tugas siadh gadar 2

Upload: christine-mario

Post on 18-Jul-2015

346 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

BAB 1 LAPORAN PENDAHULUAN

SIADHA. Pengertian Syndrom of Inappropriate Antidiuretic Hormon (SIADH) adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan sekresi atau peningkatan produksi ADH. Peningkatan ADH ini tidak berhubungan dengan osmolalitas dan oleh karenanya menyebabkan peningkatan cairan tubuh total. Jadi, retensi cairan disertai dengan asupan cairan yang normal, yang menyebabkan hiponatremia dan hipoosmolalitas plasma. Tidak terdapat hipokalemia dan edema; fungsi jantung, ginjal, dan adrenal normal; dan volume cairan ekstraseluler dan plasma ekspanded normal. B. Etiologi Sejumlah neoplasma neoplasma maligna akan disertai dengan produksi vasopresin ektopik menyebabkan kadar vasopressin yang tinggi dalam plasma. Karsinoma karsinoma bronkogenik terutama dikaitkan dengan SIADH. Tumor tumor ditempat lain seperti pada pancreas dan duodenum telah pula menunjukkan produksi ADH. Sejumlah penyakit paru nonmaligna seperti tuberculosis dan pneumonia berhubungan dengan kadar ADH tinggi dalam plasma. Tuberculosis pada jaringan paru paru telah dibuktikan mengandung kadar ADH dalam jumlah yang dapat diukur. Masih belum diketahui apakah semua tipe penyakit paru menyebabkan SIADH dengan cara memproduksi ADH ektopik atau dengan menstimulasi ADH dari hipofisis. Banyak tipe-tipe kelainan susunan saraf pusat yang berbeda disertai dengan peningkatan sekresi vasopressin, menyebabkan gambaran SIADH. Sebab-sebab SIADH temporer adalah trauma akibat pembedahan, anestesi, nyeri, opiat dan kecemasan. Kelainan-kelainan endokrin seperti insufisiensi miksedema, dan insufisiensi hipofisis anterior dapat disertai peninggian kadar ADH dan kegagalan ekskresi cairan bebas oleh ginjal. Semua factor-faktor ini terutama dikombinasi dengan beban cairan dapat

menyebabkan terjadinya hiponatremia dan hipoosmolalitas. Hiponatremia yang terlihat pada pasien dengan psikosis dapat mencermin kombinasi beberapa factor, termasuk pelepasan ADH tidak sesuai dengan kompulsi minum air.

C. Manifestasi Klinis Gambaran klinisnya dapat dihasilkan secara eksperimen dengan memberikan vasopressin dosis tinggi pada orang-orang normal yang diberikan asupan cairan yang normal sampai banyak. Restriksi cairan pada pasien-pasien yang diduga mengalami SIADH dapat menyebabkan pulihnya osmolalitas plasma dan konsentrasi natrium kearah normal. Kriteria diagnostic SIADH termasuk: hiponatremia berhubungan dengan hipoosmolalitas plasma (100 mosm/kg); euvolemia (termasuk tidak adanya gagal jantung kongestif, sirosis, dan sindroma nefrotik); insufisiensi renal, adrenal, atau tiroid. Natrium urine biasanya >20 mmol/hari, mungkin suatu konsekuensi peningkatan factor natriuratik atrial. Uji dinamika dan kadar ADH plasma biasanya tidak dibutuhkan dalam diagnosis.

D. Pemeriksaan Penunjang 1. Natrium serum menurun < 15 M Eq/L Natrium urin < 15 M Eq/L menandakan konservasi ginjal terhadapa Na. 2. Natrium urin > 20 M Eq/L menandakan SIADH. Kalium serum mungkin turun sesuai upaya ginjal untuk menghemat Na dan kalium. 3. Klorida/bikarbonat serum : mungkin menurun tergantung ion mana yang hilang dengan DNA. 4. Osmolalitas umumnya rendah tapi mungkin normal atau tinggi. Osmolalitas urin dapat turun < 100 m osmol/L kecuali pada SIADH dimana kasusu ini akan melebihi osmolalitas serum. Berat jenis urin meningkat < 1,020 bila ada SIADH. Hematokrit, tergantung pada keseimbangan cairan misalnya : kelebihan cairan melawan dehidrasi

Osmolalitas plasma dan hiponatremi (penurunan konsetrasi natrium, natrium serum menurun sampai 170 M Eq/L) Prosedur khusus: tes fungsi ginjal adrenal dan tiroid normal. Pengawasan ditempat tidur : peningkatan tekanan darah. Pemeriksaan laboratorium : penurunan osmolalitas, serum, hiponatremia, hipokalemia, peningkatan natrium urin.

E. Penatalaksanaan Terapi SIADH tergantung dari sebab yang mendasarinya. Pasien dengan SIADH yang diinduksi oleh obat-obatan diterapi dengan menghentikan pemakaian obat-obat tersebut. Terapi SIADH pada pasien dengan karsinoma bronkogenik lebih sukar, walau prognosis SIADH pada penderita-penderita karsinoma bronkogenik buruk. Terapi ditujukan untuk mengembalikan osmolalitas plasma menjadi normal tanpa menyebabkan ekspansi lebih lanjut dari kompartemen cairan ekstraselular, yang dapat terjadi pada pemberian infuse cairan hiporosmotik. 1. Retriksi cairan: bentuk terapi paling sederhana adalah melakukan pembatasan asupan cairan walaupun pada masa yang panjang, haus hebat yang menyertai cara terapi ini sulit untuk dikelola. 2. Diuretic: bila osmolalitas plasma rendah dibutuhkan koreksi dengan cepat, diuretic seperti furosemid dengan dosis 1 mg/kg 1 jam dapat dipergunakan. Agen-agen ini mencegah gradient konsentrasi pada medulla dari peningkatan sehingga menurunkan efektifitas ADH. Karena diuresis disertai dengan hilangnya kalium, kalsium, dan magnesium secara signifikan melalui urin, maka elektrolit-elektrolit ini harus diberikan pada pasien dengan cara infuse intravena. 3. Metode-metode terapi lainnya: pada keadaan darurat bila terjadi hiponatremia yang berat, salin hipertonis misalnya natrium klorida 3% yang diberikan sendiri atau bersama furosemid. Ratio infuse 20-40 ml akan meningkatkan natrium serum 1-2 meg/L per jam pada kebanyakan pasien. Tetapi tindakan ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati karena beban cairan yang berlebihan dapat merupakan presipitasi terjadinya kegagalan jantung,

mielinolisis pontin sentral atau kolaps sirkulasi. Obat-obat yang mengurangi efek vasopressin pada ginjal mungkin bermanfaat. Demeklosiklik, 1-2 g/hari per oral menyebabkan bentuk diabetes insipidus reversible, melawan efek SIADH. Tetapi obat ini nefrotoksin, dan fungsi ginjal (kreatinin dan nitrogen urea darah) harus dimonitor. Litium karbonat mempunyai efek yang sama, tetapi dosis terapinya sangat dekat dengan batas dosis toksik sehingga obat ini jarang digunakan.

F. Komplikasi Gejala-gejala neurologis dapat berkisar dari nyeri kepala dan konfusi (bingung) sampai kejang otot, koma, dan kematian akibat hiponatremia dan intoksikasi air.

KAD

A. Pengertian Ketoasidosis adalah keadaan kompensasi metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisisensi insulin absolute atau relative. KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut DM yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat dieresis osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan bisa menyebabkan syok. KAD merupakan komplikasi akut DM yang ditandai dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis. Ketoasidosis diabetic merupakan akibat dari defisiensi berat insulin disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini merupakan gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetes ketergantunagan insulin.

B. Etiologi Ada tiga penyebab utama diabetes ketoasidosis: Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi Penurunan kadar insulin dapat terjadi akibat dosis insulin yang diresepkan tidak adekuat atau pasien tidak menyuntikan insulin dengan dosis yang cukup. Kesalahan yang menyebabkan dosis insulin yang harus diberikan berkurang terjadi pada pasien-pasien yang sakit dan menganggap jika mereka kurang makan atau menderita muntah-muntah, maka dosis insulinnya juga harus dikurangi. Jika mengalami infeksi dapat meningkatkan kadar glukosa darah, maka pasien tidak perlu menurunkan dosis insulin untuk mengimbangi asupan makanan yang berkurang ketika sakit dan bahkan mungkin harus meningkatkan dosis insulinnya. Penyebab potensial lainnya yang menurunkan kadar insulin mencakup kasalahan pasien dalam mengaspirasi atau menyuntikkan insulin (khususnya pada pasien dengan gangguan penglihatan); sengaja melewatkan pemberian

insulin (khususnya pada pasien remaja yang menghadapi kesulitan dalam mengatasi diabetes atau aspek kehidupan yang lain); masalah peralatan (misalnya penyumbatan selang pompa insulin). Keadaan sakit atau infeksi Keadaan sakit dan infeksi akan menyertai resistensi insulin. Sebagai respon terhadap stress fisik atau emosional, terjadi peningkatan kadar hormonehormon stres yaitu glucagon, epinefrin, norepinefrin, kortisol, dan hormone pertumbuhan. Hormon-hormon ini akan meningkatkan produksi glukosa oleh hati dan menggangu penggunaan glukosa dalam jaringan otot serta lemak dengan cara melawan kerja insulin. Jika kadar insulin tidak meningkat dalam keadaan sakit dan infeksi, maka hiperglikemia yang terjadi dapat berlanjut menjadi ketoasidosis diabetik. Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak terobati.

C. Manifestasi Klinis Poliuri dan polidipsia (peningkatan rasa haus) Penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala Pasien dengan penurunan volume intravaskuler yang nyata mungkin akan menderita hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik sebesar 20 mmHg atau lebih pada saat berdiri) Penurunan volume dapat pula menimbulkan hipotensi yang nyata disertai denyut nadi lemah dan cepat. Anoreksia, mual, muntah dan nyeri abdomen Nanpas bau aseton Hiperventilasi, pernapasan kusmaul Perubahan status mental pada ketoasidosis diabetic bervariasi antara pasien yang satu dan yang lainnya. Pasien dapat terlihat sadar, mengantuk (letargi) atau koma, hal ini biasanya tergantung pada osmolaritas plasma.

D. Pemeriksa Penunjang Glukosa Kadar glukosa bervariasi dari 300- 800 mg/ dl.sebagian pasien mungkin memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah dan sebagian lainnya mungkin memiliki kadar sampai setinggi 1000mg/dl atau lebih yang biasanya bergantung pada derajat dehidrasi. Harus disadari ketoasidosis diabetic tidak selalu berhubungan dengan kadar gula darah. Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat disertai kadar glukosa yang berkisar dari 100- 200 mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin tidak memperlihatkan

ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai 400- 500 mg/dl. Natrium Efek hiperglikemia, ekstravaskuler air bergerak ke ruang intravaskuler. Untuk setiap 100mg/dl glukosa lebih dari 100 mg/dl, tingkat natrium serum

diturunkan sekitar I,6 mEq / L. Bila kadar glukosa turun, tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah yang sesuai. Kalium Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan perawatan. EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di tingkat potasium. Bikarbonat Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH yang rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi benda keton (yang mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin. Gunakan tingkat ini dalam hubungannya dengan kesenjangan anion untuk menilai derajat asidosis. Sel darah lengkap (Complete Blood Cell) Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau ditandai pergeseran kiri mungkin menyarankan mendasari infeksi.

Gas Darah Arteri (GDA) pH sering 330 mOsm / kg H2O. Jika osmolalitas kurang dari > 330 mOsm / kg H2O ini, maka pasien jatuh pada kondisi koma.

Fosfor Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk, alkoholisme kronis), maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.

Tingkat BUN meningkat Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya Kadar kreatinin

Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga dapat terjadi pada dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar kreatinin dan BUN serum yang terus berlanjut akan dijumpai pada pasien yang mengalami insufisiensi renal.

E. Penatalaksanaan Terapi ketoasidosis diabetic diarahkan pada perbaikan tiga masalah utama : dehidrasi, kehilangan elektrolit, dan asidosis. Dehidrasi Rehidrasi merupakan tindakan yang penting untuk mempertahankan perfusi jaringan. Penggantian cairan akan menggalakan ekskresi glukosa yang berlebihan melalui ginjal. Cairan yang dapat digunakan yaitu larutan normal salin 0,9 % (diberikan dengan kecepatan yang sangat tinggi pada keadaan awal), larutan normal salin hipotonik 0,45 % (digunakan pada pasien-pasien yang menderita hipertensi atau hipernatremia atau yang beresiko mengalami gagal jantung kongesif), larutan normal salin 45 % (diberikan setelah beberapa jam, merupakan cairan infuse pilihan untuk terapi rehidrasi selama tekanan darah pasien tetap stabil dan kadar natrium tidak terlalu rendah).

Kehilangan elektrolit Masalah elektrolit utama selama terapi diabetes ketoasidosis adalah kalium. Beberapa factor yang berhubungan dengan terapi diabetes ketoasidosis yang menurunkan konsentrasi kalium adalah : o Rehidrasi yang menyebabkan peningkatan volume plasma dan penurunan konsentrasi kalium serum o Rehidrasi yang menyebabkan peningkatan ekskresi kalium kedalam urin o Pemberian insulin yang menyebabkan peningkatan perpindahan kalium dari cairan ekstrasel kedalam sel. Penggantian kalium yang dilakukan dengan hati-hati namun tepat waktu merupakan tindakan yang penting untuk menghindari gangguan irama jantung

berat yang dapat terjadi pada hipokalemia. Karena kadar kalium akan menurun selama terapi, pemberian kalium lewat infuse harus dilakukan meskipun konsentrasi kalium dalam plasma tetap normal. Untuk pemberian infuse kalium yang aman, perawat harus memastikan bahwa : o Tidak ada tanda-tanda hiperkalemi (berubah gelombang T yang tinggi, pada hasil pemeriksaan EKG) o Pemeriksaan laboratorium terhadap kalium normal atau rendah o Pasien dapat berkemih/tidak mengalami gangguan fungsi ginjal. Asidosis Akumulasi badan keton (asam) merupakan akibat pemecahan lemak. Asidosis yang terjadi pada diabetes ketoasidosis dapat diatasi melalui pemberian insulin. Insulin mmenghambat pemecahan lemah sehingga menghentikan pembentukan senyawa-senyawa yang bersifat asam. Insulin biasanya diberikan melalui infuse. Pemberian infuse insulin sebaiknya dialakukan terpisah dari larutan rehidrasi lain untuk memungkinkan pengubahan kecepatan dan isi larutan rehidrasi dengan sering. F. Komplikasi Komplikasi dari ketoasidoisis diabetikum dapat berupa: Ginjal diabetik ( Nefropati Diabetik ) Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini. Bila penderita mencapai stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya terdapat protein. Dengan menurunnya fungsi ginjal akan disertai naiknya tekanan darah. Pada kurun waktu yang lama penderita nefropati diabetik akan berakhir dengan gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah. Selain itu nefropati diabetik bisa menimbulkan gagal jantung kongesif. Kebutaan ( Retinopati Diabetik )

Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada lensa mata. Penglihatan menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan. Tetapi bila tidak terlambat dan segera ditangani secara dini dimana kadar glukosa darah dapat terkontrol, maka penglihatan bisa normal kembali Syaraf ( Neuropati Diabetik ) Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada saraf. Penderita bisa stres, perasaan berkurang sehingga apa yang dipegang tidak dapat dirasakan (mati rasa). Telapak kaki hilang rasa membuat penderita tidak merasa bila kakinya terluka, kena bara api atau tersiram air panas. Dengan demikian luka kecil cepat menjadi besar dan tidak jarang harus berakhir dengan amputasi. Kelainan Jantung. Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya aterosklerosis pada pembuluh darah jantung. Bila diabetesi mempunyai komplikasi jantung koroner dan mendapat serangan kematian otot jantung akut, maka serangan tersebut tidak disertai rasa nyeri. Ini merupakan penyebab kematian mendadak. Selain itu terganggunya saraf otonom yang tidak berfungsi, sewaktu istirahat jantung berdebar cepat. Akibatnya timbul rasa sesak, bengkak, dan lekas lelah. Hipoglikemia. Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila penurunan kadar glukosa darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan segera. Keterlambatan dapat menyebabkan kematian. Gejala yang timbul mulai dari rasa gelisah sampai berupa koma dan kejang-kejang. Impotensi. Sangat banyak diabetisi laki-laki yang mengeluhkan tentang impotensi yang dialami. Hal ini terjadi bila diabetes yang diderita telah menyerang saraf.

Keluhan ini tidak hanya diutarakan oleh penderita lanjut usia, tetapi juga mereka yang masih berusia 35 40 tahun. Pada tingkat yang lebih lanjut, jumlah sperma yang ada akan menjadi sedikit atau bahkan hampir tidak ada sama sekali. Ini terjadi karena sperma masuk ke dalam kandung seni (ejaculation retrograde). Penderita yang mengalami komplikasi ini, dimungkinkan mengalami kemandulan. Sangat tidak dibenarkan, bila untuk mengatasi keluhan ini penderita menggunakan obat-obatan yang mengandung hormon dengan tujuan meningkatkan kemampuan seksualnya. Karena obat-obatan hormon tersebut akan menekan produksi hormon tubuh yang sebenarnya kondisinya masih baik. Bila hal ini tidak diperhatikan maka sel produksi hormon akan menjadi rusak. Bagi diabetes wanita, keluhan seksual tidak banyak dikeluhkan.Walau demikian diabetes millitus mempunyai pengaruh jelek pada proses kehamilan. Pengaruh tersebut diantaranya adalah mudah mengalami keguguran yang bahkan bisa terjadi sampai 3-4 kali berturut-turut, berat bayi saat lahir bisa mencapai 4 kg atau lebih, air ketuban yang berlebihan, bayi lahir mati atau cacat dan lainnya. Hipertensi. Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air seni, ginjal penderita diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat kekentalan darah pada diabetisi juga lebih tinggi. Ditambah dengan kerusakan-kerusakan pembuluh kapiler serta penyempitan yang terjadi, secara otomatis syaraf akan mengirimkan signal ke otak untuk menambah takanan darah. Komplikasi lainnya adalah: Ganggunan pada saluran pencernakan akibat kelainan urat saraf. Untuk itu makanan yang sudah ditelan terasa tidak bisa lancar turun ke lambung.

Gangguan pada rongga mulut, gigi dan gusi. Gangguan ini pada dasarnya karena kurangnya perawatan pada rongga mulut gigi dan gusi, sehingga bila terkena penyakit akan lebih sulit penyembuhannya.

Gangguan infeksi. Dibandingkan dengan orang yang normal, penderita diabetes millitus lebih mudah terserang infeksi.

BAB 2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

a. Pengkajian 1. Pengumpulan data Identifikasi klien Keluhan utama : mual-muntah Riwayat penyakit sekarang : Riwayat penyakit dahulu : DM Riwayat penyakit keluarga Riwayar psikososial

2. Pemeriksaan fisik B1 (breath) O2 berkurang, batuk dengan/tanpa seputum purulen (tergantung adanya infeksi/tidak). Tanda : lapar, batuk dengan/tanpa sputum purulen, frekuensi pernapasan meningkat B2 (blood) Tackikardia, distritmia B3 (brain) Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan otot, parastesi Gangguan penglihatan : disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut). Gangguan memori, kacau mental, aktifitas kejang (tahap lanjut dari KAD) B4 (bladder) Poliuria dapat diikuti oliguria dan anuria B5 (bowel) Distensi abdomen, bisisng usus menurun

B6 (bone) Penurunan kekuatan otot, kram otot, tonus otot menurun, gangguan istirahat/tidur Gejala : lemah, letih, sulit bergerak/berjalan Tanda : tackikardia dan tachipnue pada keaadan istirahat atau aktifitas.

b. Diagnosa Keperawatan 1. Deficit volume cairan berhubungan degan diuresis osmotic akibat hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan: diare, muntah, pembatasan intake akibat mual, kacau mental. 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, status hipermetabolisme. 3. Kelelahan berhubungan dengan metabolism sel menurun 4. Gangguan asam basa berhubungan dengan insifisiensi insulin

c. Rencana keperawatan 1. Deficit volume cairan berhubungan degan diuresis osmotic akibat hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan: diare, muntah, pembatasan intake akibat mual, kacau mental. Criteria hasil : TTV dalam batas normal : Nadi RR TD :60-100x/menit : 16-20x/menit : 100-140mmHg / 60-90mmHg

Suhu :36,5-37,50 C Pulse perifer dapat teraba Turgor kulut dan capillary refill baik Keseimbangan urin output Kadar elektrolit normal

Intervensi :

1. Kaji riwayat durasi/intensitas mual, muntah dan berkemih berlebihan. R : membantu memperkirakan pengurangan volume total. Proses infeksi yang menyebabkan demam dan status hipermetabolik meningkatkan pengeluaran cairan insesibel. 2. Monitor vital sign dan perubahan tekanan darah orthostatic. R : hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. Hipovolemia berlebihan dapat ditunjukan dengan penurunan tekanan darah lebih dari 10mmHg dari posisi berbaring ke duduk atau berdiri. 3. Monitor perubahan respirasi : kussmaul, bau aceton R : pelepasan asam karbonat lewat respirasi menghasilkan alkalosis respiratorik terkompensasi pada ketoasidosis. Napas bau aceton disebabkan pemecahan asam keton dan akan hilang bila sudah terkoreksi. 4. Observasi kualitas napas, penggunaan otot asesori dan cyanosis. R : peningkatan beban napas menunjukkan ketidakmampuan untuk berkompensasi terhadap asidosis. 5. Observasi output dan kualitas urin. R : menggambarkan kemampuan kerja ginjal dan keefektifan terapi. 6. Timbang BB R : menunjukkan status cairan dan keadekuatan rehidrasi. 7. Pertahankan cairan 2500ml/hari jika diindikasikan. R : mempertahankan hidrasi dan sirkulasi volume 8. Ciptakan lingkungan yang nyaman, perhatikan perubahan emosional. R : mengurangi peningkatan suhu yang menyebabkan pengurangan cairan, perubahan emosional menunjukkan penurunan perfusi cerebral dan hipoksia. 9. Catat hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah dan distensi lambung. R : kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motolitas lambung, sering menimbulkan muntah dan potensial menimbulkan kekurangan cairan dan elektrolit. 10. Kaji adanya perasaan kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur dan adanya distensi pada vaskuler. R : pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat mungkin sangat berpotensi menimbulkan beban cairan dan GJK

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, status hipermetabolisme. Criteria hasil : Klien mencerna jumlah kalori/nutrient yang tepat Menunjukkan tingkat energy biasanya Mendemonstrasikan berat beban stabil atau penambahan sesuai rentang normal. Intervensi : 1. Pantau berat badan setiap hari atau sesuai indikasi. R : mengkaji pemasukan makanan yang adekuat termasuk absorbs dan utilitasnya. 2. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dihabiskan R : mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapetik. 3. Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen atau prut kembung, mual, muntahan makanan yang belum dicerna, pertahankan puasa sesuai indikasi. R : hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan motilitas/fungsi lambung (distensi atau ileus paralitik)yang akan mempengaruhi pilihan intervensi 4. Berikan makanan yang mengandung nutrient kemudian upayakan pemberian yang lebih padat yang dapat ditoleransi R : pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi gastrointestinal baik. 5. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan sesuai indikasi R : memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien 6. Kolaborasi : o Pemberian GDA dengan finger stick R : memantau gula darah lebih akurat dari pada reduksi urin untuk mendeteksi fluktuasi o Pantau pemeriksaan aseton, PH, HCO3 R : memantau efektifitas kerja insulin agar tetap terkontrol

o Berikan pengobatahn insulin secara teratur sesuai indikasi R : mempermudah transisi metabolisme karbohidrat dan menurunkan insiden hipoglikemi. o Berikan larutan dekstrosa dan setengah salin normal R : larutan glukosa setelah insulin dan cairan membawa gula darah kira-kira 250mg/dl. Dengan metabolism karbohidrat mendekati normal perawatan diberikan untuk menghindari hipoglikemi. 7. Observasi tanda hipoglikemi R : hipoglikemi dapat terjadi karena terjadinya metabolism karbohidrat yang berkurang sementara tetap diberikan insulin, hal ini secara potensial dapat mengancam kehidupan. 3. Kelelahan berhubungan dengan metabolisme sel menurun Criteria hasil : Mengungkapkan peningkatan energy Menunjukan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktifitas yang diinginkan Intervensi : 1. Buat jadwal perencanaan dengan pasien dan identifikasi aktifitas yang menimbulkan kelelahan R : dapat memberikan motifasi untuk meningkatkan aktifitas meskipun pasien masih lemah. 2. Berikan aktifitas alternative dengan periode istirahat yang cukup/ tanpa diganggu R : mencegah kelelahan yang berlebihan 3. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktifitas sehari-hari sesuai yang ditoleransi R : meningkatkan kepercayaan/harga diri yang positif sesuai tingkat aktifitas yang dapat ditoleransi pasien 4. Diskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah temapt dan sebagainya R : pasien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan penurunan kebutuhan akan energy pada setiap kegiatan

5. Observasi nadi, frekuensi pernapasan dan tekanan darah sebelum/ sesudah aktifitas R : mengindikasikan tingkat aktifitas yang dapat ditoleransi.

4. Gangguan asam basa berhubungan dengan insifisiensi insulin Criteria hasil : klien memperlihatkan balance asam basa Intervensi : 1. Pertahankan pemberian oksigen R : memaksimalkan untuk bernapas 2. Monitoring gas darah R : menunjukkan stabilitas/sebagai indicator PH darah 3. Monitoing bising usus tiap 8jam, bila ada berikan makanan sesuai toleransi R : penurunan atau hilangnya bising usus merupakan indikasi adanya ileus paralitik yang berarti hilangnya motolitas usus dan atau ketidakseimbangan elektrolit 4. Observasi adanya tanda ketoasidosis: mual, muntah, nyeri abdomen, kemerahan wajah, napas bau aseton, napas kusmaull. R : dengan mengetahui gejala lebih awal bisa meminimalkan terjasinya ketoasidisis diabetic 5. Infeksi berhubungan dengan kadar glukosa bilirubin meningkat Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama X24jam pasien dapat menurunkan resiko infeksi dengan kriteria hasil : dapat mencegah resiko infeksi

Intervensi : 1. Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang yang berhubungan dengan pasien termaksud pasiennya sendiri. R : mencegah timbulnya infeksi silang/infeksi nasokomial. 2. Pertahankan teknik aseptic pada prosedur infasif (seperti pemasangan infuse, kateter folley dan sbb.),pemberian obat IV dan pemberian perawatan pemeliharaan. R : kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman. 3. Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh,jaga kulit tetap kering,linen kering, dan tetap kencang.

R : sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada peningkatan resiko terjadi kerusakan pada kulit/iritasi kulit dan infeksi. 4. Lakukan perubahan posisi R : mencegah agas secret tidak statis dengan terjadinya peningkatan terhadap resiko infeksi. 5. Berikan tissue dan tempat sputum pada tempat yang mudah dijangkau untuk penampungan sputum atau secret. R : mengurangi penyebaran infeksi 6. Bantu pasien untuk melakukan hygine oral R : menurunkan resiko terjadinya penyakit mulut/ gusi 7. Anjurkan untuk makan dan munim adekuat (kira0kira 3000ml/hri jika tidak ada kontraindikasi) R : menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi. Meningkatkan aliran urin yang statis dan membantu dalam mempertahankan PH/keasaman urin, yang menurunkan perumbuhan bakteri dan pengeluaran organism dari system organ tersebut. 8. Kolaborasi dalam pemberian obat antibiotic yang sesuai R : penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis. 9. Observasi tanda0tanda infeksin dan peradangan seperti demam, kemerahan , adanya pus dan luka, sputum purulen, urin warna keruh/berkabut R : pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial.

6.

Gangguan perubahan sensori perceptual yang berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa/insulin.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama X 24jam pasien tidak mengalami gangguan perceptual Kriteria hasil: mempertahankan tingkat mental biasanya dan mengenali serta mengkompensasi adanya kerusakan sensori. Intervensi :

1. Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhannya. Berikan penjelasan yang singkat dengan bicara perlahan dan jelas. R : menurunkan kebinggungan dan membantu untuk mempertahankan kontak dengan realitas. 2. Jadwalkan intervensi keperawatan agar tidak mengganggu waktu istirahat pasien R : meningkatkan tidur, menurunkan rasa letih, dan dapat memperbaiki daya pikir. 3. Lindungi pasien dari cedera ketika tingkat kesadaran pasien terganggu. Berikan bantalan lunak pada sisi tempat tidur. R : pasien mengalami disorientasi merupakan awal kemungkinan timbulnya cedera. 4. Evaluasi lapang pandang penglihatan sesuai dengan indikasi R : edema/lepasnya retina, hemoragis, katarak atau paralisis otot ekstra okuler sementara menganggu penglihatan yang memerlukan terapi korektif dan atau perawatan penyokong. 5. Selidiki adanya keluhan parastetik, nyeri, atau kehilangan sensori pada paha/kaki. Lihat adanya ulkus, daerah kemerahan, tempat-tempat tertekan, kehilangan denyut nadi perifer. R : neuropatik perifer dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman yang berat, kehilangan sensasi sentuhan/ distorsia yang mempunyai resiko tinggi terhadap kerusakn kulit dan gangguan keseimbangan. 6. Berikan tenpat tidur yang lembut. Pelihara kehangatan kaki/tangan, hindari terpajan air panas/dingin atau penggunaan bantalan. R : meningkatkan rasa nyaman dan menurunkan kemungkinan kerusakan kulit karena panas. Munculnya dingin yang tiba-tiba pada tangan dan kaki dapat mencerminkan adanya hipoglikemia yang perlu untuk melakukan pemeriksaan terhadap gila darah. 7. Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi. R : meningkatkan keamanan pasien terutama ketika rasa keseimbangan dipengaruhi. 8. Berikan pengobatan sesuai dengan obat yang ditentukan untuk mengatasi KAD sesuai dengan indikasi. R : gangguan dalam proses pikir/potensial terhadap aktivitas kejang biasanya hilang bila keadaan hiperosmolaritas teratasi.

9. Observasi TTV dan status mental. Observasi nilai laboratorium seperti glukosa darah, osmolalitas darah, HB/Ht,uremia kreatinin. R : sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal, seperti suhu yang meningkat dapat mempengaruhi fungsi mental. Ketidakseimbangan nilai laboratorium dapat menurunkan fungsi mental, jika cairan diganti dengan cepat, kelebihan cairan dapat masuk ke sel otak dan menyebabkan gangguan pada tingkat kesadaran (intoksikasi air).

DAFTAR PUSTAKADoenges E. Marilynn, dkk.1999. Rencana Asuhan Keperawatan.edisi 3. Jakarta: EGC

7.