skenario e blok 23

57
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO E BLOK 23 Disusun oleh : Kelompok B5 1. Mutiara Khalida 2. Renal Yusuf 3. Nur Suci Trendy Asih 4. M Arisma D Putra 5. Yuda Lutfiadi 6. Dwi Juwanita Putri 7. Julianda Dini Halim 8. A Rifky Rizaldi 9. Janeva Septiana S 10. Kristian Sudana Hartano 11. Mohd. Quarratul Aiman 12. Sivananthini J Sivakumar 04111401013 04111401015 04111401016 04111401039 04111401051 04111401059 04111401061 04111401067 04111401072 04111401085 04111401089 04111401091 Tutor: Dr. Iskandar Z Ansori, DTM&H 1

Upload: mutiara-khalida-muchtar

Post on 20-Jan-2016

36 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

nsdfoa

TRANSCRIPT

Page 1: Skenario e Blok 23

LAPORAN

TUTORIAL SKENARIO E BLOK 23

Disusun oleh :

Kelompok B5

1. Mutiara Khalida2. Renal Yusuf3. Nur Suci Trendy Asih4. M Arisma D Putra5. Yuda Lutfiadi6. Dwi Juwanita Putri7. Julianda Dini Halim8. A Rifky Rizaldi9. Janeva Septiana S10. Kristian Sudana Hartano11. Mohd. Quarratul Aiman12. Sivananthini J Sivakumar

041114010130411140101504111401016041114010390411140105104111401059041114010610411140106704111401072041114010850411140108904111401091

Tutor:Dr. Iskandar Z Ansori, DTM&H

DAPK.,M.Kes.,SpParK.

PENDIDIKAN DOKTER UMUM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2014

1

Page 2: Skenario e Blok 23

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami ucapkan atas kehadirat Tuhan YME karena rahmat dan

anugerah-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas tutorial dengan topik “Skenario E Blok

XXIII “. Adapun tujuan pembuatan tugas ini adalah untuk melengkapi persyaratan dalam

pembelajaran di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam

penyusunan tugas ini sehingga tugas ini dapat terselesaikan tepat waktu dan tepat sasaran

sesuai dengan harapan.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan laporan

ini. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi

kesempurnaan laporan ini. Akhirnya kami berharap kepada teman – teman dan para pembaca

semoga laporan ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Palembang, 26 Februari 2014

Penyusun Kelompok 5

2

Page 3: Skenario e Blok 23

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………… 1

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………. 2

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………… 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang……………………………………………………………... 4

1.2 Maksud dan Tujuan………………………………………………………… 4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial……………………………………………………………….. 5

2.2 Skenario………………………………………………………………….…. 6

2.3 Paparan…………………………………………………………………..…. 6

I. Klarifikasi Istilah………………………………………………………… 6

II. Identifikasi Masalah…………………………………………………….. 7

III. Analisis Masalah……………………………………………………….. 8

IV. Hipotesis ……………………………………………………………….. 24

V. Kerangka Konsep………………………………………………………... 25

VI. Learning Issues…………………………………………………………. 26

BAB III PENUTUP…………………………………………………………..……..… 39

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………. 39

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….….…. 40

3

Page 4: Skenario e Blok 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada laporan tutorial kali ini, laporan membahas blok mengenai Reproduksi dan

Perinatologi yang berada dalam blok 23 pada semester 6 dari Kurikulum Berbasis

Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas

Sriwijaya Palembang.

Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk

menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang.

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu:

1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem KBK di

Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan

pembelajaran diskusi kelompok.

3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari

skenario ini.

4

Page 5: Skenario e Blok 23

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial

Tutor : dr. Iskandar Z Ansori, DTM&H DAPK.,M.Kes.,SpParK.

Moderator : Renal Yusuf

Sekretaris Meja : Mutiara Khalida

Sekretaris Laptop : Mohd. Quarratul Aiman

Hari, Tanggal : Selasa, 25 Februari 2014

Peraturan : 1. Alat komunikasi di non-aktifkan

2. Semua anggota tutorial harus aktif mengeluarkan pendapat

3. Dilarang makan dan minum

5

Page 6: Skenario e Blok 23

2.2 Skenario E Blok 23 Tahun 2014

A male newborn was referred to MOH. Hoesein Hospital by a midwife – who helped his

mother, Mrs. Utami delivery – with chief complaint of grunting. Mother’s history was taken

from the midwife. She said that Mrs. Utami’s pregnancy was full term. The baby was born 3

hours ago with APGAR score 5 for 1st minute and 8 for 5th minute, birth body weight was 3

kg. The mother had premature rupture of membrane 2 days ago and had bad smell liquor.

From the physical examination the baby was hypoactive and tachypnea, no sucking reflex,

and there was chest indrawing.

2.3 PAPARAN

I. Klarifikasi Istilah

1. Grunting: Suara seperti dengkuran pada akhir ekspirasi.

2. Premature rupture of membrane: Suatu kondisi pada kehamilan didefinisikan sebagai

pecahnya membrane kantung ketuban dan chorion lebih dari satu jam sebelum awal

persalinan.

3. Bad smelly liquor: bau cairan ketuban (amnion) yang tidak enak.

4. Hypoactive: Penurunan abnormal suatu aktivitas.

5. APGAR score: Penilaian tentang keadaan bayi dalam angka berdasarkan denyut jantung,

usaha bernafas,tonus otot, reflex iritabilitas dan warna.

6. Tachypnea: Pernafasan yang sangat cepat ( > 60x/menit).

7. Sucking reflex: Gerakan menghisap pada mulut bayi yang ditimbulkan dengan menyentuh

bibir atau kulit di dekat mulut bayi.

8. Chest Indrawing: retraksi dinding dada.

9. Full term : Periode gestasi cukup bulan (37-42 minggu).

6

Page 7: Skenario e Blok 23

II. Identifikasi Masalah

1. A male newborn was referred to Moh. Hoesein Hospital by a midwife – who helped his

mother, Mrs. Utami delivery – with chief complaint of grunting.

2. Mothers history was taken from the midwife. She said that Mrs. Utami’s pregnancy was

full term. The baby was born 3 hours ago with APGAR score 5 for 1st minute and 8 for 5th

minute, birth body weight was 3 kg.

3. The mother had premature rupture of membrane 2 days ago and had bad smell liquor.

4. From the physical examination the baby was hypoactive and tachypnea, no sucking reflex,

and there was chest indrawing.

7

Page 8: Skenario e Blok 23

III. Analisis Masalah

1. A male newborn was referred to MOH. Hoesein Hospital by a midwife – who helped

his mother, Mrs. Utami delivery – with chief complaint of grunting.

a. Etiologi dan mekanisme merintih?

Grunting merupakan suatu bentuk bunyi yang dikeluarkan oleh bayi yang merupakan

tanda adanya ganggguan pengembangan paru.

Obstruksi jalan nafas, misalnya obstruksi koanae, edema nasalis, ensefalokel.

Penyakit parenkim paru-paru, misalnya penyakit membrana hialin, MAS (Meconium

Aspiration Syndrom) , atelektasis, Transient Tachypnea of Newborn ,

Bronchopulmonary Displasia, pneumonia.

Kelainan perkembangan organ, misalnya agenesis paru-paru, perdarahan paru-paru,

hernia diafragmatika.

Non pulmonary , misalnya payah jantung, kelainan susunan saraf pusat, asidosis

metabolik, dan asfiksia.

Mekanisme merintih :

Pecah ketuban dini → infeksi ascending dimana mikroba dari vagina masuk ke dalam

rongga amnion → korioamnionitis → inhalasi liquor septic pada janin → infeksi

intraunterine → peradangan pada jaringan paru → alveolus yang radang gagal

mengembang → alveoli kolaps → terganggunya ventilasi udara → hipoksia →

kompensasi pernafasan dengan usaha lebih untuk menaikkan tekanan akhir ekspirasi →

penutupan rima glottis → timbulnya suara merintih saat ekspirasi → grunting/ merintih

b. Hubungan jenis kelamin (laki-laki) dengan kasus ini?

Insidens lebih sering terjadi pada bayi laki-laki 2 kali lebih besar daripada bayi

perempuan (Nelson, 1999).

2. Mothers history was taken from the midwife. She said that Mrs. Utami’s pregnancy

was full term. The baby was born 3 hours ago with APGAR score 5 for 1 st minute

and 8 for 5th minute, birth body weight was 3 kg.

8

Page 9: Skenario e Blok 23

a. Bagaimana klasifikasi APGAR score?

Kriteria Penilaian

Sign Score0 1 2

Heart rate Tidak ada <100/ menit ≥100/ menit

Respiration - Lambat, tidak teratur Baik, menangis

Muscle tone Lemah Beberapa gerakan fleksi Bergerak aktif

Reflex

irritability

Tidak ada respon meringis Batuk, bersin,

menangis

Colour Cyanosis atau pucat Merah muda,

ekstremitas biru

Seluruhnya merah

muda

Berdasarkan nilai APGAR 1 menit :

8-10 : tidak asfiksia

5-7 : ringan

3-4 : sedang

0-2 : berat

b. Apa makna APGAR SCORE (score 5 for 1st minute and 8 for 5th minute) ?

Skor pada menit 1 menunjukkan seberapa baik bayi menoleransi bernapas dengan paru –

paru : Skor 5 pada menit pertama menandakan adanya asfiksia ringan .

Skor pada menit ke – 5 menggambarkan secara umum kondisi bayi untuk hidup di luar

rahim : Skor 8 pada menit ke – 5 menandakan normal, karena resusitasi sudah berhasil

perbaikan APGAR score setelah menit kelima menunjukkan prognosis yang baik.

c. Apa makna berat badan bayi 3 kg?

Berdasarkan berat badan lahir :

1. Berat badan lahir rendah : < 2500 gram

2. Berat badan lahir sangat rendah : < 1500 gram

3. Berat badan lahir sangat ekstrim rendah : < 1000 gram

4. Berat badan lahir normal : 2500 – 3000 gram

5. Berat badan lahir besar : > 3500 gram

9

Page 10: Skenario e Blok 23

Bila dikaitkan dengan cukup bulan, maka disimpulkan berat bayi tersebut sesuai masa

kehamilan. Ini dapat menyingkirkan diagnosis Hyaline Membrane Disease.

3. The mother had premature rupture of membrane 2 days ago and had bad smell

liquor.

a. Apa makna klinis pecah ketuban 2 hari yang lalu dengan kelahiran bayi 3 jam yang

lalu?

Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan lebih berperan

dalam infeksi janin. Pada keadaan ini kuman vagina masuk ke dalam rongga uterus dan

bayi dapat terkontaminasi kuman melalui saluran pernafasan maupun saluran cerna.

Kejadian kontaminasi kuman pada bayi yang belum lahir akan meningkat apabilah

ketuban telah pecah lebih dari 18-24 jam. Pada kasus ini pecah ketuban terjadi 2 hari yang

lalu dengan kelahiran bayi 3 jam lalu, hal ini menunjukkan ketuban telah pecah selama 45

jam yang mengakibatkan semakin tingginya kontaminasi kuman pada bayi yang dapat

meningkatkan risiko terjadinya infeksi intrauterine sehingga menyebabkan sepsis pada

bayi baru lahir.

b. Apayang dimaksud dengan bau tidak enak pada cairan ketuban pada kasus?

Bad smell liquor merupakan bau busuk dari cairan amnion. Kondisi ini merupakan salah

satu kriteria dari 4 kriteria Amsel pada bacterial vaginosis yang menandakan telah terjadi

kolonisasi m.o. pada cairan ketuban. Infeksi kuman yang sering ditemukan adalah

Staphylococcus sp, Streptococus viridans, Klebsiella pneumoniae, Enterobacter sp.

Mekanismenya:

Ketuban pecah dini → infeksi ascenden yang berasal dari traktus urogenital misal vagina

serviks masuk dari vagina ke rongga amnion → keadaan lingkungan yang alkalis

merupakan pH yang cocok untuk berkembangnya flora normal vagina yang menjadi agen

patogen → menginfeksi cairan amnion → mengurai asam organik seperti asam laktat

(beta laktamase) → menimbulkan bau pada cairan ketuban yang keluar.

10

Page 11: Skenario e Blok 23

c. Faktor resiko ketuban pecah dini?

• Persalinan prematur

• Infeksi; Resiko terjadinya ascending infection akan lebih tinggi jika persalinan terjadi

setelah 18-24 jam onset

• Ibu : Korioamnionitis (umumnya terjadi lebih dulu sebelum janin terinfeksi)

• Bayi : Septikemia, pneumonia, omfalitis.

• Hipoksia dan Asfiksia karena kompresi tali pusat

• Sindrom deformitas janin

d. Etiologi dan mekanisme ketuban pecah dini?

Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan

peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan

biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput

ketuban rapuh.Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraselular matriks.

Perubahan struktur, jumlah sel dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen

berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah. Faktor resiko untuk terjadinya ketuban

pecah dini:

- Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen

- Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur

abnormal karena antara lain merokok.

Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metalloproteinase (MMP) yang dihambat oleh

inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Mendekati waktu persalinan,

keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada degradasi proteolitik ini

meningkat menjelang persalinan. Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada

trimester ketiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada

hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pada

trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban.

11

Page 12: Skenario e Blok 23

4. From the physical examination the baby was hypoactive and tachypnea, no sucking

reflex, and there was chest indrawing.

a. Interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik?

Hasil pemeriksaan Nilai normal Interpretasi

Hipoaktif Aktif Gangguan saraf akibat sepsis

Takipneu (-) Gangguan pernafasan

Tidak ada reflex hisap Ada reflex hisap Gangguan saraf akibat sepsis

Retraksi dinding dada Tidak ada retraksi Gangguan pernafasan

Berdasarkan gejala- gejala pada kasus seperti: grunting, tachypnea, chest indrawing,

maka dapat ditegakkan dengan menggunakan tabel Down Score sebagai berikut:

Score < 4 Mild respiratory distress

Score 4 -7 Moderate respiratory distress

Score > 7 Severe respiratory distress à Impending respiratory failure (Blood gases

should be obtained)

Berdasarkan Down score maka bayi ini mengalami respiratory distress. Kemungkinan

penyebab respiratory distress ini adalah bronkopneumonia. Dengan pecahnya ketuban

12

Audible with ear

Audible by stethoscope

No gruntingGrunting

No air entryMild decrease in

air entry

Good bilateral air

entry

Air Entry

Cyanosis on O2

Cyanosis relieved by

O2

No cyanosisCyanosis

Severe retractions

Mild retractions

No retractionRetractions

> 80/min60 – 80/min< 60/minRespiratory Rate

210

Page 13: Skenario e Blok 23

terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia.

Semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.

Mekanisme hipoaktif:

Pecah ketuban dini → infeksi ascending dimana mikroba dari vagina masuk ke dalam

rongga amnion → korioamnionitis → inhalasi liquor septic pada janin → infeksi

intraunterine → septicemia pada neonatus → gangguan fungsi organ → gangguan sistem

saraf pusat → hipoaktif

Mekanisme takipneu

Pecah ketuban dini → infeksi ascending dimana mikroba dari vagina masuk ke dalam

rongga amnion → korioamnionitis → inhalasi liquor septic pada janin → infeksi

intraunterine → peradangan pada jaringan paru → alveolus yang radang gagal

mengembang → gangguan ventilasi → hipoksemia dan retensi CO2 → kompensasi dengan

mempercepat tarikan nafas agar lebih banyak oksigen yang masuk → takipneu

Mekanisme tidak ada reflex hisap

Pecah ketuban dini → infeksi ascending dimana mikroba dari vagina masuk ke dalam

rongga amnion → korioamnionitis → inhalasi liquor septic pada janin → infeksi

intraunterine → septicemia pada neonatus → gangguan fungsi organ → gangguan sistem

saraf pusat → tidak ada reflex hisap

Mekanisme retraksi dinding dada

Pecah ketuban dini → infeksi ascending dimana mikroba dari vagina masuk ke dalam

rongga amnion → korioamnionitis → inhalasi liquor septic pada janin → infeksi

intraunterine → peradangan pada jaringan paru → alveolus yang radang gagal

mengembang → gangguan ventilasi → hipoksemia dan retensi CO2 → penggunaan otot

bantu napas supaya paru lebih besar mengembang → Nampak otot berkontraksi →

retraksi dinding dada

13

Page 14: Skenario e Blok 23

b. Cara pemeriksaan sucking reflex?

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai kelainan saraf V, VII dan XII.

Cara pemeriksaan: Letakkan bayi di tempat tidur atau tempat yang nyaman. Fisioterapis

lalu meletakkan jari tangannya di sekitar bibir bayi, lalu perhatikan reaksinya.

Interpretasi :

bayi akan langsung menghisap jari fisioterapis. Bila taka ada respons, menunjukkan ada

kelainan pada susunan saraf. Bayi prematur yang lahir sebelum usia kandungan 34 minggu

biasanya belum memiliki refleks mengisap.

5. Diagnosis Banding

Anamnesis Sepsis neonatus Gangguan napas

e.c. pneumonia

Gangguan napas e.c. TTN

Grunting + + +

Hipoaktif + - -

Takipnoe + + +

Refleks hisap - + +

Retraksi + + +/-

Korioamnionitis >

18 jam

+ +/- -

6. Penegakkan Diagnosis

Bronkopneumonia

1. Anamnesis

- Sesak napas

- Sianosis

- Retraksi

- Ekspirasi grunting

2. Pemeriksaan fisik

- Takipneu

- Auskultasi : bunyi napas vesikuler meningkat dapat terdengar ronki basah halus

nyaring

14

Page 15: Skenario e Blok 23

3. Pemeriksaan penunjang

- Darah : Hb, leukosit, diff.count, trombosit, mikro LED, dan kultur

- Rontgent thorax

Sepsis Neonatorum

1. Anamnesis dan Pemeriksaan fisik

Didapatkan gejala sepsis yang terdiri atas:

Gejala umum : bayi tampak lemah, terdapat gangguan minum yang disertai penurunan

berat badan, keadaan umum memburuh hipotermia/hipertermia

Gejala SSP : letargi, iritabilitas, hiporefleks, tremor, kejang, hipotonia/hipertonia, serangan

apnea, gerak bola mata tidak terkoordinasi

Gejala pernapasan : dispnu, takipnu, apnu, dan sianosis

Gejala TGI : muntah, diare, meteorismus, hepatomegali

Kelainan kulit : purpura, eritema, pustula, sklerema

2. Pemeriksaan penunjang

- Darah : Hb, leukosit, diff.count, trombosit, mikro LED, dan kultur

- LCS : protein, diff.count, pengecatan gram dan kultur

Kriteria diagnosis :

Didapatkan gejala sepsis dan pemeriksaan laboratoris. Hasil laboratorium yang membantu

untuk diagnosis sepsis adalah bila ditemukan lebih dari satu hasil laboratorium di bawah

ini:

- Leukosit < 5.000/mm3, atau > 34.000/mm3

- I/T ratio ≥ 0,2

- Mikro LED > 15 mm/jam

- CRP (+) > 9 mg/dl

Kriteria klinis pada infeksi bakteri berat (WHO Handbook Integrated Management of

Childhood Illness,2000) Satu atau lebih tanda dibawah ini diduga menderita infeksi

bakteri serius:

- RR > 60x/menit

15

Page 16: Skenario e Blok 23

- Retraksi dinding dada berat

- Nasal flaring

- Grunting

- Bulging fontanelle (fontanella menonjol)

- Kejang

- Pus mengalir dari telinga

- Kemerahan disekitar umbilicus

- Temperature > 37,7oC (teraba panas) atau <35,5 oC (teraba dingin)

- Lethargi atau tidak sadar

- Penurunan gerakan atau hipoaktivitas

- Tidak bisa makan

- Tidak ada reflex hisap

- Tidak bisa menghisap kepada payudara ibunya

7. Diagnosis Kerja

Respiratory distress et causa bronkopneumonia dan sepsis neonatorom

8. Pemeriksaan Penunjang

Chest x-ray à dilakukan untuk memastikan diagnosis bronkopneumonia pada bayi

sekaligus mengetahui derajat keparahan penyakit tersebut sehingga dapat membantu

dalam penilaian prognosis.

Gambaran radiologi khas pada bronkopneumonia adalah honey comb appearance.

Kultur darah à dilakukan untuk memastikan jenis agen penginfeksi penyebab

korioamnionitis, bronkopneumonia, dan sepsis. Spesimen diambil dari darah bayi dan

16

Page 17: Skenario e Blok 23

darah ibu. Setelah memastikan jenis agen penginfeksi, dokter dapat memberikan antibiotik

yang sesuai dalam menatalaksana pasien ini.

Pungsi lumbal à dilakukan untuk mengetahui luasnya penyebaran infeksi di tubuh bayi.

Dengan melakukan pungsi lumbal, dapat diketahui apakah infeksi telah menyebar hingga

ke otak. Tes ini juga dapat membantu dalam membuat prognosis.

Complete Blood Count à dilakukan untuk memastikan tanda-tanda infeksi. Beberapa

komponen darah yang perlu diperhatikan adalah Hb, WBC, hitung jenis.

CRP à digunakan untuk menilai perkembangan infeksi dan fungsi hati. Pemeriksaan

dapat dilakukan dengan ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay). CRP (C-Reactive

Protein/ protein fase akut) merupakan protein yang disintesis di hati yang berperan dalam

keadaan inflamasi. Pada dasarnya, CRP akan berikatan dengan phosphocholine yang

merupakan produk bakteri maupun sel-sel yang telah rusak. CRP akan mengikat sel yang

mengekspresikan phosphocholine (opsonin) untuk kemudian menarik (chemotacting

factor) sel-sel radang lainnya ke tempat terjadinya inflamasi.

Gula darah à dilakukan untuk memastikan bahwa lemahnya bayi dalam kasus ini tidak

disebabkan oleh hipoglikemia. Selain itu, pemeriksaan gula darah juga dapat membantu

penatalaksanaan agar memberikan infus yang tepat untuk bayi.

9. Epidemiologi

Sepsis neonatorum

Angka kejadian sepsis di negara yang sedang berkembang masih cukup tinggi (1.8-

18/1000) disbanding dengan negara maju (1-5 pasien/ 1000 kelahiran). Pada bayi laki-laki

resiko sepsis 2 kali lebih besar dari bayi perempuan. Kejadian sepsis juga mneingkat pada

BKB dan BBLR. Pada bayi berat lahir amat rendah (<1000 g) kejadian sepsis 26/1000

kelahiran dan keadaan ini berbeda bermakna dengan bayi berat lahir antara 1000-2000 g

yang angka kejadiannya antara 8-9/1000 kelahiran. Demikian pula rsiko kematian BBLR

penderita sepsis lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi cukup bulan. Secara nasional

kejadian sepsis neonatal belum ada. Di RS Cipto Mangunkusumo angka kejadian sepsis

neonatal memperlihatkan angka tinggi mencapai 13,7% sedangkan angka kematian

mencapai 14%. Walaupun infeksi bacterial berperan penting dalam sepsis neonatal, tetapi

infeksi virus tetap perlu dipertimbangkan. Dari pengumpulan data selama 5 tahun terakhir,

Shattuck (1992) melaporkan bahwa selain infeksi bakteri, infeksi virus khususnya

enterovirus berperan pula sebagai penyebab sepsis neonatal.

Asia: 7.1 to 38 per 1000 live births

17

Page 18: Skenario e Blok 23

Africa: 6.5 - 23 per 1000 live births

South America: 3.5 to 8.9 per 1000 live births

United States: 6 - 9 per 1000 live births

Ketuban pecah dini

Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila

ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini

pada kehamilan prematur. Dalam keaadaan normal 8-10 % perempuan hamil aterm akan

mengalami ketuban pecah dini.

10. Faktor Resiko

Faktor resiko ibu :

Ketuban pecah din dan ketuban pecah > 18 jam. Bila ketuban pecah > 24 jam

maka kejadian sepsis pada bayi meningkat sekitar 1 % dan bila disertai

korioamnionitis maka kejadian sepsis meningkat menjadi 4 kali.

Infeksi dan demam (> dari 38 0C) pada masa peripartum akibat korioamnionitis,

infeksi saluran kemih, kolonisasi vagina oleh streptokokus group B (GBS), kolonisasi

perineal oleh E.coli, dan komplikasi obstetrik lainnya.

Cairan ketuban hijau keruh dan berbau

Kehamilan multipel

Keputihan yang tidak diobati

Infeksi saluran kemih (ISK) yang tidak diobati

Leukositosis ibu > 18.000/ml

Faktor resiko pada bayi

18

Page 19: Skenario e Blok 23

Prematuritas dan berat lahir rendah

Resusitasi pada soal kelahiran misalnya pada bayi yang mengalami fetal distres

dan trauma pada proses persalinan.

Prosedur invasif seperti intubasi endotrakeal, kateter, infus, pembedahan

Bayi dengan galaktosemia (predisposisi untuk sepsis oleh E.coli), defek imun atau

asplenia

Asfiksia neonatorum

Cacat bawaan

Tanpa rawat gabung

Pemberian nutrisi parenteral

Perawatan di bangsal intensif bayi baru lahir yang terlalu lama

Faktror resiko lain

Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa sepsis neonatorum lebih sering terjadi pada

bayi laki-laki dari pada bayi perempuan. Lebih sering pada bayi kulit hitam dari pada kulit

putih, lebih sering pada bayi dengan status sosial ekonomi yang rendah, dan sering terjadi

akibat prosedur cuci tangan yang tidak benar pada tenaga kesehatan maupun anggota

keluarga pasien.(1)

11. Patogenesis

Sejak masa kehamilan sampai ketuban pecah, janin relatif terlindungi dari flora mikroba

ibu oleh membran/dinding korioamniotik, plasenta, dan faktor antibakteria dalam air

ketuban. Bila ketuban pecah lebih dari 24 jam, bakteri vagina dapat bergerak naik dan

pada beberapa kasus menyebabkan inflamasi pada membran janin, tali pusat, dan plasenta.

Infeksi pada janin dapat disebabkan oleh aspirasi air ketuban yang terinfeksi, dapat

mengakibatkan neonatus lahir mati, persalinan kurang bulan, atau sepsis neonatal.

Organisme yang paling sering ditemukan dari air ketuban yang terinfeksi adalah bakteri

anaerobik, streptokokus kelompok B, Eschericia coli, dan mikoplasma daerah genital.

Infeksi pada ibu saat proses kelahiran terutama infeksi genital adalah jalur utama transmisi

maternal dan dapat berperan penting pada kejadian infeksi neonatal. Infeksi hematogen

transplasental selama atau segera sebelum persalinan (termasuk saat pelepasan plasenta)

19

Page 20: Skenario e Blok 23

dapat terjadi walau infeksi lebih mungkin terjadi saat neonatus melewati jalan lahir. Saat

bakteri mencapai aliran darah, sistem monosit-makrofag dapat menyingkirkan organisme

tersebut secara efisien dengan opsonisasi oleh antibodi dan komplemen sehingga

bakteriemi hanya terjadi singkat. Bakteremia tergantung dari usia pasien, virulensi dan

jumlah bakteri dalam darah, status nutrisi dan imunologis, waktu dan asal intervensi terapi,

menyebabkan respon inflamasi sistemik dari sumber infeksi berkembang luas.

Salah satu infeksi yang paling jelas terlihat pada kasus ini yaitu pada saluran pernafasan

akibat aspirasi cairan ketuban yang sudah terinfeksi sehingga menyebabkan salura

pernafasan terinfeksi tidak terkecuali alveolus. Bila pertahanan tubuh tidak kuat karena pada

bayi baru lahir sistem imun tubuh belum terbentuk dengan sempurna maka mikroorganisme dapat

melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan

sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang

meliputi empat stadium, yaitu :

- Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti) Disebut hiperemia, mengacu pada respon

peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai

dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi

akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan

cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi

sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan

prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler

paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga

terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler

dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka

perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi

oksigen hemoglobin.

- Stadium II (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh

sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari

reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit,

eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada

stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak,

stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

- Stadium III (3 – 8 hari) Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih

mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh

daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai

20

Page 21: Skenario e Blok 23

infeksiinkompetensi seviks↑ tek. Intra uterinKelainan letak

Produksi mediator (e.g. PG, sitokin, protein hormon)Factor risiko KPD

Degradasi kolagen yang dimediasi oleh MMP

Melemahnya kekuatan selaput ketuban

Pecahnya selaput ketuban

Terbukanya hub. Ekstra dan intrauterin

Pembesaran uterusKontraksi rahimGerakan janin

↓ pertahanan terhadap infeksi

Infeksi ascenden (korioamnionitis)

Kehamilan aterm Air ketuban berbau dan keruh

diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat

kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

- Stadium IV (7 – 11 hari) Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan

peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga

jaringan kembali ke strukturnya semula.

Alveolus yang meradang dan gagal mengembang mengakibatkan gangguan ventilasi pada saluran

pernafasan yang mengakibatkan berkurangnya oksigen (hipoksemia) dan retensi CO2 di saluran

pernafasan sehingga ada beberapa kompensasi dari tubuh untuk mengatasi hal ini yaitu dengan

meningkatkan frekuensi pernafasan diharapkan agar volume oksigen yang masuk lebih besar,

selain itu tubuh mengerahkan otot-otot bantu nafas agar paru dapat mengembang lebih besar

sehingga dapat menampung oksigen yang lebih besar pulsa sehingga terjadilah kontraksi pada

dinding dada yang biasa disebut retraksi dinding dada.

Tidak hanya pada saluran pernafasan saja melainkan infeksi terjadi pada selurh tubuh yaitu

septicemia yang dapat mengakibatkan gangguan fungsi organ salah satunya pada sistem saraf

pusat yang dapat mengakibatkan beberapa hal seperti hipoaktif dan tidak adanya reflex hisap pada

bayi.

12. Penatalaksanaan

21

Page 22: Skenario e Blok 23

a. Terapi Suportif

Pertahankan suhu tubuh bayi tetap stabil à bayi di

incubator

Beri Vitamin K1 0,5 mg IM

ASI melalui NGT ( Parenteral feeding ) jika respiratory

distress sudah teratasi

Terapi Oksigen intranasal 1-2 liter/menit bila sianosis

Terapi Nutrisi, cairan IVDF dekstrose 7,5 % atau 10% 500cc dalam NaCl 15%

dengan jumlah yang sesuai

b. Terapi Simptomatif à dengan sendirinya mengalami perbaikan setelah diterapi

suportif & kausatif nya.

c. Terapi Kausatif

Pada kasus ini, diberikan terlebih dahulu antibiotik spektrum luas, karena belum

diketahui secara pasti mikroorganisme penyebab infeksi nya.

Ampisilin 100 mg/kgBB/hari IV dalam 3-4 dosis

Gentamisin 2,5 mg/kgBB/18 jam IV à bila BB > 2000 gram

2,5 mg/kgBB/24 jam IV à bila BB < 2000 gram

Bila umur > 7 hari berikan tiap 12-18 jam

Lama pemberian antara 7 – 10 hari

Bila tidak ada perbaikan dalam 2 hari, ganti antibiotika dengan ceftazidime dosis

50mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis

Antibiotika untuk sepsis neonatal:

22

Page 23: Skenario e Blok 23

First line therapy in facility setting (WHO 2003)

Ampicillin 50 mg/ kg

every 12 hours in 1st week of life

every 8 hours from 2 - 4 weeks

gentamicin once daily

13. Komplikasi

Bronkopneumoni : Empyema, pleuritis, abses paru, bronkiektasis, otitis media akut

Sepsis neonatorum : Meningitis yang dapat menjadi hidrosepalus, periventricular

Meningitis Neonatus, dengan meningitis dapat menyebabkan terjadinya hidrosefalus dan/atau

leukomalasia periventrikular

Pada sekitar 60 % keadaan syok septik akan menimbulkan komplikasi acute respiratory

distress syndrome (ARDS)

Komplikasi yang berhubungan dengan penggunaan aminoglikosida, seperti ketulian dan/atau

toksisitas pada ginjal.

Komplikasi akibat gejala sisa atau sekuele berupa defisit neurologis mulai dari gangguan

perkembangan sampai dengan retardasi mental

Kematian

14. Pencegahan

- Cegah ketuban pecah dini dengan menghindari faktor risiko.

- Apabila ketuban sudah pecah dalam 12 jam namun belum ada tanda-tanda in partu

pertimbangkan untuk melakukan tindakan induksi ataupun section cesarean untuk

mencegah adanya infeksi neonatal

- penatalaksanaan yang agresif diberikan pada ibu yang dicurigai korioamnionitis

dengan antibiotika sebelum persalinan

- persalinan yang cepat bagi bayi baru lahir

- kemoprofilaksis intrapartum selektif dapat menurunkan tingkat morbiditas dan

mortalitas pada infeksi bakteri neonatus

- Apabila sudah ada infeksi genital sebelumnya berikan antibiotika sebelum persalinan

- Menjaga kebersihan daerah genitalia sebelum maupun saat hamil, apabila ada tanda-

tanda infeksi segera periksa ke dokter untuk diobati.

15. Prognosis

23

Page 24: Skenario e Blok 23

Quo ad vitam : bonam

Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

16. SKDI

Sepsis Neonatorum

Tingkat Kemampuan 3B : Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter ( misalnya pemeriksaan

laboratorium sederhana atau X-Ray). Dokter dapat memutuskan dan member terapi

pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (kasus gawat darurat).

Bronkopneumonia

Tingkat Kemampuan 4: Mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara mandiri dan

tuntas. Lulusan dokter mampu membuat diagnosi s klinik dan melakukan

penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandi ri dan tuntas.

IV. Hipotesis

Bayi laki-laki baru lahir, cukup bulan, SMK (sesuai masa kehamilan), lahir spontan 3

jam yang lalu diduga menderita gangguan pernafasan (ARDS) et causa

bronchopneumonia dan sepsis neonatorum.

V. Kerangka Konsep

24

Page 25: Skenario e Blok 23

VI. Learning Issues

25

Page 26: Skenario e Blok 23

1. Acute Respiratory Distress Syndrome

Gagal nafas akut /ARDS adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk

mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan

pH yang adekuat disebabkanoleh masalah ventilasi difusi atau perfusi (Susan Martin T,

1997).

Gagal nafas akut/ARDS adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan

pertukaran oksigen dankarbondioksida dalam jumlah yangdapat mengakibatkan gangguan

pada kehidupan (RS Jantung “Harapan Kita”, 2001)

Gagal nafas akut/ARDS terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida

dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsioksigen dan pembentukan karbon

dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50

mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg

(hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001)

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ARDS ( Gagal nafas Akut ) merupakan

ketidakmampuan atau kegagalan sitem pernapasan oksigen dalam darah sehingga

pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru - paru tidak dapat memelihara laju

konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel –sel tubuh.sehingga

tegangan oksigen berkurang dan akan peningkatan karbondioksida akan menjadi lebih

besar.

ETIOLOGI

1. Depresi Sistem saraf pusat

Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang

mengendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga

pernafasan lambat dan dangkal.

2. Kelainan neurologis primer

Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan

menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor

pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot

26

Page 27: Skenario e Blok 23

pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan

sangatmempengaruhiventilasi.

3. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks

Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru.

Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau

trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.

4. Trauma

Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas. Kecelakaan

yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut

dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks,

pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan gagal nafas.

Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk

memperbaiki patologi yang mendasar.

5. Penyakit akut paru

Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan

oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma

bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang

menyababkan gagal nafas.

PATOFISIOLOGI

Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing

masing mempunyai pengertian yang bebrbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang

timbul pada pasien yang parunyanormal secara struktural maupun fungsional sebelum

awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan

penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit

penambang batubara).Pasien mengalalmi toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang

memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan

asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel. Indikator

gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan normal ialah

16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator

karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah

27

Page 28: Skenario e Blok 23

ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg). Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi

yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang

mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla).

MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis utama pada kasus ARDS :

1.Peningkatan jumlah pernapasan

2. Klien mengeluh sulit bernapas, retraksi dan sianosis

3. Pada Auskultasi mungkin terdapat suara napas tambahan

4.Penurunan kesadaran mental

5. Takikardi, takipnea

6.Dispnea dengan kesulitan bernafas

7. Terdapat retraksi interkosta

8. Sianosis

9. Hipoksemia

10. Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing

11. Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur atau gallop

2. Ketuban Pecah Dini

1. Definisi

Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) atau ketuban

pecah prematur (KPP) adalah keluarnya cairan dari jalan lahir/vagina sebelum proses

persalinan.

Ketuban pecah prematur yaitu pecahnya membran khorio-amniotik sebelum onset

persalinan atu disebut juga Premature Rupture Of Membrane = Prelabour Rupture Of

Membrane = PROM.

Ketuban pecah prematur pada preterm yaitu pecahnya membran Chorio-amniotik

sebelum onset persalinan pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau disebut juga

28

Page 29: Skenario e Blok 23

Preterm Premature Rupture Of Membrane = Preterm Prelabour Rupture Of Membrane =

PPROM

Epidemiologi

- PROM             : 6-19% kehamilan

- PPROM          : 2% kehamilan

Etiologi

Penyebab dari KPD tidak atau masih belum diketahui secara jelas maka usaha preventif

tidak dapat dilakukan, kecuali dalam usaha menekan infeksi.

Faktor yang berhubungan dengan meningkatnya insidensi KPD antara lain :

Fisiologi selaput amnion/ketuban yang abnormal

Inkompetensi serviks

Infeksi vagina/serviks

Kehamilan ganda

Polihidramnion

Trauma

Distensi uteri

Stress maternal

Stress fetal

Infeksi

Serviks yang pendek

Prosedur medis

Diagnosa

Secara klinik diagnosa ketuban pecah dini tidak sukar dibuat anamnesa pada klien dengan

keluarnya air seperti kencing dengan tanda-tanda yang khas sudah dapat menilai itu

mengarah ke ketuban pecah dini. Untuk menentukan betul tidaknya ketuban pecah dini

bisa dilakukan dengan cara :

- Adanya cairan yang berisi mekonium (kotoran janin), verniks kaseosa (lemak putih)

rambut lanugo atau (bulu-bulu halus) bila telah terinfeksi bau

29

Page 30: Skenario e Blok 23

- Pemeriksaan inspekulo, lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari

kanalis servikalis pada bagian yang sudah pecah, atau terdapat cairan ketuban pada

forniks posterior

- USG : volume cairan amnion berkurang/oligohidramnion

- Terdapat infeksi genital (sistemik)

- Gejala chorioamnionitis

Maternal : demam (dan takikardi), uterine tenderness, cairan amnion yang keruh dan

berbau, leukositosis (peningkatan sel darah putih) meninggi, leukosit esterase (LEA)

meningkat, kultur darah/urin

Fetal : takikardi, kardiotokografi, profilbiofisik, volume cairan ketuban berkurang

Cairan amnion

Tes cairan amnion, diantaranya dengan kultur/gram stain, fetal fibronectin, glukosa,

leukosit esterase (LEA) dan sitokin.

Jika terjadi chorioamnionitis maka angka mortalitas neonatal 4x lebih besar, angka

respiratory distress, neonatal sepsis dan pardarahan intraventrikuler 3x lebih besar

- Dilakukan tes valsava, tes nitrazin dan tes fern

Normal pH cairan vagina 4,5-5,5 dan normal pH cairan amnion  7,0-7,5

Dilakukan uji kertas lakmus/nitrazine test

Jadi biru (basa)            : air ketuban

Jadi merah (asam)       : air kencing

Tatalaksana

Penatalaksanaan ketuban pecah dini tergantung pada umur kehamilan dan tanda infeksi

intrauterin. Pada umumnya lebih baik untuk membawa semua pasien dengan KPD ke RS

dan melahirkan bayi yang berumur > 37 minggu dalam 24 jam dari pecahnya ketuban

untuk memperkecil resiko infeksi intrauterin. Tindakan konservatif (mempertahankan

kehamilan) diantaranya pemberian antibiotik dan cegah infeksi (tidak melakukan

pemeriksaan dalam), tokolisis, pematangan paru, amnioinfusi, epitelisasi (vit C dan trace

element, masih kontroversi), fetal and maternal monitoring. Tindakan aktif

(terminasi/mengakhiri kehamilan) yaitu dengan sectio caesarea (SC) atau pun partus

30

Page 31: Skenario e Blok 23

pervaginam. Dalam penetapan langkah penatalaksanaan tindakan yang dilakukan apakah

langkah konservatif ataukah aktif, sebaiknya perlu mempertimbangkan usia kehamilan,

kondisi ibu dan janin, fasilitas perawatan intensif, kondisi, waktu dan tempat perawatan,

fasilitas/kemampuan monitoring, kondisi/status imunologi ibu dan kemampuan finansial

keluarga. Untuk usia kehamilan <37 minggu dilakukan penanganan konservatif dengan

mempertahankan kehamilan sampai usia kehamilan matur. Untuk usia kehamilan 37

minggu atau lebih lakukan terminasi dan pemberian profilaksis streptokokkus grup B.

Untuk kehamilan 34-36 minggu lakukan penatalaksanaan sama halnya dengan aterm.

Untuk usia kehamilan 32-33 minggu lengkap lakukan tindakan konservatif/expectant

management kecuali jika paru-paru sudah matur (maka perlu dilakukan tes pematangan

paru), profilaksis streptokokkus grup B, pemberian kortikosteroid (belum ada konsensus

namun direkomendasikan oleh para ahli), pemberian antibiotik selama fase laten.. Untuk

previable preterm (usia kehamilan 24-31 minggu lengkap) lakukan tindakan konservatif,

pemberian profilaksis streptokokkus grup B, single-course kortikosteroid, tokolisis (belum

ada konsensus) dan pemberian antibiotik selama fase laten (jika tidak ada kontraindikasi) .

Untuk non viable preterm (usia kehamilan <24 minggu), lakukan koseling pasien dan

keluarga, lakukan tindakan konservatif atau induksi persalinan, tidak direkomendasikan

profilaksis streptokokkus grup B dan kortikosteroid, pemberian antibiotik tidak dianjurkan

karena belum ada data untuk pemberian yang lama). Rekomendasi klinik untuk PROM,

yaitu pemberian antibiotik karena periode fase laten yang panjang, kortikosteroid harus

diberikan antara 24-32 minggu (untuk mencegah terjadinya resiko perdarahan

intraventrikuler, respiratory distress syndrome dan necrotizing examinations),tidak boleh

dilakukan digital cervical examinations jadi pilihannya adalah dengan spekulum, tokolisis

untuk jangka waktu yang lama tidak diindikasikan sedangkan untuk jangka pendek dapat

dipertimbangkan untuk memungkinkan pemberian kortikosteroid, antibiotik dan

transportasi maternal, pemberian kortikosteroid setelah 34 minggu dan pemberian multiple

course tidak direkomendasikan. Pematangan paru dilakukan dengan pemberian

kortikosteroid yaitu deksametason 2×6 mg (2 hari) atau betametason 1×12 mg (2 hari).

Agentokolisis yaitu B2 agonis (terbutalin, ritodrine), calsium antagonis (nifedipine),

prostaglandin sintase inhibitor (indometasin), magnesium sulfat, oksitosin antagonis

(atosiban). Tindakan epitelisasi masih kotroversial, walaupun vitamin C dan trace element

terbukti berhubungan dengan terjadinya ketuban pecah terutama dalam metabolisme

kolagen untuk maintenance integritas membran korio-amniotik, namun tidak terbukti

menimbulkan epitelisasi lagi setelah terjadi PROM.

31

Page 32: Skenario e Blok 23

Tindakan terminasi dilakukan jika terdapat tanda-tanda chorioamnionitis, terdapat tanda-

tanda kompresi tali pusat/janin (fetal distress) dan pertimbangan antara usia kehamilan,

lamanya ketuban pecah dan resiko menunda persalinan. KPD pada kehamilan < 37

minggu tanpa infeksi, berikan antibiotik eritromisin 3×250 mg, amoksisillin 3×500 mg

dan kortikosteroid. KPD pada kehamilan  > 37 minggu tanpa infeksi (ketuban pecah >6

jam) berikan ampisillin 2×1 gr IV dan penisillin G 4×2 juta IU, jika serviks matang

lakukan induksi persalinan dengan oksitosin, jika serviks tidak matang lakukan SC. KPD

dengan infeksi (kehamilan <37 ataupun > 37 minggu), berikan antibiotik ampisillin 4×2 gr

IV, gentamisin 5 mg/KgBB, jika serviks matang lakukan induksi persalinan dengan

oksitosin, jika serviks tidak matang lakukan SC

Prognosis/komplikasi

Adapun pengaruh ketuban pecah dini terhadap ibu dan janin adalah :

Prognosis ibu

Infeksi intrapartal/dalam persalinan

Infeksi puerperalis/ masa nifas

Dry labour/Partus lama

Perdarahan post partum

Meningkatkan tindakan operatif obstetri (khususnya SC)

Morbiditas dan mortalitas maternal

Prognosis janin

Prematuritas

Masalah yang dapat terjadi pada persalinan prematur diantaranya adalah respiratory

distress sindrome, hypothermia, neonatal feeding problem, retinopathy of premturity,

intraventricular hemorrhage, necrotizing enterocolitis, brain disorder (and risk of cerebral

palsy), hyperbilirubinemia, anemia, sepsis.

Prolaps funiculli/ penurunan tali pusat

Hipoksia dan Asfiksia sekunder (kekurangan oksigen pada bayi)

32

Page 33: Skenario e Blok 23

Mengakibatkan kompresi tali pusat, prolaps uteri, dry labour/pertus lama, apgar score

rendah, ensefalopaty, cerebral palsy, perdarahan intrakranial, renal failure, respiratory

distress.

Sindrom deformitas janin

Terjadi akibat oligohidramnion. Diantaranya terjadi hipoplasia paru, deformitas

ekstremitas dan pertumbuhan janin terhambat (PJT)

Morbiditas dan mortalitas perinatal

3. Neonatal Sepsis

Pengertian

Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistemik dan

terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis dapat berlangsung cepat sehingga

sering kali tidak terpantau tanpa pengobatan yang memadai sehingga neonatus dapat

meninggal dalam waktu 24 sampai 48 hari. (Surasmi, 2003)

Sepsis neonatal adalah merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi

selama satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur, dan protozoa dapat

menyebabkan sepsis bayi baru lahir. (DEPKES 2007)

Sepsis neonatorum adalah infeksi yang terjadi pada bayi dalam 28 hari pertama setelah

kelahiran. (Mochtar, 2005).

Faktor-faktor yang mempengaruhi sepsis pada bayi baru lahir dapat di bagi menjadi tiga

kategori yaitu:

a. Faktor maternal terdiri dari:

1) Ruptur selaput ketuban yang lama

2) Persalinan prematur

3) Amnionitis klinis

4) Demam maternal

5) Manipulasi berlebihan selama proses persalinan

6) Persalinan yang lama

b. Pengaruh lingkungan yang dapat menjadi predisposisi bayi yang terkena

sepsis, tetapi tidak terbatas pada buruknya praktek cuci tangan dan teknik perawatan,

kateter umbilikus arteri dan vena, selang sentral, berbagai pemasangan kateter selang

trakeaeknologi invasive, dan pemberian susu formula.

33

Page 34: Skenario e Blok 23

c. Faktor penjamu meliputi jenis kelamin laki-laki, bayi prematur, berat badan lahir

rendah, dan kerusakan mekanisme pertahanan dari penjamu. (Wijayarini,2005)

Patofisiologi

Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa

cara yaitu:

a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir

Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk ke

dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Penyebab infeksi adalah virus yang dapat

menembus plasenta antara lain:virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, influenza,

parotitis. Bakteri yang melalui jalur ini antara lain: malaria, sipilis, dan toksoplasma.

b. Pada masa intranatal atau saat persalinan

Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik

mencapai korion dan amnion. Akibatnya terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya

kuman melalui umbilikus masuk ketubuh bayi. Cara lain yaitu pada saat persalinan,

kemudian menyebabkan infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de

entre, saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman ( misalnya: herpes

genetalia, candida albicans, gonorrhea).

c. Infeksi pascanatal atau sesudah melahirkan

Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi sesudah kelahiran, terjadi akibat

infeksi nasokomial dari lingkungan di luar rahim (misalnya melalui alat-alat penghisap

lendir, selang endotrakea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau

profesi lain yang ikut menangani bayi, dapat menyebabkan terjadinya infeksi nasokomial.

Infeksi juga dapat melalui luka umbilikus. (Surasmi, 2003)

Faktor predisposisi

Terdapat berbagai faktor predisposisi terjadinya sepsis, baik dari ibu maupun bayi

sehingga dapat dilakukan tindakan antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya sepsis.

Faktor predisposisi itu adalah: Penyakit yang di derita ibu selama kehamilan, perawatan

antenatal yang tidak memadai; Ibu menderita eklamsia, diabetes mellitus; Pertolongan

persalinan yang tidak higiene, partus lama, partus dengan tindakan; Kelahiran kurang

bulan, BBLR, cacat bawaan. Adanya trauma lahir, asfiksia neonatus, tindakan invasif pada

neonatus; Tidak menerapkan rawat gabung. Sarana perawatan yang tidak baik, bangsal

yang penuh sesak. Ketuban pecah dini, amnion kental dan berbau; Pemberian minum

melalui botol, dan pemberian minum buatan.

34

Page 35: Skenario e Blok 23

Manifestasi klinis

Tanda dan gejala sepsis neonatorum umumnya tidak jelas dan tidak spesifik.Tanda dan

gejala sepsis neonatorum yaitu: Tanda dan gejala umum meliputi hipertermia atau

hipotermi bahkan normal, aktivitas lemah atau tidak ada tampak sakit, berat badan

menurun tiba-tiba; Tanda dan gejala pada saluran pernafasan meliputi dispnea, takipnea,

apnea, tampak tarikan otot pernafasan,merintih, mengorok, dan pernafasan cuping hidung;

Tanda dan gejala pada system kardiovaskuler meliputi hipotensi, kulit lembab, pucat dan

sianosis; Tanda dan gejala pada saluran pencernaan mencakup distensi abdomen, malas

atau tidak mau minum, diare; Tanda dan gejala pada sistem saraf pusat meliputi refleks

moro abnormal, iritabilitas, kejang, hiporefleksia, fontanel anterior menonjol, pernafasan

tidak teratur; Tanda dan gejala hematology mencakup tampak pucat, ikterus, patikie,

purpura, perdarahan, splenomegali.

Pencegahan

a. Pada masa antenatal

Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala, imunisasi,

pengobatan terhadap penyakit infeksi yang di derita ibu, asupan gizi yang memadai,

penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin,

rujukan segera ketempat pelayanan yang memadai bila diperlukan.

b. Pada saat persalinan

Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik, yang artinya dalam melakukan

pertolongan persalinan harus dilakukan tindakan aseptik. Tindakan intervensi pada ibu

dan bayi seminimal mungkin dilakukan (bila benar-benar diperlukan). Mengawasi

keadaan ibu dan janin yang baik selama proses persalinan, melakukan rujukan secepatnya

bila diperlukan dan menghindari perlukaan kulit dan selaput lendir.

c. Sesudah persalinan

Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung bila bayi normal, pemberian

ASI secepatnya, mengupayakan lingkungan dan peralatan tetap bersih, setiap bayi

menggunakan peralatan tersendiri, perawatan luka umbilikus secara steril. Tindakan

invasif harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip aseptik. Menghindari

perlukaan selaput lendir dan kulit, mencuci tangan dengan menggunakan larutan

desinfektan sebelum dan sesudah memegang setiap bayi. Pemantauan bayi secara teliti

disertai pendokumentasian data-data yang benar dan

35

Page 36: Skenario e Blok 23

baik. Semua personel yang menangani atau bertugas di kamar bayi harus sehat. Bayi yang

berpenyakit menular di isolasi, pemberian antibiotik secara rasional, sedapat mungkin

melalui pemantauan mikrobiologi dan tes resistensi. (Sarwono, 2004)

Pengobatan

Prinsip pengobatan sepsis neonatorum adalah mempertahankan metabolisme tubuh dan

memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan intravena termasuk kebutuhan

nutrisi. Menurut Yu Victor Y.H dan Hans E. Monintja pemberian antibiotik hendaknya

memenuhi kriteria efektif berdasarkan hasil pemantauan mikrobiologi, murah, dan mudah

diperoleh, tidak toksik, dapat menembus sawar darah otak atau dinding kapiler dalam otak

yang memisahkan darah dari jaringan otak dan dapat diberi secara parenteral. Pilihan obat

yang diberikan ialah ampisilin dan gentamisin atau ampisilin dan kloramfenikol,

eritromisin atau sefalasporin atau obat lain sesuai hasil tes resistensi.

Dosis antibiotik untuk sepsis neonatorum : Ampisislin 200 mg/kgBB/hari, dibagi 3 atau 4

kali pemberian; Gentamisin 5 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 2 pemberian; Kloramfenikol

25 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 atau 4 kali pemberian; Sefalasporin 100 mg/kg BB/hari,

dibagi dalam 2 kali pemberian;Eritromisin500 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis.

(surasmi,2003)

4. Bronchopneumonia

Bronchopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya menyerang di bronkeoli

terminal. Bronkeoli terminal tersumbat oleh eksudat mokopurulen yang membentuk

bercak-barcak konsolidasi di lobuli yang berdekatan. Penyakit ini sering bersifat sekunder,

menyertai infeksi saluran pernafasan atas, demam infeksi yang spesifik dan penyakit yang

melemahkan daya tahan tubuh.

Etiologi

Secara umun individu yang terserang bronchopneumonia diakibatkan oleh adanya

penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang

yang normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ

pernafasan yang terdiri atas : reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia

yang menggerakkan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat.

36

Page 37: Skenario e Blok 23

Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh :

1. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella.

2. Virus : Legionella pneumoniae

3. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans

4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paru-paru

5. Terjadi karena kongesti paru yang lama.Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora

normal yang terjadi pada pasien yang daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora

normal yang terdapat dalam mulut dan karena adanya pneumocystis cranii, Mycoplasma.

(Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572 dan Sandra M. Nettina, 2001 : 682)

Patofisiologi

Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang

disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophillus influenzae atau karena aspirasi

makanan dan minuman.

Dari saluran pernafasan kemudian sebagian kuman tersebut masukl ke saluran pernafasan

bagian bawah dan menyebabkan terjadinya infeksi kuman di tempat tersebut, sebagian lagi

masuk ke pembuluh darah dan menginfeksi saluran pernafasan dengan ganbaran sebagai

berikut:

1. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi pembuluh

darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan alveoli.

2. Ekspansi kuman melalui pembuluh darah kemudian masuk ke dalam saluran

pencernaan dan menginfeksinya mengakibatkan terjadinya peningkatan flora normal

dalam usus, peristaltik meningkat akibat usus mengalami malabsorbsi dan kemudian

terjadilah diare yang beresiko terhadap gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. 

(Soeparman, 1991)

Manifestasi Klinis

Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran pernafasan bagian

atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita bronchopneumonia mengalami

tanda dan gejala yang khas seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritis, batuk

37

Page 38: Skenario e Blok 23

produktif, hidung kemerahan, saat bernafas menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul

sianosis. (Barbara C. long, 1996 :435)

Pemeriksaan Penunjang

Untuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan dapat digunakan cara:

Pemeriksaan Laboratorium

• Pemeriksaan darah

• Pemeriksaan sputum

• Analisa gas darah

• Kultur darah

• Sampel darah, sputum, dan urin

Pemeriksaan Radiologi

• Rontgenogram Thoraks

• Laringoskopi/ bronkoskopi

38

Page 39: Skenario e Blok 23

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Seorang bayi laki-laki Ny. Utami baru lahir, sesuai masa kehamilan (SMK), cukup

bulan, dengan berat badan 3 kg, APGAR score 5-8, lahir spontan disertai asfiksia ringan

mengalami distress pernapasan (ARDS) karena Bronkopneumonia dan sepsis

neonatorum.

39

Page 40: Skenario e Blok 23

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham F. Garry, et al. Obstetri Wiliam.Ed 23. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

EGC;2010.

Diagnosis Fisis pada Anak, penyunting Corry S Matondang, ISkandar Wahidiyat, Sugindo

sastroasmoro. Jakarta: PT Sagung Seto, 2000

Dorland, W. A. Newman.. 2002. Kamus Kedokteran Dorland edisi 29. Jakarta: EGC

Hassan, Rusepno., Husein Alatas. 1985. Buku Kuliah jilid 3 Ilmu Kesehatan Anak.

Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Neonatalogi.Edisi Pertama. Jakarta : Badan

Penerbit IDAI;2008.

Pelayanan Kesehatan Materna dan Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo.

Prawirohardjo, Sarwono. 2012. Ilmu Kebidanan Edisi keempat Cetakan ketiga. Jakarta:

PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sarwono. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;2010.

Sholeh, M.Kosim., Ari Yunanto, dkk. 2012. Buku Ajar Neonatologi edisi Pertama

cetakan ketiga. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

Wahab, A.Samik dkk (Ed). 1999. Ilmu Kesehatan Anak/Nelson vol 1 edisi 15. Jakarta: EGC

-----. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehtan Maternal dan Neonatal. Jakarta :

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirihardo

40

Page 41: Skenario e Blok 23

41