2011-2-00322-ak bab2001
DESCRIPTION
bTRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI
II. 1. Fraud
II. 1. 1. Pengertian Fraud
Albrecht, Albrecht, Albrecht, dan Zimbelman (2009:7), mendefinisikan fraud
sebagai berikut; Secara umum, fraud dapat didefinisikan sebagai satu istilah umum dan
mencakup semua cara yang dapat dirancang oleh kecerdasan manusia, yang melalui satu
individu, untuk memperoleh keuntungan dari orang lain dengan penyajian yang salah.
Tidak ada aturan yang pasti dan seragam untuk dijadikan dasar dalam mendefinisikan
fraud karena fraud mencakup kejutan, penipuan, kelicikan dan cara – cara lain dimana
pihak lain dicurangi.
Joseph Wells, pendiri dan ketua dari ACFE mendefinisikan fraud sebagai hal –
hal yang mencakup semua jenis kejahatan untuk mendapatkan sesuatu yang
menggunakan penipuan atau kecurangan sebagai modus utama operasinya.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa fraud adalah tindakan
yang bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri maupun pihak tertentu dengan
berbagai cara yang tidak benar.
II. 1. 2. Unsur – Unsur Fraud
Dalam setiap fraud atau kecurangan, ada tujuh unsur yang dapat teridentifikasi.
7
Mengacu pada Albrecht, Albrecht, Albrecht, dan Zimbelman (2009:7), tujuh unsur
dalam fraud adalah sebagai berikut:
1. Sebuah penyajian
2. Mengenai hal yang material,
3. Yang salah,
4. Dan secara sengaja atau,
5. Yang dipercaya
6. Dan dilaksanakan korban
7. Dan merugikan korban
Secara umum, mengacu pada Albrecht, Albrecht, Albrecht, dan Zimbelman (2009:41),
setiap fraud memiliki pola sebagai berikut:
1. Tindakan kecurangan (theft), merupakan tindakan kecurangan yang dilakukan
oleh fraudster.
2. Menyembunyikan kecurangan (concealment), biasanya mencakup
menyembunyikan bukti –bukti yang terkait dengan tindakan kecurangan yang
dilakukan.
3. Mengubah aset yang dicuri (conversion), pada tahap ini, pelaku berusaha
mengonversikan barang yang dicuri menjadi uang tunai.
8
II. 1. 3. Jenis – Jenis Fraud
II. 1. 3. 1. Pembagian Fraud secara Umum
Untuk dapat memperbaiki maupun mencegah fraud, terlebih dahulu harus
dipahami jenis – jenis fraud yang ada. Mengacu pada Albrecht, Albrecht, Albrecht, dan
Zimbelman (2009:10), jenis-jenis fraud adalah sebagai berikut;
Salah satu cara yang paling mudah untuk mengetahui jenis fraud yaitu dengan
membedakan fraud menjadi:
fraud yang merugikan organisasi
fraud yang dilakukan oleh organisasi
II. 1. 3. 2. Occupational Fraud
Pembagian fraud yang lain adalah dengan mengikuti definisi occupational fraud
dari ACFE. Wells (2007:1). Occupational fraud adalah penggunaan pekerjaan seseorang
untuk keuntungan pribadi melalui penyalahgunaan yang disengaja dari sumber daya atau
aset organisasi yang mempekerjakannya.
Aktivitas dalam dalam occupational fraud mencakup hal – hal berikut:
1. Kegiatan diam-diam.
2. Melanggar kewajiban karyawan terhadap organisasi.
3. Dilaksanakan untuk keuntungan ekonomi si pelaku baik secara langsung maupun
tidak langsung.
4. Merugikan organisasi baik berupa aset, pendapatan, atau cadangan.
9
ACFE – asosiasi pemeriksa fraud bersertifikat membagi occupational fraud menjadi tiga
kelompok besar:
Penyalahgunaan aset, bisa berupa pencurian atau penyalahgunaan aset
perusahaan.
Korupsi, dimana pelaku fraud menyalahgunakan pengaruhnya dalam transaksi
bisnis untuk memperoleh keuntungan pribadi atau orang lain dengan melanggar
hak orang lain.
Kecurangan laporan keuangan, berupa penyajian laporan keuangan yang salah
dari suatu entitas.
II. 1. 3. 3 Fraud berdasarkan Korban
Mengacu pada Albrecht, Albrecht, Albrecht, dan Zimbelman (2009:10),
berdasarkan pihak yang menjadi korban, fraud dikelompokkan menjadi:
1. Fraud yang mengakibatkan perusahaan atau organisasi menjadi korban
Dalam kategori ini, fraud dibagi kembali menjadi kelompok – kelompok yang lebih
spesifik;
a. Penggelapan oleh karyawan – pelaku fraud merupakan anggota atau karyawan
dari perusahaan atau organisasi. Dalam fraud jenis ini, pelaku mengambil aset
perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengambilan aset
secara langsung dilakukan dengan cara mengambil uang tunai, perlengkapan,
peralatan serta aset – aset lain perusahaan, sedangkan kecurangan secara tidak
langsung dilakukan dengan menerima sogokan atau komisi dari pihak ketiga.
10
b. Fraud yang melibatkan pemasok – pelaku fraud adalah pemasok dari suatu
perusahaan atau organisasi. Fraud ini dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
yang dilakukan sendiri dan fraud yang melibatkan pihak lain. Pada fraud yang
melibatkan pihak lain, biasanya pelaku bekerja sama dengan bagian pembelian
suatu perusahaan.
c. Fraud yang melibatkan pelanggan – pelaku fraud adalah pelanggan dari suatu
perusahaan atau organisasi. Pelanggan yang melakukan kecurangan biasanya
tidak membayar untuk barang yang dibeli, atau menipu perusahaan atau
organisasi untuk memberikan mereka (pelaku) barang yang tidak seharusnya
mereka miliki.
2. Fraud yang dilakukan oleh manajemen – korban dari fraud jenis ini adalah
pemegang saham dan pemberi pinjaman dari suatu organisasi atau perusahaan.
Fraud yang dilakukan oleh manajemen juga sering disebut sebagai kecurangan
pelaporan keuangan. Manajemen melakukan fraud ini dengan memanipulasi laporan
keuangan perusahaan.
3. Penipuan investasi dan penipuan pelanggan lainnya – korban dalam fraud jenis ini
adalah pihak – pihak yang kurang berhati – hati atau kurang pengetahuan. Para
pelaku fraud jenis ini umumnya menjual investasi palsu ke korban.
4. Kecurangan lain – lain – korban dari fraud jenis ini tidak memiliki batasan golongan.
II. 1. 4. Memerangi Fraud
II. 1. 4. 1. Kompetensi untuk Memerangi Fraud
Untuk dapat memerangi terjadinya fraud, dibutuhkan kompetensi dan
pengetahuan yang relevan. Mengacu pada Albrecht, Albrecht, Albrecht, dan Zimbelman
11
(2009:16), sebagai seseorang dengan karir pemberantas fraud, kita harus memiliki
kemampuan – kemampuan berikut:
1. Kemampuan analitis, hal ini diperlukan karena proses deteksi dan investigasi dari
suatu fraud merupakan suatu proses analitis dimana pemeriksa
mengidentifikasikan jenis fraud yang mungkin terjadi dan gejala yang mungkin
timbul serta cara – cara untuk memeriksa dan menindaklanjuti gejala – gejala
fraud yang ditemukan.
2. Kemampuan komunikasi, komunikasi merupakan hal yang penting dalam semua
bidang, termasuk juga dalam pemeriksaan fraud. Pemeriksa fraud menghabiskan
kebanyakan waktunya dengan melakukan komunikasi baik secara langsung
seperti interview maupun secara tidak langsung melalui kuesioner. Informasi
yang diperoleh melalui komunikasi tersebut kemudian disampaikan kepada pihak
– pihak yang terkait.
3. Pengetahuan tentang teknologi, seiring berkembangnya zaman, pemeriksaan
fraud tidak lagi hanya terfokus pada dokumen – dokumen fisik, tetapi mencakup
data – data dalam bentuk digital atau data elektronis. Dengan bantuan teknologi,
pemeriksa dapat menganalisa data yang berjumlah sangat besar dalam waktu
yang sangat singkat.
Selain hal – hal di atas, ada kemampuan tambahan lain yang dapat membantu para
pemeriksa fraud dalam melaksanakan tugasnya:
Pemahaman akuntansi dan bisnis, kecenderungan para pelaku fraud adalah
menyembunyikan tindakannya dan bukti – bukti yang terkait, salah satu caranya
adalah dengan mengubah pencatatan akuntansi dan memodifikasi dokumen.
12
Pemeriksa yang memahami akuntansi akan dapat menemukan kejanggalan dalam
pencatatan akuntansi yang diubah.
Pengetahuan mengenai hukum perdata dan pidana, kriminologi, privasi
karyawan, hak karyawan, undang – undang fraud, dan hal – hal lain yang
berkaitan dengan fraud, seseorang yang melakukan fraud dapat dituntut secara
perdata maupun pidana, pengetahuan ini akan membantu pemeriksa fraud dalam
menentukan tuntutan yang akan ditujukan ke pelaku, selain itu pemeriksa fraud
juga dapat melaksanakan pencarian bukti dengan cara yang dianggap tidak
melanggar hukum, serta kapan penegakan hukum perlu dilibatkan.
Kemampuan berbicara dan menulis dalam bahasa asing, seiring mudahnya
komunikasi dan transportasi, kecurangan terkadang tidak terjadi di satu negara
saja melainkan di negara lain yang berhubungan dengan organisasi atau
perusahaan. Hal ini mengakibatkan proses pemeriksaan fraud tidak hanya di satu
negara tetapi antar negara. Kemampuan berbicara dan menulis dalam bahasa
asing tentu akan sangat membantu dalam proses pemeriksaan.
Pengetahuan tentang perilaku manusia, termasuk mengapa seseorang dapat
menganggap ketidakjujuran sebagai sesuatu yang benar, bagaimana reaksi pelaku
fraud ketika tertangkap, dan apa saja cara yang paling efektif untuk menghalangi
seseorang berbuat curang. Pengetahuan seperti ini dapat dipelajari dalam bidang
ilmu yang berkaitan dengan manusia seperti psikologi, psikologi sosial, atau
sosiologi.
II. 1. 4. 2. Strategi Untuk Memerangi Fraud
13
Mengacu pada Albrecht, Albrecht, Albrecht, dan Zimbelman (2009:70), secara
umum terdapat empat aktivitas yang dapat mengurangi terjadinya fraud, aktivitas –
aktivitas tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pencegahan Fraud
Pencegahan fraud yang efektif biasanya mencakup hal – hal berikut:
a. Menciptakan dan menjaga budaya kejujuran dan beretika
b. Menilai resiko fraud yang dapat terjadi dan melakukan respon yang tepat untuk
mengurangi resiko dan menghilangkan peluang terjadinya fraud
Pada umumnya, organisasi menggunakan beberapa pendekatan untuk menciptakan
budaya kejujuran dan beretika, cara – cara tersebut antara lain:
i. Memastikan bahwa para manajer memberikan contoh perilaku yang baik dan
benar. Seseorang cenderung mengikuti tindakan dari atasannya, atau biasa disebut
“tone at the top,” sehingga, bila atasan bertindak baik, maka bawahan cenderung
ikut berbuat yang baik dan sebaliknya. Manajemen dari suatu perusahaan haruslah
menjadi contoh yang baik bagi para bawahannya.
ii. Mempekerjakan karyawan yang tepat. Untuk mencegah fraud, langkah yang
paling awal adalah dengan mempekerjakan orang – orang yang jujur dan beretika.
Untuk itu perusahaan perlu menetapkan kebijakan dan peraturan untuk
mempekerjakan calon karyawan yang bisa memisahkan antara orang yang jujur
dan tidak jujur, khususnya untuk posisi yang penting dalam perusahaan. Selain itu
perusahaan juga harus proaktif dalam mempekerjakan karyawan, misalnya dengan
menelusuri latar belakang calon karyawan secara cermat.
iii.Mengomunikasikan harapan yang ingin dicapai organisasi ke seluruh bagian
organisasi dan mengharuskan adanya konfirmasi tertulis secara periodik yang
14
berisi pernyataan setuju atas harapan – harapan organisasi. Mengomunikasikan
harapan perusahaan juga termasuk menyampaikan hal – hal berikut kepada
karyawan:
a. Mengidentifikasikan dan membentuk peraturan mengenai nilai – nilai dan kode
etik yang tepat.
b. Pelatihan mengenai fraud apa saja yang mungkin dihadapi karyawan dan
bagaimana cara menangani dan melaporkannya.
c. Mengomunikasikan hukuman bagi karyawan yang melanggar peraturan.
Dalam perusahaan, hal – hal diatas tercakup dalam kode etik perilaku atau code
of conduct. Agar berjalan dengan efektif, kode etik perilaku harus dinyatakan secara
tertulis dan disampaikan kepada karyawan dan semua pihak yang terkait seperti
pemasok dan pelanggan. code of conduct juga harus dibentuk dengan tujuan agar
karyawan merasa memiliki perusahaan tempat ia bekerja. Konfirmasi secara berkala
yang berisi pernyataan memahami harapan perusahaan juga merupakan cara yang efektif
untuk menciptakan budaya kejujuran.
iv. Menciptakan lingkungan kerja yang positif. Pada kebanyakan kasus, fraud terjadi
jika karyawan merasa terancam atau diabaikan oleh perusahaan, oleh karena itu,
perusahaan harus menciptakan lingkungan kerja yang mendorong orang untuk
berbuat jujur dan benar, sehingga karyawan merasa bahagia bekerja di
perusahaan tersebut.
v. Menciptakan dan menjaga kebijakan yang efektif untuk menangani fraud jika
sampai terjadi. Jika fraud terjadi, tidak semua perusahaan konsisten dengan apa
yang tertulis di peraturan sehingga pelaku fraud merasa diampuni. Perusahaan
15
hendaknya selalu berpegang pada peraturan yang telah disetujui secara bersama
jika fraud sampai terjadi.
2. Deteksi Dini Fraud
Pendeteksian fraud umumnya dilakukan jika ada gejala tertentu, namun
terkadang gejala yang timbul merupakan sebagian kecil dari fraud yang besar
layaknya fenomena gunung es. Oleh karena itu, untuk mengurangi terjadiya fraud,
perusahaan harus mengubah konsep pendeteksian fraud yang awalnya reaktif atau
hanya mencari bila ada gejala menjadi proaktif yaitu melakukan pencarian fraud
secara rutin walaupun tidak ada gejala yang nampak karena bisa saja gejala tersebut
tidak secara eksplisit.
Ada beberapa cara untuk menemukan fraud:
a. Karena kebetulan.
b. Dengan menyediakan sarana bagi orang yang menemukan fraud untuk melaporkan
kepada perusahaan atau organisasi.
c. Dengan memeriksa pencatatan transaksi dokumen yang terkait untuk menentukan
adanya kejanggalan yang dapat menjadi red flag.
3. Investigasi Fraud
Investigasi fraud umumnya hanya dilakukan bila ada gejala yang terdeteksi.
Kegiatan ini biasanya meliputi pertanyaan – pertanyaan seperti apakah fraud benar –
benar terjadi, siapa pelakunya, mengapa ia melakukan demikian, bagaimana ia
melakukannya, kapan fraud terjadi, dan dimana bagian yang terkait. Investigasi
16
berguna untuk menentukan apakah gejala yang nampak benar – benar menunjukkan
adanya fraud atau hanya kesalahan yang tidak disengaja.
Dalam suatu investigasi fraud pasti menghasilkan bukti. Bukti – bukti tersebut
dapat dikelompokkan menjadi empat kategori:
a. Bukti testimoni, bukti berupa pernyataan – pernyataan ini diperoleh dengan cara
interview, interogasi, dan tes kejujuran.
b. Bukti dokumen, bukti jenis ini diperoleh dari dokumen berupa kertas, data
komputer dan bukti tertulis dan elektronis lainnya.
c. Bukti fisik, bisa berupa sidik jari, bekas alur ban kendaraan, senjata, barang yang
dicuri, dan bukti berwujud lainnya yang berkaitan dengan fraud yang terjadi.
d. Observasi personal, proses ini melibatkan bukti – bukti yang terlihat, terdengar,
terasa, yang dirasakan oleh investigator sendiri.
Untuk melakukan investigasi fraud, umumnya para ahli mengacu pada fraud triangle;
a. Fraud motivation triangle
b. Fraud element triangle.
4. Tindakan Lanjutan dan Penyelesaian Fraud
Ketika fraud sudah terjadi, pihak yang dirugikan seperti perusahaan maupun
stakeholder harus menentukan tindak lanjut apa yang harus dilakukan untuk menangani
fraud tersebut, baik secara perdata, pidana, maupun secara kekeluargaan.
II. 1. 4. 3. Pencegahan Fraud
Untuk mencegah terjadinya fraud, mengacu pada Albrecht, Albrecht, Albrecht,
dan Zimbelman (2009:109), salah satu cara yang dapat dilakukan perusahaan yaitu
17
1. Memiliki sistem pengendalian yang baik
Berkaitan dengan pengendalian internal, Committee of Sponsoring Organizations
(COSO) mengharuskan perusahaan untuk memiliki kerangka pengendalian internal
sebagai berikut:
a. lingkungan pengendalian yang baik
b. penilaian resiko
c. aktivitas pengendalian yang baik
d. arus komunikasi dan informasi yang baik
e. pengawasan
Dari kelima unsur yang disebutkan pada kerangka di atas, Albrecht, Albrecht,
Albrecht, dan Zimbelman (2009:110) terfokus pada:
i. Lingkungan pengendalian, merupakan lingkungan kerja yang diciptakan atau
dibentuk oleh perusahaan bagi para karyawan. Unsur – unsur lingkungan
pengendalian meliputi hal – hal berikut:
Peran dan contoh manajemen
Komunikasi manajemen
Perekrutan yang tepat
Struktur organisasi yang jelas
Internal audit perusahaan yang efektif
ii. Arus komunikasi dan informasi yang baik (sistem akuntansi), setiap fraud pasti
meliputi tindakan kecurangan, menyembunyikan kecurangan, dan konversi. Sistem
akuntansi yang baik dapat menyediakan jejak audit yang dapat membantu fraud
19
ditemukan dan mempersulit penyembunyian. Sistem akuntansi yang baik harus
memastikan bahwa transaksi yang tercatat mencakup kriteria berikut:
sah
diotorisasi dengan benar
lengkap
diklasifikasikan dengan benar
dilaporkan pada periode yang benar
dinilai dengan benar
diikhtisarkan dengan benar
iii.Aktivitas atau prosedur pengendalian, agar perilaku karyawan sesuai dengan apa
yang diinginkan perusahaan, dan membantu perusahaan dalam mencapai tujuan,
diperlukan lima prosedur pengendalian yang utama:
pemisahan tugas atau pengawasan ganda
sistem otorisasi
pengecekan independen
pengamanan fisik
dokumen dan pencatatan
2. Menghambat terjadinya kolusi
3. Mengawasi karyawan dan menyediakan saluran telekomunikasi untuk pelaporan
fraud
4. Menciptakan gambaran hukuman yang akan diterima bila melakukan fraud
5. Melaksanakan pemeriksaan secara proaktif
II. 1. 5. Penyebab Terjadinya Fraud
20
II. 1. 5. 1. Fraud Triangle
Banyak hal yang dapat mendorong seseorang untuk melakukan fraud. Mengacu
pada Albrecht, Albrecht, Albrecht, dan Zimbelman (2009:33), ada tiga elemen kunci
yang menyebabkan seseorang melakukan fraud yang biasa dikenal dengan fraud
triangle. Ketiga komponen tersebut adalah:
1. Tekanan (pressure)
Tekanan atau tuntutan yang mendorong seseorang untuk melakukan fraud dapat
dibagi menjadi lebih spesifik;
a. Tekanan keuangan
Tekanan keuangan merupakan hal umum yang mendorong seseorang melakukan
fraud, hal ini dapat berupa:
Keserakahan
Hidup dibawah kehendak orang lain
Banyak hutang
Kerugian ekonomi pribadi
Kebutuhan uang yang mendadak.
b. Kebiasaan buruk
Motivasi melakukan fraud dapat disebabkan karena kegemaran berjudi, obat –
obatan terlarang, kecanduan alkohol, serta biaya hidup keluarga yang mahal.
c. Tekanan berkaitan dengan pekerjaan
Seseorang dapat melakukan fraud karena merasa hasil pekerjaannya kurang
dihargai oleh perusahaan, takut kehilangan pekerjaan, tidak puas dengan
pekerjaan, takut tidak mendapat promosi jabatan, dan merasa kurang dihargai
secara ekonomi.
21
d. Tekanan lainnya
Tekanan lain bisa berupa keinginan pasangan yang ingin hidup mewah, ingin
membahagiakan orang tua, serta tekanan lain yang tidak tercakup dalam tiga
poin di atas.
2. Peluang (opportunity)
Fraud tidak hanya terjadi jika ada tekanan, tetapi juga ketika calon pelaku fraud
melihat adanya peluang untuk melakukan kecurangan.
Ada beberapa faktor utama yang dapat meningkatkan peluang yang mendorong
seseorang untuk melakukan fraud yaitu:
Kurangnya pengendalian untuk mencegah dan mendeteksi perilaku yang
menyimpang
Ketidakmampuan untuk menilai kualitas kinerja dengan tepat
Kegagalan dalam mendisiplinkan pelaku fraud
Kurangnya informasi
Ketidak perdulian, apatis, dan ketidakmampuan
Kurangnya jejak audit
3. Rasionalisasi (rationalization)
Kecenderungan pelaku fraud adalah membenarkan tindakan yang dilakukannya
dengan pola pikir tertentu seperti “tidak akan ada yang dirugikan,” “perusahaan
berhutang kepada saya,” “semua orang juga melakukan hal yang sama,” dan alasan –
alasan lain.
II. 1. 6. Perekrutan Pelaku Fraud
22
Kebanyakan fraud tidak dilakukan seorang diri, tetapi oleh beberapa orang yang
bekerja sama atau kolusi, terutama pada penipuan pelaporan keuangan perusahaan.
Salah satu cara perekrutan anggota fraudsters yang dilakukan adalah dengan
menggunakan kekuasaan. Melalui kekuasaan, seseorang dapat mempengaruhi orang lain
untuk melakukan sesuatu sesuai kehendak si pelaku fraud tanpa adanya perlawanan.
Kekuasaan dalam perekrutan fraud dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok:
Kekuasaan dengan imbalan merupakan kemampuan pelaku fraud untuk
meyakinkan orang lain bahwa ia akan mendapatkan imbalan jika ikut
berpartisipasi dalam fraud yang akan dilakukan.
Kekuasaan dengan paksaan merupakan kemampuan dari pelaku fraud untuk
membuat seseorang menerima hukuman jika tidak ikut berpartisipasi dalam
tindakan kecurangan yang akan dilakukan. Hukuman ini biasanya dengan
didasarkan pada rasa takut.
Kekuasaan dengan keahlian merupakan kemampuan pelaku fraud untuk
mempengaruhi orang lain karena pengetahuan yang dimilikinya.
Kekuasaan dengan legitimasi berkaitan dengan kemampuan pelaku fraud untuk
meyakinkan calon anggota pelaku fraud bahwa ia benar – benar memiliki
kekuasaan atas dirinya.
Kekuasaan dengan referensi merupakan kemampuan pelaku fraud untuk
berhubungan dengan calon anggota pelaku fraud.
II. 2. Korupsi
23
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, korupsi merupakan salah satu jenis
fraud yang merugikan perusahaan dan dilakukan dengan memanfaatkan pengaruh
seseorang dalam pengambilan keputusan.
II. 2. 1. Jenis – Jenis Korupsi
Mengacu pada Wells (2007:281), korupsi dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa bentuk:
1. Bribery
Korupsi jenis ini dilakukan dengan menawarkan sesuatu sebagai imbalan untuk
mempengaruhi keputusan bisnis, bukan dengan mengikuti prosedur yang ada.
2. Illegal gratuities
Skema ini mirip dengan bribery, perbedaannya, pada korupsi jenis ini, imbalan
diberikan kepada karyawan bukan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan
tetapi sebagai hadiah karena suatu keputusan yang diambil.
3. Economic extortion
Pemerasan ekonomi merupakan salah satu bentuk korupsi yang dilakukan
dengan cara meminta imbalan dengan ancaman. Misalnya jika perusahaan tidak
memberi imbalan, maka tidak akan ada kontrak kerja.
4. Conflicts of interest
Skema ini biasa terjadi jika karyawan dari suatu perusahaan memiliki niat atau
ketertarikan tertentu baik finansial maupun nonfinansial terhadap suatu transaksi
sehingga merugikan perusahaan.
II. 2. 2. Gejala Korupsi
24
Semua kecurangan pada akhirnya pasti akan tercium. Sama seperti kasus fraud
lain, korupsi juga memiliki tanda – tanda yang dapat terdeteksi;
1. Bagian pembelian umum (general purchasing)
Pembelian dilakukan sebelum waktunya (reorder point)
Pembelian dilakukan kepada pemasok yang selalu sama
Prosedur pembelian tidak diikuti
Pembelian dilakukan diatas harga pasar
2. Permintaan sebelum penawaran (prebid solicitation)
Menyesuaikan pembelian sesuai dengan kemampuan pemasok, bukan sebaliknya
Diskriminasi penawaran pemasok
Memecah kontrak menjadi beberapa kontrak kecil
Pembelian tidak sesuai dengan spesifikasi pembelian sebelumnya
3. Permintaan penawaran (bid solicitation)
Membatasi waktu penyerahan penawaran yang tidak logis sehingga hanya
pemasok langganan yang memiliki informasi lebih yang sempat memberikan
penawaran
Diskriminasi dalam pemberian informasi pada pemasok satu dengan pemasok
lain
Adanya indikasi kolusi dengan pemasok
Adanya komunikasi dan pertemuan tidak formal antara bagian pembelian dan
pemasok
4. Penerimaan penawaran atau kontrak (bid or contract acceptance)
25
Menerima penawaran yang terlambat
Memalsukan dokumen pemasok yang terlambat agar diterima
Mengekspos harga yang ditawarkan satu pemasok ke pemasok lainnya
Membatasi pembelian untuk menghalangi pemasok yang sesuai dengan
kualifikasi
5. Profil perilaku dari penerima suap (behavior profile of bribery recipient)
Pecandu alkohol atau narkoba
Permasalahan ekonomi pribadi
Kegemaran berjudi
Pengeluaran pribadi yang besar
II. 2. 3. Pencegahan Korupsi
Seorang pemeriksa kecurangan harus memiliki sikap yang skeptis untuk bisa
menemukan fraud dan berpikir layaknya seorang pelaku fraud. Dengan berpikir
layaknya pelaku fraud, kita bisa mengetahui faktor – faktor apa saja yang bisa
menghambat pelaksanaan fraud. Mengacu pada Wells (2007:304), berikut beberapa
strategi untuk mencegah korupsi:
Kebijakan pencegahan korupsi
Melarang penerimaan imbalan dari pemasok
Wajib lapor bagi pihak yang menerima imbalan
Melarang penerimaan diskon dari pemasok untuk pembelian pribadi
Melarang pertemuan bisnis yang tidak relevan
II. 3. Internal Control
26
Mengacu pada Porter, Simon, dan Hatherly (2003:242) dan Arens, Elder, dan
Beasley (2012:310), secara umum, pengendalian internal dapat didefinisikan sebagai
suatu proses yang dipengaruhi oleh dewan direksi, manajemen, dan pihak yang terlibat
lainnya, yang dirancang untuk memberikan kepastian memadai yang berkaitan dengan
kategori sebagai berikut:
Efektivitas dan efisiensi dari kegiatan operasi
Pengendalian dalam perusahaan memaksimalkan efektivitas dan efisiensi dari
penggunaan sumber daya yang dimiliki untuk membantu perusahaan dalam
mencapai tujuan.
Keandalan dari pelaporan keuangan
Manajemen memiliki tanggung jawab baik secara hukum dan profesional untuk
memastikan bahwa informasi yang disajikan dalam laporan keuangan telah
disajikan secara wajar dan sesuai dengan standar pelaporan yang ada.
Kesesuaian dengan hukum dan peraturan yang berlaku
Section 404 mengharuskan manajemen dari perusahaan publik untuk membuat
laporan atas efektivitas pengendalian internal terhadap pelaporan keuangan.
27
II. 3. 1. Komponen Internal Control
Menurut COSO yang dibahas dalam Arens, Elder, Beasley (2012:314),
pengendalian internal yang baik harus memiliki kerangka sebagai berikut:
1. Lingkungan pengendalian
Lingkungan pengendalian merupakan seluruh tindakan, kebijakan, dan prosedur
yang mencerminkan perilaku manajemen puncak, para direktur, dan para pemilik
perusahaan secara keseluruhan terhadap pengendalian internal dan pentingnya
bagi entitas. Lingkungan pengendalian memiliki beberapa subkomponen yaitu:
Integritas dan nilai etika
Integritas dan nilai etika merupakan produk dari standar etika dan perilaku
suatu entitas beserta bagaimana hal-hal tersebut dikomunikasikan dan
dilaksanakan. Integritas dan nilai etika mencakup tindakan manajemen untuk
menghilangkan atau mengurangi dorongan dan godaan yang mungkin dapat
membuat pegawai melakukan tindakan tidak jujur, ilegal, atau tindakan yang
tidak etis.
Komitmen terhadap kompetensi
Manajemen harus mempertimbangkan tingkat kompetensi untuk pekerjaan
tertentu dan bagaimana kompetensi tersebut dapat dikembangkan menjadi
kemampuan dan pengetahuan yang dibutuhkan.
Partisipasi dewan direksi atau komite audit
Dewan direksi yang efektif harus independen dan harus terus mengawasi
aktivitas manajemen perusahaan. Untuk membantu dewan direksi dalam
28
tugas pengawasan, dewan direksi membentuk komite audit yang bertugas
untuk melakukan pengawasan terhadap pelaporan keuangan.
Filosofi manajemen dan gaya operasi
Melalui aktivitasnya, manajemen memberikan isyarat mengenai betapa
pentingnya pengendalian internal.
Struktur organisasi
Struktur organisasi perusahaan menggambarkan alur tanggung jawab dan
wewenang. Dengan memahami struktur organisasi klien, auditor dapat
memahami elemen-elemen manajamen dan fungsional dari suatu bisnis dan
dapat menilai bagaimana pengendalian yang dilaksanakan.
Kebijakan SDM dan pelaksanaannya
Hal yang paling penting dalam pengendalian internal adalah sumber daya
manusia yang melaksanakannya. Jika seluruh pegawai berkompeten dan
dapat dipercaya, pengendalian lainnya dapat dikurangi.
2. Penilaian resiko
Penilaian resiko terhadap pelaporan keuangan merupakan identifikasi dan
analisis manajemen terhadap resikoyang berhubungan dengan penyusunan
laporan keuangan yang mengacu pada standar pelaporan yang berlaku.
3. Aktivitas pengendalian
Aktivitas pengendalian merupakan kebijakan-kebijakan dan prosedur yang
membantu perusahaan dalam memastikan bahwa tindakan yang diperlukan untuk
membantu entitas dalam mencapai tujuan sudah dilaksanakan. Lingkungan
pengendalian secara umum memiliki lima tipe berikut:
Pemisahan tugas dan tanggung jawab
29
Ada empat hal yang harus diperhatikan dalam pemisahan tugas dan tanggung
jawab untuk mengurangi kesalahan dan kecurangan:
Pemisahan pengawasan aset dari fungsi akuntansi.
Pemisahan otorisasi transaksi dengan fungsi pengawasan dari aset yang
bersangkutan.
Pemisahan tanggung jawab operasi dan pencatatan.
Pemisahan bagian IT dengan penggunanya.
Otorisasi transaksi dan aktivitas
Setiap transaksi harus diotorisasi dengan benar untuk memenuhi tujuan
pengendalian.
Dokumentasi dan pencatatan
Dokumen dan pencatatan merupakan catatan yang memuat transaksi serta
mengihktisarkannya. Termasuk di dalamnya tagihan penjualan, purchase
order, jurnal penjualan, dll.
Pengawasan fisik atas aset dan pencatatan
Untuk melaksanakan pengendalian yang baik, aset dan pencatatan harus
diawasi. Aset yang tidak dijaga dapat dicuri. Pencatatan yang tidak diawasi
dapat dicuri, diubah, dihancurkan, atau hilang yang mengganggu proses
proses akuntansi dan operasi bisnis.
Independent check pada pekerjaan
Pemeriksaan di setiap bagian dilakukan untuk memastikan bahwa setiap
prosedur telah dilaksanakan dengan baik.
4. Informasi dan Komunikasi
30
Sistem informasi dan komunikasi akuntansi berguna untuk memulai, mencatat,
memroses, dan melaporkan transaksi entitas dan menjaga akuntabilitas aset yang
bersangkutan.
5. Pengawasan
Aktivitas pengawasan berkaitan dengan penilaian baik secara terus menerus
maupun secara periodik terhadap kualitas pengendalian internal yang dilakukan
manajemen untuk menentukan apakah pengendalian berjalan sesuai yang
direncanakan dan dimodifikasi untuk menyesuaikan dengan keadaan secara
benar.
II. 4. Fungsi Pembelian
Fungsi ini merupakan salah satu bagian dari siklus pengeluaran. Pada fungsi ini,
perusahaan melakukan pembelian barang – barang yang digunakan untuk mendukung
kegiatan operasi sehari – hari. Menurut Boynton, Johnson (2006:699), proses
pemeriksaan terhadap fungsi pembelian dilakukan dengan mengidentifikasi dokumen
dan catatan utama yang digunakan untuk memproses transaksi pembelian. Kemudian
dilanjutkan dengan menjelaskan semua fungsi utama yang terlibat dalam pelaksanaan
dan pencatatan pembelian barang maupun jasa.
31
II. 4. 1. Dokumen Pendukung Pembelian
Mengacu pada Boynton, Johnson (2006:700), ada beberapa dokumen yang
terkait dengan transaksi pembelian:
1. Purchase requisition
Dokumen ini merupakan permintaan tertulis terhadap suatu barang atau jasa yang
dibuat oleh seseorang maupun departemen yang berhak dan sah yang ditujukan
kepada bagian pembelian.
2. Purchase order
Dokumen ini merupakan penawaran tertulis yang dibuat oleh bagian pembelian dan
ditujukan kepada pemasok.
3. Approved vendor master file
Pada perusahaan tertentu, terdapat data mengenai pemasok mana saja yang layak
untuk melakukan transaksi. Data ini bisa berupa file komputer maupun pencatatan
manual.
4. Open purchase order file
Dokumen ini berupa file komputer dari purchase order yang ditujukan ke pemasok
dimana barang yang bersangkutan belum diterima.
32
5. Receiving report
Laporan yang dibuat saat menerima barang yang menjelaskan jenis barang yang
diterima, jumlah barang yang diterima, dan informasi lain yang berkaitan dengan
barang yang diterima dari pemasok.
6. Receiving file
Merupakan data komputer yang berisi informasi tentang jumlah barang yang diterima
dari pemasok.
7. Vendor invoice
Tagihan dari pemasok yang menyatakan barang yang dikirim atau jasa yang
diberikan, jumlah yang harus dibayar, termin pembayaran, dan tanggal penagihan.
8. Voucher
Suatu formulir yang digunakan secara internal oleh perusahaan yang berisi informasi
mengenai pemasok, jumlah yang harus dibayar, dan tanggal pembayaran. Dokumen
ini digunakan sebaga pendukung pencatatan dan pembayaran kewajiban.
9. Exception reports
Dokumen ini merupakan laporan yang berisi informasi mengenai transaksi yang perlu
ditelusuri lagi.
10. Voucher summary
33
Dokumen ini berupa laporan mengenai total jumlah voucher yang diproses dalam
jangka waktu tertentu.
11. Voucher register
Pencatatan formal dari akuntansi dari kewajiban yang dicatat yang sudah disetujui
untuk dibayar.
12. Purchase transaction file
Dokumen ini berisi data voucher dari pembelian yang sudah diterima dan sudah
disetujui, dokumen ini biasanya digunakan untuk mencetak voucher register dan
memperbaharui pencatatan hutang, persediaan, dan jurnal umum.
13. Accounts payable master file
Merupakan file komputer yang berisi data mengenai voucher yang sudah disetujui
namun belum dibayar.
14. Suspense files
Dokumen ini berupa file komputer yang berisi transaksi – transaksi yang ditunda
karena ditolak oleh application control dari komputer.
II. 4. 2. Fungsi Terkait Pembelian
Secara garis besar, dengan mengacu Boynton, Johnson (2006:701) pada proses
pembelian dapat dibagi menjadi tiga fungsi utama:
1. Memulai pembelian
2. Penerimaan barang dan jasa
34
II. 5. Metodologi Penelitian
Untuk memperoleh data yang relevan dengan penelitian yang akan dilaksanakan,
penulis melakukan pengumpulan data dengan beberapa teknik sebagai berikut:
1. Penelitian Literatur (Literature Research)
Penelitian ini dilaksanakan dengan mencari informasi dari buku – buku, jurnal,
hasil penelitian terdahulu, internet serta sumber – sumber lain yang kemudian
dijadikan sebagai landasan teori.
2. Penelitian Lapangan (Field Research)
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi dengan cara peninjauan
langsung ke objek penelitian. Adapun kegiatan ini meliputi hal – hal sebagai
berikut:
a. Pengamatan (Observation)
Penulis mencari informasi dengan mengamati kegiatan yang berkaitan dengan
fungsi pembelian dan pengelolaan persediaan.
b. Wawancara (Inquiry)
Penulis mencari informasi dengan melakukan wawancara dengan karyawan yang
bertanggung jawab atas kegiatan pembelian dan pengelolaan persediaan.
c. Dokumentasi (Documentation)
Penulis mencari informasi dengan mempelajari dokumen – dokumen pendukung
yang digunakan dalam proses pembelian dan pengelolaan persediaan.
36
d. Pelaksanaan Ulang (Reperformance)
Penulis mencari informasi dengan melakukan pelaksanaan ulang atas prosedur
pembelian dan pengelolaan persediaan.
e. Daftar Pertanyaan (Questionnaires)
Penulis mencari informasi dengan membuat daftar pertanyaan yang berkaitan
dengan pengendalian perusahaan terhadap fungsi pembelian dan pengelolaan
persediaan dan membandingkan antara apa yang dilaksanakan dengan peraturan
yang tertulis.
37