pep kelompok 1.docx

14
JARAK WAKTU YANG LEBAR ANTARA PENERIMAAN DAN PENGELUARAN PENDAPATAN DALAM PERTANIAN DAN PEMBIAYAAN PERTANIAN LAPORAN KELOMPOK Diajukan Guna Memenuhi Tugas Pengantar Ekonomi Pertanian pada Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember Oleh: Syukron Ma’mun 131510501201 Andik Kurniawan 131510501225 Tri Bagus Wicaksono 131510501240 Ahmad Fadil Rizkyantoro 131510501249 Alief Asqiq Ramadhan 131510501268

Upload: alief-asqiq-ramadhani-sumahna

Post on 02-Oct-2015

9 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

JARAK WAKTU YANG LEBAR ANTARA PENERIMAAN DAN PENGELUARAN PENDAPATAN DALAM PERTANIAN DAN PEMBIAYAAN PERTANIAN

LAPORAN KELOMPOK

Diajukan Guna Memenuhi Tugas Pengantar Ekonomi Pertanian pada Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember

Oleh:

Syukron Mamun 131510501201Andik Kurniawan 131510501225 Tri Bagus Wicaksono131510501240 Ahmad Fadil Rizkyantoro 131510501249Alief Asqiq Ramadhan131510501268

PENGANTAR EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS JEMBER2 0 1 3BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPertanian hingga saat ini masih dinilai sebagai sektor penggerak perekonomian Indonesia yang penting dan terbukti memiliki ketahanan yang paling tinggi pada saat terjadi dan pasca periode krisis ekonomi maupun krisis moneter sejak awal 1997. Kemudian ketangguhan sektor pertanian sebagai fondasi pembangunan ekonomi suatu negara juga telah dibuktikan oleh negara tetangga seperti Thailand (Said, 1999).Keberhasilan sektor pertanian sebagai sektor yang handal dan tangguh tentunya tidak terlepas dari peran atau daya dukung seluruh aspek sehingga mendorong kemampuan yang cepat dari sektor ini untuk beradaptasi pada berbagai kondisi. Akan tetapi kalau dikaji lebih mendalam pada tingkat kegiatan usahatani masyarakat, ternyata masih banyak terdapat kekurangan atau adanya masalah di sekitar proses kegiatan pembangunan pertanian. Sebagaimana halnya kegiatan pembangunan pertanian di Kalimantan Timur sampai saat ini dinilai masih belum memiliki basis yang kuat berdasar analisis kemampuan sumberdaya lokal, sehingga dalam penerapannya menghadapi banyak kendala teknis maupun sosio-kultural (Puslitbangwil Unmul, dalam Maryam 2006). Dan salah satu tonggak keberhasilan dalam sektor pertanian yakni dengan diadakannya sebuah kebijakan-kebijakan yang meliputi sektor pertanian, atau yang disebut dengan Kebijakan Pertanian. Kebijakan pertanian adalah serangkaian tindakan yang telah, sedang dan akan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Adapun tujuan umum kebijakan pertanian kita adalah memajukan pertanian, mengusahakan agar pertanian menjadi lebih produktif, produksi dan efisiensi produksi naik dan akibatnya tingkat penghidupan dan kesejahteraan petani meningkat. Untuk mencapai tujuan-tujuan ini, pemerintah baik di pusat maupun di daerah mengeluarkan peraturan-peraturan tertentu; ada yang berbentuk Undang-undang, Peraturan-peraturan Pemerintah, Kepres, Kepmen, keputusan Gubernur dan lain-lain. Peraturan ini dapat dibagi menjadi dua kebijakan-kebijakan yang bersifat pengatur (regulating policies) dan pembagian pendapatan yang lebih adil merata (distributive policies). Kebijakan yang bersifat pengaturan misalnya peraturan rayoneering dalam perdagangan atau distribusi pupuk sedangkan contoh peraturan yang sifatnya mengatur pembagian pendapatan adalah penentuan harga kopra minimum yang berlaku sejak tahun 1969 di daerah-daerah kopra di Sulawesi. Persoalan yang selalu tidak mudah diatasi adalah persoalan keadilan. Hampir setiap kebijakan jarang akan disambut dengan baik oleh semua pihak. Selau ada saja pihak yang memperoleh manfaat lebih besar dari pihak lainnya dan bahkan ada yang dirugikan. Itulah sebabnya masalah kebijakan pertanian bukanlah terletak pada banyak sedikitnya campur tangan pemerintah, tetapi pada berhasil tidaknya kebijakan itu mencapai sasarannya dengan sekaligus mencari keadilan bagi pihak-pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu kebijakan pertanian yang lebih baik adalah yang dapat mencapai tujuan nasional untuk menaikkan produksi secara optimal dengan perlakuan yang adil pada pihak-pihak yang bersangkutan itu.Kebijakan pertanian tersebut dapat berupa kebijakan pasar (kebijakan harga, pemasaran, pendapatan dan pengeluaran), dan kebijakan struktural (luas pemilikan tanah, pengenalan dan pengusahaan alat-alat pertanian yang baru dan perbaikan prasarana pertanian). Kebijakan-kebijakan tersebut dapat kita harapkan dapat meminimalisir dengan adanya berbagai permasalahan pertanian yang banyak dialami oleh para petani kita. Kebijakan harga yang ditetapkan dalam kebijakan pertanian bertujuan untuk mengadakan stabilitas harga, sedangkan segi pendapatannya bertujuan agar pendapatan petani tidak terlalu berfluktuasi (mengalami penurunan dan peningkatan yang drastis) dari musim ke musim dan dari tahun ke tahun. Kebijakan harga dapat mengandung pemberian penyangga (support) atas harga-harga hasil pertanian supaya tidak terlalu merugikan petani atau langsung mengandung sejumlah subsidi tertentu bagi petani. Sedangkan untuk kebijakan pemasaran merupakan merupakan usaha campur tangan pemerintah dalam bekerjanya kekuatan-kekuatan pasar. Di satu pihak pemerintah dapat mengurangi pengaruh kekuatan-kekuatan pasar supaya tidak terlalu merugikan pedagang dan petani, tetapi di pihak lain persaingan dapat didorong untuk mencapai efisiensi ekonomi yang tinggi. Dalam praktek kebijakan pemasaran dilaksanakan secara bersamaan dengan kebijakan harga. Akan tetapi, jika kebijakan dalam sektor pertanian sudah ditetapkan keberadaannya, baik dari pihak pemerintah maupun masyarakat, jika pihak yang bersangkutan tidak mau menaati kebijakan tersebut maka permasalahan dalam sektor pertanian terus meningkat dan mungkin saja akan timbul permasalahan-permasalahan baru yang dapat merugikan para petani kita dalam memproduksi hasil produksi pertanian mereka. Permasalahan tersebut antara lain seperti jarak waktu yang lebar antara pengeluaran dan penerimaan pendapatan dalam pertanian, tekanan penduduk dalam pertanian, tanah dalam produksi pertanian, indek daya dukung lahan, dan lain sebagainya. Maka diperlukannya kesadaran bagi seluruh masyarakat agar sektor pertanian kita dapat berkembang dengan baik dan dapat memproduksi hasil pertanian dalam segi kualitas baik.

1.2 Tujuan dan Manfaat1.2.1 Tujuana.Untuk mempelajari permasalahan pertanian khususnya dalam permasalahan jarak waktu yang lebar antara pengeluaran dan penerimaan pendapatan dalam pertanian serta pembiayaan pertanian. b.Untuk mengetahui bagaimana mengatasi permasalahan tersebut dan memberikan solusi untuk menyelesaikan permasalahan pertanian akan jarak waktu yang lebar antara pengeluaran dan penerimaan pendapatan serta pembiayaan pertanian.

1.2.2 Manfaata.Mengetahui perkembangan permasalahan pertanian yang ada di Indonesia dan bagaiamnana cara untuk mengatasi permasalahan pertanian tersebut.b.Mempelajari bagaimana menyelesaikan permasalahan pertanian.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Banyak persoalan yang dihadapi oleh petani baik yang berhubungan langsung dengan produksi dan pemasaran hasil-hasil pertaniannya maupun yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Selain merupakan usaha, bagi si petani pertanian juga merupakan bagian dari hidupnya, bahkan suatu cara hidup (way of live), sehingga tidak hanya aspek ekonomi saja tetapi aspek-aspek sosial dan kebudayaan, aspek kepercayaan dan keagamaan serta aspek-aspek tradisi semuanya memegang peranan penting dalam tindakan-tindakan petani. Namun demikian dari segi ekonomi pertanian, berhasil tidaknya produksi petani dan tingkat harga yang diterima oleh petani untuk hasil produksinya merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perilaku dan kehidupan petani.

2.1 Jarak waktu yang lebar antara pengeluaran dan penerimaan pendapatan dalam pertanian.Menurut Mubyarto (1989), Perbedaan yang jelas antara persoalan-persoalan ekonomi pertanian dan persoalan ekonomi di luar bidang ekonomi pertanian adalah jarak waktu (gap) antara pengeluaran yang harus dilakukan para pengusaha pertanian dengan penerimaan hasil penjualan. Jarak waktu ini sering pula disebut gestation period, yang dalam bidang pertanian jauh lebih besar daripada dalam bidang industri. Di dalam bidang industri, sekali produksi telah berjalan maka penerimaan dari penjualan akan mengalir setiap hari sebagaimana mengalirnya hasil produksi. Dalam bidang pertanian tidak demikian kecuali bagi para nelayan penangkap ikan yang dapat menerima hasil setiap hari sehabis ia menjual ikannya. Jadi ciri khas kehidupan petani adalah perbedaan pola penerimaan pendapatan dan pengeluarannya. Pendapatan petani hanya diterima setiap musim panen, sedangkan pengeluaran harus diadakan setiap hari, setiap minggu atau kadang-kadang dalam waktu yang sangat mendesak sebelum panen tiba.Yang sering sangat merugikan petani adalah pengeluaran-pengeluaran besar petani yang kadang-kadang tidak dapat diatur dan tidak dapat ditunggu sampai panen tiba. Dalam hal demikian petani sering menjual tanamannya pada saat masih hijau di sawah atau di pekarangan dan lading-ladangnya baik dengan harga penuh atau berupa pinjaman sebagian. Demikianlah masalah fluktuasi harga hasil-hasil pertanian yang disebabkan oleh fluktuasi musiman merupakan fenomena yang biasa dalam kehidupan ekonomi pertanian. Dalam bidang-bidang diluar pertanian ada pula jarak waktu (gap). Antara saat-saat pengeluaran dan penerimaan, walaupun dalam bidang pertanian jarak waktu ini biasanya lebih panjang sehingga persoalan yang ditimbulkannya menjadi gawat. Untuk mengatasi masalah-masalah demikian maka salah satu tujuan utama kebijakan pertanian adalah mengusahakan stabilisasi harga dan pendapatan petani antara musim yang satu dengan musiman yang lain dari tahun ke-tahun.Fluktuasi harga yang terlalu besar akan merupakan penghambat pembangunan pertanian. Harga dan pendapatan rendah akan mengurangi semangat petani untuk berproduksi dan sebaliknya harga dan pendapatan yang tinggi merangsang kaum tani.

2.2 Pembiayaan pertanian. Menurut Daniel, (2002) dalam usaha tani dikenal dua macam biaya, yaitu biaya tunai atau biaya yang dibayarkan dan biaya tidak tunai atau biaya yang tidak dibayarkan. Biaya yang dibayarkan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar upah tenaga kerja luar keluarga, untuk pembelian input produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan, dan bawon panen. Kadang-kadang juga termasuk biaya untuk iuran pemakaian air dan irigasi, pembayaran zakat, dan lain sebagainya. Dalam usaha peternakan antara lain untuk biaya pengembalaan, biaya pembelian pakan, biaya pembersihan kandang, dan jenis kegiatan lainnya. Biaya yang tidak di bayarkan yaitu petani yang mempunyai lahan membayar petani buruh dengan cara memberinya berupa makanan dan minuman, dan upah yang tidak di bayar karna fakor persaudaraan atau keluarga.Biaya seringkali jadi masalah bagi petani, terutama dalam pengadaan inputatau sarana produksi. Karena kurangnya biaya yang tersedia, tidak jarang petani mengalami kerugian dalam usaha taninya. Dari segi teknis dan pengetahuan, sebagian besar petani kita sudah memahami fungsi teknologi yang mereka peroleh dari beberapa sumber, di antaranya dari surat kabar, radio, televisi, penyuluhan, sarasehan, pendidikan tidak formal, selebaran-selebaran, dan atau dari hasil obrolan dari warung kopi. Mereka sudah menyadari pentingnya teknologi, mereka sudah butuh teknologi, dan mereka sudah mau menerapkan teknologi, tetapi kendalanya adalah modal. Teknologi yang benar dan tepat menghendaki biaya yang cukup tinggi dan harus tersedia tepat waktu pula.Teknologi adalah teknik atau cara bercocok tanam atau beternak atau memelihara ikan yang benar untuk mendapatkan hasil yang lebih besar. Teknologi diperoleh dari hasil penelitian dan pengkajian kemudian ditransfer kepengguna (petani/peternak/petambak atau pemelihara ikan dan nelayan) melalui berbagai cara dan berbagai media. Dewasa ini telah ditemui kesepakatan para pakar yang juga merupakan hasil penelitian diseluruh Nusantara bahwa teknologi yang paling tepat diterapkan adalah teknologi spesifik lokasi. Yaitu teknologi yang diperoleh (diteliti Dan diuji pada daerah penerapan) dengan kata lain teknologi spesifik lokasi yaitu teknologi yang tepat diterapkan pada lokasi penelitian dan pengujian dilakukan. Jadi, wilayahnya semakin sempit otetapi hasilnya semakin bisa diharapkan dan meyakinkan. Kita tidak usah lagi memakai rekomendasi teknologi nasional seperti paket A, B, C, D, ataupun Supra-Insus. Dalam hal ini bukan berarti paket teknologi tersebut tidak boleh digunakan tetapi bisa saja digunakan pada daerah-daerah yang cocok dimana dengan penerapan teknologi tersebut diperoleh hasil yang tinggi.

BAB 3. KESIMPULAN

3.1 KesimpulanPengaruh jarak waktu yang lebar antara pengeluaran dan penerimaan pendapatan dalam pertanian kurang menguntungkan bagi pihak petani karena petani juga perlu untuk menunjang kebutuhan hidupnya sehari-hari sehingga dengan jarak yang lebar tersebut, petani harus bekerja untuk mencukupi kebutuhannya. Dalam mencukupi kebutuhannya dalam jangka waktu yang lebar tersebut petani dapat mengolah hasil produksi dari hasil panen yang sebelumnya untuk diolah menjadi bahan jadi yang mempunyai daya nilai jual yang tinggi, selain itu petani juga dapat menanam tanaman holtikultura sebagai tanaman sampingan untuk mencukupi kebutuhannya. Sedangkan untuk pengaruh pembiayaan pertanian, petani membutuhkan biaya produksi untuk menghasilkan hasil produksi dengan kualitas yang baik agar pihak petani tidak mengalami kerugian. Dengan begitu, kedua permasalahan ini sangat diperhatikan agar dalam mencapai hasil produksi dengan kualitas yang baik dapat dicapai oleh para petani kita. 3.2 Sarana.Pihak pemerintah sebaiknya meninjau kembali permasalahan pertanian seperti jarak waktu yang lebar antara pengeluaran dan pendapatan dalam pertanian serta pembiayaan pertanian, utamanya dalam meningkatkan kesejahteraan para petani. b.Pihak petani diharapkan mampu berusaha mandiri untuk mencukupi kebutuhan hidupnya disaat permasalahan jarak waktu yang lebar antara pengeluaran dan pendapatan dialaminya, agar para petani kita tidak hanya bergantung dalam mencukupi kebutuhan hidupnya pada hasil produksinya.

DAFTAR PUSTAKA

Daniel, Ir. Moehar. 2004. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: PT Bumi Aksara. Mubyarto. 1938. Pengantar Ekonomi Pertanian. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia.

Said, dalam Maryam. 2006. Identifikasi Permasalahan Pertanian di Desa Padang Pangrapat, Kecamatan Tanah Grogot, Kabupaten Pasir. EPP.Vol.3.No.1.2006:6-8

Puslitbangwil Unmul, dalam Maryam. 2006. Identifikasi Permasalahan Pertanian di Desa Padang Pangrapat, Kecamatan Tanah Grogot, Kabupaten Pasir. EPP.Vol.3.No.1.2006:6-8.