sistem endokrin (kelompok 13).docx
TRANSCRIPT
MAKALAH FISIOLOGI
SISTEM ENDOKRIN
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
Niatin Laia (121121104)
Hotliana Daely (121121105)
Aan Maydah M. Nasution (121121106)
Rosmaito Siregar (121121107)
Muflahul Husnah (121121108)
Rizky Ameliani (121121109)
Nurhazizah Ritonga (121121110)
Nila Rahayu Pardosi (121121111)
YolaPatika Sari Tampubolon (121121112)
PROGRAM STUDI S1 EKSTENSI KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2014
KATA PENGANTAR
Alhamdulilllah, Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya
yang telah memberikan kekuatan, kesehatan, dan kesempatan, serta salawat beriring salam
atas junjungan nabi besar Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini dengan judul “ Fisiologi Sistem Endokrin”.
Penulis menyadari makalah ini kurang maksimal jadi penulis menerima kritik dan
saran yang membangun. Selama proses pembuatan makalah ini penulis mendapat dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima
kasih setulus tulusnya kepada Bapak Mula Tarigan, S.Kp, M. Kes selaku koordinator mata
kuliah Manajemen Kesehatan serta selaku pembimbing kelompok, dan semua pihak yang
turut membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat demi menambah ilmu
pengetahuan khususnya keperawatan.
Medan, Maret 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................... 1
B. Tujuan...................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian ............................................................................................... 3
B. Fungsi Kelenjar Endokrin........................................................................ 3
C. Sifat Alamiah Hormon............................................................................. 3
D. Penggolongan Hormon............................................................................ 4
E. Pengaturan Kecepatan Sekresi Hormon Peran Umpan Balik.................. 4
F. Reseptor Hormon dan Aktivitasnya......................................................... 5
G. Mekanisme Kerja Hormon....................................................................... 5
H. Kelenjar Endokrin dan Hormon yang Dihasilkan.................................... 7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................................. 64
B. Saran........................................................................................................ 64
Daftar Pustaka................................................................................................... 65
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem endokrin mengatur dan mempertahankan fungsi tubuh dan metabolisme tubuh,
jika terjadi ganguan endokrin akan menimbulkan masalah yang komplek terutama
metabolisme fungsi tubuh terganggu salah satu gangguan endokrin adalah Diabetes Melitus
yang disebabkan karena defisiensi absolute atau relatif yang disebabkan metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein (Maulana, 2008).
Sistem endokrin merupakan system kelenjar yang memproduksi substans untuk
digunanakn di dalam tubuh. Kelenjar endokrin mengeluarkan substansi yang tetap beredar
dan bekerja didalam tubuh. Hormon merupakan senyawa kimia khsus diproduksi oleh
kelenjar endokrin tertentu. terdapat hormon setempat dan hormon umum. contoh dari hormon
setempat adalah: Asetilkolin yang dilepaskan oleh bagian ujung-ujung syaraf parasimpatis
dan syaraf rangka. Sekretin yang dilepaskan oleh dinding duedenum dan diangkut dalam
darah menuju penkreas untuk menimbulkan sekresi pankreas dan kolesistokinin yang
dilepaskan diusus halus, diangkut kekandung empedu sehingga timbul kontraksi kandung
empedu dan pankreas sehingga timbul sekresi enzim.
Sistem endokrin meliputi suatu sistem dalam tubuh manusia yang terdiri dari
sejumlah kelenjar penghasil zat yang di-namakan hormon. Kelenjar ini dinamakan 'endokrin'
karena tidak mempunyai saluran keluar untuk zat yang dihasilkannya. Hormon yang
dihasilkannya itu dalam jumlah sedikit pada saat dibutuhkan dan dialirkan ke organ sasaran
melalui pembuluh darah bercampur dengan darah. Kelenjar yang produknya disalurkan
melalui pembuluh khusus (seperti kelenjar ludah) dinamakan kelenjar eksokrin.
Fungsi tubuh diatur oleh dua sistem pengatur utama yakni: sistem saraf dan sistem
hormonal atau sistem endokrin. Pada umumnya, sistem hormonal terutama berkaitan dengan
pengaturan berbagai fungsi metabolisme tubuh, seperti pengaturan kecepatan reaksi kimia di
dalam sel atau pengangkutan bahan-bahan melewati membran sel atau aspek lain dari
metabolisme sel seperti pertumbuhan dan sekresi. Beberapa efek hormon ini dapat terjadi
beberapa detik, sedangkan yang lain membutuhkan beberapa hari hanya untuk mulai dan
berlangsung selama beberapa minggu, beberapa bulan, atau bahkan beberapa tahun.
Antara sistem hormon dan sistem saraf terdapat banyak hubungan. Contohnya, paling
sedikit ada dua kelenjar yang mensekresikan hormonnya hampir seluruhnya sebagai respon
terhadap rangsangan saraf yang tepat, yakni kelenjar medula adrenal dan kelenjar hipofisis.
Sebaiknya, sebagian besar hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis mengatur sekresi
sebagian besar kelenjar endokrin lain.
B. Tujuan
Agar mahasiswa dapat memahami Anatomi & Fisiologi dari Sistem Endokrin sehingga
mempermudah dalam mempelajari patofisiologi dari sistem endokrin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Kelenjar endokrin atau kelenjar buntu adalah kelenjar yang mengirimkan hasil
sekresinya langsung ke dalam darah yang beredar dalam jaringan. Kelenjar tanpa melewati
duktus atau saluran dan hasil sekresinya disebut hormon.
B. Fungsi Kelenjar Endokrin
Sistem endokrin terdiri dari kelenjar-kelenjar yang menyekresi hormon yang
membantu memelihara dan mengatur fungsi-fungsinya. Adapun fungsi-fungsi kelenjar
endokrin adalah sebagai berikut:
1. Menghasilkan hormon yang dialirkan ke dalam darah yang diperlukan oleh
jaringan dalam tubuh tertentu.
2. Mengontrol aktivitas kelenjar tubuh.
3. Merangsang aktivitas kelenjar tubuh.
4. Merangsang pertumbuhan jaringan.
5. Mengatur metabolism, oksidasi, meningkatkan absorpsi glukosa pada usus halus.
6. Mempengaruhi metabolisme lemak, protein, hidratarang, vitamin, mineral, dan
air.
C. Sifat Alamiah Hormon
Hormon merupakan zat kimia yang disekresikan ke dalam cairan tubuh oleh satu sel
atau sekelompok sel dan mempunyai efek pengaturan fisiologis terhadap sel-sel tubuh lain.
Beberapa di antaranya merupakan hormon setempat dan yang lainnya merupakan hormon
umum. Contoh dari hormon setempat adalah asetilkolin yang dilepaskan oleh bagian ujung
saraf parasimpatis dan ujung saraf rangka, sekretin yang dilepaskan oleh dinding duodenum
dan diangkut dalam darah menuju pankreas untuk menimbulkan sekresi pankreas yang encer,
dan kolesistokinin yang dilepaskan dalam usus halus dan diangkut ke kandung empedu
sehingga timbul kontraksi kandung empedu dan ke pankreas sehingga timbul sekresi enzim.
Hormon-hormon ini mempunyai efek setempat yang khusus, sehingga disebut hormon
setempat.
Sebagian besar hormon umum disekresikan oleh kelenjar endokrin yang khusus. Dua
contoh dari hormon umum yang sebenarnya telah kita kenal yakni epinefrin dan norepinefrin,
yang keduanya disekresi oleh medula adrenal akibat perangsang simpatis. Hormon-hormon
ini diangkut dalam darah menuju ke seluruh bagian tubuh dan menimbulkan berbagai reaksi,
khusunya penyempitan pembuluh darah dan peningkatan tekanan arteri.
D. Penggolongan Hormon
Secara kimiawi, hormon dapat dibagi dalam tiga tipe:
1. Hormon steroid: hormon ini semuanya memiliki struktur kimia berdasarkan pada inti
steroid, yang mirip dengan kolesterol dan sebagian besar tipe ini berasal dari
kolesterol itu sendiri. Berbagai hormon steroid yang berbeda disekresi oleh (a) korteks
adrenal (kortisol dan aldosteron), (b) ovarium (estrogen dan progesteron), (c) testis
(testosteron), dan (d) plasenta (estrogen dan progesteron).
2. Derivat asam amino tiroksin: ada dua kelompok hormon yang merupakan derivat
asam amino tiroksin. Kedua hormon metabolik tiroid, tiroksin dan triiodottironin,
merupakan bentuk iodinasi dari derivat tirosin. Dan kedua hormon utama yang berasal
dari medula adrenal, epinefrin dan norepinefrin, kedua-duanya merupakan
ketokolamin, yang juga turunan dari tiroksin.
3. Protein atau peptida: pada dasarnya semua hormon endokrin yang penting dapat
merupakan derivat protein, peptida, atau derivat dari keduanya. Hormon yang
dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis anterior dapat merupakan molekul protein atau
polipeptida besar; hormon hipofisis posterior, hormon antidiuretik, dan oksitosin,
merupakan peptida yang hanya mengandung delapan asam amino. Insulin, glukagon,
dan parathormon merupakan polipeptida besar.
E. Pengaturan kecepatan Sekresi Hormon Peran Umpan Balik Negatif
Tanpa terkecuali, kecepatan sekresi setiap hormon yang telah diteliti sangat tepat oleh
beberapa sistem pengaturan internal. Pada sebagian besar, pengaturan ini biasanya
menggunakan suatu mekanisme umpan balik negatif sebagai berikut:
1. Kelenjar endokrin mempunyai kecenderungan alami untuk mensekresikan secara
berlebihan hormonnya.
2. Oleh karena kecenderungan ini, hormon akan semakin menggunakan efek
pengaturannya pada organ target.
3. Tetapi bila terlalu banyak fungsi yang terjadi, biasanya beberapa faktor lain dari
fungsi ini akan menjadi umpan balik bagi kelenjar endokrin tersebut dan akan
menimbulkan efek negatif pada kelenjar sehingga mengurangi kecepatan sekresi
kelenjar. Jadi, fungsi hormon dapat dipantau melalui mekanisme pengaturan, dan
informasi ini sebaliknya akan merupakan pengaturan umpan balik terhadap kecepatan
sekresi kelenjar.
F. Reseptor Hormon dan Aktivitasnya
Pada umumnya lokasi reseptor dari berbagai macam hormon yang berbeda itu adalah
sebagi berikut
1. Di dalam atau pada permukaan membran sel. Reseptor membran sangat khusus untuk
hormon golongan protein, peptida, dan ketokolamin (epinefrin dan norepinefrin).
2. Di dalam sitoplasma sel. Reseptor untuk berbagai hormon steroid yang berbeda dapat
dijumpai hampir semuanya di dalam sitoplasma.
3. Di dalam inti sel. Reseptor untuk hormon metabolik tiroid (tiroksin dan triiodotironin)
dijumpai di dalam inti, diduga terletak dalam hubungan langsung dengan satu
kromosom atau lebih.
G. Mekanisme Kerja Hormon
a. Reseptor hormon memainkan peranan utama dalam kerja hormon
1. Perubahan dalam permeabilitas membran
Semua zat neurotransmitter, yang merupakan hormon lokal sendiri, bergabung dengan
reseptor di dalam membran pascasinaps. Keadaan ini hampir selalu menyebabkan suatu
perubahan penyesuaian dalam struktur protein dari reseptor, biasanya membuka atau
menutup satu saluran untuk satu atau lebih ion. Beberapa reseptor menyediakan saluran untuk
ion natrium, yang lain untuk ion kalium, natrium, dan selanjutnya. Kemudian, perubahan
pergerakan dari ion-ion yang melalui saluran inilah yang menyebabkan efek selanjutnya pada
sel sinaps.
Beberapa hormon umum juga memiliki efek yang serupa dalam membuka dan
menutup saluran ion membran. Hal ini paling jelas terlihat pada kerja dari sekret medula
adrenal, yaitu norepinefrin dan epinefrin. Sebagi contoh, norepinefrin dan epinefrin
mempunyai efek yang kuat dalam membuka sel otot polos spesifik dan menyebabkan eksitasi
dalam beberapa keadaan atau penghambatan pada keadaan lain.
2. Aktivitas enzim intraselular saat satu hormon bergabung dengan satu reseptor
membran
Suatu efek umum yang lain dari penggabungan reseptor membran adalah aktivasi
(kadang inaktivasi) suatu enzim secara segera di dalam membran sel. Satu contoh yang baik
efek keadaan ini adalah efek yang ditimbulkan oleh insulin. Insulin mengikat gugus reseptor
membrannya yang menonjol ke bagian luar. Pengikatan ini menghasilkan perubahan
struktural dalam molekul reseptor itu sendiri, menyebabkan gugus dari molekul yang
menonjol ke bagian dalam berubah menjadi suatu kinase yang aktif. Kinas eini kemudian
meningkatkan fosforilasi dari beberapa zat yang berbeda di dalam sel. Sebagian besar kerja
insulin pada sel kemudian secara sekunder disebabkan oleh proses fosforilasi ini.
3. Aktivitas gen melalui penggabungan dengan reseptor intraselular.
Beberapa hormon, terutama hormon steroid dan hormon tiroid, bergabung dengan
reseptor protein di dalam sel, tidak di dlam membran sel. Kompleks reseptor hormon yang
diaktifkan kemudian bergabung dengan mengaktifkan gugus spesifik dari rantai DNA inti
sel, yang selanjutnya menimbulkan transkripsi dari gen spesifik untuk membran RNA
messenger. Oleh karena itu, dalam waktu menit, jam, atau bahkan berhari-hari setelah
hormon masuk ke dalam sel, protein yang baru dibentuk muncul dalam sel dan menjadi
pengaturan fungsi selular yang baru atau meningkatkan fungsi selular. Hormon yang lain
akan meningkatkan translasi RNA messenger di dalam sitoplasma. Hal ini diyakini benar
terutama pada salah satu fungsi dari hormon pertumbuhan dan mungkin insulin.
b. Mekanisme second messenger untuk memperantarai fungsi hormon intraselular
Second messenger cAMP dibentuk di dalam membran sel. Kemudian cAMP
selanjutnya menyebabkan semua atau sebagian besar efek intraselular hormon. Jadi, efek
samping satu-satunya yang dimiliki hormon terhadap sel adalah untuk mengaktifkan suatu
tipe reseptor membran tunggal. Second messenger melakukan sisanya. Siklik AMP bukan
satu-satunya second messenger yang digunakan oleh hormon yang berbeda-beda. Dua
messenger penting adalah (a) ion kalsium dan kalmodulin, (b) produk dari pemecahan
membran fosfolipid.
Mekanisme intraselular sistem second messenger cAMP. Mekanisme seluruh hormon
ini merangsang jaringan targetnya: adenokortikotropin, hormon perangsang tiroid, hormon
lutein, horman perangsang folikel, vasopresin, hormon paratiroid, glukagon, katekolamin,
sekretin, sebagian besar hormon pelepas hipotalamus.
Mula-mula hormon perangsang berikatan dulu dengan reseptor yang spesifik untuk
hormon itu pada permukaan membran sel target. Sifat khusus dari reseptor ini menentukan
hormon mana yang akan mempengaruhi sel target. Sesudah berikatan dengan reseptor
membran, bagian dari reseptor yang menonjol ke bagian dalam membran sel diaktifkan
menjadi enzim protein adenil siklase. Enzim ini selanjutnya menyebabkan konservasi
sejumlah kecil adenosin trifosfat sitoplasmik menjadi cAMP dengan cepat, yang merupakan
senyawa siklik 3,5’ adenosin monofosfat.
Sekali cAMP terbentuk di dalam sel maka cAMP ini akan mengaktifkan enzim yang
lain. Sesungguhnya, cAMP ini biasanya akan mengaktifkan serangkaian enzim. Jadi, dalam
hal ini ada enzim yang pertama diaktifkan, dan enzim ini selanjutnya akan mengaktifkan
enzim lainnya, yang nantinya akan mengaktifkan enzim yang ketiga, dan begitu selanjutnya.
Kerja spesifik yang terjadi sebagi suatu respon terhadap cAMP yang terdapat di dalam sel
target bergantung pada sifat struktur intraselular, beberapa sel mempunyai serangkaian enzim
dan sel lain mempunyai enzim yang lain juga. Oleh karena itu, berbagai fungsi yang berbeda
terjadi dalam berbagai sel target yang berbeda pula. Beberapa fungsi tersebut adalah memulai
sintesis bahan kimia intraseluler yang spesifik, menyebabkan kontraksi atau relaksasi otot,
memulai terjadinya sekresi oleh sel, dan mengubah permeabilitas sel.
Jadi, steroid yang dirangsang oleh cAMP akan membentuk hormon metabolik tiroksin
dan triiodotironin, sedangkan bahan cAMP yang sama dalam sel adrenokortikal akan
menyebabkan sekresi hormon steroid adrenokortikal. Sebaliknya, cAMp ini juga
mempengaruhi sel-sel epitel tubulus ginjal dengan cara meningkatkan permeabilitas tubulus
terhadap air.
H. Kelenjar Endokrin dan Hormon yang Dihasilkan
1. Kelenjar Hipofisis
Kelenjar hipofisis yang juga disebut sebagai hipofisis, merupakan kelenjar kecil,
diameternya kira-kira 1 cm dan beratnya 0,5-1 gr yang terletak di sela tursika, rongga tulang
pada basis otak, dan dihubungkan dengan hipotalamus oleh tangkai hipofisis. Dipandang dari
sudut fisiologis, kelenjar hipofisis dibagi menjadi dua bagian yang berbeda: yaitu hipofisis
anterior yang juga dikenal sebagai Iadenohipofisis, dan hipofisis posterior yang juga dikenal
sebagai neurchipofisis.
Pengaturan Sekresi Kelenjar Hipofisis Oleh Hipotalamus
Hampir semua sekresi kelenjar hipofisis diatur baik oleh hormon atau sinyal syaraf
yang berasal dari hipotalamus. Sebenarnya, bila kelenjar hipofisis ini diambil dari
kedudukannya di bawah hipotalamus dan ditrasplantasikan pada beberapa bagian tubuh lain,
maka kecepatan sekresi berbagai hormon yang berbeda (kecuali prolaktin) menurun sampai
kadar rendah, pada beberapa hormon bahkan sampai nol.
Sekresi dari kelenjar hipofisis posterior diatur oleh sinyal-sinyal syaraf yang berasal
dari hipotalamus dan berakhir pada hipofisis posterior. Sebaliknya, sekresi kelenjar hipofisis
anterior diatur oleh hormon-hormon yang disebut hormon pelepas hipotalamus dan hormon
penghambat yang disekresikan ke dalam hipotalamus sendiri dan selanjutnya dijalarkan ke
hipofisis anterior. Di dalam hipofisis anterior, hormon pelepas dan penghambat bekerja
terhadap sel kelenjar dan mengatur sekresi kelenjar tersebut.
Hipotalamus selanjutnya menerima sinyal-sinyal dan hampir semua sumber yang
mungkin dalam sistem saraf. Jadi, bila seseorang mendapat rangsangan nyeri, maka sebagian
sinyal nyeri itu akan dijalarkan ke hipotalamus. Demikian juga bila seseorang menderita
depresi atau kegembiraan yang sangat kuat, maka sebagian sinyal itu akan dijalarkan ke
hipotalamus. Rangsangan penghidu yang merupakan bau yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan akan menjalarkan komponen sinyal yang kuat langsung dan melewati inti
amigdala ke hipotalamus.
a. Kelenjar Hipofisis Anterior
Kelenjar hipofisis anterior merupakan kelenjar yang mempunyai banyak sekali
pembuluh darah dengan sinus kapiler yang sangat luas disepanjang sel kelenjar. Hampir
semua darah yang memasuki sinus ini mula-mula akan melewati ruang kapiler pada bagian
bawah hipotalamus. Darah kemudian melewati pembuluh porta hipotalamus-hipofisis kecil
ke sinus hipofisis anterior.
Kelenjar hipofisis anterior mengandung paling banyak jenis sel sekretorik. Biasanya
terdapat satu jenis sel untuk setiap hormon utama yang dibentuk dalam kelenjar ini. Dengan
menggunakan metode pulasan khusus terikat pada antibodi dengan afinitas tinggi, yang
berikatan dengan hormon berbeda maka paling sedikit ada lima jenis sel yang dapat
dibedakan satu dari yang lainnya, sebagai berikut:
a. Somatotropik – hormon pertumbuhan manusia (hGH)
b. Kortikotropik – kortikotropin (ACTH)
c. Tirotropik – hormon perangsang kelenjar tiroid (TSH)
d. Gonadotropik – hormon gonadotropin, termasuk hormon lutein (LH) dan hormon
perangsang folikel (FSH)
e. Laktotropik – prolaktin (PRL)
Kira-kira 30-40% sel-sel kelenjar hipofisis anterior merupakan sel jenis somatotropik
yang mensekresi hormon pertumbuhan, dan kira-kira 20% merupakan jenis kortikotropik
yang mensekresi ACTH. Sel jenis lain masing-masing hanya 3-5% dari seluruh sel kelenjar
ini namun sel-sel ini mesekresi hormon yang sangat kuat untuk mengatur fungsi tiroid, fungsi
seksual, dan sekresi air susu dari payudara.
Sel jenis somatotropik sangat kuat dipulas dengan pulasan asam dan oleh karenanya
disebut asidofilik. Jadi, tumor kelenjar hipofisis yang mensekresi banyak sekali hormon
pertumbuhan manusia disebut sebagai tumor asidofilik.
Badan sel dari sel-sel yang mensekresi hormon hipofisis posterior tidak terletak di
dalam kelenjar hipofisis posterior sendiri tetapi malah dalam neuron-neron besar yang
terletak di nukleus supraoptik dan paraventrikular hipotalamus.
Fungsi Hormon Pelepas Dan Hormon Penghambat Dalam Hipofisis Anterior
Hormon pelepas dan hormon penghambat berfungsi mengatur sekresi hormon
hipofisis anterior. Untuk sebagian besar hormon hipofisis anterior, yang penting adalah
hormon pelepas, tetapi untuk prolaktin mungkin sebagian besar hormon penghambat yang
mempunyai pengaruh paling banyak terhadap pengaturan hormon. Hormon-hormon pelepas
dan penghambat hipotalamus yang terpenting adalah:
a. Hormon pelepas tirod (TRH), yang menyebabkan pelepasan hormon perangsang tiroid
b. Hormon pelepas kortikotropin (CRH) yang menyebabkan pelepasan adrenokortikotropin
c. Hormon pelepas hormon pertumbuhan (GHRH) yang menyebabkan pelepasan hrmon
pertumbuhan dan hormon penghambat hormon pertumbuhan (GHIH) yang mirip dengan
hormon somatostatin dan menghambat pelepasan hormon pertumbuhan
d. Hormon pelepas gonadotropin (GnRH) yang menyebabkan pelepasan dari dua hormon
gonadotropin, hormon lutein dan hormon perangsang folikel
e. Hormon penghambat prolaktin (PIH) yang menghambat sekresi prolaktin
Sebagai tambahan terhadap hormon-hormon hipotalamus yang lebih penting ini,
sebenarnya masih ada hormon-hormon lain yang merangsang sekresi prolaktin, dan beberapa
hormon penghambat hipotalamus yang menghambat beberapa hormon hipofisis anterior
lainnya.
Fungsi-Fungsi Fisiologis Hormon Pertumbuhan
Selain hormon pertumbuhan, semua hormon utama yang dikeluarkan oleh hipofisis
anterior mempunyai efek utama pada kelenjar sasaran yang dirangsangnya, meliputi kelenjar
tiroid, korteks adrenal, ovarium, testis, dan kelenjar payudara. Fungsi setiap hormon hipofisis
ini sangat erat hubungannya dengan fungsi kelenjar sasaran yang sesuai, kecuali hormon
pertumbuhan. Hormon pertumbuhan berbeda dengan lainnya, tidak berfungsi pada organ
sasarannya dan malahan berpengaruh terhadap seluruh atau hampir seluruh jaringan tubuh.
Pengaruh Hormon Pertumbuhan pada Pertumbuhan
Hormon pertumbuhan yang juga disebut sebagai hormon somatotropik atau
somatotropin, merupakan molekul protein kecil yang terdiri atas 191 asam amino yang
dihubungkan dengan rantai tunggal dan mempunyai berat molekul 22.005. Hormon ini
menyebabkan pertumbuhan seluruh jaringan tubuh yang memang mampu untuk bertumbuh.
Hormon ini menyebabkan pertumbuhan seluruh jaringan tubuh yang memang mampu untuk
bertumbuh. Hormon ini menambah ukuran sel dan meningkatkan proses mitosis yang diikuti
dengan bertambahnya jumlah sel dan diferensiasi khusus dari beberapa tipe sel seperti sel-sel
pertumbuhan tulang dan sel-sel otot awal.
Efek Metabolik Hormon Pertumbuhan
Selain dari efek umum hormon pertumbuhan dalam menyebabkan pertumbuhan,
hormon pertumbuhan juga mempunyai banyak efek metabolik khusus lain, yang meliputi:
peningkatan kecepatan sintesis protein diseluruh sel-sel tubuh, meningkatkan mobilisasi asam
lemak dari jaringan adiposa/ meningkatkan asam lemak bebas dalam darah/ meningkatkan
penggunaan asam lemak untuk energi dan menurunkan kecepatan pemakaian glukosa di
seluruh tubuh.
Jadi, sebenarnya efek hormon pertumbuhan adalah meningkatkan protein tubuh,
menggunakan lemak dari tempat penyimpanannya, dan menghemat karbohidrat.
1. Peran Hormon Pertumbuhan dalam Meningkatkan Penyimpanan Protein
Walaupaun mekanisme utama kenaikan penyimpanan protein yang disebabkan oleh
hormon pertumbuhan tidak diketahui, tetapi telah dikenal serangkaian efek yang berbeda
yang semuanya dapat menjadi penyebab naiknya jumlah protein.
a. Bertambahnya Pengangkutan Asam Amino Melewati Membran Sel
Hormon pertumbuhan secara langsung meningkatkan pengangkutan paling sedikit
beberapa dan mungkin sebagian besar asam amino melewati membran sel ke bagian
dalam sel. Keadaan ini meningkatkan konsentrasi asam amino di dalam sel dan paling
tidak berperan sebagian terhadap naiknya sintesis protein. Pengaturan pengangkutan asam
amino ini mirip dengan efek insulin terhadap pengaturan pengangkutan glukosa melewati
membran.
b. Peningkatan Translasi RNA Menyebabkan Sintesis Protein oleh Ribosom
Saat asam amino tidak meningkat di dalam sel, hormon pertumbuhan masih merangsang
peningkatan translasi RNA, menyebabkan jumlah protein yang disintesis oleh ribososm di
dalam sitoplasma bertambah.
c. Peningkatan Transkripsi Inti DNA untuk Membentuk RNA
Sesudah melewati jangka waktu panjang (24-48 jam), hormon pertumbuhan juga
merangsang transkripsi DNA di dalam inti, sehingga meningkatkan jumlah pembentukan
RNA. Keadaan ini selanjutnya meningkatkan sintesis protein dan juga meningkatkan
pertumbuhan bila energi, asam amino, vitamin, dan bahan-bahan lain cukup tersedia.
Dalam jangka waktu lama, keadaan ini mungkin sangat berguna bagi berlangsungnya
fungsi hormon pertumbuhan.
d. Penurunan Katabolisme Protein dan Asam Amino
Selain meningkatkatnya sintesis protein, juga ada penurunan pemecahan protein sel.
Kemungkinan alasan untuk keadaan ini adalah bahwa hormon pertumbuhan juga
mengangkut banyak sekali asam lemak dari jaringan lemak, dan keadaan ini selanjutnya
digunakan untuk menyediakan energi bagi sel-sel tubuh, jadi bekerja sebagai penghemat
protein.
Efek Hormon Pertumbuhan dalam Meningkatkan Pemakaian Lemak sebagai Energi
Hormon pertumbuhan mempunyai efek yang spesifik dalam menyebabkan pelepasan
asam lemak dari jaringan adiposa, sehingga meningkatkan konsentrasi asam lemak dalam
cairan tubuh. Selain itu, di dalam jaringan di seluruh tubuh, hormon pertumbuhan
meningkatkan perubahan asam lemak menjadi asetilko-enzim A (asetil-KoA) dan kemudian
digunakan untuk energi. Oleh karena itu, di bawah pengaruh hormon pertumbuhan ini, lebih
disukai memakai lemak sebagai energi daripada karbohidrat dan protein.
Beberapa peneliti menganggap bahwa pengangkutan lemak akibat pengaruh hormon
pertumbuhan ini merupakan salah satu fungsi yang sangat penting, dan para ahli juag
menganggap bahwa efek penghambat protein merupakan faktor utama yang meningkatkan
penimbunan protein dan pertumbuhan. Akan tetapi, pengangkutan lemak akibat pengaruh
hormon pertumbuhan membutuhkan waktu beberapa jam, sedangkan peningkatan sintesis
protein selular akibat pengaruh hormon pertumbuhan dapat dimulai dalam waktu beberapa
menit saja.
Efek Hormon Pertumbuhan terhadap Metabolisme Karbohidrat
Hormon pertumbuhan mempunyai empat pengaruh utama terhadap metabolisme
glukosa di dalam sel, yaitu:
a. Penurunan Pemakaian Glukosa untuk Energi
Kita tidak mengetahui mekanisme yang tepat yang dipakai oleh hormon pertumbuhan
untuk mengurangi pemakaian glukosa oleh sel. Akan tetapai, berkurangnya pemakaian
mungkin sebagian disebabkan oleh meningkatnya pengangkutan dan penggunaan asam lemak
untuk mendapatkan energi yang disebabkan pengaruh hormon pertumbuhan. Jadi, asam
lemak membentuk banyak sekali asetil-KoA yang menghambat pemecahan glikolitik dari
glukosa dan glikogen.
b. Peningkatan Endapan Glikogen di dalam Sel
Bila terdapat kelebihan hormon pertumbuhan, glukosa dan glikogen tidak dapat
digunakan sebagai energi dengan mudah, maka glukosa yang masuk ke dalam sel dengan
cepat dipolimerasi menjadi glikogen dan selanjutnya diendapkan. Oleh karena itu, sel sangat
cepat menjadi jenuh oleh glikogen dan tidak dapat menyimpan glikogen lebih banyak.
c. Berkurangnya Ambilan Glukosa oleh Sel dan Meningkatnya Konsentrasi Glukosa
Darah “Diabetes Hipofisis”
Sewaktu hormon pertumbuhan pertama kali diberikan pada seekor hewan, ternyata ada
peningkatan ambilan glukosa oleh sel, dan konsentrasi glukosa darah sedikit menurun. Efek
ini hanya berlangsung dalam waktu 30 menit sampai 1 jam atau lebih dan selanjutnya diikuti
dengan tepat oleh efek yang berlawanan. Menurunnya pengankutan glukosa melewati
membran sel. Hal ini mungkin terjadi karena sel itu sudah menyerap glukosa yang
berlebihan yang sudah sulit digunakan. Tanpa ambilan dan penggunaan oleh sel secara
normal, konsentrasi glukosa darah sering meningkat sampai 50% atau lebih di atas normal,
dan keadaan ini disebut diabetes hipofisis. Diabetes ini adalah diabetes yang tidak peka
terhadap insulin, sehingga bila diobati dengan insulin, maka akan mabutuhkan jumlah insulin
yang lebih banyak untuk menyebabkan penuruna kadar glukosa darah yang sedikit.
d. Peningkatan Sekresi Insulin, Efek Diabetogenik dari Hormon Pertumbuhan
Hormon pertumbuhan gagal menyebabkan pertumbuhan pada seekor hewan yang tidak
memiliki pankreas; hormon pertumbuhan juga gagal menyebabkan pertumbuhan bila
karbohidrat tidak terdapat dalam diet. Hal ini menujukkan bahwa kerja insulin yang adekuat
demikian juga dengan tersedianya karbohidrat dalam jumlah yang adekuat diperlukan agar
hormon pertumbuhan menjadi aktif. Sebagian dari kebutuhan karbohidrat dan insulin ini
adalah untuk menyediakan energ yang dibutuhkan untuk metabolisme pertumbuhan. Tetapi
kelihatannya ada efek yang lain juga. Yang penting tertama adala efek khusus dari insulin
dalam meningkatkan transpor dari beberapa asam amino ke dalam sel dalam cara yang sama
seperti insulin meningkatkan transpor glukosa.
Pengaturan Sekresi Hormon Pertumbuhan
Selama bertahun-tahun diyakini bahwa hormon pertumbuhan disekresikan terutama
selama waktu pertumbuhan tetapi kemudian menghilang dari darah pada usia remaja.
Ternyata keyakinan tersebut tidak benar karena setelah usia remaja, sekresi hanya menurun
sedikit sejalan dengan usia, akhirnya pada saat usia sangat turun kira-kira 25% dari kadar
pada usia remaja.
Dalam waktu beberapa menit, kecepatan sekresi hormon pertumbuhan akan
meningkat dan menurun, yang kadangkala penyebabnya tidak dimengerti, namun pada pada
saat lain jelas berkaitan dengan keadaan nutrisi penderita atau berkaitan dengan stress,
misalnya selama kelaparan, hipoglikemi atau rendahnya konsentrasi asam lemak dalam
darah, latihan ketegangan dan trauma. Dan yang khasnya adalah sekresi hormon ini
meningkat pada 2 jam pertama tidur lelap.
Pada orang dewasa, konsentrasi normal hormon pertumbuhan di dalam plasma kira-
kira 1,6 dan 3 ng/ml dan pada seorang anak atau remaja kira-kira 6 ng/ml. Mnilai ini
seringkali meningkat sampai setinggi 50 ng.ml setelah menurunnnya simpanan protein atau
karbohidrat dalam tubuh selama masa kelaparan yang lama.
b. Kelenjar Hipofisis Posterior
Kelenjar hipofisis posterior yang juga disebut neurohipofisis, terutama terdiri atas sel-
sel glia yang disebut pituisit. Namun pituisit ini tidak mensekresi hormon; sel ini hanya
bekerja sebagai struktur penunjang bagi banyak sekali ujung-ujung serat saraf dan bagian
terminal akhir serat dari jaras saraf yang berasal dari nukleus supraoptik dan nukleus
paraventrikel hipotalamus. Jaras saraf berjalan menuju ke neurohipofisis melalui tangkai
hipofisis. Bagian akhir saraf ini merupakan knop bulat yang mengandung banyak granula-
granula sekretorik, yang terletak pada permukaan kapiler tempat granula-granula tersebut
mensekresikan hormon hipofisis posterior yaitu hormon antidiuretik (ADH) yang juga
disebut sebagai vasopresin dan oksitosin.
Bila tangkai hipofisis dipotong di atas kelenjar hipofisis tetapi seluruh hipotalamusnya
dibiarkan utuh, maka sekresi hormon hipofisis posterior masih terus berlangsung hampir
normal, sesudah mengalami penurunan sekresi sementara untuk selama beberapa hari;
hormon-hormon kemudian disekresikan oleh ujung serat yang terpotong yang terletak di
dalam hipotalamus dan bukan oleh bagian akhir saraf yang terletak di dalam kelenjar
hipofisis posterior. Hal ini terjadi karena karena pada awalnya hormon disintesis di dalam
badan-badan sel dari nukleus supraoptik dan nukleus paraventrikel dan selanjutnya dengan
bergabung dengan protein “pembawa” yang disebut neurofisin akan diangkut sepanjang
ujung saraf yang terletak di dalam kelenjar hipofisi posterior dan untuk dapat mencapai
kelenjar itu dibutuhkan waktu beberapa hari.
ADH terutama dibentuk di dalam nukleus supraoptik, sedangkan oksitosin terutama
dibentuk di dalam nukleus paraventrikel. Masing-masing nukleus ini dapat mensintesis
hormon kedua kira-kira seperenam dari hormon primernya.
Bila impuls saraf dijalarkan sepanjang serat dijalarkan sepanjang serat yang berjalan
dari nukleus supraoptik atau nukleus paraventrikel, maka hormon itu segera dilepaskan dari
granula-granula sekretoris di dala ujung-ujung saraf dengan mekanisme sekresi yang biasa,
yakni dengan cara eksositosis dan akhirnya akan diabsorbsi oleh kapiler-kapiler di dekatnya.
Neurofisin dan hormon-hormon tadi disekresi secara bersamaan, namun karena ikatan antara
kedua jenis hormon ini longgar, maka ada anggapan bahwa begitu disekresikan kedua
hormon ini akan segera terpisah. Belum diketahui apa fungsi neurofisin setelah meninggalkan
ujung saraf.
Sifat kimiawi ADH dan Oksitosin
Baik oksitosin dan ADH (vasopresin) kedua-duanya merupakan polipeptida yang
mengandung sembilan asam amino.
Fungsi Fisiologis dari ADH
Sejumlah ADH yang sedikit sekali sebesar 2 nanogram , bila disuntikkan pada
seseorang dapat menimbulkan antidiuresis, yakni berkurangnya ekskresi air oleh ginjal. Bila
hormon ADH ini tidak ada, maka duktus dan tubulus koligentes hampir tidak permeabel
terhadap air, sehingga mencegah reabsorpsi air dalam jumlah berarti dan karena itu
mempermudah keluarnya air yang sangat banyak ke dalam urin, juga menyebabkan
pengenceran urin yang berlebihan. Sebaliknya, bila ada ADH, maka permeabilitas duktus dan
tubulus koligentes sangat meningkat menyebabkan sebagian besar air di reabsorpsi sewaktu
cairan tubulus melewati duktus koligentes, sehingga air yang disimpan dalam tubuh akan
lebih banyak dan menghasilkan urin yang sangat pekat.
Mekanisme yang tepat mengeanai kerja ADH pada duktus untuk meningkatkan
permeabilitas duktus baru diketahui sebagian. Tanpa ADH, membran luminar sel tubulus
hampir impermeabel terhadap air. Akan tetapi, segera setelah berada di dalam membran sel,
terdapat sejumlah besar vesikel-vesikel khusus yang mempunyai pori-pori yang sangat
permeabel terhadap air. Bila ADH bekerja pada sel, ADH pertama bergabung dengan
reseptor membran yang menyebabkan pembentukan cAMP, cAMP selanjutnya menyebabkan
fosforilasi dari elemen-elemen di dalam vesikel khusus, yang kemudian menyebabkan vesikel
masuk ke dalam membran sel apikal, jadi banyak menyediakan banyak daerah yang bersifat
permeabel terhadap air. Semua proses ini terjadi dalam waktu 5 sampai 10 menit. Kemudian
bila tidak ada ADH, seluruh proses berbalik dalam waktu 5 sampai 10 menit berikutnya. Jadi,
proses ini secara temporer menyediakan banyak pori-pori baru yang mempermudah difusi
bebas air dari tubulus ke cairan peritubulus. Air kemudian diabsorpsi dari pipa duktus dan
tubulus koligentes secara osmosis.
Pengaturan Produksi ADH
Pengaturan osmosis bila cairan elektrolit yang pekat diinjeksikan ke dala arteri yang
mensuplai hupotalamus, maka neuron-neuron ADH yang terdapat di dalam nukleus
supraoptik dan paraventrikel segera menjalarkan impuls ke kelenjar hipofisis posterior untuk
melepas banyak sekali ADH ke dalam sirkulasi darah, seringkali meningkatkan sekresi ADH
sampai sebanyak 20 kali dari normal. Sebaliknya bila ke dalam arteri disuntikkan cairan yang
encer, maka penjalaran impuls terhenti dan sekresi ADH terhenti sama sekali. ADH yang
sudah ada di dalam jaringan dirusak dengan kecepatan kira-kira setengahnya setiap 15 sampai
20 menit. Jadi, dalam waktu beberapa menit saja, konsentrasi ADH dalam cairan tubuh akan
berubah dari sedikit menjadi banyak atau sebaliknya.
Cara yang telah mengenai bagaimana konsentrasi osmotik cairan ekstraseluler
mengatur sekresi ADH masih belum diketahui. Namun, sedikit disebelah dalam atau dekat
dengan hipotalamus terdapat reseptor neuron yang sudah dimodifikasi yang disebut
osmoreseptor. Bila cairan ekstraseluler menjadi terlalu pekat, cairan akan ditarik oleh
osmosis keluar dari sel osmoreseptor, mengurangi ukuran sel dan menimbulkan sinyal saraf
yang tepat di dalam hipotalamus untuk menimbulkan sekresi ADH tambahan. Sebaliknya,
bila cairan ekstraseluler menjadi terlalu encer, air bergerak melalui osmosis dengan arah yang
berlawanan, masuk ke dalam sel, dan keadaan ini akan menurunkan sinyal untuk sekresi
ADH.
Bila cairan tubuh menjadi sangat pekat, maka nukleus supraoptik akan dirangsang,
sehingga ada penjalaran impuls ke kelenjar hipofisis posteriordan ADH disekresikan. ADH
ini disalurkan melalui darah ke ginjal, dimana ADH meningkatkan permeabilitas
duktuskoligentes terhadap air. Akibatnya, sebagian besar air kemudian direabsorpsi dari
cairan tubulus, sedangkan elektrolitnya akan diteruskan dan dibuang melalui urin. Proses ini
mengencerkan cairan ekstraseluler sehingga mengembalikan cairan ekstraseluler ke keadaan
dengan tekanan osmotik normal.
Hormon Oksitosin
a. Efek Pada Uterus dan Persalinan
Zat oksitosin merupakan salah satu zat yang dapat menimbulkan kontraksi pada
uterus yang hamil. Hormon oksitosin sesuai dengan namanya, sangat kuat merangsang uterus
yang hamil, terutama pada akhir kehamilan. Oleh karena itu, sebagian besar ahli kebidanan
beranggapan bahwa hormon ini paling sedikit berperan dalam persalinan bayi.
b. Efek Oksitosin pada Pengeluaran Air Susu
Oksitosin berperan pada proses laktasi, suatu peran yang lebih dipahami daripada
kemungkinan peranan oksitosin dalam persalinan. Proses laktasi menyebabkan timbulnya
pengiriman air susu dari alveoli ke duktus sehingga dapat diisap oleh bayi. Mekanismenya
adalah sebagai berikut: stimulus isapan pada puting susu menimbulkan sinyal yang dijalarkan
melalui saraf-saraf sensorik ke otak. Sinyal ini akhirnya mencapai neuron-neuron oksitosin
yang ada di dalam nukleus paraventrikel dan supraoptik dalam hipotalamus, yang
menyebabkan timbulnya pelepasan oksitosin diangkut oleh darah ke payudara untuk
menimbulkan kontraksi sel-sel mioepitel yang terletak di luar dan untuk membentuk kisi-kisi
mengelilingi alveoli kelenjar payudara. Dalam waktu kurang dari satu menit sesudah awal
pengisapan, air susu mulai mengalir. Oleh karena itu, mekanisme ini disebut sebagai
pelepasan susu (milk letdown) a tau ejeksi susu (milk ejection).
2. Hormon metabolik tiroid
Kelenjer tiroid, yang terletak tepat di bawah kedua sisi laring dan terletak disebelah
anterior trakea, mensekresi dua macam hormon yang bermakna, yakni tiroksin dan
triiiodotironin, yang biasanya disebut T4 dan T3, yang sangat mempengaruhi kecepatan
metabolisme tubuh. Kelenjar ini juga mensekresi kalsitonin, yang sangat berguna untuk
metabolisme kalsium. Kekurangan total sekresi tiroid biasanya menyebabkan penurunan
kecepatan metabolisme basal kira-kira 40-50 persen di bawah normal, dan bila kelebihan
sekresi tiroid sangat hebat dapat menyebabkan naiknya kecepatan metabolisme basal sampai
setinggi 60 sampai 100 persen di atas normal. Sekresi kelenjer tiroid terutama diatur oleh
hormon perangsang tiroid (TSH) yang disekresi oleh kelenjer hipofisis anterior.
a. Pembentukan Dan Sekresi Hormon Tiroid
Kira-kira 93 persen hormon-hormon aktif metabolisme yang disekresikan oleh
kelenjer tiroid adalah tiroksin dan 7 persen adalah triiodotironin. Akan tetapi, hampir semua
tiroksin akhirnya akan diubah menjadi triiodotironin di dalam jaringan, sehingga secara
fungsional keduanya penting. Secara kualitatif, fungsi kedua hormon sama, tetapi keduanya
berbeda dalam kecepatan dan intensitas kerjanya. Triiodotironin kira-kira empat kali lebih
kuat dari pada tiroksin, namun jumlahnya di dalam darah jauh lebih sedikit dan
keberadaannya di dalam darah jauh lebih singkat dari pada tiroksin.
b. Kebutuhan iodium untuk pembentukan tiroksin
Untuk membentuk jumlah normal tiroksin, setiap tahunnya dibutuhkan kira-kira 50
mg iodium yang ditelan dalam bentuk iodida, atau kira-kira 1 mg/minggu. Agar tidak terjadi
iodium, garam dapur yang umum dipakai diionisasi dengan kira-kira 1 bagian natrium iodide
untuk setiap 100.000 bagian natrium klorida.
Nasib dari iodide yang ditelan. Iodida yang ditelan secara oral akan diabsobsi dari
saluran cerna ke dalam darah dengan pola yang kira-kira mirip dengan klorida . biasanya,
sebagian besar dari iodida tersebut dengan cepat dikeluarkan oleh ginjal, tetapi hanya setelah
kira-kira satu perlimanya dipindahkan dari sirkulasi darah oleh sel-sel kelenjer tiroid secara
selektif dan dipergunakan untuk sintesis hormon tiroid.
c. Pompa iodida (penjeratan [trapping] iodida)
Tahap pertama pembentukan hormon tiroid adalah pengangkutan iodida dari darah ke
dalam sel-sel dan folikel kelenjer tiroid. Membran basal sel tiroid mempunyai kemampuan
yang spesifik untuk memompakan iodida secara aktif ke bagian dalam sel. Kemampuan ini
disebut penjeratan iodida (iodide trapping). Pada kelenjer tiroid yang normal, pompa iodida
dapat memekatkan iodida kira-kira 30 kali dari kosentrasinya di dalam darah. Bila kelenjer
tiroid menjadi sangat aktif, maka rasio konsentrasi tadi dapat meningkat sampai 350 kali dari
nilai tersebut.
d. Tirogbulin dan proses kimia pembentukan tiroksin dan triiodotironin
Pembentukan dan sekresi tiroglobulin oleh sel-sel tiroid. Sel-sel kelenjer tiroid
merupakan sel kelenjar khas yang menyekresi-protein. Reticulum endoplasma dan alat golgi
mensintesis dan menyekresi molekul glikoprotein besar yang disebut tiroglobulin dengan
berat molekul 335.000 ke dalam folikel.
Setiap molekul tiroglobulin mengandung 70 asam amono tirosin, dan triglobulin
merupakan substrat utama yang bergabung dengan iodida untuk membentuk hormon tiroid,
yang terbentuk di dalam molekul tirogbulin. Hormon tiroksindan triiodotironin di bentuk dari
asam amino tirosin, yang merupakan sisa bagian dari molekul tiroglobulin selama sintesis
hormon tiroid dan bahkan sesudahnya sebagai hormon yang disimpan di dalam koloid
folikular.
Selain mensekresi triglobulin, di dalam sel-sel kelenjer juga mempersiapkan iodium,
enzim dan bahan-bahan lain yang diperlukan untuk sintesis hormon tiroid. Oksidasi ion
iodide tahap pertama yang penting dalam pembentukan hormone tiroid adalah penting dalam
pembentukan hormon tiroid adalah perubahan ion iodida menjadi bentuk iodium yang
teroksidasi, baik iodium awal (nascent iodine) (Iº) atau I3¯, yang selanjutnya mampu
langsung berikatan dengan asam amino tiroksin.
Proses oksidasi iodium ini ditingkatkan oleh enzim peroksidase dan penyertanya
hydrogen peroksidase, yang menyediakan suatu system yang kuat yang mampu mengoksidasi
iodida. Enzim peroksidase terletak di bagian apical membrane sel atau melekat pada
membrane sel, sehingga menempatkan iodium yang teroksidasi tadi di dalam sel tepat pada
tempat molekul tiroglobulin dikeluarkan dari alat golgi dan kemudian melalui membran
masuk ke dalam koloid penyimpanan. Bila system peroksidase ini terlambat, atau secara
herediter tidak terdapat di dalam tiroid turun sampai nol.
e. Pelepasan tiroksin dan triidotironin dari kelenjer tiroid
Triglobulin sendiri tidak dilepaskan kedalam darah yang bersirkulasi dalam jumlah
yang bermakna, malahan, pada mulanya tiroksin dan triiodotironin dipecah dari molekul
tiroglobulin, dan selanjutnya hormone bebas ini dilepaskan. Proses ini berlangsung sebagai
berikut: permukaan apikal sel-sel tiroid menjulurkan pseudopodia mengelilingi sebagian kecil
koloid sehingga terbentuk vesikel pinositik yang masuk ke bagian apeks dari sel-sel tirod.
Kemudian lisosom segera bergabung dengan vesikel-vesikel ini untuk membentuk vesikel-
vesikel digestif yang mengandung enzim-enzim pencernaan yang berasal lisosom yang sudah
bercampur dengan bahan koloud tadi. Proteinase yang ada diantara enzim-enzim ini akan
mncernakan molekul-molekul tiroglobulin dan akan berdifusi melalui bagian basal dari sel-
sel tiroid k pembuluh-pembuluh kapiler di sekelilingnya. Jadi dengan demikian hormon tiroid
dilepaskan ke dalam darah.
Kecepatan sekresi tiroksin dan triiodotironin harian. Kira-kira 93 persen dari hormon
tiroid yang dilepaskan oleh kelenjer tiroid biasanya adalah tiroksin dan hanya 7 persen adalah
triiodotironin. Akan tetapi selama beberapa hari berikutnya, sebagian besar tiroksin secara
perlahan dideionisasi untuk membentuk triiodotironin tambahan. Oleh karena itu hormon
yang akhirnya diangkat dan dipergunakan oleh jaringan terutama adalah triiodotironin,
dengan jumlah total kira-kira 35 mikrogram triiodotironin per hari.
f. Pengangkutan tiroksin dan triiodotironin ke jaringan
Peningkatan Tiroksin Dan Triiodotironin Dengan Protein Plasma. Sewaktu
memasuki darah, semua tiroksin dan triiodotironin kecuali 1 persennya, segera berikatan
dengan beberapa protein plasma. Tiroksin dan triiodotironin ini terutama berikatan dengan
globulin pengikat-tiroksin, tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit dengan prealbumin
pengikat-tiroksin dan albumin.
Pelepasan Lambat Tiroksin Dan Triiodotironin Ke Sel-Sel Jaringan. Oleh karena
besarnya afinitas dari protein pengikat plasma terhadap hormone tiroid, maka hormone ini
khususnya, tiroksin sangat lambat dilepaskan ke sel jaringan. Kira-kira setiap 6 hari, setengah
dari jumlah tirokson yang ada di dalam darah dilepaskan ke dalam sel-sel jaringan, sedangkan
setengah dari triiodotironin oleh karena afinitasnya rendah dilepaskan ke dalam sel-sel kira-
kira 1 hari.
Sewaktu memasuki sel sekali lagi kedua hormon ini berikatan dengan protein
intraseluler, tiroksia berikatan sekali lagi secara lebih kuat dari pada triiodotironin . oleh
karena itu, Kedua hormon sekali lagi disimpan, namun kali ini didalam sel-sel fungsionalnya
sendiri, dan kedua hormon ini dipakai secara lambat selama berhari-hari atau berminggu-
minggu.
Waktu Laten Dan Lama Kerja Hormon Tiroksin. Sesudah penyuntikan tiroksin
dosis besar pada manusia, maka selama dua sampai tiga hari tidak tampak efek pada
kecepatan metabolisme, sehingga hal ini menggambarkan adanya periode laten yang lama
sebelum terjadi aktivitas tiroksin. Sekali aktivitas tiroksin mulai, maka secara progresif
aktivitas itu akan meningkat dan dalam 10 sampai 12 hari akan mencapai keadaan
maksimum. Sesudah itu aktivitas menurun dengan waktu paruh kira-kira 15 hari. Beberapa
bagian aktivitasnya akan menetap selama 6 minggu sampai 2 bulan sesudahnya. kerja
triiodotironin timbul kira-kira empat kali lebih cepat dari pada kerja tiroksin, dengan periode
laten yang sangat singkat yakni 6 sampai 12 jam dan aktivitas selular yang maksimal akan
timbul dalam waktu 2 sampai 3 hari.
g. Fungsi Hormon Tiroid Dalam Jaringan
Hormon Tiroid Meningkatkan Transkripsi Sejumlah Besar Gen
Efek yang umum dari hormon tiroid adalah untuk menyebabkan transkripsi inti dari sejumlah
besar gen. Oleh karena itu, sesungguhnya dalam semua sel tubuh sejumlah besar enzim
protein, protein struktural, protein transpor, dan zat lainnya akan meningkatkan hasil akhir
dari semuanya ini adalah peningkatan menyeluruh aktivitas fungsional dari seluruh tubuh.
Konversi Tiroksin Menjadi Triiodotironin Dan Aktivitasi Dari Reseptor Inti
Sebelum bekerja pada gen untuk meningkatkan transkripsi genetik, hampir semua tiroksin
dideiodinasi oleh satu ion iodium, sehingga membentuk triiodotironin. Triiodotironin
selanjutnya mempunyai afinitas pengikatan yang sangat tinggi terhadap reseptor hormon
tiroid intraselular. Akibatnya, sekitar 90 persen molekul hormon tiroid yang akan berikatan
dengan reseptor adalah triiodotironin dan hanya 10 persen tirosin yang berikatan dengan
reseptor.
Reseptor-reseptor hormon tiroid melekat pada rantai genetik DNA atau terletak
berdekatan dengan rantai genetik DNA. Saat berikatan dengan hormon tiroid, reseptor
menjadi aktif dan mengawali proses transkripsi. Kemudian dibentuk sejumlah besar tipe
RNA messanger yang berbeda, yang kemudian dalam beberapa menit atau beberapa jam
diikuti dengan translasi RNA pada ribosom sitoplasma untuk membentuk ratusan tipe protein
yang baru. Akan tetapi tidak semua protein meningkat dengan persentase yang sama
beberapa protein hanya sedikit dan yang lain sedikitnya sebesar enam kali lipat. Diyakini
bahwa sebagian besar kerja hormon tiroid dihasilkan fungsi enzimatik dan fungsi lain dari
protein yang baru ini.
Efek hormon tiroid dalam meningkatkan sintesis protein
Bila seekor binatang diberi baik tiroksin ataupun triiodotironin, maka ukuran maupun
jumlah mitokondria dalam sebagian besar sel tubuh akan meningkat. Lebih lanjut, seluruh
daerah membran mitokondria meningkat hampir berbanding langsung dengan peningkatan
laju metabolisme dari seluruh sel binatang. Oleh karena itu, kelihatannya hampir merupakan
suatu kesimpulan yang tepat bahwa salah satu fungsi tiroksin yang utama adalah
meningkatkan jumlah dan aktivitas mitokondria dan selanjutnya tiroid meningkatkan
kecepatan pembentukan adenosine trifosfat (ATP) untuk membangkitkan fungsi selular.
Akan tetapi peningkatan jumlah dan aktivitas mitokondria dapat merupakan hasil dari
peningkatan aktivitas sel juga penyebabnya.
Bila diberikan konsentrasi hormon tiroid yang sangat tinggi, mitokondria
membengkak secara tidak teratur dan kemudian terjadi uncoupling dari proses fosforilasi
oksidatif dengan pembentukan sejumlah besar panas tetapi sedikit ATP.
Efek hormon tiroid dalam meningkatkan transpor aktif ion-ion melalui membrane sel
Salah satu enzim yang meningkat sebagai respon terhadap hormon tiroid adalah Na,
K-ATPase. Na, K-ATPase ini selanjutnya meningkatkan kecepatan transpor baik natrium
maupun kalium melalui membran sel dari beberapa jaringan. Karena proses ini
mempergunakan energi dan meningkatkan jumlah panas yang dibentuk di dalam tubuh, telah
diduga bahwa proses ini mungkin merupakan salah satu mekanisme tubuh oleh hormon
tiroid. Sesungguhnya hormon tiroid juga menyebabkan membran sel dari sebagian besar sel
menjadi mudah dilewati oleh ion natrium, yang selanjutnya akan mengaktifkan pompa
natrium dan lebih jauh lagi meningkatkan pembentukan panas.
Efek hormon tiroid terhadap pertumbuhan
Hormon tiroid mempunyai efek samping yang umum dan efek yang spesifik terhadap
pertumbuhan. Contohnya, sebenarnya sudah sejak lama diketahui bahwa hormon tiroid
berguna untuk menimbulkan perubahan metamorfosis anak katak menjadi katak. Pada
manusia, efek hormon tiroid terhadap pertumbuhan itu lebih nyata terutama pada masa
pertumbuhan anak-anak. Pada penderita hipotiroidisme, kecepatan pertumbuhan menjadi
sangat tertinggal. Pada penderita hipertiroidisme sering kali terjadi pertumbuhan tulang yang
sangat berlebihan, sehingga anak tadi menjadi lebih tinggi dari pada anak yang lainnya.
Efek yang terpenting dari hormon tiroid adalah meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan otak selama kehidupan janin dan beberapa tahun pertama kehidupan pasca
lahir. Bila janin tidak dapat mensekresi hormon tiroid dalam jumlah cukup, maka
pertumbuhan dan pematangan otak seblum dan sesudah bayi itu dilahirkan akan sangat
terbelakangan dan otak tetap berukuran lebih kecildari pada normal.
Efek hormon tiroid pada mekanisme tubuh yang spesifik
Efek pada metabolisme karbohidrat
Hormon tiroid merangsang hampir semua aspek metabolisme karbohidrat, termasuk
penggunaan glukosa yang cepat oleh sel, meningkatkan glikolisis, meningkatkan
glukogenesis, meningkatkan kecepatan absorpsi dari saluran cerna dan bahkan meningkatkan
sekresi insulin denagn hasil akhirnya adalah efeknya terhadap metabolisme disebabkan oleh
naiknya seluruh enzimakibat dari hormone tiroid.
Efek pada metabolisme lemak
Pada dasarnya semua aspek metabolisme lemak juga ditingkatkan di bawah pengaruh hormon
tiroid. Karena lemak merupakan sumber energi utama untuk suplai jangka panjang, maka
lemak yang telah disimpan dalam tubuh akan lebih banyak dipecah dari pada elemen–elemen
jaringan lain. Khusunya lipid akan diangkut dari jaringan lemak yang meningkat konsentrasi
asam lemak bebas di dalam plasma hormone tiroid juga sangat mempercepat proses oksidasi
asam lemak bebas oleh sel.
Efek pada plasma dan lemak hati
Meningkatnya hormon tiroid menurunkan jumlah kolesterol, fofolipid, dan trigiserida dalam
darah walaupun sebenarnya hormon ini juga meningkatkan asam lemak bebas. Sebaliknya,
menurunnya sekresi tiroid sangat meningkatkan konsentrasi kolesterol, fosfolipid, dan
trigliserida plasma dan hampir selalu menyebabkan pengendapan lemak secara berlebihan di
dalam hati. Sangat meningkatnya jumlah lipid dalam sirkulasi darah pada penderita
hipotiroidisme yang lama sering kali dihubungkan dengan timbulnya arteriosklerosis berat.
Salah satu mekanisme penurunan konsentrasi kolesterol plasma oleh hormone tiroid adalah
dengan meningkatkan kecepatan sekresi kolesterol yang bermakna di dalam empedu dan
jumlah kolesterol yang hilang didalam feses.
Efek pada metabolisme vitamin
Oleh karena hormon tiroid meningkatkan jumlah berbagai enzim dan oleh karena vitamin
merupakan bagian penting dari beberapa enzim atau koenzim, maka hormon tiroid ini
meningkatkan kebutuhan akan vitamin. Oleh karena itu, bila sekresi hormon tiroid berlebihan
maka dapat timbul defisiensi vitamin relatif, kecuali bila pada saat yang sama kenaikan
kebutuhan vitamin itu dapat dicukupi.
Efek pada laju metabolisme basal
Oleh karena hormon tiroid meningkatkan metabolisme sebagian besar sel tubuh, maka
kelebihan hormon ini kadangkala akan meningkatkan laju metabolisme basal sampai setinggi
60 sampai 100 persen di atas nilai normalnya. Sebaliknya bila tidak ada hormon tiroid yang
dihasilkan maka laju metabolisme basal menurun sampai hampir setengah nilai normal; yaitu
laju metabolisme basal menjadi -30 samapai -45. Agar laju metabolisme basal dapat sangat
tinggi maka hormone ini dibutuhkan dalam jumlah yang sangat banyak.
Efek pada berat badan
Bila produksi hormon tiroid sangat meningkat maka hampir selalu menurunkan berat badan,
dan bila produksinya sangat berkurang maka hampir selalu timbul kenaikan berat badan, efek
ini tidak selalu terjadi, oleh karena hormon tiroid meningkatkan nafsu makan, dan keadaan
ini dapat melebihi keseimbangan perubahan kecepatan metabolisme.
Efek pada system kardiovaskuler
Aliran darah dan curah jantung. Meningkatnya metabolisme dalam jaringan mempercepat
pemakaian oksigen dan memperbanyak jumlah produk akhir dari metabolisme yang
dilepaskan dari jaringan.efek ini menyebabkan vasodilatasi pada sebagian besar jaringan
tubuh, sehingga meningkatkan aliran darah. Sebagai akibat dari meningkatnya aliran darah,
maka curah jantung juga akan meningkat, seringkali meningkat sampai 60 persen atau lebih
diatas normal bila terdapat kelebihan hormone tiroid dan turun sampai hanya 50 persen dari
normal pada keadaan hipotiroidisme.
Frekuensi denyut jantung frekuensi denyut jantung lebih meningkat di bawah pengaryh
hormone tiroid daripada perkiraan peningkatan curah jantung. Oleh karena itu hormone tiroid
ini mungkin berpengaruh langsung pada eksitabilitas jantung, yang selanjutnya meningkatkan
frekuensi denyut jantung yang terjadi pada penderita dengan demam ringan dan selama
melakukan kerja fisik.
Volume darah hormone tiroid menyebabkan volume darah sedikit meningkat. Efek ini
mungkin disebabkan paling oleh vasodilatasi, yang mengakibatkan bertambahnya jumlah
darah yang terkumpul dalam system sirkulasi.
Tekanan arteri tekanan arteri rata-rata biasanya tidak berubah. Akan tetapi karena terdapat
peningkatan aliran darah melalui jaringan di antara 2 denyut jantung, maka tekanan nadi
menjadi sering meningkat, bersama dengan kenaikan tekanan sistolik sebesar 10 sampai 15
mmhg pada hipertiroidisme, dan tekanan diastolik secara bersamaan akan menurun.
Efek pada respirasi meningkatnya kecepatan metabolisme akan meningkatakan kecepatan
metabolisme akan meningkatkann pemakaian oksigen dan pembentukan karbondioksida,
efek-efek ini mengaktifkan semua mekanisme yang meningkatkan kecepatan dan kedalaman
pernapasan.
Efek pada saluran cerna
Selain meningkatkan nafsu makan dan asupan makanan, seperti yang telah dibicarakan
hormon tiroid meningkatkan baik kecepatan sekresi getah pencernaan dan pergerakan saluran
cerna. Seringkali terjadi diare. Kekuangan hormon tiroid dapat menimbulkan konstipasi.
Efek pada system saraf pusat
Pada umumnya hormon tiroid meningkatkan kecepatan berpikir, tetapi juga sering
menimbulkan disiosiasi pikiran, dan sebaliknya, berkurangnya hormon tiroid akan
menurunkan fungsi ini. Penderita hipertiroid cenderung menjadi sangat cemas dan
psikoneurotik, seperti kompleks ansietas, kecemasan yang sangat berlebihan atau paranoia.
Efek terhadap fungsi otot
Sedikit peningktan hormon tiroid biasanya menyebabkan otot bereaksi dengan kuat, namun
bila jumlah hormone ini berlebihan maka otot-otot malahan menjadi lemah oleh karena
kelebihannya katabolisme protein. Sebaliknya kekurangan hormone tiroid menyebabkan
hormone menjadi sangat lamban. Dan otot tersebut berelaksasi dengan perlahan setelah
kontraksi.
Tremor otot salah satu gejala yang paling khas dari hipertiroidisme adalah timbulnya tremor
halus pada otot. Tremor ini bukan merupakan tremor kasar seperti yang timbul pada penyakit
Parkinson atau pada waktu menggigil, sebab tremor ini timbul dengan frekuensi cepat yaitu
10 sampai 15 kali per detik. Tremor ini dengan mudah dapat dilihat dengan cara
menempatkan sehelai kertas di atas jari-jari yang diekstensikan dan perhatikan besarnya
getaran kertas tadi. Tremor ini dianggap disebabkan oleh bertambahnya kepekaan sinaps
saraf di daerah medulla yang mengatur tonus otot.
Efek pada oleh karena efek yang melelahkan dari hormon tiroid pada otot dan sitem saraf
pusat, maka penderita hipertiroidi sering kali merasa capei terus-menerus, tetapi karena efek
eksitasi dari hormone tiroid pada sinaps, timbul kesulitan tidur. Sebaliknya somnolen yang
berat merupakan gejala khas dari hipertiroidisme, disertai dengan waktu tidur yang
berlangsung selama 12 sampai 14 jam sehari.
Efek pada kelenjer endokrin lain
Meningkatnya hormon tiroid meningkatkan kecepatan sekresi sebagian besar kelenjer
endokrin lain, tetapi hormon ini juga meningkatkan kebutuhan jaringan akan hormone ini.
Contoh meningkatnya sekresi hormone tiroksin, meningktkan kecepatan metabolisme glikosa
di seluruh bagian tubuh dan oleh karena itu meningkatkan sebagian besar aktivitas
metabolisme yang berkaitan dengan pembentukan tulang dan akibatnya kebutuhan hormone
paratiroid. Dan akhirnya hormone tiroid meningkatkan kecepatan inaktivasi hormone
glukokortikoid adrenal oleh hati. Keadaan ini menyebabkan timbulnya peningkatan umpan
balik produksi hormone adrenokortikotropik oleh kelenjer hipofisis anterior dan oleh karena
itu, juga meningkatkan kecepatan sekresi glukokortikoid oleh kelenjer aurenal.
Efek hormon tiroid pada fungsi seksual
Agar dapat timbul fungsi seksusal yang normal, dibutuhkan hormone tiroid yang normal.
Pada pria, berkurangnya hormone tiroid menyebabkan hilangnya libido, sebaliknya, sangat
berlebihannya hormone ini seringkali menyebabkan impotensi. Pada wanita, kekurangan
hormone tiroid seringkali menyebabkan timbulnya menoragia dan polimenore, yang secara
berurutan berarti, timbulnya perdarahan menstruasi yang berlebihan dan lebih sering. Namun,
yang lebih mengherankan pada beberapa wanita lain, kekurangan hormone ini menimbulkan
periode menstruasi yang tak teratur dan kadangkala, bahkan dapat timbul amenore. Seorang
wanita hipotiroid seperti halnya pada pria, cenderung mengalami penurunan libidp yang
sangat besar. Yang lebih membinggungkan lagi, pada wanita menderita hipertiroidisme,
biasanya menderita oligomenore yang berarti sangat berkurangnya perdarahan, dan
kadangkala timbul amenore.
Kerja hormone tiroid pada gonad tidak dapat dibatasi pada suatu fungsi spesifik namun
mungkin disebabkan oleh suatu kombinasi pengaruh metabolisme langsung pada gonand dan
melalui kerja perangsangan serta penghambatan memalalui hormone hipofisis anterior yang
mengendalikan fungsi-fungsi seksual.
h. Pengaturan sekresi hormon tiroid
Untuk menjaga agar tingkat aktivitas metabolisme dalam tubuh tetap normal, maka
setiap saat harus disekresikan hormon tiroid dengan jumlah yang tepat, dan agar hal ini dapat
terjadi, ada mekanisme umpan balik spesifik yang bekerja melalui hipotalamus dan kelenjer
hipofisis anterior untuk mengatur kecepatan sekresi tiroid. Makanisme ini dapat dijelaskan
sebagai berikut:
Efek hormon perangsang tiroid (TSH) pada sekresi tiroid. Hormon perangsang tiroid
(TSH) yang juga dikenal sebagai tirotropin, merupakan salah satu hormone kelenjer hipofisis
anterior, yaitu suatu glikoprotein dengan berat molekul kira-kira 28.000, hormon ini
meningkatkan sekresi tiroksin dan triiodotironin oleh kelenjer tiroid. Efeknya yang spesifik
terhadap kelenjer tiroid adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan proteolisis triglobulin yang disimpan dalam folikel, dengan hasil
akhirnya adalah terlepasnya hormone-hormon tiroid ke dalam sirkulasi darah dan
berkurangnya substansi folikel itu sendiri
2. Meningkatkan aktivitas pompa natrium, yang meningkatkan kecepatan “penjeratan
iodide (iodide trapping)’ di dalam sel-sel kelenjer, kadangkal meningkatkan rasio
konsentrasi iodide intraselular sebanyak delapan kali normal
3. Meningkatkan iodinasi tirosin dan meningkatkan proses penggandengan (coupling)
untuk membentuk hormone tiroid
4. Meningkatkan ukuran dan meningkatkan aktivitas sekretorik sel-sel tiroid
5. Meningkatkan jumlah sel-sel tiroid, disertai dengan perubahan sel kuboid menjadi sel
kolumnar dan menimbulkan banyak lipatan epitel tiroid ke dalam folikel.
3. Kelenjar Adrenokortikal
Kedua kelenjar adrenal, yang masing-masing yang mempunyai berat kira-kira 4 gram,
terletak dikutub superior dan kedua ginjal. Tiap kelenjar terdiri atas dua bagian yang berbeda,
yakni medula adrenal. Medula adrenal, dan korteks adrenal. Medula adrenal, yang merupakan
20% bagian kelenjar terletak di pusat kelenjar, dan secara fungsional berkaitan sistem saraf
simpatis: mensekresi hormon-hormon epinefrin dan norepinefrin sebagai respon terhadap
rangsangan simpatis. Selanjutnya, hormon-hormon ini akan menyebabkan efek yang hampir
sama dengan perangsangan langsung pada saraf-saraf simpatis di seluruh bagian tubuh.
Koretks adrenal mensekresi kelompok hormon yang berbeda sama sekali, yakni
kortikosteroid. Hormon ini seluruhnya disintesis dari kolesterol steroid, dan semuanya
mempunyai rumus kimia yang sama akan tetapi, perbedaan yang sangat sedikit dalam
struktur molekulnya memberikan beberapa fungsi penting yang berbeda.
Ada dua jenis hormon adrenokortikal yang utama, yakni mineralokortikoid dan
glukokortiroid, yang disekresikan oleh korteks adrenal. Selain hormon ini, korteks adrenal
juga mensekresi sedikit hormon kelamin, terutama hormon androgen, yang efeknya pada
tubuh hampir mirip dengan hormon kelamin pria testosteron. Dalam keadaan normal hormon-
hormon tersebut hanya sedikit bermakna, walaupun pada beberapa kelainan korteks adrenal
tertentu jumlah hormon yang berlebihan dapat disekresi (yang akan dibicarakan kemudian
ini) dan kemudian dapat menimbulkan efek maskulinisasi.
Disebut mineralokortikoid karena hormon ini terutama mempengaruhi elektrolit
(mineral) cairan ekstraseluler-terutamaa natrium dan kalium. Disebut glukokortiroid karena
hormon ini mempunyai efek yang penting dalam meningkatkan konsentrasi glukosa darah.
Glukokortiroid ini juga mempunyai efek tambahan pada metabolisme protein dan
metabolisme lemak yang sama pentingnya untuk fungsi tubuh dengan efek
glukokortikosteroid pada metabolisme karbohidrat.
Dari korteks adrenal dapat dikenali lebih dari 30 jenis steroid, namun hanya dua
jenis yang beguna untuk fungsi endokrin manusia: aldosteron, yang merupakan
mineralokortikoid yang utama, dan kortisol yang merupakan glukokortiroid utama.
Sifat Kimia Dari Sekresi AdrenokortikalLapisan-lapisan korteks adrenal, dan pembentukan hormonnya. Korteks adrenal
terdiri 3 lapisan yang relatif berbeda, aldosteron disekrasi oleh zona glumerulosa, yang
merupakan lapisan permukaan yang paling luar dan paling tipis. Kortisol dan beberapa
glukokortikoid lain di sekresikan oleh zona fasikulata, yakni lapisan tengah, dan zona
retikularis, yang merupakan lapsan terdalam. Androgen juga di adrenal juga sekresikan oleh
kedua lapisan tersebut.
Keadaan-keadaan yang meningkatkan pengeluaran aldosteron juga menyebabkan
hipertrofi zona glomerolusa namu tak akan mempengaruhi kedua zona yang lain. Sebaliknya,
faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya sekresi kortisol dan adrenal androgen
menyebabkan hipertrofi zona fasikulata dan zona retikularis namun sangat sedikit atau sama
sekali tidak mempengaruhi zona glomerulosa; keadaan ini terjadi bila perangsangan kelenjer
oleh hormon adrenokortikotropik (ACTH) dan kelenjar hofisis anterior.
Sifat Kimia Hormon Adrenokortikal
Semua hormon adrenokortikal merupakan senyawa steroid. Hormon ini terutama
dibentuk dari kolesterol yang diabsorbsi secara langsung dari sirkulasi darah yakni dengan
proses endostosis melewati membran sel. Membran ini mempunyai reseptor spesifik untuk
lipoprotein densitas rendah yang mengandung kolesterol dang konsentrasi sangat tinggi, dan
proses pelekatan lipoprotein ini dengan membran akan meningkatkan proses endositosis.
Sejumlah kecil koletesterol juga disintesis di dalam sel-sel korteks dari asetil koenzim A;
asetil koenzim A juga dipergunakan untuk membentuk hormon-hormon adrenokortikal.
Langkah-langakah utama dalam proses pembentukan ketiga steroid penting yang
dihasilkan oleh korteks adrenal: aldosteron, kortisol, dan androgen. Pada dasarnya semua
tahap pembentukan ini terjadi dalam kedua organol sel berikut, mitokondria dan retikulum
endoplasma, beberapa langah tadi terjadi dalam salah satu organel dan beberapa tahap lain
terjadi dalam organel lain. Setiap tahap dikatalisis oleh sistem enzim spesifik. Perubahan
pada enzim dalam satu skema ini dapat menyebabkan terbentuknyajenis dan jumlah hormon
sangat berbeda, misalnya sejumlah besar hormon kelamin maskulin, atau yang sangat jarang,
hormon kelamin feminin atau senyawa steroid lain yang secara normal tidak terdapat dalam
darah namun mempunyai kerja mineralokortikoid atau glukokortikoid atau gabungan dari
kedua pengaruh ini.
Pada rumus kimia aldosteron dan kortisol. Atom oksigen yang terikat dengan inti
kolesterol pada karbon nomor 18 sangat penting untuk menimbulakan aktivitas
mineralokortikoid dari aldosteron. Aktivitas glukokortikoid dari kortisol terutama disebabkan
oleh adanya keto-oksigen pada karbon nomor 3 dan hidroksilasi pada karbon nomor 11 dan
21.
Selain aldosteron dan kortisol, yang secara berurutan, merupakan hormon
mineraloortikoid dan glukokortikoid utama, masih ada steroid lain yang mempunyai salah
satu atau kedua aktivitas tersebut dan disekresi dalam jumlah sedikit oleh korteks adrenal
pada keadaan normal sekali pun. Dan beberapa hormon steroid tambahan lain yang tidak
dibentuk dalam keadaan normal dalam kelenjar adrenal telah disintesis dan digunakan dalam
berbagai bentuk terapi.
Pengangkutan dan Nasib Hormon Adrenal
Kortisol dalam darah terutama berikatan globulin dan disebut kortisol terikat globulin
atau transkortin, dan dalam jumlah yang lebih kecil berikatan dalam albumin-secara normal
kira-kira 94 persen diangkut dalam bentuk terikat dan kira-kira 6 persen dalam bentuk bebas.
Sebaliknya aldosteron berikatan hanya secara longgar denga plasma protein sehingga kira-
kira 50 prsen terdapat dalam bentuk bebas. Hormon-hormon ini, baik dalam bentuk terikat
maupun dalam bentuk bebas, diangkut melewati kompartemen cairan ekstraselular. Pada
umumnya, hormon-hormon ini menetap dalam jaringan target atau dihancurkan dalam waktu
satu atau dua jam untuk kortisol dan bagi aldosteron dalam waktu kira-kira 30 menit.
Steroid adrenal terutama dipecahkan dan dikonjugasi terutama untuk membentuk
glukoronida dan sedikit sulfat. Kira-kira 25 persen jumlah tersebut dieksresi ke dalam
empedu dan selanjutnya ke dalam feses, dan sisanya, 75 persen dikeluarkan ke dalam urin.
Bentuk konjugasi dari hormon-hormon ini tidak aktif.
Konsentrsi normal aldosteron dalam darah adalah kira-kira 6 nanogram (seperenam
milyar gram) per desiliter, dan kecepatan sekresinya kra-kira 150-250 µg/hari.
Konsentrasi kortisol dalam darah rata-rata 12 µg/dl, dan kecepatan sekresinya rata-
rata 15-29 mg/hari.
Fungsi Mineralokortikoid Aldosteron
Bila adrenokortikal sama sekali tidak disekresi maka biasanya akan menyebabkan
kematian dalam waktu 3 hari sampai 2 minggu kecuali bila penderita mendapatkan
pengobatan dengan garam berlabihan atau penyuntikan mineralokortikoid, tanpa
mineralokortikoid, maka besarnya konsentrasi ion kalium dalam cairan ekstraselular
meningkat secara bermakna, konsentrasi natrium dan klorida akan berkurang, dan volume
total cairan ekstraselular dan volume darah juga akan sangat berkurang. Penerita segera
mengalami penurunan curah jantung, yang berlanjt menjadi keadaan seperti renjatan yang
disusul dengan kematian. Seluruh rangkaian ini dapat dicegah dengan pemberian aldosteron
atau beberapa mineralokortikoid lainnya. Oleh karena itu, mineralokortikoid dikatakan
merupakan bagian “ penyelamat nyawa ” dari hormon adrenokortikal; glukokortikoid sama
pentingnya, membuat seseorang mampu menolak efek dekstruktif dari “ stres ” mental dan
fisik yang intermitten dalam kehidupan.
Sedikitnya 90 persen dari aktivitas mineralokortikoid yang disekresi oleh
adrenokortikal terdapat dalam aldosteron, namun koprtisol, yang merupakan glukokortikoid
utama yang disekresi oleh korteks adrenal, juga mempunyai sejumlah aktivitas
mineralokortikoid yang bermakna-aktivitas minaralokortikoidnya hanya 1/400 dari aldosteron.
Steroid adrenal lain yang sedikit disekresi dan yang mempunyai efek mineralokortikoid
adalah kortikosteron, yang salain efek utama glukokortikoid, tetapi juga mempunyai beberapa
efek mineralokortikoid juga, dan deoksikortikosteron, yang efeknya hampr mirip dengan
aldosteron namun kekuatannya 1/50 dari kekuatan aldosteron.
Efek Ginjal dan Sirkulasi dari Aldosteron
Sejauh ini fungsi aldosteron yang paling penting adalah meningkatan pengangkutan
natrium dan kalium melewati beberapa bagian dinding tubulus renal, dan fungsi yang kurang
penting, adalah untuk meningkatkan pengangkutan ion-ion hidrogen.
Efek Pada Reabsorpsi Natrium Dan Sekresi Kalium Dalam Tubulus Ginjal
Bahwa aldosteron menyebabkan pengangkutan pertukaran natrium dan kalium-yakni,
absorpsi natrium bersama-sama dengan eksresi kalium oleh sel-sel epitel tubulus-terutama
dalam tubulus distal dan duktus koligentis. Oleh karena itu, aldosteron menyebabkan natrium
di simpan dalam cairan ekstraselular sedangkan kalium dieksresikan ke dalam urin.
Bila konsentrasi aldosteron dalam plasma tinggi maka keadaan ini akan mengurangi
jumlah natrium yang hilang ke dalam urin sebagai kecilnya sehingga hanya beberapa
milikeuvalen tiap hari. Pada saat yang sama, kalium yang hilang dalam urin meningkat
berlipat ganda.
Sebaiknya, tidak disekresikannya aldosteron sama sekali dapat ,menyebabkan natrium
yang hilang dalam urin dapat mencapai 10 samapi 20 gram per hari, jumlah yang sesuai
dengan sepersepuluh sampai seperlima dari jumlah seluruh natrium dalam tubuh. Pada saat
yang sama, kalium akan disimpan secara kuat dalam cairan ekstraselular.
Oleh karena itu, hasil akhir efek aldosteron dalam plasma adalah untuk meningkatkan
jumlah total natrium dalam cairan ekstraselular sementara mnenurunkan jumlah kalium.
Pengaruh Terhadap Volume Cairan Ekstraselular Dan Tekanan Arteri
Walaupun aldosteron mempunyai suatu efek yang paten dalam menurunkan
kecepatan eksresi ion natrium oleh gnjal, konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraselular
meningkat sangat sedikit. Alasannya karena ketika natrium direabsrobsi oleh tubulus, secara
bersamaan terjadi absorpsi air dalam jumlah yang hampir sama melalui osmotik. Oleh karena
itu, volume cairan ektraselular meningkat hampir sama banyak dengan natrium yang
tertinggal tetapi tanpa banyak mengubah konsentrasi natrium.
Peningkatan volume cairan ekstraselular yang berlangsung selama lebih dari 1- 2 hari
dapat mengarah kepada peningkatan tekanan arteri. Peningkatan tekanan arteri kemudian
menyebabkan peningkatan eksresi air dan garam yang sangat besar melalui ginjal, yang
merupakan suatu fenomena yang disebut sebagai sebagai diuresis tekanan. Jadi, secara
keseluruhan, setelah volume cairan ekstraselular meningkat kira-kira 5 sampai 15 persen
diatas normal sebagai: respons terhadap kelebihan aldosteron, tekanan arteri juga meningkat
15 sampai 25 mm Hg, dan hipertensi ini (tekanan darah tinggi) mengembalikan keluaran air
dan garam oleh ginjal kembali normal walaupun ada kelebihan aldosteron. Peningkatan
sekunder eksresi air dan garam ini oleh ginjal sebagai suatu akibat dari diuresis tekanan
disebut sebagai pelepasan aldosteron (aldosterone escape) karena kecepatan perolehan garam
dan air oleh tubuh kemudian adalah nol. Sebaliknya ketika sekresi aldosteron menjadi nol,
sejumlah besar garam hilang dalam urin, tidak hanya mengurangi jumlah natrium klorida di
dalam cairan ekstraseluler tetapi juga mengurangi volume cairan ekstraseluler tetapi juga
mengurangi volume cairan ekstraseluler. Hasilnya adalah dehidrasi cairan ekstraseluler yang
sangat berat dan volume darah yang renda, mengarah kepada syok sirkulasi.
Efek Aldosteron pada kelenjer keringat, kelenjer liur, absorpsi intestinal
Kedua kelenjer ini mengeluarkan sekresi yang terutama mengandung banyak sekali
natriumklorida, tetapi sewaktumelewati duktus ekskretorius sebagian besar natrium klorida
direabsorbsi sedangkanion kaliumdan ion bikarbonat akan disekresikan. Aldosteron sangat
meningkatkan reabsorpsi natrium klorida dan sekresi kalium oleh duktus tersebut. Efek
aldosteron terhadap kelenjer keringat penting untuk menyimpan garam tubuh dalam
lingkungan yang panas, dan efeknya terhadap kelenjer liur adalah menyimpan garam sewaktu
liur hilang secara berlebihan.
Mekanisme Selular Kerja Aldosteron
Rangkaian peristiwa yang menimbulkan peningkatan reabsorpsi natrium adalah
pertama, oleh karena sifat membran sel yang mudah larut dalam lemak, aldosteron mudah
berdifusi kedalam sel-sel epitel tubulus. Kedua, dalam sitoplasma sel-sel tubulus, aldosteron
akan berikatan dengan protein reseptor sitoplsma yang sangat spesifik, yaitu protein yang
mempunyai konfigurasi stereomolekular yang hanya akan berikatan dengan aldosteron atau
senyawa yang sangat mirip dengan aldosteron. Ketiga, komplek reseptor-aldosteron atau
produk dari kompleks ini berdifusi ke dalam inti yang akan mengadakan perubahan-
perubahan selanjutnya, dan akhirnya menginduksi satu atau lebih gugus spesifik dari DNA
untuk membentuk suatu jenis atau beberapa jenis RNA messenger yang berkaitan dengan
proses pengangkutan natrium dan kalium. Keempat, RNA berdifusi kembali kedalam
sitoplasma, di mana, RNA messenger bekerja bersama dengan ribosom, menghasilkan
pembentukan protein. Protein yang terbentuk merupakan suatu campuran dari (1) satu atau
lebih enzim dan (2) protein transport membran, yang kerja samanya dibutuhkan untuk
transport natrium, kalium, dan hidrogen melalui membran sel,
Pengaturan Sekresi Aldosteron
Pengaturan sekresi aldosteron sangat berkaitan dengan pengaturanbesarnya
konsentrasi elektrolit dalam cairan ekstraselular, volume cairan ekstraselular, voluma darah,
tekanan arteri, dan banyak aspek khusus dari fungsi ginjal sehingga tidak mungkin kiranya
untuk membicarakan pengaturan sekresi aldosteron tanpa mengaitkan faktor-faktor di atas.
Dikenal empat faktor yang memainkan peranan penting dalam pengaturan aldosteron.
menurut urutan manfaatnya, keempat faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan konsentrasi ion kalium di dalam cairan ekstraselular sangat meningkatan
sekresi aldosteron.
2. Peningkatan aktivitas sistem renin-angiotensin juga sangat meningkatkan sekresi aldosteron.
3. Peningkatan konsentrasi ion natrium di dalam cairan ekstraselular sangat sedikit menurunkan sekresi aldosteron.
4. Hormon adrenokortikotropin (ACTH) dari kelenjar hipofisis anterior diperlukan untuk sekresi aldosteron tetapi mempunyai efek yang kecil dalam mengaturan kecepatan sekresi.
Fungsi Glukokortiroid
Oleh karena itu, seperti halnya hormon mineralokortikoid, hormon glukokortiroid
dikatakan mempunyai fungsi yang sama pentingnya dalam memperpanjang hidup seekor
hewan. Hal ini akan diterangkan dalam bagian berikut.
Sedikitnya 95% aktivitas glukokortiroid dari bahan sekresi adrenokortikal merupakan
hasil dari sekresi kortisol, yang dikenal juga sebagai hidrokortison. Sebagai tambahan
terhadap penjelasan ini, sejumlah kecil aktivitas glukokortiroid yang cukup bermakna
disediakan oleh kortikosteron.
Efek Kortisol Terhadap Metabolisme KarbohidratPerangasangan Glukoneogenesis
Sejumlah ini efek metabolik yang paling terkenal dari kortisol dan glukokortiroid
lainnya terhadap metabolisme adalah kemampuan kedua hormon ini untuk merangsang
proses glukoneogenesis (pembentukan karbohidrat dari protein dan beberapa zat lain) oleh
hati, sering kali meningkatkan kecepatan glukoneogenesis sebesar 6 sampai 10 kali lipat.
Keadaan ini terutama disebabkan kedua oleh dua efek kortisol.
Pertama, kortisol meningkatan semua enzim yang dibutuhkan untuk mengubah asam-
asam amino menjadi glukosa dalam sel-sel hati. Hal ini dihasilkan dari efek glukokortikoid
untuk mengaktifkan transkripsi DNA di dalam inti sel hati dalam cara yang sama dengan
fungsi aldosteron di dalam tubulus ginjal, disertai dengan pembentukan RNA messenger yang
selanjutnya dapat dipakai untuk menyusun enzim-enzim yang dibutuhkan dalam proses
glukoneogenesis.
Kedua, kortisol menyebabkan pengangkutan asam-asam amino dari jaringan
ekstrahepatik, terutama dari otot. Akibatnya, semakin banyak asam amino tersedia dalam
plasma, untuk masuk dalam proses glukoneogenesis dalam hati dan oleh karena itu akan
meningkatkan pembentukan glukosa.
Penurunan Pemakaian Glukosa Oleh Sel
Kortisol juga menyebabkan penurunan kecepatan pemakaian glukosa oleh sel-sel
tubuh. Walaupun penyebab penurunan ini tidak diketahui, sebagian besar ahli fisiologi
percaya bahwa pada suatu tempat yang terletak di antara tempat masuknya glukosa ke dalam
sel dan tempat pecahnya kortisol yang terakhir, secara langsung memperlambat kecepatan
pemakaian glukosa. Dugaan mekanisme ini didasari pada pengamatan yang menunjukkan
bahwa glukokortikoid menekan proses oksidasi nikotinamid-adenin-dinukleotida (NADH)
untuk membentuk NAD+ . Oleh karena NADH harus dioksidasi agar menimbulkan glikolisis,
efek ini dapat berperan dalam mengurangi pemakaian glukosa oleh sel.
Efek Kortisol Terhadap Metabolisme Protein
Pengurangan Protein Sel. Salah satu efek utama dari kortisol terhadap sistem metabolisme
tubuh adalah kemampuannya untuk mengurangi penyimpanan protein di seluruh sel tubuh
kecuali protein dalam hati.
Bila kelebihan kortisol sangat banyak, otot dapat menjadi begitu lemah sehingga orang
tersebut tidak dapat berdiri dari posisi jongkok. Dan fungsi imunitas dari jaringan limfoid
dapat diturunkan hingga sedikit kurang dari normal.
Peningkatan Protein Hati dan Protein Plasma Disebabkan Oleh Kortisol. Bersamaan
dengan berkurangnya protein diseluruh tubuh, ternyata protein di dalam hati semakin
meningkat. Lebih lanjut, protein plasma (yang dihasilkan oleh hati dan kemudian di lepaskan
kedalam darah) juga akan meningkat.
Efek Kortisol Terhadap Metabolisme Lemak
Mobilisasi Asam Lemak. Dengan pola yang sangat mirip dengan pola yang di pakai oleh
kortisol untuk meningkatkan mobilisasi asam amino dari otot, kortisol ini juga meningkatkan
mobilisasi asam lemak dari jaringan lemak. Peristiwa yang akan meningkatkan konsentrasi
asam lemak bebas di dalam plasma, yang juga akan meningkatkan pemakaiannya untuk
energi. Kortisol tampaknya juga memiliki efek langsung untuk meningkatkan oksidasi asam
lemak di dalam sel.
Peningkatan mobilisasi lemak oleh kortisol digabungkan dengan peningkatan oksidasi
asam lemak di dalam sel membantu menggeser sistem metabolisme sel pada saat kelaparan
atau stres yang lain dari penggunaan glukosa untuk energi menjadi penggunaan asam lemak.
Akan tetapi, mekanisme kortisol ini, membutuhkan waktu beberapa jam untuk bekerja
dengan penuh-tidak secepat atau sekuat efek peregseran yang disebabkan oleh penurunan
insulin.
Efek Anti-inflamasi Kortisol
Pemberian kortisol dan jumlah besar biasanya dapat menghambat proses inflamasi ini
atau malah dapat membalikkan sebagian besar efeknya segera ketika proses inflamasi mulai
terjadi.
Ada lima tahap utama inflamasi: (1) sel-sel jaringan yang rusak melepaskan bahan-
bahan kimia yang akan mengakitifkan proses inflamasi-bahan-bahan kimia seperti histamin,
bradikinin, enzim proteolitik, prostaglandin, dan leukotrien; (2) peningkatan aliran darah
dalam daerah yang meradang yang disebabkan oleh pelepasan beberapa produk jaringan,
suatu efek yang disebut eritema; (3) kebocoran banyak sekali plasma yang hampir murni
keluar dari pembuluh kapiler masuk kedaerah yang meradang karena meningkatnya
permeabilitas kapiler, yang akan diikuti dengan membekunya cairan jaringan, jadi
menyebabkan timbulnya edema tipe nonpitting; (4) infiltrasi leukosit kedalam daerah radang
tersebut dan kemudian, setelah berhari-hari atau berminggu-minggu (5) penyembuhan
jaringan, yang seringkali disertai dengan pertumbuhan jaringan fibrosa kearah dalam.
Efek kortisol dalam menyebabkan penyembuhan inflamasi
Mengurangi proses inflamasi selama beberapa jam sampai beberapa hari lamanya.
Efek yang segera timbul adalah penghambatan sebagian besar faktor yang meningkatkan
terjadinya inflamasi. Selanjutnya, kecepatan penyembuhan juga akan ditingkatkan. Keadaan
ini mungkin disebabkan oleh hal yang sama, terutama oleh faktor yang tidak diketahui, yang
menyebabkan tubuh dapat melawan berbagai stres fisik sewaktu banyak sekali kortisol
disekresikan; keadaan ini mungkin diakibatkan oleh adanya pengangkutan asam amino dan
pemakaian bahan ini untuk memperbaiki jaringan yang rusak.
4. Kelenjar Pankreas
Pankreas mempunyai dua hormon yang penting, yaitu insulin dan glukagon.
1. Insulin
Insulin adalah sebuah hormon yang berhubungan dengan energi yang melimpah. Bila
terdapat makanan yang dapat menghasilkan energi yang sangat banyak di dalam diet,
terutama kelebihan jumlah karbohidrat dan protein, maka insulin akan disekresikan dalam
jumlah banyak, keadaan ini terutama terjadi pada keadaan kelebihan karbohidrat, sedikit
kelebihan protein, tetapi hanya sangat sedikit untuk lemak.
Selanjutnya insulin memainkan peranan yang penting dalam penyimpanan zat yang
mempunyai kelebihan energi. Pada keadaan kelebihan karbohidrat, insulin menyebabkan
karbohidrat disimpan sebagai glikogen terutama di dalam hati dan otot. Insulin menyebabkan
kelebihan lemak disimpan di dalam jaringan adiposa. Juga, semua kelebihan karbohidrat
yang tidak dapat disimpan sebagai glikogen diubah di bawah rangsangan insulin menjadi
lemak dan juga disimpan di dalam jaringan adiposa. Pada keadaan kelebihan protein, insulin
mempunyai efek langsung dalam memacu ambilan asam amino oleh sel dan pengubahan
asam amino ini menjadi protein. Selain itu, insulin menghambat pemecahan dari protein yang
sudah terdapat di dalam sel.
Sifat-sifat kimia insulin
Insulin merupakan protein kecil, insulin manusia mempunyai berat molekul sebesar
5808. Insulin terdiri atas dua rantai asam amino yang satu sama lainnya dihubungkan, oleh
ikatan disulfida. Bila kedua rantai asam amino dipisahkan, maka aktivitas fungsional dan
insulin akan hilang.
Insulin disintesis oleh sel-sel beta dengan cara yang mirip dengan sintesis protein,
yang biasanya dipakai oleh sel, yakni diawali dengan translasi RNA insulin oleh ribosom
yang melekat pada retikulum endoplasma untuk membentuk preprohormon insulin.
Preprohormon awal ini memiliki berat molekul kira-kira 11.500, namun selanjutnya akan
melekat erat pada alat Golgi untuk membentuk insulin sebelum terbungkus dalam granula
sekretorik. Akan tetapi, kira-kira seperenam dari hasil akhirnya tetap dalam bentuk
proinsulin. Proinsulin ini tidak mempunyai aktivitas insulin.
Sewaktu insulin disekresikan ke dalam darah, hampir seluruhnya beredar dalam
bentuk yang tidak terikat, waktu paruhnya dalam plasma rata-rata hanya 6 menit, sehingga
dalam waktu 10- 15 menit akan dibersihkan dari sirkulasi. Kecuali sebagian insulin yang
berikatan dengan reseptor yang ada pada sel target, sisa insulin didegradasi oleh enzim
insulinase terutama di dalam hati, sebagian kecil dipecah di dalam ginjal dan otot, dan sedikit
di dalam jaringan yang lain. Pembuangan dari plasma yang cepat ini penting sebab pada
suatu saat, penghentian fungsi pengaturan insulin dengan cepat adalah sama pentingnya
dengan menghidupkan kembali fungsi ini.
Aktivasi Reseptor Sel Target oleh Insulin dan Hasil Efek Selular
Untuk menimbulkan efek awal insulin pada sel target insulin berikatan dengan dan
mengaktifkan suatu protein membran reseptor yang mempunyai berat molekul kira-kira
300.000. Efek selanjutnya disebabkan oleh reseptor yang diaktifkan, bukan oleh insulin.
Reseptor insulin merupakan suatu kombinasi dari empat subunit yang saling berikatan
bersama oleh ikatan disulfida, dua subunit alfa yang terletak seluruhnya di luar membran sel
dan dua subunit beta yang menembus membran, menonjol ke dalam sitoplasma sel. Insulin
berikatan dengan subunit alfa di bagian luar sel, tetapi karena ikatan dengan subunit beta
bagian dari subunit beta yang menonjol ke dalam sel mengalami autofosforilasi. Hal ini akan
membuat ikatan tersebut menjadi suatu enzim yang aktif, suatu protein kinase setempat, yang
selanjutnya menyebabkan fosfolirasi dari banyak enzim intraseluler lainnya. Hasil akhir
adalah untuk mengaktifkan beberapa enzim ini sementara menghentikan enzim yang lain.
Jadi, secara keseluruhan insulin memimpin proses metabolism intraselular untuk
menghasilkan efek yang diinginkan. Dari titik ini, selanjutnya, mekanisme molecular hampir
seluruuhnya tidak diketahui.
Efek akhir dari perangsangan insulin sudah jelas dan sebagai berikut:
a. Dalam beberapa detik setelah insulin berikatan dengan membran reseptornya,
membran yang mencakup kira-kira 80% dari sel tubuh ini menjadi sangat permeabel
terhadap glukosa. Hal ini terutama terjadi pada sel-sel otot dan sel lemak tetapi tidak
terjadi pada sebagian besar sel neuron di dalam otak. Peningkatan permeabilitas
terhadap glukosa selanjutnya membuat glukosa masuk dengan cepat ke dalam sel. Di
dalam sel, glukosa dengan cepat difosforilasi dan menjadi suatu zat yang diperlukan
untuk semua fungsi metabolisme karbohidrat yang umum. Peningkatan transport
glukosa diduga dihasilkan dari penyatuan berbagai vesikel-vesikel intraselular dengan
membran sel, vesikel-vesikel ini membawa sendiri berbagai molekul membran protein
transport glukosanya, suatu protein membran dengan berat molekul kira-kira 55.000.
Bila insulin sudah tidak tersedia lagi, vesikel-vesikel ini terpisah dari membran sel
dalam waktu kira-kira 3-5 menit dan bergerak kembali kebagian dalam sel untuk
digunakan berulang kali sebanyak yang diperlukan.
b. Sebagai tambahan untuk meningkatkan permeabilitas membran terhadap glukosa,
membran sel menjadi lebih permeabel terhadap banyak asam amino, ion kalium, dan
ion fosfat.
c. Efek yang lebih lambat terjadi dalam 10-15 menit berikutnya, untuk mengubah
tingkat aktivitas dari banyak enzim metabolik intraselular yang lain. Efek-efek ini
dihasilkan terutama dari perubahan keadaan fosforilasi enzim.
d. Efek yang jauh lebih lambat terus terjadi selama berjam-jam dan bahkan beberapa
hari. Efek ini dihasilkan dari perubahan kecepatan translasi RNA messenger pada
ribosom untuk membentuk protein yang baru dan efek yang lebih lambat lagi terjadi
dari perubahan kecepatan transkripsi DNA dalam inti sel. Dengan cara ini, insulin
membentuk kembali sebagian besar proses enzimatik selular untuk mencapai tujuan
metaboliknya.
Efek insulin terhadap metabolisme karbohidrat
Segera setelah makan makanan tinggi karbohidrat, glukosa yang diabsorbi ke dalam
darah menyebabkan sekresi insulin dengan cepat, yang dibahas kemudian dalam bab ini,
insulin selanjutnya menyebabkan ambilan, penyimpanan, penggunaan glukosa yang cepat
oleh semua jaringan tubuh, tetapi terutama oleh otot, jaringan adiposa, dan hati.
Pengaruh insulin dalam meningkatkan metabolisme glukosa di dalam otot
Dalam sehari, jaringan otot tidak bergantung pada glukosa untuk energinya tetapi
sebagian besar bergantung pada asam lemak. Alasan yang utama karena membran otot
istirahat yang normal hanya sedikit permeabel terhadap glukosa kecuali bila serat otot
dirangsang oleh insulin, diantara waktu makan, jumlah insulin yang disekresikan terlalu kecil
untuk meningkatkan pemasukan glukosa yang bermakna ke dalam sel-sel otot.
Akan tetapi, ada dua kondisi otot memang menggunakan sejumlah besar glukosa.
Salah satu dari kondisi tersebut adalah selama kerja fisik sedang atau berat. Karena alasan
yang belum diketahui, penggunaan glukosa yang besar ini tidak membutuhkan sejumlah
besar insulin, karena serat otot yang bekerja menjadi permeabel terhadap glukosa bahkan
pada keadaan tidak ada insulin akibat proses kontraksi itu sendiri.
Keadaan kedua penggunaan sejumlah besar glukosa oleh otot adalah selama beberapa
jam setelah makan. Pada saat ini konsentrasi glukosa darah tinggi, pankreas mensekresikan
sejumlah besar insulin. Insulin tambahan menyebabkan transport glukosa yang cepat ke
dalam sel otot. Hal ini menyebabkan sel otot selama periode ini lebih suka menggunakan
glukosa daripada asam lemak.
Efek insulin dalam meningkatkan ambilan, penyimpanan, dan penggunaan glukosa
oleh hati
Salah satu efek samping insulin adalah menyebabkan sebagian besar glukosa yang
diabosorbsi sesudah makan segera disimpan di dalam hati dalam bentuk glikogen.
Selanjutnya, di antara waktu makan, bila tidak tersedia makanan dan konsentrasi glukosa
dalam darah mulai berkurang, sekresi insulin menurun dengan cepat dan glikogen dalam hati
dipecah kembali menjadi glukosa, yang akan dilepaskan kembali ke dalam darah untuk
menjaga konsentrasi glukosa darah tidak berkurang sampai terlalu rendah.
Mekanisme yang dipakai oleh insulin untuk menyebabkan timbulnya pemasukan
glukosa dan penyimpanan dalam hati meliputi beberapa langkah yang terjadi secara
bersamaan.
1. Insulin menghambat fosforilasi hati, yang merupakan enzim utama yang
menyebabkan terpecahnya glikogen dalam hati menjadi glukosa. Keadaan ini
mencegah pemecahan glikogen yang sudah tersedia dalam sel-sel hati.
2. Insulin meningkatkan pemasukan glukosa dari darah oleh sel-sel hati. Keadaan ini
terjadi dengan meningkatkan aktivitas enzim glukokinase, yang merupakan salah satu
enzim yang menyebabkan timbulnya fosforilasi awal dari glukosa sesudah glukosa
berdifusi ke dalam sel-sel hati. Sekali difosforilasi, glukosa terjerat, sementara di
dalam sel-sel hati, sebab glukosa yang sudah terfosforilasi tadi tidak dapat berdifusi
kembali melewati membran sel.
3. Insulin juga meningkatkan aktivitas enzim-enzim yang meningkatkan sintesis
glikogen, termasuk enzim glikogen sintetase, yang bertanggung jawab untuk
polimerisasi dari unit-unit monosakarida untuk membentuk molekul-molekul
glikogen.
Efek akhir seluruh kerja ini adalah meningkatkan jumlah glikogen dalam hati.
Glikogen dapat meningkatkan hingga total kira-kira 5-6 persen massa hati, yang sepadan
dengan hampir 100 gram glikogen yang disimpan dalam seluruh hati.
Pelepasan glikogen dari hati di antara waktu makan. Setelah selesai makan dan kadar
glukosa darah mulai menurun sampai pada kadar yang rendah, beberapa peristiwa akan mulai
berlangsung sehingga menyebabkan hati melepaskan glukosa kembali ke dalam sirkulasi
darah.
1. Berkurangnya kadar glukosa darah menyebabkan pankreas mengurangi sekresi
insulin.
2. Kurangnya insulin selanjutnya akan mengembalikan semua efek di atas untuk
penyimpanan glikogen, terutama menghentikan sintesis glikogen lebih lanjut dalam
hati dan mencegah ambilan glukosa lebih jauh oleh hati dari darah.
3. Kurangnya insulin (bersamaan dengan meningkatnya glukagon, yang akan
dibicarakan nanti) mengaktifkan enzim fosforilase, yang menyebabkan pemecahan
glikogen menjadi glukosa fosfat.
4. Enzim glukosa fosfat, yang dihambat oleh insulin, sekarang menjadi aktif oleh karena
tidak ada insulin dan menyebabkan radikal fosfat lepas dari glukosa, dan keadaan ini
menyebabkan glukosa bebas berdifusi kembali ke dalam darah.
Jadi, bila sesudah makan, di dalam darah timbul kelebihan glukosa maka hati akan
memindahkan glukosa dari darah dan akan mengembalikan glukosa ke dalam darah lagi
sewaktu konsentrasi glukosa turun di antara waktu makan. Biasanya, dengan cara ini kira-kira
60 persen glukosa yang didapat sewaktu makan akan disimpan di dalam hati dan nantinya
akan dikembalikan lagi.
Efek-efek lain dari insulin terhadap metabolisme karbohidrat di dalam hati. Bila
jumlah glukosa yang masuk ke dalam sel hati lebih banyak daripada jumlah yang dapat
disimpan sebagai glikogen atau digunakan untuk metabolisme sel hepatosit setempat, insulin
akan memacu pengubahan semua kelebihan glukosa ini menjadi asam lemak. Sesudah ini,
asam lemak dibentuk sebagai trigliserida dalam bentuk lipoprotein densitas sangat rendah dan
ditranspor dalam bentuk lipoprotein ini melalui darah ke jaringan adiposa dan di timbun
sebagai lemak.
Insulin juga menghambat glukoneogenesis. Insulin melakukannya terutama dengan
menurunkan jumlah dan aktivitas enzim-enzim hati yang dibutuhkan untuk glukoneogenesis.
Akan tetapi, sebagian efek glukoneogenesis disebabkan oleh kerja insulin yag menurunkan
pelepasan asam amino dari otot dan jaringan ekstra hepatik lainnya dan kemudian keberadaan
precursor penting ini dibutuhkan untuk glukoneogenesis.
Berkurangnya efek glukosa terhadap ambilan dan pemakaian glukosa oleh otak
Otak berbeda dengan sebagian besar jaringan tubuh yang lain karena ambilan atau
penggunaan glukosanya sedikit atau sama sekali tidak dipengaruhi oleh insulin. Sebaliknya,
sel-sel otak bersifat permeabel terhadap glukosa dan dapat menggunakan glukosa tanpa
perantaraan insulin.
Sel-sel otak juga cukup berbeda dari sebagian besar sel tubuh lain dalam hal bahwa
secara normal sel-sel otak mempergunakan hanya sedikit glukosa untuk energi dan dapat
menggunakan sumber energi lain, seperti lemak, hanya disertai dengan kesulitan. Oleh karena
itu, penting untuk mempertahankan kadar glukosa darah tetap di atas nilai kritis, yang
merupakan salah satu fungsi yang paling penting dari sistem pengaturan kadar glukosa darah.
Bila kadar glukosa darah turun sampai terlalu rendah, yakni sampai pada batas antar 20-50
mg/dl, maka timbul gejala renjatan hipoglikemik, yang ditandai dengan adanya iritabilitas
saraf progresif yang menyebabkan penderita menjadi pingsan, kejang dan bahkan dapat
timbul koma.
Pengaruh insulin terhadap metabolisme karbohidrat dalam sel-sel lain
Insulin meningkatkan pengangkutan dan pemakaian glukosa ke dalam sebagian besar
sel tubuh lain (kecuali sel-sel otak, seperti yang telah dijelaskan) dengan cara yang sama
seperti yang dilakukan oleh insulin dalam mempengaruhi pengangkutan dan penggunaan
glukosa dalam sel otot. Pengangkutan glukosa kedalam sel lemak terutama berguna untuk
gugus gliserol molekul lemak. Oleh karena itu, melalui cara tidak langsung ini, insulin
meningkatkan endapan lemak dalam sel-sel ini.
Efek insulin terhadap metabolisme Lemak
Walaupun tak sedramatis efek segera insulin terhadap metabolisme karbohidrat,
insulin juga mempengaruhi metabolisme lemak dengan cara yang sama pentingnya, untuk
jangka waktu yang lama. Yang terutama dramatis adalah pengaruh jangka panjang
kekurangan insulin yang menyebabkan aterosklerosis hebat seringkali menyebabkan serangan
jantung, stroke, dan penyakit vaskular lainnya.
Efek berlebihnya insulin terhadap sintesis dan penyimpanan Lemak
Insulin mempunyai berbagai efek yang dapat menyebabkan timbulnya penyimpanan
lemak di dalam jaringan lemak. Pertama, insulin meningkatkan pemakaian glukosa oleh
sebagian besar jaringan tubuh, yang secara otomatis akan mengurangi pemakaian lemak, jadi
berfungsinya sebagai suatu “penghemat lemak”. Akan tetapi, insulin juga meningkatkan
pembentukan asam lemak. Hal ini terutama terjadi bila lebih banyak karbohidrat yang dicerna
daripada yang dapat digunakan untuk energi spontan, jadi mempersiapkan zat untuk sintesis
lemak. Hampir semua sintesis lemak terjadi di dalam sel hati, dan asam lemak kemudian
ditranspor untuk disimpan. Berbagai faktor yang mengarah pada peningkatan sintesis asam
lemak di dalam hati meliputi sebagai berikut
1. Insulin meningkatkan pengangkatan glukosa ke dalam sel-sel hati. Sesudah
konsentrasi glikogen dalam hati meningkat 5-6 persen, glikogen ini sendiri akan
menghambat sintesis glikogen selanjutnya. Kemudian, seluruh glukosa tambahan
yang memasuki sel-sel hati sudah cukup tersedia untuk di pakai membentuk lemak.
Glukosa mula-mula dipecah menjadi piruvat dalam jalur glikolisis, dan piruvat ini
selanjutnya diubah menjadi asetil koenzim A (asetil-KoA), yang merupakan substrat
sel untuk sinteis asam lemak.
2. Kelebihan ion sitrat dan ion isositrat akan terbentuk oleh siklus asam sirat bila
pemakaian glukosa untuk energi ini berlebihan. Ion-ion ini selanjutnya mempunyai
efek langsung dalam mengaktifkan asetil_KoA karboksilase, yang merupakan enzim
yang dibutuhkan untuk melalukan proses karboksilasi terhadap asetil-KoA untuk
membentuk malonil-KoA, tahap pertama sintesis asam lemak.
3. Sebagian besar asam lemak ini kemudian disintesis di dalam hati sendiri dan
digunakan untuk membentuk trigliserida, bentuk yang umum untuk penyimpanan
lemak. Trigliserida ini kemudian akan dilepaskan dari sel-sel hati ke dalam darah
dalam bentuk lipoprotein. Insulin akan mengaktifkan lipoprotein lipase di dalam
dinding kapiler darah jaringan lemak, yang akan memeceah trigliserida sekali lagi
menjadi asam lemak, suatu syarat agar asam lemak dapat diabsorbsi ke dalam sel-sel
lemak, tempat asam lemak ini akan diubah menjadi trigliserida dan disimpan.
Penyimpanan lemak dalam sel-sel lemakInsulin mempunyai dua efek penting lain yang dibutuhkan untuk menyimpan lemak di
dalam sel-sel lemak:
1. Insulin menghambat kerja lipase sensitif-hormon. Enzim inilah yang menyebabkan
hidrolisis trigliserida yang sudah disimpan dalam sel-sel lemak. Oleh karena itu,
pelepasan asam lemak dari jaringan adiposa ke dalam sirkulasi darah akan terhambat.
2. Insulin meningkatkan pengangkatan glukosa melalui membran sel ke dalam sel-sel
lemak dengan cara yang sama seperti insulin meningkatkan pengangkatan glukosa ke
dalam sel-sel otot. Beberapa bagian glukosa ke dalam sel-sel otot. Beberapa bagian
glukosa ini lalu dipakai untuk mensintesis sedikit asam lemak, tetapi yang lebih
penting adalah glukosa ini dipakai untuk membentuk sejumlah besar α-gliserol fosfat.
Bahan ini menyediakan gliserol yang akan berikatan dengan asam lemak untuk
membentuk trigliserida yang merupakan bentuk lemak yang disimpan dalam sel-sel
lemak. Oleh karena itu, bila tidak ada insulin, bahkan penyimpanan sejumlah besar
asam-asam lemak yang diangkut dari hati dalam bentuk lipoprotein hampir dihambat.
Meningkatnya pemakaian metabolisme lemak akibat kurangnya insulin
Bila tidak ada insulin, maka semua aspek pemecahan lemak y dan yang digunakan
untuk menyedaka energy akan sangat meningkat. Keadaan ini secara normal bahkan terjadi di
anatra waktu makan saat sekresi insulin minimum, tetapi menjadi sangat berlebihan pada
keadaan diabetes mellitus saat sekresi insulin hampir nol. Efek yang terjadi a adalah sebagai
berikut:
1. Proses lipolisis dari lemak cadangan pelepasan asam lemak bebas selama
berkurangnya insulin.
Bila tidak ada insulin, semua efek insulin yang menyebabkan penyimpanan lemak,
seperti yang tercantum diatas, akan berbalik. Efek yang paling penting adalah efek
dari enzim lipase sensitif-hormon yang terdapat di dalam sel-sel lemak akan menjadi
sangat aktif. Keadaan ini akan menyebabkan hidolisis trigliserida yang disimpan,
sehingga akan melepaskan banyak sekali asam lemak dan gliserol ke dalam sirkulasi
darah. Akibatnya konsentrasi asam lemak bebas plasma, dalam beberapa menit akan
meningkat. Asam lemak bebas ini selanjutnya menjadi bahan energi utama yang
terutama digunakan oleh seluruh jaringan tubuh selain otak.
2. Efek kurangnya insulin terhadap kolesterol plasma dan konsentrasi fosfolipid.
Asam lemak yang berlebihan di dalam plasma juga meningkatkan pengubahan
beberapa asam lemak menjadi fosfolipid dan kolesterol, di dalam hati, yang
merupakan dua bahan utama yang dihasilkan dari metabolisme lemak. Kedua bahan
ini, bersama-sama dengan kelebihan trigliserida yang dibentuk pada waktu yang sama
di dalam hati, kemudian dilepaskan ke dalam darah dalam bentuk lipoprotein.
Kadang-kadang lipoprotein plasma meningkat sebanyak tiga kali lipat bila tidak ada
insulin, yang memberikan konsentrasi total dari lipid plasma yang lebih tinggi
beberapa persen daripada konsentrasi lipid yang tinggi ini khususnya konsentrasi
kolesterol yang tinggi menyebabkan cepatnya perkembangan aterosklerosis pada
penderita dengan diabetes yang parah.
3. Pemakaian lemak yang berlebihan selama tidak ada insulin menyebabkan ketosis dan
asidosis.
Kekurangan insulin juga menyebabkan terbentuknya asam asetoasetat secara
berlebihan di dalam sel-sel hati. Keadaan ini timbul akibat dari efek berikut ini: Bila
tidak ada insulin namun terdapat kelebihan asam lemak di dalam sel-sel hati, maka
mekanisme pengangkutan karnitin yang dipakai untuk mengangkut asam lemak ke
dalam mitokondria menjadi sangat aktif. Di dalam mitokondria, proses oksidasi beta
ddari asam lemak selanjutnya berjalan sangat cepat, sehingga melepaskan banyak
sekali asetil Ko-A. Sebagian besar kelebihan asetil Ko-A ini didapatkan untuk
membentuk asam aseto-asetat, yang selanjutnya dilepaskan ke dalam sirkulasi darah.
Sebagian besar asam asetoasetat ini akan melewati sel-sel perifer, tempat asam
asetoasetat diubah lagi menjadi asetil Ko-A dan dengan cara yang biasa dapat
digunakan lagi sebagai energi.
Pada waktu yang sama, tidak adanya insulin, juga menekan pemakaian asam
asetoasetat yang dilepaskan dari hati sehingga tidak semuanya dapat dimetabolisme oleh
jaringan. Oleh karena itu, selama beberapa hari sesudah hilangnya sekresi insulin, konsentrasi
asam asetoasetat meningkat, kadangkala konsentrasinya dapat meningkat sampai setinggi 10
mEq/liter atau lebih, yang merupakan suatu keadaan asidosis cairan tubuh yang berat.
Sebagian asam asetoasetat ini juga diubah menjadi asam β-hidroksibutirat dan aseton. Kedua
bahan ini, bersama dengan asam asetoasetat disebut sebagai badan-badan keton, dan bila
terdapat dalam jumlah besar dalam cairan tubuh, maka disebut ketosis.
Efek insulin terhadap metabolism protein dan pertumbuhan
Efek insulin terhadap sintesis dan penyimpanan protein. Selama beberapa jam
sesudah makan, sewaktu di dalam darah sirkulasi terdapat kelebihan bahan makanan, maka di
dalam jaringan akan disimpan tidak hanya karbohidrat dan lemak saja, namun juga akan
disimpan protein, dan agar hal ini dapat terjadi maka diperlukan insulin. Seperti halnya
mekanisme penyimpanan glukosa dan lemak, cara yang dipakai oleh insulin agar dapat
terjadi penyimpanan protein ini belum dipahami dengan baik.
Tidak adanya insulin menyebabkan berkurangnya protein dan peningkatan asam
amino plasma. Bila tidak ada insulin maka seluruh proses penyimpanan protein menjadi
terhenti sama sekali. Proses katabolisme protein akan meningkat, sintesis protein berhenti,
dan banyak sekali asam amino ditimbun dalam plasma. Konsentrasi asam amino dalam
plasma sangat meningkat, dan sebagian besar asam amino berlebihan akan langsung
dipergunakan sebagai sumber energi atau sebagai bahan yang akan ikut dalam proses
glukoneogenesis. Pemecahan asam amino ini juga meningkatkan ekskresi ureum dalam urin.
Sampah protein yang dihasilkan merupakan salah satu efek yang serius pada penyakit
diabetes mellitus yang parah. Hal ini dapat menimbulkan kelemahan yang hebat dan juga
terganggunya fungsi organ-organ.
Pengaturan Sekresi Insulin
Pada waktu dahulu, ada anggapan bahwa sekresi insulin hampir seluruhnya diatur
oleh besarnya konsentrasi glukosa darah. Akan tetapi, dari penelitian lebih lannjut mengenai
fungsi metabolik insulin terhadap metabolism protein dan metabolism lemak.
Perangsangan sekresi insulin oleh glukosa darah. Kadar normal glukosa darah waktu
puasa adalah sebesar 80 sampai 90 mg/ dl, maka kecepatan sekresi insulin akan minimum
yakni 25 ng/ menit/ kg berat badan, suatu kadar glukosa darah yang hanya mempunyai
aktivitas fisiologis yang kecil. Bila konsentrasi glukosa dalam darah tiba-tiba meningkat dua
sampai tiga kali dari kadar normal dan kemudian kadar glukosa ini dipertahankan pada nilai
ini, maka sekresi insulin meningkat dengan nyata dan berlangsung dalam dua tahap, yaitu:
1) Dalam waktu 3 sampai 5 menit sesudah terjadi peningkatan segera kadar glukosa
darah, insulin meningkat sampai hampir 10 kali lipat; keadaan ini disebabkan oleh
pengeluaran insulin yang sudah terbentuk lebih dulu oleh sel-sel beta pulau
Langerhans. Akan tetapi, kecepata sekresi awal yang tinggi ini tidak dapat
dipertahankan; sebaliknya dalam waktu 5 samapi 10 menit kemudian kecepatan
sekresi insulin akan berkurang sampai kira-kira setengah dari kadar normalnya.
2) Kira-kira 15 menit kemudian, sekresi insulin meningkat untuk kedua kalinya,
sehingga dalam waktu 2 sampai 3 jam akan mencapai gambaran seperti dataran yang
baru, biasanya pada saat ini kecepatan sekresinya bahkan lebih besar daripada
kecepatan pada tahap awal. Sekresi ini disebabkan oleh adanya tambahan pelepasan
insulin yang sudah lebih dahulu terbentuk dan oleh adanya aktivitas beberapa sistem
enzim yang mensintesis dan melepaskan insulin dari sel.
Faktor- faktor lain yang merangsang sekresi insulin
Asam amino. Sebagai tambahan terhadap perangsangan sekresi insulin oleh kelebihan
glukosa darah, beberapa asam amino mempunyai pengaruh yang sama. Yang paling
berpengaruh kuat adalah arginin dan lisin. Efek ini berbeda dari rangsangan sekresi insulin
oleh glukosa dalam cara berikut ini: pemberian asam amino dilakukan sewaktu tidak ada
peningkatan kadar glukosa darah, hanya menyebabkan peningkatan sekresi insulin sedikit
saja. Akan tetapi, bila pemberian itu dilakukan pada saat terjadi peningkatan glukosa darah,
sekresi insulin yang diinduksi oleh glukosa dapat berlipat ganda pada saat ada kelebihan
asam amino. Jadi, asam amino itu sangat memperkuat rangsangan glukosa terhadap sekresi
insulin.
Tampaknya perangsangan sekresi insulin oleh asam amino merupakan respons yang
sangat bermakna sebab insulin sendiri sebaliknya meningkatkan pengangkutan asam amino
ke dalam sel-sel jaringan demikian juga meningkatkan pembentukan protein intraselular.
Jadi, insulin sangat berguna untuk pemakaian asam amino yang berlebihan dalam cara yang
sama bahwa insulin penting bagi penggunaan karbohidrat.
Hormon gastrointestinal. Campuran beberapa macam hormon pencernaan yang
penting gastrin, sekretin, kolesistokinin, dan peptide penghambat asam lambung (yang
tampaknya merupakan hormone terkuat dari seluruh hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar-
kelenjar pencernaan) akan meningkatkan sekresi insulin dalam jumlah cukup banyak.
Hormon-hormon ini dilepaskan oleh saluran cerna sesudah seseorang makan. Selanjutnya
hormon ini menyebabkan peningkatan “antisipasi” insulin dalam darah yang merupakan
suatu persiapan agar glukosa dan asam amino dalam meningkatkan sensitivitas respons
insulin untuk meningkatkan glukosa darah, yang hampir menggandakan kecepatan sekresi
insulin bersamaan dengan naiknya kadar glukosa darah.
Hormon-hormon lain dan sistem saraf otonom. Hormon-hormon lain yang secara
langsung dapat meningkatkan sekresi insulin atau yang dapat memperkuat rangsangan
glukosa terhadap sekresi insulin meliputi glucagon, hormon pertumbuhan, kortisol, dan yang
lebih lemah adalah progesterone dan estrogen. Manfaat efek perangsangan dari hormon-
hormon ini adalah bahwa pemanjangan sekresi dari salah satu jenis hormon ini dalam jumlah
besar kadang-kadang dapat mengakibatkan sel-sel beta pulau Langerhans menjadi kelelahan
dan akibatnya timbul diabetes. Memang, diabetes sering terjadi pada orang raksasa atau
akromegali dengan tumor yang menyekresi hormone pertumbuhan atau pada orang yang
kelenjar adrenalnya atau tumor kelenjar adrenalnya menyekresikan kelebihan glukokortikoid.
2. Glukagon
Glukagon merupakan hormon yang disekresikan oleh sel-sel alfa pulau Langerhans
sewaktu kadar glukosa darah turun, mempunyai beberapa fungsi yang bertentangan dengan
fungsi insulin. Fungsi yang paling penting dari hormon ini adalah meningkatkan besarnya
konsentrasi glukosa darah, yang merupakan suatu efek yang jelas bertentangan dengan efek
insulin.
Efek terhadap metabolisme
Efek utama glukagon terhadap metabolisme glukosa adalah (1) pemecahan glikogen
hati (glikogenolisis) dan (2) meningkatkan proses glukoneogenesis di dalam hati. Kedua efek
ini sangat menambah persediaan glukosa di organ-organ lainnya dalam tubuh.
Glikogenelisis dan peningkatan konsentrasi glukosa darah yang disebabkan oleh
glukagon. Efek yang paling dramatis dari glukagon adalah kemampuan glukagon untuk
menyebabkan glikogenolisis di dalam hati, yang sebaliknya dalam waktu beberapa menit saja
akan meningkatkan konsentrasi glukosa darah.
Timbulnya keadaan ini disebabkan oleh rentetan peristiwa yang kompleks berikut ini1. Glukagon mengaktifkkan adenil siklase yang terdapat di dalam membaran sel
hepatosit.
2. Yang menyebabkan terbentuknya siklik adenosin monofosfat
3. Yang mengaktifkan protein pangatur protein kinase
4. Yang mengaktifkan protein kinase
5. Yang mengaktifkan fosforilase b kinase
6. Yang mengubah fosforilase b menjadi fosforilase a
7. Yang meningkatkan pemecahan glikogen menjadi glukosa-1-fosfat
8. Yang selanjutnya mengalami defosforilasi dan glukosa dilepaskan dari sel-sel hati.
Rangkaian peristiwa ini sangat penting karena sebab-sebab berikut. Pertama, karena
merupakan salah satu peristiwa yang telah diteliti paling menyeluruh dari semua fungsi
second messenger dari siklik adenosin monofosfat. Kedua, rangkaian peristiwa ini
menggambarkan adanya sistem yang menyeluruh dimana setiap produk yang berikutnya
dihasilkan lebih banyak daripada produk sebelumnya. Oleh karena itu, glikogenolisis
mewakili suatu mekanisme penguat yang poten, jenis mekanisme penguat ini digunakan
secara luas di seluruh tubuh kita untuk mengatur banyak, bila tidak sebagian besar, sistem
metabolisme sel, yang sering menyebabkan respons penguat sebesar satu juta kali lipat. Hal
ini menjelaskan bagaimana hanya beberapa mikrogram glukagon dapat menyebabkan kadar
glukosa darah naik dua kali lipat atau lebih dalam beberapa menit saja.
Pemberian infus glukagon selama kira-kira 4 jam saja sudah dapat menimbulkan
proses glikogenolisis dalam hati yang intensif sehingga seluruh glikogen yang disimpan
dalam hati terpecah semua.
Peningkatan glukogenolisis yang disebabkan oleh glikogen. Bahkan setelah semua
glikogen di dalam hati telah dipergunakan di bawah pengaruh dari glukagon, pemberian
glukagon melalui infus secara terus menerus masih menyebabkan hiperglikemia yang terus
menerus. Hal ini dihasilkan dari efek glukagon yang dapat meningkatkan kecepatan ambilan
asam amino oleh sel-sel hati, dan kemudian mengubah banyak asam amino menjadi glukosa
melalui glukoneogenesis. Proses ini dapat dicapai melalui pengaktifan berbagai enzim yang
dibutuhkan untuk transport asam amino dan glukoneogenesis, terutama aktivasi dari sistem
enzim untuk mengubah piruvat menjadi fosfoenolviruvat, suatu langkah kecepatan-terbatas
(rate-limiting step) dalam glukoneogenesis.
Efek lain dari glukagon
Sebagian besar efek glukagon yang lainnya terjadi hanya bila konsentrasi glukagon
meningkat sampai di atas nilai normalnya dalam darah. Mungkin efek yang penting dari
glukagon adalah bahwa glukagon mengaktifkan lipase sel lemak, sehingga meningkatkan
persediaan asam lemak yang dapat dipakai sebagai sumber energi tubuh. Glukagon juga
menghambat penyimpanan trigliserida di dalam hati, sehingga mencegah hati membuang
asam lemak dari darah, yang juga membantu menambah jumlah persediaan asam lemak yang
nantinya dapat dipergunakan oleh jaringan tubuh lain.
Glukagon dengan konsentrasi abnormal yang sangat besar juga (1) meningkatkan
abnormal yang kekuatan jantung, (2) meningkatkan sekresi empedu, dan (3) menghambat
sekresi asam lambung. Semua efek ini mungkin tidak begitu penting pada fungsi tubuh yang
normal.
Pengaturan sekresi glukagon
Peningkatan glukosa darah menghambat sekresi glukagon. Sejauh ini konsentrasi
glukosa darah merupakan faktor pengatur sekresi glukagon terkuat. Akan tetapi, hendaknya
diperhatikan secara khusus, bahwa pengaruh kosentrasi glukosa darah terhadap sekresi
glukagon jelas bertentangan dengan efek glukosa terhadap sekresi insulin. Penurunan
konsentrasi glukosa darah dari nilai normalnya sewaktu puasa yang besarnya kira-kira 90
mg/dl darah hingga kadar hipoglikemik dapat meningkatkan konsentrasi glukagon plasma
beberapa kali lipat. Sebaliknya, meningkatnya kadar glukosa darah hingga mencapai kadar
hiperglikemik akan mengurangi kadar glukagon dalam plasma. Jadi, pada keadaan
hipoglikemik, glukagon yang disekresikan dalam jumlah sangat banyak itu selanjutnya sangat
meningkatkan pengeluaran glukosa dari hati dan akibatnya membantu memperbaiki keadaan
hipoglikemia.
Efek perangsangan asam amino. Tingginya kadar asam amino, seperti yang terdapat di
dalam darah sesudah makan protein (khususnya asam amino alanin dan arginin), akan
merangsang timbulnya sekresi glukagon. Keadaan ini mirip dengan efek asam amino dalam
merangsang timbulnya sekresi insulin. Jadi, pada contoh ini, respons glukagon dan respons
insulin tidaklah bertentangan satu sama lainnya.
Manfaat perangsangan asam amino terhadap sekresi glukagon adalah bahwa glukagon
kemudian memacu konversi cepat dari asam amino menjadi glukosa, jadi bahkan membuat
lebih banyak glukosa yang tersedia untuk jaringan.
Efek perangsangan dari kerja fisik. Pada waktu melakukan kerja fisik yang melelahkan,
konsentrasi glukagon dalam darah seringkali meningkat sebanyak empat sampai lima kali
lipat. Apa yang menyebabkan keadaan ini masih belum dipahami sebab konsentrasi glukosa
darah tidak begitu menurun. Efek yang menguntungkan dari glukagon adalah mencegah
menurunnya kadar glukosa darah. Salah satu faktor yang mungkin dapat meningkatkan
sekresi glukagon sewaktu kerja fisik adalah meningkatnya kadar asam amino dalam sirkulasi
darah. Faktor-faktor lain, seperti rangsangan saraf autonomik pada pulau Langerhans, dapat
juga berperan.
Somatostatin-efeknya terhadap penghambatan glukagon dan sekresi insulin
Hormon somatostatin disekresikan oleh sel-sel delta pulau Langerhans, merupakan
senyawa polipeptida yang hanya terdiri atas 14 asam amino yang mempunyai waktu paruh
yang sangat singkat dalam sirkulasi darah, yaitu hanya 2 menit lamanya. Hampir semua
faktor yang berhubungan dengan pencernaan makanan akan merangsang sekresi
somatostatin. Faktor-faktor ini adalah (1) naiknya glukosa darah, (2) naiknya asam amino, (3)
naiknya asam lemak, dan (4) naiknya konsentrasi beberapa macam hormon pencernaan yang
dilepaskan oleh bagian atas saluran cerna sebagai respons terhadap asupan makanan.
Sebaliknya, somatostatin mempunyai berbagai efek penghambat berikut ini:
1. Somatostatin bekerja secara lokal di dalam pulau Langerhans sendiri guna menekan
sekresi insulin dan glukagon
2. Somatostatin menurunkan gerakan lambung, duodenum, dan kandung empedu
3. Somatostatin mengurangi sekresi dan absorpsi dalam saluran cerna.
Dengan menggabungkan informasi-informasi ini, maka dapat diduga bahwa peran
utama somatostatin sebenarnya adalah untuk meningkatkan waktu asimilasi makanan dan
usus ke dalam darah. Pada waktu yang sama, pengaruh somatostatin yang menekan sekresi
insulin dan glukagon akan menurunkan penggunaan zat nutrisi yang diabsorbsi oleh jaringan,
sehingga mencegah pemakain makanan yang cepat dan oleh karena itu membuat makanan
tersedia untuk waktu yang lebih lama.
Perlu diingat bahwa somatostatin merupakan substansi kimia yang sama seperti
hormon penghambat hormon pertumbuhan, yang disekresi dalam hipokalamus dan menekan
sekresi hormon pertumbuhan kelenjar hipofisis anterior.
5. Kelenjar Paratiroid
Selama bertahun-tahun telah diketahui meningkatnya aktivitas kelenjar paratiroid
dapat menyebabkan timbulnya absorpsi garam-garam kalsium yang cepat dari tulang, dengan
akibat timbulnya hiperkalsemia dalam cairan ekstraselular, sebaliknya keadaan hipofungsi
kelenjar paratiroid menimbulkan hipokalsemia, yang seringkali menimbulkan tetani. Hormon
paratiroid juga berguna dalam metabolisme fosfat serta dalam metabolisme kalsium.
Fungsi Kelenjar Paratiroid
1. Memelihara konsentrasi ion kalsium yang tetap dalam plasma.
2. Mengontrol ekskresi kalsium dan fosfat melalui ginjal.
3. Mempercepat absorbsi kalsium di intestin.
4. Kalsium berkurang, hormon paratiroid menstimulasi resorpsi tulang sehingga
menambah kalsium dalam darah.
5. Menstimulasi dan mentranspor kalsium dan fosfat melalui membran sel
Anatomi Fisiologis Kelenjar Paratiroid. Secara normal ada empat buah kelenjar pada
manusia, yang terletak tepat di belakang kelenjar tiroid, satu kelenjar di belakang setiap kutub
atas dan kutub bawah kelenjar tiroid. Setiap kelenjar paratiroid panjangnya kira-kira 6
milimeter, lebar 3 milimeter, dan tebalnya 2 milimeter dan memiliki gambaran makroskopik
lemak coklat kehitaman. Kelenjar paratiroid sulit untuk ditemukan selama operasi tiroid
karena kelenjar paratiroid sering tampak sebagai lobulus yang lain dari kelenjar tiroid.
Pengangkatan setengah bagian kelenjar paratiroid biasanya menyebabkan sedikit kelainan
fisiologik. Akan tetapi, pengangkatan tiga atau empat kelenjar normal biasanya akan
menyebabkan hipoparatiroidisme sementara.
Sifat Kimia Dari Hormon Paratiroid. Hormon paratiroid telah dapat diisolasi dalam bentuk
murni. Hormon paratiroid pertama kali dibentuk pada ribosom dalam bentuk preprohormon,
suatu rantai polipeptida yang terdiri dari 110 asam amino. Preprohormon ini diubah pertama
kali menjadi suatu prohormon dengan 90 asam amino, kemudian diubah menjadi hormon
sendiri dengan 84 asam amino oleh reticulum endoplasma dan apparatus golgi, dan akhirnya
dibentuk dalam granula-granula sekretorik di dalam sitoplasma sel. Hormon akhir
mempunyai berat molekul kira-kira 9500. Senyawa yang lebih kecil, dengan 34 asam amino
yang terletak dekat bagian terminal N dari molekul, juga telah diisolasi dari kelenjar
paratiroid, memperlihatkan aktivitas hormon paratiroid yang lengkap. Pada kenyataannya,
karena ginjal dengan cepat mengeluarkan semua hormon yang mengandung 84 asam amino
dalam beberapa menit tetapi gagal untuk mengeluarkan banyak fragmen dalam beberapa jam,
maka sebagian besar aktivitas hormonal disebabkan oleh fragmen-fragmen ini.
Absorbsi Kalsium dan Fosfat dari Tulang yang Disebabkan oleh Hormon Paratiroid
Hormon paratiroid mempunyai dua efek tulang dalam menimbulkan absorpsi kalsium
dan fosfat. Yang pertama merupakan suatu tahap cepat yang dimulai dalam waktu beberapa
menit dan meningkat secara progresif dalam beberapa jam. Tahap ini diyakini disebabkan
oleh aktivitas sel-sel tulang yang sudah ada untuk meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfat.
Tahap yang kedua adalah tahap yang lebih lambat, dan membutuhkan waktu beberapa
hari atau bahkan beberapa minggu untuk menjadi berkembang penuh. Fase ini disebabkan
oleh adanya proses proliferasi osteoklas, yang diikuti dengan sangat meningkatnya reabsorpsi
osteoklastik pada tulang sendiri, jadi bukan hanya absorpsi garam fosfat kalsium dari tulang.
Efek Hormon Paratiroid terhadap Ekskresi Fosfat dan Kalsium oleh Ginjal
Pemberian hormon paratiroid menyebabkan pelepasan fosfat dengan segera dan sepat
ke dalam urin karena efek dari hormon paratiroid yang menyebabkan berkurangnya
reabsorpsi ion fosfat pada tubulus proksimal.
Hormon paratiroid juga mneingkatkan reabsorpsi tubulus terhadap kalsium pada
waktu yang sama dengan berkurangnya reabsorpsi fosfat oleh hormon paratiroid. Selain itu,
hormon ini juga meningkatkan reabsorpsi ion magnesium dan ion hydrogen, sewaktu homon
ini mengurangi reabsorpsi ion natrium, kalium dan asam amino dengan cara yang sangat
mirip seperti hormon paratiroid mmpengaruhi fosfat. Peningkatan absorpsi kalsium terutama
terjadi di bagian akhir tubulus distal, duktus koligentes, dan bagian awal duktus koligentes.
Efek Vitamin D pada tulang serta Hubungan dengan Aktivitas Hormon Paratiroid
Vitamin D memegang peranan penting pada absorpsi tulang dan pengendapan tulang.
Pemberian vitamin D dalam jumlah yang banyak sekali menyebabkan absorpsi tulang dengan
cara yang sangat mirip dengan pemberian hormon paratiroid. Bila tidak ada vitamin D, maka
efek hormon paratiroid dalam menyebabkan absorpsi tulang sangat berkurang atau malahan
dihambat. Mekanisme kerja vitamin D belum diketahui, tetapi diyakini merupakan hasil dari
efek 1,25-dihidroksikolekasiferol dalam meningkatkan pengangkutan kalsium melewati
membrane sel. Vitamin D dalam jumlah yang lebih kecil meningkatkan klasifikasi tulang.
Salah satu cara dapat dipakai untuk meningkatkan klasifikasi adalah dengan cara
meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfat dari usus. Akan tetapi, bila tidak ada peningktan,
absorpsi ini tetap meningkatkan proses mineralisasi tulang.
Sebagian besar efek hormon paratiroid pada organ sasarannya diperantai oleh siklik
adenosine monofosfat (cAMP) yang bekerja sebagai mekanisme second messenger. Dalam
waktu beberapa menit setelah pemberian hormon paratiroid, konsentrasi cAMP di dalam
osteosit, osteoklas, dan sel-sel sasaran lainnya meningkat. Selanjutnya, cAMP mungkin
bertanggung jawab terhadap beberapa fungsi osteoklas seperti sekresi enzim dan asam-asam
sehingga terjadi reabsorpsi tulang, pembentukan 1,25 <dihidroksikolekalsiferol di dalam
ginjal dan sebagainya.
Pengaturan Sekresi Paratiroid oleh Konsentrasi Ion Kalsium
Penurunan konsentrasi ion kalsium yang paling sedikit pun dalam cairan
ekstraselularakan akan menyebabkan kelenjar paratiroid meningkatkan kecepatan sekresinya
dalam waktu beberapa menit. Bila penurunan konsentrasi kalsium menetap, kelenjar akan
menjadi hipertrofi, sering lima kali lipat dan man. Sebaliknya, setiap keadaan yang
meningkatkan konsentrasi ion kalsium diatas nilai normal akan menyebabkan berkurangnya
aktivitas dan ukuran kelenjar paratiroid. Beberapa keadaan tersebut meliputi jumlah kalsium
yang berlebihan dalam diet, meningkatnya vitmin D dari dalam diet, dan absorpsi tulang yang
disebabkan oleh faktor-faktor yang berbeda dengan hormon paratiroid.
Kalsitonin
Pada awal tahun 1960-an, sebuah hormon baru yang mempunyai efek lemah terhadap
kalsium darah tetapi berlawanan dengan efek hormon paratiroid telah ditemukan. Hormon ini
dinamakan kalsitonin karena kalsitonin mengurangi konsentrasi ion kalsium dalam darah,
pada manusia tidak dieksresikan oleh kelenjar paratiroid tetapi oleh kelenjar tiroid. Kalsitonin
merupakan polipeptida besar dengan berat molekul kira-kira 3400 dan mempunyai rantai
yang terdiri atas 32 asam amino.
Efek Kalsitonin Dalam Menurunkan Konsentrasi Kalsium Plasma. Efek kalsitonin
terhadap konsentrasi ion kalsium darah berbeda dengan efek hormon paratiroid, dan keadaan
ini timbul beberapa kali lebih cepat. kalsitonin mengurangi konsentrasi kalsium plasma
paling sedikit melalui dua cara:
1. Efek yang berlangsung dengan segera adalah pengurangan kerja absorpsi osteoklas
dan mungkin efek osteolitik dari membran osteositik di seluruh tulang, jadi
menggeser keseimbangan pengendapan kalsium sesuai dengan cepatnya pertukaran
garam-garam kalsium tulang.
2. Efek kalsitonin yang kedua dan lebih lama adalah penurunan pembentukan osteoklas
yang baru karena reabsorpsi osteoklastik tulang mengarah secara sekunder kepada
aktivitas osteoblastik, jumlah osteoklas yang ditekan diikuti oleh penekanan jumlah
osteoblas. Oleh karena itu, dalam jangka waktu yang panjang, hasil akhir hanya
merupakan pengurangan aktivitas osteoklastik dan osteoblastik yang sangat besar,
akibatnya tidak ada efek pemajangan konsentrasi ion kalsium yang bermakna.
Artinya, efek terhadap kalsium plasma terutama bersifat sementara, paling lama
bertahan untuk beberapa jam sampai beberapa hari.
Kalsitonin juga mempunyai efek ringan terhadap kalsium dalam tubulus ginjal dan saluran
pencernaan. Efeknya berlawanan dari efek hormone paratiroid, tetapi secara kuantitatif, efek
tersebut mempunyai manfaat yang kurang penting sehingga sering kurang dipertimbangkan.
Manfaat Efek Kalsitonin Terhadap Konsentrasi Kalsium Plasma. Pada manusia dewasa,
kalsitonin mempunyai efek yang sangat lemah terhadap konsentrasi kalsium plasma. Pada
anak-anak, efek ini jauh lebih jelas sebab pembentukan tulang kembali pada anak-anak
terjadi lebih cepat, disertai dengan absorpsi dan pengendapan kalsium sampai sebesar 5 gram
atau lebih per hari, jumlah ini sesuai dengan 5 sampai 10 kali lipat dari jumlah total kalsium
dalam seluruh cairan ekstraselular.
Efek Konsentrasi Kalsium Plasma pada Sekresi Kalsitonin
Ada dua perbedaan utama antara system umpan nalik kalsitonin dan system umpan
balik paratiroid. Pertama, mekanisme kalsitonin bekerja lebih cepat, puncak aktivitasnya
dapat tercapai dalam waktu kurang dari 1 jam, berbeda dengan waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai puncak aktivitas setelah mulai timbul sekresi hormon paratiroid, yaitu 3 sampai 4
jam. Perbedaan kedua adalah bahwa mekanisme kalsitonin hanya bekerja dengan lemah dan
hanya sebagai pengatur konsentrasi ion kalsium jangka pendek karena efek kalsitonin dengan
cepat ditutupi oleh mekanisme pengaturan paratiroid yang jauh lebih kuat. Untuk jangka
waktu yang panjang, kadar ion kalsium jamgka panjang di dalam cairan ekstraseluler hampir
diatur seluruhnya oleh sistem paratiroid. Bila kelenjar tiroid telah diangkat dan kalsitonin
tidak disekresikan lagi, konsentrasi ion kalsium darah jang ka panjang tidak berubah, yang
sekali lagi menunjukkan adanya efek penolakan dari sistem pengaturan hormon paratiroid.
Pengaturan Hormonal Konsentrasi Ion Kalsium, Garis Pertahanan Kedua. Pada saat
yang bersamaan dengan berlangsungnya mekanisme pertukaran kalsium dan tulang yang
menyangga kalsium dalam cairan ekstraselular, sistem hormone paratiroid dan kalsitonin juga
mulai bekerja. Dalam waktu 3 sampai 5 menit setelah setelah terjadi kenaikan konsentrasi ion
kalsium, kecepatan sekresi hormon paratiroid sudah menurun. Keadaan ini menimbulkan
mekanisme majemuk yang dapat dipakai untuk mengurangi konsentrasi ion kalsium agar
kembali ke kadarnya yang normal. Mekanisme ini merupakan mekanisme yang berjalan
lambat. Sebaliknya, pada saat terjadinya penurunan hormon paratiroid, kalsitonin akan
meningkat. Kelebihan kalsitonin menyebabkan kembalinya konsentrasi ion kalsium yang
tinggi itu ke kadar yang normalnya mungkin sangat lebih cepat daripada yang dapat dicapai
oleh mekanisme penyangga pertukaran kalsium sendiri.
6. Fungsi Reproduksi dan Hormonal Pria (Kelenjar Pineal)
Fungsi reproduksi pada pria dapat dibagi menjadi tiga subdivisi utama: pertama,
spermatogenesis, yang berarti hanya pembentukan sperma; kedua, kinerja kegiatan seksual
pria; dan ketiga, pengaturan fungsi reproduksi pria oleh berabagai hormon. Fungsi reproduksi
ini disertai oleh pengaruh hormon kelamin pria terhadap organ kelamin tambahan pada pria,
pada metabolisme, pada metabolisme sel, pada pertumbuhan, dan pada fungsi tubuh yang
lain.
Spermatogenesis
Spermatogenesis terjadi di dalam semua tubulus seminiferus selama kehidupan
seksual aktif, sebagai akibat dari rangsangan oleh hormon gonadotropin hipofisis anterior,
dimulai rata-rata pada usia 13 tahun dan berlanjut sepanjang hidup. Adapun tahap-tahap
spermatogenesis adalah: tubulus semineferus, terdiri atas sejumlah besar sel epitel germinal
yang disebut spermatogenia, terletak dalam dua sampai tiga lapisan sepanjang batas luar
epitel tubulus. Spermatogenia terus menerus berproliferasi untuk memperbanyak diri, dan
sebagian dari spermatogenia berdiferensiasi melalui tahap-tahap perkembangan tertentu
untuk membentuk sperma. Pada tahap pertama dari spermatogenesis, spermatogenia primitif
berkumpul tepat di tepi membran berasal dari epitel germinativum, disebut spermatogenia
tipe A, membelah empat kali untuk membentuk 16 sel yang sedikit lebih berdiferensiasi,
yaitu spermatogenia tipe B. Pada tahap ini, spermatogenia bermigrasi ke arah sentral di antara
sel-sel sertoli. Membran sel-sel sertoli sangat kuat berlekatan satu sama lain pada bagian
dasar dan bagian sisi, membentuk suatu lapisan pertahanan yang mencegah penetrasi dari
kapiler-kapiler yang mengelilingi tubulus dari molekul-molekul protein yang besar seperti
imunoglobulin yang mungkin menganggu perkembangan lanjut dari spermatogonia menjadi
spermatozoa.
Meiosis
Untuk jangka waktu rata-rata 24 hari, setiap spermatogenium yang melewati lapisan
pertahanan masuk ke dalam lapisan sel sertoli dimodifikasi secara berangsur-angsur dan
membesar untuk membentuk suatu spermatosit primer yang besar. Pada akhir hari ke-24,
setiap spermatosit terbagi dua menjadi spermatosit sekunder. Pembagian ini bukan suatu
pembagian yang normal. Sebaliknya pembagian ini disebut sebagai pembagian meiosis
pertama. Pada tahap awal dari pembagian meiosis ini, semua DNA di dalam 46 kromosom
bereplikasi. Dalam 2-3 hari, pembagian meiosis kedua terjadi di mana kedua kromatid dari
setiap 23 kromosom berpisah pada sentromer, membentuk dua pasang 23 kromosom, satu
pasang dibawa ke satu spermatid dan satu pasang yang lain dibawa ke spermatid yang kedua.
Manfaatnya adalah bahwa setiap spermatid yang akhirnya dibentuk membawa hanya 23
kromosom, memiliki hanya setengah dari gen-gen spermatogonium yang pertama.
Perkembangan sel sperma setelah meiosis
Setiap spermatid dibentuk kembali secara fisik oleh sel sertoli pembungkusnya,
mengubah spermatid secara perlahan-lahan menjadi satu spermatozon (sebuah sperma)
dengan menghilangkan beberapa sitoplasmanya, mengatur kembali bahan kromatin dari inti
spermatid untu membentuk satu kepala yang padat, dan mengumpulkan sisa sitoplasma dan
membran sel pada salah satu ujung dari sel untuk membentuk ekor.
Kromosom kelamin
Pada setiap spermatogonium, satu dari ke 23 pasang kromosom mengandung
informasi genetik yang menentukan jenis kelamin anak. Pasangan ini terdiri dari satu
kromosom X, yang disebut kromosom wanita, dan satu kromosom Y, yang disebut
kromosom pria. Spermatozoa terdiri atas kepala dan ekor. Kepala terdiri atas kepala dan ekor.
Kepala terdiri atas sel berinti padat dengan hanya sedikit sitoplasma dan lapisan membran sel
di sekitar permukaannya. Di bagian luar, dua pertiga anterior kepala terdapat selubung tebal
yang disebut akrosom yang terutama dibentuk dari alat golgi. Selubung ini mengandung
sejumlah enzim yang serupa dengan enzim yang ditemukan pada lisosom dari sel-sel khusus,
termasuk hialuronidase, yang dapat mencerna filamen proteoglikin dari jaringan, dan enzim
proteolitik yang sangat kuat, yang dapat mencerna protein.
Faktor-faktor hormonal yang merangsang Spermatogenesis
1. Testosteron, disekresi oleh sel-sel Leyding yang terletak di interstisium testis, hormon
ini penting bagi pertumbuhan dan pembagian sel-sel germinativum dalam membetuk
sperma.
2. Hormon lutein, disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior, merangsang sel-sel Leyding
untuk mensekresikan testosteron.
3. Hormon perangsang-folikel, juga disekresi oelh oleh sel-sel kelenjar hipofisis
anterior, merangsang sel-sel sertoli. Tanpa rangsangan ini, pengubahan spermatid
menjadi sperma tidak akan terjadi.
4. Estrogen, dibentuk dari testosteron oleh sel-sel setoli ketika sel sertoli sedang
dirangsang oleh hormon perangsang folikel, yang mungkin juga penting untuk
spermiogenesis. Sel-sel sertoli juga menyereksi suatu protein pengikat androgen yang
mengikat testosteron dan estrogen serta membawa keduanya kedalam cairang dalam
lumen tubulus seminiferus, membuat kedua hormon ini tersedia untuk pematangan
sperma.
5. Hormon pertumbuhan, diperlukan untuk mengatur latar belakang fungsi metablisme
testis. Hormon pertumbuhan secara khusus meningkatkan pembelahan awal
spermatogenia sendiri, bila tidak terdapat hormon pertumbuhan.
Sekresi, Metabolisme, Dan Sifat Kimia Hormon Kelamin Pria
Sekresi testosteron oleh sel-sel interstisial Leyding dalam testis. Testis menyereksi
beberapa hormon kelamin pria, yang secara bersama disebut androgen, termasuk tetosteron,
dihidrotestestosteron dan androstenedion. Testosteron jumlahnya lebih banyak dari yang
lainnya shinggap dapat dianggap sebagai hormon testikular terpenting. Testosteron terbentuk
dari sel-sel interstisial leyding, yang terleatak di antara interstisial tubulus seminiferus dan
terdiri atas sekitar 20 % masa pada testis dewasa. Akhirnya, ketika epitel germinativum testis
mengalami kerusakan akibat kerusakan akibat pengobatan sinar X atau oleh karena
pemanasan yang berlebihan. Sel-sel Leyding yang mudah rusak, terus membentuk testosteron
Sekresi androgen dalam tempat lain dalam tubuh. Istilah androgen berarti hormon
steroid apapun yang memiliki efek maskulinisasi, termasuk testosteron sendiri, androgen juga
meliputi hormon kelamin pria yang dibentuk di tempat lain selain testis. Sebagai contoh,
kelenjar adrenal menyereksi paling tidak lima hormon androgen yang berbeda, walaupun
aktivitaas dari maskulinisasi dari semua hormon ini normalnya sangat sedikit sehingga
hormon-hormon tersebut tidak menyebabkan sifat maskulinisasi bahkan pada wanita, kecuali
menyebabkan pertumbuahan rambut pubis dan aksila.
Sifat kimiawi androgen. Semua androgen adalah senyawa steroid, bail dalam testis maupun
dalam adrenal, androgen dapat diebntuk baik dari kolestrol atau langsung dari asetil koenzim.
Metabolisme Testosteron
Setelah disekresi oleh testis, kira-kira 97 persen testosteron menjadi lemah ikatannya
dengan albumin plasma atau lebih kuat berikatan dengan sebuah beta globulin pengikat
hormon kelamin dan bersikulasi dalam darah, berada dalam bentuk ini selama 30 menit
sampai 1 jam atau lebih. Testosteron tersebut terikat dengan jaringan atau dipecah menajdi
produk tidak aktif yang selanjutnya diskresikan. Sebagian besar testosteron yang terikat ke
jaringan diubah dalam sel-sel menajdi dihidrotestosteron, terutama pada kelnjar prostat pria
dewasa dan dalam genetelia eksterna pada janin laki-laki. Testosteron yang tidak terikat pada
jaringan diubah dengan cepat, terutama oleh hati, menjadi andosteron dan
dehidroepiandrosteron dan secara serempak dikonjugasikan sebagai glukuronida atau sulfut.
Semuanya disekresikan baik ke usus dalam empedu atau kedalam urin melalui ginjal.
Pembentukan Estrogen pada Pria
Sejumlah kecil estrogen dibentuk pada pria dengan jumlah estrogen yang cukup dapat
ditemukan dalam urin pria. Hal-hal mengenai estrogen : jumlah estrogen dalam cairan
tubulus semineferus cukup tinggi dan memungkinkan memainkan peranan yang penting
dalamspermiogenesis. Estrogen ini di yakini dibentuk oleh sel-sel sertoli dengan mengubah
beberapa testosteron menjadi estradiol. Estrogen yang dibentuk dari testosteron dan
androstenediol dalam jaringan tubuh yang lain, terutama hati.
Fungsi Testosteron
Tetstosteron bertanggung jawab berbagai sifat maskulinisasi tubuh. Bahkan selama
kehidupan janin, testis sudah distimulasi oleh korionik gonadotropin dari plasenta untuk
memebentuk sejumlah testosteron sepanjang periode perkembangan janin dan selama 10
minggu atau lebih setelah kelahiran. Pada dasarnya tidak ada testosteron dihasilkan pada
anak-anak sampai kira-kira usia 10-13 tahun. Kemudian produksi hormon testosteron
meningkat dengan cepat dibawah rangsangan hormon-hormon gonadotropin hipofisis anterior
pada awal pubertas dan brakhir sepanjang masa kehidupan.
Fungsi testosteron selama perkembangan janin. Tetstosteron dibentuk oleh testis janin
laki-laki pada sekitar ke- 7 masa embrional. Pengangkatan testis pada janin pria yan masih
muda akan menyebabkan perkembangan organ seks wanita. Testosteron pertama kali di
sekresi oelh rabung genitel dan kemudian oleh testis janin bertanggungjawab terhadap
perkembangan sifat tubuh pria, termausk pembentukan penis dan skorotum dan bukan
pembentukan klitoris dan vagina. Testosteron juga membentuk kelenjar prostat, vesikula
seminalis, dan duktus genitalia, sementara pada waktu yang sama terjadi penekanan
pembentukan organ genital wanita.
Pengaruh dari testosteron yang menyebabkan Desensus Testis. Testis biasanya turun
kedalam skorotum selama 2-3 bulan terakhir masa kehamilan. Bila janin pria lahir disertai
testis yang tidak turun tetapi testisnya normal, maka penyuntikan testosteron dapat
menyebabkan testis turun dengan cara yan lazim bila kanalis inginalis cukup besar untuk
dilalui oleh testis. Pemberian hormon gonadotropin, ayng dapat merangsang sel-sel leyding
testis dari anak yang baru lahir untuk menghasilkan testosteron, dapat menyebabkan testis
turun.
Pengaruh testosteron pada perkembangan sifat kelamin primer dan sekunder dewasa
1. Pengaruh pada penyebaran rambut tubuh
Testosteron menyebabkan pertumbuhan rambut diatas pubis, ke atas sepanjang linea
alba kadang-kadang sampai ke umbilikus dan di atasnya, pada wajah, biasanya pada
dada, dan kurang sering pada bagian tubuh yang lain, seperti punggung
2. Kebotakan
Testosteron menurunkan pertumbuhan rambut pada bagian atas kepala, pria yang
tidak memiliki testis yang berfungsi tidak menjadi botak. Wanita yang memiliki latar
belakang yang sesuai dan yang menderita tumor androgenik dalam jangka waktu yang
lama dapat menjadi botak dengan cara yang sama seperti yang terjadi pada pria.
3. Pengaruh pada suara
Testosteron yang disekresi oleh testis atau disuntikkan ke dalam tubuh menyebabkan
hipertrofi mukosa laring dan pembesaran laring. Pengaruh pada tahap suara pada
awalnya secara relatif menjadi tidak sinkron. Suara serak tetapi secara bertahap
berubah menajdi suara bass maskulin yang khas.
4. Pengaruh pada kulit dan pertumbuhan akne
Testosteron meningkatkan ketebalan kulit diseluruh tubuh dan meningkatkan
kekasaran jaringan subkutan. Testosteron meningkatkan kecepatan sekresi beberapa
atau mungkin semua kelenjar sebasea. Yang paling penting adalah kelebihan sekresi
oleh kelenjar sebasea wajah, karena kelebihan sekresi di wajah ini dapat
menyebabkan akne.
5. Pengaruh pada pembentukan protein dan perkembangan otot
Perkembangan peningkatan muskular mengikuti masa pubertas, rata-rata kira 50%
masa otot pria meningkat melebihi masa otot wanita. Hal ini juga berhubungan
dengan peningkatan protein di bagian lain dari tubuh yang tidak berotot. Testosteron
digunakan atlet untuk meningkatkan kinerja otot mereka.
6. Pengaruh pada pertumbuhan tulang dan retensi kalsium
Testosteron meningkatkan jumlah total matriks tulang dan menyebabka retensi
kalsium. Peningkatan dalam matriks tulang diyakini dari fungsi anabolik protein
umum testosteron dan pengendapan garam-garam kalsium yang menghasilkan
peningkatan matriks tulang secara sekunder.
7. Pengaruh pada metabolisme basal
Penyuntikan testosteron dalam jumlah besar dapat meningkatkan kecepatan
metabolisme basal saampai 15 persen. Jumlah testosteron yang disekresi oleh oleh
testis selama adolesen dan kehidupan dewasa awal akan meningkatkan kecepatan
metabolisme tersebut mungkin disebabkan oleh pengaruh tidak langsung testosteron
terhadap anabolisme protein, peningkatan kuantitas protein.
8. Pengaruh pada sel darah merah
Testosteron jumlah normal disutukkan pada orang dewasa yang dikastrasi, jumlah sel-
sel darah merah permilimeter kubik meningkat 15-20%. Peningkatan kecepatan
metabolisme setelah pemberian testosteron dan bukan efek langsung testosteron
terhadap pembentukan sel-sel darah merah.
9. Pengaruh pada elektrolit dan keseimbangan cairan
Banyak hormon steroid dapat meningkatkan reabsorbsi natrium pada tubulus distal
ginjal. Testosteron memiliki pengaruh tersebut tetapi hanya derajat kecil bila
dibandingkan dengan mineralokotikoid adrenal. Setelah pubertas, darah dan volume
cairan ekstraseluler pada pria sedikit meningkat dalam hubungannya dengan berat
badan.
Mekanisme intraseluler dasar dari kerja testosteron
Dalam kelenjar prostat, testosteron memasuki sel dalam waktu beberapa menit setelah
disekresikan, kemudian diubah, dibawah pengaruh enzim-enzim intraseluler 5α-reduktase,
menjadi dihidrotestosteron, dan berikatan dengan sebuah “protein reseptor” sitoplasma.
Penggabungan ini kemudian bermigrasi ke dalam nukleus dimana terjadi lagi pengikatan
dengan sebuah protein dan menginduksi proses transkipsi DNA-RNA. Dalam waktu 30
menit, RNA polimerase telah menjadi aktif dan konsentrasi RNA mulai meningkat dalam sel,
keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan progresif dari protein sel. Setelah beberapa hari
jumlah DNA dalam kelenjar juga meningkat dan bersama dengan itu juga terdapat
peningkatan jumlah sel-sel prostatik.
Pengaturan Fungsi Seksual Pria Melalui Hormon Dari Hipotalamusn dan Kelenjar
Hipofisis Anterior
Bagian utama dari pengaturan fungsi seksual baik pada pria maupun wanita dimulai
dengan sekresi hormon pelepasan gonadotropin (GnRH) oleh hipotalamus. Hormon ini
selanjutnya merangsang kelenjar hipoifisis anterior untuk menyekresikan dua hormon lain
yang disebut hormon-hormon gonadotropin : hormon lutein (LH) dan hormon perangsang-
folikel (FSH). Selanjutnya, LH merupakan rangsangan utama untuk sekresi testosteron oleh
testis, dan FSH terutama merangsang spermatogenensis.
GnRH adalah suatu peptida dengan 10 asam amino yang disekresikan oleh neuron-
neuron yang sel-sel induknya terletak dalam nukleus arkuatus dari hipotalamus. Bagian ujung
dari neuron-neuron ini berakhir terutama dalam eminensia mediana dari hipotalamus, tempat
neuron-neuron tersebut melepaskan GnRH ke dalam sistem pembuluh porta hipotalamus,
tempat neuron-neuron tersebut melepaskan lamus, tempat neuron-neuron tersebut
melepaskan GnRH ke dalam sistem pembuluh porta hipotalamus hipofisis. GnRH kemudian
diangkut ke kelenjar hipofisis anterior dalam darah porta dan merangsang pelepasan dari dua
jenis gonadotropin, LH dan FSH. Intensitas perangsangan hormon ini di tentukan dalam dua
cara: oleh frekuensi dari siklus sekresi dan jumlah GnRH yang di lepaskan pada setiap siklus.
Kedua hormon gonadotropik, LH dan FSH, disekresikan oleh sel-sel yang sama,
disebut gonadotropin, dalam kelenjar hipofisis anterior. Bila tidak ada GnRH dari
hipotalamus, gonadotropin dalam kelenjar hipofisis hampir tidak menyekresikan LH dan
FSH. LH dan FSH adalah glikoprotein, akan tetapi jumlah karbohidrat yang berikatan dengan
protein dalam molekul sangat bervariasi dibawah keadaan yang berbeda-beda, yang dapat
mengubah kemampuan aktivitas.
Pengaturan Produksi Testosteron Oleh LH
Testosteron disekresikan oleh sel-sel interstisial Leydig di dalam testis tetapi hanya
apabila sel-sel interstisial Leydig dirangsang oleh Lhdan kelenjar hipofisis. Sel-sel Leydig
yang matang biasanya tidak ditemukan dalamtestis seorang anak sampai berusia 10 tahun.
Akan tetapi, baik melalui penyuntukan LH yang dimurnikan pada seorang anak pada usia
berapapun atau sekresi LH pada masa pubertas akan menyebabkan sel-sel yang menyerupai
fibrolas di dalam daerah interstisial testis tersebut berevolusi menjadi sel-sel interstisial
Leydig.
Testosteron yang disekresiikan oleh testis sebagai respons terhadap LH mempunyai
efek timbal balik dalam menghentikan sekresi LH oleh hipofisis anterior. Efek timbal balik
itu terjadi dalam dua cara yaitu: 1) sejauh ini bagian penghambatan yang lebih besar
dihasilkan dari efek langsung testosteron terhadap hipotalamus dalam menurunkan sekresi
GnRH. Keadaan ini sebaliknya secara bersamaan menyebabkan penurunan sekresi LH dan
FSH oleh hipofisis anterior, dan penurunan LH akan menurunkan sekresi testosteron oleh
testis. 2) testosteron mungkin juga mempunyai efek umpan negatif yang lemah, yang bekerja
secara langsung pada kelenjar hipofisis anterior sebagai tambahan terhadap efek umpan balik
hipofisis anteroir terhadap hipotalamus. Umpan balik hipofisis ini diduga secara khusus
menghentikan sekresi LH. Akibatnya, sejumlah kecil pengaturan sekresi testosteron diyakini
terjadi dalam cara yang sama.
Pengaturan spermatogenesis oleh FSH dan Testosteron
FSH berikatan dengan reseptor-reseptor FSH spesifik yang melekat pada sel-sel
sertoli di dalam tubulus semineferus, peningkatan ini mengakibatkan sel-sel tumbuh dan
menyekresikan berbagai unsur spermatogenik. Untuk membangkitkan spermatogenesis,
dibutuhkan FSH maupun testosteron, walaupun sekali rangsangan awal telah terjadi,
testosteron sendiri selanjutnya dapat mempertahankan spermatogenesis untuk waktu yang
lama.
Kontrol umpan Balik Negatif Aktivitas Tubulus Seminiferus
Ketika tubulus seminiferus gagal menghasilkan sperma, sekresi FSH oleh kelenjar
hiposis anterior meningkat dengan nyata. Sebaliknya, bila spermatogenesis berjalan terlalu
cepat, sekresi FSH berkurang. Penyebab efek umpan balik negatif ini pada hipofisis anterior
diyakini adalah satu jenis hormon lain yang disekresikan oleh sel-sel sertoli, yaitu inhibin.
Hormon ini mempunyai efek langsung yang kuat terhadap kelenjar hipofisis anterior dalam
menghambat sekresi FSH dan mungkin satu efek yang ringan terhadap hipotalamus dalam
menghambat sekresi GnRH.
Faktor-Faktor Psikis Yang Mempengaruhi Sekresi Gonadotropin Dan Aktivitas
Seksual
Banyak faktor psikis, terutama rangsangan, yang berasal dari sistem limbik otak dan
masuk ke hipotalamus, dapat mempengaruhi kecepatan sekresi GnRH oleh hipotalamus dan
oleh karena itu dapat mempengaruhi juga sebagian besar aspek-aspek seksual dan fungsi
reproduksi baik pada pria maupun wanita.
Human Chorionic Gonadotropin dan Pengaruhnya pada Testis Fetus
Masih ada satu jenis hormon yang disekresikan oleh plasenta danbersikulasi pada ibu
dan fetus, yaittu human chorionic gonadotropin (hCG). Hormon ini mempunyai pengaruh
yang hampir sama terhadap organ-organ kelamin seperti halnya dengan LH. Selama
kehamilan, bila fetus berkelamin pria, hCG dari plasenta akan menyebabkan testis
menyereksikan testosteron. Testosteron ini sangat diperlukan untuk memacu pembentukan
organ kelamin pria, seperti yang telah dijelaskan dahulu.
Awal mula timbulnya pubertas telah menjadi misteri sejak lama. Dengan
ditemukannya gonadotropin, pematangan kelenjar hipofisis anterior kemudian diperkirakan
turut memegang peranan peranan dalam mula timbul pubertas. Tetapi dari penelitian
transplantasi jaringan testikular dan jaringan hipofisis hewan muda ke hewan dewasa
sekarang diketahui bahwa testis dan hipofisis anterior hewan muda tersebut mampu
melakukan fungsi organ dewasa bila di rangsang dengan tepat. Selama masa kanak-kanak
hipotalamus tidak menyereksikan jumlah GnRH yang cukup.
Kehidupan Seksual Pria Dewasa Dan Klimakterium Pria
Setelah pubertas hormon gonadotropin dihasilkan oleh kelenjar hipofisis pria selama
sisa kehidupan, dan paling tidak beberapa spermatogenesis biasanya terus terjadi sampai
meninggal. Akan tetapi, kebanyakan pria mulai menunjukkan penurunan fungsi seksual
dengan lambat pada akhir usia 40 atau 50, dan suatu penelitian menunjukkan bahwa usia rata-
rata berakhirnya hubungan kelamin adalah 68 tahun, walaupun terdapat variasi yang besar.
Penurunan dalam fungsi seksual ini berhubungan dengan berkurangnya sekresi testosteron.
Penurunan fungsi seksual pada pria disebut klimakterium pria. Klimakterium pada pria
berhubungan dengan gejala rasa kepanasan, seperti tercekik, dan gangguan fisik lainnya yang
serupa dengan gejala-gejala menopouse yang terjadi pada wanita.
7. Hormon pada Wanita
1. Hormon GnRH (Gonadotrophin Releasing Hormon)
Diproduksi di hipotalamus, kemudian dilepaskan, berfungsi menstimulasi hipofisis
anterior untuk memproduksi dan melepaskan hormon-hormon gonadotropin (FSH/LH).
2. Hormon FSH (Follicle Stimullating Hormone)
Diproduksi di sel-sel basa hipofisis anterior, sebagai respon terhadap GnRH.
Berfungsi memicu pertumbuhan dan pematangan folikel dan sel-sel granulosa di ovarium
wanita (pada pria: memicu pematangan sperma di testis). Pelepasannya periodic/pulsatif,
waktu paruh eliminasi pendek (sekitar 3 jam), sering tidak ditemukan dalam darah.
Sekresinya dihambat oleh enzim inhibin dari sel-sel granulose ovarium, melalui mekanisme
feedback negatif.
Follicle Stimulating Hormone (FSH) : berfungsi Merangsang pematanganØfolikel
dalam ovarium dan menghasilkan estrogen, mengendalikan ciri seksual pria & wanita
(penyebaran rambut, pembentukan otot, tekstur & ketebalan kulit, suara dan bahkan mungkin
sifat kepribadian).
3. Hormon LH (Lutinizing Homone)/ICSH (Interstitial Cell Stimulating Hormon)
Diproduksi di sel-sel kromofob hipofisis anterior. Bersama FSH, LH berfungsi
memicu perkembangan folikel (sel-sel teka dan se-sel granulosa) dan juga mencetuskan
terjadinya ovulasi dipertengahan siklus( LH-surge). Selama fase luteal siklus, LH
meningkatkan dan mempertahankan fungsi siklus luteum pascaovulasi dalam menghasilkan
progesterone. Pelepasannya juga periodic/pulsatif, kadarnya dalam darah berfariasi setiap
fase siklus, waktu paruh eliminasinya pendek (sekitar satu jam). Kerja sangat cepat dan
singkat. (Pada pria: LH memicu sintesis tertosteron di sel-sel leydig testis).
Luteinizing Hormone (LH) : berfungsi mempengaruhi pematangan folikel dalam
ovarium dan menghasilkan progestron, mengendalikan fungsi reproduksi (pembentukan
sperma & sementum, pematangan sel telur, siklus menstruasi.
4. Hormon Estrogen
Estrogen (alami) diproduksi terutama oleh sel-sel teka internal folikel di ovarium
secara primer, dan dalam jumlah lebih sedikit juga diproduksi di kelenjar adrenal mrlalui
konfersi hormone androgen. Pada pria diproduksi juga sebagian di testis. Selama kehamilan,
diproduksi juga oleh plasenta. Berfungsi stimulasi pertumbuhan dan perkembangan
(proliferasi) pada berbagai organ reproduksi wanita. Estrogen berfungsi untuk merangsang
sekresi hormon LH.
Pada uterus: menyebabkan proliferasi endometrium. Pada serviks: menyebabkan
pelunakan serviks dan pengentalan lendir serviks pada vagina : menyebabkan proliferasi
epitel vagina. Pada payudara : menstimulasi pertumbuhan payudara, juga mengatur distribusi
lemak tubuh. Pada tulang, estrogen juga menstimulasi osteoblas sehingga memicu
pertumbuhan/generasi tulang. Pada wanita pascamenopouse, untuk pencegahan tulang
kropos/ osteoporosis, dapat diberikan terapi hormone estrogen (sintetik) pengganti.
Hormon estrogen berfungsi mengendalikan perkembangan ciri seksual & sistem
reproduksi wanita, saat pembentukan kelamin sekunder wanita, seperti bahu mulai berisi,
tumbuhnya payudara, pinggul menjadi lebar, dan rambut mulai tumbuh di ketiak dan
kemaluan. Di samping itu, hormon enstrogen juga membantu dalam pembentukan lapisan
endometrium.
5. Progesteron
Progesteron (alami) diproduksi terutama di korpus luteum di ovarium, sebagian
diproduksi di kelenjar adrenal, dan pada kehamilan juga diproduksi di plasenta. Progesteron
menyebabkan terjadinya proses perubahan sekretorik (fase sekresi) pada endometrium uterus,
yang mempersiapkan endometrium uterus berada pada keadaan yang optimal jika terjadi
implantasi. Progesteron untuk menghambat sekresi FSH dan LH.
Hormon progesteron : berfungsi mempersiapkan lapisan rahim untuk penanaman sel
telur yang telah dibuahi, mempersiapkan kelenjar susu untuk menghasilkan susu, menjaga
penebalan endometrium, menghambat produksi hormon FSH, dan memperlancar produksi
laktogen (susu). Hormon ini dihasilkan oleh korpus luteum dan dirangsang oleh LH.
6. HCG (Human Chorionic Gonadotrophin)
Mulai diproduksi sejak usia kehamilan 3-4 minggu oleh jaringan trofoblas (plasenta).
Berfungsi meningkatkan dan mempertahankan fungsi korpus luteum dan produksi hormon-
hormon steroid terutama pada masa-masa kehamilan awal. Mungkin juga memiliki fungsi
imunologik. Deteksi HCG pada darah atau urine dapat dijadikan sebagai tanda kemungkinan
adanya kehamilan.
7. LTH (Lactotrophic Hormon) / Prolactin
Diproduksi di hipofisis anterior, memiliki aktifitas memicu / meningkatkan produksi
dan sekresi air susu oleh kelenjar payudara. Di ovarium, prolaktin ikut mempengaruhi
pematangan sel telur dan mempengaruhi pematangan sel telur dan mempengaruhi
pematangan sel telur dan mempengaruhi fungsi korpus luteum.
Fase Siklus Menstrusi
Siklus menstruasi pada wanita terdiri dari tiga fase, yaitu fase aliran menstruasi, fase
proliferasi dan sekresi.
1. Fase aliran menstruasi
Tahap ini berlangsung selama 4-6 hari dalam satu siklus. Oleh karena hormon
estrogen dan progesteron berhenti dikeluarkan, maka endometrium mengalami degenerasi.
Darah, mukus dan sel-sel epitel dikeluarkan sebagai darah haid dari rongga uterus ke vagina.
Dengan menurun dan hilanganya progesteron dan estrogen, FSH aktif di produksi lagi dan
siklus dimulai kembali.
2. Fase proliferasi
Fase ini dikendalikan oleh hormon estrogen maka disebut juga “fase estrogenik”. Fase
ini dimulai pada hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus.
Setiap bulan setelah haid, hipofisis menskresikan FSH. Ormon ini berpengarauh
terhadap proses pertumbuhan dan pematangan ovum dan folikel Graaf. Selama pertumbuhan
folikel menjadi folikel graaf terjadi proses pembentukan dan pengeluaran hormon estrogen.
Estroge berfungsi untuk membangan edometrium sehingga endometrium rahim menebal
hingga 5-7 cm. Selain itu, estrogen juga mempengaruhi kelenjar serviks untuk menghasilkan
cairan encer.
Adanya estrogen akan menghambat pengeluaran FSH dan memacu pengeluaran LH
yang dikeluarkan oleh lobus anterior hipofisis. Pada tahap akhir, dengan pecahnya folikel
graaf, ovum perlepas dan terlempar keluar disebut ovulasi, kira-kira hari ke-14 dari suatu
siklus.
3. Fase sekresi (fase progesteron)
Fase ini terjadi pada hari ke 14-28 dari siklus. Folikel graaf yang pecah pada saat
ovulasi berubah menjadi korpus rubrum yang mengandung banyak darah. Adanya LH
menyebabkan korpus rubrum berubah menjadi korpus luteum (badan kuning). Korpus luteum
mensekresikan hormon progesteron.
Selama fase sekresi, endometrim terus menebal. Arteri-arteri mebesar, dan kelenjar
endometrium tumbuh. Perubahan endometrium dipengaruhi oleh hormon estrogen dan
progesteron yang disekresikan oleh korpus luteum sesudah ovulasi. Jika tidak ada kehamilan,
korpus luteum berdegenerasi sehingga progesteron dan estrogen menurun bahkan sampai
hilang.
Ovulasi
Ovulasi terjadi ketika dinding ovarium ruptur dan melepaskan oosit sekunder, pada
ovulasi terjadi 3 fase, yaitu;
1. Fase pra-ovulasi
Pada fase pra-ovulasi atau akhir siklus menstruasi, hipotalamus mengeluarkan hormon
gonadotropin. Gonadotropin merangsang hipofisis untuk mengeluarkan FSH. Adanya FSH
merangsang pembentukan folikel primer di dalam ovarium yang mengelilingi satu oosit
primer. Folikel primer dan oosit primer akan tumbuh sampai hari ke-14 hingga folikel
menjadi matang atau disebut folikel de Graaf dengan ovum di dalamnya. Selama
pertumbuhannya, folikel juga melepaskan hormon estrogen. Adanya estrogen menyebabkan
pembentukan kembali (proliferasi) sel-sel penyusun dinding dalam uterus dan endometrium.
Peningkatan konsentrasi estrogen selama pertumbuhan folikel juga mempengaruhi serviks
untuk mengeluarkan lendir yang bersifat basa. Lendir yang bersifat basa berguna untuk
menetralkan sifat asam pada serviks agar lebih mendukung lingkungan hidup sperma.
2. Fase ovulasi
Pada saat mendekati fase ovulasi atau mendekati hari ke-14 terjadi perubahan
produksi hormon. Peningkatan kadar estrogen selama fase pra-ovulasi menyebabkan reaksi
umpan balik negatif atau penghambatan terhadap pelepasan FSH lebih lanjut dari hipofisis.
Penurunan konsentrasi FSH menyebabkan hipofisis melepaskan LH. LH merangsang
pelepasan oosit sekunder dari folikel de Graaf. Pada saat inilah disebut ovulasi, yaitu saat
terjadi pelepasan oosit sekunder dari folikel de Graaf dan siap dibuahi oleh sperma. Umunya
ovulasi terjadi pada hari ke-14.
3.Fase pasca-ovulasi
Pada fase pasca-ovulasi, folikel de Graaf yang ditinggalkan oleh oosit sekunder
karena pengaruh LH dan FSH akan berkerut dan berubah menjadi korpus luteum. Korpus
luteum tetap memproduksi estrogen (namun tidak sebanyak folikel de Graaf memproduksi
estrogen) dan hormon lainnya, yaitu progesteron. Progesteron mendukung kerja estrogen
dengan menebalkan dinding dalam uterus atau endometrium dan menumbuhkan pembuluh-
pembuluh darah pada endometrium. Progesteron juga merangsang sekresi lendir pada vagina
dan pertumbuhan kelenjar susu pada payudara. Keseluruhan fungsi progesteron (juga
estrogen) tersebut berguna untuk menyiapkan penanaman (implantasi) zigot pada uterus bila
terjadi pembuahan atau kehamilan.
Proses pasca-ovulasi ini berlangsung dari hari ke-15 sampai hari ke-28. Namun, bila
sekitar hari ke-26 tidak terjadi pembuahan, korpus luteum akan berubah menjadi korpus
albikan. Korpus albikan memiliki kemampuan produksi estrogen dan progesteron yang
rendah, sehingga konsentrasi estrogen dan progesteron akan menurun. Pada kondisi ini,
hipofisis menjadi aktif untuk melepaskan FSH dan selanjutnya LH, sehingga fase pasca-
ovulasi akan tersambung kembali dengan fase menstruasi berikutnya.
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol dan memadukan
fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk mempertahankan homeostasis
tubuh. Fungsi mereka satu sama lain saling berhubungan, namun dapat dibedakan dengan
karakteristik tertentu. Sistem endokrin memiliki fungsi untuk mempertahankan homeostatis,
membatu mensekresikan hormon-hormon yang bekerja dalam sistem persyarafan, pengaturan
pertumbuhan dan perkembangan dan kontrol perkembangan seksual dan reproduksi.
Sistem endokrin memiliki beberapa jenis kelenjar yaitu kelenjar hipofisis, kelenjar
tiroid, kelenjar adrenal, kelenjar paratiroid, kelenjar pankreas, kelenjar pineal, dan hormon
pada wanita.
2. SARAN
Setelah membaca isi makalah ini diharapkan perawat mampu memahami fisiologi
tentang sistem endokrin.
DAFTAR PUSTAKAGuyton. A. C. 1997. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: EGC.
Syaifuddin. 2006. Anatomi fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Jakarta: EGC.