tugas bedah

30

Click here to load reader

Upload: debbie-takaliuang

Post on 09-Dec-2015

29 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Tugas Koas Bedah

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Bedah

Nama : Ayu Sriningsih

Nim : 112014026

1. Region-regio tubuh manusia

Regio Capitis

1. Frontalis (dahi, ubun-ubun)

2. Orbitalis

3. Nasalis

4. Infraorbital

5. Oralis

6. Mentalis

7. Buccalis

8. Zygomatical

9. Temporalis

10. Parietalis

11. Occipitalis

Region Colli

1. Sternocleidomastoideus

2. Trigonum Submentale

3. Trigonum Submandibulare

4. Trigonum Caroticum

5. Cervicalis Lateralis

Region Thorax 1. Pectoralis

Page 2: Tugas Bedah

2. Parasternalis

3. Clavipectorale

4. Axillaris

Region Abdominal1. Epigastrica

2. Hipochondriaca

3. Umbilica

4. Lumbal

5. Hipogastric

6. Inguinalis

Regio Ekstremitas Superior

Page 3: Tugas Bedah

1. Deltoidea

2. Brachialis

3. Cubitalis

4. Antebrachialis

5. Carpalis

6. Dorsum manus

7. Digiti

Regio Ekstremitas inferior (Anterior)

1. Femoralis Anterior

2. Trigonum femorale

3. Patella (genus anterior)

4. Cruralis anterior

5. Dorsum pedis

6. Digiti

Regio Ekstremitas inferior (Posterior)

Page 4: Tugas Bedah

1. Glutealis

2. Femoralis posterior

3. Patella/genus posterior

4. Cruralis posterior

5. Calcamea

6. Pedis

2. Tumor marker

Tumor marker atau penanda tumor dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara:

berdasarkan strukturkimianya, jaringan asalnya, tipe malignansinya. Klasifikasi yang paling

umum digunakan adalah mengombinasikan unsur biokimiawi, jaringan asal, dan

fungsionalnya.

a. Protein Onkofetal

Protein onkofetal adalah antigen yang umumnya diproduksi pada perkembangan

embrional. Pada dewasa, produksi akan dibatasi atau akan hilang sama sekali.

Peningkatan konsentrasi pada dewasa disebabkan oleh reaktivasi dari gen tertentu yang

mengontrol pertumbuhan selular dan secara langsung dihubungkan dengan proses

malignansi.

Carcinoembyonic antigen

(CEA) adalah salah satu contohnya. Pada perkembangan embrional, CEA diproduksi

di sel epitelial dari traktus gastrointestinal, hati, dan pankreas. CEA penting pada

pasien dengan kanker kolorektal karena 65% dari seluruh pasien dan 100% dari

Page 5: Tugas Bedah

pasien dengan metastasis memiliki peningkatan CEA. Selain itu, marker ini juga

digunakan untuk pasien dengan malignansi lainnya seperti kanker payudara, ovarium,

pankreas, paru-paru, hati, dan endometrium. Konsentrasi serum antara 4-10 ng/ml

dapat ditemukan pada pasien dengan malignansi atau pasien dengan penyakit jinak,

bahkan pada perokok berat. Sementara itu, kosentrasi di atas 10 ng/ml sudah

mengarah pada malignansi. Peningatan konsentrasi serum juga ditemukan pada

pasien dengan bronkitis, gastrtis, ulkus duodenal, penyakit hati, pankreatitis, dan

poliposis kolorektal.

Alfa-fetoprotein

(AFP) adalah glikoprotein yang diproduksi di yolk sac, sel epithelial dari traktus

gastrointestinal, dan hati selama perkembangan embrional. Pada kehamilan, AFP

memasuki cairan amnion melalui darah fetus, melalui plasenta, dan menuju darah

maternal. Pada dewasa, AFP dapat ditemukan pada darah dalam konsetrasi yang

sangat rendah. Konsentrasi serum normal dicapai pada usia 9 bulan setelah kelahiran.

Peningkatan kadar AFP serum (di atas 10 ng/ml) pada dewasa dapat ditemukan pada

pasien dengan hepatitis viral akut, sirosis hati, ikterus obstruktif, dan pada penyakit

malignansi, seperti halnya pada kanker pankreas, kanker paru-paru, dan kanker

gastrik. Fungsi utama AFP adalah follow up pasien dengan karsinoma hepato selular

(95-100% sepsifisitas dan sensitivitas). Konsentrasi yang mencapai 1200 ng/ml

memastikan diagnosis dari kanker primer hari dan pasien dengan tumor germinal

non-seminoma (spesifisitas 60%).

b. Hormon

Proses malignansi dapat mengubah sintesis dan sekresi dari berbagai hormon.

Perubahan kuantitatif dan kualitatif dari sintesis dan sekresi hormon dapat menjadi

indikator proses malignansi. Perubahan kuantitatif dapat muncul jika tumor berkembang

pada jaringan kelenjar endokrin, sehingga mempengaruhi produksi normal dari hormon.

Kelompok ini terdiri dari penanda tumor malignan endokrin, seperti hormon paratiroid,

insulin, prolaktin, katekolamin, dan lain-lain. Perubahan kualitatif muncul jika sel yang

bertransformasi dari berbagai organ (paru-paru, payudara, lambung, sistem saraf pusat,

dan ovarium) mulai memproduksi hormon (disebut pula produksi ektopik. Sebagai

Page 6: Tugas Bedah

contoh, kalsitonin dan paratiroid pada kanker payudara, lipotropin pada tumor karsinoid,

serta kalsinoid, insulin, dan paratiroid [ada malignomatimus. Di antara hormon lainnya,

βHC

Merupakan tumor marker yang sering digunakan. Protein ini tergabung dalam

kelompok antigen karsino plasental, yaitu protein yang disintesis di plasenta selama

kehamilan dan dapat ditemukan pada dewasa untuk beberapa kondisi. Peningkatan

konsentrasinya dapat ditemukan pada seluruh wanita dengan tumor germinal dengan

komponen tropoblastik (koriokarsinoma), molahidatidosa, dan beberapa pasien pria

dengan tumor germinal.βHCG memiliki waktu paruh yang sangat cepat (36-48 jam)

sehingga dapat digunakan untuk follow up respons tatalaksana, sebagaimana kita

dapat memprediksiprognosis. Dikombinasikan dengan AFP, βHCG merupakan

penanda yang baik untuk pasien dengan tumor germinal.

c. Enzim

Beberapa enzim khusus diproduksi lebih banyak jika proses malignansi muncul pada

organisme, sehingga dapat digunakan sebagai tumor marker. Prostatic acid phosphatase

(PAP) adalah enzim yang diproduksi olhe jaringan prostat normal. Peningkatan

konsnetrasi (lebih dari 3 ng/ml) dapat ditemukan pada pasien dengan kanker prostat dan

umumnya dihubungkan dengan fase lanjut dari penyakit ketikatumor mempenestasi

kapsul prostat. Penentuan PAP dapat digunakan untuk membedakan proses jinak dengan

malignan.

Alkaline phosphatase

(AP) muncul pada bentuk iso-enzim yang disintesis di hati, tulang, atau plasenta.

Peningkatan konsentrasi serum pada pasien dengan penyakit malignan umumnya

mengindikasikan metastasis menuju hati dan/atau tulang, dan/atau adanya tumor

primer tulang (osteosarkoma). Neuron specific enolase (NSE) adalah enzim glikolitik

sitoplasma yang pertama kali dideteksi pada sel dengan asal neuroektodermal dan

neuronal. Seiring dengan perkembangan pengetahuan, NSE ditemukan pada jaringan

tumor dengan diferensiasi neuroektodermal dan neuroendokrin.

d. Tumor-Associated Antigens

Kelompok ini terdiri dari penanda struktur membran dari sel tumor. Perkembangan

teknologi menunjukkan kemungkinan memproduksi antibody monoklonal sepsifik untuk

Page 7: Tugas Bedah

antigen yang menjadi karakteristik sel tumor. Karena itu, penanda grup ini lebih spesifik

untuk tipe malignansi dibandingkan penanda lainnyadan cukup sering konsentrasi

serumnya merefleksikan lebih akurat mengenai pertumbuhan atau regresi dari massa

tumor.

Antigen carninomic 15-3

(CA 15-3) diproduksi pada epitel sekretorik dan dapat ditemukan pada ekskresi dari

dewasa sehat. Peningkatan konsentrasi serum hingga 30U/ml dideteksi pada pasien

dengan kanker payudara. Akan tetapi, peningkatan CA 15-3 dapat pula ditemukan

pada malignansi lainnnya seperti kanker paru-paru, prostat, ovarium, dan lain

sebagainya. Meski tidak spesifik, CA 15-3 merupakan indikator yang baik untuk

respons tatalaksana dan manifestasi penyakit pada kanker payudara. Penggunaan CA

1503 dan CEA pada kanker payudara meningkatkan sensitivitas pemeriksaan. CA

125 merupakan karakteristik dari kanker ovarium. Pada perkembangan embrional,

CA 125 diproduksi pada epitelium selomik, duktus Muellerian, sel epithelial pleura,

perikardium, dan peritoneum. Pada dewasa, CA 125 dapat ditemukan padamukosa

serviks uteri dan parenkim paru, namun tidak diproduksi oleh jaringan ovarianyang

sehat. Peningkatan konsentrasi hingga 35 U/ml dapat ditemukan pada kanker

ovarium, penyakit ginekologis dan malignansi non-ginekologikal.

CA 19-9

Adalah glikolipid yang menunjukkan adanya hapten Lewis termodifikasi dari sistem

golongan darah. CA 19-9 umumnya meningkat pada serum pasien dengan tumor

gastrointestinal. Penanda ini sedikit lebih spesifik untuk kanker hati dan pankreas,

tetapi umum juga meningkat pada pasine dengan kolorektal, gastrik, dan kanker

ovarium. Pada konsentrasi yang cukup tinggi, CA 19-9 dapat ditemukan pada cairan

prostat, cairan gastrik, cairan amnion, dan ekskresi pankreas dan duodenum.

Prostate spesific antigen

(PSA) adalah protease serin yang diekstraksi dari prostat dan sperma. PSA diproduksi

pada jaringan prostat dan diekskresikan melalui cairan prostat. Peran protease serin

ini untuk mencegah koagulasi sperma. Pada orang yang sehat, PSA dalam jumlah

yang sangat kecil memasuki aliran darah. Pada pasien dengan gangguan prostat,

jumlah PSA akan meningkat pada darah. Penanda ini spesifik untuk kanker prostat

Page 8: Tugas Bedah

dan kadarnya menggambarkan tingkat bahaya dari kanker. Dengan interpretasi dalam

bentuk PSA yang berbeda (total, terikat, bebas) dan evaluasi yang baik dari rasionya,

pasien dapat diprediksikan dengan cukup baik, apakah mengalami kondisi penyakit

prostat yang jinak ataupun malignan.

e. Protein Serum Khusus

Kelompok ini terdiri dari berbagai protein, salah satunya adalah feritin. Feritin berikatan

dengan besi intraselular dan bertanggung jawab untuk detoksikasi. Pada kondisi normal,

konsentrasi tinggi dari feritin dapat ditemukan pada hati, limfa, dan sumsum tulang.

Kadar normalnya berkisar dari 8-440 nng/ml. Konsentrasi yang meningkat dapat

ditemukan pada pasien dengan leukimia akut, limfoma Hodgkin,kanker paru, hati, dan

prostat.

Tiroglobulin

Adalah glikoprotein intraselular yang bertanggung jawab untuk produksi dan

penyimpanan tirosin. Dalam konsentrasi yang rendah, glikoprotein ini dapat

ditemukan pada orang sehat (0-75 ng/ml), dimana konsentrasi yang tinggi ditemukan

pada pasien dengan karsinoma tiroid berdiferensiasi folikular.

Beta-2-mikroglobulin adalah protein yang identik dengan rantai pendek HLA

danmuncul pada membran sel pada seluruh sel yang berdiferensiasi. Peningkatan

konsentrasinya ditemukan pada pasien dengan kanker paru, hati, pankreas, dan

kolorektal, serta limfoma dan leukemia limfoid kronik.

Protein S-100 memiliki kisaran normal di bawah 0,3 ng/ml. Protein ini menajdi

indikator yang baik untuk trauma sistem saraf pusat dan berbagai kanker pada saraf,

seperti neurinoma, glioblastoma, astrositoma, dan meningeoma. Protein ini juga

memoliki peran spesial sebagai faktor prognostik pada pasien dengan melanoma

malignan.

3. Tes undulasi : Meminta pasien menekan kedua tangan pada midline abdomennya (kanan kiri)

ketuklah satu sisi abdomen dengan jari dan rasakan pada sisi yang lain dengan tangan yang

lain, adanya getaran yang diteruskan cairan asites.

4. Pemeriksaan Lab

Page 9: Tugas Bedah

Hb Hemoglobin

Hemoglobin adalah molekul di dalam eritrosit (sel darah merah) dan bertugas untuk

mengangkut oksigen. Kualitas darah dan warna merah pada darah ditentukan oleh  kadar

Hemoglobin.

Bayi baru lahir : 12-24gr/dL

Anak : 10-16 gr/dL

Wanita : 12-16 gr/dL

Pria : 14-18 gr/dL

Penurunan Hb terjadi pada penderita: anemia penyakit ginjal, dan pemberian cairan intra-

vena (misalnya infus) yang berlebihan. Selain itu dapat pula disebabkan oleh obat-obatan

tertentu seperti antibiotika, aspirin, antineoplastik, indometasin.

Peningkatan Hb terjadi pada pasien dehidrasi, penyakit paru obstruktif menahun (COPD),

gagal jantung kongestif, dan luka bakar. Obat yang dapat meningkatkan  Hb yaitu

metildopa (salah satu jenis obat darah tinggi)  dan gentamicin (Obat untuk infeksi pada

kulit

Trombosit (Platelet)

Trombosit adalah komponen sel darah yang berfungsi dalam proses menghentikan

perdarahan dengan membentuk gumpalan. Penurunan sampai di bawah 100.000

permikroliter (Mel) berpotensi terjadi perdarahan dan hambatan perm-  bekuan darah.

Jumlah normal pada tubuh manusia adalah 200.000-400.ooo/Mel darah. Biasanya

dikaitkan dengan penyakit demam berdarah.

Hematocrit

Hematokrit menunjukkan persentase zat padat (kadar sel darah merah, dan Iain-Iain)

dengan jumlah cairan darah. Semakin tinggi persentase HMT berarti konsentrasi darah

makin kental. Hal ini terjadi karena adanya perembesan (kebocoran) cairan ke luar dari

pembuluh darah sementara jumlah zat padat tetap, maka darah menjadi lebih

kental.Diagnosa DBD (Demam Berdarah Dengue) diperkuat dengan nilai HMT > 20 %.

Nilai normal HMT :  

Page 10: Tugas Bedah

Anak 33 -38%

Pria dewasa 40 – 48 %

Wanita dewasa 37 – 43 %

Penurunan HMT terjadi pada pasien yang mengalami kehilangan darah akut (kehilangan

darah secara mendadak, misal pada kecelakaan), anemia, leukemia, gagalginjal kronik,

mainutrisi, kekurangan vitamin B dan C, kehamilan, ulkuspeptikum (penyakit tukak

lambung).

Peningkatan HMT terjadi pada dehidrasi, diare berat,eklampsia (komplikasi pada

kehamilan), efek pembedahan, dan luka bakar, dan Iain-Iain.

LDH (Laktat Dehidrogenase)

Merupakan salah satu enzim yang melepas hidrogen, dan tersebar luas pada jaringan

terutama ginjal, rangka, hati, dan otot jantung. Peningkatan LDH menandakan adanya

kerusakan jaringan. LDH akan meningkat sampai puncaknya 24-48 jam setelah infark

miokard (serangan jantung) dan tetap normal 1-3 minggu  kemudian. Nilai normal: 80 –

240 U/L

Laju Endap Darah (LED)

LED untuk mengukur kecepatan endap eritrosit (sel darah merah) dan menggambarkan

komposisi plasma serta perbandingannya antara eritrosit (sel darah merah) dan plasma.

LED dapat digunakan sebagai sarana pemantauan keberhasilan terapi, perjalanan

penyakit, terutama pada penyakit kronis seperti Arthritis Rheumatoid (rematik), dan

TBC. Peningkatan LED terjadi pada infeksi akut lokal atau sistemik (menyeluruh),

Page 11: Tugas Bedah

trauma, kehamilan trimester II dan III, infeksi kronis, kanker, operasi, luka

bakar.Penurunan LED terjadi pada gagal jantung kongestif, anemia sel sabit, kekurangan

faktor pembekuan, dan angina pektoris (serangan jantung).Selain itu penurunan LED juga

dapat disebabkan oleh penggunaan obat seperti  aspirin, kortison, quinine, etambutol.

C-Reactive Protein (CRP) merupakan suatu protein fase akut yang dihasilkan oleh hati,

yakni protein yang konsentrasinya akan meningkat bila terjadi cedera akut,

peradangan/inflamasi atau infeksi. CRP merupakan penanda inflamasi yang sudah

dikenal secara luas dan memiliki peran penting dalam proses Aterosklerosis. Hasil

penelitian menunjukan bahwa peningkatan CRP (walaupun masih dalam batas normal)

merupakan prediktor yang kuat untuk terjadinya penyakit kardiovaskular. High

Sensitivity CRP (hS-CRP) adalah pemeriksaan untuk mengukur konsentrasi CRP yang

sangat kecil hingga bersifat lebih sensitif. Manfaat pemeriksaan untuk memprediksi

faktor risiko penyakit kardiovaskular seperti penyakit jantung koroner; memantau kondisi

post-operasi, PID (Pelvic Inflammantory Disease), sepsis pada pasien kritis; dan

mendiagnosis apendistis akut.

Anti-nuklir antibodi (juga dikenal sebagai anti-nuclear factor atau ANF) adalah

autoantibodi yang mempunyai kemampuan mengikat pada struktur-struktur tertentu

didalam inti (nukleus) dari sel-sel lekosit. ANA yang merupakan imunoglobulin (IgM,

IgG, dan IgA) bereaksi dengan inti lekosit menyebabkan terbentuknya antibodi, yaitu

anti-DNA dan anti-D-nukleoprotein (anti-DNP). Anti-DNA dan anti-DNP hampir selalu

dijumpai pada penderita SLE. Temuan anti-DNA akan berfluktuasi bergantung pada

proses penyakit ini, yang disertai dengan remisi dan eksaserbasi. Anti-DNA 95% dapat

ditemukan pada penderita nefritis lupus.

Uji ANA merupakan skrining untuk lupus eritematosus sistemik (SLE) dan

penyakit kolagen lainnya. Kadar total ANA juga dapat meningkat pada penyakit

skleroderma, rheumatoid arthritis, sirosis, leukemia, mononukleosis infeksiosa, dan

malignansi. Untuk mendiagnosis lupus, temuan uji ANA harus dibandingkan dengan

hasil uji lupus lainnya.

Page 12: Tugas Bedah

HASIL NORMAL : Negatif ( kurang dari 20 Units)

HASIL ABNORMAL : Equivocal : 20 – 60 Units, 

Positif : lebih dari 60 Units atau titer 1/160 atau lebih.

Faktor reumatoid (rheumatoid factor, RF) adalah immunoglobulin yang bereaksi dengan

molekul IgG. Karena penderita juga mengandung IgG dalam serum, maka RF termasuk

autoantibodi. Faktor penyebab timbulnya RF ini belum diketahui pasti, walaupun aktivasi

komplemen akibat adanya interaksi RF dengan IgG memegang peranan yang penting

pada rematik artritis (rheumatoid arthritis, RA) dan penyakit-penyakit lain dengan RF

positif. Sebagian besar RF adalah IgM, tetapi dapat juga berupa IgG atau IgA.

RF positif ditemukan pada 80% penderita rematik artritis. Kadar RF yang sangat

tinggi menandakan prognosis yang buruk dengan kelainan sendi yang berat dan

kemungkinan komplikasi sistemik.

RF sering dijumpai pada penyakit autoimun lain, seperti LE, scleroderma,

dermatomiositis, tetapi kadarnya biasanya lebih rendah dibanding kadar RF pada rematik

arthritis. Kadar RF yang rendah juga dijumpai pada penyakit non-imunologis dan orang

tua (di atas 65 tahun).

Uji RF tidak digunakan untuk pemantauan pengobatan karena hasil tes sering

dijumpai tetap positif, walaupun telah terjadi pemulihan klinis. Selain itu, diperlukan

waktu sekitar 6 bulan untuk peningkatan titer yang signifikan. Untuk diagnosis dan evaluasi RA

sering digunakan tes CRP dan ANA.

Nilai Rujukan

DEWASA : penyakit inflamasi kronis; 1/20-1/80 positif untuk keadaan rheumatoid

arthritis dan penyakit lain; > 1/80 positif untuk rheumatoid arthritis.

ANAK : biasanya tidak dilakukan

LANSIA : sedikit meningkat

*Nilai rujukan mungkin bisa berbeda untuk tiap laboratorium, tergantung metode yang

digunakan.

Page 13: Tugas Bedah

Fosfatase alkali (alkaline phosphatase, ALP) merupakan enzim yang diproduksi terutama

oleh epitel hati dan osteoblast (sel-sel pembentuk tulang baru); enzim ini juga berasal dari

usus, tubulus proksimalis ginjal, plasenta dan kelenjar susu yang sedang membuat air

susu. Fosfatase alkali disekresi melalui saluran empedu. Meningkat dalam serum apabila

ada hambatan pada saluran empedu (kolestasis). Tes ALP terutama digunakan untuk

mengetahui apakah terdapat penyakit hati (hepatobiliar) atau tulang.

Pada orang dewasa sebagian besar dari kadar ALP berasal dari hati, sedangkan

pada anak-anak sebagian besar berasal dari tulang. Jika terjadi kerusakan ringan pada sel

hati, mungkin kadar ALP agak naik, tetapi peningkatan yang jelas terlihat pada penyakit

hati akut. Begitu fase akut terlampaui, kadar serum akan segera menurun, sementara

kadar bilirubin tetap meningkat. Peningkatan kadar ALP juga ditemukan pada beberapa

kasus keganasan (tulang, prostat, payudara) dengan metastase dan kadang-kadang

keganasan pada hati atau tulang tanpa matastase (isoenzim Regan).

Kadar ALP dapat mencapai nilai sangat tinggi (hingga 20 x lipat nilai normal)

pada sirosis biliar primer, pada kondisi yang disertai struktur hati yang kacau dan pada

penyakit-penyakit radang, regenerasi, dan obstruksi saluran empedu intrahepatik.

Peningkatan kadar sampai 10 x lipat dapat dijumpai pada obstruksi saluran empedu

ekstrahepatik (misalnya oleh batu) meskipun obstruksi hanya sebagian. Sedangkan

peningkatan sampai 3 x lipat dapat dijumpai pada penyakit hati oleh alcohol, hepatitis

kronik aktif, dan hepatitis oleh virus.

Pada kelainan tulang, kadar ALP meningkat karena peningkatan aktifitas

osteoblastik (pembentukan sel tulang) yang abnormal, misalnya pada penyakit Paget. Jika

ditemukan kadar ALP yang tinggi pada anak, baik sebelum maupun sesudah pubertas, hal

ini adalah normal karena pertumbuhan tulang (fisiologis). Elektroforesis bisa digunakan

untuk membedakan ALP hepar atau tulang. Isoenzim ALP digunakan untuk membedakan

penyakit hati dan tulang; ALP1 menandakan penyakit hati dan ALP2 menandakan

penyakit tulang.

Jika gambaran klinis tisak cukup jelas untuk membedakan ALP hati dari

isoenzim-isoenzim lain, maka dipakai pengukuran enzim-enzim yang tidak dipengaruhi

oleh kehamilan dan pertumbuhan tulang. Enzim-enzim itu adalah : 5’nukleotidase

(5’NT), leusine aminopeptidase (LAP) dan gamma-GT. Kadar GGT dipengaruhi oleh

Page 14: Tugas Bedah

pemakaian alcohol, karena itu GGT sering digunakan untuk menilai perubahan dalam

hati oleh alcohol daripada untuk pengamatan penyakit obstruksi saluran empedu.

Metode pengukuran kadar ALP umumnya adalah kolorimetri dengan

menggunakan alat (mis. fotometer/spektrofotometer) manual atau dengan analizer kimia

otomatis. Elektroforesis isoenzim ALP dilakukan untuk membedakan ALP hati dan

tulang. Bahan pemeriksaan yang digunakan berupa serum atau plasma heparin.

Nilai Rujukan

DEWASA : 42 – 136 U/L, ALP1 : 20 – 130 U/L, ALP2 : 20 – 120 U/L,Lansia : agak

lebih tinggi dari dewasa

ANAK-ANAK : Bayi dan anak (usia 0 – 20 th) : 40 – 115 U/L), Anak berusia lebih tua

(13 – 18 th) : 50 – 230 U/L.

Masalah Klinis

PENINGKATAN KADAR : obstruksi empedu (ikterik), kanker hati, sirosis sel hati,

hepatitis, hiperparatiroidisme, kanker (tulang, payudara, prostat), leukemia, penyakit

Paget, osteitis deforman, penyembuhan fraktur, myeloma multiple, osteomalasia,

kehamilan trimester akhir, arthritis rheumatoid (aktif), ulkus. Pengaruh obat :

albumin IV, antibiotic (eritromisin, linkomisin, oksasilin, penisilin), kolkisin,

metildopa (Aldomet), alopurinol, fenotiazin, obat penenang, indometasin (Indocin),

prokainamid, beberapa kontrasepsi oral, tolbutamid, isoniazid, asam para-

aminosalisilat.

PENURUNAN KADAR : hipotiroidisme, malnutrisi, sariawan/skorbut (kekurangan

vit C), hipofosfatasia, anemia pernisiosa, isufisiensi plasenta. Pengaruh obat :

oksalat, fluoride, propanolol (Inderal)

5. Magnetic Resosultion imaging

Secara garis besar instrumen MRI terdiri dari: a. Sistem magnet yang berfungsi membentuk

medan magnet. Agar dapat mengoperasikan MRI dengan baik, kita perlu mengetahui

tentang : tipe magnet, efek medan magnet, magnet shielding ; shimming coil dari pesawat

MRI tersebut ; b. Sistem pencitraan berfungsi membentuk citra yang terdiri dari tiga buah

kumparan koil, yaitu : 1.Gradien koil X, untuk membuat citra potongan sagittal. 2 Gardien

koil Y, untuk membuat citra potongan koronal. 3.Gradien koil Z untuk membuat citra

Page 15: Tugas Bedah

potongan aksial . Bila gradien koil X, Y dan Z bekerja secara bersamaan maka akan

terbentuk potongan oblik; c. Sistem frequensi radio berfungsi mem-bangkitkan dan

memberikan radio frequensi serta mendeteksi sinyal ; d. Sistem komputer berfungsi untuk

membangkitkan sekuens pulsa, mengontrol semua komponen alat MRI dan menyimpan

memori beberapa citra; e. Sistem pencetakan citra, berfungsinya untuk mencetak gambar

pada film rongent atau untuk menyimpan citra.

Aplikasi

Pemeriksaan MRI bertujuan mengetahui karakteristik morpologik yaitu lokasi,

ukuran, bentuk, perluasan dan lain lain dari keadaan patologis. Tujuan tersebut dapat

diperoleh dengan menilai salah satu atau kombinasi gambar penampang tubuh akial, sagittal,

koronal atau oblik tergantung pada letak organ dan kemungkinan patologinya. Adapun jenis

pemeriksaan MRI sesuai dengan organ yang akan dilihat, misalnya : 1. Pemeriksaan kepala

untuk melihat kelainan pada : kelenjar hipofisis, lobang telinga dalam , rongga mata , sinus ;

2. Pemeriksaan otak untuk mendeteksi : stroke / infark, gambaran fungsi otak, perdarahan,

infeksi; tumor, kelainan bawaan, kelainan pembuluh darah seperti aneurisma, angioma,

proses degenerasi, atrofi; 3. Pemeriksaan tulang belakang untuk melihat proses Degenerasi

(HNP), tumor, infeksi, trauma, kelainan bawaan. 4. Pemeriksaan Muskuloskeletal untuk

organ : lutut, bahu, siku, pergelangan tangan, pergelangan kaki, kaki, untuk mendeteksi

robekan tulang rawan, tendon, ligamen, tumor, infeksi/abses dan lain lain ;5. Pemeriksaan

Abdomen untuk melihat hati , ginjal, kantong dan saluran empedu, pakreas, limpa, organ

ginekologis, prostat, buli-buli 6. Pemeriksaan Thorax untuk melihat paru dan jantung.

MRI sebagai salah satu modalitas diagnostik

MRI adalah suatu alat kedokteran di bidang pemeriksaan diagnostik radiologi, yang

menghasilkan rekaman gambar potongan penampang tubuh/organ manusia dengan

menggunakan medan magnet berkekuatan antara 0,064 – 1,5 tesla (1 tesla = 1000 Gauss) dan

resonansi getaran terhadap inti atom hidrogen. Beberapa faktor kelebihan yang dimilikinya,

terutama kemampuannya membuat potongan koronal, sagital, aksial dan oblik tanpa banyak

memanipulasi posisi tubuh pasien sehingga sangat sesuai untuk diagnostic jaringan lunak.

Teknik penggambaran MRI relatif komplek karena gambaran yang dihasilkan

tergantung pada banyak parameter. Bila pemilihan parameter tersebut tepat, kualitas gambar

MRI dapat memberikan gambaran detail tubuh manusia dengan perbedaan yang kontras,

Page 16: Tugas Bedah

sehingga anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat dievaluasi secara teliti. Untuk

menghasilkan gambaran MRI dengan kualitas yang optimal sebagai alat diagnostik, maka

harus memperhitungkan hal-hal yang berkaitan dengan teknik penggambaran MRI, antara

lain : a. Persiapan pasien serta teknik pemeriksaan pasien yang baik, b. Kontras yang sesuai

dengan tujuan pemeriksaanya. Saat ini tersedia beberapa perangkat diagnostik, seperti

Computed Tomography (CT scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Perangkat ini

merupakan modalitas yang dapat membantu menegakkan diagnosis penyakit. MRI lebih

unggul dibandingkan dengan alat pencitra radiologi yang lain, seperti pesawat sinar-X

konvensional, ultrasonografi, dan CT scan karena dapat menampilkan secara detail anatomi

suatu organ berdasarkan kemampuannya yang lebih baik dalam mendeteksi jaringan lunak.

Selain itu, MRI tidak menggunakan sinar-X sehingga tidak ada kekhawatiran timbulnya efek

biologis, mutasi gen, dan terjadinya keganasan akibat radiasi pengion, di kemudian hari dapat

dihindarkan.

Secara spesifik kelebihan MRI dibandingkan dengan pemeriksaan CT Scan adalah: 1.

MRI lebih unggul untuk mendeteksi beberapa kelainan pada jaringan lunak seperti otak,

sumsum tulang, serta muskuloskeletal. MRI memberikan resolusi yang tinggi dan

kemampuan yang lebih baik dibandingkan dengan CT scan dalam untuk mendeteksi lesi-lesi

patologis di daerah white matter. 2. MRI mampu memberi gambaran detail anatomi dengan

lebih jelas. 3. Mampu melakukan pemeriksaan fungsional seperti pemeriksaan difusi, perfusi

dan spektroskopi yang tidak dapat dilakukan dengan CT Scan. 4. Mampu membuat gambaran

potongan melintang, tegak, dan miring tanpa merubah posisi pasien. 5. MRI tidak

menggunakan radiasi pengion. MRI bersasaran (targeted MRI) sebagai salah satu imejing

molekuler Molekuler imejing adalah karakterisasi dan pengukuran invivo proses biologis

pada tingkat molekuler dan seluler dimana teknik imejing ini mengajukan untuk “memprobe”

abnormalitas molekuler yang merupakan dasar penyakit dan bukan menggambarkan efek

akhir dari perubahan molekuler. Untuk membuat image molekul spesifik in vivo beberapa

kriteria kunci secara umum harus dipenuhi yaitu (a) ketersediaan probe afinitas tinggi dengan

farmakodinamika yang reasonable (b) kemampuan probe ini untuk mengatasi hambatan

pengiriman biologis (vaskuler, interstitiel, dan membran sel) (c) pemakaian strategi

amflipikasi (kimiawi dan biologis) dan (d) ketersediaan teknik imejing yang sensitif, cepat

dan beresolusi tinggi. MRI merupakan salah satu modalitas dalam imejing yang paling

Page 17: Tugas Bedah

mungkin “masuk” dalam skenario tersebut melalui penggunaan senyawa pengontras

bertarget disertai amplifikasi biologis. Prinsip kerja MRI adalah interaksi antara gelombang

frekuensi radio dan spin inti hidrogen jaringan tubuh ketika dimasukkan ke dalam medan

magnit yang kuat. Apabila radio frekuensi dihidupkan (on), dengan frekuensi yang sama

dengan atom hidrogen, energi yang dipancarkan akan diserap oleh inti atom hidrogen

sehingga terjadi magnetisasi longitudinal dan transversal, dengan perkataan lain terjadi

resonanasi.

Apabila radio frekuensi dimatikan maka energi yang diserap akan dilepaskan kembali

dan inti atam hidrogen yang mengalami resonansi tadi akan kembali kepada keadaan semula

atau mengalami relaksasi. Waktu yang diperlukan untuk kembali kepada keadaan semula

disebut waktu relaksasi. Waktu untuk kembali kepada keadaan semula longitudinal

magnitisasi disebut waktu relaksasi T1. Waktu untuk kembali kepada keadaan semula

trasversal magnetisasi disebut waktu relaksasi T2. Kualitas citra MRI ditentukan oleh

intensitas sinyal yang dipancarkan oleh jaringan tubuh setelah masuk ke dalam medan

magnit. Intensitas sinyal ditentukan oleh berbagai hal yaitu besarnya medan magnit, jumlah

atom hidrogen yang ada pada jaringan, apabila jaringan mempunyai atom hidrogen yang

banyak maka intensitas sinyal yang dikeluarkan juga kuat. Selain itu intensitas sinyal juga

dipengaruhi oleh waktu relaksasi longitudinal T1, dan waktu relaksasi tranversal T2.

Kekuatan medan magnet MRI yang biasa dipakai di klinik antara 0,3 sampai 1,5 Tesla.

Besarnya medan magnit tersebut sangat memengaruhi hasil pencitraan. Bila medan magnit

MRI yang dipakai rendah akan memberikan citra yang kurang baik dan waktu pemeriksaan

akan lebih lama serta cakupan pemeriksaan sangat terbatas bila dibandingkan medan magnet

yang tinggi. Senyawa pengontras (contrast agent) yang biasa dipakai untuk MRI adalah

kompleks dari Gadoliniun (Gd) yaitu kompleks senyawa gadolinium dengan asam dietilen

triamin pentaasetik (DTPA) dan 1,4,7,10 tetraazasiklododekan (DOTA).

Senyawa pengontras GdDTPA mempunyai keterbatasan yaitu Gd-DTPA mempunyai

berat molekul yang kecil sehingga cepat keluar dari tubuh melalui ginjal/urin dan melalui

feses. Lebih jauh senyawa pengontras Gd-DTPA tidak dapat masuk ke dalam sel sasaran

sehingga citra yang dihasilkan tidak spesifik, yaitu tidak dapat membedakan dengan jelas

suatu kelainan apakah suatu tumor ganas, tumor jinak, atau inflamasi.

Page 18: Tugas Bedah

Agar mendapatkan pencitraan yang spesifik senyawa pengontras yang biasa

dipakai yaitu Gd-DTPA dikonyugasikan dengan antibodi supaya terjadi pengikatan

antara antigen reseptor dengan antibodi yang ada pada senyawa pengontras. Untuk

memperkuat ikatan senyawa pengontras Gd-DTPA dan antibodi ditambahkan senyawa

kimia lain, yaitu dendrimer merupakan senyawa kimia yang secara fisik berbentuk seperti

pohon mempunyai banyak cabang-cabang kelompok amino sehingga dapat mengikat

kompleks Gd-DTPA yang banyak dan juga dapat mengikat antibodi. Dengan adanya

dendrimer ini ikatan senyawa pengontras menjadi suatu senyawa makromolekul sehingga

senyawa pengontras tidak cepat ke luar dari tubuh dan mempunyai relaksivitas yang

tinggi. Karena mempunyai relaksivitas yang tinggi maka penyangatan citra yang

dihasilkan lebih kuat dibandingkan dengan Gd DTPA. Untuk memperkuat ikatan

senyawa pengontras Gd-DTPA dan antibodi ditambahkan dendrimer yang merupakan

senyawa kimia yang secara fisik berbentuk seperti pohon mempunyai banyak cabang-

cabang kelompok amino sehingga dapat mengikat kompleks Gd-DTPA yang banyak dan

juga dapat mengikat antibodi. Dengan adanya dendrimer ini ikatan senyawa pengontras

menjadi suatu senyawa makromolekul sehingga senyawa pengontras tidak cepat ke luar

dari tubuh dan mempunyai relaksivitas yang tinggi dibandingkan dengan Gd-DTPA.

Karena mempunyai relaksivitas yang tinggi maka penyangatan citra yang dihasilkan lebih

kuat. Secara populer senyawa pengontras yang bersasaran atau bertarget dengan memakai

MRI disebut targeted MRI. Penyangatan citra yang diartikan sebagai peningkatan

kualitas citra dari suatu senyawa pengontras harus mempunyai sifat-sifat tertentu supaya

dapat dipergunakan dalam klinik. Sifat-sifat yang harus dipunyai senyawa pengontras

bersasaran adalah tidak cepat ke luar dari tubuh, afinitas pengikatan (binding affinity)

yang selektif dan kuat pada sasaran yang diinginkan, sinyal latar belakang yang rendah

(target-to-background ratio yang tinggi), sehingga diperoleh penyangatan citra yang kuat,

sifat farmakologi yang dapat diterima dan kemudahan untuk produksi dalam jumlah yang

banyak. Senyawa pengontras yang dipertimbangkan untuk mencapai target sel tumor

adalah GdDTPA yang dihimpun oleh dendrimer sebagai scaffold multivalent dan

sekaligus dapat mengikat antibodi. Dendrimer selain berperan menghimpun kompleks

Gd-DTPA dalam jumlah yang banyak, juga membatasi rotasi molekul Gd-DTPA karena

konyugasi antara GdDTPA dengan jumlah yang banyak dan dendrimer merupakan

Page 19: Tugas Bedah

senyawa makromolekul dan dapat meningkatkan relaksivitas senyawa pengontras

sehingga penyangatan citra akan lebih kuat. Antibodi yang terkonyugasi memberikan

afinitas pengikatan yang tinggi dengan reseptor yang ada pada sel glioma, dan akhirnya

juga memberikan senyawa pengontras yang spesifik terhadap sasaran. Senyawa

pengontras berbasis gadolinium seluruhnya nonspesifik bahkan distribusi dalam tubuh

tidak dapat dikatakan homogen karena tidak terakumulasi dalam sel. Begitu juga

efektivitasnya dalam meningkatkan kontras hanya berasal dari distribusi dalam aliran

darah karena seluruh senyawa pengontras tersebut bersifat hidrofilik, dan masuk ke

dalam jaringan intertisial. Senyawa pengontras baru dengan performa yang meningkatkan

efektivitas, distribusi dalam darah yang agak lama, dan mencapai target merupakan

beberapa properti menggembirakan dari molekul molekul baru yang dikembangkan

beberapa tahun terakir. Kompleks Gd (III) saat ini merupakan objek penelitian intensif

sebagai senyawa pengontras untuk MRI. Senyawa pengontras diarahkan kepada

pencitraan molukuler yang memungkinkan pencapaian diagnosis dini berdasarkan

pengenalan reseptor spesifik pada keadaan patologis. Oleh karena itu kompleks Gd (III)

harus memiliki kemampuan mencapai sasaran dengan mengkonyugasikan senyawa

pengenalan pada permukaan target. Lebih jauh lagi teknik MRI untuk mengimplikasikan

kebutuhan tersebut dengan mengirimkan sejumlah besar senyawa pengontras ke target

agar memperoleh visualisasi yang lebih baik dalam citra yang dihasilkan. Kesimpulan

MRI dapat menghasilkan gambar tiga dimensi dengan resolusi tinggi yang

menggambarkan ciri-ciri morfologi suatu spesimen. Perbedaan kontras pada jaringan

lunak bergantung pada perbedaan kandungan air endogenous, waktu relaksasi dan atau

karakter difusi dari jaringan yang diamati. Kespesifikan MRI dapat lebih ditingkatkan

dengan menambahkan senyawa pengontras (SP) seperti kelat gadolinium yang dapat

mencitrakan parameter-parameter hemodinamik yang meliputi blood perfusion dan

permeabilitas pembuluh darah (vascular permeability). Penggunaan senyawa pengontras

memungkinkan MRI menjadi salah satu modalitas imejing molekuler. Pengembangan

senyawa pengontras terarah untuk MRI (targeted MRI) yang diarahkan pada entitas

molekul tertentu dapat secara dramatis memperluas rentang penggunaan MRI dengan

menggabungkan teknik MRI resolusi tinggi non-invasif dengan lokalisasi target molekul

yang spesifik.