makalah blok 15 girt

39
Dermatitis Aktopik McGirt Lamberth Robert Uniplaita 102011088 Kelompok C 5 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Kampus 2 Ukrida, Jl. ArjunaUtara no. 6 Jakarta 11510 Latar Belakang Dermatitis atopik (D.A) adalah penyakit kulit reaksi inflamasi yang didasari oleh faktor herediter dan faktor lingkungan, bersifat kronik residif dengan gejala eritema, papula, vesikel, kusta, skuama dan pruritus yang hebat. Bila residif biasanya disertai infeksi, atau alergi, faktor psikologik, atau akibat bahan kimia atau iritan. Dermatitis atopik atau eksema adalah peradangan kronik kulit yang kering dan gatal yang umumnya dimulai pada awal masa kanak- kanak. Eksema dapat menyebabkan gatal yang tidak tertahankan, peradangan, dan gangguan tidur. Penyakit ini dialami sekitar 10-20% anak. Umumnya episode pertama terjadi sebelum usia 12 bulan dan episode-episode selanjutnya akan hilang timbul hingga anak melewati masa tertentu. Sebagian besar anak akan sembuh dari eksema sebelum usia 5 tahun. Sebagian kecil anak akan terus mengalami eksema hingga dewasa. Penyakit ini dinamakan dermatitis atopik oleh karena

Upload: girt-lamberth-robert-uniplaita

Post on 17-Jan-2016

65 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

blok 15

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Blok 15 Girt

Dermatitis Aktopik

McGirt Lamberth Robert Uniplaita

102011088

Kelompok C5

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Kampus 2 Ukrida, Jl. ArjunaUtara no. 6 Jakarta 11510

Latar Belakang

Dermatitis atopik (D.A) adalah penyakit kulit reaksi inflamasi yang didasari oleh faktor

herediter dan faktor lingkungan, bersifat kronik residif dengan gejala eritema, papula,

vesikel, kusta, skuama dan pruritus yang hebat. Bila residif biasanya disertai infeksi, atau

alergi, faktor psikologik, atau akibat bahan kimia atau iritan. Dermatitis atopik atau

eksema adalah peradangan kronik kulit yang kering dan gatal yang umumnya dimulai

pada awal masa kanak-kanak. Eksema dapat menyebabkan gatal yang tidak tertahankan,

peradangan, dan gangguan tidur.  Penyakit ini dialami sekitar 10-20% anak. Umumnya

episode pertama terjadi sebelum usia 12 bulan dan episode-episode selanjutnya akan

hilang timbul hingga anak melewati masa tertentu. Sebagian besar anak akan sembuh dari

eksema sebelum usia 5 tahun. Sebagian kecil anak akan terus mengalami eksema hingga

dewasa. Penyakit ini dinamakan dermatitis atopik oleh karena kebanyakan penderitanya

memberikan reaksi kulit yang didasari oleh IgE dan mempunyai kecenderungan untuk

menderita asma, rinitis atau keduanya di kemudian hari yang dikenal sebagai allergic

march. Walaupun demikian, istilah dermatitis atopik tidak selalu memberikan arti bahwa

penyakit ini didasari oleh interaksi antigen dengan antibodi.

Tujuan

Untuk mengetahui pemeriksaan fisik dan penunjang pada dermatitis atopick, gejala klinis,

WD (diagnosis kerja), DD (diagnosis pembanding), epidemiologi, etiologi, pinata

laksanaan, prognosis dan preventif pada dermatitis atopik

Page 2: Makalah Blok 15 Girt

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pemeriksaan

a. Anamnesis

Anamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui riwayat

penyakit dan menegakkan diagnosis. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, teratur

dan lengkap karena sebagian besar data yang diperlukan dari anamnesis untuk

menegakkan diagnosis. Sistematika yang lazim dalam anamnesis, yaitu identitas,

riwayat penyakit, dan riwayat perjalanan penyakit. 1,2

Identitas : nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa, pendidikan,

pekerjaan.

Riwayat penyakit

Keluhan utama yang menyebabkan pasien dibawa berobat. Keluhan utama tidak

harus sejalan dengan diagnosis utama.

Riwayat perjalanan penyakit

Riwayat perjalanan penyakit mencakup:

- Cerita kronologis, rinci dan jelas tentang keadaan pasien sebelum ada keluhan

sampai dibawa berobat.

- Pengobatan sebelumnya dan hasilnya

- Tindakan sebelumnya

- Perkembangan penyakit – gejala sisa atau cacat

- Riwayat penyakit lain yang pernah diderita sebelumnya.1,2

Pada anamnesis pasien didapat hasil sebagai berikut : seorang anak laki-laki usia 1

tahun, datang dengan keluhan berupa bercak, beruntus kemerahan yang terasa

gatal pada badan, kedua tungkai atas dan bawah sejak 2 minggu yang lalu.

Kelainan kulit pertama kali timbul saat berusia 6 bulan, pasien pernah diobati

kedokter penyakit kulit dan kelamin diberi salep kortikosteroid terdapat perbaikan.

Kedua orang tua pasien memiliki riwayat asma.

2

Page 3: Makalah Blok 15 Girt

b. Fisik

Pemeriksaan fisik dermatitis atopik dilakukan dalam bentuk pemeriksaan kulit, yang

dibagi menjadi dua berdasarkan :

Lokalisasi

- Bayi : kedua pipi, kepala, badan, lipat siku, lipat lutut.

- Anak : tengkuk, lipat siku, lipat lutut.

- Dewasa : tengkuk, lipat lutut, lipat siku, punggung kaki.

Efloresensi/ sifat-sifatnya

- Bayi : eritema berbatas tegas, papula/ vesikel miliar disertai erosi dan eksudasi

serta krusta.

- Anak : papula-papula miliar, likenifikasi, tidak eksudatif.

- Dewasa : biasanya hiperpigmentasi, kering dan likenifikasi.2,3

Pada pemeriksaan fisik pasien didapat hasil sebagai berikut : terdapat bercak dan

beruntus kemerahan yang terasa gatal pada badan, kedua tungkai atas dan bawah.

c. Penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan :

- IgE serum. IgE serum dapat diperiksa dengan metode ELISA. Ditemukan

80% pada penderita dermatitis atopik menunjukkan peningkatan kadar IgE

dalam serum terutama bila disertai gejala atopi ( alergi )

- Eosinofil. Kadar serum dapat ditemukan dalam serum penderita dermatitis

atopik. Berbagai mediatore berperan sebagai kemoatraktan terhadap eosinofil

untuk menuju ke tempat peradangan dan kemudian mengeluarkan berbagai zat

antara lain Major Basic Protein (MBP). Peninggian kadar eosinofil dalam

darah terutama pada MBP.

- TNF-a. Konsentrasi plasma TNF-a meningkat pada penderita dermatitis

atopik dibandingkan penderita asma bronkhial.

- Sel T. Limfosit T di daerah tepi pada penderita dermatitis atopik mempunyai

jumlah absolut yang normal atau berkurang. Dapat diperiksa dengan

pemeriksaan imunofluouresensi terlihat aktifitas sel T-helper menyebabkan

pelepasan sitokin yang berperan pada patogenesis dermatitis atopik.

Uji tusuk. Pajanan alergen udara (100 kali konsentrasi) yang dipergunakan untuk

tes intradermal yang dapat memacu terjadinya hasil positif.

Pemeriksaan biakan dan resistensi kuman dilakukan bila ada infeksi sekunder

3

Page 4: Makalah Blok 15 Girt

untuk menentukan jenis mikroorganisme patogen serta antibiotika yang sesuai.

Sampel pemeriksaan diambil dari pus tempat lesi penderita.4

Dermatografisme Putih. Penggoresan pada kulit normal akan menimbulkan 3

respon, yakni : akan tampak garis merah di lokasi penggoresan selama 15 menit,

selanjutnya mennyebar ke daerah sekitar, kemudian timbul edema setelah

beberapa menit. Namun, pada penderita atopik bereaksi lain, garis merah tidak

disusul warna kemerahan, tetapi timbul kepucatan dan tidak timbul edema.

Percobaan Asetilkolin. Suntikan secara intrakutan solusio asetilkolin 1/5000

akan menyebabkan hiperemia pada orang normal. Pada orang Dermatitis Atopik.

akan timbul vasokontriksi, terlihat kepucatan selama 1 jam.3,4

Percobaan Histamin. Jika histamin fosfat disuntikkan pada lesi penderita

Dermatitis Atopik. eritema akan berkurang, jika disuntikkan parenteral, tampak

eritema bertambah pada kulit yang normal.4

2. WD

Dermatitis Atopik

Dari pemeriksaan awal yang dilakukan, dapat diperkirakan bahwa anak laki-laki tersebut

menderita penyakit dermatitis atopic (D.A.), yaitu keadaan peradangan kulit kronis dan

residif, disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak,

sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada

keluarga atau penderita (dermatitis atopik, rinitis alergik, dan atau asma bronkial).

Kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi,

distribusinya di lipatan (fleksural).3-6

Kata 'atopi' pertama kali diperkenalkan oleh Coca (1923), yaitu istilah yang

dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat kepekaan

dalam keluarganya. Misalnya: asma bronkial, rinitis alergik, dermatitis atopik, dan

konjungtivitis alergik. Diagnosis D.A. ditetapkan melalui dua kriteria yaitu :

a. Kriteria mayor

Pruritus

Dermatitis dimukaan atau ekstensor pada bayi dan anak

Dermatitis difleksura pada dewasa

Dermatitis kronis atau residif

Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya

b. Kriteria minor

4

Page 5: Makalah Blok 15 Girt

Xerosis

Infeksi kulit (khususnya oleh S.aureus dan virus herpes simpleks)

Dermatitis nonspesifik pada tangan atau kaki

Iktiosist/hiperliniar palmaris/keratosis pilaris

Pitiriasis alba

Dermatitis di papila mame

White dermographism dan delayed blanch response

Keilitis

Lipatan infra orbital Dennie-Morgan

Konjungtivitis berulang

Keratokonus

Katarak subkapsular anterior

Orbita menjadi gelap

Muka pucat atau eritem

Gatal bila berkeringat

Intolerans terhadap wol atau pelarut lemak

Aksentuasi perifolikular

Hipersensitif terhadap makanan

Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan atau emosi

Tes kulit alergi tipe dadakan positif

Kadar IgE di dalam serum meningkat

Awitan pada usia dini

Diagnosis D.A. ditegakkan dengan syarat harus mempunyai kondisi kulit gatal (itchy

skin) atau dari laporan orang tuanya bahwa anaknya suka menggaruk atau menggosok.

Ditambah 3 atau lebih kriteria berikut:

Riwayat terkenanya lipatan kulit, misalnya lipat siku, belakang lutut, bagian depan

pergelangan kaki atau sekeliling leher (termasuk pipi anak usia di bawah 10

tahun).

Riwayat asma bronkial atau hay fever pads penderita (atau riwayat penyakit

atopi pada keluarga tingkat pertama dan anak di bawah 4 tahun).

Riwayat kulit kering secara umum pada tahun terakhir.

Adanya dermatitis yang tampak di lipatan (atau dermatitis pads pipi/dahi dan anggota

badan bagian luar anak di bawah 4 tahun).

5

Page 6: Makalah Blok 15 Girt

Awitan di bawah usia 2 tahun (tidak digunakan bila anak di bawah 4 tahun).5

Gambar 2.1. Dermatitis atopik pada pipi dan tangan.

3. DD

Dermatitis atopik ini harus dibandingkan dengan penyakit lainnya, sebagai berikut.

a. Dermatitis seboroik (D.S.)

Penyebabnya masih belum diketahui pasti. Faktor predisposisinya adalah kelainan

konstitusi berupa status seboroik yang diturunkan. D.S. berubungan erat dengan

keaktifan glandula sebasea, yaitu kematangannnya merupakan faktor timbulnya

D.S., tetapi tidak ada hubungan langsung secara kuantitatif antara keaktifan

kelenjar tersebut dengan suseptibilitas untuk memperoleh D.S. D.S dapat

diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang meningkat. Pada orang yang telah

mempunyai fakktor predisposisi, timbulnya D.S. dapat disebabkan oleh faktor

kelelahan, stress emosional, infeksi atau defisiensi umum. Kelainan kulit terdiri

atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan batasnya agak

6

Page 7: Makalah Blok 15 Girt

kurang tegas. D.S yang ringan hanya mengenai kulit kepala berupa skuama-

skuama yang halus, mulai sebagai bercak yang kecil yang kemudian mengenai

seluruh kulit kepala dengan skuama-skuama yang halus dan kasar yang disebut

pitiriasis sika, sedangkan bentuk yang berminyak disebut pitiriasis steatoides yang

dapat disertai eritema dan krusta-krusta yang tebal. Rambut pada tempat tersebut

mempunya kecenderungan rontok. Pada bentuk yang berat maka dapat meluas

kedahi, glabela, telinga posaurikular dan leher. Pada bentuk yang lebih berat lagi

seluruh kepala tertutup oleh krusta-krusta yang kotor dan berbau tidak sedap. Pada

bayi, skuama-skuama yang kekuningan dan kumpulan-kumpulan debris epitel

yang lekat pada kulit kepala disebut cradle cap. Selain tempat-tempat tersebut

D.S. juga dapat mengenai liang telinga luar, lipatan nasolabial, daerah sterenal,

areola mame, lipatan dibawah mame pada wanita, interskapular, umbilicus, lipat

paha dan daerah anogenital. Pada daerah pipi, hidung dan dahi kelainan dapat

berupa papul-papul. Terdapat sisik kuning gelap pada pipi, badan dan lengan.

Onset invariabel pada daerah pantat halus, tidak bersisik, batas jelas, merah

terang. D.S. pada bayi memiliki ciri-ciri axillary patches, kurang oozing dan

weeping dan kurang gatal.

Gambar 2.2. Dermatitis seboroik pada kulit kepala, pipi dan tangan.

Persamaan gejala klinis D.A. dan D.S :

7

Page 8: Makalah Blok 15 Girt

- Pada bayi lokasinya kdi kedua pipi, kulit kepala, permukaan otot ekstensor.

- Efloresensi : ada papul-papul pada pipi, eritema, skuama, eksudasi dan krusta.

Perbedaan gejala klinis D.A. dan D.S :

- Kadar immunoglobulin E pada D.A. tidak spesifik.

- Pruritus ringan pada D.S.

- Onset invariabel pada daerah pantat halus, tidak bersisik, batas jelas, merah

terang,

- Sisik kuning gelap pada pipi badan dan lengan pada D.S. sedangkan pada D.A.

sisik merah agak gelap, jika disertai hiperpigmentasi.

b. Skabies

Penyakit kulit akibat infestasi dan sensitasi tungau Sarcoptes Scabiei. Banyak

menyerang anak-anak. Penularan dapat terjadi secara langsung maupun tidak

langsung melalui pakaian, tempat tidur dan alat-alat tidur, handuk, dll. Penyakit ini

menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga, begitu juga

dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagain besar tetangga yang

berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut dan kebersihan lingkungan yang

kurang dapat mempermudah penularan penyakit. Tempat predileksinya tangan, kaki,

genitalia pria dan bokong, serta pada bayi juga dapat terkena dikepala dan pipi.

Terdapat rasa gatal pada malam hari (pruritus nocturna) karena aktivitas tungau ini

lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. Pada tempat-tempat predileksi

akan ditemukan terowongan-terowongan (kunikulus) yang berbentuk garis lurus atau

berkelok-kelok, pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel yang

didalamnya terdapat Sarcoptes scabiei. Kelainan kulit tidak hanya disebabkan oleh

tungau scabies tetapi oleh penderita sendiri akibat garukan pada saat ini kelainan kulit

menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika, erosi, krusta dan

infeksi sekunder.

Persamaan gejala klinis D.A dan scabies :

- Tempat predileksi minor D.A dan tempat predileksi utama scabies sama, yaitu

pada tangan dan kaki.

- Efloresensi : papul, erosi, ekskoriasi, krusta.

Perbedaan gejala klinis D.A dan scabies :

- Tidak terdapat terowongan (kunikulus)

8

Page 9: Makalah Blok 15 Girt

- Pada scabies terdapat gatal hanya pada malam hari sedangkan pada D.A.

terdapat gatal disepanjang hari tetapi umumnya hebat pada malam hari.8

Gambar 2.3. Skabies pada tangan

4. Etiologi

Belum diketahui secara pasti penyebqab D. A., tetapi faktor turunan merupakan dasar

pertama untuk timbulnya penyakit. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya

penyakit :

a. Daerah yang panas (banyak keringat) lebih sering terkena

b. Musim/ iklim panas dan lembab memudahkan timbulnya penyakit

c. Hygiene yang kurang dapat mempererat penyakit\

d. Lingkungan yang banyak mengandung sensitizer, iritan seta yang mengganggu emosi

lebih mudah menimbulkan penyakit.3

5. Epidemiologi

Berbagai penelitian menyatakan bahwa prevalensi D.A. makin meningkat sehingga

merupakan masalah kesehatan besar. Di Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Australia,

dan negara industri lain, prevalensi D.A. pada anak mencapai 10-20%, sedangkan

pada dewasa kira-kira 1-3%. Di negara agraris, misalnya Cina, Eropa Timur, Asia

tengah, prevalensi D.A. jauh lebih rendah. Wanita lebih banyak menderita D.A.

9

Page 10: Makalah Blok 15 Girt

daripada pria dengan rasio 1,3:1. Berbagai faktor lingkungan berpengaruh terhadap

prevalensi D.A., misalnya jumlah keluarga kecil, pendidikan ibu makin tinggi,

penghasilan meningkat, migrasi dari desa ke kota, dan meningkatnya penggunaan

antibiotik, berpotensi menaikkan jumlah penderita D.A. Sedangkan rumah yang

berpenghuni banyak, meningkatnya jumlah keluarga, urutan lahir makin belakang, sering

mengalami infeksi sewaktu kecil, akan melindungi kemungkinan timbulnya D.A. pada

kemudian hari.

D.A. cenderung diturunkan. Lebih dari seperempat anak dari seorang ibu yang

menderita atopi akan mengalami D.A. pada masa kehidupan 3 bulan pertama. Bila salah

satu orang menderita atopi, lebih separuh jumlah anak akan mengalami gejala alergi

sampai usia 2 tahun, dan meningkat sampai 79% bila kedua orang tua menderita

atopi. Risiko mewarisi D.A. lebih tinggi bila ibu yang menderita D.A.

dibandingkan dengan ayah. Tetapi, bila D.A. yang dialami berlanjut hingga masa

dewasa, maka risiko untuk mewariskan kepada anaknya sama saja yaitu kira-kira 50%.5

6. Patofisiologi

Berbagai faktor ikut berinteraksi dalam patogenesis D.A., misanya faktor genetik,

lingkungan, sawar kulit, farmakologik, dan imunologik. Konsep dasar terjadinya D.A.

adalah melalui reaksi imunologik, yang diperantarai oleh sel-sel yang berasal dari

sumsum tulang.

Kadar IgE dalam serum penderita D.A. dan jumlah eosinofil dalam darah perifer

umumnya meningkat. Terbukti bahwa ada hubungan secara sistemik antara D.A. dan

alergi saluran napas, karena 80% anak dengan D.A. mengalami asma bronkial atau rinitis

alergik. Dari percobaan pada tikus yang disensitisasi secara epikutan dengan antigen,

akan terjadi dermatitis alergik, IgE dalam serum meningkat, eosinofilia saluran napas, dan

respons berlebihan terhadap metakolin. Hal tersebut menguatkan dugaan bahwa

pajanan allergen pada D.A. akan mempermudah timbuinya asma bronkial. Berikut ini

4 kelas gen yang mempengaruhi penyakit atopi.

a. kelas I : gen predisposisi untuk atopi dan respons umum IgE

reseptor FcERI-P, mempunyai afinitas tinggi untuk IgE (kromosom 11812-13)

gen sitokin IL-4 (kromosom 5)

gen reseptor-a IL-4 (kromosom 16)

b. kelas II : gen yang berpengaruh pads respon IgE spesifik

TCR (kromosom 7 dan 14)

10

Page 11: Makalah Blok 15 Girt

HLA (kromosom 6)

c. kelas III : gen yang mempengaruhi mekanisme non-inflamasi (misalnya hiper-

responsif bronkhial.

d. kelas IV : gen yang mempengaruhi inflamasi yang tidak di perantarai IgE

TNF (kromosom 6)

Gen kimase sel mast (kromosom 14)

Genetik

Kromosom 5q31 -33 mengandung kumpulan famili gen sitokin IL-3, IL-4, IL-13, dan

GM-CSF, yang diekspresikan oleh sel TH2. Ekspresi gen IL-4 memainkan peranan

penting dalam ekspresi D.A. Perbedaan genetik aktivitas transkripsi gen IL-4

mempengaruhi predisposisi D.A. Ada hubungan yang erat antara polimorfisme

spesifik gen kimase sel mas dan D.A., tetapi tidak dengan asma bronkial atau rhinitis

alergik. Varian genetik kimase sel mas, yaitu serine protease yang disekresi oleh sel

mas di kulit, mempunyai efek spesifik pads organ, dan berperan dalam timbulnya D.A.

Respons imun pada kulit

Sitokin TH2 dan TH1 berperan dalam patogenesis peradangan kulit D.A. Jumlah TH2

lebih banyak pads penderita atopi, sebaliknya TH1 menurun. Pada kulit 'normal' (tidak

ada kelainan kulitnya) penderita D.A. bila dibandingkan dengan kulit normal orang

yang bukan penderita D.A., ditemukan lebih banyak sel-sel yang mengekspresikan

mRNA IL-4 dan IL-13, tetapi bukan IL-5, IL-12, atau IFN-γ. Pada lesi akut dan kronis

bila dibandingkan dengan kulit normal atau kulit yang tidak ada lesinya penderita D.A.,

menunjukkan jumlah yang lebih besar sel-sel yang mengekspresikan mRNA IL-4, IL-5,

dan IL-13. Tetapi pada lesi akut tidak banyak mengandung sel yang mengekspresikan

mRA IFN-γ atau IL-12. Lesi kronis D.A. mengandung sangat sedikit sel yang

mengekspresikan mRNA IL-4 dan IL-13, tetapi jumlah sel yang mengekpresikan

mRNA IL-5, GM-CSF, IL-12, dan IFN-γ, meningkat bila dibandingkan dengan yang

akut. Peningkatan IL-12 pada lesi kronis D.A. berperan dalam perkembangan TH1.

Sel T yang teraktivasi di kulit juga akan menginduksi apoptosis keratinosit,

sehingga terjadi spongiosis. Proses ini diperantarai oleh IFN-γ yang dilepaskan sel T

teraktivasi dan meningkatkan Fas dalam keratinosit.

11

Page 12: Makalah Blok 15 Girt

Berbagai kemokin ditemukan pads lesi kulit D.A. yang dapat menarik sel-sel,

misalnya eosinofil, limfosit T, dan monosit, masuk ke dalam kulit.

Pada D.A. kronis, ekspresi IL-5 akan mempertahankan eosinofil hidup lebih lama

dan menggiatkan fungsinya, sedangkan peningkatan ekspresi GM-SCF mempertahankan

hidup dan fungsi monosit, sel Langerhans, dan eosinofil. Produksi TNF-α dan IFN-γ pada

D.A. memicu kronisitas dan keparahan dermatitis. Stimulasi TNF-α dan IFN-γ pada

keritinosit epidermal akan meningkatkan jumlah RANTES (regulated on activation,

normal T cell expressed and secreted). Garukan kronis dapat menginduksi terlepasnya

TNF-α dan sitokin proinflamasi yang lain dari epidermis, sehingga mempercepat

timbulnya peradangan di kulit D.A.

IL-4 meningkatkan perkembangan TH2, sedangkan IL-12 yang diproduksi oleh

makrofag, sel berdendrit atau eosinofil, menginduksi TH1. Subunit reseptor IL-12R (32

diekpresi pads TH1 tidak pads TH2, Sedangkan ekspresi IL-12RO2 dihambat oleh IL-4,

tetapi sebaliknya diinduksi oleh IL-12, IFN-α, dan IFN-γ. IL-4 juga menghambat

produksi IFN-γ dan menekan deferensiasi sel TH1. Sel mas dan basofil juga merupa-

kan sumber sitokin tipe TH2, sehingga ekspresi IL-4 oleh sel T, sel mas/basofilpada D.A.

akan merangsang perkembangan sel TH2.

Sel mononuklear penderita D.A. meningkatkan aktivitas enzim cyclic-adenosine

monophosphate (CAMP) – phosphodiesterase (PDE), yang akan meningkatkan sintesis

IgE oleh sel B dan produksi IL-4 oleh sel T. Produksi IgE dan IL-4 secara in vitro dapat

diturunkan oleh penghambat PDE (PDEinhibitor). Sekresi IL-10 dan PGE2 dari

monosit juga meningkat; kedua produk ini menghambat IFN-y yang dihasilkan oleh sel T.

Sel Langerhans (SL) pads kulit penderita D.A, adalah abnormal, dapat secara

langsung menstimulasi sel TH tanpa adanya antigen; secara selektif dapat

mengaktivasi sel TH menjadi fenotip TH2. SL yang mengandung IgE meningkat;sel

ini mampu mempresentasikan alergen tungau debu rumah (D. pteronyssinus) kepada

sel T. SL yang mengandung IgE setelah menangkap allergen akan mengaktifkan sel TH2

memori di kulit atopi, juga bermigrasi ke kelenjar getah bening setempat untuk

menstimulasi sel T naive ve sehingga jumlah sel TH2 bertambah banyak.

SL pads kulit normal mempunyai tiga macamreseptor untuk IgE, yaitu FcεRI,

Fci:Rll (CD23) , dan IgE-binding protein. Receptor FcERI mempunyai afinitas kuat untuk

mengikat IgE. IgE terikat pads SL melalui reseptor spesifik FcERI pads permukaan SL.

Pada orang normal dan penderita alergi saluran papas kadar ekpresi FcERI di

permukaan SLnya rendah, sedangkan di lesi ekzematosa D.A. tinggi. Ada korelasi antara

12

Page 13: Makalah Blok 15 Girt

ekspresi permukaan FuRl dan kadar IgE dalam serum. Selain pads SL, reseptor IgE

dengan afinitas tinggi (FcERI) juga ditemukan pads permukaan sel mas dan monosit.

Kadar seramid pads kulit penderita D.A. berkurang sehingga kehilangan air

(transepidermal water loss=TEWL) melalui epidermis dipermudah. Hal ini mempercepat

absorbsi antigen ke dalamkulit. Sebagaimana diketahui bahwa sensitisasi epikutan

terhadap alergen menimbulkan respons TH2 yang lebih tinggi daripada melalui sistemik

atau jalan udara, maka kulit yang terganggu fungsi sawarnya merupakan tempat yang

sensitif.

Respons sistemik

Jumlah IFN-γ yang dihasilkan oleh sel mononuclear darah tepi penderita D.A. menurun,

sedangkan konsentrasi IgE dalam serum meningkat. IFN-γ menghambat sintesis

IgE, proliferasi sel TH2 dan ekspresi reseptor IL-4 pads sel T. Sel T spesifik untuk

alergen di darah tepi meningkat dan memprocluksi IL-4, IL-5, IL-13 dan sedikit IFN-γ. IL-

4 dan IL-13 merupakan sitokin yang menginduksi transkripsi pads ekson CE sehingga

terjadi pembentukan IgE. IL-4 dan IL-13 juga menginduksi ekspresi molekul adesi

permukaan pembuluh darah, misalnya VCAM-1 (vascular cell adhesion molecular-1),

infiltrasi eosinofil dan menurunkan fungsi sel TH1.

Sel monosit di darah tepi penderita D.A. diaktivasi, mempunyai insidens apoptosis

spontan rendah, tidak responsif terhadap induksi apoptosis IL-4. Hambatan apoptosis ini

disebabkan oleh meningkatnya produksi GM-CSF oleh monosit yang beredar pada

D.A. Perubahan sistemik pads D.A. adalah sebagai berikut:

a. Sintesis IgE meningkat.

b. IgE spesifik terhadap alergen ganda meningkat, termasuk terhadap makanan,

aeroalergen, mikroorganisme, toksin bakteri, dan autoalergen.

c. Ekspresi CD23 (reseptor IgE berafinitas rendah) pads sel B dan monosit

meningkat.

d. Pelepasan histamin dari basofil meningkat. Respons hipersensitivitas lambat

terganggu.

e. Eosinofilia.

f. Sekresi IL-4, IL-5, dan IL-13 oleh sel TH2 meningkat.

g. Sekresi IFN-γ oleh sel TH1 menurun.

h. Kadar reseptor IL-2 yang dapat larut meningkat.

13

Page 14: Makalah Blok 15 Girt

i. Kadar CAMP-phosphodiesterase monosit meningkat, disertai peningkatan IL-10 dan

PGE2.

Berbagai faktor pemicu

Pada anak kecil, makanan dapat berperan dalam patogenesis D.A., tetapi tidak biasa

terjadi pada penderita D.A. yang lebih tua. Makanan yang paling sering ialah telur,

susu, gandum, kedele, dan kacang tanah. Reaksi yang terjadi pada penderita D.A.

karena induksi alergen makanan dapat berupa dermatitis ekzematosa, urtikaria,

kontak urtikaria, atau kelainan mukokutan yang lain. Hasil pemeriksaan laboratorium

dari bayi dan anak-anak kecil dengan D.A. sedang atau berat, menunjukkan reaksi

positif terhadap tes kulit dadakan (immediate skin test) dengan berbagai jenis makanan.

Reaksi positif ini diikuti kenaikan mencolok histamin dalam plasma dan aktivasi

eosinofil. Sel T spesifik untuk alergen makanan juga berhasil diklon dari lesi

penderita D.A.

Dari percobaan buta ganda dengan plasebo dan tungau debu rumah (TDR),

ditemukan penderita D.A. setelah menghirup TDR mengalami ekserbasi ditempat lesi

lama, dan timbul pula lesi baru. Demikian pula setelah aplikasi epikutan dengan

aeroalergen (TDR, bulu binatang, kapang) melalui uji tempel pads kulit penderita

atopi tanpa lesi, terjadi reaksi ekzematosa pads 30 – 50 persen penderita D.A.,

sedangkan pada penderita alergi saluran napas dan relawan sehat jarang yang

menunjukkan hasil positif. Hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan pada sebagian besar

penderita D.A. IgE spesifik untuk alergen hirup. Juga pada 95% penderita D.A.

mempunyai IgE spesifik terhadap TDR, sedangkan pada penderita asma bronkial

hanya 42%. Derajat sensitisasi terhadap aeroalergen berhubungan langsung dengan

tingkat keparahan D.A.

Penderita D.A. cenderung mudah terinfeksi oleh bakteri, virus, dan jamur,

karena imunitas selular menurun (aktivitas TH1 berkurang). Pada lebih dari 90% lesi

kulit penderita D.A. ditemukan S. aureus, sedangkan pads orang normal hanya 5%.

Jumlah koloni S.aureus pads lesi inflamasi kulit penderita D.A. dapat mencapai 107 per

cm2, namun tidak ada tanda klinis superinfeksi. Akan tetapi bila diobati dengan

kombinasi antibiotika dan kortikosteroid topikal, hasilnya lebih baik dibandingkan kalau

hanya dengan kortikosteroid topikal saja. S.aureus melepaskan toksin yang bertindak

sebagai superantigen (misalnya: enterotoksin A, B, dan toxic shock syndrome toxine-

14

Page 15: Makalah Blok 15 Girt

1) yang menstimulasi aktivasi sel T dan makrofag. Sebagian besar penderita D.A. mem-

buat antibodi IgE spesifik terhadap superantigen stafilokokus yang ada di kulit. Apabila

ada superantigen menembus sawar kulit yang terganggu, akan menginduksi IgE spesifik,

clan degranulasi sel mas, kejadian ini akan memicu siklus gatalgaruk yang akan

menimbulkan lesi di kulit penderita D.A. Superantigen juga meningkatkan sintesis

IgE spesifik clan menginduksi resistensi kortikosteroid, sehingga memperparah D.A.4,5

7. Gejala Klinis

Kulit penderita D.A. umumnya kering, pucat/redup, kadar lipid di epidermis berkurang,

dan kehilangan air lewat epidermis meningkat. Jari tangan teraba dingin.

Penderita D.A. cenderung tipe astenik, dengan inteligensia di atas rata-rata, sering

merasa cemas, egois, frustrasi, agresif, atau merasa tertekan.

Gejala utama D.A. ialah (pruritus), dapat hilang timbul sepanjang hari, tetapi

umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibatnya penderita akan menggaruk sehingga

timbul bermacam-macam kelainan di kulit berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi,

ekskoriasi, eksudasi, dan krusta. D.A. dapat dibagi menjadi tiga face, yaitu: D.A.

infantil (terjadi padausia 2 bulan sampai 2 tahun), D.A. anak (2 sampai 10 tahun) dan

D.A. pada remaja dan dewasa.

D.A. infantil (usia 2 bulan sampai 2 tahun)

D.A. paling sering muncul pads tahun pertama kehidupan, biasanya setelah usia

2 bulan. Lesi mulai di muka (dahi, pipi) berupa eritema, papulo-vesikel yang halus,

karena gatal digosok, pecah, eksudatif, clan akhirnya terbentuk krusta. Lesi kemudian

meluas ke tempat lain yaitu ke skalp, leher, pergelangan tangan, lengan clan tungkai.

Bila anak mulai merangkak, lesi ditemukan di lutut. Biasanya anak mulai menggaruk

setelah berumur 2 bulan. Rasa gatal yang timbul sangat mengganggu sehingga anak

gelisah, susah tidur, dan sering menangis. Pada umumnya lesi D.A. infantil eksudatif,

banyak eksudat, erosi, krusta dan dapat mengalami infeksi. Lesi clapat meluas

generalisata bahkan, walaupun jarang, dapat terjadi eritroderma. Lambat laun lesi

menjadi kronis clan residif. Sekitar usia 18 bulan mulai tampak likenifikas:, Pada

sebagian besar penderita sembuh setelausia 2 tahun, mungkin juga sebelumnya, se-

bagian lagi berlanjut menjadi bentuk anak. Pada saat itu penderita tidak lagi mengalami

eksaserbas bila makan makanan yang sebelumnya menyebabkan kambuh penyakitnya.

Larangan makan atau minuman yang mengandung susu sapi pada bayi masih ada

15

Page 16: Makalah Blok 15 Girt

sitang pendapat. Ada yang melaporkan bahwa kelaina secara dramatis membaik

setelah makanat ersebut dihentikan, sebaliknya ada pula yang mendapatkan tidak ada

perbedaan.

D.A. pads anak (usia 2 sampai 10 tahun)

Dapat merupakan kelanjutan bentuk infantil atau timbul sendiri (de novo). Lesi lebih

kering tidak begitu eksudatif, lebih banyak papul , likenifikasi, dan sedikit

skuama. Letak kelainan kulit di lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan bagian fleksor,

kelopak mata, leher, jarang di muka rasa gatal menyebabkan penderita sering

menggaruk dapat terjadi erosi, likenifikas mungkin juga mengalami infeksi

sekunder. Akibat garukan, kulit menebal dan perubahan lainnya yang menyebabkan

gatal, sehingga terjadi lingkaran setan "siklus gatal-garuk". Rangsangan menggaruk

sering di luar kendali. Penderita sensitif terhadap, wol, bulu kucing dan anjing juga

bulu ayam, burung dan sejenisnya. D.A. berat yang melebihi 50% permukaan tubuh

dapat memperlambat pertumbuhan.

D.A. pada remaja dan dewasa

Lesi kulit D.A. pada bentuk ini dapat berupa plak papular-eritematosa dan berskuama

atau plak likenifikasi yang gatal. Pada D.A. remaja lokalisasi lesi di lipat siku, lipat

lutut, dan sampai leher, dahi, dan sekitar mata. Pada D.A. dewasa distribusi lesi kurang

karakteristik, sering mengenai tangan dan pergelangan tangan, dapa pula ditemukan

setempat, misalnya di bibir (kering, pecah, bersisik), vulva, puting susu, atau scalp.

Kadang erupsi meluas, dan paling parah di lipatan, mengalami likenifikasi. Lesi

kering, agak menimbul, papul datar dan cenderung bergabung menjadi plak likenifikasi

dengan sedikit skuama dan sering tejadi eksoriasi dan eksudasi karena garukan. Lambat

laun terjadi hiperpigmentasi.

Lesi sangat gatal, terutama pada malam hari waktu beristirahat. Pada orang

dewasa sering mengeluh bahwa penyakitnya kambuh bila mengalami stres. Mungkin

karena stres dapat menurunkan ambang rangsang gatal. Penderita atopik memang sulit

mengeluarkan keringat, sehingga rasa gatal timbul bila mengadakan latihan fisik.

Pada umumnya D.A. remaja atau dewasa berlangsung lama, kemudian cenderung

menurun dan membaik (sembuh) setelah usia 30 tahun, jarang sampai usia pertengahan,

hanya sebagian kecil terus berlangsung sampai tua. Kulit penderita D.A. yang telah

sembuh mudah gatal dan cepat meradang bila terpajan oleh bahan iritan eksogen.

16

Page 17: Makalah Blok 15 Girt

Penderita atopik berisiko tinggi menderita dermatitis tangan, kira-kira 70% suatu

saat dapat mengalaminya. D.A. pada tangan dapat mengenai punggung maupun telapak

tangan, sulit dibedakan dengan dermatitis kontak. D.A. di tangan biasa t imbul

pada wanita muda setelah rnelahirkan anak pertama, ketika sering terpajan sabun

dan air sebagai pemicunya.

Berbagai kelainan dapat menyertai DA, misalnya: hiperlinearis palmaris, xerosis

kutis, ictiosis, pomfoliks, pitidasis alba, keratosis pilada, fipatan Dennie Morgan,

penipisan alis bagian luar (lands Hertoghe), keilitis, katarak subkapsular anterior, lidah

geografik, liken spinulosus, dan keratokonus (bentuk komea yang abnormal). Selain

itu penderita D.A. cenderung mudah mengalami kontak urtikaria, reaksi anafilaksis

terhadap obat, gigitan atau sengatan serangga.5

8. Penatalaksanaan

a. Medica mentosa

Terdiri dari dua pengobatan, yaitu topical dan sistemik.

Pengobatan topical

- Hidrasi kulit. Kulit penderita D.A. kering dan fungsi sawarnya

berkurang, mudah retak sehingga mempermudah masuknya

mikroorganisme patogen, bahan iritan dan alergen. Pada kulit yang

demikian perlu diberikan pelembab, misalnya krim hidrofilik urea 10%,

dapat pula ditambahkan hidrokortison 1% di dalamnya. Bila memakai

pelembab yang mengandung asam laktat, konsentrasinya jangan lebih

dari 5%, karena dapat mengiritasi bila dermatitisnya masih aktif. Setelah

mandi kulit dilap, kemudian merakai emolien agar kulit tetap lembab.

Emolien dipakai beberapa kali sehari, karena lama kerja raksimum 6 jam.

- Kortikosterold topikal. Pengobatan D.A. dengan kortikosteroid topical

adalah yang paling sering digunakan sebagai anti-inflamasi lesi kulit.

Namun demikian harus waspada karena dapat terjadi efek samping yang tidak

diinginkan.

Pada bayi digunakan salap steroid berpotensi rendah, misalnya

hidrokortison 1%-2.5%. pada anak dan dewasa dipakai steroid berpotensi

menengah, misalnya triamsinolon, kecuali pada luka digunakan steroid

berpotensi lebih rendah. Kortikosteroid berpotensi rendah juga dipakai

didaerah genitalia dan intertriginosa, jangan digunakan yang

17

Page 18: Makalah Blok 15 Girt

berpotensi kuat, misalnya , wrinated glucocorticoid. Bila aktivitas

penyakit telah terkontrol, dipakai secara intermiten, umumnya 2 kali

seminggu, untuk menjaga agar tidak cepat kambuh; sebaiknya dengan

kortikosteroid yang potensinya paling rendah.

Pada lesi akut yang basah dikompres dahulu sebelum digunakan

steroid, misalnya dengan larutan Burowi, atau dengan larutan permanganas

kalikus 1:5000.

- Takrolimus. Takrolimus (FK-506), suatu penghambat calcineurin, dapat

diberikan dalam bentuk salap 0,03% untuk anak usia 2-15 tahun; untuk

dewasa 0.03% dan 0.1%. Takrolimus menghambat aktivasi sel yang terlibat

dalam D.A. yaitu: sel Langerhans, sel T, sel mas, clan keratinosit. Pada

pengobatan jangka panjang dengan salep takrolimus, koloni S. aureus

menurun. Tidak ditemukan efek samping kecuali rasa seperti terbakar

setempat. Tidak menyebabkan atrofi kulit seperti pada pemakaian

kortikosteroid, dapat digunakan di muka dan kelopak mata.

- Pimekrolimus. Dikenal juga dengan ASM 81, suatu senyawa askomisin

yaitu imunomodulator golongan makrolaktam, yang pertama ditemukan dari

hasil fermentasi Streptomyces hygroscopicus var. ascomyceticus. Cara kerja

sangat mirip siklosporin dan takrolimus yang dihasilkan dari Streptomyces

tsuku-baensis, walaupun ketiganya berbeda dalam struktur kimianya, yaitu

bekerja sebagai pro-drug , yang baru menjadi aktif bila terikat pada

reseptor sitosolik imunofilin. Reseptor imunofilin untuk askomisin

ialah makrofilin-12. Ikatan askomisin pada makrofilin-12 dalam sitoplasma

sel T, akan menghambat calcineurin (suatu molekul yang dibutuhkan untuk

inisiasi transkripsi gen sitokin), sehingga produksi sitokin TH1 ( IFN-γ dan IL-

2) dan TH2 ( IL-4 dan IL-10) dihambat. Askomisin juga menghambat aktivasi

sel mas. Askomisin menghasilkan efek imunomodulator lebih selektif dalam

menghambat fase elisitasi dermatitis kontak alergik, tetapi respons imun

primer tidak terganggu bila diberikan secara sistemik, tidak seperti

takrolimus dan siklosporin.

Derivat askomisin yang digunakan ialah krim SDZ ASM 981

konsentrasi 1%, mempunyai efektivitas sama dengan krim klobetasol-17-

propionat 0.05% (steroid superpoten), tidak menyebabkan atrofi kulit

(setidaknya selama 4 minggu), aman pada anak dan dapat dipakai pada

18

Page 19: Makalah Blok 15 Girt

kulit sensitif misalnya pada muka dan lipatan. Cara pemakaian dioleskan 2

kali sehari.

Pimekrolimus dan takrolimus tidak dianjurkan pada anak usia

kurang dari 2 tahun. Penderita yang diobati dengan pimekrolimus dan

takrolimus dinasehati untuk memakai pelindung matahari karena ada dugaan

bahwa kedua obat tersebut berpotensi menimbulkan kanker kulit.

- Preparat ter. Preparat ter mempunyai efek antipruritus dan anti-

inflamasi pada kulit. Dipakai pada lesi kronis, jangan pada lesi akut. Sediaan

dalam bentuk salap hidrofilik, misalnya yang mengandung likuor karbonis

detergen 5% sampai 10 %, atau crude coal tar 1% sampai 5%.

- Antihistamin. Pengobatan D.A. dengan antihistamin topikal tidak

dianjurkan karena berpotensi kuat menimbulkan sensitisasi pada kulit.

Dilaporkan bahwa aplikasi topikal krim doksepin 5% dalam jangka pendek

(satu minggu), dapat mengurangi gatal tanpa terjadi sensitisasi. Tetapi perlu

diperhatikan, bila dipakai pada area yang luas akan menimbulkan efek

samping sedatif.

Pengobatan sistemik

- Kortikosteroid. Kortikosteroid sistemik hanya digunakan untuk

mengendalikan eksaserbasi akut, dalam jangka pendek, dan dosis rendah,

diberikan berselang-seling (alternate), atau diturunkan bertahap

(tapering), kemudian segera diganti dengan kortikosteroid topikal. Pemakaian

jangka panjang menimbulkan berbagai efek samping, dan bila

dihentikan, lesi yang lebih berat akan muncul kembali.

- Antihistamin. Antihistamin digunakan untuk membantu mengurangi

rasa gatal yang hebat, terutama malam hari, sehingga mengganggu tidur.

Oleh karena itu antihistamin yang dipakai ialah yang mempunyai efek

sedatif, misainya hidroksisin atau difenhidramin. Pada kasus yang lebih sulit

dapat diberikan doksepin hidroklorid yang mempunyai efek antidepresan

dan memblokade reseptor histamih H1 dan H2, dengan dosis 10 sampai 75

mg secara oral malam hari pads orang dewasa.

- Anti-infeksi. Pada D.A. ditemukan peningkatan koloni S. aureus. Untuk

yang belum resisten dapat diberikan eritromisin, asitromisin atau,

19

Page 20: Makalah Blok 15 Girt

klaritromisin, sedang untuk yang sudah resisten diberikan dikloksasilin,

oksasilin, atau generasi pertama sefalosporin.

Bila dicurigai terinfeksi oleh virus herpes simpleks kortikosteroid

dihentikan sementara dan diberikan per oral asiklovir 400 mg 3 kali per hari

selama 10 hari, atau 200 mg 4 kali per hari selama 10 hari.

- Interferon. IFN-γ diketahui menekan respons IgE dan menurunkan fungsi dan

proliferasi sel TH2. Pengobatan dengan IFN-γ rekombinan menghasilkan

perbaikan klinis, karena dapat menurunkan jumlah eosinofil total dalam

sirkulasi.

- Siklosporin. D.A. yang sulit diatasi dengan pengobatan konvensional dapat

diberikan pengobatan dengan siklosporin dalam jangka pendek. Dosis

jangka pendek yang dianjurkan per oral: 5 mg/kg berat badan. Siklosporin

adalah obat imunosupresif kuat yang terutama bekerja pads sel T akan terikat

dengan cyclophilin ( suatu protein intraselular) menjadi satu kompleks yang

akan menghambat calcineurin sehingga transkripsi sitokin ditekan. Tetapi, bila

pengobatan dengan siklosporin dihentikan umumnya penyakitnya akan

segera kambuh lagi. Efek samping yang mungkin timbul yaitu peningkatan

kreatinin dalam serum, atau bahkan terjadi penurunan fungsi ginjal dan

hipertensi.

b. Nonmedica mentosa

Terapi sinar (phototherapy)

Untuk D.A. yang berat dan luas dapat digunakan PUVA

(photochemotherapy) seperti yang dipakai pada psoriasis. Terapi UVB, atau

Goeckerman dengan UVB dan ter juga efektif. Kombinasi UVB dan UVA lebih

baik daripada hanya UVB. UVA bekerja pada sel Langerhans dan eosinofil,

sedangkan UVB mempunyai efek imunosupresif dengan cara memblokade

fungsi sel Langerhans, dan mengubah produksi sitokin keratinosit.4,5

9. Prognosis

Sulit meramalkan prognosis D.A. pada seseorang. Prognosis lebih buruk bila kedua

orang tuanya menderita D.A. Ada kecenderungan perbaikan spontan pada masa anak, dan

sering ada yang kambuh pada masa remaja. Sebagian kasus menetap pada usia di atas 30

20

Page 21: Makalah Blok 15 Girt

tahun. Penyembuhan spontan D.A. yang diderita sejak bayi pernah dilaporkan terjadi

setelah umur 5 tahun sebesar 40-60%, terutama kalau penyakitnya ringan.

Sebelumnya juga ada yang melaporkan bahwa 84% D.A. anak berlangsung sampai masa

remaja. Ada pula laporan, D.A. pada anak yang diikuti sejak bayi hingga remaja, 20%

menghilang, dan 65% berkurang gejalanya. Lebih dari separuh D.A. remaja yang telah

diobati kambuh kembali setelah dewasa. Faktor yang berhubungan dengan prognosis

kurang balk D.A. yaitu:

a. DA luas pada anak

b. Menderita rinitis alergik dan asma bronkial riwayat D.A. pada orang tua atau saudara

kandung

c. Awitan (onset) D.A. pada usia muda

d. Anak tunggal

e. Kadar IgE serum sangat tinggi.5

10. Preventif

Pencegahan untuk mengurangi risiko kekambuhan D.A. dapat dilakukan dengan :

a. Kulit penderita D.A. cenderung lebih rentan terhadap bahan iritan, oleh karena itu

penting untuk mengidentifikasi kemudian menyingkirkan faktor yang memperberat

dan memicu siklus 'gatal-garuk', misalnya sabun dan detergen, kontak dengan

bahan kimia, pakaian kasar, pajanan terhadap panas atau dingin yang

ekstrim.

b. Bila memakai sabun hendaknya yang berdaya larut minimal terhadap lemak dan

mempunyai pH netral.

c. Pakaian baru sebaiknya dicuci terlebih dahulu sebelum dipakai untuk membersihkan

formaldehid atau bahan kimia tambahan.

d. Mencuci pakaian dengan detergen harus dibilas dengan baik, sebab sisa detergen

dapat bersifat iritan.

e. Selesai berenang harus segera mandi untuk membilas klorin yang biasanya

digunakan pada kolam renang.

f. Hindari stress karena stres juga dapat menyebabkan eksaserbasi DA.

g. Seringkali serangan dermatitis pada bayi dan anak dipicu oleh iritasi dari luar,

misalnya terlalu sering dimandikan, menggosok terlalu kuat pakaian terlalu tebal,

ketat atau kotor, kebersihar kurang terutama di daerah popok, infeksi local, seperti

iritasi kencing atau feses; bahkan juga -edicated baby oil. Pada bayi penting

21

Page 22: Makalah Blok 15 Girt

diperhatikan kebersihan daerah bokong dan genitalia, popok segera diganti, bila

basah atau kotor. Upaya pertama adalah melindungi daerah yang terkena terhadap

garukan agar tidak memperparah penyakitnya. Usahakan tidak memakai pakaian

yang bersifat iritan (misalnya wol, atau srtetik), bahan katun lebih baik. Kulit

anak/bayi dijaga tetap tertutup pakaian untuk menghindari pajanan iritan atau trauma

garukan.

h. Mandi dengan pembersih yang mengandung pelembab, hindari pembersih

antibacterial karena berisiko menginduksi resistensi.5

BAB III

PENUTUP

22

Page 23: Makalah Blok 15 Girt

1. Kesimpulan

Dermatitis atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal

yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan

dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau

penderita (dermatitis atopik, rinitis alergik, dan atau asma bronkial). Kelainan kulit

berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi,

distribusinya di lipatan (fleksural). Kata 'atopi' pertama kali diperkenalkan oleh Coca

(1923), yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang

mempunyai riwayat kepekaan dalam keluarganya. Misalnya: asma bronkial, rinitis

alergik, dermatitis atopik, dan konjungtivitis alergik. Diagnosis D.A. ditegakkan

dengan syarat harus mempunyai kondisi kulit gatal (itchy skin) atau dari laporan orang

tuanya bahwa anaknya suka menggaruk atau menggosok. Ditambah 3 atau lebih

kriteria berikut:

a. Riwayat terkenanya lipatan kulit, misalnya lipat siku, belakang lutut, bagian

depan pergelangan kaki atau sekeliling leher (termasuk pipi anak usia di

bawah 10 tahun).

b. Riwayat asma bronkial atau hay fever pads penderita (atau riwayat

penyakit atopi pada keluarga tingkat pertama dan anak di bawah 4 tahun).

c. Riwayat kulit kering secara umum pada tahun terakhir.

d. Adanya dermatitis yang tampak di lipatan (atau dermatitis pads pipi/dahi dan

anggota badan bagian luar anak di bawah 4 tahun).

e. Awitan di bawah usia 2 tahun (tidak digunakan bila anak di bawah 4 tahun).

D.A. harus dapat dibedakan dengan penyakit lainnya, seperti dermatitis

seboroik dan scabies dengan gejala klinisnya yang hampir mirip dengan D.A.

penyebab D.A. belum diketahui secara pasti tetapi faktor turunan merupakan dasar

pertama untuk timbulnya penyakit disamping faktor pendukung yang lain. D.A.

cenderung diturunkan. Lebih dari seperempat anak dari seorang ibu yang men-

derita atopi akan mengalami D.A. pada masa kehidupan 3 bulan pertama. Bila salah

satu orang menderita atopi, lebih separuh jumlah anak akan mengalami gejala

alergi sampai usia 2 tahun, dan meningkat sampai 79% bila kedua orang tua

menderita atopi. Risiko mewarisi D.A. lebih tinggi bila ibu yang menderita

D.A. dibandingkan dengan ayah. Tetapi, bila D.A. yang dialami berlanjut

hingga masa dewasa, maka risiko untuk mewariskan kepada anaknya sama saja

yaitu kira-kira 50%.

23

Page 24: Makalah Blok 15 Girt

Berbagai faktor ikut berinteraksi dalam patogenesis D.A., misanya faktor

genetik, lingkungan, sawar kulit, farmakologik, dan imunologik. Kulit penderita D.A.

umumnya kering, pucat/redup, kadar lipid di epidermis berkurang, dan kehilangan air

lewat epidermis meningkat. Jari tangan teraba dingin. Penderita D.A.

cenderung tipe astenik, dengan inteligensia di atas rata-rata, sering merasa

cemas, egois, frustrasi, agresif, atau merasa tertekan. Gejala utama D.A. ialah

(pruritus), dapat hilang timbul sepanjang hari, tetapi umumnya lebih hebat pada

malam hari. Akibatnya penderita akan menggaruk sehingga timbul bermacam--

macam kelainan di kulit berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi,

eksudasi, dan krusta. D.A. dapat dibagi menjadi tiga face, yaitu: D.A. infantil

(terjadi padausia 2 bulan sampai 2 tahun), D.A. anak (2 sampai 10 tahun) dan D.A.

pada remaja dan dewasa.

Pengobatan D.A dapat secara topical, sistemik dan fototherapi. Sulit

meramalkan prognosis D.A. pada seseorang. Prognosis lebih buruk bila kedua

orang tuanya menderita D.A. Ada kecenderungan perbaikan spontan pada masa anak,

dan sering ada yang kambuh pada masa remaja. Pencegahan untuk mengurangi

kekambuhan dapat dilakukan dengan mudah, seperti Pakaian baru sebaiknya dicuci

terlebih dahulu sebelum dipakai untuk membersihkan formaldehid atau bahan kimia

tambahan, mencuci pakaian dengan detergen harus dibilas dengan baik, sebab

sisa detergen dapat bersifat iritan, dll.

24

Page 25: Makalah Blok 15 Girt

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilmu kesehatan anak Nelson. Ed 15th. Jilid II. Jakarta: EGC; 2000.1382-95.

2. Diagnosa fisik pada anak. Edisi 2nd. Jakarta: CV Sagung Seto; 2003.

3. Siregar R.S. Saripati penyakit kulit. Edisi 2nd. Jakarta: EGC; 2004.115-7.

4. Dermatitis atopic pada anak. 17 Mei 2009. Diunduh dari www.

childrenallergyclinic.wordpress.com, 26 April 2011.

5. Sularsito SA, Djuanda S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 6 th. Jakarta: FKUI;

2010.138-47.

6. Stawiski MA. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Ed 6 th. Volum 2.

Jakarta: EGC; 2005.1430-2.

7. Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 6th. Jakarta: FKUI; 2010.200-2.

8. Handoko RP. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 6th. Jakarta: FKUI; 2010.122-5.

25