ii.1. kerangka teori dan literatur ii.1.1. perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/bab2/2011-2-00334-ak...

42
7 BAB II LANDASAN TEORI II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan Prinsip antara Standar Akuntansi dengan Perpajakan Tata cara dan aturan pembukuan mengikuti ketentuan yang berlaku sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum sepanjang aturan perpajakan tidak menyatakan lain. Hal ini dinyatakan secara tegas dalam penjelasan pasal 28 ayat (7) UU KUP No. 28 tahun 2007 yang berbunyi sebagai berikut : Dengan demikian, pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan perundang-undang perpajakan menentukan lain.” Beberapa perbedaan prinsip antara Undang-Undang Perpajakan dengan SAK umum berbasis IFRS yaitu: II.1.1.1. Mata Uang Pelaporan Utama Standar Akuntansi : Berdasarkan PSAK No. 10 (revisi 2010) paragraf 36, “Entitas dapat menyajikan laporan keuangannya dalam mata uang (atau beberapa mata uang) apapun”. Transaksi mata uang asing dicatat dengan menggunakan mata uang fungsional. Mata uang fungsional adalah mata uang pada lingkungan ekonomi utama di mana suatu entitas beroperasi. Indikator untuk menentukan mata uang fungsional adalah

Upload: hoangcong

Post on 30-Aug-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

7

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1. Kerangka Teori dan Literatur

II.1.1. Perbedaan Prinsip antara Standar Akuntansi dengan Perpajakan

Tata cara dan aturan pembukuan mengikuti ketentuan yang berlaku sesuai

dengan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum sepanjang aturan perpajakan

tidak menyatakan lain. Hal ini dinyatakan secara tegas dalam penjelasan pasal 28

ayat (7) UU KUP No. 28 tahun 2007 yang berbunyi sebagai berikut :

“ Dengan demikian, pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang

lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan,

kecuali peraturan perundang-undang perpajakan menentukan lain.”

Beberapa perbedaan prinsip antara Undang-Undang Perpajakan dengan SAK

umum berbasis IFRS yaitu:

II.1.1.1. Mata Uang Pelaporan Utama

Standar Akuntansi :

Berdasarkan PSAK No. 10 (revisi 2010) paragraf 36, “Entitas dapat menyajikan

laporan keuangannya dalam mata uang (atau beberapa mata uang) apapun”.

Transaksi mata uang asing dicatat dengan menggunakan mata uang fungsional. Mata

uang fungsional adalah mata uang pada lingkungan ekonomi utama di mana suatu

entitas beroperasi. Indikator untuk menentukan mata uang fungsional adalah

Page 2: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

8

1. a) mata uang :

• yang mempengaruhi harga jual

• dari suatu negara yang kekuatan persaingan dan Undang-Undang

menentukan harga jual

b) mata uang yang paling mempengaruhi biaya tenaga kerja, material, dan

biaya lain pengadaan barang/ jasa

2. a) mata uang yang mana dana dari aktivitas pendanaan dihasilkan

b) mata uang dalam mana penerimaan dari aktivitas operasi pada umumnya

ditahan

Perpajakan :

Berdasarkan UU KUP No. 28 tahun 2007 Pasal 28 ayat (4), ”Pembukuan harus

diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan

mata uang Rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang

diizinkan oleh Menteri Keuangan”. Namun, dalam Pasal 28 ayat (8) menyatakan

bahwa ”Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah

dapat diselenggarakan Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan”. Wajib

Pajak yang dapat menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa asing dan mata uang

selain Rupiah berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.011/2012

adalah

a. Wajib Pajak dalam rangka Penanaman Modal Asing

b. Wajib pajak dalam rangka Kontrak Karya untuk pertambangan selain minyak dan

gas bumi

Page 3: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

9

c. Wajib pajak Kontraktor Kontrak Kerja Sama untuk pertambangan minyak dan

gas bumi

d. Bentuk Usaha Tetap

e. Wajib pajak yang mendaftarkan emisi sahamnya baik sebagian maupun

seluruhnya di bursa efek luar negeri

f. Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang menerbitkan reksadana dalam denominasi

satuan mata uang Dollar Amerika Serikat dan telah memperoleh Surat

Pemberitahunan Efektif Pernyataan Pendaftaran dari Bapepam-Lembaga

Keuangan

g. Wajib Pajak yang berafiliasi langsung dengan perusahaan induk di luar negeri

h. Wajib pajak yang menyajikan laporan keuangan dalam mata uang fungsional

menggunakan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat sesuai Standar

Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia

II.1.1.2. Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi

Standar Akuntansi :

Standar Akuntansi mengakui biaya estimasi. Sebagai contoh, menurut PSAK

No. 16 (revisi 2011) paragraf 16 salah satu komponen biaya perolehan adalah

estimasi awal biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan restorasi lokasi

aset. Selain itu berdasarkan PSAK No. 48 (revisi 2010), entitas dapat melakukan

pembentukan cadangan atas penurunan nilai aset berdasarkan estimasi. Penurunan

nilai dari aset merupakan suatu kondisi di mana nilai tercatat dari aset (carrying

amount) melebihi jumlah terpulihkan (recoverable amount). Pada setiap akhir

Page 4: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

10

periode pelaporan, suatu entitas harus menilai apakah terdapat indikasi suatu aset

mengalami penurunan nilai. Jika terdapat indikasi tersebut, entitas harus

mengestimasi jumlah terpulihkan aset tersebut. Dalam menilai ada tidaknya indikasi

bahwa aset mungkin mengalami penurunan nilai, entitas harus mempertimbangkan

hal-hal berikut ini :

a. Informasi dari sumber-sumber eksternal seperti adanya perubahan signifikan dari

nilai pasar, teknologi, pasar, ekonomi, lingkup hukum, suku bunga, serta jumlah

tercatat aset neto entitas melebihi kapitalisasi pasarnya.

b. Informasi dari sumber-sumber internal seperti bukti keusangan atau kerusakan

fisik aset, perubahan signifikan atas penggunaan, penghentian, dan masa

manfaat aset, serta bukti internal mengindikasikan bahwa kinerja ekonomi

aset lebih buruk dari yang diharapkan.

Perpajakan :

Peraturan perpajakan hanya mengakui realisasi bukan nilai estimasi.

Sebagaimana dinyatakan dalam UU PPh No. 36 Tahun 2008 Pasal 10 ayat (1) bahwa

aset harus dinilai berdasarkan nilai realisasi yaitu jumlah yang sesungguhnya

dikeluarkan atau diterima. Sedangkan revaluasi aset tetap yang berarti menyesuaikan

nilai sisa buku fiskal aset tetap dengan harga pasar sebagaimana diatur dalam

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008 hanya menaikkan nilai aset

dan dikenakan pajak penghasilan, kecuali atas izin Menteri Keuangan.

Page 5: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

11

II.1.1.3. Nilai Perolehan dan Nilai Wajar

Standar Akuntansi :

Nilai wajar (fair value) adalah jumlah yang dipakai untuk mempertukarkan

suatu aset antara pihak-pihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai

dalam suatu transaksi dengan wajar (arm’s length transaction). Standar akuntansi

yang menggunakan penerapan nilai wajar (fair value) dalam pengukuran dan

penilaian elemen laporan keuangan yaitu PSAK No. 13 properti investasi, PSAK No.

16 aset tetap, PSAK No. 19 aset tak berwujud, serta PSAK No. 50 & 55 instrumen

keuangan. Penyajian laporan keuangan berbasis nilai wajar dianggap dapat

memberikan informasi yang relevan dan andal bagi investor.

Perpajakan :

Peraturan perpajakan belum mengadopsi konsep nilai wajar. Di dalam UU PPh

No. 36 Tahun 2008 Pasal 10 menjelaskan tentang cara penilaian aset yang diperoleh

dari transaksi sebagai berikut ini :

Ayat (1)

Dalam transaksi jual beli aset, harga perolehan aset bagi pihak pembeli adalah harga

yang sesungguhnya dibayarkan dan harga penjualan bagi pihak penjual adalah harga

yang sesungguhnya diterima. Termasuk dalam harga perolehan adalah harga beli dan

biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh aset tersebut, seperti bea masuk,

biaya pengangkutan, dan biaya pemasangan.

Page 6: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

12

Ayat (2)

Aset yang diperoleh berdasarkan transaksi tukar menukar dengan aset lain, maka

nilai perolehan atau nilai penjualannya adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan

atau diterima berdasarkan harga pasar.

Ayat (3)

Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi,

penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha

adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar,

kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.

Ayat (4)

Dalam hal penyerahan aset karena

- hibah yang diterima oleh keluarga sedarah garis keturunan lurus satu derajat,

badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial

- bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh lembaga amil zakat

yang disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang

berhak atau sumbangan keagamaan yang diterima oleh lembaga

keagamaan yang disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima

sumbangan yang berhak.

Maka nilai perolehan bagi pihak yang menerima harta adalah nilai sisa buku harta

dari pihak yang melakukan penyerahan. Sedangkan penyerahan harta karena hibah,

bantuan, sumbangan selain yang disebutkan di atas, maka nilai perolehan bagi pihak

yang menerima harta adalah harga pasar.

Page 7: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

13

Ayat (5)

Penilaian aset yang diserahkan sebagai pengganti saham atau penyertaan modal yaitu

berdasarkan nilai pasar dari harta yang dialihkan tersebut.

Ayat (6)

Penilaian persediaan barang hanya boleh menggunakan harga perolehan. Sedangkan

penilaian pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok hanya boleh

dilakukan dengan cara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang

didapat pertama (first-in first-out).

II.1.1.4. Form Over Substance dan Substance Over Form pada Leasing

Standar Akuntansi :

Akuntansi untuk sewa guna usaha dengan hak opsi berlandaskan pada konsep

makna ekonomi (substance over form). Berdasarkan PSAK No. 30 (revisi 2011)

paragraf 8, “Suatu kegiatan sewa guna usaha diklasifikasikan sebagai sewa guna

usaha dengan hak opsi (finance lease) jika sewa guna usaha tersebut mengalihkan

secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset”.

Aset leasing langsung dibukukan sebagai aset tetap leasing dan disusutkan sesuai

masa manfaat oleh lessee.

Perpajakan :

Dalam kasus sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease), yang diatur

dalam KMK No. 1169/ KMK.01/1991 lebih mementingkan bentuk formal atau status

legal dibandingkan dengan substansi ekonominya (form over substance). Dalam

transaksi leasing selama masa leasing, lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas

Page 8: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

14

barang modal sampai saat lessee menggunakan hak opsi untuk membeli karena status

legal barang modal belum beralih. Setelah lessee menggunakan hak opsi, lessee

melakukan penyusutan dan dasar penyusutannya adalah nilai sisa (residual value)

barang modal yang bersangkutan.

II.1.1.5. Umur Manfaat Aset Tidak Berwujud

Standar Akuntansi :

Berdasarkan PSAK No.19 (revisi 2010) paragraf 88, masa manfaat aset tidak

berwujud dikelompokkan menjadi masa manfaat terbatas dan tidak terbatas. Suatu

aset tidak berwujud dinilai masa manfaatnya terbatas, jika jangka waktu atau jumlah

produksi atau jumlah unit serupa yang dihasilkan selama masa manfaat. Sedangkan

dinilai tidak terbatas jika berdasarkan analisis dari seluruh faktor relevan, tidak ada

batas yang terlihat pada saat ini atas periode yang mana aset diharapkan

menghasilkan arus kas neto bagi perusahaan. Suatu aset tidak berwujud dengan masa

manfaat terbatas diamortisasi dan aset tidak berwujud dengan masa manfaat tak

terbatas tidak diamortisasi.

Perpajakan :

Sesuai dengan UU PPh No. 36 Tahun 2008 Pasal 11A, aset tidak berwujud

dibagi menjadi 4 kelompok dengan masa manfaat 4, 8, 16, dan 20 tahun. Sehingga

umur manfaat aset tidak berwujud maksimal 20 tahun.

Page 9: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

15

Tabel II.1

Kelompok Aset tidak Berwujud

Sumber : UU PPh No. 36 Tahun 2008

II.1.1.6. Revaluasi Aset Tetap

Standar Akuntansi :

Berdasarkan PSAK No.16 (Revisi 2011) paragraf 31, revaluasi harus dilakukan

secara reguler untuk memastikan jumlah tercatat tidak berbeda secara material

dengan nilai wajar pada tanggal neraca. Jika suatu aset tetap direvaluasi, maka

seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama harus direvaluasi. Revaluator boleh

dari perusahaan. Dasar revaluasi adalah nilai sisa buku komersial. Jika akibat

revaluasi jumlah tercatat aset meningkat, maka kenaikan tersebut langsung

dikreditkan ke ekuitas pada bagian surplus revaluasi dan diakui dalam laba rugi

sejumlah penurunan akibat revaluasi terdahulu (jika ada). Sedangkan jika jumlah

tercatat aset menurun akibat revaluasi, penurunan tersebut diakui dalam laporan laba

rugi dan di debit ke ekuitas sejumlah saldo kredit surplus revaluasi (jika ada).

Perpajakan :

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 79/ PMK.03/ 2008, revaluasi

hanya dapat dilakukan jika mendapat izin dari Menteri Keuangan. Revaluasi harus

dilakukan atas seluruh aset tetap berwujud yang terletak atau berada di Indonesia.

Page 10: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

16

Revaluator ditetapkan oleh perusahaan jasa penilai atau ahli penilai yang

memperoleh izin dari pemerintah. Dasar revaluasi adalah nilai sisa buku fiskal. Atas

selisih lebih penilaian kembali aset tetap perusahaan di atas nilai sisa buku fiskal

semula dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 10%. Revaluasi

hanya dapat dilakukan lagi setelah lewat 5 tahun sejak revaluasi terakhir. Dalam

ketentuan perpajakan tidak mengatur rugi penurunan nilai pada saat revaluasi aset.

Estimasi rugi penurunan nilai tidak diakui dalam peraturan perpajakan.

II.1.1.7. Klasifikasi Aset Tetap

Standar Akuntansi :

Adanya klasifikasi aset yang baru yang diatur dalam PSAK 13 (revisi 2011)

yaitu properti investasi. Properti investasi adalah tanah atau bangunan atau bagian

dari bangunan atau keduanya yang dikuasai (oleh pemilik atau lessee melalui sewa

pembiayaan) untuk menghasilkan rental atau kenaikan nilai, atau kedua-duanya, dan

tidak untuk :

- Digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa atau untuk tujuan

administratif

- Dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari

Pengakuan setelah pengakuan awal atas aset yang diklasifikasikan sebagai

properti investasi dapat dilakukan dengan model nilai wajar (fair value) atau model

biaya. Untuk model nilai wajar, tidak ada penyusutan atas nilai properti. Laba rugi

yang timbul dari perubahan nilai wajar diakui dalam laporan laba rugi pada periode

terjadinya.

Page 11: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

17

Perpajakan :

Berdasarkan UU PPh No. 36 Tahun 2008 Pasal 11, penyusutan aset

berdasarkan kelompok aset. Semua aset (kecuali tanah) yang memiliki masa manfaat

lebih dari satu tahun disusutkan sesuai dengan kelompoknya.

Tabel II.2

Kelompok Aset Berwujud

Sumber : UU PPh No. 36 Tahun 2008

II.1.1.8. Principle Based dan Rule Based

Standar Akuntansi :

Di sisi lain penerapan PSAK sesuai IFRS menganut principle based. Dalam

principle based tidak dijelaskan secara detail aturan-aturannya sehingga sangat

membutuhkan kemampuan analisis dan pertimbangan terhadap setiap transaksi. Jika

timbul keragu–raguan mengenai sebuah aturan, pembaca diarahkan kembali ke

landasan prinsip tersebut.

Page 12: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

18

Perpajakan :

Rule based menjelaskan dengan detail aturan yang harus diikuti dalam

menyiapkan pelaporan keuangan. Dengan memiki aturan yang jelas, dapat

meningkatkan akurasi dan mengurangi keragu-raguan/ ketidakpastian. Aturan

perpajakan di Indonesia menganut rule based.

Contoh :

1. Aset tetap

Dalam akuntansi penentuan umur manfaat aset tetap membutuhkan pertimbangan

berdasarkan pengalaman entitas terhadap aset yang serupa. Sedangkan metode

penyusutan ditentukan sesuai dengan ekspektasi pola konsumsi manfaat

ekonomik masa depan dari aset. Dalam perpajakan, umur manfaat dan metode

penyusutan diatur dengan detail dalam UU PPh No. 36 Tahun 2008 Pasal 11 dan

diatur lebih lanjut mengenai kelompok aset tetap dengan Peraturan Menteri

Keuangan 96/PMK.03/2009.

2. Aset tidak berwujud

Dalam mengestimasi masa manfaat aset tidak berwujud diperlukan pertimbangan

untuk menentukan apakah masa manfaat aset tersebut terbatas atau tidak terbatas

yang diatur dalam PSAK No.19 (revisi 2010). Penentuan metode amortisasi aset

tidak berwujud dengan masa manfaat terbatas berdasarkan pola konsumsi

manfaat ekonomi masa depan yang diharapkan yang digunakan. Dalam

perpajakan, masa manfaat dan metode amortisasi diatur dalam UU PPh No. 36

Tahun 2008 Pasal 11A secara detail sesuai dengan kelompoknya.

Page 13: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

19

3. Hubungan istimewa

Berdasarkan PSAK No.7 (revisi 2010) paragraf 9, pihak-pihak yang mempunyai

hubungan istimewa adalah

- Orang atau anggota keluarga terdekat. Mereka dapat termasuk pasangan

hidup dan anak dari individu, anak dari pasangan hidup individu, tanggungan

dari individu atau pasangan hidup individu

- Entitas yang dikendalikan atau dikendalikan bersama

Sedangkan berdasarkan UU PPh No. 36 Tahun 2008 pasal 18 ayat (4), hubungan

istimewa dianggap ada apabila :

- Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis

keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat;

- Kepemilikan penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah

25%;

- Menguasai Wajib Pajak lainnya seperti penguasaan melalui manajemen atau

penguasaan teknologi.

II.1.1.9. Prinsip Materialitas

Standar Akuntansi :

Dalam PSAK No. 1 (revisi 2009) paragraf 5 dijelaskan bahwa “Kelalaian

dalam mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat pos-pos laporan keuangan

adalah material jika, dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna laporan

keuangan”. Konsep materialitas menganjurkan untuk memberikan perhatian pada

Page 14: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

20

peristiwa-peristiwa penting dan mengabaikan hal-hal yang tidak signifikan. Usaha

lebih yang diperlukan adalah mengolah hal-hal yang tidak signifikan merupakan

usaha yang tidak efektif. Contohnya dalam proses audit yang dilakukan oleh akuntan

publik juga dilakukan dengan teknik sampel dengan prinsip materialitas. Sehingga

auditor tidak memberikan jaminan (guarantee) bagi klien atau pemakai laporan

keuangannya yang lain, bahwa laporan keuangan yang sudah diaudit adalah akurat

dikarenakan auditor tidak memeriksa setiap transaksi yang terjadi dalam tahun yang

diaudit dan tidak dapat menentukan apakah semua transaksi yang terjadi telah dicatat,

diringkas, digolongkan, dan dikompilasi secara semestinya ke dalam laporan

keuangan.

Perpajakan :

Pajak tidak mengenal prinsip materialitas sebagaimana yang dikenal oleh

akuntansi. Dalam perpajakan tidak ada istilah yang dapat mengabaikan data hanya

karena jumlahnya relatif kecil. Bagi pajak jumlah berapapun adalah material.

Sebagai contoh misalnya dalam pemeriksaan pajak sekecil apapun kesalahan yang

dilakukan oleh Wajib Pajak terkait dengan transaksi keuangannya akan tetap

diperhitungkan karena pemeriksaan pajak untuk menguji kepatuhan terhadap

peraturan perpajakan.

II.1.2. PSAK No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan

II.1.2.1. Tujuan PSAK No. 46

PSAK No.46 bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi untuk pajak

penghasilan. Masalah utama dalam perlakuan akuntansi untuk pajak penghasilan

Page 15: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

21

adalah bagaimana menghitung konsekuensi pajak periode berjalan dan periode

mendatang untuk hal-hal berikut ini :

a. Pemulihan nilai tercatat aset yang diakui pada neraca perusahaan atau pelunasan

nilai tercatat kewajiban yang diakui pada neraca perusahaan; dan

b. Transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian lain pada periode berjalan yang diakui

pada laporan keuangan entitas.

Pengakuan aset atau kewajiban pada laporan keuangan, secara tersirat, berarti

bahwa perusahaan pelapor akan dapat memulihkan atau melunasi nilai tercatat aset

atau kewajiban tersebut. Pemulihan nilai tercatat aset akan mengakibatkan

perusahaan pelapor membayar pajak lebih kecil di periode mendatang dan pelunasan

nilai tercatat kewajiban akan mengakibatkan perusahaan pelapor membayar pajak

lebih besar di periode mendatang.

I.1.2.2. Istilah- Istilah dalam PSAK No. 46

Pada paragraf 07 dijelaskan definisi istilah-istilah berikut ini yaitu :

1. Pajak penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan

dan pajak ini dikenakan atas penghasilan kena pajak perusahaan.

2. Laba akuntansi adalah laba atau rugi bersih selama satu periode sebelum

dikurangi beban pajak.

3. Penghasilan kena pajak atau laba fiskal atau rugi pajak adalah laba atau rugi

selama satu periode yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan menjadi

dasar penghitungan pajak penghasilan.

Page 16: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

22

4. Nilai buku akuntansi adalah nilai tercatat aset atau nilai tercatat kewajiban

menurut pembukuan atau akuntansi.

5. Dasar pengenaan pajak (DPP) aset atau kewajiban adalah nilai aset atau

kewajiban yang diakui oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam penghitungan laba

fiskal.

6. Perbedaan temporer adalah perbedaan antara jumlah tercatat aset atau kewajiban

dengan DPP-nya.

7. Perbedaan temporer kena pajak adalah perbedaan temporer yang menimbulkan

suatu jumlah kena pajak dalam penghitungan laba fiskal periode masa depan

pada saat nilai tercatat aset dipulihkan atau nilai tercatat kewajiban dilunasi.

8. Perbedaan temporer dapat dikurangkan adalah perbedaan temporer yang

menimbulkan suatu jumlah yang boleh dikurangkan dalam penghitungan laba

fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aset dipulihkan atau nilai

tercatat kewajiban tersebut dilunasi.

9. Pajak kini adalah jumlah pajak penghasilan yang terutang atas penghasilan

kena pajak pada satu periode.

10. Beban pajak (penghasilan pajak) adalah jumlah agregat pajak kini dan pajak

tangguhan yang diperhitungkan dalam penghitungan laba atau rugi pada satu

periode.

11. Kewajiban pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terutang untuk

periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak.

Page 17: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

23

12. Aset pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan yang terpulihkan

pada periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer yang boleh

dikurangkan dan sisa kompensasi kerugian.

II.1.2.3. Dasar Pengenaan Pajak

Berdasarkan PSAK No.46 paragraf 09, dasar pengenaan pajak aset adalah

jumlah yang dapat dikurangkan, untuk tujuan fiskal, terhadap setiap manfaat

ekonomi (penghasilan) kena pajak yang akan diterima perusahaan pada saat

memulihkan nilai tercatat aset tersebut. Contoh :

• Biaya perolehan mesin 100. Untuk tujuan pajak, penyusutan mesin dikurangkan

sebesar 30. Dasar pengenaan pajak mesin adalah 70.

• Piutang bunga memiliki jumlah tercatat 100. Penerimaan piutang bunga terkait

akan dikenakan pajak dengan dasar kas. Dasar pengenaan pajak piutang bunga

adalah nihil.

• Piutang usaha memiliki jumlah tercatat 100. Pendapatan usaha terkait sudah

termasuk dalam laba kena pajak (rugi pajak). Dasar pengenaan pajak piutang

usaha adalah 100.

Sedangkan paragraf 10 menjelaskan bahwa dasar pengenaan pajak kewajiban

adalah nilai tercatat kewajiban dikurangi dengan setiap jumlah yang dapat

dikurangkan pada masa depan. Contoh :

• Jumlah tercatat kewajiban jangka pendek termasuk beban yang masih harus

dibayar sebesar 100. Beban terkait akan dikurangkan untuk tujuan pajak dengan

dasar kas. Dasar pengenaan pajak beban yang masih harus dibayar adalah nihil.

Page 18: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

24

• Jumlah tercatat kewajiban jangka pendek termasuk beban yang masih harus

dibayar sebesar 100. Beban tersebut telah dikurangkan untuk tujuan pajak. Dasar

pengenaan pajak atas beban yang masih harus dibayar adalah 100.

• Jumlah tercatat utang pinjaman sebesar 100. Pelunasan pinjaman tersebut tidak

mempunyai konsekuensi pajak. Dasar pengenaan pajak atas pinjaman adalah 100.

II.1.2.4. Metode Penangguhan dalam Pajak Penghasilan

Menurut Zain (2008: 190), metode alokasi pajak interperiode dapat dilakukan

dengan 3 (tiga) cara yaitu :

a. Deferred Method (Metode Pajak Tangguhan)

Metode ini menggunakan pendekatan laba rugi (Income Statement Approach)

yang memandang perbedaan perlakuan antara akuntansi dan perpajakan dari sudut

pandang laporan laba rugi, yaitu kapan suatu transaksi diakui dalam laporan laba rugi

baik dari segi komersial maupun fiskal. Pendekatan ini mengenal istilah perbedaan

waktu dan perbedaan permanen. Selisih jumlah Pajak Penghasilan Terhutang

(berdasar SPT) dengan Biaya Pajak Penghasilan (berdasar laba akuntansi) dalam

suatu periode harus dicatat dan disajikan dalam Laporan Keuangan sebagai Pajak

yang Ditangguhkan. Jumlah Pajak yang Ditangguhkan ditentukan berdasar tarif

pajak yang berlaku pada saat terjadinya transaksi atau item yang menyebabkan

terjadinya perbedaan atau selisih antara laba kena pajak dan laba akuntansinya.

Metode ini lebih menekankan matching principle pada periode terjadinya perbedaan

tersebut.

b. Asset-Liability Method (Metode Aset dan Kewajiban)

Metode ini menggunakan pendekatan neraca (Balance Sheet Approach) yang

menekankan pada kegunaan laporan keuangan dalam mengevaluasi posisi keuangan

Page 19: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

25

dan memprediksikan aliran kas pada masa yang akan datang. Pendekatan neraca

memandang perbedaan perlakuan akuntansi dan perpajakan dari sudut pandang

neraca, yaitu perbedaan antara saldo buku menurut komersial dan dasar pengenaan

pajaknya. Pendekatan ini mengenal istilah perbedaan temporer dan perbedaan non

temporer.

c. Net-of-Tax Method (Metode Bersih dari Pajak)

Metode ini tidak ada pajak tangguhan yang diakui. Konsekuensi pajak atas

perbedaan temporer tidak dilaporkan secara terpisah, sebaliknya diperlakukan

sebagai penyesuaian atas nilai aset atau kewajiban tertentu dan penghasilan atau

beban yang terkait. Dalam metode ini, beban pajak yang disajikan dalam laporan

laba rugi sama dengan jumlah pajak penghasilan yang terhutang menurut SPT

tahunan.

Lam dan Law (2009: 423) menyatakan bahwa :

Historically, the accounting for the deferred tax used the income statement liability method, which focused on timing differences. The balance sheet liability method instead, focuses on temporary differences. Timing differences are differences between taxable profit and accounting profit that originate in one period and reverse in one or more subsequent periods. In contrast to the timing differences derived from the income statement, temporary differences focus on the balance sheet and represent the differences between the carrying amount of an asset or liability and its tax base on the balance sheet.

Zain (2008: 193) menyatakan bahwa :

Dengan berlakunya PSAK No.46, timbul kewajiban bagi perusahaan untuk

menghitung dan mengakui pajak tangguhan (deferred taxes) atas future tax effects

dengan menggunakan pendekatan the asset and liability method, yang berbeda

dengan pendekatan “income statement liability method” yang sebelumnya lazim

digunakan oleh perusahaan dalam menghitung pajak tangguhan.

Page 20: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

26

II.1.2.5. Pengakuan Pajak Tangguhan

Menurut PSAK No. 46 paragraf 14, semua perbedaan temporer kena pajak

diakui sebagai kewajiban pajak tangguhan, kecuali jika timbul perbedaan temporer

kena pajak yang berasal dari :

a. Goodwill yang amortisasinya tidak dapat dikurangkan untuk tujuan fiskal; atau

b. Pada saat pengakuan awal aset atau kewajiban dari suatu transaksi yang :

(i) Bukan transaksi kombinasi bisnis; dan

(ii) Pada saat transaksi, tidak mempengaruhi laba akuntansi dan laba fiskal

Menurut Gunadi (2009: 303), pencatatan DTL (Deferred Tax Liability) sebagai

berikut :

Dr: DTE (Deferred Tax Expense) XXX

Cr: DTL (Deferred Tax Liability) XXX

Menurut Kieso (2011: 1015), jurnal untuk mencatat pengakuan kewajiban pajak

tangguhan dan pajak penghasilan terutang adalah

Dr: Income Tax Expense XXX

Cr: Income Tax Payable XXX

Cr: Deferred Tax Liability XXX

Page 21: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

27

Menurut PSAK No.46 paragraf 21, aset pajak tangguhan diakui untuk seluruh

perbedaan temporer dapat dikurangkan, sepanjang kemungkinan besar perbedaan

temporer yang boleh dikurangkan tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengurangi

laba fiskal pada masa depan, kecuali aset pajak tangguhan yang timbul dari :

a. Goodwill negatif yang diakui sebagai pendapatan tangguhan sesuai dengan

PSAK No. 22 tentang Akuntansi Penggabungan Usaha; atau

b. Pada saat pengakuan awal aset atau kewajiban dari suatu transaksi yang :

(i) Bukan transaksi kombinasi bisnis; dan

(ii) Pada saat transaksi, tidak mempengaruhi laba akuntansi dan laba fiskal

Menurut Gunadi (2009: 303), pencatatan DTA (Deferred Tax Asset) sebagai berikut :

Dr: DTA (Deferred Tax Asset) XXX

Cr: DTI (Deferred Tax Income) XXX

Menurut Kieso (2009: 1018), jurnal untuk mencatat pengakuan aset pajak tangguhan

dan pajak penghasilan terutang adalah

Dr: Income Tax Expense XXX

Dr: Deferred Tax Asset XXX

Cr: Income Tax Payable XXX

Page 22: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

28

Menurut Gunadi (2009: 302), DTA terjadi apabila beda waktu menyebabkan

koreksi positif sehingga beban pajak akuntansi lebih kecil dari beban pajak fiskal,

sementara itu DTL timbul apabila beda waktu mendatangkan koreksi negatif

sehingga beban pajak akuntansi lebih besar dari beban pajak fiskal.

Di samping itu, pada paragraf 26 PSAK No.46 menjelaskan bahwa saldo rugi

fiskal yang dapat dikompensasi diakui sebagai aset pajak tangguhan apabila besar

kemungkinan bahwa laba fiskal pada masa depan memadai untuk dikompensasi.

Pada paragraf 50 PSAK No.46 dijelaskan bahwa “Apabila nilai tercatat aset

atau kewajiban yang berhubungan dengan pajak penghasilan final berbeda dari DPP-

nya, maka perbedaan tersebut tidak diakui sebagai aset atau kewajiban pajak

tangguhan”. Dan berdasarkan paragraf 53, selisih antara jumlah PPh final terutang

dengan jumlah yang dibebankan sebagai pajak kini pada perhitungan laba rugi diakui

sebagai Pajak Dibayar Dimuka dan Pajak yang Masih Harus Dibayar.

II.1.2.6. Peninjauan Kembali Aset Pajak Tangguhan

PSAK No.46 paragraf 35 menyatakan bahwa sebagai berikut :

Nilai tercatat aset pajak tangguhan harus ditinjau kembali (pada tanggal neraca). Perusahaan harus menurunkan nilai tercatat tersebut, apabila laba fiskal tidak mungkin memadai, untuk mengompensasi sebagian atau semua aset pajak tangguhan. Penurunan tersebut harus disesuaikan kembali apabila besar kemungkinan laba fiskal memadai.

Selama laba kena pajak di masa mendatang diperkirakan memadai, aset pajak

tangguhan tetap dicatat pada nilai yang saat ini diakui. Jika laba kena pajak di masa

mendatang diperkirakan akan bersifat tidak memadai. Nilai aset pajak tangguhan

mengalami penurunan, proporsional terhadap penurunan laba kena pajak.

Page 23: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

29

II.1.2.7. Pengukuran Pajak Tangguhan

Apabila jumlah perbedaan temporer pada tanggal neraca telah diketahui dengan

membandingkan antara saldo menurut pembukuan dan saldo menurut fiskal (per

SPT), maka pada tanggal neraca dapat dihitung jumlah aset pajak tangguhan

(deferred tax asset) dan kewajiban pajak tangguhan (deferred tax liability) sebagai

akibat perbedaan temporer tersebut.

Gambar II.1

Hubungan Dasar Pengenaan Pajak dan Perbedaan Temporer

Sumber : Nelson Lam dan Peter Law (2009: 431)

Menurut Zain (2008: 214), apabila taxable temporary differences dikalikan tarif

PPh (pasal 17), maka akan terdapat future tax liability yang sama dengan deferred

tax liability sedangkan apabila deductible temporary differences dikalikan tarif PPh

(pasal 17) maka terdapat future tax refundable. Jumlah future tax refundable dengan

Page 24: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

30

hasil dari kompensasi kerugian yang dikalikan dengan tarif PPh (pasal 17)

merupakan jumlah deferred tax asset.

Apabila saldo akhir aset pajak tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan yang

berasal dari perbedaan temporer per tanggal neraca telah diketahui, maka dengan

membandingkannya dengan saldo awal, dapat diketahui perubahan aset pajak

tanguhan dan kewajiban pajak tangguhan. Menurut Kieso (2011:1015), jika terjadi

kenaikan kewajiban pajak tangguhan diakui sebagai beban pajak tangguhan dan

sebaliknya sedangkan jika terjadi kenaikan aset pajak tangguhan diakui sebagai

penghasilan pajak tangguhan. Beban pajak tangguhan atau penghasilan pajak

tangguhan yang harus diperhitungkan dalam laporan laba rugi periode berjalan.

Dalam mengakui aset dan kewajiban pajak tangguhan, perusahaan diharuskan

untuk menggunakan tarif pajak yang sesuai untuk mengukur jumlah aset dan

kewajiban pajak tangguhan, serta mempertimbangkan isu-isu tentang diskonto.

1. Tarif Pajak

Berdasarkan PSAK No.46 paragraf 29, aset atau kewajiban pajak kini diakui

sebesar jumlah pajak terutang, yang dihitung dengan menggunakan tarif pajak yang

berlaku. Dan pada paragraf 30 menyatakan bahwa aset atau kewajiban pajak

tangguhan diukur menggunakan tarif pajak yang berlaku pada saat aset dipulihkan

atau kewajiban dilunasi. Perubahan tarif pajak penghasilan maupun perubahan

ketentuan perpajakan dapat mempengaruhi realisasi atau penyelesaian aset pajak

tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan. Oleh karena itu, dalam paragraf 39

dinyatakan bahwa apabila terdapat perubahan tarif pajak penghasilan atau perubahan

Page 25: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

31

ketentuan perpajakan yang secara substansial telah berlaku maka jumlah aset pajak

tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan harus merefleksikan perubahan tersebut.

2. Diskonto

Berdasarkan PSAK No.46, aset dan kewajiban pajak tangguhan tidak boleh

didiskontokan. Lam et al (2009: 450) menyatakan bahwa “since it is impracticable

or highly complex to have such detailed scheduling of the timing of the reversal of

each temporary difference, it is inappropriate to require discounting of deferred tax

asets and liabilities”. Penentuan yang andal untuk aset dan kewajiban pajak

tangguhan atas basis terdiskonto membutuhkan perincian jadwal waktu pemulihan

setiap perbedaan temporer. Namun penjadwalan seperti itu tidak dapat diterapkan

atau sangat kompleks.

Gambar II.2

Perhitungan Pajak Tangguhan dengan Pendekatan Neraca atau (Balance Sheet

Liability Method)

Page 26: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

32

Sumber : Seminar PSAK No.46 Memahami dengan Mudah Konsep dan

Penghitungan Pajak Tangguhan oleh Suluh Prima Target

Gambar II.3

Perhitungan Pajak Tangguhan dengan Pendekatan Laba Rugi ( Income

Statement Liability Method)

Sumber : Seminar PSAK No.46 Memahami dengan Mudah Konsep dan

Penghitungan Pajak Tangguhan oleh Suluh Prima Target

II.1.2.8. Direct Charge atau Credit to Equity

Berdasarkan PSAK No.46 paragraf 41, pembebanan atau pengkreditannya tidak

dilakukan ke laporan laba rugi tetapi langsung ke ekuitas untuk transaksi tertentu.

Contohnya yaitu perubahan nilai tercatat akun aset tetap yang berasal dari revaluasi

atau penilaian kembali, penyesuaian pada saldo awal dari saldo laba yang dihasilkan

dari perubahan akuntansi yang diterapkan secara retrospektif atau perbaikan

kesalahan, dan selisih kurs karena penjabaran laporan keuangan suatu entitas asing.

Karena langsung dibebankan atau dikreditkan ke ekuitas, maka apabila ada pajak

kini dan pajak tangguhan yang terkait harus dikreditkan atau dibebankan ke ekuitas.

Page 27: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

33

II.1.2.9. Penyajian Pajak Tangguhan

1. Aset Pajak dan Kewajiban Pajak

PSAK No.46 paragraf 45 menyatakan bahwa, “Aset pajak dan kewajiban pajak

harus disajikan terpisah dari aset dan kewajiban lainnya dalam neraca. Aset pajak

tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan harus dibedakan dari aset pajak kini dan

kewajiban pajak kini”. Dan pada paragraf 46 disebutkan bahwa “apabila dalam

laporan keuangan suatu perusahaan, aset dan kewajiban lancar disajikan terpisah dari

aset dan kewajiban tidak lancar, maka aset (kewajiban) pajak tangguhan tidak boleh

disajikan sebagai aset (kewajiban) lancar.”

2. Saling Hapus

Berdasarkan PSAK No.46 paragraf 47, aset pajak kini harus dikompensasi

(offset) dengan kewajiban pajak kini dan jumlah netonya harus disajikan pada neraca.

3. Beban Pajak

Berdasarkan PSAK No.46 paragraf 08, beban pajak (penghasilan pajak) terdiri

atas beban pajak kini (penghasilan pajak kini) dan beban pajak tangguhan

(penghasilan pajak tangguhan). Dan pada paragraf 48 disebutkan bahwa beban

(penghasilan) pajak yang berhubungan dengan laba atau rugi dari aktivitas normal

harus disajikan tersendiri pada laporan laba rugi.

4. Selisih Kurs dari Penjabaran Aset atau Kewajiban Pajak Tangguhan yang

Berasal dari Luar Negeri

Berdasarkan PSAK No. 46 paragraf 49, selisih kurs dari penjabaran aset atau

kewajiban pajak tangguhan yang berasal dari penjabaran laporan keuangan entitas

Page 28: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

34

asing boleh dikelompokkan ke beban (penghasilan) pajak tangguhan, jika penyajian

seperti itu dianggap paling bermanfaat untuk pengguna laporan keuangan.

II.1.2.10. Pengungkapan

Berdasarkan PSAK No.46 paragraf 57, unsur-unsur beban (penghasilan) pajak

meliputi :

a. Beban (penghasilan) pajak kini;

b. Penyesuaian yang diakui pada periode berjalan atas pajak kini yang berasal dari

periode sebelumnya;

c. Beban (penghasilan) pajak tangguhan akibat perbedaan temporer;

d. Beban (penghasilan) pajak tangguhan akibat perubahan tarif atau penerapan

ketentuan perpajakan yang baru;

e. Manfaat akibat rugi fiskal atau perbedaan temporer periode sebelumnya yang

belum diakui, yang digunakan sebagai pengurang beban pajak kini;

f. Manfaat akibat rugi fiskal atau perbedaan temporer periode sebelumnya yang

belum diakui, yang digunakan sebagai pengurang beban pajak tangguhan;

g. Beban pajak tangguhan akibat dari penurunan (write down), atau penyesuaian

kembali penurunan periode sebelumnya dari aset pajak tangguhan;

Menurut PSAK No.46 paragraf 56 menyatakan bahwa, hal-hal yang harus

diungkapkan adalah :

a. Unsur-unsur utama beban (penghasilan) pajak;

Page 29: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

35

b. Jumlah pajak kini dan pajak tangguhan berkaitan dengan transaksi-transaksi yang

langsung dibebankan atau dikreditkan langsung ke ekuitas;

c. Beban (penghasilan) pajak yang berasal dari pos-pos luar biasa yang diakui pada

periode berjalan;

d. Penjelasan hubungan antara beban (penghasilan) pajak dengan laba akuntansi

- Rekonsiliasi angka antara beban (penghasilan) pajak dengan hasil perkalian

laba akuntansi dan tarif pajak yang berlaku; atau

- Rekonsiliasi angka antara tarif pajak efektif rata-rata dan tarif pajak yang

berlaku, dengan mengungkapkan dasar perhitungan tarif pajak yang berlaku,

dengan mengungkapkan dasar penghitungan tarif pajak yang berlaku;

e. Penjelasan mengenai perubahan tarif pajak yang berlaku dan perbandingan

dengan tarif pajak yang berlaku pada periode akuntansi sebelumnya;

f. Jumlah (dan batas waktu penggunaan, jika ada) perbedaan temporer yang boleh

dikurangkan, sisa rugi yang dapat dikompensasi ke tahun berikut, yang tidak

diakui sebagai aset pajak tangguhan pada neraca;

g. Untuk setiap kelompok perbedaan temporer, dan untuk setiap kelompok rugi

pajak yang dapat dikompensasi ke tahun berikut :

- Jumlah aset dan kewajiban pajak tangguhan yang diakui pada neraca selama

periode penyajian;

- Jumlah beban (penghasilan) pajak tangguhan yang diakui pada laba rugi,

apabila jumlah tersebut tidak terlihat dari perubahan jumlah aset atau

kewajiban pajak tangguhan yang diakui neraca; dan

Page 30: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

36

h. Berkenaan dengan operasi yang dihentikan, beban pajak terkait pada :

- Keuntungan atau kerugian atas penghentian operasi; dan

- Laba atau rugi dari aktivitas normal atas operasi yang dihentikan untuk periode

pelaporan, bersamaan dengan jumlah periode akuntansi sebelumnya yang

disajikan pada laporan keuangan;

Page 31: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

37

Gambar II.4

Skema Keterkaitan antara Perbedaan Temporer dan Aset (Kewajiban) Pajak

tangguhan

Sumber : Agoes, Sukrisno dan Estralita Trisnawati (2007: 200)

Page 32: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

38

II.1.3. Perbedaan Temporer

Menurut Zain (2008: 213), perbedaan temporer terjadi karena berdasarkan

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan merupakan penghasilan atau

biaya yang boleh dikurangkan pada periode akuntansi terdahulu atau periode

akuntansi berikutnya dari periode akuntansi sekarang. Sementara itu, komersial

mengakuinya sebagai penghasilan atau biaya pada periode yang bersangkutan.

Berikut adalah contoh akun yang menimbulkan perbedaan temporer :

II.1.3.1. Aset Tetap dan Penyusutannya

Aspek Akuntansi :

Semua aset tetap yang dimiliki oleh entitas harus disusutkan secara sistematis

selama umur manfaatnya. Penyusutan aset dimulai pada saat aset tersebut siap untuk

digunakan. Biaya perbaikan yang dikapitalisir disusutkan sesuai masa manfaat yang

ditinjau ulang. Estimasi umur manfaat suatu aset merupakan hal yang membutuhkan

pertimbangan berdasarkan pengalaman entitas terhadap aset yang serupa. Nilai

residu dan umur manfaat setiap aset tetap di review minimum setiap akhir tahun

buku dan apabila ternyata hasil review berbeda dengan estimasi sebelumnya maka

perbedaan tersebut diperlakukan sebagai perubahan estimasi akuntansi sesuai PSAK

No. 25 (revisi 2009).

Metode penyusutan yang digunakan antara lain metode garis lurus (straight line

method), metode saldo menurun (diminishing balance method) dan metode jumlah

unit (sum of the unit method). Metode penyusutan yang digunakan harus

mencerminkan ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomis masa depan atas aset

oleh entitas dan harus direview minimum setiap akhir tahun buku. Jika besaran nilai

Page 33: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

39

perolehan suatu aset tidak material, maka tidak termasuk dapat dikelompokkan

sebagai aset tetap. Biaya perolehan aset tersebut tidak dapat dikapitalisasikan tetapi

sekaligus dikurangkan sebagai biaya. Setiap periode entitas mengakui beban

penyusutan dalam laporan laba rugi.

Aspek Perpajakan :

Aset tetap yang diakui penyusutan menurut pajak hanyalah aset tetap yang

dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan.

Penyusutan aset tetap dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran. Masa manfaat

serta metode penyusutan yang digunakan telah ditetapkan dalam UU PPh No. 36

Tahun 2008 pasal 11. Dalam perpajakan tidak mengenal prinsip materialitas untuk

besaran nilai perolehan aset tetap. Untuk biaya perbaikan yang dikapitalisir harus

disusutkan tersendiri terpisah dari aset lamanya.

Di samping itu berdasarkan Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-220/PJ./2002

mengatur bahwa khusus kendaraan dan handphone yang dimiliki dan digunakan oleh

perusahaan tetapi diberikan kepada karyawan tertentu karena pekerjaan atau

jabatannya, penyusutannya hanya boleh dibebankan sebagai biaya fiskal sebesar 50%.

Artinya sebesar 50% lainnya merupakan non-deductible expense karena dianggap

sebagai pemberian fasilitas atau kenikmatan untuk karyawan.

Perbedaan Temporer :

Dampak beban penyusutan terhadap pajak tangguhan dapat dibagi menjadi 3, yaitu :

1. Seluruh beban penyusutan yang timbul akan mempengaruhi pajak tangguhan

karena 100% merupakan perbedaan temporer. Misalnya beban penyusutan dari

mesin-mesin yang dipergunakan dalam kegiatan produksi.

Page 34: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

40

2. Hanya 50% beban penyusutan yang berpengaruh pada pajak tangguhan karena

50% lainnya merupakan perbedaan permanen. Perbedaan temporer yang timbul

hanya sebesar 50% biaya penyusutan. Aset tersebut adalah berupa kendaraan dan

handphone yang dimiliki dan digunakan oleh perusahaan untuk karyawan karena

pekerjaan atau jabatannya.

3. Semua beban penyusutan yang timbul tidak berpengaruh pada pajak tangguhan

karena beban penyusutan tersebut dianggap sebagai perbedaan permanen. Aset

tersebut adalah aset tetap yang tidak boleh disusutkan atau beban penyusutannya

tidak diakui secara fiskal. Misalnya villa perusahaan.

II.1.3.2. Cadangan Piutang Tak Tertagih

Aspek Akuntansi :

Berdasarkan PSAK No. 55 (Revisi 2011) paragraf 45, aset keuangan

diklasifikasikan ke dalam empat kategori untuk tujuan pengukuran nilai aset

keuangan setelah pengakuan awal yaitu

- Aset keuangan yang ditetapkan untuk diukur pada nilai wajar melalui laporan

laba rugi;

- Investasi dimiliki hingga jatuh tempo;

- Pinjaman yang diberikan atau piutang; dan

- Aset keuangan tersedia untuk dijual

Kriteria aset keuangan dikelompokkan sebagai pinjaman yang diberikan atau piutang

adalah

Page 35: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

41

- Merupakan aset keuangan non derivatif

- Pembayaran tetap/ telah ditentukan

- Tidak mempunyai kuotasi di pasar aktif

- Jatuh tempo telah ditetapkan

- Entitas mempunyai maksud dan kemampuan untuk memiliki hingga jatuh tempo

Pada saat pengakuan awal, pinjaman yang diberikan dan piutang diakui pada

nilai wajarnya ditambah biaya transaksi dan selanjutnya diukur pada biaya perolehan

diamortisasi dengan menggunakan metode suku bunga efektif. Jika terdapat bukti

objektif bahwa kerugian penurunan nilai telah terjadi atas pinjaman yang diberikan

dan piutang, maka jumlah kerugian tersebut diukur sebagai selisih antara nilai

tercatat aset dengan nilai kini estimasi arus kas masa depan (tidak termasuk kerugian

kredit di masa depan yang belum terjadi) yang didiskonto menggunakan suku bunga

efektif awal dari aset tersebut (yaitu suku bunga efektif yang dihitung pada saat

pengakuan awal). Nilai tercatat aset tersebut dikurangi, baik secara langsung maupun

menggunakan pos cadangan. Jumlah kerugian yang terjadi diakui pada laba rugi.

Jika pada periode berikutnya, jumlah kerugian penurunan nilai berkurang dan

pengurangan tersebut dapat dikaitkan secara objektif pada peristiwa yang terjadi

setelah penurunan nilai diakui (seperti meningkatnya peringkat kredit debitur), maka

kerugian penurunan nilai yang sebelumnya diakui harus dipulihkan, baik secara

langsung, atau dengan menyesuaikan pos cadangan. Pemulihan tersebut tidak boleh

mengakibatkan nilai tercatat aset keuangan melebihi biaya perolehan diamortisasi

sebelum adanya pengakuan penurunan nilai pada tanggal pemulihan dilakukan.

Jumlah pemulihan aset keuangan diakui pada laporan laba rugi.

Page 36: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

42

Aspek Perpajakan :

Di dalam ketentuan akuntansi, pembentukan cadangan piutang tak tertagih

tersebut diperkenankan sebagai beban. Namun menurut UU PPh No. 36 Tahun 2008,

pembentukan cadangan beban hanya diperkenankan untuk bidang usaha tertentu saja.

Hal ini sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) huruf c UU PPh yaitu :

“untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak dalam

negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan :

a. ………..dst;

c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak

tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk

usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang

ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan

Nomor 81/PMK.03/2009.”

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.03/2010 , piutang

yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai pengurang

penghasilan bruto sepanjang memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba/ rugi komersial;

b. Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang tidak dapat ditagih kepada

Direktorat Jenderal Pajak;

c. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut Telah diserahkan perkara

penagihan kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani

piutang Negara atau terdapat perjanjian tertulis mengenai penghapusan

Page 37: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

43

piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur atas piutang yang nyata-

nyata tidak dapat ditagih tersebut, atau telah dipublikasikan dalam penerbitan

umum atau khusus, atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah

dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.

Perbedaan Temporer :

Pada prinsip akuntansi maupun pajak mengakui adanya beban atau kerugian

penghapusan piutang tak tertagih. Tetapi sudut pandang Pajak Penghasilan, semua

piutang masih bersifat potensial untuk ditagih, sampai nyata-nyata tidak tertagih dan

benar-benar dihapuskan dari pembukuan wajib pajak. Sepanjang piutang tersebut

hanya sebatas dicadangkan untuk tidak tertagih, maka beban piutang tak tertagih

tersebut hanya merupakan cadangan dan merupakan beda waktu yang mempengaruhi

besarnya pajak tahun berjalan dan pajak tangguhan.

II.1.3.3. Imbalan Kerja

Aspek Akuntansi :

Berdasarkan PSAK No. 24 (Revisi 2010), imbalan kerja mencakup :

a. Imbalan kerja jangka pendek, seperti upah, gaji, iuran jaminan sosial, cuti

tahunan, cuti sakit, bagi laba dan bonus, dan imbalan non-moneter (seperti

imbalan kesehatan, rumah, mobil, dan barang atau jasa yang diberikan secara

cuma-cuma atau melebihi subsidi) untuk pekerja.

b. Imbalan pasca kerja, seperti pensiun, imbalan pensiun lainnya, asuransi jiwa

pasca kerja dan imbalan kesehatan pasca kerja;

Page 38: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

44

Program imbalan pasca kerja dapt diklasifikasikan sebagai :

- Program iuran pasti

Untuk program iuran pasti tidak diperlukan asumsi aktuarial untuk mengukur

kewajiban atau beban dan tidak ada kemungkinan keuntungan atau kerugian

aktuarial.

- Program imbalan pasti

Akuntansi untuk program imbalan pasti sangat kompleks karena disyaratkan

adanya asumsi aktuarial untuk mengukur kewajiban dan beban dan

menimbulkan kemungkinan adanya keuntungan dan kerugian aktuarial.

c. Imbalan kerja jangka panjang lainnya, termasuk cuti besar, cuti hari raya,

penghargaan masa kerja atau imbalan jasa jangka panjang lainnya, imbalan cacat

permanen, dan jika terutang seluruhnya dalam waktu 12 bulan setelah akhir

periode pelaporan, bagi laba, bonus, dan kompensasi yang ditangguhkan; dan

d. Pesangon pemutusan kontrak kerja (PKK)

Setiap tahun perusahaan membentuk biaya cadangan untuk mengakui

kewajiban imbalan pasca kerja untuk pekerja yang telah memberikan jasanya dan

berhak memperoleh imbalan kerja yang akan dibayarkan di masa depan. Perhitungan

nilai imbalan pasca kerja menyangkut judgement aktuarial yang cukup rumit

sehingga dibutuhkan aktuaris agar lebih praktis. Aktuaris adalah seseorang yang

terlatih untuk memperkirakan kejadian-kejadian di masa yang akan datang dan

pengaruh-pengaruh keuangannya. Perhitungan kewajiban tersebut menggunakan

asumsi-asumsi aktuarial dan metode penilaian aktuarial. Asumsi aktuarial

Page 39: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

45

berhubungan dengan tingkat diskonto, tingkat mortalitas, tingkat perputaran pekerja,

tingkat gaji, dan lain-lain. Sedangkan metode penilaian aktuarial menggunakan

projected unit credit.

Aspek Perpajakan :

Berdasarkan UU PPh pasal 9, pembentukan dana cadangan tidak boleh

dikurangkan dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak kecuali untuk

usaha bidang tertentu. Biaya dapat diakui sebagai pengurang dalam menentukan

Penghasilan Kena Pajak jika sudah terealisasi.

Perbedaan Temporer :

Biaya imbalan pasca kerja yang dibebankan menurut akuntansi masih berupa

estimasi. Sedangkan menurut pajak, biaya yang dapat dikurangkan hanya sejumlah

yang benar-benar telah terealisasi. Sehingga timbul beda temporer karena pajak juga

memperbolehkan biaya tersebut sebagai pengurang dalam menentukan Penghasilan

Kena Pajak tetapi hanya masalah waktu dalam membebankannya saja yang berbeda.

II.1.3.4. Beban yang Masih Harus Dibayar (Accrued Expense)

Aspek Akuntansi :

Akuntansi menganut basis akrual yaitu transaksi akan dicatat jika secara

ekonomi telah terjadi, tanpa harus menunggu kas diterima atau dibayarkan.

Weygandt, Kimmel, dan Kieso (2011:100) mendefinisikan beban yang masih harus

dibayar sebagai berikut:

“expenses incurred but not yet paid in cash or recorded”.

Page 40: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

46

Beban yang masih harus dibayar (Accrued Expense) telah diakui sebagai beban

karena perusahaan telah menikmati jasa yang diterima walaupun tetapi pembayaran

belum dilaksanakan.

Aspek Perpajakan:

Menurut Suandi (2011:131), akuntansi dasar pembukuan yang diakui oleh

Direktorat Jenderal Pajak adalah basis kas yang dimodifikasi (modified cash basis).

Basis kas yang dimodifikasi dalam rangka menghitung PPh Badan sebagai berikut :

1. Penghitungan jumlah penjualan dalam rangka suatu peride harus meliputi

seluruh penjualan, baik yang tunai maupun yang nontunai;

2. Biaya-biaya yang boleh dibebankan adalah biaya-biaya yang telah dibayarkan;

3. Dalam perolehan harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat

diamortisasi, biaya yang boleh dibebankan hanya dapat dilakukan melalui

penyusutan dan amortisasi.

Perbedaan Temporer :

Perbedaan basis yang digunakan antara akuntansi dan fiskal mengakibatkan

munculnya perbedaan temporer pada akun beban yang masih harus dibayar. Hal ini

disebabkan karena akuntansi sudah mencatat transaksi tersebut sebagai beban,

namun pajak belum mengakuinya karena belum dibayarkan. Nilai biaya yang masih

harus dibayar akan menghasilkan jumlah yang dapat dikurangkan dalam tahun-tahun

mendatang ketika kewajiban itu diselesaikan. Dalam rekonsiliasi fiskal harus

dilakukan koreksi positif atas beban yang masih harus dibayar.

Page 41: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

47

II.1.3.5 Pendapatan Diterima Dimuka (Unearned Revenue)

Aspek Akuntansi :

Weygandt et al. menyatakan definisi pendapatan diterima dimuka sebagai

berikut:

“cash received and recorded as liabilities before revenue is earned”.

Suatu kewajiban diakui atas pembayaran di muka untuk barang atau jasa yang belum

diberikan dan penerimaan tersebut baru akan diakui sebagai pendapatan setelah

barang atau jasa tersebut sudah diberikan.

Aspek Perpajakan:

Untuk tujuan pajak, pembayaran di muka ini dimasukkan dalam laba kena pajak pada

saat diterimanya kas.

Perbedaan Temporer :

Akun pendapatan diterima dimuka menimbulkan beda temporer karena

menggunakan basis yang tidak sama antara akuntansi dan fiskal. Akuntansi

menganut basis akrual sedangkan fiskal menganut basis kas yang dimodifikasi.

Dalam melakukan rekonsiliasi fiskal harus dikoreksi positif atas pendapatan diterima

dimuka.

Page 42: II.1. Kerangka Teori dan Literatur II.1.1. Perbedaan ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00334-AK Bab2001.pdf · Nilai Realisasi dan Nilai Estimasi Standar Akuntansi : Standar Akuntansi

48

II.2. Kerangka Pemikiran

Gambar II.5

Kerangka Pemikiran