keperawaratan diri tugas gadar
DESCRIPTION
anlessss...TRANSCRIPT
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SYIAH KUALABANDA ACEH
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam ke pangkuan nabi
Muhammad S.A.W, alhamdulillah tugas mandiri blok 6 telah kami selesaikan. Tugas ini
berisi rangkuman materi “ Kebutuhan Self Care : proses keperawatan pada defisit perawatan
diri pada pasien dengan imobilitas” yang telah kami pelajari dalam blok 6 ini.
Kami berharap laporan mandiri ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Kami
menyadari dalam menyusun laporan mandiri ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kritik
dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan laporan mandiri ini
nantinya.
Banda Aceh, Februari 2014
Penyusun
DAFTAR ISIKata Pengantar iDaftar Isi iiBAB I Pendahuluan1.1 Latar Belakang 1`1.2 Rumusan Masalah 11.3 Tujuan Penulisan 21.4 Manfaat Penulisan 2
BAB II Pembahasan2.1 Konsep Defisit Perawatan Diri 12.2 Pengertian Mobilisasi dan Imobilisasi 92.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi 102.4 Klasifikasi 112.5 Patofisiologi 122.6 Proses Keperawatan pada Defisit Perawatan Diri pada Pasien Dengan Imobilitas
16A. Pengkajian 16B. Diagnosa Keperawatan 17C. Intervensi 17D. Implementasi dan Evaluasi 21
BAB III Penutup3.1 Kesimpulan 23
Daftar Pustaka 24
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mobilitas adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian bagi
seseorang. Imobilitas didefinisikan secara luas sebagai tingkat aktivitas yang kurang dari
mobilitas normal.
Seorang perawat harus memberikan intervensi yang tepat agar dapat menghambat
terjadinya ketergantungan fisik total. Intervensi yang diarahkan pada pencegahan kearah
konsekuensi-konsekuensi imobilitas dan ketidakaktifan dapat menurunkan kecepatan
penurunannya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan dibahas dalam
laporan mandiri ini adalah:
1. Apa pengertian dari mobilisasi dan imobilisasi?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi?
3. Bagaimana klasifikasi imobilisasi?
4. Apa saja patofisilogi dari imobilisasi?
5. Apa itu konsep defisit perawatan diri?
6. Bagaimana proses keperawatan pada defisit perawatan diri (mandi dan berpakaian) pada
pasien dengan imobilitas?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penulisan laporan mandiri ini
adalah:
1. Untuk menjelaskan pengertian dari mobilisasi dan imobilisasi.
2. Untuk menjelaskan apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi.
3. Untuk menjelaskan klasifikasi imobilisasi.
4. Untuk menjelaskan patofisiologi dari imobilisasi.
5. Untuk menjelaskan konsep defisit perawatan diri.
6. Untuk menjelaskan bagaimana proses keperawatan pada defisit perawatan diri (mandi
dan berpakaian) pada pasien dengan imobilitas.
1.4 Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Penulis sekarang menjadi lebih tahu pembahasan seputar tentang apa itu mobilisasi dan
imobilisasi, konsep defisit perawatan diri danbagaimana proses proses keperawatan pada
defisit perawatan diri (mandi dan berpakaian) pada pasien dengan imobilitas.
2. Bagi Pembaca
Bagi pembaca, makalah ini juga dapat dimanfaatkan sebagai penambah ilmu pengetahuan
mengenai apa itu itu mobilisasi dan imobilisasi, konsep defisit perawatan diri dan
bagaimana proses proses keperawatan pada defisit perawatan diri (mandi dan berpakaian)
pada pasien dengan imobilitas.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Defisit Perawatan Diri
Perawatan diri meliputi segala sesuatu yang dibutuhkan oleh individu dikehidupan
sehari hari.
1. Definisi
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai
kondisi kesehatannya, pasien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika
tidak dapat melakukan perawatan diri.
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas
perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting.
Menurut Poter dan Perry (2005), personal hygine adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis,
kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan
perawatan kebersihan untuk dirinya.
Personal hygine berasal dari bahasa yunani yang berarti personal yang artinya
perorangan dan hygine berarti sehat. Kebersihan perorangan adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis.
2. Jenis-jenis defisit perawatan diri
Ada beberapa jenis defisit perawatan diri :
a. Kurang perawatan diri : mandi / kebersihan.
Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
aktivitas mandi/kebersihan diri.
b. Kurang perawatan diri : mengenakan pakaian / berhias.
Kurang perawatan diri (mengenakan pakaian) merupakan
gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri.
c. Kurang perawatan diri : makan
Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk
menunjukkan aktivitas makan.
d. Kurang perawatan diri : toileting
Kurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri.
3. Penyebab defisit perawatan diri
Penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai berikut :
a. Kelelahan fisik
b. Penurunan kesadaran4. Pohon masalah
Akibat : Isolasi sosialDefisit Perawatan Diri (Core Problem)
Penyebab: Harga diri rendah
Penyebab kurang perawatan diri adalah :
a. Faktor prediposisi
1) Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan pasien tidak mampu melakukan perawatan diri.
Riwayat kesehatan struktur dilobus frontal, dimana lobus tersebut berpengaruh kepada
proses kognitif, ada riwayat keluarga yang menderita gangguan jiwa, gangguan sistem
limbic akan berpengaruh pada fungsi perhatian, memori dan suplai oksigen serta glukosa
terganggu.
2) Menurunnya Kemampuan Psikologi
Pasien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
meyebabkan ketidak pedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
Beberapa masalah psikologi yang menyebabkan defisit perawatan diri diantaranya :
a) Harga diri rendah : pasien tidak mempunyai motivasi untuk merawat diri.
b) Body image: gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan
kebersihan dirinya.
3) Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi
lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
b. Faktor Presipitasi
Faktor presiptasi defisit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi,
kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah atau lemah yang dialami individu sehingga
menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:
1) Body image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan
kebersihan dirinya.
2) Praktik sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan
terjadi perubahan pola personal hygiene.
3) Status sosial ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi,
shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
4) Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat
meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus
menjaga kebersihan kakinya.
5) Budaya
Disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
6) Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri
seperti penggunaan sabun, sampo dan lain-lain.
7) Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu
bantuan untuk melakukannya.Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene:
1. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya
kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah : gangguan
integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan
gangguan fisik pada kuku.
2. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan
kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri,
aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.
c. Penilaian terhadap stress
Pada mulanya pasien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa tidak
aman dalam berhubungan dengan orang lain. Biasanya pasien berasal dari lingkungan
yang penuh permasalahan, ketegangan, kecemasan dimana tidak mungkin
mengembangkan kehangatan emosional dalam hubungan yang positif dengan orang lain
yang menimbulkan rasa aman. Pasien semakin tidak dapat melibatkan diri dalam situasi
yang baru. Ia berusaha mendapatkan rasa aman tetapi hidup itu sendiri begitu
menyakitkan dan menyulitkan sehingga rasa aman itu tidak tercapai. Hal ini
menyebabkan ia mengembangkan rasionalisasi dan mengaburkan realitas daripada
mencari penyebab kesulitan serta menyesuaikan diri dengan kenyataan. Keadaan dimana
seorang individu mengalami atau berisiko mengalami suatu ketidakmampuan dalam
menangani stressor internal atau lingkungan dengan adekuat karena ketidakadekuatan
sumber-sumber (fisik, psikologis, perilaku atau kognitif).
d. Mekanisme koping
Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi 2, yaitu :
1) Mekanisme koping adaptif
Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar dan
mencapai tujuan. Kategorinya adalah pasien bisa memenuhi kebutuhan perawatan diri
secara mandiri.
2) Mekanisme koping maladaptif
Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan,
menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan. Kategorinya adalah tidak
mau merawat diri
RENTANG RESPONS PERAWATAN DIRI
Adaptif maladaptif
- Pola perawatan - Kadang perawatan diri - Tidak melakukan
diri seimbang kadang tidak perawatan saat stres
- Pola perawatan diri seimbang, saat pasien mendapatkan stresor dan mampu untuk
berprilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan pasien seimbang, pasien masih
melakukan perawatan diri.
- Kadang perawatan diri kadang tidak, saat pasien mendapatkan stresor kadang – kadang
pasien tidak memperhatikan perawatan dirinya,
- Tidak melakukan perawatan diri, pasien mengatakan dia tidak peduli dan tidak bisa
melakukan perawatan saat stresor.
e. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala pasien dengan defisit perawatan diri adalah :
1) Fisik
Badan bau, pakaian kotor, rambut dan kulit kotor, kuku panjang dan kotor, gigi kotor
disertai, mulut bau, penampilan tidak rapi.
2) Psikologis
Malas, tidak ada inisiatif, menarik diri, isolasi diri, merasa tak berdaya, rendah diri dan
merasa hina.
3) Sosial
Interaksi kurang, kegiatan kurang, tidak mampu berperilaku sesuai norma. Cara makan
tidak teratur bak dan bab di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu
mandiri.
2.2 Pengertian Mobilisasi dan Imobilisasi
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan
teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan
untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit
degeneratif dan untuk aktualisasi.
Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan menstimulasi
kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki dan tungkai
bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam.
Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja kehilangan
kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan aktifitas dari
kebiasaan normalnya.
2.3 Faktor-Faktor Yang Mempegaruhi Mobilisasi
Faktor-faktor yang mempegaruhi mobilisasi adalah:
1. Gaya hidup
Mobilitas seseorang dipengaruhi oleh latar belakang budaya, nilai-nilai yang
dianut, serta lingkungan tempat ia tinggal (masyarakat).
2. Ketidakmampuan
Kelemahan fisik dan mental akan menghalangi seseorang untuk melakukan
aktivitas hidup sehari-hari. Secara umum ketidakmampuan dibagi menjadi dua yaitu :
a. Ketidakmampuan primer yaitu disebabkan oleh penyakit atau trauma (misalnya : paralisis
akibat gangguan atau cedera pada medula spinalis).
b. Ketidakmampuan sekunder yaitu terjadi akibat dampak dari ketidakmampuan primer
(misalnya : kelemahan otot dan tirah baring). Penyakit-penyakit tertentu dan kondisi
cedera akan berpengaruh terhadap mobilitas.
3. Tingkat energi
Energi dibutuhkan untuk banyak hal, salah satunya mobilisasi. Dalam hal ini
cadangan energi yang dimiliki masing-masing individu bervariasi.
4. Usia
Usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan mobilisasi.
Pada individu lansia, kemampuan untuk melakukan aktifitas dan mobilisasi menurun
sejalan dengan penuaan.
2.4 Klasifikasi
Menurut Mubarak (2008) secara umum ada beberapa macam keadaan imobilitas
antara lain :
1. Imobilitas fisik : kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik yang disebabkan
oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang tersebut.
2. Imobilitas intelektual : kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan untuk
dapat berfungsi sebagaimana mestinya, misalnya pada kasus kerusakan otak
3. Imobilitas emosional : kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan atau kehilangan
seseorang yang dicintai
4. Imobilitas sosial : kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi sosial yang sering
terjadi akibat penyakit.
Rentang Gerak dalam mobilisasi
Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :
a. Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat
mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
b. Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien menggerakkan kakinya.
c. Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas yang
diperlukan.
2.5 Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot,
skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan
tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai
sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi
isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik
menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau
gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan pasien untuk latihan kuadrisep. Gerakan
volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi
isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi meningkat.
Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan,
fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra
indikasi pada pasien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik).
Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan
tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan
pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang
berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan
tegangan otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang
bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan
mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal
adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek,
pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan,
melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam
pembentukan sel darah merah.
Sendi adalah hubungan di antara tulang, diklasifikasikan menjadi:
- Sendi sinostotik mengikat tulang dengan tulang mendukung kekuatan dan stabilitas.
Tidak ada pergerakan pada tipe sendi ini. Contoh: sakrum, pada sendi vertebra.
- Sendi kartilaginous/sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan, tetapi elastis dan
menggunakan kartilago untuk menyatukan permukaannya. Sendi kartilago terdapat pada
tulang yang mengalami penekanan yang konstan, seperti sendi, kostosternal antara
sternum dan iga.
- Sendi fribrosa/sindesmodial, adalah sendi di mana kedua permukaan tulang disatukan
dengan ligamen atau membran. Serat atau ligamennya fleksibel dan dapat diregangkan,
dapat bergerak dengan jumlah yang terbatas. Contoh: sepasang tulang pada kaki bawah
(tibia dan fibula) .
- Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat digerakkan secara
bebas dimana permukaan tulang yang berdekatan dilapisi oleh kartilago artikular dan
dihubungkan oleh ligamen oleh membran sinovial. Contoh: sendi putar seperti sendi
pangkal paha (hip) dan sendi engsel seperti sendi interfalang pada jari.
- Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel
mengikat sendi menjadi satu sama lain dan menghubungkan tulang dan kartilago.
Ligamen itu elastis dan membantu fleksibilitas sendi dan memiliki fungsi protektif.
Misalnya, ligamen antara vertebra, ligamen non elastis, dan ligamentum flavum mencegah
kerusakan spinal kord (tulang belakang) saat punggung bergerak.
- Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang menghubungkan
otot dengan tulang. Tendon itu kuat, fleksibel, dan tidak elastis, serta mempunyai panjang
dan ketebalan yang bervariasi, misalnya tendon akhiles/kalkaneus.
- Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak mempunyai vaskuler,
terutama berada disendi dan toraks, trakhea, laring, hidung, dan telinga. Bayi mempunyai
sejumlah besar kartilago temporer. Kartilago permanen tidak mengalami osifikasi kecuali
pada usia lanjut dan penyakit, seperti osteoarthritis.
- Sistem saraf mengatur pergerakan dan postur tubuh. Area motorik volunteer utama,
berada di konteks serebral, yaitu di girus prasentral atau jalur motorik.
- Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian tubuh tertentu
dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor aktifitas otot dan posisi tubuh secara
berkesinambungan. Misalnya proprioseptor pada telapak kaki berkontribusi untuk
memberi postur yang benar ketika berdiri atau berjalan. Saat berdiri, ada penekanan
pada telapak kaki secara terus menerus. Proprioseptor memonitor tekanan, melanjutkan
informasi ini sampai memutuskan untuk mengubah posisi.
2.6 Proses Keperawatan Pada Defisit Perawatan Diri (Mandi dan Berpakaian) pada Pasien
dengan Imobilitas
Kasus:
Seorang wanita berumur 50 tahun dirawat di ruang UGD selama 3 hari. Setelah dilakukan
pengkajian, pasien mengatakan nyeri pada saat bergerak atau tidak dan pasien belum
mampu bergerak bebas. Setelah diinspeksi, pasien tampak lemah, hanya terbaring,
terdapat luka akibat fraktur. Wajah pasien terlihat meringis dan berminyak, kulit kering
dan kusam, badan pasien pun bau dan pakaian tampak kotor. Diagnosa medis: Fraktur
Fibula Dekstra. Asuhan keperawatan apa yang harus dilakukan perawat?
A. Pengkajian
NO. Symptom Etiologi Problem
1 DS : Pasien Mengeluh nyeri.
DO : Tampak Luka robekan
akibat fraktur.
Inkontinuitas
jaringan
Nyeri
2 DS : Pasien mengeluh nyeri
jika bergerak.
DO : Pasien tampak lemah dan
meringis saat bergerak.
Imobilisasi Gangguan mobilitas
fisik
3 DS : Pasien mengatakan belum
mampu bergerak bebas.
DO : Wajah pasien berminyak,
kulit kering dan kusam, badan
pasien pun bau.
Kelemahan Defisit perawatan diri
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan inkontinuitas jaringan ditandai dengan pasien mengeluh nyeri
dan tampak luka robekan akibat fraktur.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan imobilitas ditandai dengan Pasien
mengeluh nyeri jika bergerak, pasien tampak lemah dan meringis jika bergerak.
3. Defisit perawatan diri : mandi +3 berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan pasien
belum mampu bergerak bebas, pasien belum mampu mandi dan berpakaian, tampak
lemah, kulit kusam, lembab, berbau dan pakaian tampak kotor.
C. Intervensi
N
O.
Diagnosa
KeperawatanTujuan Intervensi Rasionalisasi
1. Nyeri
berhubungan
dengan
inkoninuitas
jaringan
ditandai
dengan pasien
mengeluh
nyeri dan
tampak luka
robekan akibat
fraktur.
Setelah dilakukan
perawatan selama
2x24 jam:
-Pasien dapat
beradaptasi dengan
nyeri yang dialami
Kriteria Hasil :
-Mengungkapkan
nyeri dan tegang di
perutnya berkurang
-Dapat melakukan
tindakan untuk
mengurangi nyeri
-Kaji intensitas,
karakteristik dan
derajat nyeri.
-Pertahankan tirah
baring.
-Terangkan nyeri
yang diderita
pasien dan
penyebabnya.
-Pengkajian yang
spesifik
membantu
memilih
intervensi yang
tepat.
-Meminimalkan
stimulasi atau
meningkatkan
relaksasi.
-Meningkatkan
koping pasien
dalam melakukan
guidance
-Kolaborasi
pemberian
analgetika.
mengatasi nyeri.
-Mengurangi
onset terjadinya
nyeri dapat
dilakukan dengan
pemberian
analgetika.
2. Gangguan
Mobilitas Fisik
berhubungan
dengan imobili
tas ditandai
dengan Pasien
mengeluh
nyeri jika
bergerak,
pasien tampak
lemah dan
meringis jika
bergerak.
Setelah dilakukan
perawatan selama
3x24 jam:
-Pasien akan
menunjukkan
tingkat mobilitas
optimal.
Kriteria hasil:
-Melakukan
pergerakkan dan
perpindahan.
- Mempertahankan
mobilitas optimal
yang dapat di
toleransi
-Kaji kebutuhan
akan pelayanan
kesehatan dan
kebutuhan akan
peralatan.
-Tentukan tingkat
motivasi pasien
dalam melakukan
aktivitas.
-Ajarkan dan
pantau pasien
dalam hal
penggunaan alat
bantu.
-Mengidentifikasi
masalah,
memudahkan
intervensi.
-Mempengaruhi
penilaian terhadap
kemampuan
aktivitas apakah
karena
ketidakmampuan
ataukah
ketidakmauan.
-Menilai batasan
kemampuan
aktivitas optimal.
3. Defisit
Perawatan Diri
: Mandi +3
berhubungan
dengan
kelemahan
ditandai
dengan pasien
belum mampu
bergerak
bebas, pasien
belum mampu
mandi dan
berpakaian,
tampak
lemah, kulit
kusam,
lembab, berbau
dan pakaian
tampak kotor.
Setelah dilakukan
asuhan
keperawatan
selama 2 x 20
menit:
-Pasien dan
keluarga mampu
merawat diri
sendiri
Kriteria Hasil:
-Pasien tampak
bersih dan segar
-Pasien mampu
melakukan
perawatan diri
secara mandiri atau
dengan bantuan.
-Kaji kemampuan
pasien untuk
melakukan
perawatan diri.
-Ganti pakaian
yang kotor dengan
yang bersih.
-Berikan pujian
pada pasien tentang
kebersihannya.
-Bimbing keluarga
pasien
memandikan /
menyeka pasien
-Mengkaji
kemampuan
pasien untuk
melakukan
perawatan diri
memudahkan
intervensi
selanjutnya.
-Mengganti
pakaian
melindungi pasien
dari kuman dan
meningkatkan
rasa nyaman.
-Memberikan
pujian membuat
pasien merasa
tersanjung dan
lebih kooperatif
dalam kebersihan.
-Membimbing
keluarga dan
pasien agar
keterampilan
dapat diterapkan
D. Implementasi dan Evaluasi
Diagnosa Implementasi Evaluasi
Dx. 1 -Mengkaji intensitas,
karakteristik dan derajat nyeri.
-Melakukan tirah baring
terhadap pasien.
-Memberitahu pasien nyeri
yang diderita dan
penyebabnya.
-Melakukan tindakan
kolaborasi berupa pemberian
analgetika.
S : Pasien mengatakan nyeri
berkurang.
O : Luka robekan sudah
hampir kering.
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Intervensi dilanjutkan.
Dx. 2 -Mengkaji kebutuhan
pelayanan kesehatan dan
kebutuhan pasien terhadap
peralatan.
-Menentukan tingkat motivasi
pasien dalam melakukan
aktivitas.
-Mengajarkan dan memantau
pasien dalam menggunakan
S : Pasien mengatakan sudah
mampu bergerak walau masih
membutuhkan bantuan.
O: Wajah pasien tidak lagi
meringis dan beberapa
aktivitas bisa dilakukannya
(makan, mengganti baju).
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
alat bantu.
Dx. 3 -Mengkaji kemampuan pasien
dalam melakukan perawatan
diri.
-Mengganti pakaian pasien
dengan pakaian yang bersih.
-Memberikan pujian tentang
kebersihan diri pasien.
-Membimbing keluarga pasien
untuk memandikan/menyeka
pasien.
S : Pasien mengatakan lebih
nyaman dan segar.
O : Tidak tercium bau, pakaian
pasien telah terganti dan pasien
tampak bersemangat
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
1. Mobilitas adalah kemampuan seseorang untuk bergerak bebas , mudah dan teratur yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Sedangkan Imobilisasi adalah suatu
kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja kehilangan kemampuan geraknya secara
total, tetapi juga mengalami penurunan aktifitas dari kebiasaan normalnya.
2. Faktor-faktor yang mempegaruhi mobilisasi adalah: gaya hidup, ketidakmampuan,
tingkat energi dan usia.
3. Jenis-jenis imobilisasi adalah: imobilisasi fisik, imobilisasi intelektual, imobilisasi
emosional dan imobilisasi sosial.
4. Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot, skeletal,
sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf.
5. Konsep Perawatan diri meliputi segala sesuatu yang dibutuhkan oleh individu
dikehidupan sehari hari.
6. Asuhan keperawatan yang harus dilakukan pada pasien dengan defisit perawatan diri
dilakukan dengan melakukan pengkajian, menentukan diagnosa keperawatan,
Menentukan intervensi dengan tujuan dan kriteria hasil, implementasi dan evaluasi.
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar pasien. Jakarta : Salemba Medika.
Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundal Mental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik. Edisi 4.
Jakarta : EGC.
Sulistyowati, D. & Handayani, F.2012. Jurnal Studies Nursing. Personal Hygene Menurut Persepsi
Pasien Imobilisasi Fisik. 1. 169-174.
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria
Hasil NOC. Jakarta : EGC.