toksi kelompok 2.docx
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Makanan memiliki arti penting dalam kehidupan manusia. Selain menyediakan zat-
zat yang diperlukan untuk sumber tenaga dan pertumbuhan, makanan juga menyediakan zat-
zat yang diperlukan untuk mendukung kehidupan tubuh yang sehat. Karena itu untuk
meningkatkan kehidupan manusia diperlukan adanya persediaan makanan yang memadai baik
dari segi kualitas maupun kuantitas. Dari segi kualitas, selain mengandung semua zat yang
diperlukan oleh tubuh makanan juga harus memenuhi syarat keamanan. Makanan yang aman
merupakan faktor yang penting untuk meningkatkan derajat kesehatan.
Salah satu masalah keamanan pangan di Indonesia adalah masih rendahnya
pengetahuan, keterampilan, dan tanggung jawab produsen pangan tentang mutu dan
keamanan pangan, terutama pada industri kecil atau industri rumah tangga. Makanan-
makanan yang selama ini diduga sebagai penyebab terjadinya kasus kasus penyakit bawaan
makanan dan keracunan makanan berasal baik dari makanan keluarga maupun makanan-
makanan yang diperjualbelikan di tempat-tempat pengelolaan makanan (TPM). Makanan
tersebut biasanya banyak dijual oleh para pedagang kaki lima (PKL). Dimana makanan
tersebut biasanya dijajakan di pinggir jalan yang banyak terpapar asap kendaraan sehingga
makanan dapat tercemar dan dapat membawa penyakit bagi yang memakannya.
Di beberapa tempat, pedagang kaki lima dipermasalahkan karena mengganggu para
pengendara kendaraan bermotor. Selain itu ada PKL yang menggunakan sungai dan saluran
air terdekat untuk membuang sampah dan air cuci. Sampah dan air sabun dapat lebih merusak
sungai yang ada dengan mematikan ikan dan menyebabkan eutrofikasi. Namun, PKL kerap
menyediakan makanan atau barang lain dengan harga yang lebih, bahkan sangat, murah
daripada membeli di toko. Modal dan biaya yang dibutuhkan kecil, sehingga kerap
mengundang pedagang yang hendak memulai bisnis dengan modal yang kecil atau orang
kalangan ekonomi lemah yang biasanya mendirikan bisnisnya di sekitar rumah mereka.
Dengan ini sangat dibutuhkan peran pemerintah dalam membuat suatu kebijaksanaan
mengenai keberadaan para Pedagang Kaki Lima ini. Pemerintah menghadapai suatu tantangan
besar untuk mampu membuat kebijakan yang tepat untuk menangani masalah PKL.
Pemerintah dalam hal ini belum mampu menemukan solusi untuk menghasilkan kebijakan
pengelolaan PKL yang bersifat manusiawi dan sekaligus efektif.
PKL yang dianggap ilegal, mengganggu ketertiban kota dan alasan – alasan lain yang
mengharuskan pemerintah membuat suatu kebijakan melarang keberadaan PKL. Tetapi
sebaiknya pemerintah tidak melihat PKL dari satu sisi saja, PKL juga telah memainkan peran
sebagai pelaku shadow economy. PKL perlu diberdayakan guna memberikan kesejahteraan
yang merata bagi masyarakat. PKL merupakan sebuah wujud kreatifitas masyarakat yang
kurang mendapatkan arahan dari pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah perlu memberikan
arahan pada mereka, sehingga PKL dapat melangsungkan usahanya tanpa menimbulkan
kerugian pada elemen masyarakat yang lainnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pedagang Kaki Lima
Pedagang Kaki Lima atau disingkat PKL adalah istilah untuk menyebut
penjaja dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan demikian
karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki
pedagang ditambah tiga "kaki" gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua
roda dan satu kaki). Saat ini istilah PKL juga digunakan untuk pedagang di jalanan
pada umumnya.
Sebenarnya istilah kaki lima berasal dari masa penjajahan kolonial Belanda.
Peraturan pemerintahan waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun
hendaknya menyediakan sarana untuk pejalanan kaki. Lebar ruas untuk pejalan adalah
lima kaki atau sekitar satu setengah meter.Beberapa puluh tahun setelah itu, saat
Indonesia sudah merdeka, ruas jalan untuk pejalan kaki banyak dimanfaatkan oleh
para pedagang untuk berjualan. Dahulu namanya adalah pedagang emperan jalan,
sekarang menjadi pedagang kaki lima. Padahal jika merunut sejarahnya, seharusnya
namanya adalah pedagang lima kaki.
B. Pencemaran Bahan Toksik pada Makanan
Toksikologi adalah ilmu yang menetapkan batas aman dari bahan kimia
(Casarett dan Doulls, 1995). Selain itu toksikologi juga mempelajari kerusakan pada
organisme (hewan, tumbuhan, manusia) yang diakibatkan oleh suatu materi
substansi/energi, mempelajari racun, tidak saja efeknya, tetapi juga mekanisme
terjadinya efek tersebut pada organisme dan mempelajari kerja kimia yang merugikan
terhadap organisme.
Keberadaan zat kimia dalam tubuh dapat menimbulkan efek toksik melalui 2
cara yaitu berinteraksi secara langsung (toksik intrasel) dan secara tidak langsung
(toksik ekstrasel). Toksik intrasel adalah toksisitas yang diawali dengan interaksi
langsung antara zat kimia atau metabolitnya dengan reseptornya. Sedangkan toksisitas
ekstrasel terjadi secara tidak langsung dengan mempengaruhi lingkungan sel sasaran
tetapi dapat berpengaruh pada sel sasaran. Zat kimia atau metabolitnya yang telah
masuk pada sel sasarannya dapat menyebabkan gangguan sel atau organelnya melalui
peningkatan dan substitusi. Gangguan yang ditimbulkan akan direspon oleh sel untuk
mengurangi dampaknya, dan sel akan beradaptasi atau melakukan perbaikan. Namun
bila respon pertahanan tidak mampu meminimalis gangguan yang ada akan terjadi
efek toksik. Dampaknya akan terjadi perubahan atau kekacauan biokimiawi,
fungsional atau struktural yang bersifat reversible atau irreversible. Kelangsungan
hidup suatu sel sangat tergantung pada lingkungannya, yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan sel. Oleh karenaitu, adanya zat di lingkungan sel dapat
mengganggu aktivitas sel, mungkin akan menimbulkan perubahan-perubahan struktur
atau gangguan fungsi sel. Untuk kelangsungan hidup sel, minimal dibutuhkan oksigen,
zat makanan dan cairan ekstrasel (elektrolit asam dan basa) yang optimal.
Pencemaran adalah perubahan yang tidak diinginkan sifat-sifat fisik, kimia,
atau biologi lingkungan yang dapat membahayakan kehidupan manusia atau
mempengaruhi keadaan yang diinginkan makhluk hidup. Tresna Sastrawijaya (1992)
mengartikan pencemaran sebagai kehadiran sesuatu dalam lingkungan yang
berpengaruh jelek terhadap lingkungan. Berdasarkan pada kedua batasan tersebut
maka yang dimaksud dengan pencemaran bahan toksik pada makanan adalah adanya
bahan toksik pada makanan. Bahan toksik adalah bahan kimia atau fisika yang
memiliki efek yang tidak diinginkan (adverse effect) terhadap organisme hidup.
Berdasarkan penggunaannya bahan toksik ada yang merupakan pestisida, ada
yang merupakan bahan tambahan makanan, dan sebagainya. Boraks dan zat-zat
pewarna terlarang merupakan bahan toksik yang digunakan sebagai bahan tambahan
makanan. Berdasarkan efeknya dikenal adanya bahan toksik penyebab kanker, bahan
toksik penyebab alergi, dan sebagainya. Boraks merupakan contoh bahan toksik yang
dapat menyebabkan kanker. Zat warna kuning nomor 5 merupakan contoh bahan
toksik penyebab alergi, terutama bagi orang-orang yang peka terhadap aspirin.
Karakteristik suatu bahan toksik ditentukan oleh sifat toksisitas (toxicity),
bahaya (hazard), dan risiko (risk). Toksisitas bahan toksik adalah gambaran dan
kuantifikasi mengenai suatu bahan toksik. Bahaya suatu bahan toksik berkaitan
dengan kemungkinan bahan toksik tersebut menimbulkan cidera. Risiko bahan toksik
adalah besarnya kemungkinan suatu bahan toksik untuk menimbulkan keracunan.
Pencemaran bahan toksik pada makanan dapat terjadi dengan cara sengaja atau
tidak sengaja. Pencemaran bahan toksik pada makanan yang terjadi dengan cara
sengaja, terjadinya pencemaran karena bahan pencemar secara sengaja diberikan
kepada makanan sebagai bahan tambahan. Pencemaran boraks dan zat-zat pewarna
yang dilarang pada makanan merupakan contoh pencemaran bahan toksik pada
makanan yang terjadi dengan sengaja. Pada kejadian itu pembuat makanan dengan
tujuan tertentu sengaja menambahkan boraks atau zat-zat pewarna terlarang pada
makanan yang dibuatnya. Pencemaran bahan toksik pada makanan yang terjadi
dengan tidak sengaja, terjadinya pencemaran karena adanya bahan pencemar pada
makanan tidak sengaja diberikan oleh pembuat makanan. Sebagai contoh, misalnya
pencemaran pestisida pada makanan. Dalam hal ini pembuat makanan tidak sengaja
memberikan pestisida kepada makanan yang dibuatnya. Pencemaran dapat terjadi
mungkin karena air atau alat-alat yang digunakan untuk mengolahnya mengandung
pestisida.
Dalam Undang-undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang pangan, keamanan
pangan didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah
pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, benda-benda lain yang dapat
mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Penyakit yang
ditimbulkan karena pangan yang tercemar telah menjadi masalah di dunia.
Berdasarkan analisis data yang berhasil dihimpun saat ini, kasus-kasus penyakit
bawaan makanan (foodborne disease) atau keracunan makanan masih cukup tinggi.
Kasus keracunan makanan di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Masalah
keamanan pangan perlu ditangani secara bersama baik oleh pemerintah, produsen,
maupun konsumen. Produsen pangan bertanggung jawab untuk mengendalikan
keamanan pangan yang dihasilkan, konsumen bertanggung jawab untuk memantau
keamanan pangan yang ada di sekitarnya, sedangkan pemerintah bertanggung jawab
untuk mengatur dan mengawasi keamanan pangan yang beredar di masyarakat.
Bahan-bahan dan zat-zat pewarna tertentu dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia dinyatakan sebagai bahan berbahaya dan dilarang digunakan
sebagai bahan tambahan dalam makanan. Dalam Permenkes RI Nomor: 722/MenKes/
Per/IX/88 yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1168/
MenKes/Per/X/ 1999 disebutkan ada 10 bahan yang dinayatakan sebagai bahan
berbahaya dan dilarang penggunaannya dalam makanan. Di antara bahan-bahan
tersebut adalah asam borat dan senyawa-senyawanya. Dalam Permenkes RI Nomor:
239/ MenKes/ Per/V/85 disebutkan ada 30 macam zat pewarna yang dinyatakan
sebagai bahan berbahaya dan dilarang digunakan dalam makanan. Di antaranya adalah
Rhodamin B dan Methanil Yellow.
C. Pengaruh Boraks dan Zat Pewarna Terlarang pada Kesehatan
Pemakaian boraks dan zat-zat warna tertentu dalam pembuatan makanan
jajanan tradisional dapat dikatakan telah membudaya. Dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor: 722/MenKes/Per/IX/88 tentang bahan tambahan makanan dan
Nomor: 239/ MenKes/Per/ V/85 tentang zat-zat warna tertentu yang dinyatakan
sebagai bahan berbahaya, boraks dan zat-zat warna tertentu seperti halnya Methanil
Yellow dan Rhodamin B dinyatakan sebagai bahan yang berbahaya bagi kesehatan.
Karena itu bahan-bahan tersebut dilarang untuk digunakan dalam pembuatan
makanan.
Boraks dinyatakan sebagai bahan berbahaya bagi kesehatan karena dari hasil
percobaan dengan menggunakan tikus menunjukkan sifat karsinogenik. Dalam
makanan boraks akan terserap oleh darah dan disimpan di dalam hati. Karena tidak
mudah terlarut dalam air boraks bersifat kumulatif. Boraks di dalam tubuh dapat
menimbulkan bermacam-macam gangguan. Gangguan-gangguan umum yang
ditimbulkan boraks adalah sebagai berikut:
1. Dapat menyebabkan gangguan pada pertumbuhan bayi, terutama mata.
2. Menyebabkan gangguan proses reproduksi.
3. Dapat menimbulkan iritasi pada lambung, kulit merah dan mengelupas.
4. Menyebabkan gangguan pada ginjal, hati, dan testes.
Informasi tentang gangguan kesehatan karena boraks masih sangat sedikit,
bahkan dapat dikatakan belum ada bukti yang cukup kuat. Hal ini dapat dimengerti
karena akibat yang ditimbulkannya tidak dapat segera tampak. Gejala-gejala gangguan
kesehatan yang dapat diamati dalam jangka pendek karena menghisap atau kontak
secara langsung dengan boraks antara lain terjadinya iritasi pada hidung, saluran
pernapasan, dan mata. Selain itu, adanya pencemaran boron dalam waktu panjang
dapat menimbulkan gangguan reproduksi berupa menurunnya jumlah sperma pada
orang laki-laki. Dari hasil penelitian pada hewan menunjukkan bahwa dengan adanya
pencemaran boron dalam jangka panjang dapat menyebabkan gangguan pada jaringan
paru-paru dan inhalasi yang lama.
Pencemaran boron dalam kadar tinggi dalam waktu singkat dapat
menimbulkan bahaya pada perut, usus, hati, ginjal, dan otak. Dari hasil penelitian pada
hewan menunjukkan dengan adanya pencemaran boron pada hewan jantan dapat
menyebabkan gangguan pada testes dan gangguan kelahiran pada hewan betina yang
bunting. Terjadinya kontak langsung pada hewan dapat menyebabkan terjadinya iritasi
kulit. Akibat dari kontak dengan kulit manusia belum diketahui. Konsumsi boraks
secara terus menerus dapat mengganggu gerak pencernaan usus dan dapat
mengakibatkan usus tidak mampu mengubah zat makanan sehingga dapat diserap dan
diedarkan ke seluruh tubuh. Pada dosis 5 gram atau lebih dalam tubuh bayi dan anak
kecil dapat menyebabkan kematian. Pada orang dewasa kematian dapat terjadi pada
dosis 10 – 20 gram atau lebih.
Zat-zat pewarna tertentu karena membahayakan bagi kesehatan dilarang
penggunaannya dalam makanan. Seperti halnya Amaranth (merah) di Amerika
Serikat, Rusia, Australia, Norwegia, dan di negera-negara yang lain dilarang
digunakan sebagai tambahan makanan. Pewarna ini diketahui dapat menyebabkan
asma, ekzem, kanker. Erythrosine diketahui dapat menyebabkan bertambahnya
produksi hormon thyroid, hyperthyroidisme, dan kanker thyroid.
Zat-zat pewarna yang dilarang seperti halnya Methanil Yellow dan Rhodamin
B karena sifat kimianya bersifat sangat toksis sehingga membahayakan bagi
kesehatan. Kedua bahan pewarna tersebut telah diketahui merupakan penyebab kanker
yang gejalanya tidak dapat terlihat secara langsung setelah mengkonsumsinya. Karena
itu bahan pewarna tersebut dilarang untuk digunakan dalam makanan meskipun
dalam jumlah sedikit. Methanil Yellow yang biasa digunakan sebagai bahan pewarna
obat luar bila dikonsumsi dapat menyebabkan terjadinya diare, kerusakan ginjal dan
hati. Rhodamin B yang biasa digunakan sebagai pewarna tekstil karena mengandung
logam berat sangat berbahaya. Konsumsi Rhodamin B yang berlebihan atau terus
menerus dapat menyebabkan kerusakan hati atau kanker hati, dan kerusakan ginjal.
D. Bahaya Pencemaran Timbal pada Makanan dan Minuman
Timbal (Pb) adalah logam yang mendapat perhatian utama dalam segi
kesehatan, karena dampaknya pada sejumlah besar orang akibat keracunan makanan
atau udara yang terkontaminasi Pb memiliki sifat toksik berbahaya. Timbal bisa
terkandung di dalam air, makanan, dan udara. Pb di atmosfer berasal dari senyawa
hasil pembakaran bensin reguler dan premium yang tidak sempurna.
Percepatan pertumbuhan di sektor transportasi dapat dilihat dan dirasakan
pengaruhnya terhadap kehidupan manusia, khususnya di wilayah Kota Bandung.
Kepadatan arus lalu lintas disebabkan tingginya volume kendaraan yang tidak sesuai
dengan ketersediaan ruas jalan yang ada. Kondisi tersebut merupakan faktor utama
penyebab kemacetan arus lalu lintas. Dampak negatif yang didapatkan adalah
tingginya tingkat polusi udara lingkungan kota, sebagai hasil emisi gas pembuangan
kendaraan bermotor.
Dilihat dari sumbernya, pencemaran udara terbesar memang berasal dari asap
buangan kendaraan bermotor, khususnya di Kota Bandung. Hasil dari berbagai
observasi menyebutkan, kontribusi pencemaran udara dari transportasi mencapai
66,34% dari total pencemaran, sementara kegiatan industri menyumbang 18,90%,
permukiman 11,12% dan kegiatan persampahan 3,68%.
Asap kendaraan bermotor dapat mengeluarkan partikel Pb yang kemudian
dapat masuk/mencemari ke dalam makanan yang dijajakan di pinggir jalan atau dapat
terserap manusia secara langsung melalui pernapasan. Pb dapat merusak jaringan
saraf, fungsi ginjal, menurunkan kemampuan belajar dan membuat anak-anak
hiperaktif. Anak-anak yang menjadi paling menderita akibat pencemaran udara,
karena paru-parunya belum berkembang sempurna dan daya tahan tubuhnya belum
kuat. Tingkat kecerdasan seorang anak yang tubuhnya telah terkontaminasi Pb sampai
10 mikrogram bisa menurun atau menjadi idiot. Pada ibu hamil yang terkontaminasi
Pb dapat menyebabkan berkurangnya kesuburan, keguguran atau paling tidak, sel otak
jabang bayi menjadi tidak bisa berkembang.
Berbagai upaya dan tindakan pengamanan perlu dilakukan dalam rangka
mencegah dan mengurangi pencemaran Pb, baik yang berasal dari hasil pembakaran
mesin mobil/motor maupun hasil industri atau dari makanan/minuman yang tercemar
Pb. Upaya-upaya tersebut di antaranya adalah :
1. Melalui tes medis (misal tes kandungan Pb dalam darah), terutama bagi
seseorang/pekerja yang terpapar Pb.
2. Selalu mewaspadai terhadap pencemaran Pb dengan menghindari atau tidak
berada lama di tempat-tempat yang udaranya terkena polusi gas buangan kendaraan
maupun industri, khususnya bagi anak-anak dan ibu hamil.
3. Mengontrol lingkungan sebagai tempat beradanya unsur Pb bebas di udara, dan
penggunaan bensin tanpa Pb merupakan salah satu alternatif yang perlu segera
direalisasikan.
4. Memberikan informasi/penyuluhan tentang bahaya cemaran Pb terhadap
kesehatan kepada para pedagang makanan/minuman jajanan dan harus selalu dalam
keadaan tertutup rapat pada produk dagangannya.
5. Menghindari penggunaan peralatan-peralatan dapur atau tempat
makanan/minuman yang diduga mengandung Pb (misalnya keramik berglasur,
wadah yang dipatri atau mengandung cat, dan lain-lain).
6. Pemantauan terhadap kadar Pb di udara maupun dalam makanan/minuman secara
berkesinambungan, dengan melibatkan instansi yang terkait dan suatu lembaga-
lembaga penelitian.
E. Dampak Positif dari Hadirnya PKL
Pada umumnya barang-barang yang diusahakan PKL memiliki harga yang
tidak tinggi, tersedia di banyak tempat, serta barang yang beragam. Dan uniknya
keberadaan PKL bias menjadi potensi pariwisata yangcukup menjanjikan. Sehingga
PKL banyak menjamur di sudut-sudut kota, karena memang sesungguhnya pembeli
utama adalah kalangan menengah kebawah yang memiliki daya beli rendah. Dampak
positif terlihat pula dari segi sosial dan ekonomi karena keberadaan PKL
menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi kota karenasektor informal memiliki
karakteristik efisien dan ekonomis. Hal tersebut,menurut Sethurahman selaku
koordinator penelitian sektor informal yang dilakukan ILO di delapan negara
berkembang, karena kemampuan menciptakan surplus bagi investasi dan dapat
membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan usaha-usaha
sektor informal bersifat subsisten dan modal yang digunakan kebanyakan berasal dari
usaha sendiri. Modal ini sama sekali tidak menghabiskan sumber daya ekonomi yang
besar.
F. Dampak Negatif dari Hadirnya PKL
Penurunan kualitas ruang kota ditunjukan oleh semakin tidak terkendalinya
perkembangan PKL sehingga seolah-olah semua lahan kosong yang strategis maupun
tempat-tempat yang strategis merupakan hak para PKL. PKL mengambil ruang
dimana-mana, tidak hanya ruang kosong atau terabaikan tetapi juga pada ruang yang
jelas peruntukkannya secaraformal. PKL secara illegal berjualan hampir di seluruh
jalur pedestrian,ruang terbuka, jalur hijau dan ruang kota lainnya. Alasannya karena
aksesibilitasnya yang tinggi sehingga berpotensi besar untuk mendatangkan konsumen
juga. Akibatnya adalah kaidah-kaidah penataan ruang menjadi mati oleh pelanggaran-
pelanggaran yang terjadi akibat keberadaan PKL tersebut.
Keberadaan PKL yang tidak terkendali mengakibatkan pejalan kaki berdesak-
desakan, sehingga dapat timbul tindak kriminal (pencopetan). Mengganggu kegiatan
ekonomi pedagang formal karena lokasinya yang cenderung memotong jalur
pengunjung seperti pinggir jalan dan depan toko. Dan sebagian dari barang yang
mereka jual tersebut mudah mengalami penurunan mutu yang berhubungan dengan
kepuasan konsumen.
BAB III
BIOMONITORING LINGKUNGAN
A. Desain Program Monitoring
Biomonitoring adalah pengujian sampel dari makhluk hidup yang terpapar
bahan kimia. Tanpa biomonitoring, diagnosis dan pengobatan terhadap paparan
bahan kimia dapat tertunda. Secara umum tujuan dari pemantauan biologi secara
langsung adalah untuk menilai jumlah bahan kimia yang diserap organisme (dosis
internal).
Kegiatan monitoring dapat dipakai untuk mengevaluasi risiko kesehatan
yang berhubungan dengan jajanan pedagang kaki lima yang dimungkinkan
makanan atau minumannya tercemar oleh bahan polutan. Dikenal ada 3 jenis
monitoring yaitu:
1. Monitoring ambien untuk menilai risiko kesehatan
Monitoring ambien tersebut digunakan untuk memonitor paparan
eksternal dari bahan kimia untuk mengetahui berapa kadar bahan kimia di
dalam air, makanan, dan udara. Risiko kesehatan dapat diperkirakan
(diprediksi) berdasarkan batas paparan lingkungan, misalnya Treshold Limit
Value (TLV) dan Time Weighted Average (TWA) dari suatu paparan.
2. Monitoring biologi dari paparan (MB paparan)
Monitoring biologi suatu paparan adalah pemantauan suatu bahan yang
mengadakan penetrasi ke dalam tubuh dengan efek sistemik yang
membahayakan. Monitoring biologi dari suatu paparan dapat dipakai untuk
mengevaluasi risiko kesehatan. Monitoring biologi tersebut dilaksanakan
dengan memonitor dosis internal dari bahan kimia, misalnya jumlah dosis
efektif yang diserap oleh organisme. Risiko terhadap kesehatan diprediksi
dengan membandingkan nilai observasi dari parameter biologi dengan
Biological Limit Value (BLV) dan/atau Biological Exposure Index (BEI).
3. Monitoring biologi dari efek toksikan (health surveillance)
Tujuan monitoring biologi dari efek toksikan adalah memprediksi dosis
internal untuk menilai hubungannya dengan risiko kesehatan, mengevaluasi
status kesehatan dari individu yang terpapar dan mengidentifikasi tanda efek
negatif akibat suatu paparan.
Dalam rangka analisis keadaan lingkungan, masalah indikator biologis
perlu diketahui dan ditentukan. Indikator biologis dalam hal ini merupakan
petunjuk ada-tidaknya kenaikan keadaan lingkungan dari garis dasar, melalui
analisis kandungan logam atau kandungan senyawa kimia tertentu yang terdapat
di dalam media biologi. Media biologi yang dapat digunakan untuk menganalisa
kandungan bahan kimia dari polusi udara di pinggir jalan raya yang dapat
mencemari makanan atau minuman yang dijual dipinggir jalan, antara lain :
1. Berasal dari manusia
Media biologi pada manusia yang sering dipakai adalah urine, darah,
udara alveolus. Sedangkan media biologi yang jarang dipakai untuk
pengukuran bahan kimia atau metabolik adalah ASI, lemak, air liur, rambut,
kuku, gigi dan plasenta. Pada umumnya urine dipakai sebagai media untuk
mengukur bahan kimia anorganik dan organik yang mudah larut dalam air.
Darah dipakai sebagai media untuk sebagian besar bahan kimia anorganik
dan organik yang sukar dilakukan biotransformasi. Sedangkan udara alveolus
dipakai untuk bahan yang mudah menguap.
2. Tumbuhan
Perubahan ambien atmosfer oleh adanya bahan pencemar udara akan
dapat mempengaruhi kehidupan tanaman. Respon tumbuhan secara
makroskopis :
Kerusakan daun
Gangguan perkecambahan
Perubahan morfologi pertumbuhan
Sedangkan respon tumbuhan secara mikroskopis adalah sebagai berikut :
Penurunan kadar klorofil
Penurunan biokimia dan fisiologi
Kerusakan stomata
Penurunan kandungan lemak dan gula
Penurunan laju fiksasi CO
Jenis-jenis tumbuhan indicator pada pencemaran udara antara lain :
Lumut (Bryophyta)
Lichen
Tumbuhan tingkat tinggi, seperti : pohon, semak, dan tanaman. Sebagai
contoh, Daun pinus jarum dapat dipakai sebagai indikator pencemaran
alifatik hidrokarbon. Dengan pemeriksaan gas kromatografi ditemukan
bahwa kadar hidrokarbon lebih tinggi pada daun pohon pinus yang
berumur tua.
B. Peran Monitoring
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa biomonitoring
merupakan cara ilmiah untuk mengukur paparan manusia dengan alam maupun
bahan kimia berdasarkan sampling dan analisis terhadap jaringan individu dan
cairan. Bahan sampling diantaranya adalah darah, urine, ASI, udara nafas, rambut,
kuku, lemak, tulang, dan jaringan lain. Peran dari Biomonitoring adalah :
1. Melakukan survei langsung mengenai penyajian, pencucian, dan ke-higienisan
jajanan yang dijual oleh pedagang kaki lima terhadap individu manusia dan
populasi.
2. Menyediakan data yang dibutuhkan untuk memprediksi resiko yang akan
terjadi apabila mengkonsumsi jajanan pinggir jalan.
3. Menyediakan data yang digunakan untuk pengambilan keputusan mengenai
kebutuhan penelitian yang akan datang.
4. Mengajak Pemerintah serta warga penduduk secara tidak langsung untuk
mengatasi masalah para pedagang kaki lima yang ada untuk memperbaiki
keadaan di masa depan. Seperti menyediakan tempat yang layak bagi para
pedagang kaki lima untuk menjual dagangannya, sehingga makanan dan
minumannya dapat terhindar dari pencemaran polusi.
C. Uji Biomonitoring
Dalam biomonitoring terdapat beberapa uji untuk mengetahui seberapa
besar pencemaran terjadi. Uji bimonitoring dapat dilakukan dengan beberapa cara,
antara lain:
1. Uji monitoring biologis
Dalam uji ini, biasanya dilakukan dengan mengukur bahan kimia atau
hasil metabolit yang ada pada media biologi. Sampel yang biasa digunakan
misalnya urine dan udara pernafasan.
2. Uji selektif dan nonselektif
a. Uji selektif
Dilakukan untuk menguji bahan kimia yang tidak mengalami
biotransformasi seperti bahan kinia anorganik. Sedangkan untuk bahan-
bahan organik biasanya lebih mudah mengalami metabolisme dan terlarut
dalam air sehingga mudah dikeluarkan.
b. Uji nonselektif
Beberapa contoh indikatornya antara lain penentuan metabolit diazo
positif dalam urine untuk monitoring paparan amina aromatik. Selain itu
ada penentuan aktivitas mutagenetik dalam urine pada perokok, perawat
yang mengelola obat sitostatik dan lain sebagainya.
3. Uji biomonitoring logam
Dalam uji ini dibagi menjadi beberapa bagian, yang pertama logam
yang ditemukan pada darah atau urine (di dalam tubuh makhluk hidup) antara
lain cadmium, besi, mangan, tembaga, merkuri, seng.
Yang kedua, logam berat di atmosfer ditemukan pada jaringan burung,
misalnya timbal, arsen, merkuri, cadmium. Logam-logam berat tersebut
berasal dari pabrik pengelasan logam dan secara tidak langsung burung
memakan serangga yang terkontaminasi oleh logam berat tersebut. Akumulasi
logam pada burung terjadi di bulu atau jaringan pada burung.
Yang ketiga, logam berat di perairan yang ditemukan pada ikan, antara
lain Cd, Cu, Pb, Zn. Kadar logam-logam tersebut akan meningkat apabila ada
peningkatan kadar BOD di perairan.
Yang keempat, logam berat di perairan yang ditemukan pada hewan
invertebrata, antara lain Cr, Cu, Pb, Co, Cd, Ni. Adanya logam pada hewan
invertebrata mengindikasikan bahwa terjadi pencemaran pada perairan
tersebut.
Yang kelima, tanaman perairan maupun tanaman darat dapat digunakan
sebagai indikator pencemaran logam berat. Pinus dapat digunakan sebagai
bioindikator untuk logam berat Pb, Cd, Zn, As. Vegetasi fitoplankton dapat
digunakan sebagai bioindikator untuk logam berat Cu, Cd dan Zn yang ada
dalam perairan.
4. Uji zat organik
Akumulasi zat organik pada beberapa media biologi merupakan
bioindikator yang potensial untuk mendeteksi adanya pencemaran. Misalnya
meningkatnya bilirium pada tikus yang menunjukkan adanya paparan Tri Nitro
Toluen (TNT), terakumulasinya Polychlorinated Biphenyl (PCB), pestisida dan
bahan anthropogenik pada tubuh ikan sebagai indikator tercemarnya ekosistem
perairan.
5. Uji limbah cair
Studi toksisitas yang dipakai untuk menguji buangan limbah cair adalah
dengan pemakaian bakteri dan invertebrata. Sebagai contoh untuk menilai air
laut yang terkontaminasi bahan kimia pemutih adalah dengan uji inhibisi
pertumbuhan algae dan uji larva biota air.
6. Uji pencemaran udara
Perubahan ambien atmosfer oleh adanya bahan pencemar udara akan
dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Misalnya daun pinus dapat
digunakan sebagai indikator pencemaran alifatik hidrokarbon. Dengan
kromatografi gas, ditemukan bahwa kadar hidrokarbon akan lebih tinggi pada
daun yang berumur tua.
7. Uji adifikasi
Keasaman (adifikasi) dapat dideteksi dengan biomarker biota yang
hidup di perairan tersebut. Jika pH rendah, maka logam besi dan lainnya akan
terdeteksi. Efek perairan dengan pH rendah, logam toksik dan Dissolved
Organic Carbon (DOC) akan menyebabkan terhambatnya metamorfose hewan
amfibi dan menurunnya daya tahan hewan tersebut.
8. Uji kesehatan manusia
Biomonitoring logam Pb dan Cd pada wanita yang melahirkan
dilakukan dengan pemeriksaan air susu ibu dan darah, terutama pada wanita
yang bekerja di pabrik pengecoran logam. Biomonitoring paparan genotoksid
terhadap karyawan pabrik aluminium ditunjukkan adanya DNA-adducts dalam
sel limfosit darah perifernya.
D. Biomonitoring Bakteri Patogen
Bahan pangan dapat bertindak sebagai perantara atau substrat untuk
pertumbuhan mikroorganisme patogenik dan organisme lain penyebab penyakit.
Penyakit menular yang cukup berbahaya seperti tifus, kolera, disentri, atau tbc,
mudah tersebar melalui bahan makanan.
Peralatan makan dalam pedagang makanan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari prinsip-prinsip penyehatan makanan (food hygiene), alat makan
yang kelihatan bersih belum merupakan jaminan telah memenuhi persyaratan
kesehatan karena dalam alat makan tersebut telah tercemar bakteri yang
menyebabkan alat makan tersebut tidak memenuhi kesehatan. Tempat–tempat
penjualan makanan dikenal sebagai tempat yang berpotensi sebagai hazard bagi
kesehatan, hazard merupakan agent biologi, kimia, fisik atupun kondisi potensial
yang menimbulkan bahaya tempat–tempat penjualan makanan tersebut dapat
menjadi tempat penyebaran penyakit.
Berdasarkan Permenkes No. 304 pasal 9 ayat 1 dijelaskan bahwa peralatan
yang di gunakan harus memenuhi syarat kesehatan. Kebersihan peralatan
makanan yang kurang baik akan mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan
dan perkembangbiakan kuman, penyebaran penyakit dan keracunan, untuk itu
peralatan makanan haruslah dijaga terus tingkat kebersihannya supaya terhindar
dari kontaminasi kuman patogen serta cemaran zat lainnya.
Berdasarkan Permenkes No. 304 tahun 1989 Peralatan yang kontak
langsung dengan makanan yang siap disajikan tidak boleh mengandung angka
kuman yang melebihi ambang batas, dan tidak boleh mengandung E. coli per cm2
permukaan air. Oleh karena itu pentingnya melakukan pengawasan terhadap
peralatan makan mengingat pengaruhnya terhadap sanitasi makanan yang kita
konsumsi. Kontaminasi pada makanan yang salah satunya disebabkan dari
keberadaan peralatan makan yang tidak bersih akan mengakibatkan terjadinya
penyakit akibat kontaminasi bakteri yang terdapat dalam peralatan makan yang di
gunakan yang dapat menimbulkan penyakit yang dikenal dengan food and water
borne disease, dimana masuknya makanan kedalam tubuh yang mengakibatkan
kontaminasi yang tidak di inginkan masuk ke dalam tubuh dikarenakan makanan
terkontaminasi oleh mikroba, terdapatnya mikroba ini yang menimbulkan
terjadinya penyakit infeksi saluran cerna.
Ada beberapa bakteri ada dalam makanan, yang menyebabkan penyakit
(Novita, 2012), antara lain:
1. E. coli (Escherichia coli)
Bakteri hidup di usus makhluk hidup seperti manusia, kambing, sapi
dsb. Manusia yang terkontaminasi E coli akan menderita gejala diare berat,
sakit perut, muntah-muntah.
2. Listeria
Bakteri ini hidup di tanah dan air, hingga mudah sekali berpindah ke
jenis sayuran dan buah yang langsung bersentuhan dengan tanah. Juga buah
yang kulitnya keras misalnya melon, semangka dan ketimun. Bahkan dalam
lemari pendingin sekalipun, bakteri ini dapat menyebar. Karenanya bersihkan
buah sebelum dimasukkan dalam lemari pendingin. Gejala akibat bakteri ini
adalah demam, panas dingin, sakit kepala, sakit perut.
3. Vibrio parahaemolyticus
Bakteri ini hidup dalam jenis makanan laut atau seafood mentah. Jika
terinfeksi bakteri ini, maka akan timbul mual, muntah demam, dan diare.
4. Salmonela
Bakteri ini hidup pada telur mentah, daging, dan makanan mentah lain.
Menjaga kebersihan makanan sebelum dikonsumsi dengan cara memasak
terlebih dahulu akan menjauhkan infeksi seperti diare, demam, sakit perut, dan
sakit kepala.
5. Campylobacter
Campylobacter jejuni adalah bakteri berbentuk spiral yang berkembang
di ayam dan sapi. Bakteri ini bisa menginfeksi tanpa menyebabkan gejala
penyakit.
Pada manusia, bakteri Campylobacter menyebabkan diare, perut keram,
nyeri perut, dan demam. Feses diare seringkali berdarah. Kebanyakan kasus
infeksi memang ringan, tetapi bakteri ini bisa berakibat fatal pada anak-anak,
lansia, dan orang yang menderita gangguan imun.
Cara menghindari bakteri ini adalah memasak daging sampai matang,
mencuci tangan dengan sabun setelah menyentuh daging mentah, serta
membersihkan peralatan masak yang dipakai mengolah daging mentah (Anna,
2012).
6. Toksoplasma
Lebih dari 60 juga pria, wanita, dan anak-anak di Amerika Serikat
membawa parasit Toxoplasma gondii. Tetapi jarang ada yang menunjukkan
gejala karena sistem imun menjaga supaya parasit ini tidak menyebabkan sakit.
Akan tetapi, ada juga orang yang mengalami toksoplasmosis, dengan
gejala seperti akan sakit flu, yakni sakit kepala, tidak enak badan, dan demam.
Pada ibu hamil, parasit ini bisa menyebabkan gangguan serius seperti
kerusakan otak, mata, dan organ lain pada janin.
Kebanyakan orang terinfeksi toksoplasma setelah kontak dengan feses
kucing yang membawa parasit, mengonsumsi daging yang belum matang, atau
minum air yang terkontaminasi (Anna, 2012).
7. Norovirus
Norovirus adalah virus penyebab gastroenteritis, penyakit yang memicu
inflamasi di perut dan usus. Sebagian orang menyebutnya sebagai "flu perut".
Virus ini ditemukan pada makanan dan minuman yang terkontaminasi. Ia juga
bisa hidup di permukaan atau menyebar karena kontak dengan orang yang
terinfeksi. Gastroenteritis sangat menular.
Gejalanya antara lain mual, sakit perut, muntah, diare, sakit kepala,
demam, dan kelelahan, yang berlangsung beberapa hari. Kebanyakan orang
bisa pulih dengan cepat, tetapi pada mereka yang kurang minum untuk
menggantikan cairan yang hilang akibat muntah dan diare, diperlukan infus.
Untuk mencegah novovirus, cucilah tangan dengan sabun sebelum
makan, bersihkan dengan disinfektan permukaan di dapur dan kamar mandi
(Anna, 2012).
BAB IV
HASIL KUNJUNGAN LAPANGAN
Kunjungan lapangan ini dilakukan pada hari Kamis tanggal 6 September 2012.
Kunjungan lapangan dilakukan di beberapa Jajanan Warung Pedagang Kaki Lima di sekitar
Kampus UNS, Kentingan Jebres Surakarta. Beberapa jajanan PKL yang kami kunjungi
diantara lain pedagang Siomay, Batagor, Bubur ayam, Soto Ayam, Ketoprak, Mie Ayam,
Angkringan “Mas Same”, minuman jus, dan Angkringan “Sany”.
(a)
(b)
Gambar 1. (a) Pedagang kaki lima (PKL); (b) Tempat cuci peralatan makan di PKL
Kunjungan ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kebersihan dan kesehatan makanan
yang ada di PKL tersebut. Selain itu untuk megetahui kebersihan di sekitar lingkungan
warung pedagang kaki lima.
Dari hasil kunjungan yang kami lakukan, didapatkan beberapa informasi tentang warung
pedagang kaki lima.
1. Pedagang Siomay
Tingkat higienitas makanan siomay rendah. Hal ini dapat dilihat dari tempat
pencucian piring dan gelas, air yang digunakan tidak mengalir dan hanya ditempatkan
pada ember. Dimana jika pencucian dilakukan dengan cara seperti itu tidak sesuai
dengan standar kebersihan.
Gambar 2. Tempat cuci peralatan makan di pedagang siomay
Karena kotoran atau bakteri yang ada tidak hilang, namun tetap menempel
pada peralatan makan. Selain itu, kebersihan lingkungan disekitar juga tidak memenhi
standar karena berada di pinggir jalan dimana banyak polusi kendaraan.
Selain itu, pada saat penyajian makanannya, piring yang digunakan
dibersihkan dengan menggunakan lap bersih. Penggunaan lap sekali sehari. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat kebersihan peralatan makan yang kurang. Seharusnya lap
yang disediakan beberapa lap bersih untuk membersihkan peralatan makan dalam satu
hari.
2. Bubur Ayam
Kunjungan di warung PKL yang menjajakan bubur ayam, tingkat
kebersihannya juga rendah. Karena untuk tempat pencucian piring dan gelas, air yang
digunakan tidak mengalir dan hanya ditempatkan pada ember. Dimana jika pencucian
dilakukan dengan cara seperti itu tidak sesuai dengan standar kebersihan.
Gambar 3. Gerobak pedagang bubur ayam
Karena kotoran atau bakteri yang ada tidak hilang, namun tetap menempel
pada peralatan makan. Selain itu, kebersihan lingkungan disekitar juga tidak memenhi
standar karena berada di pinggir jalan dimana banyak polusi kendaraan. Dan juga,
bungkus bubur ayam menggunakan stereofoam.
3. Angkringan
Pada pedagang angkringan diatas, tingkat kebersihannya juga rendah. Karena
untuk tempat pencucian piring dan gelas, air yang digunakan tidak mengalir dan hanya
ditempatkan pada ember.
Gambar 4. Angkringan Mas Same
Dimana jika pencucian dilakukan dengan cara seperti itu tidak sesuai dengan
standar kebersihan. Karena kotoran atau bakteri yang ada tidak hilang, namun tetap
menempel pada peralatan makan.
4. Minuman Jus
Tingkat kebersihan di warung jus lebih tinggi dari tempat-tempat yang lain.
Karena untuk tempat pencucian gelas, air yang digunakan mengalir. Kebersihannya
cukup terjamin.
(a) (b)
Gambar 5. (a) Tempat cuci pedagang jus; (b) Gelas plastik dan sedotan plastik
sebagai tempat penyajian jus (bungkus dibawa pulang)
Dari gambar di atas, dapat dilihat juga pemakaian air mineral dari galon. Hal
ini menunjukkan bahwa bahan yang digunakan untuk membuat jus cukup higienis. Di
samping dari buah-buahan yang digunakan cukup segar, penggunaan air mineral untuk
membuat jus juga akan membuat jus tersebut cukup banyak diminati konsumen.
5. Pedagang Ketoprak
Tingkat kebersihan di warung ketoprak relatif masihrendah. Karena untuk
tempat pencucian piring dan gelas, air yang digunakan tidak mengalir dan hanya
ditempatkan pada ember. Dimana jika pencucian dilakukan dengan cara seperti itu
tidak sesuai dengan standar kebersihan.
Gambar 6. Cara penyajian ketoprak
Karena kotoran atau bakteri yang ada tidak hilang, namun tetap menempel
pada peralatan makan. Selain itu, tempatnya juga berada di pinggir jalan.
Dari gambar (a) di atas, cara penyajian ketoprak sudah cukup higienis. Dimana
tidak ada ceceran bahan ataupun sampah yang ada di meja penyajian. Penempatan
bahan makanan yang cukup rapi.
Namun pada gambar (b), lokasi warung ketoprak yang dekat dengan jalan raya
tidak memenuhi syarat. Hal ini disebabkan karena kemungkinan makanan akan
terkontaminasi oleh polusi udara yang ditimbulkan dari asam kendaraan bermotor.
Asap kendaraan yang bersifat toksik akan mencemari makanan.
6. Mie Ayam
Tingkat kebersihan di penjual mie ayam masih rendah. Karena untuk tempat
pencucian piring dan gelas, air yang digunakan tidak mengalir dan hanya ditempatkan
pada ember. Dimana jika pencucian dilakukan dengan cara seperti itu tidak sesuai
dengan standar kebersihan. Karena kotoran atau bakteri yang ada tidak hilang, namun
tetap menempel pada peralatan makan.
Gambar 7. Gerobak mie ayam
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa tingkat kebersihan pada gerobak mie
ayam sangat rendah. Ada kain lap yang tergantung di gerobak tersebut. Gerobak yang
terkesan berantakan menunjukkan kurangnya higienitas makanan. Selain itu, di dekat
gerobak diletakkan tempat sampah.
7. Batagor
Tingkat kebersihan di penjual batagor masih cukup rendah. Karena untuk
tempat pencucian piring dan gelas, air yang digunakan tidak mengalir dan hanya
ditempatkan pada ember. Walaupun digunakan tiga ember, dimana ember pertama
untuk mencelupkan piring kotor, sedangakan ember kedua dan ketiga untuntuk
membilas, tingkat kebersihannya masih kurang. Seperti yang telah diketahui bahwa
cara pencucian yang benar adalah dengan menggunakan air yang mengalir.
(a) (b)
Gambar 8. (a) Cara penggorengan batagor; (b) Tempat pencucian
Karena kotoran atau bakteri yang ada tidak hilang, namun tetap menempel
pada peralatan makan. Dan juga bungkus yang digunakan adalah plastik.
Penggantian minyak goreng untuk menggoreng dilakukan satu kali sehari.
Dimana tiap hari digunakan minyak baru untuk menggoreng batagor. Untuk minyak
bekas menggoreng, biasanya digunakan untuk menggoreng kacang tanah untuk
sambal kacangnya. Namun, terkadang minyak bekas tersebut dibuang. Minyak goreng
yang dipakai berkali-kali akan menyebabkan penyakit. Hal ini dikarenakan akumulasi
zat toksik pada minyak goreng dari bahan makanan yang digoreng.
Untuk pembungkus makanannya digunakan plastik bening. Plastik yang
digunakan kurang memenuhi syarat. Hal ini karena plastik yang digunakan sangat tipis
dan kemungkinan jika terkena bahan makanan yang cukup panas, polimer penyusun
plastik dapat terdegradasi sehingga akan menyebakan zat toksik pada makanan.
8. Soto Ayam
Tingkat kebersihan di warung soto ayam juga masih relatif rendah. Karena
untuk tempat pencucian piring dan gelas, air yang digunakan tidak mengalir dan hanya
ditempatkan pada ember. Dimana jika pencucian dilakukan dengan cara seperti itu
tidak sesuai dengan standar kebersihan. Karena kotoran atau bakteri yang ada tidak
hilang, namun tetap menempel pada peralatan makan. Dan juga bungkus yang
digunakan adalah plastik.
Gambar 9. Warung soto ayam
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Tingkat higienitas warung PKL masih cukup rendah. Ada beberapa aspek
standar kesehatan yang belum terpenuhi misalnya:
1. Lokasi warung yang dekat atau di pinggir jalan raya
2. Tempat penyajian, meliputi piring, gelas, mangkok, sendok dan garpu
3. Cara pencucian dengan air mengalir atau beberapa buah ember
B. Saran
Perlu dilakukan sosialisasi dan penyuluhan kepada para PKL tentang
pentingnya menjaga mutu makanan yang dijual, agar makan yang dijual tetap enak
dan tetap bergizi.
Daftar Pustaka
Anna, Lusia Kus. 2012.
http://health.kompas.com/read/2012/09/17/17325147/7.Bakteri.dalam.Makanan.Penyeb
ab.Sakit (diakses tanggal 27 September 2012)
Berg, Alan dan Robert J. Muscat. 1987. Faktor Gizi. Jakarta: Bharata Karya Aksara
Foerwadarminta, W. J. S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarata: BalaiPustaka
http://id.wikipedia.org/wiki/Pedagang_kaki_lima
http://hmibecak.wordpress.com/2007/08/01/melihat-fenomena-pedagang- kaki-lima-melalui-
aspek-hukum/
http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-nurmaini2.pdf
http://restatika.wordpress.com/2010/03/08/kebijakan-pemerintah-melarang-pedagang-kaki-
lima/
http://www.kompas.com/kompascetak/0305/28/jatim/336650.html/http://
veronicakumurus.Blospot.Com/2006/08/pedagang-kaki-limapkldanpotensialnya.html/
http://www.thejakartapost.com/news/2008/11/08/street-vendors-also- deserve-urban-
space.html
Novita. 2012. http://sidomi.com/128723/jenis-bakteri-penyebab-penyakit-yang-hidup-dalam-
makanan/ (diakses tanggal 27 September 2012)
Sastrawijaya, Tresna. 1992. Pencemaran Lingkungan. Majalah Kesehatan, edisi III. Jakarta:
Rineka Cipta
Sediaoetaman, Achmad Djaeni. 1989. Ilmu Gizi dan Rakyat. jilid II. Jakarta