tugas jurnal

71
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kronis adalah kondisi medis atau masalah kesehatan yang berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan penatalaksanaan medis dan keperawatan dalam waktu jangka panjang. Salah satu penyakit yang dikategorikan sebagai penyakit kronis adalah penyakit ginjal kronis. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel dan progresif dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan uremia (Black & Hawk, 2009; Smeltzer & Bare, 2008; Sudoyo dkk, 2006). Penurunan atau kegagalan fungsi ginjal berupa fungsi ekskresi, fungsi pengaturan, dan fungsi hormonal dari ginjal. WHO memperkirakan setiap 1 juta jiwa terdapat 23-30 orang yang mengalami Gagal Ginjal Kronik per tahun. Kasus GGK di dunia meningkat per tahun lebih 50%. Jumlah pasien penderita penyakit ginjal di Indonesia diperkirakan 60.000 orang dengan pertambahan 4.400 pasien baru setiap tahunya (Wijaya, 2010). Penatalaksanaan GGK di rumah sakit adalah dengan 1 | Page

Upload: annisa-wahyuningsih

Post on 06-Nov-2015

65 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPenyakit kronis adalah kondisi medis atau masalah kesehatan yang berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan penatalaksanaan medis dan keperawatan dalam waktu jangka panjang. Salah satu penyakit yang dikategorikan sebagai penyakit kronis adalah penyakit ginjal kronis. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel dan progresif dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan uremia (Black & Hawk, 2009; Smeltzer & Bare, 2008; Sudoyo dkk, 2006). Penurunan atau kegagalan fungsi ginjal berupa fungsi ekskresi, fungsi pengaturan, dan fungsi hormonal dari ginjal. WHO memperkirakan setiap 1 juta jiwa terdapat 23-30 orang yang mengalami Gagal Ginjal Kronik per tahun. Kasus GGK di dunia meningkat per tahun lebih 50%. Jumlah pasien penderita penyakit ginjal di Indonesia diperkirakan 60.000 orang dengan pertambahan 4.400 pasien baru setiap tahunya (Wijaya, 2010).Penatalaksanaan GGK di rumah sakit adalah dengan terapi hemodialisa, obat obatan anti hipertensi, terapi cairan, terapi diit rendah protein dan tinggi karbohidrat, pemberian tranfusi darah, dan transpaltasi ginjal. Saat ini, ada peningkatan jumlah penderita gagal ginjal yang harus melakukan cuci darah yaitu 350 per juta penduduk. Berdasarkan data dari Indonesia Renal Registry, suatu kegiatan registrasi dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia, pada tahun 2008 jumlah pasien hemodialisis (cuci darah) mencapai 2260 orang.Perilaku yang sering terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa adalah ketidakpatuhan terhadap regimen terapiutik ( Baraz et al, 2010; Mistiaen, 2001). Ketidakpatuhan ditemukan pada semua aspek akan tetapi ketidakpatuhan terhadap pembatasan intake cairan adalah aspek yang paling sulit dilakukan untuk sebagian besar pasien (Mistiaen, 2001). Penelitian menunjukkan 33-50% pasien hemodialysis tidak patuh terhadap pembatasan cairan. Hal ini dapat merusak efektivitas terapi sehingga mengakibatkan progresivitas penyakit yang tidak terduga dan kemungkinan akan memperbesar terjadinya komplikasi. Komplikasi dari ketidakpatuhan terhadap pembatasan cairan dapat mengakibatkan penambahan berat badan di antara dua waktu hemodialisis (Interdialytic weight gain = IDWG) yang disebabkan oleh ketidakmampuan fungsi ekskresi ginjal, sehingga berapapun jumlah cairan yang diasup pasien, penambahan berat badan akan selalu ada. Penambahan nilai IDWG yang terlalu tinggi akan dapat menimbulkan efek negatif terhadap keadaan pasien, diantaranya hipotensi, kram otot, hipertensi, sesak nafas, mual dan muntah, dan lainnya (Brunner and Suddarth, 2005). Bahkan sumber data dari United States Renal Data System (USRDS) menunjukkan peningkatan kematian dengan penambahan berat badan diantara dua waktu hemodialisis lebih dari 4,8% berat badan (Foley, Herzog, & Collins, 2002). Peningkatan berat badan yang ideal diantara dua waktu hemodialisis adalah 1,5 kg (Kimmel et al, 2000).Beberapa penelitian menyebutkan factor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan yaitu tingkat pengetahuan pasien, pendidikan, keterlibatan perawat, keterlibatan keluarga pasien, konsep diri, dan efikasi diri. Kepatuhan dalam pembatasan intake cairan diukur dengan menggunakan rata-rata berat badan yang didapat diantara waktu dialysis atau interdialityc weight gain ( Tsay, 2003).

1.2Rumusan Masalah1. Bagaimanakah faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan asupan cairan pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis?2. Bagaimanakah konsep Interdialytic Weight Gain (IDWG) pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis?

1.3 Tujuan1. Untuk memberikan wawasan serta pengetahuan yang luas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan asupan cairan pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis 2. Untuk memberikan wawasan dan pengetahuan tentang Interdialytic Weight Gain (IDWG) pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis

1.4 Manfaat1. Mahasiswa mengetahui dan mengerti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan asupan cairan pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis2. Mahasiswa mengetahui dan mengerti tentang Interdialytic Weight Gain (IDWG) pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 DefinisiGagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel pada suatu saat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau transplantasi ginjal. (Suwitra K., 2006)Gagal ginjal kronis adalah kerusakan pada ginjal yang terus berlangsung dan tidak dapat diperbaiki, ini disebabkan oleh sejumlah kondisi dan akan menimbulkan gangguan multisystem. (Reeves Chalene, 2001)Gagal ginjal kronis atau penyakit ginjal tahap akhir (ERSD) adalah penyimpangan, progresis, fungsi ginjal yang tidak dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan dan elektrolit mengalami kegagalan yang mengakibatkan uremia. (Baughman Diane C, 2002)

2.2 EtiologiDari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%) (Roesli, 2008). a) Glomerulonefritis Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi tertentu pada glomerulus (Markum, 1998). Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau amiloidosis (Prodjosudjadi, 2006). Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan secara kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan darurat medik yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis (Sukandar, 2006).b) Diabetes melitus Menurut American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo (2005) diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya (Waspadji, 1996)

c) Hipertensi Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi (Mansjoer, 2001). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal (Sidabutar, 1998).

d) Ginjal polikistik Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat dipakai daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa. (Suhardjono, 1998)

Faktor Risiko Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam keluarga (National Kidney Foundation, 2009).

2.3 Manifestasi Klinis Gambaran klinikGambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular. (Sukandar, 2006)1. Kelainan hemopoeisis Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit.2. Kelainan saluran cerna Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika. 3. Kelainan mata Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier. 4. Kelainan kulit Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost 5. Kelainan selaput serosaKelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis. 6. Kelainan neuropsikiatri Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas). 7. Kelainan kardiovaskular Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung. Gambaran Laboratorium Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinyab. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolicd. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria

Gambaran Radiologis Pemeriksaan radiologis penyakit GGK meliputi:a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opakb. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakanc. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasid. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi.e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.

2.4 PatofisiologiPada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring.Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai dari nefronnefron rusak.Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa.Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%-90%.Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. (Barbara C Long, 1996, 368).Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah.Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).Grade gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 5 yaitu:1. Kerusakan ginjal ( ditemukan protein dalam urin ) dengan GFR normal2. Kerusakan ginjal dan adanya penururnan GFR yang sedikit3. Kerusakan ginjal dan adanya penurunan GFR yang moderat4. Kerusakan ginjal dan adanya penurunan GFR yang parah5. Gagal ginjal terminal

2.5 KlasifikasiKlasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar derajat (stage) penyakit dan dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcorft-Gault sebagai berikut: LFG (ml/menit/1,73m) = (140-umur)x berat badan / 72x kreatinin plasma (mg/dl)*) *) pada perempuan dikalikan 0,85/Klasifikasi tersebut tampak pada tabel 1Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit

DerajatPenjelasanLFG(ml/mnt/1,73m)

1Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau > 90

2Kerusakan ginjal dengan LFG ringan60-89

3Kerusakan ginjal dengan LFG sedang30-59

4Kerusakan ginjal dengan LFG berat15- 29

5Gagal ginjal< 15 atau dialisis

2.6 PenatalaksanaanPerencanaan tatalaksana (action plan) penyakit GGK sesuai dengan derajatnya, dapat dilihat pada tabel 2. (Suwitra K. 2006)Tabel 2. Rencana Tatalaksanaan Penyakit GGK sesuai dengan derajatnya

DerajatLFG(ml/mnt/1,73m)Rencana Tatalaksana

1> 90terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi pemburukan (progession) fungsi ginjal, memperkecil resiko kardiovaskuler

260-89menghambat pemburukan (progession) fungsi ginjal

330-59evaluasi dan terapi komplikasi

415-29persiapan untuk terapi pengganti ginjal

560tidak dianjurkan

25-600,6-0,8 g/kg/hari

5-250,6-0,8 g/kg/hari atau tambahan 0,3 g asam aminoesensial atau asam keton

35% atau timbul hiperkalemia harus dihentikan.b) Penghambat kalsiumc) Diuretik2) Pada pasien DM, kontrol gula darah hindari pemakaian metformin dan obat-obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM tipe 1 0,2 diatas nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%3) Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl4) Kontrol hiperfosfatemia: polimer kationik (Renagel), Kalsitrol5) Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22 mEq/l6) Koreksi hyperkalemia7) Kontrol dislipidemia dengan target LDL,100 mg/dl dianjurkan golongan statin8) Terapi ginjal pengganti, Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).

c) HemodialisisTindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006). Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Rahardjo, 2006).

d) Dialisis peritoneal (DP) Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006).

e) Transplantasi ginjal Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu: Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah Kualitas hidup normal kembali Masa hidup (survival rate) lebih lama Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

2.8 KomplikasiKomplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smletzer dan Bare (2001) yaitu:1. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolic, katabolisme dan masukan diet berlebihan.2. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat.3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-angiostensin-aldosteron.4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah, perdarahan gastrointestinalakibat iritasi oleh toksin dan kehilangan darah selama hemodialisis.5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah, metabolism vitamin D abnormal dan peningkatan kadar alumunium.

1. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Asupan Cairan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan Hemodialisis Di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Pada pasien GGK yang menjalani HD rutin sering mengalami kelebihan volume cairan dalam tubuh, hal ini disebabkan penurunan fungsi ginjal dalam mengekresikan cairan. Meskipun pasien GGK pada awal menjalani HD sudah diberikan penyuluhan kesehatan untuk mengurangi asupan cairan selama sehari, akan tetapi pada terapi HD berikutnya masih sering terjadi pasien datang dengan keluhan sesak napas akibat kelebihan volume cairan tubuh yaitu kenaikan melebihi dari 5 % dari berat badan kering pasien (Kresnawan, T, 2001). Faktor dominan yang mempengaruhi kepatuhan dalam mengurangi asupan cairan belum diketahui dengan pasti, hal ini dipengaruhi oleh multi faktor yang berperan penting. Yang menjadi subjek pada penelitian adalah penderita GGK yang menjalani terapi hemodialisis. Total responden sebanyak 51 orang dengan menggunakan total sampling. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor karakteristik pasien yang mempengaruhi kepatuhan dalam mengurangi asupan cairan dan factor keterlibatan orang lain yang mempengaruhi kepatuhan dalam mengurangi asupan cairan pada penderita gagal ginjal kronnik yang menjalani hemodialisis di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimen dengan metode deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional. Pengumpulan data selain menggunakan instrumen kuesioner yang dibagikan langsung kepada responden, peneliti juga menggunakan lembar angket untuk menganalisa kepatuhan dalam mengurangi asupan cairan selama 3 hari berturut-turut yaitu dengan menghitung BB post hemodialisis dengan BB pre hemodialisis berikutnya.Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) dari 51 responden didapatkan 67,3% penderita yang patuh dan 32,7% penderita yang tidak patuh dalam mengurangi asupan cairan pada RSUD Prof Dr. Margono Soekarjo Purwokerto, (2) faktor usia, panjang hemodialisis, pendidikan, keterlibatan perawat, keterlibatan keluarga pasien, konsep diri, tingkat pengetahuan, masing-masing memiliki tingkat signifikan di, p = 0,100, 0,074, 0,000, 0,000, 0,000, 0,016 dan 0.001. (3) Ada lima faktor (pendidikan, keterlibatan perawat, keterlibatan keluarga pasien, konsep diri, dan tingkat pengetahuan) yang memiliki hubungan signifikan terhadap kepatuhan dalam asupan cairan. Sementara itu, ada dua faktor yang tidak signifikan terhadap kepatuhan asupan cairan yaitu usia dan panjang f hemodialisis.

2. Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap, Dan Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Diet Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalankan Hemodialisa

Diet merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam penatalaksanaan pasien GGK yang menjalani hemodialisa. Beberapa sumber diet yang dianjurkan seperti karbohidrat, protein, kalsium, vitamin dan mineral, cairan, dan lemak (Almatsier, 2006).Pasien GGK harus memiliki pengetahuan tentang penatalaksanaan diet maupun asupan cairan yang dikonsumsi. Apabila mereka tidak memiliki pengetahuan maka akan dapat mengakibatkan kenaikan berat badan yang cepat melebihi 5%, edema, ronkhi basah dalam paru-paru, kelopak mata yang bengkak dan sesak nafas (Smeltzer & Bare, 2002).Kepatuhan berarti pasien harus meluangkan waktu dalam menjalani pengobatan yang dibutuhkan seperti dalam pengaturan diet maupun cairan (Potter & Perry, 2006). Hal ini dapat melibatkan dukungan keluarga. Friedman (2003) menyatakan dukungan keluarga adalah upaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam melaksanakan kegiatan.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubugan tingkat pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga terhadap kepatuhan diet pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa. Metodologi dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Sampel pada penelitian ini adalah 36 responden yang melakukan hemodialisa di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru dengan metode pengambilan sampel purposive sampling. Alat ukur yang digunakan dalam bentuk kuesioner, mengenai pengetahuan tentang GGK dan diet GGK, sikap, dan dukungan keluarga dan kemudian untuk melihat kepatuhan pasien tentang diet GGK peneliti menimbang berat badan pasien sebelum menjalani terapi hemodialisa kemudian dibandingkan dengan berat badan setelah terapi hemodialisa sebelumnya. Penelitian ini dilakukan analisa univariat dan bivariat dengan uji statistik Chi Square dengan uji alternative fisher untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga terhadap kepatuhan diet pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa.Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap terhadap kepatuhan diet pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa dengan nilai p (0,026) < (0,05) dan (0039) < (0,05). (2) tidak ada hubungan antara dukungan keluarga terhadap kepatuhan diet pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa dengan nilai p (0243) > (0,05). Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka diharapkan bagi RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, khususnya perawat diruangan hemodialisa diharapkan lebih aktif lagi dalam memberikan bimbingan atau penyuluhan kesehatan tentang asupan diet gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa untuk menghindari kenaikan berat badan, edema, dan sesak napas.

3. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Diet Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Di Irina C2 dan C4 RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado

Kepatuhan diet pada pasien gagal ginjal kronik merupakan satu penatalaksanaan untuk mempertahankan fungsi ginjal secara terus menerus dengan prinsip diet yaitu rendah protein, rendah garam, dan rendah kalium (Instalasi Gizi RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou). Dukungan keluarga merupakan faktor yang berpengaruh dalam penentuan program pengobatan pasien. Penelitian dengan judul kepatuhan pasien gagal ginjal kronis dalam melakukan diet ditinjau dari dukungan sosial keluarga menunjukan ada hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan kepatuhan pasien gagal ginjal kronis dalam melakukan diet (Yulinda S, 2014).Tujuan penelitian ini untuk menganalisa hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan diet pada pasien gagal ginjal kronik di Irina C2 dan C4 RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Metode penelitian yang digunakan yaitu analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampel pada penelitian yaitu purposive sampling dengan jumlah 52 sampel. Instrumen penelitian yang digunakan berupa kuisioner yang teridiri dari kuisioner dukungan keluarga dengan 14 pertanyaan dan kuisioner kepatuhan diet dengan 9 pertanyaan, data diolah menggunakan bantuan komputer SPSS untuk dianalisis dengan uji chi-square dengan tingkat kemaknaan 95% ( = 0,05).Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan keluarga baik (84,6%) dengan patuh (93,2%) dan tidak patuh (6,8%) dan dukungan kurang (15,4%) dengan tidak patuh (62,5%) dan patuh (37,5%) dan didapatkan nilai p = 0,001. Ini berarti bahwa nilai p lebih kecil dari = 0.05. Kesimpulan ini menunjukan bahwa ada hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan diet pada pasien gagal ginjal kronik di Irina C2 dan C4 RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.

4. Efektivitas Training Efikasi Diri Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Dalam Meningkatkan Kepatuhan Terhadap Intake Cairan

Masalah umum yang banyak dialami oleh pasien yang menjalani hemodialisis adalah ketidakpatuhan terhadap regimen terapiutik. Ketidakpatuhan ditemukan pada semua aspek, akan tetapi ketidakpatuhan terhadap pembatasan intake cairan adalah aspek yang paling sulit untuk sebagian besar pasien. Hal ini dapat merusak efektivitas terapi sehingga mengakibatkan progresivitas penyakit yang tidak terduga dan kemungkinan akan memperbesar terjadinya komplikasi. Beberapa penelitian menyebutkan factor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan yaitu pengetahuan pasien, dukungan social, dan efikasi diri. Efikasi diri adalah keyakinan seseorang akan keberhasilan dalam melakukan perawatan diri untuk mencapai hasil yang diinginkan. Seseorang dengan peningkatan persepsi dalam aktivitas perawatan diri akan lebih mudah berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri sehingga akan meningkatkan kepatuhan terhadap regimen terapeutik.Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efektivitas training efikasi diri dalam meningkatkan kepatuhan terhadap intake cairan. Responden dalam penelitian ini adalah pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis dengan criteria mempunyai riwayat ketidakpatuhan terhadap intake cairan, IDWG 4%, tidak mengalami sakit akut, dapat makan dan berjalan tanpa bantuan, umur minimal 18 tahun, menjalani hemodialisis 2 kali dalam seminggu, bersedia menjadi responden dan tidak mengalami gangguan kognitif dan psikologi, dengan jumlah responden sebanyak 10 orang. Metode penelitian adalah merupakan penelitian experimen, menggunakan desain quasi experiment dengan rancangan pretest-posttets. Analisis statistik menggunakan t test.Hasil penelitian menunjukkan nilai p adalah 0,008 ( < 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa training efikasi diri efektif untuk meningkatkan kepatuhan terhadap intake cairan yang dimanifestasikan dengan penurunan rata-rata IDWG pada pasien penyakit ginjal kronik.

5. Efektifitas Konseling Analisis Transaksional Tentang Diet Cairan Terhadap Penurunan Interdialytic Weight Gain (IDWG) Pasien Gagal Ginjal Kronis Yang Menjalani Hemodialisa Di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah

Pembatasan asupan cairan pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan, karena asupan cairan yang berlebihan dapat mengakibatkan kenaikan berat badan yang cepat (melebihi 5%), edema, ronkhi basah dalam paru-paru, kelopak mata yang bengkak dan sesak napas yang diakibatkan oleh volume cairan yang berlebihan dan gejala uremik (Smeltzer & Bare, 2002). Meskipun pasien sudah mengerti bahwa kegagalan dalam pembatasan cairan dapat berakibat fatal, namun sekitar 50% pasien yang menjalani terapi hemodialisis tidak mematuhi pembatasan cairan yang direkomendasikan (Barnett, Li, Pinikahana & Si, 2007). Edukasi yang diberikan kepada pasien hemodialisis, belum memberikan dampak yang maksimal, seperti yang di kemukakan oleh Baraz, Mohammadi & Braumand, (2009), sehingga perlu mendapatkan edukasi yang memadai dan konseling secara rutin dan berkelanjutan. Konseling untuk pasien hemodialisa masih jarang dilakukan di rumah sakit.Konseling dengan pendekatan analisis transaktional merupakan pendekatan behavioral-kognitif yang berasumsi setiap pribadi memiliki potensi untuk memilih dan mengarahkan ulang atau membentuk ulang nasibnya sendiri. Teori ini lebih menitikberatkan pada komunikasi yang efisien kepada pasien sehingga membantu pasien mengevaluasi setiap keputusannya dalam membuat keputusan baru yang lebih tepat (Lawrence, 2007). Konseling analisis transaktional perlu diterapkan pada konsep keperawatan untuk pasien-pasien yang mengalami penyakit kronis, seperti diabetes melitus, dan gagal ginjal dengan dialisis. Kondisi pasien dengan penyakit kronis sering mengalami keputusasaan dalam pengobatan, sehingga potensial terjadinya ketidakpatuhan dalam program yang dianjurkan. Oleh sebab itu, pemberian konseling kepada pasien diharapkan pasien lebih teratur dalam menjalani diet cairan yang mana sebagai indikasi peningkatan ataupun penurunan Interdialytic Weight Gain klien. Dengan diminimalisir bahkan ditiadakannya peningkatan Interdialytic Weight Gain yang berlebihan pada pasien, akan terhindar dari komplikasi yang dapat ditimbulkan sehingga dapat memperpanjang umur harapan hidup pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas konseling analisis transaksional tentang diet cairan terhadap penurunan Interdialytic Weight Gain (IDWG) Pasien Gagal Ginjal Kronis Yang Menjalani Hemodialisa Di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah. Penelitian ini menggunakan kuantitatif dengan menggunakan desain pre-test and post-test with control group design (Quasi Eksperiment with control). Responden dari penelitian ini adalah 24 pasien. Analisis univariat dan bivariat menggunakan statistik uji t-test dan ANNOVA. Adanya perbedaan terhadap penurunan Interdialytic Weight Gain (p = 0,003,_= < 0,05) pada kelompok intervensi. Perbedaan penurunan nilai rata-rata Interdialytic Weight Gain pada kelompok intervensi sebelum perlakuan adalah 2,65. Dari hasil analisis didapatkan P value 0,003 = < 0,05 maka dapat disimpulkan adanya perbedaan yang signifikan antara penurunan Interdialyitic Weight Gain sebelum dan sesudah pemberian intervensi. Rata-rata penurunan Interdialytic Weight Gain pada kelompok control Pre test didapatkan 2,466 sedangkan nilai rata-rata pada Post test didapatkan 2,666. Hasil P value adalah P = 0,09, > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan penurunan Interdialytic Weight Gain antara pengukuran pertama (pre test) dan pengukuran kedua (post test) pada kelompok kontrol. Oleh karena itu, perawat disarankan untuk menerapkan konseling analisis transaksional untuk mengantisipasi peningkatan Interdialytic Weight Gain.

6. Pengaruh Hypnotherapy Terhadap Kepatuhan Diit Cairan Pada Pasien GagalGinjal Kronis Rawat Jalan DiInstalasi Hemodialisa RS PKU Muhammadiyah Gombong

Penatalaksanaan Pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK) di rumah sakit adalah dengan terapi hemodialisa, obat obatan anti hipertensi, terapi cairan, terapi diit rendah protein dan tinggi karbohidrat, pemberian tranfusi darah, dan transpaltasi ginjal. Namun, perilaku yang sering terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa adalah ketidakpatuhan terhadap modifikasi diet, pengobatan, uji diagnostik, dan pembatasan asupan (Wijaya, 2010).Pengobatan dan terapi sangat di perlukan bagi kesembuhan penderita GGK. Selain terapi dan pengobatan medis, pendekatan proses keperawatan secara holistik, bio psiko sosial dan kultural diperlukan dalam penetalaksanaan pasien GGK. Ada alternative pengobatan secara biopsikososial dengan metode hypnotherapy. Hypnotherapy adalah salah satu metode untuk mengirim keyakinan kepada pasien. Metode ini dapat digunakan untuk pasien yang tidak memiliki disiplin dalam melakukan diet cairan. Tahun 1955, British Medical Association (sekarang disebut BHA atau British Hypnotherapy Association) mengesahkan hypnotherapy sebagai valid medical treatment. Tahun 1958, American Medical Association (AMA) mensupport hypnotherapy untuk keperluan medis. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh metode hipnoterapi terhadap kepatuhan diit cairan pada pasien gagal ginjal kronis di Instalasi Hemodialisa RS PKU Muhammadiyah Gombong. Rancangan penelitian yang digunakan adalah eksperimental semu (quasy experimental). Dengan non equivalen control group (control group dan experimental) dengan satu kali post test. Dengan teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling. Sampel yang di ambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 10 responden untuk masing-masing kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Teknik analisa univariat digunakan untuk menyajikan semua variabel dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi. Teknik analisa bivariat dengan menggunakan uji non parametrik yaitu uji paired sample t-test dengan = 0.05.Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh metode hypnotherapy terhadap kepatuhan diit cairan pada pasien GGK, dan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi mengenai pengaruh hypnotherapi terhadap kepatuhan diit cairan pada pasien GGK rawat jalan di RS PKU Muhammadiyah Gombong dengan t-hitung 0,811 (P = 0,000).

7. Manajemen Cairan pada Pasien Hemodylisis Meningkatkan Kualitas Hidup

Pasien gagal ginjal kronik memerlukan terapi pengganti ginjal seumur hidup. Salah satu terapi pengganti ginjal adalah hemodialisa. Pasien yang menjalani hemodialisa akan mengalami penurunan kualitas hidup. Kualitas hidup pasien hemodialisa berfluktuasi, karena dipengaruhi oleh kesehatan fisik, psikologis, tingkat kemandirian, hubungan sosial, kepercayaan pribadi, dan hubungan mereka dengan lingkungan. Manajemen cairan membantu pasien beradapatsi dengan perubahan status kesehatan dan meningkatkan kualitas hidupnya.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis peningkatan kualitas hidup akibat penggunaan manajemen cairan pada pasien hemodialisis, menganalisis indikator fisik kualitas hidup dan perbedaan peningkatan kualitas hidup pada pasien yang diberikan manajemen cairan dan yang tidak diberikan manajemen cairan. Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimen dengan pendekatan pre tes post tes dengan kontrol. Sampel yang diambil 11 orang yang dibagi menjadi kelompok intervensi 6 orang dan kelompok kontrol 5 orang yang ditentukan secara random. Penelitian ini menggunakan total sampling dengan kriteria inklusi sebagai berikut: bersedia menjadi responden dan bisa membaca dan menulis, usia pasien 20-60 tahun, pasien yang menjalani hemodialisis 3-4 kali, pasien menjalani hemodialisa 9-12 jam/minggu. Kriteria eksklusi: pasien gagal ginjal yang tidak dapat diwawancarai, pasien gagal ginjal yang mempunyai penyakit penyerta (Infark myokard, hepatitis, HIV AIDS), pasien yang tidak rutin menjalani hemodialisa dan pasien yang menjalani HD diluar jadwal yang ditentukan. Data diambil 2 periode, tahap pertama sebelum dilakuan intervensi dan tahap kedua setelah dilakuan intervensi serta monitoring keseimbangan cairan selama 12-16 kali hemodialisis. Hasil penelitian ini menunjukkan (1) kualitas hidup pasien kelompok perlakuan lebih tinggi (53,82) dari kelompok kontrol (39,33). (2) Tidak terdapat perbedaan perubahan kualitas hidup berdasarkan kuisioner SF-36, tekanan sistol sebelum HD, tekanan diastol sebelum dan sesudah HD, IDWG, lingkar pergelangan kaki dan kekuatan otot. (3) Ada perbedaan perubahan tekanan sistol sesudah HD, lingkar lengan atas, dan edema antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. Sehingga dapat di simpulkan, manajemen cairan dapat meningkatkan kualitas hidup, lingkar lengan atas, kekuatan otot pasien hemodialisis. Manajemen cairan juga dapat menurunkan tekanan darah, IDWG, edema, dan lingkar pergelangan kaki pasien hemodialisis.

8. Kepatuhan Diet dengan Berat Badan Pre Hemodialisis pada Pasien Regular di Ruang Hemodialisa RSUD Nganjuk

Menurut Geu (2010) hemodialisis (HD) merupakan satu-satunya pilihan yang harus dijalani pasien yang terdiagnosa CKD stadium V. Di mana hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut. Namun demikian, tindakan hemodialisis harus disertai kapatuhan diet pasien karena pada pasien hemodialisia sering terjadi peningkatan berat badan pre hemodialisis melebihi standart yang dianjurkan. Dengan pasien tidak mentaati diet yang dianjurkan banyak pasien datang dengan berat badan yang berlebih (kenaikan berat badan diantara hemodialisis tidak boleh lebih 5 % BB atau < 1 kg BB/hari) dan disertai odema bahkan sesak, ALO , bahkan gagal nafas. Adapun upaya diet yang dianjurkan pada pasien hemodialisis yang perlu diperhatikan meliputi jenis diet, jumlah diet, jumlah asupan cairan, asupan elektrolit, dan juga kepatuhan dalam menjalankan dietnya. Sehingga diharapkan dengan pasien patuh menjalankan diet, berat badan pre hemodialisis tidak akan naik melebihi yang dianjurkan. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan kepatuhan diet dengan berat badan pre hemodialisis pada pasien regular di Ruang Hemodialisa RSUD Nganjuk. Desain penelitian ini adalah korelasi dengan pendekatan cross sectional. Variabel independennya adalah kepatuhan diet dan independennya adalah berat badan pre hemodialisis. Responden yang dipilih adalah pasier regular sejumlah 25 responden dengan menggunakan total sampling. Analisa data mengunakan uji korelasi sperarman rank pada 0,05.Hasil penelitian didapatkan dari 25 responden sebagian besar 15 responden (60%) memiliki kepatuhan diet cukup. Selanjutnya dari 25 responden sebagian besar 18 responden (72%) memiliki berat badan pre dialisis tetap. Dari uji statistik didapatkan ada hubungan kepatuhan diet dengan berat badan pre hemodialisis pasien regular hemodialisa di Ruang Hemodialisa RSUD Nganjuk. (=0,012 < 0,05) dengan koefisien korelasi sebesar -0,496 yang bermakna hubungan pada tingkat sedang dengan arah negatif yang bermakna semakin tinggi kepatuhan maka semain turun berat badan pre hemodialisis. Dari hasil penelitian ini maka perlunya meningkatkan pemahaman dan aplikasi dalam menjalankan diet pada pasien hemodialisa karena hemodialisis tidak akan berhasil sempurna jika kondisi klien utamanya kadar cairan elektrolit dan metabolit terlalu banyak menumpuk di dalam tubuh pasien.

9. Hubungan Antara Masukan Cairan Dengan Interdialytic Weight Gain (IDWG) Pada Pasien Chronic Kidney Diseases Di Unit Hemodialisis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Interdialytic weight gain (IDWG) adalah peningkatan volume cairan yang dimanifestasikan dengan peningkatan berat badan sebagai indikator untuk mengetahui jumlah cairan yang masuk selama periode interdialytic. Pasien secara rutin diukur berat badannya sebelum dan sesudah hemodialisis untuk mengetahui kondisi cairan dalam tubuh pasien, kemudian IDWG dihitung berdasarkan berat badan kering setelah hemodialisis. Tindakan hemodialisis dilakukan untuk menarik cairan pasien sampai mencapai target berat badan kering pasien. Pembatasan cairan mempunyai tujuan untuk mengurangi kelebihan cairan pada periode interdialitik.Peningkatan IDWG melebihi 5% dari berat kering dapat menyebabkan berbagai komplikasi seperti hipertensi, hipotensi intradialytic, gagal jantung kiri, asites, efusi pleura, gagal jantung kongestif, bahkan kematian. IDWG disebabkan oleh berbagai faktor baik faktor internal meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, rasa haus, stress, Self-Efficacy, serta faktor eksternal seperti keluarga, dukungan social, dan asupan cairan.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara masukan cairan dengan Interdialytic weight gain (IDWG) pada pasien Chronic Kidney Diseases Di Unit Hemodialisis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan rancangan Cross Sectional. Teknik sampling yang digunakan adalah menggunakan total sampling, dengan sampel sebanyak 48 pasien yang dikumpulkan dari 79 pasien hemodialisis.Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara asupan cairan dan IDWG (r = 0,541, p-value = 0,000). Arah hubungan adalah positif di mana semakin banyak masukan cairan responden maka IDWG juga akan meningkat. Besaran koefisien determinan masukan cairan adalah 29,3%, berarti masukan cairan menentukan 29,3% IDWG, sisanya 70,7% ditentukan oleh faktor lain.

10. Hubungan Antara Penambahan Berat Badan Di Antara Dua Waktu Hemodialisis (Interdialytic Weight Gain = IDWG) Terhadap Kualitas Hidup Pasien Penyakit Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Terapi Hemodialisis Di Unit Hemodialisa IP2K RSUP Fatmawati Jakarta

Bagi pasien CKD, hemodialisis dapat mencegah terjadinya kematian, namun demikian hemodialisis tidak menyembuhkan penyakit ginjal dan pasien harus menjalani dialisis sepanjang hidupnya atau sampai mendapat ginjal baru melalui operasi pencangkokan (tranplantasi). Komplikasi yang sering terjadi pada pasien hemodialisis adalah penambahan berat badan di antara dua waktu hemodialisis (Interdialytic weight gain = IDWG) yang disebabkan oleh ketidakmampuan fungsi ekskresi ginjal, sehingga berapapun jumlah cairan yang diasup pasien, penambahan berat badan akan selalu ada. Dengan kata lain penambahan berat badan sebanyak nol ml tidak mungkin terjadi. Penambahan nilai IDWG yang terlalu tinggi akan dapat menimbulkan efek negatif terhadap keadaan pasien, diantaranya hipotensi, kram otot, hipertensi, sesak nafas, mual dan muntah, dan lainnya (Brunner and Suddarth, 2005). Peningkatan berat badan yang ideal diantara dua waktu hemodialisis adalah 1,5 kg (Kimmel et al, 2000). Manajemen pembatasan asupan cairan dan makanan akan berdampak terhadap penambahan berat badan di antara dua waktu dialisis. Timbulnya efek negatif dari penambahan berat badan di antara waktu dialisis akan mempengaruhi kualitas hidup pasien CKD, hingga timbulnya kematian.Tujuan dari penelitian ini mengetahui hubungan antara penambahan berat badan di antara dua waktu hemodialisis (interdialysis weight gain = IDWG) dan kualitas hidup pasien, baik domain kesehatan fisik, psikologis, hubungan sosial , dan lingkungan. Metode penelitian ini menggunakan deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Sampel sebanyak 76 pasien dengan menggunakan simple random sampling. Hasil analisis menggunakan one way analysis of variance.Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara penambahan berat badan di antara dua waktu hemodialisa dengan kualitas hidup pada semua domain (p = 0,000, 0,05). Domain kesehatan fisik 21,62 (SD 5,18) domain psikologis 18,45 (SD 18,45) domain hubungan sosial 9,24 (SD 9,24) dan domain lingkungan 25,67 (SD 25,67). Variabel confounding tidak mempunyai kontribusi terhadap kualitas hidup (p>0,05).

BAB IIIANALISA JURNAL

JURNAL 1

Identitas PenelitianRidlwan Kamaluddin dan Eva Rahayu, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Asupan Cairan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan Hemodialisis Di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto, 2009, Purwokerto.

Tujuan PenelitianUntuk mengetahui faktor-faktor karakteristik pasien yang mempengaruhi kepatuhan dalam mengurangi asupan cairan dan faktor keterlibatan orang lain yang mempengaruhi kepatuhan dalam mengurangi asupan cairan pada penderita gagal ginjal kronnik yang menjalani hemodialisis di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

Metodelogi PenelitianPenelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimen dengan metode deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional dengan menggunakan total sampling. Pengumpulan data selain menggunakan instrumen kuesioner yang dibagikan langsung kepada responden, peneliti juga menggunakan lembar angket untuk menganalisa kepatuhan dalam mengurangi asupan cairan selama 3 hari berturut-turut.Sampel: Yang menjadi subjek pada penelitian adalah penderita GGK yang menjalani terapi hemodialisis. Total responden sebanyak 51 orang. Lama Penelitian: 1 bulan (September-Oktober 2008).

Hasil Penelitian(1) Dari 51 responden didapatkan 67,3% penderita yang patuh dan 32,7% penderita yang tidak patuh dalam mengurangi asupan cairan pada RSUD Prof Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.(2) Faktor usia, panjang hemodialisis, pendidikan, keterlibatan perawat, keterlibatan keluarga pasien, konsep diri, tingkat pengetahuan, masing-masing memiliki tingkat signifikan di, p = 0,100, 0,074, 0,000, 0,000, 0,000, 0,016 dan 0.001.(3) Ada lima faktor (pendidikan, keterlibatan perawat, keterlibatan keluarga pasien, konsep diri, dan tingkat pengetahuan) yang memiliki hubungan signifikan terhadap kepatuhan dalam asupan cairan.(4) Ada dua faktor yang tidak signifikan terhadap kepatuhan asupan cairan yaitu usia dan panjang f hemodialisis.

JURNAL 2

Identitas PenelitianDesitasari, Gamya Tri Utami, dan Misrawati, Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap, Dan Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Diet Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalankan Hemodialisa, 2014, Pekanbaru.

Tujuan PenelitianUntuk mengetahui hubugan tingkat pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga terhadap kepatuhan diet pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa.

Metodelogi PenelitianMetodologi dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional, dengan metode pengambilan sampel purposive sampling. Alat ukur yang digunakan dalam bentuk kuesioner dan penimbangan berat badan pasien. Penelitian ini dilakukan analisa univariat dan bivariat dengan uji statistik Chi Square dengan uji alternative fisher untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga terhadap kepatuhan diet pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa.Sampel: 36 responden yang melakukan hemodialisa di RSUD Arifin Achmad.

Hasil PenelitianBerdasarkan dari hasil penelitian tentang hubungan pengetahuan, sikap, dan dukungan keluarga dengan kepatuhan diet pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa dapat disimpulkan bahwa: (1) Gambaran data demografi karakteristik didapatkan mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki (61,1%), usia 40-60 tahun (69,4%), pendidikan terakhir SMA (33,3%), tidak bekerja (52,8%), patuh terhadap diet (72,2%), lamanya menjalani hemodialisa selama >6 tahun (47,2%).(2) Berdasarkan uji statistik terhadap pengetahuan dan sikap diperoleh nilai p value (0,026 < 0,05) dan (0,039 < 0,05) yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap dengan kepatuhan diet pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa.(3) Sedangkan berdasarkan uji statistik tentang dukungan keluarga diperoleh nilai p value (0,243 > 0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan diet pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa.

JURNAL 3

Identitas PenelitianGeledis Sumigar, Sefty Rompas, dan Linnie Pondaag, Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Diet Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Di Irina C2 dan C4 RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, 2014, Manado.

Tujuan PenelitianUntuk menganalisa hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan diet pada pasien gagal ginjal kronik di Irina C2 dan C4 RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.

Metodelogi PenelitianMetode penelitian yang digunakan yaitu metode analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampel pada penelitian yaitu purposive sampling. Instrumen penelitian yang digunakan berupa kuisioner yang teridiri dari kuisioner dukungan keluarga dengan 14 pertanyaan dan kuisioner kepatuhan diet dengan 9 pertanyaan, data diolah menggunakan bantuan komputer SPSS untuk dianalisis dengan uji chi-square dengan tingkat kemaknaan 95% ( = 0,05).Sampel: 52 pasien gagal ginjal kronik pada periode waktu empat bulan terakhir di Irina C2 dan C4 RSUP.Prof.Dr.R.D.Kandou Manado.Lama Penelitian: 26 hari (tanggal 3 Desember-28 Desember 2014).

Hasil PenelitianHasil penelitian menunjukkan bahwa dari 52 responden terdapat 44 orang (84,6%) responden dengan dukungan keluarga baik, dengan patuh (93,2%) dan tidak patuh (6,8%) dan 8 orang (15,4%) responden dengan dukungan kurang, dengan tidak patuh (62,5%) dan patuh (37,5%) dan didapatkan nilai p = 0,001. Ini berarti bahwa nilai p lebih kecil dari = 0.05. Kesimpulan ini menunjukan bahwa ada hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan diet pada pasien gagal ginjal kronik di Irina C2 dan C4 RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.

JURNAL 4

Identitas PenelitianDwi Retno Sulistyaningsih, Efektivitas Training Efikasi Diri Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Dalam Meningkatkan Kepatuhan Terhadap Intake Cairan, 2012, Jakarta.

Tujuan PenelitianUntuk mengetahui efektivitas training efikasi diri dalam meningkatkan kepatuhan terhadap intake cairan.

Metodelogi PenelitianMetode penelitian adalah merupakan penelitian experimen, menggunakan desain quasi experiment dengan rancangan pretest-posttets. Dalam penelitian ini dilakukan test terlebih dahulu sebelum responden diberikan treatment (perlakuan). Test dilakukan dengan melakukan pengukuran berat badan diantara waktu dialysis dengan menggunakan timbangan berat badan. Pengolahan data dan analisis data dilakukan setelah data terkumpul dan dilakukan pengolahan meliputi pengeditan, tabulasi dan pengelompokan data. Selanjutnya disusun dan diproses. Analisa data dilakukan dengan uji t test.Sampel: pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis dengan criteria mempunyai riwayat ketidakpatuhan terhadap intake cairan, IDWG 4%, tidak mengalami sakit akut, dapat makan dan berjalan tanpa bantuan, umur minimal 18 tahun, menjalani hemodialisis 2 kali dalam seminggu, bersedia menjadi responden dan tidak mengalami gangguan kognitif dan psikologi, dengan jumlah responden sebanyak 10 orang.

Hasil PenelitianMenunjukkan nilai p adalah 0,008 ( < 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa training efikasi diri efektif untuk meningkatkan kepatuhan terhadap intake cairan yang dimanifestasikan dengan penurunan rata-rata IDWG pada pasien penyakit ginjal kronik.

JURNAL 5

Identitas PenelitianSri Hidayati, Ratna Sitorus, dan Masfuri, Efektifitas Konseling Analisis Transaksional Tentang Diet Cairan Terhadap Penurunan Interdialytic Weight Gain (IDWG) Pasien Gagal Ginjal Kronis Yang Menjalani Hemodialisa Di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah, 2014, Tegal.

Tujuan PenelitianUntuk mengetahui efektivitas konseling analisis transaksional tentang diet cairan terhadap penurunan Interdialytic Weight Gain (IDWG) Pasien Gagal Ginjal Kronis Yang Menjalani Hemodialisa Di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah.

Metodelogi PenelitianPenelitian ini menggunakan kuantitatif dengan menggunakan desain pre-test and post-test with control group design (Quasi Eksperiment with control). Analisis univariat dan bivariat menggunakan statistik uji t-test dan ANNOVA. Sampel: 24 orang dibagi menjadi kelompok kontrol dan kelompok intervensi masing-masing sebanyak 12 orang. Kriteria inklusinya: kesadaran kompos mentis, menjalani terapi hemodialisa 2 kali dalam seminggu, usia 18-55 tahun, rata-rata kenaikan interdialytic weight gain > 1,3 kg pada saat sebelum dilakukan hemodialisa dalam 4 kali hemodialisa secara berturut-turut, mampu berkomunikasi secara efektif, mampu membaca dan menulis, tidak mengalami komplikasi penyakit lain, dan pasien gagal ginjal kronik murni.

Hasil PenelitianAdanya perbedaan terhadap penurunan Interdialytic Weight Gain (p = 0,003,_= < 0,05) pada kelompok intervensi. Perbedaan penurunan nilai rata-rata Interdialytic Weight Gain pada kelompok intervensi sebelum perlakuan adalah 2,65. Dari hasil analisis didapatkan P value 0,003 = < 0,05 maka dapat disimpulkan adanya perbedaan yang signifikan antara penurunan Interdialyitic Weight Gain sebelum dan sesudah pemberian intervensi. Rata-rata penurunan Interdialytic Weight Gain pada kelompok control Pre test didapatkan 2,466 sedangkan nilai rata-rata pada Post test didapatkan 2,666. Hasil P value adalah P = 0,09, > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan penurunan Interdialytic Weight Gain antara pengukuran pertama (pre test) dan pengukuran kedua (post test) pada kelompok kontrol.

JURNAL 6

Identitas PenelitianSafitri, Cokro Aminoto, dan Arnika Dwi Asti, Pengaruh Hypnotherapy Terhadap Kepatuhan Diit Cairan Pada Pasien GagalGinjal Kronis Rawat Jalan DiInstalasi Hemodialisa RS PKU Muhammadiyah Gombong, 2011, Semarang.

Tujuan PenelitianUntuk menentukan pengaruh metode hipnoterapi terhadap kepatuhan diit cairan pada pasien gagal ginjal kronis di Instalasi Hemodialisa RS PKU Muhammadiyah Gombong.

Metodelogi PenelitianJenis penelitian yang digunakan adalah eksperimental semu (quasy experimental). Dengan non equivalen control group (control group dan experimental) dengan satu kali post test. Dengan teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling. Teknik analisa univariat digunakan untuk menyajikan semua variabel dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi. Teknik analisa bivariat dengan menggunakan uji non parametrik yaitu uji paired sample t-test.Sampel: 20 responden, dengan pembagian 10 responden untuk kelompok kontrol dan kelompok intervensi.Lama Penelitian: 1 bulan (Maret-April 2011).

Hasil PenelitianTidak ada pengaruh metode hypnotherapy terhadap kepatuhan diit cairan pada pasien GGK dan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi mengenai pengaruh hypnotherapi terhadap kepatuhan diit cairan pada pasien GGK rawat jalan di RS PKU Muhammadiyah Gombong dengan t-hitung 0,811 (P = 0,000).

JURNAL 7

Identitas PenelitianIsroin L, Istanti Y.P., dan Soejono S.K., Manajemen Cairan pada Pasien Hemodylisis Meningkatkan Kualitas Hidup, 2012, Ponorogo.

Tujuan PenelitianTujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis peningkatan kualitas hidup akibat penggunaan manajemen cairan pada pasien hemodialisis, menganalisis indikator fisik kualitas hidup, dan perbedaan peningkatan kualitas hidup pada pasien yang diberikan manajemen cairan dan yang tidak diberikan manajemen cairan.

Metodelogi PenelitianPenelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimen dengan pendekatan pre tes post tes dengan kontrol. Penelitian ini menggunakan total sampling dengan kriteria inklusi sebagai berikut: bersedia menjadi responden dan bisa membaca dan menulis, usia pasien 20-60 tahun, pasien yang menjalani hemodialisis 3-4 kali, pasien menjalani hemodialisa 9-12 jam/minggu. Kriteria eksklusi: pasien gagal ginjal yang tidak dapat diwawancarai, pasien gagal ginjal yang mempunyai penyakit penyerta (Infark myokard, hepatitis, HIV AIDS), pasien yang tidak rutin menjalani hemodialisa dan pasien yang menjalani HD diluar jadwal yang ditentukan. Data diambil 2 periode, tahap pertama sebelum dilakuan intervensi dan tahap kedua setelah dilakuan intervensi serta monitoring keseimbangan cairan selama 12-16 kali hemodialisis. Sampel: Sampel yang diambil 11 orang yang dibagi menjadi kelompok intervensi 6 orang dan kelompok kontrol 5 orang yang ditentukan secara random.Lama Penelitian: 5 bulan (Desember 2012-April 2013)

Hasil Penelitian(1) Kualitas hidup pasien kelompok perlakuan lebih tinggi (53,82) dari kelompok kontrol (39,33)(2) Tidak terdapat perbedaan perubahan kualitas hidup berdasarkan kuisioner SF-36, tekanan sistol sebelum HD, tekanan diastol sebelum dan sesudah HD, IDWG, lingkar pergelangan kaki dan kekuatan otot.(3) Ada perbedaan perubahan tekanan sistol sesudah HD, lingkar lengan atas, dan edema antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. Sehingga dapat di simpulkan, manajemen cairan dapat meningkatkan kualitas hidup, lingkar lengan atas, kekuatan otot pasien hemodialisis. Manajemen cairan juga dapat menurunkan tekanan darah, IDWG, edema, dan lingkar pergelangan kaki pasien hemodialisis.

JURNAL 8

Identitas PenelitianHeru Wahyudi dan Helen Fitri M, Kepatuhan Diet dengan Berat Badan Pre Hemodialisis pada Pasien Regular di Ruang HemodialisaRSUD Nganjuk, 2012, Nganjuk.

Tujuan PenelitianUntuk mengetahui hubungan kepatuhan diet dengan berat badan pre hemodialisis pada pasien regular di Ruang Hemodialisa RSUD Nganjuk.

Metodelogi PenelitianDesain penelitian ini adalah korelasi dengan pendekatan cross sectional. Variabel independennya adalah kepatuhan diet dan independennya adalah berat badan pre hemodialisis. Analisa data mengunakan uji korelasi sperarman rank pada 0,05.Sampel: Responden yang dipilih adalah pasier regular sejumlah 25 responden dengan menggunakan total sampling.Lama Penelitian: 14 hari (14-27 Desember 2012)

Hasil Penelitian(1) Dari 25 responden sebagian besar 15 responden (60%) memiliki kepatuhan diet cukup.(2) Dari 25 responden sebagian besar 18 responden (72%) memiliki berat badan pre dialisis tetap. (3) Dari uji statistik didapatkan ada hubungan kepatuhan diet dengan berat badan pre hemodialisis pasien regular hemodialisa di Ruang Hemodialisa RSUD Nganjuk. (4) (=0,012 < 0,05) dengan koefisien korelasi sebesar -0,496 yang bermakna hubungan pada tingkat sedang dengan arah negatif yang bermakna semakin tinggi kepatuhan maka semain turun berat badan pre hemodialisis.

JURNAL 9

Identitas PenelitianYuni Permatasari Istanti, Hubungan Antara Masukan Cairan Dengan Interdialytic Weight Gain (IDWG) Pada Pasien Chronic Kidney Diseases Di Unit Hemodialisis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, 2009, Yogyakarta.

Tujuan PenelitianTujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara masukan cairan dengan Interdialytic weight gain (IDWG) pada pasien Chronic Kidney Diseases Di Unit Hemodialisis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Metodelogi PenelitianMetode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan rancangan Cross Sectional. Teknik sampling yang digunakan adalah menggunakan total sampling.Sampel: sebanyak 48 pasien yang dikumpulkan dari 79 pasien hemodialisis.

Hasil PenelitianMenunjukkan ada hubungan yang signifikan antara asupan cairan dan IDWG (r = 0,541, p-value = 0,000). Arah hubungan adalah positif di mana semakin banyak masukan cairan responden maka IDWG juga akan meningkat. Besaran koefisien determinan masukan cairan adalah 29,3%, berarti masukan cairan menentukan 29,3% IDWG, sisanya 70,7% ditentukan oleh faktor lain.

JURNAL 10

Identitas PenelitianWelas Riyanto, Hubungan Antara Penambahan Berat Badan Di Antara Dua Waktu Hemodialisis (Interdialytic Weight Gain = IDWG) Terhadap Kualitas Hidup Pasien Penyakit Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Terapi Hemodialisis Di Unit Hemodialisa IP2K RSUP Fatmawati Jakarta, 2011, Jakarta.

Tujuan PenelitianUntuk mengetahui hubungan antara penambahan berat badan di antara dua waktu hemodialisis (interdialysis weight gain = IDWG) dan kualitas hidup pasien, baik domain kesehatan fisik, psikologis, hubungan sosial, dan lingkungan.

Metodelogi PenelitianMetode penelitian ini menggunakan deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Hasil analisis menggunakan one way analysis of variance.Sampel: Sampel sebanyak 76 pasien dengan menggunakan simple random sampling.Lama Penelitian: 5 minggu (minggu keempat bulan Mei-minggu keempat Juni 2011).

Hasil PenelitianMenunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara penambahan berat badan di antara dua waktu hemodialisa dengan kualitas hidup pada semua domain (p = 0,000, 0,05). Domain kesehatan fisik 21,62 (SD 5,18) domain psikologis 18,45 (SD 18,45) domain hubungan sosial 9,24 (SD 9,24) dan domain lingkungan 25,67 (SD 25,67). Variabel confounding tidak mempunyai kontribusi terhadap kualitas hidup. (p>0,05).

BAB IVPEMBAHASAN

Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel dan progresif dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan uremia (Black & Hawk, 2009; Smeltzer & Bare, 2008; Sudoyo dkk, 2006)Penatalaksanaan konservatif tidak dapat menyembuhkan gagal ginjal kronis, namun memperlambat progres dari penyakit. Penatalaksanaan konservasi dilakukan dengan mengatasi faktor penyebab gagal ginjal kronis, mengontrol tekanan darah, kontrol lemak, cairan dan natrium, diet protein dan kalium, serta kontrol gula darah untuk klien dengan gagal ginjal kronis diabetik. Tujuan dari intervensi tersebut adalah untuk menjaga fungsi ginjal, memperlambat kebutuhan dilakukannya dialisis atau transplantasi ginjal, mengurangi manifestasi ekstrarenal sedini mungkin, memperbaiki kadar kimia tubuh, dan memberikan kualitas hidup yang optimal pada klien (Black & Hawks, 2009). Prinsip penatalaksanaan atau manajemen pada penderita gagal ginjal kronik ada empat, yaitu (Jayaraman & Voort, 2010) : a) Evaluasi dan manajemen terhadap penyebab reversible yang menyebabkan disfungsi ginjal b) Cegah atau perlambat progresi dari penyakit ginjal tersebut c) Atasi komplikasi d) Identifikasi dan persiapan yang adekuat untuk dialisis ataupun terapi penggantian ginjal. Salah satu dari tujuan penatalaksaan pada klien dengan gagal ginjal kronik adalah memperbaiki kadar kimia pada tubuh, hal ini dapat dilakukan dengan medikasi, dialisis dan diet. Dialisis dapat membuang kelebihan cairan dan zat sisa nitrogen dan juga mengurangi manifestasi akibat gagal ginjal kronik. Dialisis harus dilakukan secara permanen untuk mempertahankan hidup apabila klien telah mencapai gagal ginjal kronis tahap akhir (Black & Hawks, 2009). Pasien yang menjalani hemodialisa akan mengalami penurunan kualitas hidup. Kualitas hidup pasien hemodialisa berfluktuasi, karena dipengaruhi oleh kesehatan fisik, psikologis, tingkat kemandirian, hubungan sosial, kepercayaan pribadi, dan hubungan mereka dengan lingkungan. Manajemen cairan membantu pasien beradapatsi dengan perubahan status kesehatan dan meningkatkan kualitas hidupnya.Perilaku yang sering terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa adalah ketidakpatuhan terhadap regimen terapiutik ( Baraz et al, 2010; Mistiaen, 2001). Ketidakpatuhan ditemukan pada semua aspek akan tetapi ketidakpatuhan terhadap pembatasan intake cairan adalah aspek yang paling sulit dilakukan untuk sebagian besar pasien (Mistiaen, 2001). Hal ini dapat merusak efektivitas terapi sehingga mengakibatkan progresivitas penyakit yang tidak terduga dan kemungkinan akan memperbesar terjadinya komplikasi. Berdasarkan fakta ini, perawat berperan dalam memberikan edukasi yang memadai dan konseling secara rutin dan berkelanjutan kepada pasien GGK melalui konseling analisis transactional. Konseling dengan pendekatan analisis transaktional merupakan pendekatan behavioral-kognitif. Teori ini lebih menitikberatkan pada komunikasi yang efisien kepada pasien sehingga membantu pasien mengevaluasi setiap keputusannya dalam membuat keputusan baru yang lebih tepat (Lawrence, 2007). Konseling analisis transaktional perlu diterapkan pada konsep keperawatan untuk pasien-pasien yang mengalami penyakit kronis, seperti gagal ginjal dengan dialisis. Kondisi pasien dengan penyakit kronis sering mengalami keputusasaan dalam pengobatan, sehingga potensial terjadinya ketidakpatuhan dalam program yang dianjurkan. Oleh sebab itu, pemberian konseling kepada pasien diharapkan pasien lebih teratur dalam menjalani diet cairan yang mana sebagai indikasi peningkatan ataupun penurunan Interdialytic Weight Gain klien. Interdialytic weight gain (IDWG) atau penambahan berat badan di antara dua waktu hemodialisis merupakan komplikasi dari ketidakpatuhan terhadap pembatasan. Penambahan nilai IDWG yang terlalu tinggi akan dapat menimbulkan efek negatif terhadap keadaan pasien, diantaranya hipotensi, kram otot, hipertensi, sesak nafas, mual dan muntah, dan lainnya (Brunner and Suddarth, 2005). Pace (2007) mengungkapkan komplikasi kelebihan cairan pada pasien dengan CKD adalah hipertensi, edema perifer dan ascites. Bahkan sumber data dari United States Renal Data System (USRDS) menunjukkan peningkatan kematian dengan penambahan berat badan diantara dua waktu hemodialisis lebih dari 4,8% berat badan (Foley, Herzog, & Collins, 2002). Peningkatan berat badan yang ideal diantara dua waktu hemodialisis adalah 1,5 kg (Kimmel et al, 2000).Selain tindakan hemodialisis, hal yang harus diperhatikan adalah kapatuhan diet pasien. Kepatuhan berarti pasien harus meluangkan waktu dalam menjalani pengobatan yang dibutuhkan seperti dalam pengaturan diet maupun cairan (Potter & Perry, 2006). Hal ini dapat melibatkan dukungan keluarga. Friedman (2003) menyatakan dukungan keluarga adalah upaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam melaksanakan kegiatan. Kepatuhan diet pada pasien gagal ginjal kronik merupakan satu penatalaksanaan untuk mempertahankan fungsi ginjal secara terus menerus dengan prinsip diet yaitu rendah protein, rendah garam, dan rendah kalium (Instalasi Gizi RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou). Beberapa penelitian menyebutkan factor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan yaitu tingkat pengetahuan pasien, pendidikan, keterlibatan perawat, keterlibatan keluarga pasien, konsep diri, dan efikasi diri. Efikasi diri adalah keyakinan seseorang akan keberhasilan dalam melakukan perawatan diri untuk mencapai hasil yang diinginkan. Seseorang dengan peningkatan persepsi dalam aktivitas perawatan diri akan lebih mudah berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri sehingga akan meningkatkan kepatuhan terhadap regimen terapeutik. Namun harus didukung juga dengan pengetahuan yang memadai tentang penatalaksanaan diet maupun asupan cairan yang dikonsumsi. Apabila pasien GGK tidak memiliki pengetahuan maka akan dapat memperparah kondisi tubuh. Sehingga diharapkan dengan pasien patuh menjalankan diet, berat badan pre hemodialisis tidak akan naik melebihi yang dianjurkan.Selain terapi dan pengobatan medis, pendekatan proses keperawatan secara holistik, bio psiko sosial dan kultural di perlukan dalam penetalaksanaan pasien GGK. Ada alternative pengobatan secara bio psikososial dengan metode hypnotherapy. Hypnotherapy adalah salah satu metode untuk mengirim keyakinan kepada pasien. Metode ini dapat digunakan untuk pasien yang tidak memiliki disiplin dalam melakukan diet cairan. Namun terapi ini belum sering digunakan dan belum terbukti mampu meningkatkan kepatuhan dalam melakukan diet cairan.

BAB VPENUTUP

5.1 KesimpulanPenyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel dan progresif dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan uremia (Black & Hawk, 2009; Smeltzer & Bare, 2008; Sudoyo dkk, 2006). Penurunan atau kegagalan fungsi ginjal berupa fungsi ekskresi, fungsi pengaturan, dan fungsi hormonal dari ginjal. Penatalaksanaan GGK di rumah sakit adalah dengan terapi hemodialisa, obat obatan anti hipertensi, terapi cairan, terapi diit rendah protein dan tinggi karbohidrat, pemberian tranfusi darah, dan transpaltasi ginjal. Perilaku yang sering terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa adalah ketidakpatuhan terhadap regimen terapiutik ( Baraz et al, 2010; Mistiaen, 2001). Ketidakpatuhan ditemukan pada semua aspek akan tetapi ketidakpatuhan terhadap pembatasan intake cairan adalah aspek yang paling sulit dilakukan untuk sebagian besar pasien (Mistiaen, 2001). Komplikasi dari ketidakpatuhan terhadap pembatasan cairan dapat mengakibatkan penambahan berat badan di antara dua waktu hemodialisis (Interdialytic weight gain = IDWG) yang disebabkan oleh ketidakmampuan fungsi ekskresi ginjal, sehingga berapapun jumlah cairan yang diasup pasien, penambahan berat badan akan selalu ada. Peningkatan berat badan yang ideal diantara dua waktu hemodialisis adalah 1,5 kg (Kimmel et al, 2000).Beberapa penelitian menyebutkan factor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan yaitu tingkat pengetahuan pasien, pendidikan, keterlibatan perawat, keterlibatan keluarga pasien, konsep diri, dan efikasi diri. Kepatuhan dalam pembatasan intake cairan diukur dengan menggunakan rata-rata berat badan yang didapat diantara waktu dialysis atau interdialityc weight gain ( Tsay, 2003).

5.2 SaranKumpulan jurnal ini semoga berguna bagi pembaca, khususnya bagi mahasiswa. Namun tugas jurnal ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan penulis. Oleh karena itu, besar harapan penulis agar pembaca memberikan saran dan kritik yang bersifat membangun, guna memperbaiki tugas jurnal ini agar lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Aminoto, Cokro, dkk. (2012). Pengaruh Hypnotherapy Terhadap Kepatuhan Diit Cairan Pada Pasien GagalGinjal Kronis Rawat Jalan DiInstalasi Hemodialisa RS PKU Muhammadiyah Gombong. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan. Volume 8, No. 3. http://ejournal.stikesmuhgombong.ac.id/index.php/JIKK/article/view/74. Diakses 24 Mei 2015.

Hidayati, Sri, dkk. (2014). Efektifitas Konseling Analisis Transaksional Tentang Diet Cairan Terhadap Penurunan Interdialytic Weight Gain (IDWG) Pasien Gagal Ginjal Kronis Yang Menjalani Hemodialisa Di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah. http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/psn12012010/article/view/1225. Diakses 24 Mei 2015.Istanti, Yuni Permatasari. (2013). Hubungan Antara Masukan Cairan Dengan Interdialytic Weight Gain (IDWG) Pada Pasien Chronic Kidney Diseases Di Unit Hemodialisis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Volume10. http://ejournal.stikespku.ac.id/index.php/mpp/article/view/60. Diakses 30 Mei 2015.

Kamaluddin, Ridlwan dan Rahayu, Eva. (2009). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Asupan Cairan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan Hemodialisis Di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing). Volume 4, No.1. http:// jos.unsoed.ac.id/index.php/keperawatan/article/download/175/40. Diakses 24 Mei 2015.

L, Isroin, dkk.(2012). Manajemen Cairan pada Pasien Hemodylisis Meningkatkan Kualitas Hidup. http://lib.umpo.ac.id/gdl/files/disk1/17/jkptumpo-gdl-isroinlist-802-1-jurnaln-y.pdf. Diakses 30 Mei 2015.

Riyanto, Welas. (2011). Hubungan Antara Penambahan Berat Badan Di Antara Dua Waktu Hemodialisis (Interdialytic Weight Gain = IDWG) Terhadap Kualitas Hidup Pasien Penyakit Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Terapi Hemodialisis Di Unit Hemodialisa IP2K RSUP Fatmawati Jakarta. Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia. http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20282718-T%20Welas%20Riyanto.pdf. Diakses 30 Mei 2015.

Sulistyaningsih, Dwi Retno.(2012). Efektivitas Training Efikasi Diri Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Dalam Meningkatkan Kepatuhan Terhadap Intake Cairan. http:// jurnal.unissula.ac.id/index.php/majalahilmiahsultanagung/article/.../63. Diakses 24 Mei 2015.

Sumigar, Geledis, dkk. (2015). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Diet Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Di Irina C2 dan C4 RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. ejournal Keperawatan (e-Kep). Volume 3, No. 1. http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/6686. Diakses 24 Mei 2015.

Utami, Gamya Tri, dkk. (2014). Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap, Dan Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Diet Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalankan Hemodialisa. Volume 1, No. 2. http://jom.unri.ac.id/index.php/JOMPSIK/article/view/3463. Diakses 24 Mei 2015.

Wahyudi, Heru dan M, Helen Fitri. (2014). Kepatuhan Diet dengan Berat Badan Pre Hemodialisis pada Pasien Regular di Ruang Hemodialisa RSUD Nganjuk. Volume 3, No.2. http://jurnal.stikesstrada.ac.id/index.php/strada/article/view/57. Diakses 30 Mei 2015.

LEMBAR KONSULTASI

TanggalRevisiParaf Pembimbing

27 | Page

46 | Page