tugas bedah jurnal
TRANSCRIPT
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melakukan evaluasi terhadap respon
anatomi pada biji tanaman mangrove (Avicennia marina (Forsk) dalam menyerap dan
menahan air pada lahan yang tergenang pasang surut yang dibuat secara semidiurnal.
Penelitian ini dilakukan dengan cara merendam biji mangrove dengan periode perendaman
selama dua hari dalam siklus pasang surut harian. Waktu perendaman antara lain 0, 2, 4, 6, 8,
10 dan 12 jam. Dengan meningkatkan durasi genangan air, ketebalan daun, tebal mesofil,
ketebalan parenkim palisade, rasio palisade spons dan ketebalan hipodermis mengalami
penurunan, akan tetapi mesofil daun dan rasio ketebalannya mengalami peningkatan begitu
pula dengan batang dan diameter empulur. Diameter pada pembuluh tangensial, ketebalan
dinding pembuluh dalam batang dan daun,serta serat dinding menunjukkan kecenderungan
yang sama dalam merespon genangan air secara konstan yaitu antara 0 dan 4 jam durasi
genangan, hanya saja akan mengalami penurunan dengan genangan air yang berkepanjangan.
Ketika durasi genangan air melebihi 4 jam, tidak akan ditemui sel sklerenkim dalam daun
atau batang yang diamati. Daun dan batang akan memberikan respon terhadap transportasi air
melalui dukungan secara mekanik sehingga sistem transportasi tetap stabil selama genangan
0-4 jam, namun apabila biji mangrove mengalami atau berada pada kondisi banjir maka hal
tersebut akan memberikan pengaruh secara negatif. Jaringan untuk pertukaran gas dirangsang
oleh adanya genangan air, namun mesofil akan melemah dengan genangan air yang
mengalami peningkatan.
I. PENDAHULUAN
Mangrove abu-abu atau yang dikenal dengan nama latin Avicenia marina (Forsk)
Vierh, adalah salah satu mangrove yang paling terkenal karena memunyai sistem perakaran
yang khas dan terdistribusi secara luas (Wang and Wang, 2007). Mangrove jenis ini
umumnya ditemukan dekat dengan sisi pantai arah laut pada sistem hutan bakau dengan
perakaran yang terendam selama pasang tinggi (Lin, 1999; He et al, 2007). Hal ini
menyebabkan sistem perakaran pada mangrove jenis Avicenia mengalami perkembangan
dengan sangat baik (Tomlinson, 1986), yang juga memberikan pijakan terhadap hantaman
angin dan ombak. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa durasi genangan air secara
berkala merupakan faktor pembatas bagi kelangsungan hidup bibit mangrove (Komiyama et
al, 1996; Kitaya et al, 2002; Chen et al, 2004; He et al, 2007). Tingkat kelangsungan hidup
yang rendah dalam reboisasi mangrove merupakan hal yang umum terjadi (Wang et al, 2000;
Thampanya et al, 2006; Wang and Wang, 2007). Dibandigkan dengan jenis mangrove
lainnya, bibit A. marina relatif lebih kuat terhadap genangan air, termasuk kemampuannya
dalam mengoksidasi rhizosfer dan menghemat oksigen untuk mempertahankan metabolisme
aerobik yang lebih lama selama masa perendaman (Yousef and Saenger, 1996), pemulihan
fungsi fisiologis yang sangat cepat secara alami (Sayed, 1995), dan tingkat kelangsungan
hidup yang tinggi pada rentang pasang surut yang luas (He et al, 2007).
Karakteristik anatomi dan morfologi tanaman hidup biasanya berkorelasi dengan
kombinasi tertentu dari kondisi lingkungan di mana individu tanaman tumbuh (Arens, 1997).
A. marina memiliki akar khusus, yang penting untuk pertukaran gas disubstrat anaerob
(Kathiresan and bingham, 2001). Curran et al. (1986) menunjukkan bahwa konduktansi
daripneumatophores di A. marina cukup besar untuk memasok ruang gas akar internal
selama gelombang rendahberlangsung secara normal bila pneumatophores terpapar ke
atmosfer. Currant et al (1996) melakukan pengukuran ruang gas pada akar spesies ini dan
menemukan 40-50% volume udara yang terkandung di dalamnya. Ketika paparan pada saat
air surut, tekanan akan pulih dengan segera ke tingkat atmosfer, tetapi oksigen akan perlahan-
lahan naik ke dataran tinggi dibawah konsentrasi atmosfer. Perubahan konsentrasi oksigen
akan konsisten dengan suplai oksigen melalui sistem difusi (Allawy et al, 2001).
Konduktansi oksigen pada pneumatophora dalam A. marina ditemukan bergantung
pada jumlah lentisel (Hoveden and Allawy, 1994). Meskipun struktur horisontalnya
kemungkinan mewakili jalur signifikan untuk penerimaan oksigen, terutama diakar di mana
wilayah ujung tidak memiliki lentisel (Hoveden and Allawy, 1995), bibit muda lebih sensitif
terhadap banjir dari bibit tanamanyang lebih tua dan dewasa (Kozlowski, 1997). Dalam bibit,
hasil ukuran yang kecil menyebabkan akses udara terbatas akibat perendaman sebagian
maupun secara total, dan ketiadaan akar udara serta belum berkembangnya sistem ventilasi
internal menyebabkan efisiensi yang rendah dalam transportasi oksigen (Mckee et al, 1988).
Faktor yang mempengaruhi tahap awal pembentukan mangrove penting dalam menentukan
distribusi spesies mangrove terutama bagi pengaturan lingkungan.
Sedimen pada bagian bawah, kerapatan vegetasi, dan gerakan air dapat mempengaruhi
spesies Avicenia maupun Soneratia dan Rhizopora (Thampanya et al, 2002). Berdasarkakn
study yang dilakukan terhadap adaptasi anatomi dan morfologi hutan bakau dewasa yang
tergenang air dan garam, dan temuan sebelumnya pada bibit bruguiera gymnorrhiza, dapat
diambil suatu hipotesis bahwa variasi anatomi bibit A. marina akan merespon secara positif
pada genangan normal tetapi akan memberikan respon secara negatif apabila banjir terlalu
berlebihan. Sehingga untuk mengukur hipotesis ini, berbagai pengukuran anatomi dilakukan
pada individu bibit A. marina yang ditumbuhkan dalam peralatan eksperimental dengan
kondisi yang dibuat menjadi pasang surut semidiurnal.
II. MATERIAL dan METODE
II.1. Desai Eksperimen, Bahan Tanaman dan Kondisi Budidaya
Desain eksperimen, bahan tanaman dan kondisi budidaya tersebut seperti yang telah
dijelaskan oleh Chen et al (2004, 2005) dan Wang et al (2007). Tujuh tank plastik (65cm x 50
cm x 50 cm) bertindak sebagai wadah simulasi pasang surut dalam ekksperimen yang
ditunjukkan oleh gambar 1. Untuk pengisian tangki dilakukan dalam waktu dua jam, tangki
tersebut diisi melalui pipa menggunakan air laut yang telah diencerkan. Setelah tank pertama
penuh, air akan mengalir ke atas menuju tank B, dan tank yang lainnya. Setelah tank F penuh,
semua air di tank A, B, C, D, E dan F itu dibongkar dengan timer yang dikontrol oleh katup
pada dasar tangki masing-masing. Proses tersebut memerlukan waktu sekitar 5 menit agar air
dapat mengalir keluar dari tangki seluruhnya. Oleh karena itu, tangki pertama yang terisi
penuh dengan air akan tergenang selama 12 jam dalam sekali siklus pasang surut, sedangkan
durasi genang pada tangki yang lainnya hanya 10, 8, 6, 4, 2 dan 0 jam. Ada dua siklus pasang
dalam sehari. Ada empat pot yang diletakkan di dalam masing-masing tangki, masing-masing
mempunyai ukuran 25 cm dan 25 cm, dengan lubang kecil pada bagian bawahnya untuk
memungkinkan terjadinya drainase sementara air di dalam tangki terkuras habis. Setiap pot
diisi dengan pasir sungai yang telah dibersihkan (diameter= 1mm). Setiap set memiliki tujuh
tank dan wadah air (gambar 1), tiga set peralatan bertindak sebagai ulangan (sebanyak 3 kali),
di mana nantinya datu tanaman per ulangan akan dikumpulkan untuk analisis anatomi.
Hipokotil yang sehat dan matang dari A. mariana dikumpulkan dari muara sungai jiulong di
Town Fugong Country, Provinsi Fujian China (24o29’N, 117o55’E). salinitas air laut yang
digunakan dalam eksperimen adalan 17% (Lin, 1999). Lima hipokotil ditanam dalam pot
masing-masing dan bibit secara berkala terendam air laut buatan dengan salinitas sebesar
15% (air laut bersal dari pantai barat Xiamen 22-28% pada salinitas yang diencerkan
menggunakan air keran). Air ledeng ditambahkan setiap hari untuk mengurangi kerugian
akibat penguapan sedangkan air laut diperbaharui setiap mingu. Semua bibit ditanam di
dalam rumah kaca dengan suhu udara 27-32oC. Bibit yang tergenang di air pasang dengan
kedalaman maksimum 60 cm di atas tangki, dan pada keadaan surut bibit akan sedikit berada
di bawah tingkat pasir.
Study yang telah dilakukan sebelumnya, perlakuan hanya dilakukan pada genangan
air banjir, namun tunas dan daun tetap terkena udara selama perlakuan (Ellison and
Farnsworth, 1997; Ye et al, 2003). Namun pada tahap awal pengembangan, bibit sangat kecil
dan sering terendam oleh air banjir di lapangan. Dalam percobaan simulasi yang dilakukan,
waktu banjir untuk setiap siklus pasang surut semidiurnal adalah tujuh kali, sesuai dengan
lamanya banjir selama siklus pasang surut di lokasi yang berbeda pada zona pasang surut.
Dua belas jam perlakuan berarti bahwa bibit mangrove tergenang sepanjang waktu dalam
siklus pasang surut (12 jam), yang dilambangkan pada saat banjir pada tingkat pasang surut
terendah, sedang kan pada perlakuan dengan waktu 0 jam akan menyamai tingkat tertinggi
pasang surut di mana bibit tersebut tidak terendam. Semua tanaman tergenang dengan jangka
waktu dua kali sehari kecuali pada perlakuan 0 jam (Chen et al, 2005). Ketika tangki telah
dipenuhi oleh air laut yang diencerkan, tanan mangrove akan benar-benar tengelam dalam
kondisi mesocosm yang terkendali.
II.2. Pengukuran Ciri Anatomi Batang
Setelah 70 hari diperlakukan di dalam tangk, daun dewasa (pasangan kedua dari atas
tunas) dan batang (ruas kedua dari atas ) bibit A. mariana difiksasi dalam formalin 70%
alkohol-glasial asam asetat (5:90:5). Batang dan daun sampel diberi perlakuan dengan cara
didehidrasi dalam seri alkohol (70-100%), dibersihkan di xilena dan ditanam dalam parafin
(56-58oC). Bagian melintang sebesar 10 mm untuk ukuran daun dan 20 mm untuk ukuran
ketebalan batang yang dapat dibentuk menggunakan mikrotom putar. Setelah itu, dilakukan
deparafinasi, derehidrasi dan pemberian safranin (encer 1% dan green fast 0,5% di 95%
alkohol). Bagian sampel yang telah difoto di bawah mikroskop cahaya (olympus BX41,
jepang) dan kamera digital (olysia BioReport Perangkat lunak) untuk menentukan parameter
anatomi. Ketebalan daun, epidermis, hipodermis, parenkim palisade, parenkim spon serta
jumlah kapal di pelepah diukur pada 30 bidang acak dari 456 mm x 341 mm. Ketebalan
dinding dan diameter pembuluh tangensial dipelepah daun, serta ketebalan dinding serat dan
pembuluh dalam batang diukur dalam bidang 30 bidang yaitu 182 mm x 136 mm secara acak,
sedangkan kepadatan dan rasio serat digitung berdasarkan 15 pengukuran secara acak. Serat
adalah jenis komponen yang terdapat pada xilem sekunder tanaman dikotil, mengandung
banyak selulosa dan lignin (Fahn, 1983).serat akan terlihat dengan jelas apabila di beri
pewarna berupa safranin. Rasio serat gelatin dihitung berdasarkanpersamaan berikut ini :
rasio serat = jumlah serat gelatin/ jumlah serat total. Diameter batang, empulur dan ketebalan
korteks secara acak ditentukan dalam 15 bidang 4563 mm x 3410 mm.
II.3. Analisis Statistik
Semua analisis statistik yang akan dilakukan menggunakan sofware SPSS 11,0
dengan bentuk pengujian adalah One-way- ANOVA diikuti dengan metode perbandingan
beberapa berdasarkan pada Benferroni. Metode ini dugunakan untuk menganalisis perbedaan
antara tujuh perlakuan dan analisis regresi linear yang diaplikasikan untuk mengevaluasi
hubungan antara bentuk anatomis dan durasi genangan air.
III. HASIL
Ketebalan epidermis atas dan bawah untuk rasio daun dan mesofil daun meningkat
secara progresif dengan durasi genangan air yang berkepanjangan (gambar 2B dan
E).Sebaliknya, durasi genangan air berkepanjangan yg signifikan menyebabkan efek negatif
pada ketebalan hipodermis, hipodermis untuk rasio ketebalan daun, ketebalan daun, tebal
mesofil, palisade parenkim ketebalan, palisade-spons rasio, diameter pembuluh tangensial
dan ketebalan dinding pembuluh dalam jaringan daun (Gambar 2A, B, D, F dan 3A-C, Tabel
1).
Ketebalan parenkim spons pertama meningkat dengan genangan air berkepanjangan,
mencapai nilai maksimum pada 75 9 mm melalui perlakuan jam 6, dan kemudian cenderung
menurun (Gambar 2C). Di bawah mikroskop cahaya, sel sklerenkim yang ada disekitar urat
nadi utama hanya ada dalam genangan air dengan durasi yg pendek dan dalam kondisi tidak
ada genangan air (genangan air durasi kurang dari 4 jam) (Gambar 3D-F). Korelasi positif
yang diamati adalah pada diameter batang, ketebalan korteks, diameter empulur dan untuk
menahan rasio diameter ketebalan korteks dan durasi genangan air (Gambar 4A dan B, Tabel
1). Diameter pembuluh tangensial, ketebalan dinding pembuluh dan serat berkurang secara
signifikan dengan lama genangan air (Gambar 4C dan D, Tabel 1), Rasio serat tertinggi agar-
agar terjadi dalam 2 jam pengobatan (80%), diikuti oleh 0 h (71%) dan 4 jam (54%). Ketika
durasi genangan air lebih panjang dari 4 jam, tidak ada serat seperti agar-agar yang diamati
(Gambar 4D dan 5A-C).
Mirip dengan temuan sebelumnya di B. gymnorrhiza (Wang et al. 2007), epidermis
atas dan bawah untuk rasio ketebalan daun meningkat secara progresif dengan durasi
genangan air yang tinggi di penelitian ini (Gambar 2E), menunjukkan adaptasi dalam
menanggapi banjir. Penelitian sebelumnya menegaskan bahwa daun Avicennia menyimpan
air di dalam jaringan dalam bentuk hipodermis, yang memainkan fungsi penting dalam
regulasi kehilangan air (Rao dan Tan, 1984). Camilleri dan Ribi (1983) menyarankan bahwa
daun yang tebal memiliki penyimpanan air lebih banyak dari daun yang tipis. Hal ini
menyebabkan penurunan hipodermis untuk rasio ketebalan daun dan ketebalan daun dengan
durasi genangan air yang tinggi. Tidak ada sel sklerenkim diamati ketika durasi genangan air
melebihi 4 jam (Gambar 3E dan F), yang mengakibatkan pengurangan dukungan dan
perlindungan kepada daun. Tebal daun, tebal mesofil, ketebalan palisade parenkim dan rasio
palisade-spons menunjukkan kecenderungan yang sama seperti studi sebelumnya di B.
gymnorrhiza (Wang et al., 2007), dengan mengurangi durasi genangan air (Gambar 2A-C).
Percobaan sebelumnya membuktikan bahwa ketebalan mesofil yang disebabkan penurunan
garam mungkin telah memberi kontribusi pada penurunan hasil fotosintesis dan konduktansi
mesofil di beberapa spesies mangrove (misalnya B. parviflora, B. gymnorrhiza, Excoecaria
agallocha, Heritiera fomes, Phoenix dan Xylocarpus granatum paludosa) (Parida et al., 2004;
Nandy et al., 2007).
Ketebalan mesofil berbanding terbalik dengan kepadatan mesofil jika tidak
berkorelasi positif dengan konduktansi dan mendukung hubungan langsung antara porositas
daun dan konduktansi mesofil (Loreto et al., 1992). Rasio ketebalan daun digunakan sebagai
kriteria untuk membandingkan kelimpahan mesofil dan mencerminkan konduktansi mesofil
(Nandy dkk., 2007). Nandy dkk. (2007) mengasumsikan bahwa semakin tinggi rasio, akan
semakin sedikit terjadi konduktansi mesofil dan sebaliknya. Rasio maksimum mesofil
ketebalan daun terjadi dalam 8 jam perlakuan (Gambar 2B). Daun yang lebih tipis (yaitu,
peningkatan luas daun spesifik) dari Rumex palustris dan R. crispus mencapai pengurangan
yang signifikan dari resistensi difusi air dan pertukaran gas meningkat di daun dan
sekitarnya (Vervuren et al, 1999;. Mommer et al, 2005.).
Dalam penelitian ini, Gambar. 2F dan 4C mengungkapkan bahwa diameter pembuluh
tangensial di batang secara dramatis lebih tinggi dari pada di daun. Namun, ketebalan kedua
dinding pembuluh dan diameter pembuluh tangensial di daun dan batang menunjukkan
respon yang sama dengan genangan air berkepanjangan, cenderung menurun dalam 6 jam
pengobatan (Gambar 2F dan 4C). Dari hasil penelitian ini, diperkirakan bahwa
watertransporting kapasitas dan kekuatan mekanik dari A. marina di jaringan daun dan
batang mungkin stabil dalam durasi 0-4 jam genangan air, tapi bisa terpengaruh secara
negatif ketika durasi genangan air lebih lama dari 4 jam. Untuk B. gymnorrhiza, diameter
pembuluh tangensial dan ketebalan dinding pembuluh dalam jaringan daun menurun secara
dramatis di bawah 2 jam perawatan (Wang et al, 2007), hal ini menunjukkan bahwa sistem
pembuluh darah daun B. gymnorrhiza lebih sensitif terhadap genangan air daripada A.
marina.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jangka pendek durasi genangan air (2 jam)
merangsang pembentukan serat agar-agar (Gambar 4D). Tapi serat agar-agar menurun dan
bahkan tidak ada dengan genangan air berkepanjangan, sesuai dengan penelitian sebelumnya
di Laguncularia racemosa, yang melaporkan bahwa persentase tertinggi dari serat agar-agar
ada di lokasi dengan tingkat banjir rendah dalam lingkungan muara (Ya'n ~ ez-Espinosa et al,
2004.).Meskipun diameter pembuluh konstan, tebal dinding pembuluh dan serat antara 0 dan
4 jam durasi genangan air,dan tidak lebih tinggi dari rasio spons dan mesofil. Untuk rasio
ketebalan daun yang diamati dengan waktu genangan air yang meningkat, menunjukkan
pengurangan air, penyimpanan fotosintesis dan konduktansi mesofil. Namun demikian,
pengukuran tambahan sifat hidrolik dan kekuatan mekanik harus dilakukan dalam penelitian
selanjutnya untuk mendapatkan informasi lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Allaway,W.G.,Curran,M.,Hollington,L.M.,Ricketts,M.C.,Skelton,N.J.,2001.Gas space and oxygen exchange in root sof Avicennia marina (Forssk.)Vierh.var. australasica (Walp.)MoldenkeexN.C.Duke,theGreyMangrove.WetlandsEcol. Manage.9,211–218.
Arens,N.C.,1997.Responses of leaf anatomy to light environment in the tree fern Cyathea caracasana (Cyatheaceae) and its application to some ancient seed ferns.Palaios12,84–94.
Armstrong,W.,1979.Aeration in higher plants.Adv.Bot.Res.7,225–332.Camilleri,J.C.,Ribi,G.,1983.Leaf thickness of mangroves (Rhizophoramangle) growing in
different salinities .Biotropica15,139–141.Carlquist,S.,2002.Comparative Wood Anatomy.Springer-Verlag,Berlin.Chen,L.Z.,Wang,W.Q.,Lin,P.,2004.Influence of water logging time on the growth of
Kandelia candel seedlings.ActaOceanol.Sin.23,149–158.Chen,L.Z.,Wang,W.Q.,Lin,P.,2005.Photosynthetic and physiological responses of Kandelia
candel L.Druceseedlings to duration of tidal immersion in artificial seawater.Environ.Exp.Bot.54,256–266.
Nandy,P.,Das,S.,Ghose,M.,Spooner-Hart,R.,2007.Effects of salinity on photo-synthesis,leaf anatomy,ion accumulation and photosynthetic nitrogen use efficiency in five Indian mangroves.WetlandsEcol.Manage.15,347–357.
Vervuren,P.J.A.,Beurskens,S.,Blom,C.,1999.Light acclimation,CO2 response and long-term capacity of underwater photosynthesis in three terrestrial plant species.PlantCellEnviron.22,959–968.
Wang,W.,Wang,M.,2007.The Mangroves of China.Science Press,Beijing.Ya ´n ˜ez-Espinosa,L.,Terrazas,T.,Lo ´pez-Mata,L.,Valdez-Hernandez,J.I.,2004.Wood
Variation in Laguncularia racemosa and its effect on fibre quality.WoodSci. Technol.38,217–226