jurnal tugas

23
Menggagas pembelajaran anatomi pada kurikulum berbasis kompetensi untuk pendidikan kedokteran dasar MENGAPA ANATOMI PERLU DIAJARKAN? Ada beberapa hal perlu dibahas mengapa anatomi perlu dipelajari: 1. Pengetahuan tentang struktur tubuh manusia dari apa yang terlihat dengan mata telanjang (makro anatomi) sampai ke tingkat molekular merupakan hal mendasar untuk memahami fungsi tubuh dan bagaimana struktur maupun fungsi berubah karena penyakit. Di dalam praktek kedokteran, peran anatomi sangat luas. Palpasi, auskultasi, perkusi, akses arteri dan vena, laparoskopi, arthroskopi, pemblokiran saraf, drainase cairan dari rongga-rongga tubuh, serta pemahaman 1

Upload: dimasariefw

Post on 28-Jan-2016

261 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

tugas

TRANSCRIPT

Page 1: jurnal tugas

Menggagas pembelajaran anatomi padakurikulum berbasis kompetensi untuk

pendidikan kedokteran dasar

MENGAPA ANATOMI PERLU DIAJARKAN?

Ada beberapa hal perlu dibahas mengapa

anatomi perlu dipelajari:

1. Pengetahuan tentang struktur tubuh manusia dari apa yang terlihat dengan mata

telanjang

(makro anatomi) sampai ke tingkat molekular merupakan hal mendasar untuk

memahami fungsi tubuh dan bagaimana struktur maupun fungsi berubah karena

penyakit. Di dalam praktek kedokteran, peran anatomi sangat luas. Palpasi,

auskultasi, perkusi, akses arteri dan vena, laparoskopi, arthroskopi, pemblokiran

saraf, drainase cairan dari rongga-rongga tubuh, serta pemahaman terhadap

berbagai macam manifestasi trauma,merupakan beberapa dari praktek kedokteran

yang saat inimembutuhkan pengetahuan tentang anatomi.

2. Beberapa dasa warsa terakhir ini terjadi perkembangan yang luar biasa berupa

teknikteknik untuk pencitraan anatomi pada pasien hidup. Contohnya mulai dari

endoskopi dan laparaskopi sampai ke computed tomography (CT) danmagnetic

resonance imaging (MRI), serta pengembangan teknologi baru untuk visualisasi

tiga-dimensi. Perkembangan teknik pencitraan yang canggih ini disertai pula

1

Page 2: jurnal tugas

dengan pengembangan terapi invasif minimal yang ditujukan pada organ-organ

dan/atau tempat tempat tetentu didalamnya. Oleh karena itu, pengetahuan tentang

makroanatomi menjadi semakin penting, tidak hanya untuk menginterpretasi citra

hasil teknik yang canggih tersebut, tetapi juga untuk memahami jalan yang

ditempuh untuk mencapai target terapi pada tempat yang spesifik

3. Pendidikan anatomi untuk undergraduate di fakultas kedokteranmempunyai

banyak faset: mengenalkan kepada mahasiswa terhadap realitas

kematian;mengembangkan ketrampilan psikomotor; menegaskan konsep

variabilitas biologis dan memperlihatkan perubahanperubahan patologis yang

umum;mengajarkan terminologi medis; membantu interaksi sosial dan

komunikasi; danmemberi petunjuk bagaimanamengakses informasi.

Anatomimerupakan ilmu pengetahuan deskriptif

yangmengenalkanmahasiswakepada bahasamedis.Diperkirakan bahasa ini terdiri

tidak kurang dari 10.000 istilah. Istilah tersebut, majoritas dijumpai

dimakroanatomi.

4. Pengurangan waktu pembelajaran anatomi di

dalam kurikulum diduga menyebabkan generasi baru ahli bedah.Hal ini

didasarkan pada laporan bahwa antara tahun 1995 dan 2000 ada peningkatan tujuh

kali lipat tuntutan hukum yang berhubungan dengan kesalahan anatomis yang

ditujukan padaMedical Defence Union di Inggris. Juga di Amerika Serikat

diungkapkan oleh Cahill et al. (2000)1 bahwa dari 80.000 kematian yang dapat

2

Page 3: jurnal tugas

dicegah per tahun, setidaktidaknya sebagian dapat digolongkan karena ketidak-

kompetenan anatomis.

KURIKULUMINTIANATOMI

Monkhouse (1992)4 berpendapat bahwa pembelajaran anatomi di tingkat

undergraduate seharusnya ditujukan untuk disiplin yang pendidikan

postgraduatenya tidakmenyertakan pembelajaran anatomi di dalamya – misalnya

dokter umum. Setelah lulus menjadi doktermereka secara formal tidak akan

belajar anatomi lagi. Untukmereka itulah basis yang diberikan di kurikulum

anatomi undergraduate harus relevan dan terjamin. Oleh karena itu, para pengajar

anatomi harus mengidentifikasi kurikulum inti anatomi yang seharusnya diketahui

olehmahasiswa kedokteran. AACA (American Association ofClinical Anatomists)

telah membuat dokumen kurikulum yang menjamin tercapainya dasar anatomis

yang kuat untuk praktek kedokteran saat ini dan di masa mendatang.

AACAmengajukan konsep anatomis dan subyek bahasan kurikulumanatomi klinis

guna mempersiapkan mahasiswa untuk kelak menjadi dokter yang tidak saja

paham rasional dan keterbatasan dari prosedur klinik berdasar anatomi, tetapi

yang lebih penting lagi paham akan prosedur klinik yang dapat dibangun di atas

landasan tersebut Dokumen tersebut menekankan pentingnya terminologi

anatomi, variasi normal,hubungan-hubungan tiga dimensi, anatomi fungsional dan

living anatomy, dan teknologi pencitraan yang digunakan untuk pelayanan pasien.

Netherlands Association of Anatomists (NAA) pada tahun 1999 mempublikasikan

3

Page 4: jurnal tugas

General Plan Anatomy: Objectives of the teaching of anatomy/ embryology

inmedical curricula in the Netherlands. Appendix 1 dari General Plan Anatomi

berisi Discipline-related objectives Anatomy yang sangat terinspirasi oleh AACA.

Berbeda dengan konsep AACA,subyek bahasan di appendix 1General Plan

Anatomy dimulai dengan bab “Anatomi Terapan” untukmenunjukkan bahwa bab

berikutnya “Anatomi Sistematik” menyajikan kondisi yang diperlukan untuk

membuat anatomi praktis pada basis kausal. Anatomi terapan dibagi menjadi dua

paragraf: “Anatomi Fungsional” dengan contoh proses dan situasi yang

membutuhkan pemahaman anatomi yang kuat, dan “Anatomi Radiologis”

yangmenyajikan contoh citra kondisi normal dan abnormal dimana pengetahuan

anatomiwajib diketahui. Isi appendix 1 General Plan Anatomi mirip dengan

Clinical Anatomynya AACA tetapi sudah disesuaikan dengan kondisi setempat di

Belanda. Menurut mereka General Plan Anatomy lebih sedikit daripada Clinical

Anatomynya AACA dalam hal struktur yang dibahas.12 Gambar 1. Konsep

anatomi yang mengikat subyek didalam kurikulum makroanatomi menjadi suatu

bentuk yang dapat diterapkan secara klinis digambarkan di dalam bentuk hirarki

piramidal11. NAA telah melangkah lebih jauh lagi dengan mengadakan

simposium Teaching of Anatomy/Embryology untuk implementasi General Plan

Anatomy. Perhatian khusus ditujukan untuk menjaring pendapat para klinisi

mengenai kegunaan praktis dokumen tersebut. Van Engelshoven danWilmink

(2001) .keduanya klinisi, memandang bahwa di dalam General Plan Anatomy

pengurangan materi tidak terealisasi.Mereka berpendapat bahwa daftar obyektif

terkait disiplin sangat komprehensif.Mereka paham bahwa akan sangat sulit bagi

4

Page 5: jurnal tugas

para ahli anatomi untuk mengurangi bahan ajar merekasendiri. Menurut mereka

diskusi dengan klinisidiperlukan untuk mendefinisikan apa yang relevan secara

klinik, karena relevansi ini akan sangat berbeda bagi seorang dokter umum

dibanding dengan ahli bedah ortopedi, ahli tumor, atau radiolog. Dyball et al.

(2003)14 melalui The Anatomical Society of Great Britain and Ireland (ASGBI)

mempublikasikan:Setting a benchmark for anatomical knowledge and its

assessment (A core corriculum for teaching anatomy to medical students).

Dokumen tersebut meskipun lebih pendek dibandingkan dengan General Plan

Anatomy, mencakup landasan yang sama. Merespon berlakunya KIPDI III,

dengan belajar dari perhimpunan-perhimpunan anatomi di berbagai negara,maka

seharusnya PAAI (Perhimpunan Ahli Anatomi Indonesia), dengan bekerja sama

dengan para klinisi, mulai memikirkan untuk membuat dokumen kurikulum inti

anatomi pendidikan dokterdi Indonesia

BAGAIMANA ANATOMI DI AJARKAN ?

Isu pokok mengenai bagaimana dan kapan anatomi diajarkan berkisar pada

keuntungan dan kerugian penggunaan cadaver dan teknologi komputer, serta

apakah anatomi diberikan secara terintegrasi atau non-integrasi. Keuntungan

pemakaian cadaver antara lain adalah1,6:Proses diseksimemberikan kepada

mahasiswa pandangan 3 dimensi anatomi manusia; diseksi memperkuat dan

mengelaborasi pengetahuan yang diperoleh pada waktu mengikuti kuliah dan

tutorial; integrasi anatomi pada organisme secara keseluruhan juga dianggap

keunggulan dari pembelajaran secara tradisional; studi pada cadavermemberikan

5

Page 6: jurnal tugas

kesempatan untukmengapresiasi rentang variabilitas yang terdapat pada

materialmanusia yang sesungguhnya dibandingkan dengan apa yang diuraikan

dalamtextbook dan pada peraga plastik; belajar di ruang diseksi merupakan

pengenalan terhadap self-directed learning dan teamworking; penggunaan cadaver

dapat dipakai sebagai media untuk pembelajaran terhadap isueisue moral dan

etikal. Sedangkan kerugiannya dikemukakan olehMcLachlan et al. (2004) sebagai

berikut.17 Sehari-hari seorang dokter umum berhadapan dengan anatomimelalui

duamodalitas: living anatomy dan pencitraan medis. Diseksi dan proseksimungkin

bukanmerupakan penggambaran yang baik untuk living anatomy. Berhubung

keadaannya, cadaver tidak responsif terhadap gerak dan investigasi interaktif

misalnya palpasi dan perkusi. Informasi yang didapat dari diseksi tidak siap untuk

diterjemahkan ke dalamgambaran crosssectional yang dihasilkan melalui berbagai

pencitraan. Proses fiksasi secara bermakna juga merubah warna dan tekstur

jaringanmanusia, yang tentu sangat berbeda keadaannya dengan apa yang terlihat

pada pembedahan.Terlepas dari pro dan kontra penggunaan cadaver, berbagai

penelitian telah dilakukan terhadap kegunaan diseksi dalam pembelajaran

anatomi.Ternyata waktu yang dihabiskan di meja diseksi bukan merupakan cara

paling efisien untuk belajar. Penggunaan proseksi dan berbagaimedia bantu lain

untukmengajarmemberi hasil yang sama bagusnya di dalam pembelajaran

pengetahuan anatomi. Diseksimempunyai keterbatasan.Diseksi tidak baik untuk

pembelajaran beberapa area pentingmisalnya osteologi, sistem saraf (terutama

saraf yang kecilkecil), anatomi permukaan, anatomi organ kecil atau yang tidak

jelas batasnya (misalnya glandula parathyroidea, suprarenal, epiphyse, atau

6

Page 7: jurnal tugas

pancreas, sistem limfe dan lain-lain). Untuk itu dibutuhkan media alternatif,

misalnya skeleton yang sudah lepas/model skeleton, filmradiologis,

proseksi,model plastinasi, simulasi komputer dan lain-lainnya. Di Inggris pada

tahun 2002 didirikan fakultas kedokteran yang tidakmenggunakan cadaver untuk

pembelajaran anatominya.18Sebagai ganti cadaver mereka menggunakan

kombinasi antara living anatomy,model plastik, contoh-contoh pencintraan medis

dilengkapi dengan portable ultrasound scanners, pencitraan tiga-dimensi dan

animasi, serta penggunaan simulator. General Medical Council (GMC), yang

bertanggung jawab menyusun standard untuk pendidikan undergraduate

mengatakan bahwa perhatian utama mereka pada outcome, bukan pada

proses.Namun demikian, personelGMC akan memvisitasi fakultas kedokteran

tersebut apakah standardnya dijaga. Bagaimanapun juga, perbandingan hasil

pembelajaran anatomi antara yang didapat melalui diseksi cadaver dan yang

didapatmelaluimedia ajar yang lain sampai saat ini belum bisa dilakukan. Dari

uraian di atas dapat disimpulkan bahwa diseksi anatomi nampaknya akan tetap

ada, tetapi tidak untuk undergraduate. Diseksi hanya untuk postgraduate,

misalnya untuk mendidik calon ahli bedah. Sebaliknya penggantian cadaver

seluruhnya dengan media ajar lain membutuhkan teknologi tinggi dan biaya yang

tidak sedikit. Metode pengajaran anatomi dapat dibedakan menjadi integratif dan

non-integratif. Pembelajaran anatomi secara non-integrasi dilakukan pada

pendidikan tradisional, dan umumnya diberikan pada tahun pertama, dilanjutkan

pada tahun kedua, setelah itu anatomi tidak diberikan lagi. Sedangkan yang

terintegrasi antara lain terdapat pada institusi-institusi pendidikan dokter

7

Page 8: jurnal tugas

yangmenggunakan sistemProblem-based learning (PBL).Di sini anatomi

diberikan baik bersama-sama dengan ilmu-ilmu dasar lain (integrasi

horisontal)maupun dengan ilmu-ilmu klinik (integrasi vertikal). Berbeda dengan

cara yang nonintegratif, pembelajaran anatomi secara terintegrasi diberikan mulai

dari awal sampai akhir pendidikan dokter. Prince et al.(2003)melakukan survey

terhadap mahasiswa tahun ke empat dari berbagai fakultas kedokteran di Belanda.

Hasilnya menunjukkan bahwa pengetahuan anatomi mahasiswa dengan sistem

PBL tidak lebih rendah dari pengetahuan anatomi dari mahasiswa yang berasal

dari fakultas yangmelakukan pendekatan pendidikan yang lebih

tradisional.Namun McKeown et al. (2003) melaporkan hasil yang berbeda.

Mereka melaporkan bahwa kurikulum anatomi terintegrasi mempunyai dampak

negatif terhadap pengetahuan mahasiswa mengenai anatomi permukaan.

SIAPA YANG MENGAJAR?

Dokumen kurikulum inti anatomi, baik yang di kemukakan oleh AACA

(1996)11 , NAA (1999)12 maupun ASGBI (2003)14, mengisyaratkan bahwa

pengajar anatomi adalah orang yang memahami masalah-masalah kedokteran.

Dengan demikian, idealnya seorang ahli anatomi juga seorang dokter. Beberapa

isu pokok tentang pengajar anatomi yang ada perlu dikemukakan yaitu

kecenderungan untuk semakin turunnya jumlah dan kualitas pengajar anatomi

serta kecenderungan semakin populernya PBL didalam sistem pendidikan dokter,

8

Page 9: jurnal tugas

yang mengisyaratkan bahwa tugas utama pengajar adalah sebagai fasilitator

sehingga penguasaan ilmu pada disiplin tertentu tidak perlu dikuasai.Ada berbagai

penyebab berkurangnya ahli anatomi. Survey di Amerika Serikat dan Kanada

menunjukkan bahwa peran dan kebutuhan akan ahli anatomi yang terlatih dalam

pendidikan dokter menurun sejalan dengan reformasi kurikulum ke arah yang

lebih student-centered.Menurunnya ahli anatomi yang terlatih

jugamenggambarkan praktek umum bahwa kemampuan anatomi lebih di hargai

oleh karena riset yang dilakukannya dibandingkan dengan waktu yang

dihabiskannya untukmengajar. Situasi ini ironisnya mengarah kepada pengertian

bahwa ahli anatomi akan bisa meningkat karirnya dengan cepat hanya apabila

mereka mereka meminimalkan keterlibatan mereka pada disiplin akademik yang

tradisional. Tekanan untuk dapat melakukan riset menyebabkan perubahan-

perubahan di sebagian besar departemen anatomi di Amerika Serikat dan

program-program graduate mereka.Nama departemen diubah untukmenunjukkan

perluasan aktivitas riset mereka serta untuk menarikmahasiswa graduate. Di

Amerika Serikat dan Kanada pemotongan kurikulum menyebabkan mahasiswa

kedokteran yangmengambil kursus-kursus anatomi berkurang. Demikian

pulamahasiswa kedokteran yangmemilih karir akademik di bidang anatomi

berkurang. Akibatnya, pos-pos di departemen anatomi banya diisi oleh mereka

yang non-dokter bahkan yang pendidikan undergraduatenya jauh dari anatomi.

Karena kekurangan personel kadang-kadang mahasiswa graduate yang berlatar

belakang non anatomi di departemen anatomi, di latih anatomi sekedarnya

kemudian diberi tugas mengajar atau sebagai demonstrator. Apabila hal ini tidak

9

Page 10: jurnal tugas

dicegah, McCuskey et al.(2005) mengkhawatirkan timbulnya risiko untuk

mencetak generasi para profesional kesehatan – ahli bedah, radiologis, internis,

ners, dokter gigi, ahli rehabilitasi, ahli farmasi dan lain-lain – yang pengetahuan

mengenai struktur dan fungsi tubuh terutama datang dari para instruktur yang

belajar anatomi sejenak sebelum mereka mengajar hari itu. Solusi-solusi yang

diajukan untuk mengatasi kelangkaan pengajar adalah sebagai berikut.5,7 Di

tingkat institusi adalah memberikan kepada mereka yang menunjukkan

kompetensi pada disiplin ilmuini, kompensasi yang sebanding dengan waktu yang

digunakannya untuk memperoleh pengetahuan yang menyeluruh mengenai

anatomi dan kemudian mengajarkannya secara efektif kepadamahasiswa. Di

tingkat nasional,masalah ini bisa diatasi dengan pemberian dana-dana pelatihan

termasuk pelatihan untuk pengajaran anatomi. Meskipun belum ada survei, dari

pembicaraan-pembicaraan dengan Sejawat dari bagian anatomidari berbagai

fakultas kedokteran kelangkaan tenaga pengajar anatomi juga terjadi di Indonesia.

Terlebihlebih bagi yang akan menganut PBL, rekrutmen mahasiswa pembantu,

yang sangat penting perannya sebagai demonstrator dalam pendidikan anatomi,

kemungkinan akan menjadi lebih sulit. Oleh karena itu solusi-solusi seperti yang

dikemukakan oleh Collins et al. (1994)5 danMcCuskey et al. (2005)7 tersebut di

atas juga relevan untuk dikemukakan di sini.Sementara itu dengan bagian-bagian

klinik yang membutuhkan dasar anatomi yang kuat diadakan pembicaraan-

pembicaraan untuk memasukkan kewajiban sebagai demonstrator anatomi dalam

kurikulum mereka, atau untukmemprioritaskan calon yang pernah bekerja di

anatomi sebagai input.

10

Page 11: jurnal tugas

Pengaruh Pemberian Etanol Secara Kronik Terhadap Jumlah Sel Piramidal di Ca1 Hippocampus Tikus (Rattus Norvegicus) Remaja

PENGANTAR

Etanol atau alkohol termasuk dalam kelompok NAPZA (narkotika, alkohol,

psikotropika, dan zat adiktif lainnya). Diprediksi sekitar 1,5%dari seluruh

populasi penduduk Indonesiamerupakan penyalahguna NAPZA, dengan estimasi

terakhir mencapai lima juta jiwa.Di Indonesia pengungkapan kasusnya meningkat

rata-rata 28,9%per tahun1. Usia remajamerupakan usia bagi banyak orang

mulaimencobamengkonsumsi etanol. Usia remaja adalah saat terjadinya

neuromaturasi, hal ini menyebabkan otak lebih rentan terhadap kerusakan akibat

etanol dibanding dengan otak pada usia dewasa yang relatif stabil2,3. Komplikasi

fisik yang ditimbulkan setelah beberapa tahun mengkonsumsi etanol dapat

mengenai sistem saraf pusat4. Perubahan morfologis, neurofisiologis, dan

biokimiawi pada sistem saraf pusat akan berakibat penurunan fungsi

kognisi5.Salah satu kerusakan pada sistem saraf pusat akibat mengkonsumsi

etanol ditandai dengan berkurangnya neuron-neurondihippocampus6.

Hippocampus (cornu ammonis) terlibat dalampembentukanmemori kerja bersama

dengan komponen cortex prefrontalis. Informasi spasial dikonsolidasikan di

hippocampus dan selanjutnya digunakan oleh cortex prefrontalis ketika dipakai

untuk perencanaan respon mencari makan. Bagian hippocampus yangmenyokong

11

Page 12: jurnal tugas

terjadinya long-term potentiation (substrat biologi memori) adalah CA1,

sedangkan jalur-jalur saraf yang mendukung terjadinya LTP diantaranya adalah

kolateral Schaffer yang berasal dari CA3 menuju CA111. Kerusakan pada otak

akibat mengkonsumsi etanol diduga disebabkan oleh efek langsung etanol

terhadap jaringan saraf atau efek tidak langsung, yaitu melalui defisiensi vitamin

B112. Efek langsung etanol menyebabkan peningkatan fluiditas membran dan

mengganggu reseptormembran, terutama terkait ion klorida dan kalsium yang

menimbulkan respon eksitotoksik (neurotoksik), selanjutnya meningkatkan

apoptosis. Selain itu, diduga efek etanol juga dapatmengganggu neurogenesis.

Karena alasan etika dan kesulitan teknik penelitian dalam mempelajari

alkoholisme pada manusia, terutama masalah intoksikasi dan ketergantungan pada

etanol, maka digunakan hewan sebagai model penelitian. Tikus sebagai hewan

coba dirasa sangat berpotensi dalammenerangkan dasar neurobiologi akibat

mengkonsumsi etanol dan menguatkan proses yang terjadi padamanusia15,16.

Penelitian ini bertujuan untukmengungkapkan pengaruh pemberian etanol secara

kronik terhadap jumlah sel piramidal di CA1 hippocampus tikus (Rattus

novergicus) remaja.

CARAPENELITIAN

Penelitian ini menggunakan hewan coba tikus (Rattus novergicus) jantan remaja,

berumur 30 hari17, galur Spraque-Dawley, berat badan 50-75 gram, diperoleh

dariUPHPUGMsebanyak 25 ekor. Pakan tikus berupa pellet dan air minum

diberikan setiap hari secara ad libitum.Bahan-bahan yang diperlukan dalam

penelitian ini adalah etanol absolut, cairan fisiologis, dan bahan untuk pembuatan

12

Page 13: jurnal tugas

preparat histologis, dengan teknik blok parafin dengan pewarnaan Cresyl violet.

Alat-alat yang digunakan adalah mikroskop cahaya, kamera digital, alat bedah

minor, dan alat pembuatan sediaan histologis. Rancangan penelitian ini adalah

eksperimental sederhana posttest-only-control group design. Subjek

dibagimenjadi lima kelompok dipilih secara random, yaitu kelompok kontrol

tanpa perlakuan (K1), kelompok kontrol perlakuan (K2), kelompokperlakuan 1

(P1), kelompok perlakuan 2 (P2), dan kelompok perlakuan 3 (P3)masing-masing

sebanyak 5 ekor tikus. Selama 30 hari semua kelompok perlakuan diberikan

injeksi intraperitonel etanol satu kali sehari dengan dosis masing-masing untuk

kelompok perlakuan 1, 2, dan 3 adalah 1, 2, dan 3 g/kgbb/hari. Kelompok kontrol

perlakuan diberikan pelarut etanol (cairan fisiologis) secara intraperitoneal,

sedang kelompok kontrol tanpa perlakuan tidak diberi perlakuan apapun. Setelah

pemberian etanol selesai, semua kelompok dibebaskan dari pemberian etanol

selama 12 hari. Selanjutnya semua tikus dikorbankan dandiambil otaknya. Otak

tikus dimasukkan dalam larutan formalin 10% selam 2 hari, selanjutnya dipotong

bagian otak yangmengandung hippocampus yaitu ± 3,8 mm di posterior

bregma18. Setelah itu dilakukan proses pembuatan preparat histologis dengan

pewarnaan Cresyl violet dengan ketebalan irisan 4 μm, inti sel terwarnai biru-

transparan, sedangkan substansiaNissl dan nucleolus berwarna ungu tua-biru.

Setiap otak tikus dibuat 3 preparat, masing-masing preparat diamati dan dihitung

jumlah sel piramidal dalam10 lapang pandang. Jumlah sel piramidal dihitung

berdasarkan terlihatnya inti sel. Sediaan dilihat menggunakan mikroskop cahaya

pembesaran 400x, dan dinyatakan dalam jumlah rerata perlapang pandang.

13

Page 14: jurnal tugas

Perbedaan jumlah sel piramidal antar kelima kelompok (skala rasio) diuji

denganANAVAsatu jalur dilanjutkan uji post hoc dengan Tukey HSD.

Pengambilan keputusan adanya perbedaan bermakna jika nilai probabilitas

p<0,05.

Pembahasan

Pada penelilitan ini didapat hasil terdapat perbedaan bermakna jumlah sel

piramidal di CA1 antara kelompok kontrol (K1 dan K2) dengan

kelompokP3.Penelitian padamanusia dengan teknik magnetic resonance image

(MRI)menunjukkan adanya pengurangan volume hippocampus pada remaja

dengan penyalahguna etanol20. Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa

penelitian sebelumnya, dengan hasil terdapat pengurangan jumlah sel piramidal di

CA1 hippocampus sebanyak 5%-18% setelah pemberian etanol peroral selama 9

bulan diikuti 3 bulan withdrawal6.Hasil penelitian yang lain jugamengungkapkan

adanya pengurangan jumlah sel granuler gyrus dentatus dan sel piramidal

hippocampus sebanyak 20%setelah 5 bulan pemberian etanol peroral diikuti 2

bulan withdrawal21. Mekanisme yangmendasari terjadinya kerusakan struktur

otak akibat pengaruh etanol belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa

kemungkinan yang berusaha untukmenerangkan. Terdapat penelitian

yangmengungkapkan adanya peningkatan bentuk protein karbonil (protein

oksidatif) di hippocampus tikus neonatal setelah pemberian etanol peroral selama

3 hari22. Pemberian etanol secara akut pada tikus remajamenghambat

neurogenesis terutama pada fase proliferasi sel neuroprogenitor23. Penelitian

lainmenyebutkan pemberian etanol pada tikus dewasa menurunkan neurogenesis

14

Page 15: jurnal tugas

melalui penghambatan proliferasi sel neuroprogenitor dan mengganggu ketahanan

hidup sel tersebut24. Kematian sel piramidal anak tikus setelah terpapar etanol

dalam kandungan induknya dan selama 18 hari post natal diduga melalui jalur

apoptosis25. Peningkatan apoptosis kemungkinan besarmelalui mitochondrial

pathway ( jalur intrinsik).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa pemberian

etanol dengan dosis semakin tinggi secara kronik saat usia remaja menurunkan

jumlah sel piramidal di CA1 hippocampus tikus.

15