tugas gadar kel iv

39
TUGAS TERSTRUKTUR MATA KULIAH GAWAT DARURAT ANGINA PEKTORIS DAN SYNDROM KOMPARTEMEN Disusun Oleh: Wahyu Mustikawati G1D007081 Usep B. Rahman G1D007082 Nurrohmah G1D007084 R.O Thresya F.S G1D007085 Dewi T. B G1D007086 Tugino G1D007088 Mufid Mas’ud G1D007089 Abdul Azis G1D007090 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN ILMU KEPERAWATAN PURWOKERTO 2010

Upload: akhmadi-nurcahyo

Post on 06-Jul-2015

462 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 1/39

 

TUGAS TERSTRUKTUR 

MATA KULIAH GAWAT DARURAT

ANGINA PEKTORIS DAN SYNDROM KOMPARTEMEN

Disusun Oleh:

Wahyu Mustikawati G1D007081

Usep B. Rahman G1D007082

Nurrohmah G1D007084

R.O Thresya F.S G1D007085

Dewi T. B G1D007086

Tugino G1D007088

Mufid Mas’ud G1D007089

Abdul Azis G1D007090

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN

PURWOKERTO

2010

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 2/39

 

BAB I

PENDAHULUAN

Suatu sindrom klinis yang ditandai dengan episode nyeri dada atau

  perasaan tertekan didada depan, disebabkan oleh karena berkurangnya aliran

darah koroner. Dengan hal itu suplai oksigen ke otot myocardial tidak adekuat

( ketidakseimabngan / imbalance antara suplai darah ke myocardial dan kebutuhan

oxygen). Angina biasanya diakibatkan oleh penyakit jantung aterosklerotik dan

hampir berkaitan dengan sumbatan arteri koroner utama. Angina pectoris muncul

gejala CAD lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki serta meningkat

dengan umur.

Sindrom kompartemen terjadi bila kompartement terfiksir yang dibentuk 

dari elemen miofasial atau tulang menjadi sesuatu yang dapat meningkatkan

tekanan sehingga menjadikan daerah tersebut iskemi dan terjadi disfungsi organ.

Seperti yang terjadi di ekstremitas, hal tersebut dapat juga terjadi di abdomen dan

  juga rongga intracranial. Kondisi klinis yang pasti mengenai sindrom

kompartemen abdominal masih kontroversial. Bagaimanapun, disfungsi organ

yang disebabkan oleh hipertensi intra abdomen berhubungan dengan sindromkompartemen abdominal. Disfungsi tersebut dapat berupa insufisiensi respirasi

sekunder yang menekan volume tidal, menurunkan produksi urin karena

kegagalan perfusi ginjal atau disfungsi organ lain yang disebabkan peningkatan

tekanan kompartemen di abdomen (Paula,R. 2009).

Sindrom kompartemen abdomen (ACS) terjadi berdasarkan peningkatan

tekanan intra abdominal (IAP), dengan konsekuensi patofisiologi terhadap seluruh

organ. Setelah cedera, sebagian besar kasus perut luka serius dengan pendarahanmassif intra abdominal dan retroperitoneal di rongga perut karena koagulopati,

atau pada tamponade perdarahan non-bedah di perut, panggul atau ruang

retroperitoneal, atau akumulasi koagulan darah, tetapi juga dalam kasus edema

dan kebocoran dinding usus dari volume resusitasi massif dan perfusi atau dalam

kasus ketegangan penutupan dalam rongga abdomen. Namun ACS juga terjadi

setelah operasi berlarut-larut rongga abdomen. Gambaran klinis ACS dijelaskan

oleh Ivatury pada tahun 1997, dengan ciri distensi perut, hipoksia dan hypercapnia

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 3/39

 

dengan oliguria sampai anuria, saat ini disfungsi organ disesuaikan hanya setelah

melakukan dekompresi abdomen (Pleva, J. et. al, 2004).

Sindroma kompartemen abdominal adalah manifestasi akhir dari IAH

yang ditandai dengan disfungsi kardiovaskular, paru, ginjal, splaknik dan

intracranial. Sebagian besar kondisi klinis telah menunjukkan dapat terjadinya

IAH dan ACS, termasuk trauma tajam atau tumpul, luka bakar, pancreatitis,

ruptur aneurisma aorta, neoplasma, ascites, transplantasi hati, pendarahan

retroperitoneal dan pasien tanpa cedera intra abdomen yang memerlukan volume

cairan resusitasi yang masif. Sekarang ini penyebab terbanyak adalah korban

multiple trauma yang memerlukan intervensi bedah abdomen segera, terutama

 pembedahan untuk damage control (Stassen, N.A et a,. 2002.).

Tingkat morbiditas sindrom kompartement abdominal didasarkan dari

efek terhadap system seluruh organ. Oleh karena itu, sindrom kompartement

abdominal mempunyai tingkat mortalitas yang tinggi meskipun dengan

 penanganan yang cukup. Lebih lanjut lagi, sindrom kompartement abdominal

sering menjadi sekuel cedera yang berat, yang secara tidak langsung

meningkatkan tingkat morbiditas dan mortalitas. Pada awal 1900-an, Eddy dan

Morris mencatat tingkat mortalitas ACS sebesar 68%, ini sesuai dengan literatureyang mengatakan tingkat mortalitas yaitu 25-75 % (Paula,R. 2009).

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 4/39

 

BAB II

ANGINA PEKTORIS

A. Definisi

Angina pektoris adalah nyeri dada yang ditimbukan karena iskemik miokard dan bersifat sementara atau reversibel (Dasar-dasar keperawatan

kardiotorasik, 1993).

Angina pektoris adalah suatu sindroma kronis dimana klien

mendapat serangan sakit dada yang khas yaitu seperti ditekan, atau terasa

 berat di dada yang seringkali menjalar ke lengan sebelah kiri yang timbul

 pada waktu aktifitas dan segera hilang bila aktifitas berhenti (Prof. Dr. H.M.

Sjaifoellah Noer, 1996).

Angina pektoris adalah suatu istilah yang digunakan untuk 

menggambarkan jenis rasa tidak nyaman yang biasanya terletak dalam daerah

retrosternum (Penuntun Praktis Kardiovaskuler).

B. Etiologi

1. Ateriosklerosis

2. Spasme arteri koroner  

3. Aemia berat4. Artritis

5. Aorta Insufisiensi

C. Gambaran Klinis

1. Nyeri dada substernal ataru retrosternal menjalar ke leher, tenggorokan

daerah inter skapula atau lengan kiri.

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 5/39

 

2. Kualitas nyeri seperti tertekan benda berat, seperti diperas, terasa panas,

kadang-kadang hanya perasaan tidak enak di dada (chest discomfort).

3. Durasi nyeri berlangsung 1 sampai 5 menit, tidak lebih daari 30 menit.

4. Nyeri hilang (berkurang) bila istirahat atau pemberian nitrogliserin.

5. Gejala penyerta : sesak nafas, perasaan lelah, kadang muncul keringat

dingin, palpitasi, dizzines.

6. Gambaran EKG : depresi segmen ST, terlihat gelombang T terbalik.

7. Gambaran EKG seringkali normal pada waktu tidak timbul serangan.

D. Patogenesis

1) Ruptur Plak  Ruptur plak atreosklerosis dianggap penyebab terpentinga angina

 pektoris tak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari

  pembuluh koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang

minimal. Dua pertiga dari pembuluh yang mengalami ruptur sebelumnya

mempunyai penyempitan 50% atau kurang, dan pad a97% pasien dengan

angina tak stabil mempunyai penyempitan kurang dari 70 %. Plak 

aterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan

 pelindung jaringan fibrotik (fibrotic cap). Plak yang tidak stabil terdiri dari

inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag.

Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang

normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Kadang-kadang keretakan

timbul pada dinding plak yang paling lemah karena adanya enzim protease

yang dihasilkan makrofag dan secara enzimatik melemahkan dinding plak 

(fibrous cap).

Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi

  platelet dan meyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus

menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen

ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100%, dan hanya

menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil.

2) Trombosis dan Agregasi Trombosit 

Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu

dasar terjadinya angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak 

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 6/39

 

terganggu disebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot

  polos, makrofag, dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan terpenting

dalam pembentukan trombus yang kaya trombosit, sedangkan sel otot

 polos dan sel busa (foam cell) yang ada dalam plak berhubungan dengan

ekspresi faktor jaringan dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan

darah, faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai

kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin dan

fibrin.

Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi

 pletelet dan pletelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi

yang lebih luas, vasokonstriksi dan pembentukan trombus. Faktor sistemik 

dan inflamasi ikut berperan dalam perubahan terjadinya hemostase dan

koagulasi dan berperan dalam memulai trombosis yang intermiten, pada

angina tak stabil.

3) Vasospasme

Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada

angina tak stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan

vasoaktif yang diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan dalamtonus pembuluh darah dan meenyebabkan spasme. Spasme yang

terlokalisir seperti pada angina printzmetal juga dapat menyebabkan

angina tak stabil. Adanya spasme seringkali terjadi pada plak yang tak 

stabil, dan mempunyai peran dalam pembentukan trombus.

4) Erosi Plak tanpa Ruptur 

Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya

 proliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakanendotel; adanya perubahan bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot

  polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat dan

keluhan iskemi.

E. Patofisiologi

Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada

ketidakadekuatan suply oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan

karena kekauan arteri dan penyempitan lumen arteri koroner (ateriosklerosis

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 7/39

 

koroner). Tidak diketahui secara pasti apa penyebab ateriosklerosis, namun

  jelas bahwa tidak ada faktor tunggal yang bertanggungjawab atas

  perkembangan ateriosklerosis. Ateriosklerosis merupakan penyakir arteri

koroner yang paling sering ditemukan. Sewaktu beban kerja suatu jaringan

meningkat, maka kebutuhan oksigen juga meningkat. Apabila kebutuhan

meningkat pada jantung yang sehat maka artei koroner berdilatasi dan

megalirkan lebih banyak darah dan oksigen keotot jantung. Namun apabila

arteri koroner mengalami kekauan atau menyempit akibat ateriosklerosis dan

tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan akan

oksigen, maka terjadi iskemik (kekurangan suplai darah) miokardium.

Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi No

(nitrat Oksid0 yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif.

Dengan tidak adanya fungsi ini dapat menyababkan otot polos berkontraksi

dan timbul spasmus koroner yang memperberat penyempitan lumen karena

suplai oksigen ke miokard berkurang. Penyempitan atau blok ini belum

menimbulkan gejala yang begitu nampak bila belum mencapai 75 %. Bila

 penyempitan lebih dari 75 % serta dipicu dengan aktifitas berlebihan maka

suplai darah ke koroner akan berkurang. Sel-sel miokardium menggunakanglikogen anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi mereka. Metabolisme

ini menghasilkan asam laktat yang menurunkan pH miokardium dan

menimbulkan nyeri. Apabila kenutuhan energi sel-sel jantung berkurang,

maka suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali fosforilasi

oksidatif untuk membentuk energi. Proses ini tidak menghasilkan asam laktat.

Dengan hilangnya asam laktat nyeri akan reda.

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 8/39

 

 Tidak dapat diubah Usia  Jenis kelamin Ras Herediter Kepribadian

Dapat diubah(dimodifikasi)

Diet/hiperlipidemia

Rokok

Hipertensi

Stress

Obesitas

DM

Kurangaktifitas

Pemakaian

Faktorresiko

Garis lemak15 th

Berkembang

Cidera sel endotel

arteri

Defisit NO

Peningkatan

ermeabilitas

Agregasi

trombosit

 Turbulensi

aliran

darah

Ekskresi zat vaso

aktif 

Difusi otot polos

Kontraksi otot polos

Invasi akumulasi

li id

Spasme

Plak fibrosa

Lesi

komplikata

Menonjol ke dalam

lumen,arteri menjadi kaku

 

Proliferasi

otot polos ke

Pembentukk

an jaringan

Arteritis

Oklusi arteri

 

Anemia berat Penyempitan/bl

ok lebih dari 75

Aktifitas berlebih

Penurunan jumlah Hb Ketidakseimbangan suply

dengan kebutuhan O2 miokard

F. Pathway

Pathways Angina Pektoris

 Tak

berkem

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 9/39

 

Kompensasi

Peningkatan curah jantung

Beban kerja jantung

meningkat

Aorta

insufisiensi

Penurunan aliran koroner

Kebutuhan O2 miokard

Hipoksia sel energi

kuran

Gangguan kontraksi

ventrikel kiri

Penurunan stroke

volume

Penurunan COP

Rasa lelah, lemas

MK 2 : Intoleransi

Aktifitas

Iskemik

Nyeri

MK 1 : Nyeri

Akut

G. Faktor Resiko

1. Dapat Diubah (dimodifikasi)

a. Diet (hiperlipidemia)

 b. Rokok  

c. Hipertensi

d. Stress

e. Obesitas

f.Kurang aktifitas

g. Diabetes Mellitus

h. Pemakaian kontrasepsi oral

2. Tidak dapat diubah

a. Usia

 b. Jenis Kelamin

c. Ras

d. Herediter  

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 10/39

 

e. Kepribadian tipe A

H. Faktor Pencetus

Faktor pencetus yang dapat menimbulkan serangan antara lain:a. Emosi

 b. Stress

c. Kerja fisik terlalu berat

d. Hawa terlalu panas dan lembab

e. Terlalu kenyang

f.Banyak merokok 

I. Tipe Serangan

1. Tipe serangan Angina Pectoris:

a. Angina Pektoris Stabil adalah rasa nyeri yang timbul karena

iskemia miokardium. Biasanya mempunyai karakteristik tertentu:

1) Awitan secara klasik berkaitan dengan latihan atau aktifitas

yang meningkatkan kebutuhan oksigen niokard.

2) Nyeri segera hilang dengan istirahat atau penghentian

aktifitas

3) Durasi nyeri 3 – 15 menit.

4) Lokasinya biasanya di dada, substernal atau sedikit di

kirinya, dengan penjalaran ke leher, rahang, bahu kiri sampai

dengan lengan dan jari-jari bagian ulnar, punggung/ pundak kiri.

5) Kualitas nyeri biasanya merupakan nyeri yang tumpul

seperti rasa tertindih/berat di dada, rasa desakan yang kuat dari

dalam atau dari bawah diafragma, seperti diremas-remas atau

dada mau pecah dan biasanya pada keadaan yang berat disertai

keringat dingin dan sesak napas serta perasaan takut mati.

Biasanya bukanlah nyeri yang tajam, seperti rasa ditusuk- tusuk/

diiris sembilu, dan bukan pula mules. Tidak jarang pasien

mengatakan bahwa ia merasa tidak enak didadanya. Nyari

 berhubungan dengan aktivitas, hilang dengan iistirahat; tapi tidak 

 berhubungan dengan gerakan pernapasan atau gerakan dada ke

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 11/39

 

kiri dan ke kanan. Nyeri juga dapat dipresipitasi oleh stres fisik 

ataupun emosional.

6) Kuantitas: nyeri yang pertama kali timbul biasanya agaka

nyata, dan beberapa menit sampai kurang dari 20 menit. Bila

lebih dari 20 menit dan berat maka harus dipertimbangkan

sebagai angina tak stabil. (unstable angina pectoris = UAP)

sehingga dimasukkan ke dalam sindrom koronera akut = acute

coronary syndrom = ACS, yang memerlukan perawatan khusus.

 Nyari dapat dihilangkan dengan nitrogliserin sublingual dalam

hitungan detik sampai beberapa menit. Nyeri tidak terus menerus,

tapi hilanh timbul dengan intensitaas yang makin bertambah atau

makin berkurang sampai tekontrol. Nyaeri yang berlangsung terus

menerus sepanjang hari bahkan sampai berhari-hari biasanya

 bukanlah nyeri angina pektoris.

Gradiasi beratnya nyeri dada telah dibuat oleh Canadian

Cardiovascular Society sebagai berikut:

Kelas I. Aktivitas sehari-hari seperti jalan kaki, berkebun,

naik tangga 1-2 lantai dan lain-lainnya tidak menimbulkaannyeri dada. Neyri dada baru timbul pada latihan yang berat,

  beeerjalan cepat serta terburu-buru waktu kerja atau

 bepergian.

Kelas II. Aktivitas sehari-hari agak terbatas, misalnya AP

timbul biel melakukan aktivitas lebih berat dari biasanya,

seperti jalan kaki 2 blok, anik tangga lebih dari 1 lantai atau

terburu-buru, berjalan menanjak atau melawan angina danlain-lain.

Kelas III. Aktivitas sehari-hari terbatas. AP timbul bila

  berjalan 1-2 blok, naik tangga 1 lantai dengan kecepatan

 biasa.

Kelas IV. AP timbul pada waktu istirahat. Hampir semua

aktivitas dapat menimbulkan angina, termasuk mandi,

manyapu dan lain-lain.

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 12/39

 

  Nyeri dada yang mempunyai ciri- ciri iskemik miokardium

yang lengkap, sehingga tidak meraguakan lagi untuk diagnosis,

disebut sebagai nyeri dada (angina) tipikal: sedangkan nyeri yang

meragukan tidak mempunyai ciri yang lengkap dan perlu dilakukan

 pendekatan yang hati-hati disebut angina atipik. Neyri dada lainnya

yang sudah jelas berasal dari luar jantung disebut nyeri non kardiak.

Untuk membantu menentukan nyeri tipikal atau bukan maka

 baiknya anamnesis dilengkapi dengan mencoba menemukan adanya

faktor risiko baik pada pasien atau keluarganya seperti kebiasaan

makan/ kolesterol, DM, hipertensi, rokok, penyakir vaskular lain

seperti stroke dan penyakit vaskular perifer, obesitas, kurangnya

latihan dan lain-lain.

Pada AP stabil, nyeri dada yang terjadinya agak berat,

sekalipun tidak termasuk UAP, berangsur-angsur turun kuantitas dan

inetnsitasnya dengan atau tanpa pengobatan, kemudian menetap

(misalnya beberapa hari sekali, atau baru timbul pada beban/ stres

tertentu atau lebih berat dari sehari-harinya.).

Pada sebagian pasien lagi, nyeri dada bahkan berkurang terussampai akhirnya menghilang, yaitu menjadi asimtomatik, walaupun

sebetulnya ada iskemi tetap dapat terlihat misalnya pada EKG

istirahatnya, keadaan yang disebut sebagai silent iskemia; sedangkan

 pasien-pasien lainnya lagi yang telah asimtomatik, EKG istirhatnya

normal pula, dan iskemi baru telihat pada stres tes.

 b. Angina Pektoris Tidak Stabil

1) EpidemiologiDi amerika serikat setiap tahun 1 juta pasien dirawat di rumah

sakit karena angina pectoris tak stabil; diamna 6-8 % kemudian

mendapat serangan infark jantung yang tak fatal atau meninggal

dalam satu tahun setelah diagnosis ditegakkan.

Yang dimasukkan kedalam angina tidak stabil yaitu:

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 13/39

 

 pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana

angina cukup berat dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3

kali perhari

  pasien dengan angina yang makin bertambah berat,

sebelumnya angina stabil, lalu serangan angina timbul lebih

sering, dan lebih berat sakit dadanya, sedangkan faktor 

 presipitasi makin ringan.

 pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat.

2) Klasifikasi Angina

Berdasarkan beratnya angina

kelas I. Angian yang berat untuk pertama kali, atau makin

 bertambah beratnya nyeri dada.

kelas II. Angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut

dalam 1 bulan, tapi tidak ada serangan angina dalam waktu 48

 jam terakhir.

kelas III. Adanya serangan angina waktu istirahat dan

terjadinya secara akut baik sekali atau lebih, dlam waktu 48

 jam terkahir.

kelas A. Angian tak stabil sekunder, karena adanya anemia,

infeksi lain atau febris.

kelas B. Angina tak stebil yang primer, tak ada faktor ekstra

kardiak.

kelas C. Angina yang timbul setelah serangan infark jantung.

tidak ada pengobatan atau hanya mendapat pengobatan

minimal

timbul keluhan walaupun telah dapat terapi yang standar 

masih timbul serangan angina walaupun telah diberikan

 pengobatan ysng maksimum, dengan penyekat beta, nitrat dan

antagonis kalsium.

Berdasarkan keadaan klinis

inetnsitas pengobatan

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 14/39

 

Menurut pedoman American Collage of cardiology

(ACC) dan America Heart association (AHA) perbedaan

angina tak stabil dan imfark tanpa elevasi segmen ST

(NSTEMI= non ST elevation myocardial infarction) ialah

apakah iskemi yang timbul cukup berat sehingga dapat

menimbulkan kerusakan pada miokardium, sehingga adanya

  petanda kerusakan miokardium dapat diperiksa. Diagnosis

angina tak stabil bila pasien mempunyai keluhan iskemi

sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun CK-MB,

denagn ataupun tanpa perubahan ECG untuk iskemia seperti

adanya depresi segmen ST ataupun elevasi yang sebentar 

atau adanya gelombang T yang negatif. Karena kenaikan

enzim biasanya dalam waktu 12 jam, maka pada tahap awal

serangan, angina tak stabil seringkali tak bisa dibedakan dari

 NSTEMI.

3) Patogenesis

 Ruptur Plak 

Ruptur plak atreosklerosis dianggap penyebab terpentingaangina pektoris tak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal

atau total dari pembuluh koroner yang sebelumnya mempunyai

  penyempitan yang minimal. Dua pertiga dari pembuluh yang

mengalami ruptur sebelumnya mempunyai penyempitan 50% atau

kurang, dan pad a97% pasien dengan angina tak stabil mempunyai

 penyempitan kurang dari 70 %. Plak aterosklerotik terdiri dari inti

yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotik (fibrotic cap). Plak yang tidak stabil terdiri dari inti yang banyak 

mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya

ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang

normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Kadang-kadang

keretakan timbul pada dinding plak yang paling lemah karena

adanya enzim protease yang dihasilkan makrofag dan secara

enzimatik melemahkan dinding plak (fibrous cap).

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 15/39

 

Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi

  platelet dan meyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila

trombus menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan

elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat

100%, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi

angina tak stabil.

4) Trombosis dan Agregasi Trombosit

Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah

satu dasar terjadinya angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah

  plak terganggu disebabkan karena interaksi yang terjadi antara

lemak, sel otot polos, makrofag, dan kolagen. Inti lemak 

merupakan bahan terpenting dalam pembentukan trombus yang

kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan sel busa (foam cell)

yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan

dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah, faktor 

 jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade

reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin dan

fibrin.Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi

  pletelet dan pletelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu

agregasi yang lebih luas, vasokonstriksi dan pembentukan

trombus. Faktor sistemik dan inflamasi ikut berperan dalam

 perubahan terjadinya hemostase dan koagulasi dan berperan dalam

memulai trombosis yang intermiten, pada angina tak stabil.

5) VasospasmeTerjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada

angina tak stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan

vasoaktif yang diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan

dalam tonus pembuluh darah dan meenyebabkan spasme. Spasme

yang terlokalisir seperti pada angina printzmetal juga dapat

menyebabkan angina tak stabil. Adanya spasme seringkali terjadi

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 16/39

 

  pada plak yang tak stabil, dan mempunyai peran dalam

 pembentukan trombus.

6) Erosi Plak tanpa Ruptur 

Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena

terjadinya proliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi

terhadap kerusakan endotel; adanya perubahan bentuk dan lesi

karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan

 penyempitan pembuluh dengan cepat dan keluhan iskemi.

7) Gambaran Klinis Angina tak Stabil 

Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali

atau keluhan angina yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti

 pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama, mungkin timbul

 pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal.

  Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai

muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan

 jasmani seringkali tidak ada yang khas.

a) Sifat, tempat dan penyebaran nyeri dada dapat mirip dengan

angina pektoris stabil.  b) Adurasi serangan dapat timbul lebih lama dari angina

 pektoris stabil.

c) Pencetus dapat terjadi pada keadaan istirahat atau pada tigkat

aktifitas ringan.

d) Kurang responsif terhadap nitrat.

e) ST. depresisegmen lebih sering ditemukan

f) Dapat disebabkan oleh ruptur plak aterosklerosis, spasmus,trombus atau trombosit yang beragregasi.

c. Angina Prinzmental (Angina Varian)

1) Sakit dada atau nyeri timbul pada waktu istirahat, seringkali pagi

hari.

2) Nyeri disebabkan karena spasmus pembuluh

koroneraterosklerotik.

3) EKG menunjukkan elevaasi segmen ST.

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 17/39

 

4) Cenderung berkembang menjadi infaark miokard akut.

5) Dapat terjadi aritmia.

J. Pengkajian

1. Biodata Pasien : Nama, umur, jenis kelamin, status

 perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,

alamat, dan nomor register.

2. Biodata Penaggung Jawab : Nama, umur, jenis kelamin,

status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan,

 pekerjaan, pendapatan, alamat.

3. Riwayat Kesahatan Pasien :a. Riwayat Kesehatan Dahulu

 b. Riwayat Kesehatan Sekarang

c. Riwayat Kesehatan Keluarga

4. Kebiasaan Sehari-hari :

a. Makan dan Minum

 b. Eliminasi : BAK dan BAB

c. Personal Hygiene

5. Pemeriksaan Fisik / Head To Toe

K. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemik miokard.

2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan berkurangnya curah

 jantung.

3. Ansietas berhubungan dengan rasa takut akan ancaman kematian

yang tiba-tiba.

4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kodisi,

kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi

L. Intervensi

1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemik miokard.

Intervensi :

a. Kaji gambaran dan faktor-faktor yang memperburuk nyeri.

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 18/39

 

 b. Letakkan klien pada istirahat total selama episode angina (24-30

 jam pertama) dengan posisi semi fowler.

c. Observasi tanda vital tiap 5 menit setiap serangan angina.

d. Ciptakanlingkunan yang tenang, batasi pengunjung bila perlu.

e. Berikan makanan lembut dan biarkan klien istirahat 1 jam setelah

makan.

f. Tinggal dengan klien yang mengalami nyeri atau tampak cemas.

g. Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi

h. Kolaborasi pengobatan.

2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kurangnya curah jantung.

Intervensi :

a. Pertahankan tirah baring pada posisi yang nyaman.

 b. Berikan periode istirahat adekuat, bantu dalam pemenuhan aktifitas

 perawatan diri sesuai indikasi.

c. Catat warna kulit dan kualittas nadi.

d. Tingkatkan katifitas klien secara teratur.

e. Pantau EKG dengan sering.

3. Ansietas berhubungan dengan rasa takut akan ancaman kematianyang tiba-tiba.

Intervensi :

a. Jelaskan semua prosedur tindakan.

 b. Tingkatkan ekspresi perasaan dan takut.

c. Dorong keluarga dan teman utnuk menganggap klien seperti

sebelumnya.

d. Beritahu klien program medis yang telah dibuat untuk menurunkanserangan jantung dan meningkatkan stabilitas jantung

e. Kolaborasi.

4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi,

kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi

Intervensi :

a. Tekankan perlunya mencegah serangan angina.

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 19/39

 

  b. Dorong untuk menghindari faktor/situasi yang sebagai pencetus

episode angina.

c. Kaji pentingnya kontrol berat badan, menghentikan kebiasaan

merokok, perubahan diet dan olah raga.

d. Tunjukkan/ dorong klien untuk memantau nadi sendiri selama

aktifitas, hindari tegangan.

e. Diskusikan langkah yang diambil bila terjadi serangan angina.

f. Dorong klien untuk mengikuti program yang telah ditentukan.

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 20/39

 

BAB III

COMPARTMENT SYNDROME

A. Definisi

Sindroma Kompartemen adalah masalah medis akut yang menyertai

cedera, pembedahan atau pada kebanyakan kasus penggunaan otot yang berulang dan meluas, yang mana meningkatkan tekanan (biasanya disebabkan

oleh radang) dalam ruang yang tertutup (kompartemen fascia) pada tubuh

dengan suplai darah yang tidak memadai (Wikipedia, 2010).

Sindrom kompartemen didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadi

  peningkatan tekanan di dalam suatu rongga anatomis tubuh yang

mempengaruhi sirkulasi dan mengancam fungsi dan kelangsungan hidup

 jaringan di sekitarnya.4 Sindrom kompartemen abdominal (ACS) muncul biladisfungsi organ terjadi sebagai hasil dari hipertensi intra-abdomen. Sindrom

ini didefinisikan dengan menetap atau berulangnya tekanan intra-abdomen

lebih dari 20 mmHg atau tekanan perfusi abdomen kurang dari 60 mmHg

dengan disertai onset satu atau lebih kegagalan system organ.5 Tekanan intra-

abdomen normal antara 0 dan 5 mmHg, tapi pada pasien dewasa yang kritis

normal IAP dapat mencapai antara 5 dan 7 mmHg (De Backer, Daniel, 1999).

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 21/39

 

Hipertensi intra-abdomen didefinisikan dengan menetap atau

 berulangnya tekanan intra-abdomen (IAP) lebih dari 12 mmHg atau tekanan

  perfusi abdomen (APP) kurang dari 60 mmHg, dimana tekanan perfusi

abdomen (APP) = tekanan arteri rata-rata (MAP) – tekanan intra-abdomen

(IAP). Berbeda dengan hipertensi intra-abdomen (IAH), sindrom

kompartemen abdominal tidak diberi tingkatan tetapi lebih didasarkan

sebagai fenomena “all or none”( Joseph E. et. al, 2007).

Secara anatomik, sebagian besar kompartemen terletak di anggota

gerak Berdasarkan letaknya komparteman terdiri dari beberapa macam, antara

lain:

1. Anggota gerak atas

a. Lengan atas : Terdapat kompartemen anterior dan posterior 

 b. Lengan bawah : Terdapat tiga kompartemen,yaitu: flexor 

superficial, fleksor profundus, dan ekstensor 

2. Anggota gerak bawah

a. Tungkai atas: Terdapat tiga kompartemen, yaitu: anterior,

medial, dan posterior 

 b. Tungkai bawahTerdapat empat kompartemen, yaitu: kompartemen anterior, lateral,

  posterior superfisial, posterior profundus Syndrome kompartemen yang

 paling sering terjadi adalah pada daerah tungkai bawah (yaitu kompartemen

anterior, lateral, posterior superficial, dan posterior profundus) serta lengan

atas (kompartemen volar dan dorsal).

B. Manifestasi Klinis

Gejala klinis yang terjadi pada syndrome kompartemen dikenal

dengan 5 P yaitu:

1. Pain (nyeri) : nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot

yang terkena, ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala

dini yang paling penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak 

sebanding dengan keadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin

gelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 22/39

 

yang tegang pada kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan

sering.

2. Pallor (pucat), diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daereah

tersebut.

3. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi )

4. Parestesia (rasa kesemutan)

5. Paralysis : Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf 

yang berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena

kompartemen sindrom.

Sedangkan pada kompartemen syndrome akan timbul beberapa gejala

khas, antara lain:

1. Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutama saat olahraga. Biasanya

setelah berlari atau beraktivitas selama 20 menit.

2. Nyeri bersifat sementara dan akan sembuh setelah beristirahat 15-30

menit.

3. Terjadi kelemahan atau atrofi otot.

Menurut Stassen, N.A et al. 2002, gejala klinis ACS antara lain :

1. Distensi abdomen yang berat2. Gagal napas yang ditandai dengan PCO2 yang meningkat, volume

tidal yang berkurang, tingginya tekanan puncak inspirasi.

3. Curah jantung yang menurun

4. Tekanan darah yang labil

5. pHi rendah yang menetap

6. Oliguria yang tidak respon terhadap terapi konvensional

7. Tekanan intra abdomen yang meningkat (> 40 mm Hg)

C. Etiologi

Terdapat berbagai penyebab dapat meningkatkan tekanan jaringan

lokal yang kemudian memicu timbullny sindrom kompartemen, yaitu antara

lain:

1. Penurunan volume kompartemen

Kondisi ini disebabkan oleh:

· Penutupan defek fascia

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 23/39

 

· Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas

2. Peningkatan tekanan eksternal

· Balutan yang terlalu ketat

· Berbaring di atas lengan

· Gips

3. Peningkatan tekanan pada struktur komparteman

Beberapa hal yang bisa menyebabkan kondisi ini antara lain:

· Pendarahan atau Trauma vaskuler 

· Peningkatan permeabilitas kapiler 

· Penggunaan otot yang berlebihan

· Luka bakar  

· Operasi

· Gigitan ular  

· Obstruksi vena

Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering adalah

cedera, dimana 45 % kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya terjadi di

anggota gerak bawah.

Peningkatan tekanan intra abdomen terjadi pada 4 hingga 15% pasiendengan penanganan intensive bedah pada berbagai kondisi klinis termasuk 

  pembedahan abdomen yang lama, akumulasi ascites, trauma tumpul

abdomen, ruptur aneurisma aorta abdomen, pancreatitis hemoragik, fraktur 

 pelvis, ileus dan obstruksi usus, pneumoperitoneum dan syok septic (Angood,

Peter D, et al . 2001).

Penyebab peningkatan tekanan intra abdomen dapat dibedakan

 berdasarkan tipe ACS yang disusun dalam Tabel.Tabel. Etiologi hipertensi intra-abdomen

Waktu dan kategori EtiologiPrimer akut

Intraperitoneal

Perdarahan Intraperitoneal

Trauma tumpul hepar 

Obstruksi bowel

Ileus

Dilatasi gaster akut

Pneumoperitoneum

Abdominal packing

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 24/39

 

Abses

Ascites

Edema visceral

Mesenteric revascularization Transplantasi ginjal

Retroperitoneal Pankreatitis

Pendarahan pelvis atau

retroperitoneal

Ruptur aneurisma aorta

abdomen

Abses

Dinding abdomen Hematom Rectus sheath

Skar luka bakar 

MAST trousers

Repair hernia besar dengan

loss of domain

Repair gastroschisis atau

omphalocele

Laparotomy closure under 

extreme tensionSekunder akut Luka bakar 

Trauma nonabdomen signifikanKronik  Obesitas

Ascites

Kehamilan Tumor abdomen besar 

Dialisis peritoneal

D. Klasifikasi

1. Akut primer ACS

Keadaan yang berhubungan dengan cedera atau penyakit di region

  pelvis-abdomen yang sering memerlukan penanganan bedah atau

intervensi radiologis intervensional.

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 25/39

 

2. Sekunder ACS

ACS yang bukan berasal dari region pelvis-abdomen

3. Kronik  

Keadaan dimana ACS kembali terjadi akibat tindakan bedah

sebelumnya atau terapi medis pada primer atau ACS sekunder 

E. Patofisiologi

Patofisiologi dampak ACS pada berbagai system organ

1. Disfungsi ginjal

Disfungsi ginjal merupakan dampak yang paling sering terjadi.Efek klasik IAH/ACS pada system ginjal yaitu oliguria hingga menjadi

anuria dengan IAP yang meningkat. IAP 15–20 mmHg dapat terjadi

oliguria, sementara IAP lebih dari 30 mmHg dapat terjadi anuria.

Mekanisme terjadinya disfungsi ginjal terdapat banyak factor. ACS

membuat gangguan pada kardiovaskular dengan menurunkan curah

  jantung sehingga menurunkan aliran arteri ginjal, meningkatkan

resistensi vascular ginjal, menurunkan filtrasi glomerulus dan kompresi

vena ginjal (Anjaria, J. D. J. Hoyt, D. B. 2007).

2. Disfungsi paru

Peningkatan IAP berdampak langsung pada fungsi paru.

Komplians paru mengalami resultan reduksi progresif pada kapasitas

total paru, kapasitas residu fungsional dan volume residu. Ini ditunjukkan

secara klinis dengan elevasi hemidiafragma pada radiografi dada.

Perubahan ini ditunjukkan pada IAP diatas 15 mmHg. Terjadi kegagalan

respirasi selanjutnya akibat hipoventilasi dari hasil elevasi progresif IAP.

Resistensi vascular paru meningkat sebagai hasil dari pengurangan

tekanan oksigen alveolus dan peningkatan tekanan intra-torak. Pada

akhirnya, disfungsi organ paru ditunjukkan dengan keadaan hipoksia,

hiperkapnia dan peningkatan tekanan ventilasi (Bailey, J, 2000).

3. Disfungsi jantung

Peningkatan IAP secara konsisten berkorelasi dengan penurunan

curah jantung. Ini ditinjukkan pada IAP diatas 20 mmHg. Penurunan

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 26/39

 

 jurah jantung merupakan hasil dari penurunan alur balik vena jantung

dari kompresi langsung pada vena cava dan vena porta. Peningkatan

tekanan intra-thorak juga membuat penurunan aliran vena cava superior 

dan inferior. Resistensi maksimal aliran darah vena cava terjadi di hiatus

cavum diafragma. Ini berhubungan dengan gradient tekanan tiba-tiba

antara abdomen dan rongga dada. Peningkatan tekanan intra-thorak 

menyebabkan kompresi jantung dan pengurangan volume akhir diastolik.

Kenaikan resistensi vascular sistemik berasal dari efek gabungan

vasokonstriksi arteriolar dan IAP yang meningkat. Gangguan ini

membuat stroke volume berkurang dimana hanya satu-satunya yang

dikompensasi dengan meningkatkan detak jantung dan kontraktilitas.

Kurva Starling kemudian bergeser ke bawah dan ke kanan dan curah

 jantung secara progresif menurun dengan IAP yang meningkat. Kelainan

ini terjadi eksaserbasi bersamaan dengan hipovolemia. Perubahan

hemodinamik signifikan ditunjukkan pada IAP diatas 20 mmHg(Bailey,

J, 2000).

4. Disfungsi hepar  

Penurunan aliran darah arteri hepatic, vena porta dan sirkulasimikro berhubungan dengan IAH. Ketika babi yang teranestesi IAP-nya

meningkat hingga 20 mmHg, kebalikan dari Q konstan dan tekanan arteri

rata-rata, aliran arteri hepatic berkurang hingga 55%, aliran vena porta

menurun hingga 35% dan aliran sirkulasi mikro hepatic berkurang hingga

29% dibandingkan dengan control. Penurunan pada aliran sirkulasi mikro

hepatik yang sama juga terjadi pada pasien dengan kolesistektomi per 

laparoskopi. Pasien dengan trauma kemungkinan meningkat resikosekunder terhadap penurunan aliran darah portal dan visceral yang terjadi

selama syok (Anjaria, J. D. J. Hoyt, D. B, 2007).

5. Disfungsi Splaknik 

Sama seperti dampak yang terjadi pada hati, ginjal dan vena cava

inferior, efek predominan dari peningkatan IAP juga mengurangi perfusi

splaknik. Hipoperfusi splaknik dapat terlihat pada IAP 15 mmHg dengan

laporan kasus iskemia intestinal yang memerlukan intervensi operatif 

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 27/39

 

setelah laparoskopik elektif mempertahankan 15 mmHg

  pneumoperitonium. Bagaimanapun aliran darah arteri mesenterikum,

mukosa usus, dan vena porta telah menurun dengan peningkatan IAP. Ini

dapat diukur pada pengaturan klinis dengan tonometri gaster yang

mengindikasikan penurunan perfusi pada perut. Sebuah studi

menunjukkan bahwa penurunan perfusi gaster disimpulkan dengan

 penurunan pHi gaster yang berkurang lebih awal dari tanda-tanda ACS

(oliguria, tekanan puncak inspirasi meningkat). Penurunan perfusi

gastrointestinal ini terjadi tidak bergantung pada penurunan Q. IAP yang

meningkat juga menunjukkan tekanan vena porta yang meningkat. Ini

kemungkinan salah satu factor kontribusi pada patofisiologi varises

esophagus pada pasien dengan gagal hati. Meningkatnya IAP hingga 10

mmHg menghasilkan peningkatan tekanan varises, volume, radius dan

ketegangan dinding. Sebagai tambahan, penurunan perfusi splaknik dan

cedera reperfusi ditunjukkan dengan produksi sitokin dari usus. Ini

  berperan dalam perkembangan komplikasi septic dan atau sindrom

respon inflamasi sistemik (SIRS) dan kegagalan organ multiple (Anjaria,

J. D. J. Hoyt, D. B, 2007).6. Disfungsi system saraf pusat

Meskipun ACS tidak menyebabkan kegagalan system saraf pusat,

terdapat hubungan erat antara IAH dan ICP yang meningkat dengan

reduksi sekunder pada CPP yang ditunjukkan pada dua hewan percobaan.

Ini akibat mekanisme peningkatan tekanan intrathora dimana dihasilkan

dari IAH, elevasi media pada diafragma. Peningkatan tekanan intra-

thorak meningkatkan tekanan vena jugular dan ICP. Pasien dengan ACSsecara klinis dan ICP yang meningkat telah terkoreksi ICP dengan

laparotomi dekompresi. Dengan demikian pemantauan IAP disarankan

 pada pasien dengan neurotrauma dan cedera abdomen atau curiga IAH

dengan pemikiran untuk dekompresi pada peningkatan ICP (Anjaria, J.

D. J. Hoyt, D. B, 2007).

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 28/39

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 29/39

 

F. Faktor Resiko

Sindrom kompartemen jika tidak mendapatkan penanganan dengan

segera, akan menimbulkan berbagai komplikasi antara lain:

1. Nekrosis pada syaraf dan otot dalam kompartemen

2. Kontraktur volkman, merupakan kerusakan otot yang

disebabkan oleh terlambatnya penanganan sindrom kompartemen

sehingga timbul deformitas pada tangan, jari, dan pergelangan

tangan karena adanya trauma pada lengan bawa

3. Trauma vascular  

4. Gagal ginjal akut

5. Sepsis

6. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)

G. Faktor resiko terjadinya ACS

1. Penurunan daya komplians dinding abdomen

a. Gagal napas akut khususnya dengan tekanan intra-thorakal yang

meningkat.

  b. Pembedahan abdomen dengan jahitan primer fasia tertutup yang

ketat.

c. Trauma mayor/ luka bakar 

d. Posisi telungkup, tinggi kepala bed > 30 derajat

e. Indeks massa tubuh yang tinggi, obesitas

2. Peningkatan isi intra-lumen

Gastroparesis, Ileus, pseudo-obstruksi kolon

3. Peningkatan isi abdomen

Hemoperitoneum / pneumoperitoneum, Ascites / disfungsi hati

4. Kebocoran kapiler/ resusitasi cairan

a. Asidosis (pH <>

 b. Politransfusi (>10 unit darah / 24 jam)

c. Koagulopati (platelet <> 15 detik atau partial thromboplastin time

(PTT) > 2 kali normal atau international standardised ratio (INR) >

1.5)

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 30/39

 

d. Resusitasi cairan yang masif (> 5 L / 24 jam), Pankreatitis,

Oliguria, Sepsis

e. Trauma mayor/ luka bakar, laparotomi kontrol kerusakan.

H.  Diagnosis

ACS ditetapkan dengan terjadinya peningkatan IAP dan adanya

kegagalan sistem organ (Bailey, J,2000).

Derajat Intra-abdominal hypertension (IAH):11

a. grade I IAP 12-15 mmHg

 b. grade II IAP 16-20 mmHg

c. grade III IAP 21-25 mmHgd. grade IV IAP ≥ 25 mmHg

Pasien yang dirawat di ICU sebaiknya diskrining untuk melihat faktor 

resiko terjadinya IAH/ACS dan dengan kegagalan organ yang baru atau

 progresif. Bila dua atau lebih faktor resiko dijumpai, pengukuran IAP harus

dilakukan. Dan bila IAH ditemukan, pengukuran IAP serial harus dilakukan

 pada pasien tersebut (WSCAS, 2008).

Pengukuran IAP terdiri dari berbagai teknik yaitu penempatan metal

intra-abdomen langsung (sudah lama ditinggalkan), tekanan vena kava

inferior (beresiko thrombosis dan infeksi), tekanan gaster (jarang digunakan

tetapi berguna bila terdapat trauma buli-buli dimana distensi buli merupakan

kontraindikasi) dan tekanan buli-buli. Gold standard pengukuran IAP adalah

dengan tekanan buli-buli (Anjaria, J. D. J. Hoyt, D. B, 2007).

Untuk mengukur tekanan buli-buli, suntikkan 50-100 ml saline steril

ke dalam Foley kateter melalui lubang aspirasi; klem silang selang steril dari

drain kantong urin letak distal dari lubang aspirasi; hubungkan ujung selang

drain kantong urin ke Foley kateter; lepaskan klem sesaat agar cairan dari

  buli keluar dan kemudian klem ulang; Y-connect transduser tekanan ke

kantong drain melalui lubang aspirasi menggunakan jarum G 16; pastikan

IAP dari transduser menggunakan puncak dari tulang simfisis pubis sebagai

titik nol dalam posisi telentang. Manometer tangan yang dihubungkan ke

Foley kateter melalui kolom cairan di selang dapat digunakan untuk 

menentukan tekanan sebagai ganti transduser (Cheatham, Michael L. 2009).

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 31/39

 

Pada pasien dengan keadaan tertentu terdapat indikasi dilakukan

 pemantauan IAP untuk deteksi dini adanya IAH.

I.  Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium :

a. Comprehensive metabolic panel (CMP)

 b. Complete blood cell count (CBC)

c. Amylase and lipase assessment

d. Prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time

(aPTT) bila pasien diberi heparin

e. Test untuk marker jantung

f. Urinalisis and urine drug screen

g. Pengukuran level serum laktat

h. Arterial blood gas (ABG): cara cepat untuk mengukur deficit pH,

laktat dan basa.

2. Radiografi :

Abdomen serial untuk melihat udara bebas atau obstruksi usus.

1) Radiografi polos abdomen sering tidak berguna dalammengidentifikasi sindrom kompartemen abdominal.

2) CT scan abdomen dapat memberikan banyak temuan. Pada

tahun 1999 Pickhardt dkk menemukan gambaran dibawah ini pada

 pasien dengan sindrom kompartemen abdominal:

a. Round-belly sign – distensi abdomen dengan rasio diameter 

abdomen anteroposterior ke transversal meningkat. (ratio >0.80;

P <0.001) b. Kolaps vena kava

c. Penebalan dinding usus dengan enhancement

2. Hernia inguinal bilateral

USG Abdomen

a. Aneurisma aorta, bila besar dapat terdeteksi

 b. Gas usus atau kegemukan mempersulit pemeriksaan

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 32/39

 

J. Diagnosa keperawatan

1. Nyeri akut bd agen injuri fisik/kimiawi

2. Ketidakepektifan perfusi jaringan perifer bd gangguan aliran darah arteri

K. Intervensi

1. Kaji gambaran dan faktor-faktor yang memperburuk nyeri.

2. Ciptakan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung bila perlu.

3. Berikan makanan lembut dan biarkan klien istirahat 1 jam setelah makan.

4. Tinggal dengan klien yang mengalami nyeri atau tampak cemas.

5. Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi

6. Kolaborasi pengobatan.

L. Penanganan

Penanganan harus berdasarkan pada pemeriksaan klinis dengan

  peningkatan IAP. IAP kritis yang menimbulkan berbagai disfungsi organ

  bergantung pada keadaan premorbid pasien. Pasien gemuk setiap saat

meningkat IAP tetapi telah terkompensasi dengan hal tersebut. Grade I IAH

secara umum hanya memerlukan resusitasi volume dengan pemantauan

tekanan berkelanjutan. Beberapa pasien tidak membaik keadaannya. Pasien

dengan grade II harus ditangani berdasarkan gejalanya. Bila oliguria ringan

dengan kompresi jantung dan paru minimal, dapat diresusitasi lebih lanjut

dan dilanjutkan dengan memantau tekanan. Bila pasien mengalami cedera

intra-kranial atau kompresi berat yang lebih, operasi dekompresi harus

dipikirkan. Grades III dan IV ditangani dengan operasi dekompresi. Saat ini

sebagian besar penulis menyetujui bahwa tekanan kritis untuk ACS adalah

antara 20 hingga 25 mmHg (Stassen, N.A et al. 2002).

Sistem grade kompartemen abdominal

• Tekanan buli-buli Grade (mmHg) Rekomendasi

• I 10–15 Pertahankan normovolemia

• II 16–25 Resusitasi Hipervolemik 

• III 26–35 Dekompresi

• IV >35 Dekompresi dan re-eksplorasi

Pilihan terapi medis untuk mengurangi IAP :

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 33/39

 

1. Memperbaiki komplians dinding abdomen

- Sedasi dan analgesik  

- Blokade neuromuskular  

- Hindari ketinggian kepala tempat tidur > 30 degrees

2. Evakuasi isi intra-lumen

- Dekompresi nasogaster  

- Dekompresi rektum

- Agent gastro-/colo-prokinetik 

3. Evakuasi kumpulan cairan abdominal

- Parasentesis

- Drainase perkutan

4. Koreksi keseimbangan cairan positif 

- Hindari resusitasi cairan berlebih

- Diuretik  

- Koloid / cairan hipertonik 

- Hemodialisis / ultrafiltrasi

5. Organ Pendukung

- Pertahankan APP > 60 mmHg dengan vasopressor - Optimalkan ventilasi, alveolar recruitment

- Gunakan tekanan jalan napas transmural (tm)

- Pplattm = Pplat - IAP

- Pikirkan untuk menggunakan volumetric preload indices

- Jika menggunakan PAOP/CVP, gunakan tekanan transmural

- PAOPtm = PAOP - 0.5 * IAP

- CVPtm = CVP - 0.5 * IAPTerdapat manajemen nonoperatif pada IAH/ACS yang terdiri dari

lima intervensi terapi, tiap terapi mengandung beberapa langkah :

1. Evakuasi isi intralumen

2. Evakuasi space-occupying lesion intra-abdomen

3. Memperbaiki komplians dinding abdomen

4. Optimalkan kebutuhan cairan

5. Optimalkan perfusi jaringan regional dan sistemik 

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 34/39

 

Manajemen pembedahan:

Laparotomi dekompresi merupakan gold standard dalam penanganan

  pasien dengan ACS. Pendekatan dekompresi abdomen sangat beragam.

Temporary abdominal closure (TAC) telah banyak digunakan sebagai

mekanisme mengembalikan dampak akibat peningkatan IAP. Beberapa

  penulis menganjurkan penggunaan TAC sebagai profilaksis untuk 

mengurangi komplikasi post operasi dan mempermudah re-eksplorasi yang

telah direncanakan (Oldner, A. 2008). Setelah laparotomi dekompresi,

dilakukan temporer abdominal closure yang dilanjutkan dengan permanen

abdominal closure pada hari berikutnya(Cheatham, Michael L. 2009).

Cheatham 2009, mengemukakan Temporary abdominal closure

Beberapa metode dari temporary abdominal closure dapat digunakan.

Keputusan pertama yang harus dibuat adalah apakah menutup fascia dengan

  bahan sintetis atau membiarkannya terbuka. Fascia tidak boleh ditutup

 primer, ini berkaitan dengan tingginya tingkat rekuren dari ACS. Jika fascia

ditutup dengan bahan sintetis, berbagai bahan (absorbable/nonabsorbable;

 porous/nonporous) bisa digunakan. Berbagai tipe dari mesh dapat digunakan

termasuk polyglycolic acid (Vicryl™), polypropylene (Marlex™), atau  polytetrafluoroethylene (PTFE). Bahan yang dapat diserap lebih dipilih.

Penutup dengan alat burr artificial (Velcro-like), kantung cairan intravena

(“Bogotá bag”), kantung kaset x-ray steril, dan kertas Silastic telah

digunakan.

Jika fasia dibiarkan terbuka dan abdomen penuh, kulit bisa tertutup

atau dibiarkan terbuka. Kulit bisa ditutup menggunakan jahitan, penjepit kain,

 perban lateks Esmarch atau mesh. Jika mesh dijahit ke kulit, akan ditutupdengan adesif drape yang steril dan drape(Vi-drape™ or Steri Drape™).

Menjahit bahan sintetis ke kulit bukan ke fasia, mempersiapkan fasia untuk 

definitive closure berikutnya. Jika penutupan kulit saja menyebabkan

 peningkatan IAP, kulit dibiarkan terbuka. Usus ditutupi dengan nonadhesive,

nonporous materi (seperti tas atau perekat usus terlipat menggantungkan

dirinya sendiri sehingga sisi perekat menempel pada dirinya sendiri).

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 35/39

 

Tepi bahan nonadhesive, nonporous diselipkan di bawah tepi dinding

abdomen anterior untuk mencegah pengeluaran isi dari usus. Selanjutnya,

handuk steril ditempatkan, diikuti oleh tirai perekat (Vidrape ™ atau tirai

Steri ™) yang menempel pada dinding perut dan mencegah lebih lanjut

 pengeluaran isi, pengeringan dari usus, dan cairan kerugian dari perut yang

terbuka. Aplikasi langsung dari tirai perekat ke usus meningkatkan risiko

enterocutaneous fistula dan tidak disarankan.

Permanent abdominal closure

Penutupan perut permanen dilakukan setelah hipovolemia, hipotermia,

coagulapathy, dan asidosis telah diperbaiki; yang biasanya tiga sampai empat

hari setelah dekompresi abdomen. Beberapa metode penutupan perut telah

dideskripsikan. Primer penutupan fasia dapat dilakukan atau cangkok kulit

dapat ditempatkan diikuti oleh dinding perut tertunda rekonstruksi.

Setelah mobilisasi signifikan cairan, dimungkinkan untuk menutup

fasia tanpa ketegangan yang signifikan. Namun, sebuah "pemisahan bagian"

teknik mungkin diperlukan untuk reapproximate fasia.

Jika mesh ditempatkan sebagai perut sementara penutupan (sebaiknya

  bahan yang diserap), jala dapat dibiarkan in situ selama dua minggukemudian ditutup dengan kulit ketebalan parsial grafts ke jaringan granulasi

yang mendasarinya. Jala biasanya akan dimasukkan ke dalam jaringan

granulasi pada titik waktu ini. Jika fasia tidak ditutup dan pasien yang tersisa

dengan cacat dinding perut, dinding perut rekonstruksi dapat dilakukan enam

hingga dua belas bulan kemudian.

Berbagai metode rekonstruksi telah dijelaskan, termasuk medial

 bilateral kemajuan abdominus rektus otot dan fasia dengan atau tanpa sayatankulit-relaksasi. Expanders jaringan subkutan diikuti oleh flaps kemajuan

myocutaneous bilateral juga telah digunakan. Garis tengah perut flap cacat

mungkin memerlukan rekonstruksi atau rekonstruksi dengan nonabsorbable

mesh.

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 36/39

 

BAB IV

KESIMPULAN

Angina pektoris adalah suatu sindroma kronis dimana klien mendapat

serangan sakit dada yang khas yaitu seperti ditekan, atau terasa berat di dada yang

seringkali menjalar ke lengan sebelah kiri yang timbul pada waktu aktifitas dan

segera hilang bila aktifitas berhenti disebabkan oleh ateriosklerosis,spasme arteri

koroner, aemia berat, arthritis,a orta Insufisiensi. Dengan Gejala Nyeri dada

substernal, nualitas nyeri seperti tertekan benda berat, durasi nyeri berlangsung 1

sampai 5 menit, dan nyeri hilang (berkurang) bila istirahat.

Sindroma Kompartemen adalah masalah medis akut yang menyertai

cedera, pembedahan atau pada kebanyakan kasus penggunaan otot yang berulang

dan meluas, yang mana meningkatkan tekanan (biasanya disebabkan oleh radang)

dalam ruang yang tertutup (kompartemen fascia) pada tubuh dengan suplai darah

yang tidak memadai. Hipertensi intra-abdomen didefinisikan dengan menetap atau

 berulangnya tekanan intra-abdomen (IAP) lebih dari 12 mmHg atau tekanan

 perfusi abdomen (APP) kurang dari 60 mmHg, dimana tekanan perfusi abdomen

(APP) = tekanan arteri rata-rata (MAP) – tekanan intra-abdomen (IAP).Gejala klinis ACS antara lain :

- Distensi abdomen yang berat

- Gagal napas yang ditandai dengan PCO2 yang meningkat, volume

tidal yang berkurang, tingginya tekanan puncak inspirasi.

- Curah jantung yang menurun

- Tekanan darah yang labil

- pHi rendah yang menetap- Oliguria yang tidak respon terhadap terapi konvensional

- Tekanan intra abdomen yang meningkat (> 40 mm Hg)

Penanganan harus berdasarkan pada pemeriksaan klinis dengan

 peningkatan IAP. Grade I IAH secara umum hanya memerlukan resusitasi volume

dengan pemantauan tekanan berkelanjutan. Pasien dengan grade II harus ditangani

 berdasarkan gejalanya. Grades III dan IV ditangani dengan operasi dekompresi.

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 37/39

 

Sebab laparotomi dekompresi merupakan gold standard dalam penanganan pasien

dengan ACS.

Hasil dari IAH dilihat paling mudah dalam ginjal dan system pernapasan.

 Namun, hampir setiap sistem organ dapat terpengaruh. Dalam trauma atau pasien

lain beresiko tinggi untuk mengembangkan ACS berdasarkan temuan perioperatif,

 pengobatan terbaik adalah penggunaan TAC untuk mengurangi insiden (meski

tidak secara utuh mencegah) pengembangan ACS. Jika ACS terjadi, pengobatan

dengan dekompresi akan mampu memberikan terapi terbaik dengan resolusi

kardiovaskular, paru, dan ginjal derangements, meskipun derajat dapat ditetapkan

untuk kegagalan organ multiple berikutnya.

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 38/39

 

DAFTAR PUSTAKA

Anjaria, J. D. J. Hoyt, D. B. 2007. Abdominal Compartment Syndrome. In:

Trauma Critical Care Volume 2, 34: 619-629. Available atwww.infofarma.com

Angood, Peter D, et al. 2001. Abdominal Compartment Syndrome. In: SabistonTextbook of Surgery The Biological Basis of Modern SurgicalPractice 16th ed. Available at www.zd.pros.at

Bailey, Jeffrey. 2000. Abdominal Compartment Syndrome. In: Critical Care 20004:23-29. Available at http://ccforum.com/content/4/1/023

Borst, M J. 2009. Abdominal Compartment Syndrome. Available at

http://www.panamtrauma.org/journal/Abdominal%20compartment%20syndrome.pdf 

Cheatham, Michael L. 2009. Nonoperative Mangement of IAH and ACS.Available at http://www.abdominal-compartment-syndrome.org/acs/Cheatham,NonoperativeMangementofIAH,W%20J%20Surg%202009.pdf 

Chung, EK, 1996. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler . Jakarta: EGC.

Corwin, Elizabeth, 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Crawford,MH, 2002. Current Diagnosis and Treatment in Cardiology. 2nd Ed

De Backer, Daniel. 1999. Abdominal Compartment Syndrome. Available atwww.pubmed.com

Doenges, Marylinn E, 1998. Rencana Asuhan Keperawatan . Jakarta: EGC.

Engram, Barbara, 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah volume .,Jakarta: EGC.

Irga, 2008, Sindroma Kompartemen, dilihat 12 November 2008,http://www.passangereng.blogspot.com

Joseph E. Parrillo, J. E. Dellinger P. R. 2007. Abdominal Compartment  Syndrome.In: Critical care medicine: principles of diagnosis and managementin the adult 3rd ed. Available athttp://s21.ifile.it/29iq1g0/z531/18272807/209177___ccm3.rar 

Long, C, Barbara, 1996. Perawatan Medikal Bedah 2. Bandung: IAPK.  NANDA, Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2001-2002 , Philadelphia

5/7/2018 Tugas Gadar Kel IV - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/tugas-gadar-kel-iv 39/39

 

 Noer, Sjaifoellah, 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI.

Oldner, A. 2008.   Abdominal Compartment Syndrome. Available athttp://www.sfai.se/files/ACS_Anders_Oldner.pdf 

Paula, Richard MD. 2009.  Abdominal Compartment Syndrome. Available atwww.emedicine.com/ 829008-overview.htm

Pleva, J. Šír, M. Mayzlík, J. 2004.   Abdominal Compartment Syndrome in

 Polytrauma. In: Biomed. Papers 148(1), 81–84 (2004). Available athttp://publib.upol.cz/~obd/fulltext/Biomed/2004/1/81.pdf 

Price, Sylvia Anderson, 1994. Patofisiologi Buku I. Jakarta: EGC.

……., 1993. Dasar-dasar Keperawatan Kardiotorasik (Kumpulan Bahan Kuliahedisi ketiga). Jakarta : RS Jantung Harapan Kita.

 Tucker, Susan Martin, 1998. Standar Perawatan Pasien Volume I . Jakarta: EGC. Underwood, J C E, 1999. Pathologi Volume 1. Jakarta: EGC.

………, 2007.  Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.ed IV,jilid III . Jakarta: PusatPenerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia.. p1606-13.

Kumar. Abbas. Fusto. Robbins and Cotran’s, PathologicBasis of Disease. 7th Ed.

Stassen, N.A et al. 2002.  Abdominal Compartment Syndrome. In: ScandinavianJournal of Surgery 91: 104–108 (2002). Available athttp://www.fimnet.fi/sjs/articles/SJS12002-104.pdf 

WSCAS. 2008. Abdominal Compartment Syndrome. Available at www.wscas.org

Sugrue, M. 2005.   Abdominal Compartment Syndrome. In: Current Opinion inCritical Care 2005, 11:333—338. Available athttp://www.med.nyu.edu/resweb/anes/education/critical%20care/pdf/7.%20Trauma%20and%20resusc/Abdominal

%20Compartment%20Syndrome.pdf