slaporan lbm 3 blok 3.3 s

Upload: brigitta-ayu-jabz

Post on 18-Jul-2015

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

LAPORAN TUTORIAL BLOK 3.3 Skenario 3 Kakek Pikun

Ketua Sekretaris 1 Sekretaris 2

: Anita Kurniawati : Dyah Andriyani Mulyaningrum : Prilli Femita Dwi Kirana

13406 13404 13401

Anggota

: Boby Kurniawan Rosita Permatasari Putri Darari Ardriati Matin Tio Faulandi Lina Anisa Nasution Anisa Diah Nastiti Dinda Putri Dwi Permatasari Tri Cahyani Utami

13408 13346 13347 13348 13349 13352 13355 13357

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012

Skenario 3

Kakek Pikun Mbah Bejo(65thn)seorang lansia yang sering membuat bingung keluarganya. Kadang ia marah-marah karena merasa belum disiapkan, makan, padahal Mbah Bejo baru saja selesai makan. Selain itu, ia sering sekali dicari keluarganya karena kerap pergi keluar dan kemudian ditemukan tetangganya di desa lain. Mbah bejo juga kerap tidak mengenali anak dan cucunya. Menurut keluarganya saat mbah bejo diperika oleh dokter Pukesmas, mbah Bejo mengalami gangguan respon kognitif, kemungkinan besar demensia. Titi, salah satu cucu mbah bejo khawatir mbah bejo mengalami alzheimer yang merupakan salah satu gangguan menttal organik.

STEP 1 1. Alzheimer 2. Demensia : penyakit progresif : penurunan fungsi mental sehingga menyebabkan pikun; bersifat

akut; kerusakan sel-sel otak, gangguan ingatan 3. Gangguan respon kognitif 4. Gangguan mental organik kerusakan saraf otak STEP 2 1. Apa penyebab demensia? 2. Apa saja gejala demesia? 3. Apa hubungan demesia dengan alzheimer? 4. Apa ASKEP yang tepat? 5. Bagaimana penatalaksanaan demensia? 6. Apa saja macam-macam gangguan mental organik? 7. Bagaimana patofisiologi alzheimer? : gangguan dalam proses berfikir dan menganalisa : gangguan mental yang disebabkan oleh

8. Apa saja faktor resiko demensia dan alzheimer? 9. Usaha pencegahan yang dilakukan untuk menghindari terjadinya demensia dan mencegah keparahan? 10. Apa saja dampak demensia dan alzheimer? 11. Apa saja klasifikasi demensia dan alzheimer? 12. Bagaimana tahapan demensia? 13. Bagaimana pengkajian dignostik? STEP 3 1. Penyebab demensia: 2. Gejala Penurunan kognitif(ingatan), sulit mengingat waktu, mengingat seseorang. Penurunan sikap/mental Misplace, disorientasi tempat Orang lain sulit memahaminya Penyakit alzheimer( kerusakan sel-sel otal, terdapat jaringan abnormal), respon tidak sampai Penyakit stroke (karena ada sumbatan pembuluh darah di otak) Cidera otak, cidera kepala berulang ( petinju) Penyakit( parkinson, pick, AIDS) Zat beracun( CO)

Untuk demensia akibat alzheimer salah satu gejalanya lupa pada peristiwa yang baru saja terjadi, sedangkan demensia yang diakibatkan karena stroke manifestasi ingatanya memburuk tetapi bisa membaik lagi. 3. Hubungan demensia dengan penyakit alzheimer adalah bahwa demensia salah satunya disebabkan oleh alzheimer. Penyakit tersebut 3 area yaitu hipocampus yang menyebabkan gangguan daya ingat; kortek serebri menyebabkan gangguan aktivitas 4. Pengkajian Neuroanatomi(kerusakan sel-sel otak) Neuropsikologi Riwayat keluarga

Status fisik pasien

Diagnosis keperawatan Defisit selt care Risk for injury Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

5. Penatalaksanaan Untuk farmakologi sesuai dengan penyebab 6. LO 7. Patofisiologi alzheimer Biokimia: akumulasi pro beta amiloid sehingga menyebabkan kondisi apoptosis Genetik: kromosom 1, 14,21 Neural: atropi otot sehingga degeneratif neurotransmitter Stroke dengan mengkonsusmsi obat penurun tekanan darah Alzheimer Demensia dengan mengkonsumsi ibuprofen Ginggo biloba Tiamin

Untuk yang farmakologi: Kognitif behavior terapi Animal Pet therapy

8. Faktor resiko demensia Stroke berulang Tekanan darah tinggi Aktivitas yang beresiko Lingkungan yang kadar CO tinggi Resiko tinggi perempuan

Faktor resiko alzheimer Mempunyai riwayat keluarga alzheimer Terpapar logam alumunium Faktor imunologi

Trauma, sindrom down Vaskular: banyak laki-laki, usia 60-70 tahun

9. Pencegahan Vaksin polio,tetanus, influensa Menjaga pikiran tetap aktif Ativitas fisik,sosial Penurunan kadar homosistein Penurunan kolesterol Mengendalikan DM, TD

10. Dampak alzheimer Fungsi sosial terganggu Self care berkurang Kurang produktif

11. Klasifikasi demensia Menurut perkembangannya a. Reversible b. Irreversible Menurut usia a. Esensial: usia >60 tahun b. Preesensial: usia skor maksimal: 5 Kedua: 2. Pasien disuruh mengulangi tiga nama benda yang disebutkan oleh pemeriksa. Benda yang disebutkan sebisanya tidak memiliki keterkaitan satu sama lain, misalnya "apel, meja, koin". --> skor maksimal: 3

3. Ketiga:

Tes

atensi

(perhatian)

dan

kalkulasi

(penghitungan)

Pasien disuruh menjawab pertanyaan ini, "100 dikurang 7, lalu kurangi dengan 7 sebanyak empat kali lagi. --> skor maksimal: 5 4. Keempat: Perintah "mengingat kembali" Pasien disuruh menyebut kembali tiga nama benda yang disoal oleh pemeriksa pada "peritah meregistrasi ulang." --> skor maksimal: 3 5. Kelima: Tes bahasa Pasien disuruh menyebutkan nama benda yang ditunjukkan, seperti (buku, pena) --> skor maksimal: 2 Pasien disuruh mengulang kata-kata: "namun", "tanpa", "bila" --> skor maksimal: 1 Pasien disuruh melakukan perintah: "ambil kertas ini dengan tangan anda, lipat menjadi dua, dan letakkan di atas lantai." --> skor maksimal: 3 Pasien disuruh membaca dan melakukan perintah "pejamkanlah mata anda" -> skor maksimal: 1 Pasien disuruh menulis kalimat dengan spontan (kalimat minimal terdiri dari subjek dan kata kerja) --> skor maksimal: 1 Pasien disuruh menggambar bentuk dibawah ini --> skor maksimal: 1

Setelah memeriksa pasien sesuai prosedur di atas, pemeriksa harus menginterpretasikan jumlah skor tersebut sesuai klasifikasi, yaitu: skor 24-30: normal skor 17-23: berpeluang gangguan kognitif (pikun tingkat sedang/MCI) skor 0-16: pasti gangguan kognitif (pikun) 3. CT Scan dan MRI Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita alzheimer antemortem.

Pemeriksaan ini berperan dalam menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh danpembesaran ventrikel keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini. Tetapi gambaran ini juga didapatkan pada demensia lainnya seperti multiinfark, parkinson, binswanger sehingga kita sukar untuk membedakan dengan penyakit alzheimer. Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik danhasil pemeriksaan status mini mental. Pada MRI ditemukan peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvii. Seab et al, menyatakan MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus. 4. EEG Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik 5. PET (Positron Emission Tomography) Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah, metabolisma O2, dan glukosa didaerah serebral. Up take I.123 sangat menurun pada regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi danselalu dan sesuai dengan hasil observasi penelitian neuropatologi 6. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography) Aktivitas I. 123 terendah pada refio parieral penderita alzheimer. Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.

7. Laboratorium darah Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer. Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, BSE, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skreening antibody yang dilakukan secara selektif. D. ASKEP Diagnosa Keperawatan 1. Impaired Verbal Communication Perencanaan: Expected Outcome : klien akan berkomunikasi secara efektif dengan membuat kebutuhan mereka diketahui dan diinteraksikan dengan oramg lain Implementasi : Pada level pertama kemampuan berbibaca pasien DAT (Dementia of Alzheimers type) masih normal. Perawat harus mempersiapkan untuk beradaptasi dengan level komunikasi pasien. Jika pasien hanya berbicara dengan sepatah-sepatah kata, perawat juga harus demikian. Berbicara dengan pelan dan sederhana dengan volume yang kuat dan pitch yang rendah. Pasien DAT level kedua akan mengalami gangguan komunikasi verbal sehingga pasien akan berkomunikasi secara non-verbal, untuk itu perawat perlu memahami bagaimana komunikasi non-verbal dari pasien. 2. Altered Thought Process Perencanaan : Expected Outcome : Pasien meningkatkan proses berpikir, dengan tanda menunjukkan mengingat informasi secara maksimal, memelihara orientasi sampai kapasitas maksimal, dan berbagi pengalaman hidup yang berarti. Imlementasi : Perawat membantu pasien untuki meningkatkan memori. Perawat harus me-reorientasi pasien dengan cara memasang kalender dan jam di tempat yang terlihat. Karena ingatan jangka panjang pasien DAT tersimpan lebih lama daripada ingatan jangka pendek, perawat harus mengizinkan pasien untuk mengenang masa lalunya. Perawat harus tahu bahwa pengalaman masa lalu pasien bisa dibagikan/dishare-kan. Pengulangan sangat berguna untuk

memastikan ingatan maksimal dari informasi yang diperoleh pasien.

3. Risk for Injury Perencanaan : Expected outcome : Keamanan fisik dan lingkungan pasien dipelihara, dengan tanda tidak adanya injuri fisik dan adanya lingkungan hidup yang aman. Implementasi : gangguan untuk mengambil keputusan, gangguan ingatan, gangguan motorik dapat membuat lingkungan tidak aman bagi pasien DAT. Di rumah peralatan listrik, ketidakadekuatan cahaya, pintu yang tidak terkunci, dll dapat menjadi sumber injury. Keluarga pasien harus diedukasi bagaimana mengeliminasi risiko keamanan ini. Di setting perawatan, perawat harus memastikan bahwa pasien tidak dapat meninggalkan tempat tanpa adanya pengawasan, menggunakan badge atau tanda bila kemungkinan pasien menghilang, dan memastikan jendela dan pintu terkunci. Benda yang berbahaya harus diletakkan di luar jangkauan pasien, dan aktivitas berbahaya yang potensial seperti memasak harus diawasi. 4. Self Care Deficit Perencanaan : Expected outcome : Pasien meningkatkan kemampuan perawatan diri dengan tanda menyelesaikan pekerjaan yang pasien bisa lakukan dan mendapatkan bantuan ADL bila tidak bisa memenuhi ADL. Implementasi : Mendorong pasien untuk melakukan kegiatan ADL selama itu aman dan tepat. Perawat harus menyeimbangkan bantuan dengan memelihara autonomi pasien. Ini akan mendorong kepercayaan diri pasien yang mungkin dapat berkurang selama fase awal dan pertengahan penyakit. 5. Urge Incontinence Planning : Expected Outcome : Pasien akan mengoptimalkan pambatasan bladder dan bowel dengan tanda tempat tidur yang bersih dan kering, kulit yang sehat, melakukan BAB dan BAK toilet. Implementasi : Mengantisipasi kebutuhan eliminasi dan buang air yang terjadwal. Pasien mungkin menunjukkan tanda-tanda non-verbal ketika akan buang air seperti lemas, memegang area genital. Kadang kadang apsien lupa letak toilet. Memberikan tanda letak toilet dengan jelas dan sering mengantar pasien ke toilet mungkin membantu untuk mengontrol inkontinensia. Membatasi

minum sebelum tidur malam agar tidur pasien tidak terganggu. Penggunaan pampers dan kateter juga bisa dilakukan. 6. Caregiver role strain Planning : Expected Outcome : keluarga mendemonstrasikan penurunan rolestrain dengan tanda menyuarakan emosi, mencari asisten yang tepat, dan menyediakan perawatan yang adekuat untuk pasien Implementasi : Memberikan pendidikan kesehatan mengenai DAT. Memberikan opsi pada keluarga untuk mencari asisten dalam merawat pasien. Membantu keluarga dalam koping stress Intervensi: a. Orientasi o Tujuan : Membentuk pasien berfungsi dilingkungannya o Tulis nama petugas pada kamar pasien jelas, besar, sehingga dapat dibaca pasien o Orientasikan pada situasi lingkungan o Perhatikan penerangan terutama dimalam hari o Kontak personal dan fisik sesring mungkin o Libatkan dalam kegiatan T.A.K o Tanamkan kesadaran : Mengapa pasien dirawat Memberikan percaya diri Berhubungan dengan orang lain Tanggap situasi lingkungan dengan menggunakan panca indera Inyteraksi personal o Identifikasi proses pulang b. Komunikasi o Membina hubungan saling percaya Umpan balik yang positif Tentramkan hati Ulangi kontrak Respek, pendengaran yang baik

Jangan terdesak Jangan memaksa o Komunikasi verbal Jelas Ringkas Tidak terburu buru o Topik percakapan dipilih oleh pasien o Topik buat spesifik o Waktu cukup untuk pasien o Pertanyaan tertutup o Pelan dan diplomatis dalam menghadapi persepsi yang salah o Empati o Gunakan tehnik klarifikasi o Summary o Hangat o Perhatian c. Pengaturan koping o Koping yang selama dipakai ini yang positif positif dimaksimalkan dan yang negatif diminimalkan o Bantu mencari koping baru yang posistf d. Kurangi agitasi o didorong melakukan sesuatu yang tidak biasa dan tidak jelas o beri penjelasan o beri pilihan o penyaluran energi : Perawatan mandiri Menggunakan kekuatan dan kemampuan dengan tepat, misalnya berolahraga o Saat agitasi : Tetap senyum Tujukkan sikap bersahabat Empati

o Terapi musik dapat bermanfaat untuk menurunkan agitasi e. Keluarga dan masyarakat o Siapkan keluarga untuk menerima keadaan pasien o Siapkan fasilitas dalam berinteraksi dengan dimasyarakat o Perlu bantuan dalam merawat 24 jam dirumah, yang diprogramkan melalui : Puskesmas Pos-pos pelayanan kesehatan dirumahsakit f. Farmakologi o Tergantung penyebab gangguan, spt : Penyakit Alzheimers o Pada orang tua harus hati-hati, karena keadaan yang sensitif Pengobatan penyakit alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan patofisiologis masih belun jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dankeluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan. 1. Inhibitor kolinesterase Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan simptomatik penyakit alzheimer, dimana penderita alzheimer didapatkan penurunan kadar asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori danapraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa peneliti menatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan memperburuk penampilan intelektual pada orang normal dan penderita alzheimer.

2. Thiamin Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada

nukleus basalis. Pemberian thiamin hydrochlorida dengan dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral, menunjukkan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama. 3. Nootropik Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000 mg pada penderita alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna. 4. Klonidin Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alfa 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu, didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif 5. Haloperiodol Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral Haloperiod 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depresant (amitryptiline 25-100 mg/hari) 6. Acetyl L-Carnitine (ALC) Merupakan suatu subtrate endogen yang disintesa didalam miktokomdria dengan bantuan enzym ALC transferase. Penelitian ini menunjukkan bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberian dosis 1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulkan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif. E. Hubungan antara imunisasi dengan alzheimer Antibodi Berfungsi di Otak Peneliti otak, Roger Nitsch dari Universitas Zrich, Swiss terus melakukan penelitian selama bertahun-tahun pada pasien Alzheimer. Diketahui, banyak pasien tidak menunjukkan reaksi terhadap imunisasi, karena sistem kekebalan tubuhnya

terlalu lemah dan tua untuk dapat bereaksi. Karena itu, peneliti otak dari Swiss itu mengkonsentrasikan penelitiannya pada pasien yang sistem kekebalan tubuhnya masih berfungsi. Kami mula-mula mengamati, para pasien yang membentuk antibodi setelah diimunisasi, secara klinis kondisinya menjadi lebih stabil. Dalam arti, stadium lanjut penyakit nyaris tidak ada, ujar Nitsch. Nitsch juga dapat meneliti otak pada sejumlah pasien Alzheimer yang meninggal. Mereka yang mendapat imunisasi, terbukti berkurang penggumpalan protein di otaknya dan sel-sel saraf sebagian dapat pulih kembali serta membentuk jaringan baru. Nitsch menyimpulkan, proses itulah yang menjelaskan mengapa kehilangan memori ingatan pasien bersangkutan juga berhenti. Nitsch menegaskan :Dari situ kita sebetulnya dapat mengatakan, mekanisme biologis dari terapi imunisasi berfungsi pada tatanan saraf di otak manusia. Imunisasi Pasif Karena itulah, Nitsch memulai proyek penelitian baru imunisasi Alzheimer. Tapi metodenya bukan lagi imunisasi aktif, yang merangsang pembentukan antibodi pasien. Para peneliti kini menerapkan metode imunisasi pasif. Dalam arti, dipilih antibodi yang paling ampuh, yang selanjutnya diproduksi di laboratorium. Kemudian secara rutin antibodi ini disuntikkan ke tubuh pasien. Roger Nitsch juga mengungkapkan pendekatan lainnya lainnya: Kami menyoroti masalahnya dari sudut lain. Kita dapat bertanya, mengapa seseorang sakit? Tapi juga bisa bertanya secara berbeda, mengapa seseorang dengan risiko tinggi, dalam arti berusia lanjut, tetap sehat? Kami meneliti populasi semacam itu, yang walaupun berusia lanjut tidak terkena penyakit pikun. Meminjam Sistem Kekebalan Pada darah manula yang sehat itu, para peneliti mencari antibodi terhadap penggumpalan protein di otak yang memicu Alzheimer. Hasilnya, nyaris pada setiap responden dapat ditemukan antibodi yang dicari. Ditarik kesimpulan sementara, bahwa sistem kekebalan orang-orang ini, ibaratnya mampu mencegah serangan penyakit Alzheimer.

Dewasa ini, Roger Nitsch berhasil mengisolasi antibodi yang amat ampuh memerangi Alzheimer itu, dan melakukan uji cobanya pada tikus di laboratorium. Keunggulan utama dari antibodi manusia ini adalah, probabilitas keamanannya secara mendasar jauh lebih baik, dibanding prosedur yang lainnya. Tapi uji coba klinisnya kini yang akan membuktikan, lanjut peneliti otak dari Swiss itu. Jika semua berlangsung bagus dan lancar, para manula yang mengalami kemerosotan memori ingatan, dapat disebutkan bisa meminjam sistem perlindungan Alzheimer dari manula yang sehat. Antibodi manula yang sehat, jika diberikan pada waktu yang tepat, dapat menahan proses penyakit pasien, agar tetap berada pada stadium awal. Akan tetapi, yang hingga kini belum jelas, antibodi mana yang paling ampuh berdampak mencegah Alzheimer. Walaupun begitu, sebagian besar penelitian menunjukkan, bahwa eksperimen terapi imunisasi untuk mencegah Alzheimer tahap kedua itu, memiliki harapan cerah dan akan dapat meyakinkan para pejabat di lembaga pengawas serta pemberi izin peredaran obat-obatan baru. F. Macam Penyakit Gangguan Mental Organik Menurut Maramis, klasifikasi gangguan mental organik adalah sebagai berikut: Demensia dan Delirium Sindrom otak organik karena rudapaksa kepala. Aterosklerosis otak Demensia senilis Demensia presenilis. Demensia paralitika. Sindrom otak organik karena epilepsi. Sindrom otak organik karena defisiensi vitamin, gangguan metabolisme dan intoksikasi. Sindrom otak organik karena tumor intra kranial.

Menurut DSM IV, klasifikasi gangguan mental organik sebagai berikut: 1. Delirium Delirium karena kondisi medis umum. Delirium akibat zat.

Delirium yang tidak ditentukan (YTT)

2. Demensia. Demensia tipe Alzheimer. Demensia vaskular. Demensia karena kondisi umum. Demensia karena penyakit HIV. Demensia karena penyakit trauma kepala. Demensia karena penyakit Parkinson. Demensia karena penyakit Huntington. Demensia karena penyakit Pick Demensia karena penyakit Creutzfeldt Jakob Demensia menetap akibat zat Demensia karena penyebab multipeL Demensia yang tidak ditentukan (YTT)

3. Gangguan amnestik Gangguan amnestik karena kondisi medis umum. Gangguan amnestik menetap akibat zat Gangguan amnestik yang tidak ditentukan ( YTT )

4. Gangguan kognitif yang tidak ditentukan.

Delirium Membedakan antara delirium dan demensia dapat lebih sulit daripada yang ditunjukkan oleh klasifikasi berdasarkan DSM IV. Secara umum, delirium dibedakan dengan demensia oleh awitan yang cepat, durasi yang singkat, fluktuasi gangguan kognitif dalam perjalanannya, eksaserbasi gejala yang bersifat nokturnal, gangguan siklus tidur yang bermakna, dan gangguan perhatian dan persepsi yang menonjol.

DAFTAR PUSTAKA Bulechek, Gloria M,dkk.editor. 2008.Nursing Intervention Classification (NIC)5th edition. Mosby elsevier. Kozier, B., Erb, G., & Blais, K. 1991. Fundamentals of Nursing: Concept Process adn Practice. 8th edition. California: Addison Wesley Co. Moorhead, Sue , dkk. 2008. Nursing Outcome Classification (NOC). 4th edition. Mosby elsevier. NANDA. 2009. Nursing Diagnoses: Definitions and Classification 2009-2011. Philadelphia. Ngoerah, I Gst. 1991. Dasar-dasar ilmu penyakit syaraf. Surabaya : Airlangga University. Hal. 263-270. Smeltzer and Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :EGC Wilkinson, Judith M. 2007.Diagnosa Keperawatan.Jakarta: EGC