137898257 miastenia gravisssss
DESCRIPTION
zzzzTRANSCRIPT
MIASTENIA GRAVIS
Dr. W. Subagiartha,SpS.SMF Saraf RSU Mataram
PENDAHULUAN
• Penderita MG tdk ada ggg pola gerak yg tgg
kekuatan yg semakin kurang bila menjalani aktivitas,
kekuatan pulih kembali stl istirahat.
• Prevalensi 1 : 10.000 - 50.000 pddk.
Tetinggi pd 20 – 30 th.
• Wanita > laki-laki.
ETIOPATHOGENESIS
• Pada MG tjd atrofi membran reseptor pd motor end
plate akibat proses imunologik celah antara
lipatan membran tidak dpt menerima asetilkolin dan
celah sinap >> lebar kolinesterase mempunyai
kesempatan waktu lb banyak menghancurkan
asetilkolin.
GAMBARAN KLINIS• 1. Gambaran Umum
Awitan biasanya tak jelas (insidius), tp bila sudah berkembang
sangat cepat, dan sering didahului oleh emosional dan ISPA.
Kelemahan otot khas otot okulofasiobulbar yang fluktuatif
disertai keluhan pusing, kesulitan mengunyah dan menelan.
Kelemahan otot levator palpebrae dan otot2 ekstraokuler, bila
otot leher terkena mk penderita tak mampu menegakan leher
dan tingkat lanjut otot seluruh tubuh terkena.
• 2. Keadaan – keadaan krisis
Periode2 yg menyebabkan kematian tinggi :
a. Th pertama sejak timbul awitan infeksi dan atau aspirasi.
b. Pd kasus yg progresif, masa krisis yg kedua adalah 4 – 7 th
stl awitan.
Krisis yg terjadi :
a. Krisis miastenik :
tjd akibat underdose obat antikolinesterase g/ MG lebih
buruk.
b. Krisis kolinergik
timbul ok obat antikolinesterase dpt merusak sinap.
• 3. Klasifikasi MG menurut Osseman :
I. Miastenia Okuler.
II.A. Miastenia umum derajat ringan progresivitas lambat,
krisis(-), respon obat baik.
II.B. Miastenia umum derajat sedang tjd kelemahan berat
pd otot skletal dan bulber, krisis (-), respon obat < baik.
III. Miastenia fulminan akut : g/ memberat dg sangat cepat,
krisis (+), respon obat buruk.
IV. Miastenia berat yg berkembang lamban : klinis spt gol III
dan perlu waktu 2 th untuk beralih dr gol I atau II.
DIAGNOSIS
1. Gejala Klinis
2. Tes Farmakologi : tes edrophonium, neostigmin dan kurare.
3. Pemeriksaan elktromiografi (EMG)
4. Pemeriksaan laboratories.
5. Pemeriksaan radiologik.
6. Pemeriksaan “ Stapedius reflex decay”
1. G.klinis:Tergantung beratnya penyakit.
Pada anamnesa sesuai dengan gambaran umum.
Pada tahap awal kelemahan otot sering ringan dan tidak konstan.
Pada px fisik; refl. Fisiologis (N), ggn sensibilitas (-).
Tes klinis sederhana : selama 2 – 3 menit disuruh :
a. melirik keatas, maka tampak ptosis makin memberat
b. melirik kelateral, maka akan tjd keluhan diplopia,
dan keluhan tsb akan menghilang setelah istirahat.
2. Tes Farmakologi
1. T. Edrophonium ;
Setelah dinilai beratnya ptosis dan kelemahan otot okuler + 10 mg (1ml )
edrophonium IV.
Caranya: 0,2 ml disuntikan dulu , bila dpt ditolerir stl 30” masukan sisanya
0,8 ml.
efek klinis timbul stl 30 – 60 “ dan bertahan 4 – 5 menit.
2. T. Neostigmin.
Penderita disuntik neostigmin 1,5 mg IM. ( siapkan 0,6 mg atropin sulfat
untuk mengatasi efek muskarinik: muntah-muntah, hiperhidrosis,
hipersalivasi). Perbaikan obyektif + subyektif terjadi setelah 10 – 15 mnt dan
puncaknya 30 mnt dan berakhir setelah 2 – 3 jam.
Bila negatif tidak meruntuhkan diagnosis MG.
• 3. T. Kurare.
Tes ini dilakukan bila tes edrophonium dan neostigmin
meragukan, dilakukan di RS yang mempunyai fasilitas
mesin respirator.
Caranya ; dosis kurare pd orang normal 3 mg/ 18 kg BB IV.
pada penderita yang dicurigai diberi 2 % dari dosis N, bila
dalam 5 mnt belum terjadi kesulitan bernapas + 5% dari
dosis N.
Bila terjadi kelemahan yang semakain berat MG
3. Pemeriksaan EMGTes ini dilakukan bila klinis meragukan.
Otot yang diperiksa:
Otot wajah, tangan atau ekstremitas proksimal ( bisep, deltoid).
hasil pemeriksaan ; penurunan amplitudo dari potensiil aksi otot pada saraf
perifer dg frekwensi 3 Hertz .
amplitudo tampak normal lagi setelah pemberian edrophonium atau
neostigmin.
4. Tes Laboratris
Metode ; radioimmuno assay untuk menemukan adanya human
antireseptor IgC di dalam serum.
Tes ini sensitif dan sangat bermanfaat.
diperlukan pada kasus yang ringan dimana EMG meragukan.
5. Px/ Radiologis
Digunakan setelah pengobatan dengan kortikosteroid jangka
panjang , dimana pada Ro thoraks tampak pembesaran
gambaran mediastinum, dibandingkan dengan sebelum
pengobatan.
6. Px/ “ Stapedius refleks Decay “
Alat : audiometer earphone disatu telinga, telinga yang lain
memakai impedance bridge metal tes probe.
Hasil (+) adanya refleks decay + 8 mg edrophonium,
45 “ perbaikan.
Tes ini analog dengan respon decremental EMG dari aksi
potensial otot thd stimulasi saraf.
DIAGNOSIS BANDING
1. Opthalmoplegia oleh sebab – sebab lain.
Contoh opthalmoplegia akibat tirotoksikosis.
2. Penderita neurastenik yang mengeluh lemah setelah
kelelahan.
3. Penyakit neurologik yang menimbulkan disartria dan
disfagia tapi tidak ada ptosis dan diplopia.
4. Polimiopati miastenik yang hipersensitif terhadap
neostigmin.
TERAPI1. Obat antikolinesterase.Neostigmin; 7,5 – 45 mg tiap 2 – 6 jam.Rata – rata per hari 150 mg.
5. Immunosupresif :Bila dengan obat yang lain tak respon atau setelah timektomi ditemukan keganasan.Dipakai Azathioprine perbaikan setlah 6 – 15 bulan pemakaian
3. kortikosteroid.Untuk MG sedang – berat, Timektomi tak ada perbaikan +neostigmin tak berspon
4. PlasmaparesisPada RS dg penderita + alat bantu napas.Pada 24 – 48 jam stl plasma paresis akanTerjadi pemulihan kekuatan otot.
2. Timektomi.Bermanfaat pada MG+ timoma.Bila hanya terbatas kelemahan ototOkuler selama 1- 2 thn operasi (-)
KEADAAN- KEADAAN YANG MEMPERBERAT MG
1. Panas.
Cuaca panas, mandi air hangat, demam dapat memperberat MG krn
memperburuk transmisi neuromuskuler.
2. Obat- obatan.
Dikenal 30 macam obat yg memperberat MG, 18 diantaranya adalah
antibiotik : neomicyn, kanamicyn, cholistin, streptomycin, polymiksin B
dan tetrasiklin. Ada kasus bahwa ampisilin juga dapat memperburuk MG