landasan teori ii.1 dasar-dasar perpajakanthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2011-2-00332-ak bab2001.pdfhal...

27
10 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Sejak dahulu kala pajak sudah banyak didefinisikan oleh para ahli pajak baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Salah satunya definisi pajak dari ahli pajak dalam negeri yaitu menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH yang dikutip oleh Mardiasmo (2008), beliau mendefinisikan bahwa: “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.” Setelah periode reformasi perpajakan tahun 1984 barulah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Undang-undang ini sudah mengalami empat kali perubahan yang terakhir adalah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009. Menurut Pasal 1 ayat 1 UU No.16 Tahun 2009: “Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Upload: lethu

Post on 23-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakanthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00332-AK Bab2001.pdfHal ini berarti pelanggaran atas ... mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah

10

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 Dasar-dasar Perpajakan

II.1.1 Definisi Pajak

Sejak dahulu kala pajak sudah banyak didefinisikan oleh para ahli pajak baik

dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Salah satunya definisi pajak dari ahli pajak

dalam negeri yaitu menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH yang dikutip oleh

Mardiasmo (2008), beliau mendefinisikan bahwa:

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung

dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”

Setelah periode reformasi perpajakan tahun 1984 barulah Indonesia

mengeluarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan (KUP). Undang-undang ini sudah mengalami empat kali

perubahan yang terakhir adalah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009. Menurut Pasal

1 ayat 1 UU No.16 Tahun 2009:

“Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau

badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan

imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat.”

Page 2: LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakanthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00332-AK Bab2001.pdfHal ini berarti pelanggaran atas ... mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah

11

Dari kedua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-

unsur, yaitu:

1. Iuran dari rakyat kepada Negara

Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara, baik pemeritah pusat maupun

pemerintah daerah. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).

2. Berdasarkan undang-undang

Pajak dipungut berdasarkan dengan kekuatan undang-undang serta peraturan

perpajakan.

3. Sifatnya dapat dipaksakan.

Hal ini berarti pelanggaran atas aturan perpajakan akan berakibat timbulnya

sanksi perpajakan.

4. Tanpa kontraprestasi langsung dari Negara

Dalam hal ini Wajib Pajak tidak akan bisa mendapat balas jasa atau

kontraprestasi secara langsung dari pajak yang telah mereka bayarkan ke

Negara.

5. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaran-

pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

II.1.2 Fungsi Pajak

Berdasarkan pada definisi pajak yang telah dikemukakan oleh ahli pajak dan

undang-undang perpajakan, seolah-olah terlihat bahwa pajak yang dipungut oleh

pemerintah hanya digunakan untuk mengisi kas Negara saja, karena kontraprestasi atau

Page 3: LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakanthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00332-AK Bab2001.pdfHal ini berarti pelanggaran atas ... mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah

12

imbalannya tidak dapat langsung dinikmati oleh si pembayar pajak. Tetapi sebenarnya

pajak memiliki dua fungsi menurut Siti resmi (2011), yaitu:

1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)

Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu

penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun

pembangunan. Sebagai sumber keuangan Negara, pemerintah berupaya

memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas Negara. Upaya tersebut

ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak

melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak.

2. Fungsi Regulerend (Fungsi Pengatur)

Pajak mempunyai fungsi mengatur, artinya pajak sebagai alat untuk

mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan

ekonomi. Beberapa contoh penerapan pajak sebagai fungsi pengatur adalah:

a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk

mengurangi gaya hidup konsumtif.

b. Tarif Pajak Progresif dikenakan atas penghasilan agar pihak yang

memperoleh penghasilan tinggi memberikan kontribusi (membayar pajak)

yang tinggi pula, sehingga terjadi pemerataan pendapatan

c. Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%, hal ini dilakukan agar para pengusaha

terdorong mengekspor hasil produksinya di pasar dunia sehingga dapat

memperbesar devisa Negara.

Page 4: LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakanthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00332-AK Bab2001.pdfHal ini berarti pelanggaran atas ... mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah

13

Berdasarkan fungsi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak merupakan sumber

dana utama bagi penerimaan dalam negeri, oleh karena itu pemungutan pajak bisa

dipaksakan kepada orang-orang yang memang wajib dikenakan pajak, tentunya hal

tersebut harus sesuai dengan undang-undang perpajakan.

II.1.3 Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak di Indonesia yang biasa kita kenal ada 3 (tiga),

Menurut Mardiasmo (2008), ke tiga sistem pemungutan tersebut adalah:

1. Official Assessment System

Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada aparatur

perpajakan (fiskus) untuk menentukan jumlah pajak yang terutang oleh Wajib

Pajak setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan

yang berlaku.

Ciri-cirinya:

a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib

Pajak ada pada fiskus.

b. Wajib Pajak bersifat pasif karena bukan dirinya sendiri yang menentukan

besarnya pajak terutang.

c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak (SKP) oleh

fiskus.

2. Self Assessment System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib

Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang setiap tahunnya

Page 5: LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakanthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00332-AK Bab2001.pdfHal ini berarti pelanggaran atas ... mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah

14

sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Sistem

pemungutan pajak ini biasanya dipakai dalam menentukan PPh terutang Wajib

Pajak. Self Assessment System ini muncul untuk memberi kepercayaan

masyarakat agar mereka mau membayar pajak yang mereka hitung sendiri.

Ciri-cirinya:

a. Wewenang untuk menentukan pajak yang terutang ada pada Wajib Pajak itu

sendiri.

b. Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri

pajak terutangnya.

c. Fiskus tidak ikut campur, hanya mengawasi saja.

3. With Holding System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak

ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk

menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

II.1.4 Hambatan Dalam Pemungutan Pajak

Kesadaran Wajib Pajak sangat dituntut dalam pelaksanaan kewajiban

perpajakan. Tetapi pada pelaksanaannya, upaya pemungutan pajak ternyata tidak

semudah yang dibayangkan. Terdapat beberapa hambatan yang dapat menggangu

proses pemungutan pajak. Hambatan-hambatan menurut Mardiasmo (2008), antara lain:

1. Perlawanan Pasif

Masyarakat biasanya enggan jika disuruh untuk membayar pajak, hal ini

mungkin disebabkan oleh:

Page 6: LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakanthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00332-AK Bab2001.pdfHal ini berarti pelanggaran atas ... mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah

15

a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.

b. Sistem perpajakan yang mungkin sulit dipahami masyarakat.

c. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.

d. Pudarnya kepercayaan masyarakat kepada petugas pajak atas beberapa kasus

korupsi yang pernah terjadi.

2. Perlawanan Aktif

Perlawanan aktif terlihat pada semua usaha dan perbuatan yang secara langsung

ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuknya

antara lain:

a. Penghindaran Diri dari Pajak (Tax Avoidance)

Yaitu usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-

undang. Biasanya Tax Avoidance ini dilakukan dengan memilih tarif pajak

yang lebih rendah dan merekayasa penghasilan menjadi berbagai jenis

penghasilan yang memiliki tarif berbeda-beda.

b. Pengelakan Diri dari Pajak (Tax Evasion)

Yaitu usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-

undang (menggelapkan pajak).

Contoh: Wajib Pajak melakukan manipulasi pajak dengan melakukan

pembukuan ganda.

Page 7: LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakanthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00332-AK Bab2001.pdfHal ini berarti pelanggaran atas ... mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah

16

II.2 Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan

II.2.1 Kewajiban dan Hak Wajib Pajak

Dalam pelaksanaan perpajakan tentunya Wajib Pajak mempunyai beberapa

kewajiban yang harus dipatuhi. Dalam buku karangan Mardiasmo (2008), dijelaskan

tentang kewajiban dan hak Wajib Pajak. Adapun kewajiban tersebut diantaranya:

1. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP.

2. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak).

3. Menghitung dan membayar sendiri pajaknya dengan benar.

4. Mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dengan benar, dan melaporkannya ke

Kantor Pelayanan Pajak dimana Wajib Pajak terdaftar dalam batas waktu yang

telah ditentukan.

5. Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan.

6. Jika diperiksa, wajib:

a. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang

menjadi dasar pemeriksaan dan dokumen lain yang berhubungan dengan

penghasilan yang diperoleh, berhubungan dengan kegiatan usaha, pekerjaan

bebas Wajib Pajak atau objek yang terutang pajak.

b. Memberikan kesempatan kepada fiskus untuk memasuki tempat atau

ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran

pemeriksaan.

7. Apabila dalam waktu mengungkapkan pembukuan, pencatatan atau dokumen

serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk

Page 8: LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakanthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00332-AK Bab2001.pdfHal ini berarti pelanggaran atas ... mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah

17

merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh

permintaan untuk keperluan pemeriksaan.

Selain kewajiban yang telah disebutkan diatas, tentunya Wajib Pajak pun

mempunyai beberapa hak dalam perpajakan, antara lain:

1. Mengajukan surat keberatan dan surat banding.

2. Menerima tanda bukti pemasukan SPT.

3. Melakukan pembetulan SPT yang telah dilaporkan.

4. Mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT.

5. Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak.

6. Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam Surat

Ketetapan Pajak (SKP).

7. Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

8. Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta

pembetulan Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang salah.

9. Memberi kuasa kepada orang lain untuk melaksanakan kewajiban pajakannya.

10. Meminta bukti pemotongan atau pemungutan pajak.

11. Mengajukan keberatan dan banding.

II.2.2 Nomor Pokok Wajib Pajak

II.2.2.1 Kewajiban Mendaftarkan Diri

Menurut pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No.16 Tahun 2009 tentang Ketentuan

Umum dan Tata cara Perpajakan, setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan

subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Page 9: LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakanthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00332-AK Bab2001.pdfHal ini berarti pelanggaran atas ... mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah

18

perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah

kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya

diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Menurut Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2007 tentang

Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak Orang Pribadi yang Berstatus Sebagai Pengurus,

Komisaris, Pemegang Saham/Pemilik dan Melalui Pemberi Kerja/Bendaharawan

Pemerintah, pengertian Nomor Pokok Wajib Pajak adalah:

“Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada

Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai

tanda pengenal alat identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban

perpajakannya.”

Kewajiban mendaftarkan diri berlaku pada wanita kawin yang dikenai pajak

secara terpisah karena hidup terpisah dengan suaminya berdasarkan keputusan hakim

atau adanya perjanjian pemisahan penghasilan dan harta. Wanita kawin tersebut dapat

mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP atas namanya sendiri agar pelaksanaan

kewajiban perpajakannya terpisah dengan suaminya. Sedangkan untuk wanita kawin

yang tidak melakukan pisah harta, maka pelaksanaan kewajiban perpajakannya

menggunakan NPWP suaminya. Selain itu NPWP mempunyai fungsi antara lain:

a) Sebagai sarana dalam administrasi perpajakan.

b) Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak.

c) Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan

administrasi perpajakan.

Page 10: LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakanthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00332-AK Bab2001.pdfHal ini berarti pelanggaran atas ... mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah

19

d) Menjadi persyaratan dalam pelayanan umum, misalnya membuat paspor, kredit

bank dan lelang.

e) Restitusi Pajak.

Salah satu keuntungan seseorang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

adalah orang tersebut bebas fiskal jika ingin ke luar negeri dan dapat terhindar dari

penerapan tarif PPh pasal 21 yang lebih tinggi 20% bagi Wajib Pajak yang tidak

memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

II.2.2.2 Tata Cara Pendaftaran NPWP Dengan Sistem e-Registration

Setiap Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak yang

wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak.

Direktorat Jenderal Pajak juga dapat menerbitkan NPWP secara jabatan bagi Wajib

Pajak yang tidak mendaftarkan diri. Dalam bukunya Siti Resmi (2011), menjelaskan

tentang Wajib Pajak yang ingin mendapatkan mendapatkan NPWP bisa melalui 2 (dua)

cara, yaitu:

a. Datang langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) wilayah tempat tinggal atau

tempat kedudukan dari Wajib Pajak.

b. Melalui internet (e-registration) disitus Direktorat Jenderal Pajak, yaitu

http://www.pajak.go.id dengan meng-klik e-registration. E-registration menurut

pajak.go.id adalah :

“Sistem aplikasi bagian dari Sistem Informasi Perpajakan di lingkungan

Direktorat Jenderal Pajak dengan berbasis perangkat keras dan perangkat lunak

Page 11: LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakanthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00332-AK Bab2001.pdfHal ini berarti pelanggaran atas ... mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah

20

yang dihubungkan oleh perangkat komunikasi data yang digunakan untuk

mengelola proses pendaftaran Wajib Pajak.”

Sistem ini terbagi dua bagian, yaitu sistem yang dipergunakan oleh Wajib pajak

yang berfungsi sebagai sarana pendaftarab Wajib Pajak secara online dan sistem

yang dipergunakan oleh petugas pajak yang berfungsi untuk memproses

pendaftaran Wajib Pajak.

Berikut langkah-langkah yang harus dilakukan oleh calon Wajib Pajak untuk

mendapatkan NPWP melalui internet atau e-registration, Dani Gunawan (2008):

1. Buka situs Direktorat Jenderal Pajak dengan alamat

http://ereg.pajak.go.id/ereg/wp/Login.do. Lalu akan muncul tampilan seperti

gambar di bawah ini:

Gambar 2.1 Login Wajib Pajak

Sumber: http://danigunawan.com/review/mendaftar-npwp-online/

2. Pilih menu “buat account baru” dan isilah kolom yang diminta.

(Lihat Lampiran L5)

Page 12: LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakanthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00332-AK Bab2001.pdfHal ini berarti pelanggaran atas ... mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah

21

Bila data yang diisikan valid, maka akan muncul gambar 2.2 di bawah ini dan

pendaftaran account baru selesai.

Gambar 2.2 Link Account - NPWP

Sumber: http://danigunawan.com/review/mendaftar-npwp-online/

3. Tahap selanjutnya adalah mengisi data NPWP yang ingin didaftarkan. Jika

kembali ke halaman log in, isikan username dan password yang telah dibuat.

Lalu pilih jenis Wajib Pajak “Orang Pribadi”. Screenshot-nya adalah seperti di

bawah ini:

Gambar 2.3 Jenis Wajib Pajak

Sumber: http://danigunawan.com/review/mendaftar-npwp-online/

4. Setelah itu masuk ke menu “Formulir Registrasi Wajib Pajak Orang Pribadi”.

(Lihat Lampiran L6)

Isi data formulir di atas sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Page 13: LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakanthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00332-AK Bab2001.pdfHal ini berarti pelanggaran atas ... mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah

22

5. Bila data yang diisikan telah benar, maka muncul halaman seperti di bawah ini:

Gambar 2.4 Registrasi NPWP

Sumber: http://danigunawan.com/review/mendaftar-npwp-online/

6. Pendaftaran secara online selesai.

7. Selanjutnya ada dua buah dokumen yang diperlukan, yaitu:

a). Formulir Registrasi Wajib Pajak Orang pribadi.

b). Surat Keterangan Terdaftar Sementara. Berlaku selama 30 hari sejak

pendaftaran dilakukan.

Kedua dokumen ini dapat dicetak melalui e-Registration (lihat gambar 2.4 di

atas, ada tombol untuk mencetak). Cetak SKT Sementara tersebut beserta

Formulir Registrasi Wajib Pajak Orang Pribadi sebagai bukti bahwa sudah

terdaftar sebagai Wajib Pajak.

8. Tandatangani formulir registrasi, lalu kirimkan bersama Surat Keterangan

Terdaftar Sementara serta persyaratan lainnya ke Kantor Pelayanan Pajak seperti

yang tertera di Surat Keterangan Terdaftar Sementara. Contoh:

Page 14: LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakanthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00332-AK Bab2001.pdfHal ini berarti pelanggaran atas ... mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah

23

Gambar 2.5 Identitas Umum

Sumber: http://danigunawan.com/review/mendaftar-npwp-online/

II.2.2.3 Penghapusan NPWP

Dalam bukunya Siti Resmi (2011), menuliskan bahwa Nomor Pokok Wajib

Pajak (NPWP) dapat dihapuskan. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dilakukan

oleh Direktorat Jenderal Pajak apabila:

1. Diajukan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak oleh Wajib

Pajak dan/ atau ahli warisnya apabila Wajib Pajak sudah tidak memenuhi

persyaratan subjektif atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

2. Wajib Pajak badan dilikuidasi karena penghentiaan atau penggabungan usaha.

3. Wajib Pajak bentuk usaha tetap menghetikan kegiatannya di Indonesia.

4. Dianggap perlu oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk menghapuskan Nomor

Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan

subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan.

Page 15: LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakanthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00332-AK Bab2001.pdfHal ini berarti pelanggaran atas ... mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah

24

II.2.2.4 Sanksi Tidak Memiliki NPWP

Mardiasmo (2008) menjelaskan tentang sanksi bagi yang tidak memiliki

NPWP. Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk diberikan

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa

hak NPWP sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana

dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun

dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar

dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.

II.2.3 Wajib Pajak

Berdasarkan pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,

“Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong

pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”

Sedangkan pengertian Wajib Pajak Orang Pribadi menurut Peraturan Direktur

Jenderal Pajak Nomor PER-116/PJ/2007 tentang Ekstensifikasi Wajib Pajak Orang

Pribadi Melalui Pendataan Objek Pajak Bumi dan Bangunan adalah:

“Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) adalah orang pribadi yang mempunyai hak,

memiliki, memperoleh manfaat, dan/atau menguasai Objek Pajak Bumi dan Bangunan”.

Subjek pajak menjadi Wajib Pajak apabila memenuhi kriteria subjektif dan

objektif. Kriteria subjektifnya yaitu apabila orang tersebut lahir di Indonesia dan berada

di Indonesia lebih dari 183 hari. Kewajiban pajak subjektif ini tidak berlaku apabila

Page 16: LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakanthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00332-AK Bab2001.pdfHal ini berarti pelanggaran atas ... mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah

25

orang pribadi tersebut meninggal dunia dan meninggalkan Indonesia untuk selama-

lamanya. Sedangkan kriteria objektifnya yaitu jika subjek pajak tersebut mempunyai

penghasilan, yaitu tambahan kemampuan ekonomis yang diperoleh atau diterima dari

dalam negeri maupun dari luar negeri dalam bentuk apapun. Maka ia sudah ditetapkan

menjadi Wajib Pajak dan harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak jika

penghasilannya sudah diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Adakalanya Wajib Pajak perorangan tidak selalu memperoleh penghasilan diatas

penghasilan kena pajak, tetapi karena alasan tertentu misalnya ingin keluar negeri maka

ia wajib memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

II.3 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Menurut Resmi (2011:95), Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan

jumlah penghasilan tertentu yang tidak dikenakan pajak. Khusus Wajib Pajak Orang

Pribadi, untuk menghitung jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), penghasilan

nettonya terlebih dahulu harus dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak

(PTKP) yang besarnya ditentukan oleh Menteri Keuangan. Penghitungan besarnya

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri

ketentuannya sebagai berikut:

1. Ditentukan oleh status Wajib Pajak Orang Pribadi pada awal tahun pajak atau

awal bagian tahun pajak.

2. Besarnya PTKP dihitung setahun. Melalui Peraturan Menteri Keuangan, mulai

tahun 2009 besarnya PTKP sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1)

Page 17: LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakanthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00332-AK Bab2001.pdfHal ini berarti pelanggaran atas ... mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah

26

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan, adalah

sebesar:

a). Rp15.840.000 untuk diri Wajib Pajak.

b). Rp1.320.000 tambahan untuk Wajib Pajak yang telah kawin.

c). Rp15.840.000 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung

dengan penghasilan suami, dalam hal istri bukan:

- Bukan karyawati, mempunyai penghasilan dari usaha/ pekerjaan bebas

yang tidak ada hubungannya dengan usaha/ pekerjaan bebas suami.

- Karyawati, tetapi pemberi kerja bukan pemotong pajak.

- Karyawati pada lebih dari satu pemberi kerja.

- Karyawati, juga memperoleh penghasilan dari usaha/ pekerjaan bebas.

d). Rp1.320.000 tambahan untuk setiap tanggungan maksimal 3 orang.

II.4 Ekstensifikasi Wajib Pajak

II.4.1 Pengertian Ekstensifikasi

Dalam rangka meningkatkan jumlah Wajib Pajak terdaftar dan mengoptimalkan

penerimaan pajak, maka pemerintah mengeluarkan Surat Edaran Direktur Jenderal

Pajak Nomor SE-06/PJ.9/2001 tentang Pelaksanaan Ekstensifikasi Wajib Pajak dan

Intensifikasi Pajak pada tanggal 11 Juli 2001. Menurut Surat Edaran tersebut ,

pengertian Ekstensifikasi Wajib Pajak adalah:

“Kegiatan yang berkaitan dengan penambahan jumlah Wajib Pajak terdaftar dan

perluasan objek pajak dalam administrasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP).”

Page 18: LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakanthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00332-AK Bab2001.pdfHal ini berarti pelanggaran atas ... mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah

27

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-116/PJ.2007 tentang

Ekstensifikasi Wajib Pajak Orang Pribadi Melalui Pendapatan Objek Pajak Bumi dan

Bangunan, Pasal 1 angka 8, ekstensifikasi adalah:

“Kegiatan yang dilakukan untuk memberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

kepada Wajib Pajak Orang Pribadi.”

Jadi berdasarkan dua pengertian di atas yang dimaksud dengan Ekstensifikasi

Wajib Pajak adalah Kegiatan penambahan jumlah Wajib Pajak baru yang dilakukan

dengan cara pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Pemberian NPWP ini

dilakukan kepada Wajib Pajak yang penghasilannya sudah melebihi PTKP tetapi belum

memiliki NPWP.

II.4.2 Ruang Lingkup Pelaksanaan

Surat Edaran DJP Nomor SE-06/PJ.9/2001 tentang Pelaksanaan Ekstensifikasi

Wajib Pajak dan Intensifikasi Pajak, ruang lingkup dari pelaksanaan kegiatan

ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi pajak meliputi:

1. Pemberian NPWP dan atau pengukuhan sebagai PKP, termasuk pemberian

NPWP secara jabatan terhadap Wajib Pajak PPh orang pribadi yang berstatus

sebagai karyawan perusahaan, orang pribadi yang bertempat tinggal di wilayah

atau lokasi pemukiman atau perumahan, dan orang pribadi lainnya (termasuk

orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi berada di

Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan), yang menerima

atau memperoleh penghasilan melebihi batas Penghasilan Tidak Kena Pajak

(PTKP).

Page 19: LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakanthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00332-AK Bab2001.pdfHal ini berarti pelanggaran atas ... mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah

28

2. Pemberian NPWP dilokasi usaha, termasuk pengukuhan sebagai PKP, terhadap

orang pribadi pengusaha tertentu yang mempunyai lokasi usaha di sentra

perdagangan atau perbelanjaan atau pertokoan atau perkantoran atau mal atau

plaza atau kawasan industri atau sentra ekonomi lainnya.

3. Pemberian NPWP dan atau pengukuhan sebagai PKP terhadap Wajib Pajak

badan yang berdasarkan data yang dimiliki atau diperoleh ternyata belum

terdaftar sebagai Wajib Pajak dan atau PKP baik di domisili atau lokasi.

4. Penentuan jumlah angsuran PPh Pasal 25 dan atau jumlah PPN yang harus

disetor dalam tahun berjalan, dimulai sejak bulan Januari tahun yang

bersangkutan.

5. Penentuan jumlah PPN yang terutang atas transaksi penjualan dalam tahun

berjalan, khususnya untuk PKP Pedagang Eceran, yang mempunyai usaha di

sentra perdagangan atau perbelanjaan atau pertokoan atau perkantoran atau mal

atau plaza atau sentra ekonomi lainnya.

Selain menentukan ruang lingkup kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak pun harus

menentukan sasaran utama ekstensifikasi Wajib Pajak yaitu subjek pajak baik orang

pribadi atau badan yang telah memenuhi syarat menjadi Wajib Pajak tetapi belum

mempunyai NPWP atau belum mendaftarkan dirinya sebagai Wajib Pajak.

II.4.3 Unit dan Petugas Pelaksana

Agar pelaksanaan ekstensifikasi Wajib Pajak berjalan sesuai aturan, maka setiap

KPP yang melaksanakan kegiatan tersebut harus menyiapkan unit pelaksana yang akan

bertugas melaksanakan kegiatan ekstensifikasi tersebut. Menurut Surat Edaran DJP

Page 20: LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakanthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00332-AK Bab2001.pdfHal ini berarti pelanggaran atas ... mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah

29

Nomor SE-06/PJ.9/2001 tentang Pelaksanaan Ekstensifikasi Wajib Pajak dan

Intensifikasi Pajak, unit organisasi pelaksana kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak dan

intensifikasi pajak adalah:

1. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP)

serta Kantor Penyuluhan Pajak yang berada diluar kota kedudukan KPP.

2. Dalam hal kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi pajak

dimaksudkan untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, Kepala KPP dapat

menunjuk petugas pada seksi PPh, seksi PPN, dan Pajak Tidak Langsung

Lainnya, serta seksi lainnya di KPP untuk diperbantukan pada seksi PDI dan

atau Kantor Penyuluhan Pajak.

3. Khusus untuk pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi

pajak dalam tahun 2001, dilakukan oleh Tim atau Satuan Tugas yang

dikoordinir oleh Kepala KPP dengan pengarahan dan pengawasan oleh Kepala

Kantor Wilayah (Kakanwil) Direktorat Jenderal Pajak.

Adapun petugas pelaksana yang melaksanakan kegiatan ekstensifikasi Wajib

Pajak adalah petugas yang memenuhi kualifikasi sebagai pelaksana kegiatan

ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi pajak, meliputi:

1. Petugas yang ditunjuk oleh kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

2. Petugas Kantor Penyuluhan Pajak yang ditunjuk oleh Kepala KPP.

3. Petugas lain yang ditunjuk oleh Kakanwil Direktorat Jenderal Pajak.

Page 21: LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakanthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00332-AK Bab2001.pdfHal ini berarti pelanggaran atas ... mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah

30

II.4.4 Data Sebagai Dasar Ekstensifikasi

Sebelum melaksanakan ekstensifikasi Wajib Pajak, mengumpulkan data Wajib

Pajak merupakan salah satu hal penting yang harus dilakukan oleh Seksi Ekstensifikasi

Perpajakan. Data-data yang dapat digunakan dalam pelaksanakan kegiatan

ekstensifikasi Wajib Pajak menurut SE-06/PJ.9/2001, antara lain:

1. Pelanggan listrik untuk rumah tinggal dengan daya 6.600 watt atau lebih.

2. Pelanggan Telkom dengan pembayaran pulsa rata-rata perbulan Rp300.000,00

(tiga ratus ribu rupiah) atau lebih.

3. Pemilik mobil dengan nilai Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) atau lebih,

atau pemilik motor dengan nilai Rp100.000.000 (seratus juta rupiah) atau lebih.

4. Pemegang Paspor Indonesia, kecuali pemegang paspor Haji dan pemegang

paspor Tenaga Kerja Indonesia (tidak termasuk awak pesawat terbang atau kapal

laut).

5. Tenaga Kerja Asing (expatriate) yang bertempat tinggal atau berada di

Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan.

6. Karyawan lokal kedutaan besar asing atau organisasi internasional.

7. Pemilik tanah dan atau bangunan dengan NJOP Rp1.000.000.000 atau lebih

berdasarkan data kartu jalan atau peta blok atau DHR atau data SPOP.

8. Data orang pribadi atau badan selaku penjual atau pembeli tanah dan atau

bangunan dari laporan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau informasi dari

Notaris dengan nilai Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) atau lebih.

9. Pemilik telepon selular pasca bayar.

10. Pemegang kartu kredit.

Page 22: LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakanthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00332-AK Bab2001.pdfHal ini berarti pelanggaran atas ... mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah

31

11. Pemegang polis atau premi asuransi.

12. Pemegang kartu keanggotaan Golf.

13. Artis.

14. Pemilik atau penyewa ruang apartemen atau kondominium.

15. Pemilik kapal pesiar atau “yacht”, “speed boad”, dan pesawat terbang.

16. Pemilik saham yang diperdagangkan di pasar bursa.

17. Pemilik rumah sewa dan kost.

18. Pemegang saham, komisaris, direktur dan penerima deviden.

19. Pemilik atau penyewa atau pengguna dan pengelola ruangan pada sentra

perdagangan atau perbelanjaan atau pertokoan atau perkantoran atau mal atau

plaza atau kawasan industri atau sentra ekonomi lainnya.

20. Subjek pajak yang berdasarkan data pada lampiran SPT telah memenuhi syarat

sebagai Wajib Pajak, tetapi belum mempunyai NPWP.

21. Data yang ditemukan pada pelaksanaan kegiatan Pemeriksaan Sederhana

Lapangan (PSL).

Dengan pemanfaatan data-data yang telah disebutkan di atas, diharapkan dapat

menjaring Wajib Pajak sebanyak-banyaknya. Karena dari data tersebut dapat diketahui

mana Wajib Pajak yang memiliki penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak

(PTKP) tetapi belum memiliki NPWP.

Page 23: LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakanthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00332-AK Bab2001.pdfHal ini berarti pelanggaran atas ... mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah

32

II.4.5 Persiapan dan Pelaksanaan Kegiatan Ekstensifikasi Pajak

Agar pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak dapat dilakukan sesuai

dengan tujuan yang diharapkan, pelaksanaan ekstensifikasi Wajib Pajak dipersiapkan

dan direncanakan dengan beberapa ketentuan sebagai berikut (Wijaya, 2009):

1. Melakukan identifikasi terhadap data yang diperoleh dan mencocokannya

dengan data Master File Lokal (MFL) melalui program Sistem Informasi

Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP);

2. Membuat daftar nominatif Wajib Pajak yang belum mempunyai NPWP dan atau

Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sesuai dengan data yang dimiliki;

3. Mempersiapkan sarana dan prasarana administratif yang diperlukan;

4. Melaksanakan koordinasi dengan instansi di luar Direktorat Jenderal Pajak yang

terkait dalam pelaksanaan kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak;

5. Membuat dan mengirimkan pemberitahuan kepada Wajib Pajak yang terdapat

dalam daftar nominatif.

Sesuai dengan tujuan kegiatan ekstensifiasi Wajib Pajak, prioritas utama

kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak ditujukan untuk menambah jumlah Wajib Pajak dan

Pengusaha Kena Pajak. Atas pemberitahuan yang dikirm kepada Wajib Pajak terdapat

beberapa kemungkinan:

1. Wajib Pajak menanggapai dan bersedia untuk mendaftarkan diri dan diberikan

NPWP dan dikukuhkan sebagai PKP dengan mengisi formulir pendaftaran.

Terhadap Wajib Pajak tersebut dilakukan proses sesuai ketentuan yang berlaku;

2. Wajib Pajak tidak menanggapi pemberitahuan, walaupun pemeberitahuan telah

diterima. Terhadap Wajib Pajak tersebut akan dilakukan tindak lanjut oleh seksi

Page 24: LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakanthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00332-AK Bab2001.pdfHal ini berarti pelanggaran atas ... mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah

33

Pengolahan Data dan Informasi, yakni data Wajib Pajak tersebut diteruskan ke

seksi Pelayanan untuk dilakukan proses pemberian NPWP dan pengukuhan

sebagai PKP secara jabatan sesuai dengan tata cara yang sudah ditentukan;

3. Wajib Pajak menanggapi pemberitahuan dengan menyatakan bahwa yang

bersangkutan tidak wajib memiliki NPWP atau belum perlu dikukuhkan sebagai

PKP. Terhadap Wajib Pajak tersebut akan dilakukan Pemeriksaan Sederhana

Lapangan;

4. Wajib Pajak menanggapi pemberitahuan dengan menyatakan bahwa yang

bersangkutan sudah memiliki NPWP atau telah dikukuhkan sebagai PKP.

Terhadap Wajib Pajak tersebut, dilakukan pencocokan dengan data Master File

Lokal;

5. Wajib Pajak menanggapi pemberitahuan dengan menyatakan bahwa yang

bersangkutan sudah memiliki NPWP atau telah dikukuhkan sebagai PKP di KPP

lain. Terhadap Wajib Pajak tersebut, dilakukan pencocokan dengan data Master

File Lokal;

6. Wajib Pajak tidak menanggapi oleh karena pemberitahuan kembali dari Kantor

Pos. Terhadap Wajib Pajak tersebut, akan dilakukan Pemeriksaan Sederhana

Lapangan.

II.4.6 Pelaksanaan Ekstensifikasi Wajib Pajak Orang Pribadi

Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-24/PJ/2007

tentang Penjelasan Pelaksanaan Ekstensifikasi Wajib Pajak Orang Pribadi, menjelaskan

bahwa:

Page 25: LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakanthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00332-AK Bab2001.pdfHal ini berarti pelanggaran atas ... mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah

34

1. Apabila semua tahapan pekerjaan telah dilaksanakan sesuai prosedur operasional

standar sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor

PER-16/PJ./2007, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-175/PJ./2006 dan

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-13/PJ./2007 tanggal 3 April

2007, namun copy KTP atau nomor KTP belum diperoleh, maka proses

penerbitan NPWP tetap dilakukan tanpa menunggu tersedianya copy KTP atau

nomor KTP dimaksud.

2. Dalam proses penerbitan NPWP sebagaimana dimaksud pada angka 1:

a. Petugas pendata diminta untuk mengisi alamat Wajib Pajak dalam LPDOP.

b. Pemberi Kerja/Bendaharawan Pemerintah diminta mengisi alamat Wajib

Pajak dalam Daftar Nominatif.

Secara lengkap sesuai dengan informasi nama kelurahan/desa.

3. Apabila dari hasil pendataan ditemukan ada Wajib Pajak yang telah ber-

NPWP domisili tetapi belum mempunyai NPWP cabang atas usaha/ gerai,

maka diterbitkan NPWP cabang.

4. Dalam hal Pemberi Kerja/Bendaharawan Pemerintah tidak berkenan

mengisi aplikasi e-NPWP, agar diupayakan mendapatkan data dalam

bentuk softcopy dengan format Ms. Excell. Apabila Pemberi

Kerja/Bendaharawan Pemerintah hanya memberikan data dalam bentuk

hardcopy, maka menjadi kewajiban KPP untuk melakukan perekaman

sehingga penerbitan NPWP dapat dilakukan segera.

5. Apabila kartu NPWP (PVC Card) belum tersedia, penerbitan NPWP dapat

menggunakan blanko NPWP yang tersedia.

Page 26: LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakanthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00332-AK Bab2001.pdfHal ini berarti pelanggaran atas ... mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah

35

II.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian yang dilakukan mengenai ekstensifikasi Wajib Pajak,

antara lain dilakukan oleh:

1. Mirza Maulida (2011) dengan Judul “Evaluasi Atas Pelaksanaan Ekstensifikasi

Wajib Pajak dan Intensifikasi Pajak Serta Kontribusinya Dalam

Meningkatkan Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi Pada KPP

Pratama Jakarta Tanah Abang Dua”.

Peneliti melakukan penelitian untuk mengevaluasi pelaksanaan

ekstensifikasi dan intensifikasi pajak, mengevaluasi hambatan-hambatan yang

terjadi selama pelaksanaan ekstensifikasi, dan mengevaluasi seberapa besar

kontribusi dari program ekstensifikasi Wajib Pajak dan Intensifikasi Pajak terhadap

penerimaan PPh Orang Pribadi pada KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Dua tahun

2008-2010.

Simpulan dari hasil penelitian ini adalah kegiatan ekstensifikasi yang

dilakukan oleh KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Dua menunjukkan hasil yang

belum optimal terutama dalam peningkatan jumlah Penerimaan Pajak Penghasilan

Orang Pribadi. Meskipun menunjukkan angka yang kurang maksimal, akan tetapi

KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Dua telah melaksanakan ekstensifkasi Wajib

Pajak dan Intensifikasi Pajak dengan baik.

Saran yang disampaikan oleh peneliti adalah upaya ekstensifikasi dan

intensifikasi harus terus dikembangkan terutama dalam melakukan kerjasama

dengan instansi terkait, baik intern DJP maupun ekstern DJP, fiskus harus

memverifikasi Wajib Pajak baru yang memiliki NPWP, untuk mendapatka data dari

Page 27: LANDASAN TEORI II.1 Dasar-dasar Perpajakanthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00332-AK Bab2001.pdfHal ini berarti pelanggaran atas ... mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah

36

instansi pihak KPP hendaknya melakukan pendekatan langsung dan

berkesinambungan dengan para pejabat yang berwenang dalam instansi tersebut,

meningkatkan kegiatan penyuluhan, meningkatkan kualitas pelayanan, dan KPP

harus lebih konsisten dalam penegakkan hukum.

2. Rina Nurseto (2008) dengan Judul “Evaluasi Atas Pelaksanaan Ekstensifikasi

Wajib Pajak Serta Kontribusinya Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan

Orang Pribadi Pada KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Dua”

Peneliti melakukan penelitian untuk mengevaluasi pelaksanaan

ekstensifikasi, mengetahui seberapa besar kontribusi dari program ekstensifikasi

terhadap penerimaan PPh Orang Pribadi tahun 2006-2007.

Simpulan dari hasil penelitian ini adalah kegiatan ekstensifikasi yang

dilakukan oleh KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Dua telah dilaksanakan dengan

baik dan terencana sesuai dengan prosedur yang diatur dalam masing-masing

peraturan. Kegiatan ekstensifikasi yang dilakukan menghasilkan penambahan

jumlah Wajib Pajak yang melebihi target yang direncanakan, tetapi kontribusi

terhadap penerimaan PPh Orang Pribadi jumlahnya masih kecil.

Saran yang disampaikan peneliti adalah upaya ekstensifikasi harus terus

dikembangkan, untuk mendapatkan data hendaknya pihak KPP melakukan

pendekatan langsung dengan pejabat berwenang dalam instansi/perusahaan, KPP

hendaknya meningkatkan penyuluhan tentang cara pendaftaran Wajib Pajak dan

pengisian SPT, meningkatkan kualitas pelayanan kepada Wajib Pajak dalam

penambahan fasilitas, lebih konsisten dalam penegakkan hukum.