sekanrio a blok 15 tahun 2015
DESCRIPTION
dgTRANSCRIPT
IDENTIFIKASI MASALAH
A. Mr.T, 56 yo, a becak driver, comes to MH Hospital because he has been having
epigastric pain since eight hours aqo while he was working. The pain radiated to his
lower jaw, and it felt like burning. ***
1. Bagaimana hubungan usia, jenis kelamin, dan pekerjaan dengan keluhan yang
dialami Mr.T? (ica, nilam)
insiden IMA meningkat seiring dengan bertambahnya usia,pada laki-laki mencapai
puncak pada umur 55-64 tahun, sedangkan wanita pada usia 80 tahun. Pada usia antara
35-55 tahun,laki-laki lebih besar untuk terkena dari pada wanita dengan perbandingan 6:1
dan akan berkurang dengan perbandingan 1:1 pada usia selanjutnya.
Pada usia dibawah 30 tahun,factor predisposisi seperti hipertensi,diabetes mellitus,dan
hiperlipoproteinemia dapat meningkatkan terjadinya IMA.
2. Apa penyebab Mr.T mengalami epigastric pain? (emir, nabil)
3. Bagaimana mekanisme epigastric pain (nyeri ulu hati)? (satria, rahma)
4. Organ apa saja yang terdapat pada regio epigastric? (denara, ica)
5. Apa saja jenis-jenis chest pain? (iqbal, emir)
6. Bagaimana topografi dermatom penyebaran epigastric pain? (fitrah, satria)
7. Mengapa epigastric pain yang dialami Mr.T menyebar di lower jaw? (helvie,
denara)
8. Mengapa Mr.T mengalami epigastric pain sejak 8 jam yang lalu saat bekerja?
(fenrizal, iqbal)
nyeri dada akut yaitu IMA (infark miokard akut ). Pada IMA, nyeri dada tipikal (angina)
merupakan gejala kardinal. Sifat nyeri dada angina yaitu muncul saat latihan fisik keras
ataupun saat bekerja. Pada kasus diatas, Pak Saman yang merupakan seorang pengangkut
barang dapat diklasifikasikan sedang bekerja (keras). Infark miokard adalah kurangnya
oksigen ke otot-otot jantung, apabila ditambah dengan aktivitas fisik yang keras, maka
akan menimbulkan rasa nyeri ketika/ yang dipicu oleh aktivitas
B. He was unconcious fo three minutes. He also complained shortness of breath,
sweating, and nauseous. ****
1. Bagaimana mekanisme:
a. unconcious fo three minutes, (dea, fitrah)
b. shortness of breath, (nilam, helvie)
c. sweating, (nabil. fenrizal)
d. nauseous (rahma, dea)
2. Bagaimana korelasi antar keluhan yang dialami Mr.T? (ica, nilam)
C. He has history of hypertension. He is a heavy smoker. **
1. Struktur anatomi apa saja yang terganggu pada penderita hypertension? (emir,
nabil)
2. Apa korelasi antara riwayat hypertension dan heavy smoker? (satria, rahma)
3. Bagaiaman dampak heavy smokers pada sistem cardiovaskular Mr.T? (denara, ica)
4. Bagaimana kompensasi tubuh Mr.T pada riwayat hypertension? (iqbal, emir)
5. Bagaimana patofisiologi dari hypertension? (fitrah, satria)
6. Bagimana korelasi riwayat penyakit Mr.T dengan keluhan yang dialami sekarang?
(helvie, denara)
D. PE: *
Dyspnea, height: 160 cm, body weight: 70 kg, BP: 150/100, HR: 58bpm reguler. PR:
58 bpm, regular, equal, RR:24 x/min
Pallor, diaphoresis, JVP (5-2) cmH20, muffle heart sounds, minimal basal rales (+) on
both side, liver: not palpable, ankle edema (-)
1. Bagaimana intepretasi dan mekanisme abnormal PE;
a. Dyspnea, (fenrizal, iqbal)
b. IMT (dea, fitrah)
c. BP HR PR RR (nilam, helvie)
BP : 150/100 mmHG (berdasarkan JNC (Joint National Committe on Prevention,
Detection, Evaluatin, and Treatment of High Blood Pressure) termasuk hipertensi tahap
2
HR : 58 bpm
PR: 58 bpm (bradikardi)
RR: 24 x/min (normal)
d. Pallor (nabil, fenrizal)
e. diaphoresis (rahma, dea)
f. JVP (ica, nilam)
JVP Mr.T adalah 5-2 cmH2O (normal)
g. Muffle heart sounds (emir, nabil)
h. minimal basal rales (satria, rahma)
i. IMT (denara, ica)
2. Bagiaman hubungan IMT Mr.T dengan resiko penyakit cardiovascular? (iqbal,
emir)
3. Bagaimana resiko kematian yang mungkin terjadi dengan riwayat hipertensi pada
kasus? (fitrah, satria)
E. Lab Result: *
Hemoglobin: 14g/dL, WBC: 9.800/mm3, DC: 0/2/5/65/22/6, ESR 20/mm3, Platelet:
214.000/mm3.
Total cholestrol 328 mg%, TGC 285 mg%, LDL 194 mg%, HDL 25mg% CN NAC
473 u/L, CK MB 72 u/L, Troponin I : 0,3 ng/ml
1. Bagaimana intepretasi dan mekanisme abnormal LR;
a. Hemoglobin (helvie, denara)
b. WBC (fenrizal, iqbal)
c. DC (dea, fitrah)
d. ESR (nilam, helvie)
e. Platelet (nabil, fenrizal)
f. Total cholestrol (rahma, dea)
g. TGC (ica, nilam)
Trigliserid 285 mg% (tidak normal),normalnya 150 mg/dl
h. LDL (emir, nabil)
i. HDL (satria, rahma)
j. CN NAC (denara, ica)
k. CK MB (iqbal, emir)
l. Troponin I (fitrah, satria)
2. Apa tujuan pemeriksaan CK NAC, CK MB, dan Troponin I pada kasus Mr.T?
(helvie, denara)
3. Adakah pemeriksaan cardiac marker yang lebih baik untuk memastikan diagnosis
Mr.T? (fenrizal, iqbal)
F. Ad Ex*
Chest X-Ray: cor CTR > 50%, boot-shaped. Lungs: bronchovascular marking
increased.
ECG: sinus rhythm, normal axis, HR: 58 bpm, regular, PR interval 0,24 s, pathologic
Q wave / ST elevation at lead II, III, aVF dan ST depression at lead VI, V2, V3
1. Bagaimana intepretasi dan mekanisme abnormal AE? (dea, fitrah)
2. Bagaimana gambaran gelombang EKG normal? (nilam, helvie)
3. Bagaimana kemungkinan kelainan yang muncul pada pathologic Q wave, ST
elevation, dan ST depression sesuai kasus? (nabil, fenrizal)
Analisa Klinis
a. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada kasus Mr.T? (rahma, dea)
Diagnosis IMA ditegakkan bila terdapat dua dari tiga kriteria gejala IMA yaitu,
nyeri dada lebih dari 30 menit yang mengarah kepada IMA, perubahan EKG, serta
parameter biokimiawi seperti enzim AST, LDH, CK dan CK-MB. Pada kriteria
IMA berdasarkan gejala klinik merupakan dasar diagnosis yang sangat penting,
namun berdasarkan data statistik, gejala klinik IMA sering tidak spesifik, yaitu
kurang lebih terdapat pada sepertiga jumlah penderita IMA, terutama pada
penderita diabetes dan lansia. Gejala iskemik pada penderita diabetes dan lansia
tidak khas. Kriteria kedua, yaitu IMA dapat ditegakkan berdasarkan gambaran
EKG, dimana terdapat gelombang QRS yang abnormal dan ada tidaknya ST
elevasi. Pemerikasaan EKG untuk mendiagnosa IMA mempunyai sensitivitas
yang rendah, yaitu hanya 50 %. Kriteria ketiga untuk menegakkan diagnosa IMA
berdasarkan adanya peningkatan penanda biokimia, biasanya peningkatan CK dan
CK-MB, namun spesifisitasnya juga terbatas (Elias Tarigan, 2003).
Metode terakhir, telah dikembangkan suatu petanda biokimiawi yang baru
dalam pemeriksaan kerusakan sel miosit otot jantung dengan memantau pelepasan
suatu protein kontraktil sel miokard, yaitu troponin T akibat disintegrasi sel pada
iskemik yang disertai kerusakan otot jantung. Penelitian di luar negeri
menunjukkan bahwa troponin T memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi
dalam mendeteksi kerusakan sel miokard dibandingkan pemeriksaan enzim-enzim
lain (Elias Tarigan, 2003; Babuin dan. Jaffe, 2005; National Academy of Clinical
Biochemistry And IFCC Committee for Standardization of Markers of Cardiac
Damage Laboratory Medicine Practice Guidelines, 2007).
b. Apa diagnosa kerja pada kasus Mr.T? (ica, nilam)
c. Apa differential diagnosis? (emir, nabil)
d. Bagaimana pentalaksanaan kasus? (Farmako dan Nonfarmako) (satria, rahma)
Penatalaksanaan ST elevasi IMA menurut ACC/AHA 2013 :
a. Pemberian Oksigen
Suplementasi oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen
arteri < 90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan
oksigen selama 6 jam pertama.
b. Nitrogliserin
Pasien dengan nyeri iskemik di dada harus diberikan nitrogliserin
sublingual 0,4 mg setiap 5 menit dengan dosis maksimal 3 dosis. Setelah
melakukan penialaian seharusnya dievaluasi akan kebutuhan nitrogliserin
intravena. Intravena nitrogliserin ini diindikasikan untuk bila nyeri iskemik
masih berlangsung, untuk mengontrol hipertensi, dan edema paru.
Nitrogliserin tidak diberikan pada pasien dengan tekanan darah sistolik <
90 mmHg, bradikardi, (kurang dari 50 kali per menit), takikardi (lebih dari
100 kali per menit, atau dicurigai adannya RV infark.. nitrogliserin juga harus
dihindari pada pasien yang mendapat inhibitor fosfodiesterase dalam 24 jam
terakhir.
c. Analgesik
Morfin sulfat (2-4 mg intravena dan dapat diulang dengan kenaikan dosis
2 – 8 mg IV dengan interval waktu 5 sampai 15 menit) merupakan pilihan
utama untuk manajemen nyeri yang disebabkan STEMI. Efek samping yang
perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar
melalui penurunan simpatis sehingga terjadi pooling vena yang akan
mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat
diatasi dengan elevasi tungkai dan pada kondisi tertentu diperlukan
penambahan cairan IV dan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek
vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi,
terutama pasien dengan infark posterior. Efek samping ini biasanya dapat
diatasi dengan pemberian atropine 0,5 mg.
d. Aspirin
Aspirin kunyah harus diberikan pada pasien yang belum pernah
mendapatkan aspirin pada kasus STEMI. Dosis awal yang diberikan 162 mg
sampai 325 mg. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
e. Beta Bloker
Terapi beta bloker oral dianjurkan pada pasien yang tidak memiliki
kontraindikasi terutama bila ditemukan adanya hipertensi dan takiaritmia. Jika
morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV,
selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa digunakan addalah
metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total3 dosis, dengan syarat frekuensi
jantung > 60 menit, tekanan darah sistolik > 100 mmHg, interval PR < 0,24
detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit
setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50
mg tiap 6 jam selama 48 jam dan dilanjutkan 100mg tiap 12 jam.
f. Clopidogrel
Pemberian clopidogrel 600 mg sedini mungkin. Dan dilanjutkan dengan
dosis rumatan sebesar 75 mg per hari.
g. Reperfusi
Semua pasien STEMI seharusnya menjalani evaluasi untuk terapi reperfusi.
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan
derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien
STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventricular yang
maligna. Sasaran terapi reperfusi pada pasien STEMI adalah door to needle
atau medical contact to balloon time untuk Percutaneous Coronary
Intervention (PCI) dapat dicapai dalam 90 menit (Patrick, 2013).
Reperfusi, dengan trombolisis atau PCI primer, diindikasikan dalam waktu
kurang dari 12 jam sejak onset nyeri dada untuk semua pasien Infark Miokard
yang juga memenuhi salah satu kriteria berikut :
ST elevasi > 0,1mV pada >2 ujung sensor ECG di dada yang berturutan,
ST elevasi >0,2mV pada >2 ujung sensor di tungkai berturutan,
Left bundle branch block baru.
Terdapat beberapa metode reperfusi dengan keuntungan dan kerugian
masingmasing. PCI primer merupakan terapi pilihan jika pasien dapat segera
dibawa ke pusat kesehatan yang menyediakan prosedur PCI (Zafari, 2013).
Pasien dengan STEMI harus menemui pelayanan kesehatan dalam 1,5 – 2
jam setelah terjadinya gejala untuk mendapatkan medikamentosa sedini mungkin.
Pasien dengan STEMI harus dilakukan terapi reperfusi dalam 12 jam awal.
Terapi fibrinolitik diindikasikan sebagai terapi reperfusi awal yang dilakukan
pada 30 menit awal dari kedatangan di Rumah Sakit (Patrick, 2013).
e. Apa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa pasti
pada kasus Mr.T? (denara, ica)
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dalam rangka menegakkan diagnosa infark miokard akut ini diantaranya yaitu dengan :
1. EKG . Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan menghasilkan perubahan gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran listrik diarahkan menjauh dari jaringan iskemik, lebih serius lagi, jaringan iskemik akan mengubah segmen ST yang menyebabkan depresi ST. Pada infark, miokard yang mati tidak mengkonduksi listrik dan gagal untuk repolarisasi secara normal, hal tersebut akan mengakibatkan elevasi segmen ST. Saat nekrosis terbentuk, dengan penyembuhan cincin iskemik disekitar area nekrotik, gelombang Q terbentuk. Area nekrotik adalah jaringan parut yang tak aktif secara elektrikal, tetapi zona nekrotik akan menggambarkan perubahan gelombang T saat iskemik terjadi lagi. Pada awal infark miokard, elevasi ST disertai dengan gelombang T tinggi. Selama berjam-jam atau berhari-hari berikutnya, gelombang T membalik. Sesuai dengan umur infark miokard, gelombang Q menetap dan segmen ST kembali normal.
2. Pemeriksaan Laboratorium Darah. Creatinin fosfakinase (CPK), Iso enzim CKMB meningkat. Hal ini terjadi karena kerusakan otot, maka enzim intra sel dikeluarkan ke dalam aliran darah. Nilai normal 0-1 mU/ml. Kadar enzim ini sudah naik pada hari pertama ( kurang lebih 6 jam sesudah serangan ) dan sudah kembali ke nilai normal pada hari ke 3. SGOT (Serum Glutamic Oxalotransamine Test ) normal kurang dari 12 mU/ml. Kadar enzim ini biasanya baru naik pada 12 – 48 jam sesudah serangan dan akan kembali normal pada hari ke 7 dan 12. Pemeriksaan lainnya adalah ditemukannya peninggian LED, lekositosis ringan, kadang-kadang hiperglikemia ringan.
3. Kateterisasi Jantung (Coronary Angiography). Merupakan sebuah jenis pemeriksaan khusus dengan sinar x pada jantung dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan letak sumbatan pada arteri koroner. Cara kerjanya yaitu Dokter Jantung akan memasukan kateter melalui arteri pada lengan atau paha menuju jantung. Prosedur ini dinamakan kateterisasi jantung, yang merupakan bagian dari angiografi koroner. Zat kontras yang terlihat melalui sinar x diinjeksikan melalui ujung kateter pada aliran darah. Zat kontras itu memungkinkan dokter dapat mempelajari aliran darah yang melewati pembuluh darah dan jantung. Angiografi
koroner (kateterisasi jantung) ini berguna untuk mengetahui derajat obstruksi dari pembuluh darah koroner.
4. Radiologi. Hasil radiologi atau rontgen dada ini tidak bisa menunjukkan secara spesifik adanya infark miokardium, hanya menunjukkan pembesaran dari jantung.
5. Ekhokardiografi. Ekhokardiografi ini sendiri digunakan untuk menilai fungsi dari ventrikel kiri, gerakan jantung abnormal.
f. Bagaimana patogenesis penyakit yang dialami Mr.T? (etiologi, epidemiologi,
faktor resiko) (iqbal, emir)
g. Bagaimana prognosis pada kasus Mr.T? (fitrah, satria)
Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis paska IMA
Klasifikasi Killip berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana, S3 gallop, kongesti
paru dan syok kardiogenik
Tabel 2. Klasifikasi Killip pada Infark Miokard Akut
Klas Definisi Mortalitas (%)
I Tak ada tanda gagal jantung kongestif 6
II +S3 dan atau ronki basah 17
III Edema paru 30-40
IV Syok kardiogenik 60-80
2) Klasifikasi Forrester berdasarkan monitoring hemodinamik indeks jantung dan
pulmonary capillary wedge pressure (PCWP)
Tabel 3. Klasifikasi Forrester untuk Infark Miokard Akut
Indeks KardiakKlas
(L/min/m2)PCWP (mmHg) Mortalitas (%)
I >2,2 <18 3
II >2,2 >18 9
III <2,2 <18 23
IV <2,2 >18 51
h. Bagaimana komplikasi penyakit pada kasus Mr.T? (helvie, denara)
1.Trombo-embolisme2.Perikarditis3.Aneurisma ventrikel4.Renjatan kardiogenik5.Bradikardia sinus6.Fibrilasi atrium7.Gagal jantung
i. Bagaimana tindakan preventif yang dapat dilakukan pada kasus? (fenrizal, iqbal)
j. Bagaimana SKDI untuk kasus Mr.T? (dea, fitrah)
3B. Gawat daruratLulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
HIPOTESIS
Mr.T, 56 tahun, mengalami STEMI
LEARNING ISSUE
Anatomi Cardiovaskular (helvie, emir, dea)
Fisiologi Cardiovaskular (fungsi, ritme) (fenrizal, satria, nilam, denara)
EKG (dea, denara, nabil)
Infark Miokard (nilam, iqbal, rahma, iqbal)
Hipertensi (nabil, fitrah, ica)
Sindrom Koroner Akut (rahma, helvie, emir, fitrah)
Cardiac marker (ica, fenrizal, satria)
READ THIS PLEASE!!!
- Time New Roman, 12 pt, No Spacing
- Tidak menerima selain bentuk Ms.Word (wkwk)
- Masing-masing Li dibuat matriks identifikasi (yang ado What I know, What I don’t know, &
What I have to prove)
- BUAT KERANGKA KONSEP MASING-MASING (disuruh dr. Swanny)
- KERJAIN ANALISIS MASALAH (disuruh dr.Swanny)
Daftar pustaka
Depkes Litbang. Riset Kesehatan Dasar. 2013. .Jakarta
Guyton AC, Hall JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, & Kasper. 2008. Harrison Prinsip
Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3. Jakarta : EGC
Patrick T O’Gara,et all. 2013. ACC/AHA Guidelines for the Management of Patients
With ST-Elevation Myocardial Infarction. American : ACC/AHA Practice
Guidlines
Ripa MS. 2012. The ECG as decision support in STEMI. Pubmed. United States
Santoso M, Setiawan T. 2005. Penyakit Jantung Koroner. Cermin Dunia
Kedokteran.147:6-9.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
II edisi V. Jakarta: Interna Publishing
Zafari AM. 2013. Myocardial Infarction. Medscape. United States