

Sekolah ialah tempat utama untuk mewujudkan Pancasila sebagai "way of

life" bangsa dan dengan demikian turut serta dalam "nation building", dalam

membentuk manusia Indonesia. Tugas ini jangan hanya dilaksanakan sambil lalu

saja, dalam kesibukan sekolah mempersiapkan anak-anak untuk menghadapi

ujian.

8. Kurikulum harus memberikan pengalaman kepada anak-anak berupa pokok-

pokok yang luas dan berarti bagi mereka dan karena itu mendorong mereka

melakukan bermacam-macam akti vitasaktivitas seperti berbagai bentuk ekspresi,

mengadakan percobaan-percobaan, penyelidikan, karyawisata, mengarang,

membentuk, bertukang dan sebagainya. Untuk pelajaran serupa ini tidak diadakan

batas-batas antara matapelajaran-matapelajaran.

9. Kurikulum harus diorganisasikan sedemikian, sehingga anakanak

mempelajari teknik belajar, cara kerja yang efektif dan cara-cara menyelidiki dan

memecahkan masalah-masalah.

10. Kurikulum hendaknya membuka kesempatan kepada setiap anak untuk

memperluas minatnya dan mengembangkan bakatnya masing-masing. Mengenai

hal-hal yang harus diketahui oleh semua anak sebagai warga negara dapat

diusahakan semacam uniformitas, akan tetapi di samping itu harus diberikan

kesempatan yang luas bagi perkembangan bakat-bakatnya istimewa. Bakat anak-

anak adalah harta negara yang paling berharga. Mengabaikan kepentingan anak--

anak yang berbakat di sekolah-sekolah kita, yang memberi pendidikan yang

ditujukan kepada kepentingan anak-anak yang sedang, merupakan kerugian bagi

Page 257: asas- asas kurikulum

negara. Perbedaan individual ialah suatu prinsip yang masih belum dilaksanakan

dengan serius dalam kurikulum kita.

KURIKUI,UM YANG KOLOT DAN MODERN

Pembinaan kurikulum ialah usaha yang dinamis yang tak boleh berhenti

jikalau kita ingin mengikuti perkembangan zaman. Oleh sebab zaman cepat

berubah, maka setiap kurikulum mengalami bahaya untuk menjadi kolot. Juga

kurikulum kita banyak mengandung unsur-unsur yang tradisional yang tidak

sesuai lagi dengan asas-asas kurikulum modern. Untuk menegaskan dalam

bidang-bidang mana antara lain dapat diadakan perubahan, maka di bawah ini

kami membandingkannya dalam bentuk bagan.

Tabel

PERTANYAAN DAN TUGAS

1. Kalau saudara renungkan kurikulum yang berlaku sekarang di sekolah kita,

tentu akan saudara lihat banyak kekurangan ditinjau dan sudut asas-asas

kurikulum modern. Kekurangan-kekurangan apakah yang menurut saudara

memerlukan perbaikan?.

2. Perbaikan-perbaikan apakah saudara anjurkan mengenai:

a. pendidikan guru.

b. nasib guru.

c. gedung sekolah.

d. peranan orang tua.

e. metode mengajar.

f. hubungan gum dengan murid

3. Apakah modernisasi kurikulum sebaiknya dilakukan serempak di seluruh

negara atau dimulai pada sekolah-sekolah tertentu sebagai percobaan dengan

pimpinan ahli-ahli didik?

4. Apakah ujian merupakan penghalang utama dalam pembaruan pendidikan?

Page 258: asas- asas kurikulum

5. Apakah ada kemungkinan dalam vak saudara untuk turut mengajak anak

merundingkan bahan yang akan dipelajari?

6. Nilai-nilai pendidikan apakah yang terkandung bagi murid-murid dalam

menyelenggarakan sandiwara sekolah?

7. Tinjau perbandingan antara sekolah "kolot" dengan yang "modern" dan

berikan pendapat saudara mengenai tiap hal.

Page 259: asas- asas kurikulum

DAFTAR BUKU

Alberty, Harold B., dan Elsie J. Alberty, Reorganizing the High- School Curriculum, The Macmillan Company, New York, 1965.

Alcorn, Marvin D. and James M. Linley, Issues in Curriculum Development, World Book Company, New York, 1959.

Beswick, Norman, Resource-based Learning, Heinemann Educational Book Ltd., London, 1977.

Bruner, Jerome The Process of Education, Harvard University Press, 1960.

Burr, James B., Lowry W. Harding and Leland Jacobs, Student Teaching in the Elementary School, Appleton-Century-Crofts, Inc., New York, 1950.

Caswell, Hollis L. and A. Wellesley Foshay, Education in the Elementary School, American Book Company, New York, 1950.

Dewey, John, The Child and the Curriculum and The School and Society, Phoenix Books, The University of Chicago Press, 1963.

Doll, Ronald C., Curriculum Improvement, Allyn and Bacon Inc., Boston, 1974.

Eggleston, John, The Sociology of the School Curriculum, Routledge and Kegan Paul, London, 1977.

Eisner, Elliot W., and Elizabeth Vallance, Conflicting Conceptions of Curriculum, McCutchen Publishing Corporation, The University of Chicago Press, Chicago, 1974.

Cagne, Robert M., and Leslie J. Briggs, Principles of Instructional Design, Holt, Rinehart and Winston, Inc., New York, 1974

, The Conditions of Learning, Holt, Rinehart and Winston, New York,

1970.

Gwynn, J. Minor, Curriculum Principles and Social Trends, The Macmillan Co., New York, 1960.

Hamilton, David, Curriculum Evaluation, Open Books, London, 1976.

Hanna, Lavone A., Gladys L. Potter and Neva Hagaman, Unit Teaching in the Elementary School, Appelton-Century Company,1947.

Hass, Glen, Kimball Wiles and Joseph Bondi, Readings in Curriculum, Allyn and Bacon, Inc., Boston, 1970.

Page 260: asas- asas kurikulum

Hilderth, Gertrude, Child Growth Through Education, The Roland press

Company, 1947.

Hilgard, Ernest R., Theories of Learning, Appelton-Century-Crofts, Inc., New

York, 1948.

Kelly, Albert V., The Curriculum, Harper and Row Ltd., New York, 1977.

Kementerian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, Dasar Pendidikan dan Pengajaran, NV Harian Masa, Jakarta 1945.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kurikulum Sekolah Menengah Atas (SMA) 1975, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, PN Balai Pustaka, Jakarta, 1975.

Krug, Edward A., Curriculum Planning, Harper and Brothers, New York, 1957.

, The Secondary School Curriculum, Harper and Row, New York, 1960.

Leonard, J. Paul, Developing the Secondary School Curriculum, Rinehart and Company, New York, 1953.

Lewy, Arieh (ed), Handbook of Curriculum Evaluation, Unesco, Longman, Inc., New York, 1977.

MacDonald, Barry and Rob Walker, Changing the Curriculum, Open Books,

London, 1976.

Michaelis. John U., Social Studies for Children in a Democracy, D. Appleton-Century Company, New York, 1956.

Miel, Alice, Changing the Curriculum: a Sosial Process, D. Appleton-Century Company, New York, 1946.

Morrish, Ivor, Aspects of Curriculum Change, George Allen and Unwin Ltd.,

London, 1976.

Nasroen M., Pancasila Pusaka Lama, Penerbit Endang, Jakarta 1954.

N.E.A. Educational Policies Commission, The Purposes of Education in American Democracy, National Education Association, Washington, D.C., 1938.

Nicholls, Audrey and S. Howard Nichols, Developing a Curriculum, a Practical Guide, George Allen and Unwin Ltd., London, 1972.

Olson, E.G School and Community, Prentice Hall, Inc., New York, 1954.

Page 261: asas- asas kurikulum

Otto, Henry J., Principles of Elementary Education, Rinehart and Company, Inc., New York, 1955.

Piaget, Jean, Psychology and Epistemology, Towards a Theory of Knowledge, Penguin University Books, Middlesex, 1970.

Progressive Education Association, Commission on Secondary School Curriculum, Science in General Education, Appelton-Century, Crofts, New York, 1938.

Ragan William, B., Modern Elementary Curriculum, The Dryden