2011-2-00322-ak bab2001

45
BAB II LANDASAN TEORI II. 1. Fraud II. 1. 1. Pengertian Fraud Albrecht, Albrecht, Albrecht, dan Zimbelman (2009:7), mendefinisikan fraud sebagai berikut; Secara umum, fraud dapat didefinisikan sebagai satu istilah umum dan mencakup semua cara yang dapat dirancang oleh kecerdasan manusia, yang melalui satu individu, untuk memperoleh keuntungan dari orang lain dengan penyajian yang salah. Tidak ada aturan yang pasti dan seragam untuk dijadikan dasar dalam mendefinisikan fraud karena fraud mencakup kejutan, penipuan, kelicikan dan cara – cara lain dimana pihak lain dicurangi. Joseph Wells, pendiri dan ketua dari ACFE mendefinisikan fraud sebagai hal – hal yang mencakup semua jenis kejahatan untuk mendapatkan sesuatu yang menggunakan penipuan atau kecurangan sebagai modus utama operasinya. 7

Upload: monalisa-monmon

Post on 28-Nov-2015

12 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

b

TRANSCRIPT

BAB II

LANDASAN TEORI

II. 1. Fraud

II. 1. 1. Pengertian Fraud

Albrecht, Albrecht, Albrecht, dan Zimbelman (2009:7), mendefinisikan fraud

sebagai berikut; Secara umum, fraud dapat didefinisikan sebagai satu istilah umum dan

mencakup semua cara yang dapat dirancang oleh kecerdasan manusia, yang melalui satu

individu, untuk memperoleh keuntungan dari orang lain dengan penyajian yang salah.

Tidak ada aturan yang pasti dan seragam untuk dijadikan dasar dalam mendefinisikan

fraud karena fraud mencakup kejutan, penipuan, kelicikan dan cara – cara lain dimana

pihak lain dicurangi.

Joseph Wells, pendiri dan ketua dari ACFE mendefinisikan fraud sebagai hal –

hal yang mencakup semua jenis kejahatan untuk mendapatkan sesuatu yang

menggunakan penipuan atau kecurangan sebagai modus utama operasinya.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa fraud adalah tindakan

yang bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri maupun pihak tertentu dengan

berbagai cara yang tidak benar.

II. 1. 2. Unsur – Unsur Fraud

Dalam setiap fraud atau kecurangan, ada tujuh unsur yang dapat teridentifikasi.

7

Mengacu pada Albrecht, Albrecht, Albrecht, dan Zimbelman (2009:7), tujuh unsur

dalam fraud adalah sebagai berikut:

1. Sebuah penyajian

2. Mengenai hal yang material,

3. Yang salah,

4. Dan secara sengaja atau,

5. Yang dipercaya

6. Dan dilaksanakan korban

7. Dan merugikan korban

Secara umum, mengacu pada Albrecht, Albrecht, Albrecht, dan Zimbelman (2009:41),

setiap fraud memiliki pola sebagai berikut:

1. Tindakan kecurangan (theft), merupakan tindakan kecurangan yang dilakukan

oleh fraudster.

2. Menyembunyikan kecurangan (concealment), biasanya mencakup

menyembunyikan bukti –bukti yang terkait dengan tindakan kecurangan yang

dilakukan.

3. Mengubah aset yang dicuri (conversion), pada tahap ini, pelaku berusaha

mengonversikan barang yang dicuri menjadi uang tunai.

8

II. 1. 3. Jenis – Jenis Fraud

II. 1. 3. 1. Pembagian Fraud secara Umum

Untuk dapat memperbaiki maupun mencegah fraud, terlebih dahulu harus

dipahami jenis – jenis fraud yang ada. Mengacu pada Albrecht, Albrecht, Albrecht, dan

Zimbelman (2009:10), jenis-jenis fraud adalah sebagai berikut;

Salah satu cara yang paling mudah untuk mengetahui jenis fraud yaitu dengan

membedakan fraud menjadi:

fraud yang merugikan organisasi

fraud yang dilakukan oleh organisasi

II. 1. 3. 2. Occupational Fraud

Pembagian fraud yang lain adalah dengan mengikuti definisi occupational fraud

dari ACFE. Wells (2007:1). Occupational fraud adalah penggunaan pekerjaan seseorang

untuk keuntungan pribadi melalui penyalahgunaan yang disengaja dari sumber daya atau

aset organisasi yang mempekerjakannya.

Aktivitas dalam dalam occupational fraud mencakup hal – hal berikut:

1. Kegiatan diam-diam.

2. Melanggar kewajiban karyawan terhadap organisasi.

3. Dilaksanakan untuk keuntungan ekonomi si pelaku baik secara langsung maupun

tidak langsung.

4. Merugikan organisasi baik berupa aset, pendapatan, atau cadangan.

9

ACFE – asosiasi pemeriksa fraud bersertifikat membagi occupational fraud menjadi tiga

kelompok besar:

Penyalahgunaan aset, bisa berupa pencurian atau penyalahgunaan aset

perusahaan.

Korupsi, dimana pelaku fraud menyalahgunakan pengaruhnya dalam transaksi

bisnis untuk memperoleh keuntungan pribadi atau orang lain dengan melanggar

hak orang lain.

Kecurangan laporan keuangan, berupa penyajian laporan keuangan yang salah

dari suatu entitas.

II. 1. 3. 3 Fraud berdasarkan Korban

Mengacu pada Albrecht, Albrecht, Albrecht, dan Zimbelman (2009:10),

berdasarkan pihak yang menjadi korban, fraud dikelompokkan menjadi:

1. Fraud yang mengakibatkan perusahaan atau organisasi menjadi korban

Dalam kategori ini, fraud dibagi kembali menjadi kelompok – kelompok yang lebih

spesifik;

a. Penggelapan oleh karyawan – pelaku fraud merupakan anggota atau karyawan

dari perusahaan atau organisasi. Dalam fraud jenis ini, pelaku mengambil aset

perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengambilan aset

secara langsung dilakukan dengan cara mengambil uang tunai, perlengkapan,

peralatan serta aset – aset lain perusahaan, sedangkan kecurangan secara tidak

langsung dilakukan dengan menerima sogokan atau komisi dari pihak ketiga.

10

b. Fraud yang melibatkan pemasok – pelaku fraud adalah pemasok dari suatu

perusahaan atau organisasi. Fraud ini dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu

yang dilakukan sendiri dan fraud yang melibatkan pihak lain. Pada fraud yang

melibatkan pihak lain, biasanya pelaku bekerja sama dengan bagian pembelian

suatu perusahaan.

c. Fraud yang melibatkan pelanggan – pelaku fraud adalah pelanggan dari suatu

perusahaan atau organisasi. Pelanggan yang melakukan kecurangan biasanya

tidak membayar untuk barang yang dibeli, atau menipu perusahaan atau

organisasi untuk memberikan mereka (pelaku) barang yang tidak seharusnya

mereka miliki.

2. Fraud yang dilakukan oleh manajemen – korban dari fraud jenis ini adalah

pemegang saham dan pemberi pinjaman dari suatu organisasi atau perusahaan.

Fraud yang dilakukan oleh manajemen juga sering disebut sebagai kecurangan

pelaporan keuangan. Manajemen melakukan fraud ini dengan memanipulasi laporan

keuangan perusahaan.

3. Penipuan investasi dan penipuan pelanggan lainnya – korban dalam fraud jenis ini

adalah pihak – pihak yang kurang berhati – hati atau kurang pengetahuan. Para

pelaku fraud jenis ini umumnya menjual investasi palsu ke korban.

4. Kecurangan lain – lain – korban dari fraud jenis ini tidak memiliki batasan golongan.

II. 1. 4. Memerangi Fraud

II. 1. 4. 1. Kompetensi untuk Memerangi Fraud

Untuk dapat memerangi terjadinya fraud, dibutuhkan kompetensi dan

pengetahuan yang relevan. Mengacu pada Albrecht, Albrecht, Albrecht, dan Zimbelman

11

(2009:16), sebagai seseorang dengan karir pemberantas fraud, kita harus memiliki

kemampuan – kemampuan berikut:

1. Kemampuan analitis, hal ini diperlukan karena proses deteksi dan investigasi dari

suatu fraud merupakan suatu proses analitis dimana pemeriksa

mengidentifikasikan jenis fraud yang mungkin terjadi dan gejala yang mungkin

timbul serta cara – cara untuk memeriksa dan menindaklanjuti gejala – gejala

fraud yang ditemukan.

2. Kemampuan komunikasi, komunikasi merupakan hal yang penting dalam semua

bidang, termasuk juga dalam pemeriksaan fraud. Pemeriksa fraud menghabiskan

kebanyakan waktunya dengan melakukan komunikasi baik secara langsung

seperti interview maupun secara tidak langsung melalui kuesioner. Informasi

yang diperoleh melalui komunikasi tersebut kemudian disampaikan kepada pihak

– pihak yang terkait.

3. Pengetahuan tentang teknologi, seiring berkembangnya zaman, pemeriksaan

fraud tidak lagi hanya terfokus pada dokumen – dokumen fisik, tetapi mencakup

data – data dalam bentuk digital atau data elektronis. Dengan bantuan teknologi,

pemeriksa dapat menganalisa data yang berjumlah sangat besar dalam waktu

yang sangat singkat.

Selain hal – hal di atas, ada kemampuan tambahan lain yang dapat membantu para

pemeriksa fraud dalam melaksanakan tugasnya:

Pemahaman akuntansi dan bisnis, kecenderungan para pelaku fraud adalah

menyembunyikan tindakannya dan bukti – bukti yang terkait, salah satu caranya

adalah dengan mengubah pencatatan akuntansi dan memodifikasi dokumen.

12

Pemeriksa yang memahami akuntansi akan dapat menemukan kejanggalan dalam

pencatatan akuntansi yang diubah.

Pengetahuan mengenai hukum perdata dan pidana, kriminologi, privasi

karyawan, hak karyawan, undang – undang fraud, dan hal – hal lain yang

berkaitan dengan fraud, seseorang yang melakukan fraud dapat dituntut secara

perdata maupun pidana, pengetahuan ini akan membantu pemeriksa fraud dalam

menentukan tuntutan yang akan ditujukan ke pelaku, selain itu pemeriksa fraud

juga dapat melaksanakan pencarian bukti dengan cara yang dianggap tidak

melanggar hukum, serta kapan penegakan hukum perlu dilibatkan.

Kemampuan berbicara dan menulis dalam bahasa asing, seiring mudahnya

komunikasi dan transportasi, kecurangan terkadang tidak terjadi di satu negara

saja melainkan di negara lain yang berhubungan dengan organisasi atau

perusahaan. Hal ini mengakibatkan proses pemeriksaan fraud tidak hanya di satu

negara tetapi antar negara. Kemampuan berbicara dan menulis dalam bahasa

asing tentu akan sangat membantu dalam proses pemeriksaan.

Pengetahuan tentang perilaku manusia, termasuk mengapa seseorang dapat

menganggap ketidakjujuran sebagai sesuatu yang benar, bagaimana reaksi pelaku

fraud ketika tertangkap, dan apa saja cara yang paling efektif untuk menghalangi

seseorang berbuat curang. Pengetahuan seperti ini dapat dipelajari dalam bidang

ilmu yang berkaitan dengan manusia seperti psikologi, psikologi sosial, atau

sosiologi.

II. 1. 4. 2. Strategi Untuk Memerangi Fraud

13

Mengacu pada Albrecht, Albrecht, Albrecht, dan Zimbelman (2009:70), secara

umum terdapat empat aktivitas yang dapat mengurangi terjadinya fraud, aktivitas –

aktivitas tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pencegahan Fraud

Pencegahan fraud yang efektif biasanya mencakup hal – hal berikut:

a. Menciptakan dan menjaga budaya kejujuran dan beretika

b. Menilai resiko fraud yang dapat terjadi dan melakukan respon yang tepat untuk

mengurangi resiko dan menghilangkan peluang terjadinya fraud

Pada umumnya, organisasi menggunakan beberapa pendekatan untuk menciptakan

budaya kejujuran dan beretika, cara – cara tersebut antara lain:

i. Memastikan bahwa para manajer memberikan contoh perilaku yang baik dan

benar. Seseorang cenderung mengikuti tindakan dari atasannya, atau biasa disebut

“tone at the top,” sehingga, bila atasan bertindak baik, maka bawahan cenderung

ikut berbuat yang baik dan sebaliknya. Manajemen dari suatu perusahaan haruslah

menjadi contoh yang baik bagi para bawahannya.

ii. Mempekerjakan karyawan yang tepat. Untuk mencegah fraud, langkah yang

paling awal adalah dengan mempekerjakan orang – orang yang jujur dan beretika.

Untuk itu perusahaan perlu menetapkan kebijakan dan peraturan untuk

mempekerjakan calon karyawan yang bisa memisahkan antara orang yang jujur

dan tidak jujur, khususnya untuk posisi yang penting dalam perusahaan. Selain itu

perusahaan juga harus proaktif dalam mempekerjakan karyawan, misalnya dengan

menelusuri latar belakang calon karyawan secara cermat.

iii.Mengomunikasikan harapan yang ingin dicapai organisasi ke seluruh bagian

organisasi dan mengharuskan adanya konfirmasi tertulis secara periodik yang

14

berisi pernyataan setuju atas harapan – harapan organisasi. Mengomunikasikan

harapan perusahaan juga termasuk menyampaikan hal – hal berikut kepada

karyawan:

a. Mengidentifikasikan dan membentuk peraturan mengenai nilai – nilai dan kode

etik yang tepat.

b. Pelatihan mengenai fraud apa saja yang mungkin dihadapi karyawan dan

bagaimana cara menangani dan melaporkannya.

c. Mengomunikasikan hukuman bagi karyawan yang melanggar peraturan.

Dalam perusahaan, hal – hal diatas tercakup dalam kode etik perilaku atau code

of conduct. Agar berjalan dengan efektif, kode etik perilaku harus dinyatakan secara

tertulis dan disampaikan kepada karyawan dan semua pihak yang terkait seperti

pemasok dan pelanggan. code of conduct juga harus dibentuk dengan tujuan agar

karyawan merasa memiliki perusahaan tempat ia bekerja. Konfirmasi secara berkala

yang berisi pernyataan memahami harapan perusahaan juga merupakan cara yang efektif

untuk menciptakan budaya kejujuran.

iv. Menciptakan lingkungan kerja yang positif. Pada kebanyakan kasus, fraud terjadi

jika karyawan merasa terancam atau diabaikan oleh perusahaan, oleh karena itu,

perusahaan harus menciptakan lingkungan kerja yang mendorong orang untuk

berbuat jujur dan benar, sehingga karyawan merasa bahagia bekerja di

perusahaan tersebut.

v. Menciptakan dan menjaga kebijakan yang efektif untuk menangani fraud jika

sampai terjadi. Jika fraud terjadi, tidak semua perusahaan konsisten dengan apa

yang tertulis di peraturan sehingga pelaku fraud merasa diampuni. Perusahaan

15

hendaknya selalu berpegang pada peraturan yang telah disetujui secara bersama

jika fraud sampai terjadi.

2. Deteksi Dini Fraud

Pendeteksian fraud umumnya dilakukan jika ada gejala tertentu, namun

terkadang gejala yang timbul merupakan sebagian kecil dari fraud yang besar

layaknya fenomena gunung es. Oleh karena itu, untuk mengurangi terjadiya fraud,

perusahaan harus mengubah konsep pendeteksian fraud yang awalnya reaktif atau

hanya mencari bila ada gejala menjadi proaktif yaitu melakukan pencarian fraud

secara rutin walaupun tidak ada gejala yang nampak karena bisa saja gejala tersebut

tidak secara eksplisit.

Ada beberapa cara untuk menemukan fraud:

a. Karena kebetulan.

b. Dengan menyediakan sarana bagi orang yang menemukan fraud untuk melaporkan

kepada perusahaan atau organisasi.

c. Dengan memeriksa pencatatan transaksi dokumen yang terkait untuk menentukan

adanya kejanggalan yang dapat menjadi red flag.

3. Investigasi Fraud

Investigasi fraud umumnya hanya dilakukan bila ada gejala yang terdeteksi.

Kegiatan ini biasanya meliputi pertanyaan – pertanyaan seperti apakah fraud benar –

benar terjadi, siapa pelakunya, mengapa ia melakukan demikian, bagaimana ia

melakukannya, kapan fraud terjadi, dan dimana bagian yang terkait. Investigasi

16

berguna untuk menentukan apakah gejala yang nampak benar – benar menunjukkan

adanya fraud atau hanya kesalahan yang tidak disengaja.

Dalam suatu investigasi fraud pasti menghasilkan bukti. Bukti – bukti tersebut

dapat dikelompokkan menjadi empat kategori:

a. Bukti testimoni, bukti berupa pernyataan – pernyataan ini diperoleh dengan cara

interview, interogasi, dan tes kejujuran.

b. Bukti dokumen, bukti jenis ini diperoleh dari dokumen berupa kertas, data

komputer dan bukti tertulis dan elektronis lainnya.

c. Bukti fisik, bisa berupa sidik jari, bekas alur ban kendaraan, senjata, barang yang

dicuri, dan bukti berwujud lainnya yang berkaitan dengan fraud yang terjadi.

d. Observasi personal, proses ini melibatkan bukti – bukti yang terlihat, terdengar,

terasa, yang dirasakan oleh investigator sendiri.

Untuk melakukan investigasi fraud, umumnya para ahli mengacu pada fraud triangle;

a. Fraud motivation triangle

b. Fraud element triangle.

4. Tindakan Lanjutan dan Penyelesaian Fraud

Ketika fraud sudah terjadi, pihak yang dirugikan seperti perusahaan maupun

stakeholder harus menentukan tindak lanjut apa yang harus dilakukan untuk menangani

fraud tersebut, baik secara perdata, pidana, maupun secara kekeluargaan.

II. 1. 4. 3. Pencegahan Fraud

Untuk mencegah terjadinya fraud, mengacu pada Albrecht, Albrecht, Albrecht,

dan Zimbelman (2009:109), salah satu cara yang dapat dilakukan perusahaan yaitu

17

dengan mengurangi peluang terjadinya fraud dengan memperhatikan hal – hal berikut

ini:

18

1. Memiliki sistem pengendalian yang baik

Berkaitan dengan pengendalian internal, Committee of Sponsoring Organizations

(COSO) mengharuskan perusahaan untuk memiliki kerangka pengendalian internal

sebagai berikut:

a. lingkungan pengendalian yang baik

b. penilaian resiko

c. aktivitas pengendalian yang baik

d. arus komunikasi dan informasi yang baik

e. pengawasan

Dari kelima unsur yang disebutkan pada kerangka di atas, Albrecht, Albrecht,

Albrecht, dan Zimbelman (2009:110) terfokus pada:

i. Lingkungan pengendalian, merupakan lingkungan kerja yang diciptakan atau

dibentuk oleh perusahaan bagi para karyawan. Unsur – unsur lingkungan

pengendalian meliputi hal – hal berikut:

Peran dan contoh manajemen

Komunikasi manajemen

Perekrutan yang tepat

Struktur organisasi yang jelas

Internal audit perusahaan yang efektif

ii. Arus komunikasi dan informasi yang baik (sistem akuntansi), setiap fraud pasti

meliputi tindakan kecurangan, menyembunyikan kecurangan, dan konversi. Sistem

akuntansi yang baik dapat menyediakan jejak audit yang dapat membantu fraud

19

ditemukan dan mempersulit penyembunyian. Sistem akuntansi yang baik harus

memastikan bahwa transaksi yang tercatat mencakup kriteria berikut:

sah

diotorisasi dengan benar

lengkap

diklasifikasikan dengan benar

dilaporkan pada periode yang benar

dinilai dengan benar

diikhtisarkan dengan benar

iii.Aktivitas atau prosedur pengendalian, agar perilaku karyawan sesuai dengan apa

yang diinginkan perusahaan, dan membantu perusahaan dalam mencapai tujuan,

diperlukan lima prosedur pengendalian yang utama:

pemisahan tugas atau pengawasan ganda

sistem otorisasi

pengecekan independen

pengamanan fisik

dokumen dan pencatatan

2. Menghambat terjadinya kolusi

3. Mengawasi karyawan dan menyediakan saluran telekomunikasi untuk pelaporan

fraud

4. Menciptakan gambaran hukuman yang akan diterima bila melakukan fraud

5. Melaksanakan pemeriksaan secara proaktif

II. 1. 5. Penyebab Terjadinya Fraud

20

II. 1. 5. 1. Fraud Triangle

Banyak hal yang dapat mendorong seseorang untuk melakukan fraud. Mengacu

pada Albrecht, Albrecht, Albrecht, dan Zimbelman (2009:33), ada tiga elemen kunci

yang menyebabkan seseorang melakukan fraud yang biasa dikenal dengan fraud

triangle. Ketiga komponen tersebut adalah:

1. Tekanan (pressure)

Tekanan atau tuntutan yang mendorong seseorang untuk melakukan fraud dapat

dibagi menjadi lebih spesifik;

a. Tekanan keuangan

Tekanan keuangan merupakan hal umum yang mendorong seseorang melakukan

fraud, hal ini dapat berupa:

Keserakahan

Hidup dibawah kehendak orang lain

Banyak hutang

Kerugian ekonomi pribadi

Kebutuhan uang yang mendadak.

b. Kebiasaan buruk

Motivasi melakukan fraud dapat disebabkan karena kegemaran berjudi, obat –

obatan terlarang, kecanduan alkohol, serta biaya hidup keluarga yang mahal.

c. Tekanan berkaitan dengan pekerjaan

Seseorang dapat melakukan fraud karena merasa hasil pekerjaannya kurang

dihargai oleh perusahaan, takut kehilangan pekerjaan, tidak puas dengan

pekerjaan, takut tidak mendapat promosi jabatan, dan merasa kurang dihargai

secara ekonomi.

21

d. Tekanan lainnya

Tekanan lain bisa berupa keinginan pasangan yang ingin hidup mewah, ingin

membahagiakan orang tua, serta tekanan lain yang tidak tercakup dalam tiga

poin di atas.

2. Peluang (opportunity)

Fraud tidak hanya terjadi jika ada tekanan, tetapi juga ketika calon pelaku fraud

melihat adanya peluang untuk melakukan kecurangan.

Ada beberapa faktor utama yang dapat meningkatkan peluang yang mendorong

seseorang untuk melakukan fraud yaitu:

Kurangnya pengendalian untuk mencegah dan mendeteksi perilaku yang

menyimpang

Ketidakmampuan untuk menilai kualitas kinerja dengan tepat

Kegagalan dalam mendisiplinkan pelaku fraud

Kurangnya informasi

Ketidak perdulian, apatis, dan ketidakmampuan

Kurangnya jejak audit

3. Rasionalisasi (rationalization)

Kecenderungan pelaku fraud adalah membenarkan tindakan yang dilakukannya

dengan pola pikir tertentu seperti “tidak akan ada yang dirugikan,” “perusahaan

berhutang kepada saya,” “semua orang juga melakukan hal yang sama,” dan alasan –

alasan lain.

II. 1. 6. Perekrutan Pelaku Fraud

22

Kebanyakan fraud tidak dilakukan seorang diri, tetapi oleh beberapa orang yang

bekerja sama atau kolusi, terutama pada penipuan pelaporan keuangan perusahaan.

Salah satu cara perekrutan anggota fraudsters yang dilakukan adalah dengan

menggunakan kekuasaan. Melalui kekuasaan, seseorang dapat mempengaruhi orang lain

untuk melakukan sesuatu sesuai kehendak si pelaku fraud tanpa adanya perlawanan.

Kekuasaan dalam perekrutan fraud dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok:

Kekuasaan dengan imbalan merupakan kemampuan pelaku fraud untuk

meyakinkan orang lain bahwa ia akan mendapatkan imbalan jika ikut

berpartisipasi dalam fraud yang akan dilakukan.

Kekuasaan dengan paksaan merupakan kemampuan dari pelaku fraud untuk

membuat seseorang menerima hukuman jika tidak ikut berpartisipasi dalam

tindakan kecurangan yang akan dilakukan. Hukuman ini biasanya dengan

didasarkan pada rasa takut.

Kekuasaan dengan keahlian merupakan kemampuan pelaku fraud untuk

mempengaruhi orang lain karena pengetahuan yang dimilikinya.

Kekuasaan dengan legitimasi berkaitan dengan kemampuan pelaku fraud untuk

meyakinkan calon anggota pelaku fraud bahwa ia benar – benar memiliki

kekuasaan atas dirinya.

Kekuasaan dengan referensi merupakan kemampuan pelaku fraud untuk

berhubungan dengan calon anggota pelaku fraud.

II. 2. Korupsi

23

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, korupsi merupakan salah satu jenis

fraud yang merugikan perusahaan dan dilakukan dengan memanfaatkan pengaruh

seseorang dalam pengambilan keputusan.

II. 2. 1. Jenis – Jenis Korupsi

Mengacu pada Wells (2007:281), korupsi dapat diklasifikasikan menjadi

beberapa bentuk:

1. Bribery

Korupsi jenis ini dilakukan dengan menawarkan sesuatu sebagai imbalan untuk

mempengaruhi keputusan bisnis, bukan dengan mengikuti prosedur yang ada.

2. Illegal gratuities

Skema ini mirip dengan bribery, perbedaannya, pada korupsi jenis ini, imbalan

diberikan kepada karyawan bukan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan

tetapi sebagai hadiah karena suatu keputusan yang diambil.

3. Economic extortion

Pemerasan ekonomi merupakan salah satu bentuk korupsi yang dilakukan

dengan cara meminta imbalan dengan ancaman. Misalnya jika perusahaan tidak

memberi imbalan, maka tidak akan ada kontrak kerja.

4. Conflicts of interest

Skema ini biasa terjadi jika karyawan dari suatu perusahaan memiliki niat atau

ketertarikan tertentu baik finansial maupun nonfinansial terhadap suatu transaksi

sehingga merugikan perusahaan.

II. 2. 2. Gejala Korupsi

24

Semua kecurangan pada akhirnya pasti akan tercium. Sama seperti kasus fraud

lain, korupsi juga memiliki tanda – tanda yang dapat terdeteksi;

1. Bagian pembelian umum (general purchasing)

Pembelian dilakukan sebelum waktunya (reorder point)

Pembelian dilakukan kepada pemasok yang selalu sama

Prosedur pembelian tidak diikuti

Pembelian dilakukan diatas harga pasar

2. Permintaan sebelum penawaran (prebid solicitation)

Menyesuaikan pembelian sesuai dengan kemampuan pemasok, bukan sebaliknya

Diskriminasi penawaran pemasok

Memecah kontrak menjadi beberapa kontrak kecil

Pembelian tidak sesuai dengan spesifikasi pembelian sebelumnya

3. Permintaan penawaran (bid solicitation)

Membatasi waktu penyerahan penawaran yang tidak logis sehingga hanya

pemasok langganan yang memiliki informasi lebih yang sempat memberikan

penawaran

Diskriminasi dalam pemberian informasi pada pemasok satu dengan pemasok

lain

Adanya indikasi kolusi dengan pemasok

Adanya komunikasi dan pertemuan tidak formal antara bagian pembelian dan

pemasok

4. Penerimaan penawaran atau kontrak (bid or contract acceptance)

25

Menerima penawaran yang terlambat

Memalsukan dokumen pemasok yang terlambat agar diterima

Mengekspos harga yang ditawarkan satu pemasok ke pemasok lainnya

Membatasi pembelian untuk menghalangi pemasok yang sesuai dengan

kualifikasi

5. Profil perilaku dari penerima suap (behavior profile of bribery recipient)

Pecandu alkohol atau narkoba

Permasalahan ekonomi pribadi

Kegemaran berjudi

Pengeluaran pribadi yang besar

II. 2. 3. Pencegahan Korupsi

Seorang pemeriksa kecurangan harus memiliki sikap yang skeptis untuk bisa

menemukan fraud dan berpikir layaknya seorang pelaku fraud. Dengan berpikir

layaknya pelaku fraud, kita bisa mengetahui faktor – faktor apa saja yang bisa

menghambat pelaksanaan fraud. Mengacu pada Wells (2007:304), berikut beberapa

strategi untuk mencegah korupsi:

Kebijakan pencegahan korupsi

Melarang penerimaan imbalan dari pemasok

Wajib lapor bagi pihak yang menerima imbalan

Melarang penerimaan diskon dari pemasok untuk pembelian pribadi

Melarang pertemuan bisnis yang tidak relevan

II. 3. Internal Control

26

Mengacu pada Porter, Simon, dan Hatherly (2003:242) dan Arens, Elder, dan

Beasley (2012:310), secara umum, pengendalian internal dapat didefinisikan sebagai

suatu proses yang dipengaruhi oleh dewan direksi, manajemen, dan pihak yang terlibat

lainnya, yang dirancang untuk memberikan kepastian memadai yang berkaitan dengan

kategori sebagai berikut:

Efektivitas dan efisiensi dari kegiatan operasi

Pengendalian dalam perusahaan memaksimalkan efektivitas dan efisiensi dari

penggunaan sumber daya yang dimiliki untuk membantu perusahaan dalam

mencapai tujuan.

Keandalan dari pelaporan keuangan

Manajemen memiliki tanggung jawab baik secara hukum dan profesional untuk

memastikan bahwa informasi yang disajikan dalam laporan keuangan telah

disajikan secara wajar dan sesuai dengan standar pelaporan yang ada.

Kesesuaian dengan hukum dan peraturan yang berlaku

Section 404 mengharuskan manajemen dari perusahaan publik untuk membuat

laporan atas efektivitas pengendalian internal terhadap pelaporan keuangan.

27

II. 3. 1. Komponen Internal Control

Menurut COSO yang dibahas dalam Arens, Elder, Beasley (2012:314),

pengendalian internal yang baik harus memiliki kerangka sebagai berikut:

1. Lingkungan pengendalian

Lingkungan pengendalian merupakan seluruh tindakan, kebijakan, dan prosedur

yang mencerminkan perilaku manajemen puncak, para direktur, dan para pemilik

perusahaan secara keseluruhan terhadap pengendalian internal dan pentingnya

bagi entitas. Lingkungan pengendalian memiliki beberapa subkomponen yaitu:

Integritas dan nilai etika

Integritas dan nilai etika merupakan produk dari standar etika dan perilaku

suatu entitas beserta bagaimana hal-hal tersebut dikomunikasikan dan

dilaksanakan. Integritas dan nilai etika mencakup tindakan manajemen untuk

menghilangkan atau mengurangi dorongan dan godaan yang mungkin dapat

membuat pegawai melakukan tindakan tidak jujur, ilegal, atau tindakan yang

tidak etis.

Komitmen terhadap kompetensi

Manajemen harus mempertimbangkan tingkat kompetensi untuk pekerjaan

tertentu dan bagaimana kompetensi tersebut dapat dikembangkan menjadi

kemampuan dan pengetahuan yang dibutuhkan.

Partisipasi dewan direksi atau komite audit

Dewan direksi yang efektif harus independen dan harus terus mengawasi

aktivitas manajemen perusahaan. Untuk membantu dewan direksi dalam

28

tugas pengawasan, dewan direksi membentuk komite audit yang bertugas

untuk melakukan pengawasan terhadap pelaporan keuangan.

Filosofi manajemen dan gaya operasi

Melalui aktivitasnya, manajemen memberikan isyarat mengenai betapa

pentingnya pengendalian internal.

Struktur organisasi

Struktur organisasi perusahaan menggambarkan alur tanggung jawab dan

wewenang. Dengan memahami struktur organisasi klien, auditor dapat

memahami elemen-elemen manajamen dan fungsional dari suatu bisnis dan

dapat menilai bagaimana pengendalian yang dilaksanakan.

Kebijakan SDM dan pelaksanaannya

Hal yang paling penting dalam pengendalian internal adalah sumber daya

manusia yang melaksanakannya. Jika seluruh pegawai berkompeten dan

dapat dipercaya, pengendalian lainnya dapat dikurangi.

2. Penilaian resiko

Penilaian resiko terhadap pelaporan keuangan merupakan identifikasi dan

analisis manajemen terhadap resikoyang berhubungan dengan penyusunan

laporan keuangan yang mengacu pada standar pelaporan yang berlaku.

3. Aktivitas pengendalian

Aktivitas pengendalian merupakan kebijakan-kebijakan dan prosedur yang

membantu perusahaan dalam memastikan bahwa tindakan yang diperlukan untuk

membantu entitas dalam mencapai tujuan sudah dilaksanakan. Lingkungan

pengendalian secara umum memiliki lima tipe berikut:

Pemisahan tugas dan tanggung jawab

29

Ada empat hal yang harus diperhatikan dalam pemisahan tugas dan tanggung

jawab untuk mengurangi kesalahan dan kecurangan:

Pemisahan pengawasan aset dari fungsi akuntansi.

Pemisahan otorisasi transaksi dengan fungsi pengawasan dari aset yang

bersangkutan.

Pemisahan tanggung jawab operasi dan pencatatan.

Pemisahan bagian IT dengan penggunanya.

Otorisasi transaksi dan aktivitas

Setiap transaksi harus diotorisasi dengan benar untuk memenuhi tujuan

pengendalian.

Dokumentasi dan pencatatan

Dokumen dan pencatatan merupakan catatan yang memuat transaksi serta

mengihktisarkannya. Termasuk di dalamnya tagihan penjualan, purchase

order, jurnal penjualan, dll.

Pengawasan fisik atas aset dan pencatatan

Untuk melaksanakan pengendalian yang baik, aset dan pencatatan harus

diawasi. Aset yang tidak dijaga dapat dicuri. Pencatatan yang tidak diawasi

dapat dicuri, diubah, dihancurkan, atau hilang yang mengganggu proses

proses akuntansi dan operasi bisnis.

Independent check pada pekerjaan

Pemeriksaan di setiap bagian dilakukan untuk memastikan bahwa setiap

prosedur telah dilaksanakan dengan baik.

4. Informasi dan Komunikasi

30

Sistem informasi dan komunikasi akuntansi berguna untuk memulai, mencatat,

memroses, dan melaporkan transaksi entitas dan menjaga akuntabilitas aset yang

bersangkutan.

5. Pengawasan

Aktivitas pengawasan berkaitan dengan penilaian baik secara terus menerus

maupun secara periodik terhadap kualitas pengendalian internal yang dilakukan

manajemen untuk menentukan apakah pengendalian berjalan sesuai yang

direncanakan dan dimodifikasi untuk menyesuaikan dengan keadaan secara

benar.

II. 4. Fungsi Pembelian

Fungsi ini merupakan salah satu bagian dari siklus pengeluaran. Pada fungsi ini,

perusahaan melakukan pembelian barang – barang yang digunakan untuk mendukung

kegiatan operasi sehari – hari. Menurut Boynton, Johnson (2006:699), proses

pemeriksaan terhadap fungsi pembelian dilakukan dengan mengidentifikasi dokumen

dan catatan utama yang digunakan untuk memproses transaksi pembelian. Kemudian

dilanjutkan dengan menjelaskan semua fungsi utama yang terlibat dalam pelaksanaan

dan pencatatan pembelian barang maupun jasa.

31

II. 4. 1. Dokumen Pendukung Pembelian

Mengacu pada Boynton, Johnson (2006:700), ada beberapa dokumen yang

terkait dengan transaksi pembelian:

1. Purchase requisition

Dokumen ini merupakan permintaan tertulis terhadap suatu barang atau jasa yang

dibuat oleh seseorang maupun departemen yang berhak dan sah yang ditujukan

kepada bagian pembelian.

2. Purchase order

Dokumen ini merupakan penawaran tertulis yang dibuat oleh bagian pembelian dan

ditujukan kepada pemasok.

3. Approved vendor master file

Pada perusahaan tertentu, terdapat data mengenai pemasok mana saja yang layak

untuk melakukan transaksi. Data ini bisa berupa file komputer maupun pencatatan

manual.

4. Open purchase order file

Dokumen ini berupa file komputer dari purchase order yang ditujukan ke pemasok

dimana barang yang bersangkutan belum diterima.

32

5. Receiving report

Laporan yang dibuat saat menerima barang yang menjelaskan jenis barang yang

diterima, jumlah barang yang diterima, dan informasi lain yang berkaitan dengan

barang yang diterima dari pemasok.

6. Receiving file

Merupakan data komputer yang berisi informasi tentang jumlah barang yang diterima

dari pemasok.

7. Vendor invoice

Tagihan dari pemasok yang menyatakan barang yang dikirim atau jasa yang

diberikan, jumlah yang harus dibayar, termin pembayaran, dan tanggal penagihan.

8. Voucher

Suatu formulir yang digunakan secara internal oleh perusahaan yang berisi informasi

mengenai pemasok, jumlah yang harus dibayar, dan tanggal pembayaran. Dokumen

ini digunakan sebaga pendukung pencatatan dan pembayaran kewajiban.

9. Exception reports

Dokumen ini merupakan laporan yang berisi informasi mengenai transaksi yang perlu

ditelusuri lagi.

10. Voucher summary

33

Dokumen ini berupa laporan mengenai total jumlah voucher yang diproses dalam

jangka waktu tertentu.

11. Voucher register

Pencatatan formal dari akuntansi dari kewajiban yang dicatat yang sudah disetujui

untuk dibayar.

12. Purchase transaction file

Dokumen ini berisi data voucher dari pembelian yang sudah diterima dan sudah

disetujui, dokumen ini biasanya digunakan untuk mencetak voucher register dan

memperbaharui pencatatan hutang, persediaan, dan jurnal umum.

13. Accounts payable master file

Merupakan file komputer yang berisi data mengenai voucher yang sudah disetujui

namun belum dibayar.

14. Suspense files

Dokumen ini berupa file komputer yang berisi transaksi – transaksi yang ditunda

karena ditolak oleh application control dari komputer.

II. 4. 2. Fungsi Terkait Pembelian

Secara garis besar, dengan mengacu Boynton, Johnson (2006:701) pada proses

pembelian dapat dibagi menjadi tiga fungsi utama:

1. Memulai pembelian

2. Penerimaan barang dan jasa

34

3. Mencatat kewajiban

35

II. 5. Metodologi Penelitian

Untuk memperoleh data yang relevan dengan penelitian yang akan dilaksanakan,

penulis melakukan pengumpulan data dengan beberapa teknik sebagai berikut:

1. Penelitian Literatur (Literature Research)

Penelitian ini dilaksanakan dengan mencari informasi dari buku – buku, jurnal,

hasil penelitian terdahulu, internet serta sumber – sumber lain yang kemudian

dijadikan sebagai landasan teori.

2. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi dengan cara peninjauan

langsung ke objek penelitian. Adapun kegiatan ini meliputi hal – hal sebagai

berikut:

a. Pengamatan (Observation)

Penulis mencari informasi dengan mengamati kegiatan yang berkaitan dengan

fungsi pembelian dan pengelolaan persediaan.

b. Wawancara (Inquiry)

Penulis mencari informasi dengan melakukan wawancara dengan karyawan yang

bertanggung jawab atas kegiatan pembelian dan pengelolaan persediaan.

c. Dokumentasi (Documentation)

Penulis mencari informasi dengan mempelajari dokumen – dokumen pendukung

yang digunakan dalam proses pembelian dan pengelolaan persediaan.

36

d. Pelaksanaan Ulang (Reperformance)

Penulis mencari informasi dengan melakukan pelaksanaan ulang atas prosedur

pembelian dan pengelolaan persediaan.

e. Daftar Pertanyaan (Questionnaires)

Penulis mencari informasi dengan membuat daftar pertanyaan yang berkaitan

dengan pengendalian perusahaan terhadap fungsi pembelian dan pengelolaan

persediaan dan membandingkan antara apa yang dilaksanakan dengan peraturan

yang tertulis.

37